Karakteristik Hukum Kerjasama Daerah Oleh. Ahmad Fikri Hadin. Abstract
|
|
- Ari Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Karakteristik Hukum Daerah Oleh Ahmad Fikri Hadin Abstract Emergence of law on region autonomy caused a distribution between matters of center government and local government. Based on Law on region autonomy, local government have a right to make a collaboration with other region or privates. Legal characteristic of those regional cooperation is integration between aspect of public law such administrative law and aspect of private law such as contract law in accorce to policies and effort which promote societies welfare by developing of economic lifes. Keywords: Legal, Characteristic, Regional Cooperation Pendahuluan Hadirnya Ung-Ung No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diubah dengan Ung-Ung No. 32 Tahun 2004 sekarang diperbaharui menjadi Ung-Ung No. 23 Tahun 2014 implikasinya berbagai telah melakukan antar selain itu juga melakukan dengan ba penyediaan sarana pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Hal tersebut adalah implikasi dari aya UU Otonomi Daerah tersebut yang aturannya membagi urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan. Daerah- yang melakukan antar, di antaranya adalah: Pawonsari (Pacitan Jawa Timur, Wonogiri Jawa Tengah, Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengelolaan Sumberdaya Laut Teluk Tomini antara Provinsi Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, serta 11 (sebelas) kabupaten/kota yang ada di sekitar teluk. SINGBEBAS (Singkawang, Bengkayang, Sambas di Propinsi Kalimantan Barat) berkenaan Pertukaran Layanan Sumberdaya Unggulan Masingmasing Daerah. Pengelolaan Teluk Balikpapan antara Provinsi Kalimantan Timur Kabupaten Penajam Paser Utara, Kota Balikpapan, Kabupaten Kutai Kertanegara.1 Sementara dengan ba (pihak ketiga), dapat dicontohkan kasus kontrak patungan antara Pemerintah Daerah dengan ba Pembangunan Jalan Tol GempolPasuruan yang dilakukan oleh perusahaan patungan yang bernama PT. Trans Marga Jatim Pasuruan, yaitu perusahaan patungan hasil PT. Jasa Marga dengan 1 Sutarman Yudo, Aspek Hukum Ekonomi Dalam Daerah, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, hlm. 1 14
2 Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur Pemerintah Daerah Pasuruan. Contoh lain, kontrak konsesi antara Pemerintah Daerah Jawa Timur dengan PT. Jasa Marga yang hasilnya memberikan hak konsesi kepada PT. Jasa Marga atas jalan tol Gempol Grati di wilayah Jawa Timur tol Surabaya-Gempol. Berbagai kasus lain dilakukan bentuk bentuk kontrak BOT (build operate transfer) sejenisnya. Demikian kontrak dengan ba adalah usaha melakukan kegiatan di big penyediaan pelayanan publik yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, terutama setelah diungkannya Ungung Otonomi Daerah.2 Urusan pemerintahan yang berhubungan dengan politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter fiskal nasional, serta agama merupakan urusan pemerintah pusat. Urusan tersebut tetap berada di tangan pemerintah pusat untuk memberi jaminan terhadap kelangsungan hidup berbangsa bernegara. Sebelum terbitnya peraturan pelaksana dari UU Pemda terbaru maka tata cara pelaksanaan secara penjabarannya diatur Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Daerah. dituangkan bentuk perjanjian, antara gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/walikota atau antara bupati/walikota dengan bupati/walikota yang lain, atau gubernur, bupati/walikota dengan pihak ketiga, seperti perjanjian dengan perusahaan swasta yang berba, Ba Usaha Milik Negara (BUMN), atau dengan Ba Usaha Milik Daerah (BUMD). 2 Ibid Konsep menjadi penting, mengingat rumusan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tersebut menyebutkan dituangkan bentuk perjanjian yang dikenal ranah privat atau kontrak, padahal di pihak lain dilakukan oleh pejabat publik yang terikat dengan berbagai prosedur kewenangan yang dimiliki sesuai ketentuan administrasi. Aya perpaduan kedua ranah tersebut menimbulkan pertanyaan bagaimana karakteristik, sehingga tulisan ini akan fokus membahas mengenai karakteristik. Konsep Hukum Daerah adalah istilah yang bersumber dari istilah bahasa Inggris cooperation. Menurut Rosen, cooperation adalah yaitu upaya yang dilakukan untuk mendapatkan atau sumber efisisensi kualitas pelayanan.3 Segkan istilah intergovernmental cooperation, diartikan sebagai suatu bentuk pengaturan yang dilakukan big-big yang disepakati untuk mencapai nilai efisiensi kualitas pelayanan yang lebih baik. dimaksud dilakukan baik secara vertikal atau secara horisontal, tanpa melibatkan pihak swasta. antar pemerintahan secara umum memang tidak melibatkan pihak swasta, tetapi apabila para pihak menghendaki dapat saja dilakukan jika 3 Rosen, E.D Improving Public Sector Productivity: Concept and Practice. London: Sage Publications, International Educational and Professional Publisher Sutarman Yudo, Aspek Hukum Ekonomi Dalam Daerah, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, hlm
3 keterlibatan pihak swasta untuk memberikan nilai efisiensi kualitas pelayanan yang lebih baik bagi masyarakat pada masingmasing. secara vertikal dimaksudkan adalah antara kabupaten/kota dengan provinsi, sementara secara horisontal adalah antar tingkat pemerintahan yang sama, hal ini antar kabupaten/kota atau antar provinsi. Menurut Tatiek Sri Djatmiati,4 maupun swasta terbagi sebagai berikut: 1., yang meliputi: a. tingkat pemerintahan yang sama atau bersifat horisontal, b. tingkat pemerintahan yang tidak sama atau bersifat vertikal. 2. antara pemerintah swasta. Penggunaan istilah intergovernmental menurut Sutarman Yudo, adalah istilah yang masih perlu ditelaah karena secara etimologis posisi pemerintah kurang tepat dipersamakan dengan di suatu perjanjian (kontrak), sekalipun peran dijalankan oleh pemerintah.5 Dalam berbagai literatur yang membahas kontrak pemerintah, istilah pemerintah sering tidak didefinisikan kecuali menjelaskan wewenang pemerintah. Dalam peraturan perung-ungan tentang Tatiek Sri Djatmiati, Antar Big Perizinan, Majalah Ilmu Hukum YURIDIKA, Volume 20, No. 4, Juli 2005, Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga, hlm Sutarman Yudo, Aspek Hukum Ekonomi Dalam Daerah, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, hlm kontrak pemerintah di berbagai negara, tidak merumuskan secara eksplisit pengertian pemerintah. Di Singapura, Artikel 2 (1) Goverment Contract Act 1967 menentukan bahwa seluruh kontrak yang dibuat di Singapura untuk kepentingan pemerintah harus dibuat atas nama pemerintah ditandatangani oleh menteri atau pejabat publik yang memperoleh mandat tertulis dari menteri keuangan. Ketentuan tersebut sama dengan yang ditemukan di Malaysia, yaitu Artikel 2 Goverment Contracts Act 1949 merumuskan :6 All contracts made in Malaysia on behalf of the government shall, if reduced to writing, be made in the name of government of Malaysia of may be signed by a minister or by any public officer duly authorized in writing by a Minister either specially in any particular case, or generally for or contracts below a certain value in his department or otherwise as may be specified in the authorization. Pada saat Ung-ung No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah masih berlaku Pasal 1 angka (1) (2) Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Daerah menentukan bahwa pemerintah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan (bersama DPRD), pemerintah dimaksud adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, perangkat sebagai unsur penyelenggara pemerintahan. Dalam hubungan ini. mempersamakan pemerintah di perjanjian, adalah kurang tepat. Selain istilah 6 Ibid 16
4 pemerintah bersifat jamak, istilah pemerintah memberi kesan posisi sebagai penguasa ranah publik, padahal adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh otonom sebagai ba publik.7 menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Daerah, Pasal 1 angka 3, angka 4 angka 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Daerah, dirumuskan sebagai kesepakatan antara gubernur dengan gubernur atau gubernur dengan bupati/wali kota atau antara bupati/wali kota dengan bupati/wali kota yang lain, atau gubernur, bupati/wali kota dengan pihak ketiga, yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak kewajiban. Pihak ketiga dimaksud adalah Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berba, Ba Usaha Milik Negara, Ba Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, lembaga di negeri lainnya yang berba. Dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 juga ditentukan bahwa dituangkan bentuk perjanjian. Penggunaan istilah kesepakatan yang menimbulkan hak kewajiban rumusan pengertian yang dikemukakan, sesungguhnya kurang tepat. Menurut Sutarman Yudo, kurang tepatnya karena suatu kesepakatan antara pihak, belum sampai pada kualifikasi figur yang menimbulkan hak kewajiban bagi para pihak sebagaimana halnya dengan 7 Ibid, hlm. 11. perjanjian.8 Dalam ketentuan Pasal 1320 BW dapat diketahui bahwa suatu perjanjian dinilai sah apabila memenuhi syarat, sebagai berikut: 1. Kesepakatan. 2. Kecakapan. 3. Suatu hal tertentu. 4. Sebab (causa) yang halal. Melalui ketentuan pasal tersebut istilah kesepakatan hanya sebagai salah satu elemen dari suatu perjanjian. Atas dasar itu, penggunaan istilah kesepakatan belum mencapai pada tingkat sebagai rechtsfiguur arti lembaga atau pranata yang menimbulkan hak kewajiban. Untuk sampai tingkat rechtsfiguur yang disebut perjanjian masih harus dipenuhi tiga elemen lain sebagaimana diatur Pasal 1320 BW. Lebih dari itu, teori perungungan rumusan Pasal 1 angka 2 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 sebagaimana diuraikan adalah tidak sinkron dengan norma Pasal 5 peraturan yang sama bahwa dituangkan bentuk perjanjian.9 Dalam ilmu yang dianut selama ini syarat kesepakatan kecakapan Pasal 1320 BW merupakan syarat subyektif, yang apabila dilanggar maka salah satu pihak yang merasa dirugikan perjanjian tersebut mempunyai hak untuk meminta pembatalan perjanjian, sementara syarat objek yang jelas (suatu hal tertentu) causa yang halal disebut sebagai syarat objektif. Konsekuensi atas pelanggaran syarat objektif mengakibatkan perjanjian menjadi batal demi. Prinsip ini tidak 8 Sutarman Yodo, Figur Hukum Pelayanan Izin Antar, Palu: Lembaga Pengkajian Pembaharuan Hukum Kebijakan Publik (LP2HKP), 2007, hlm Ibid 17
5 berlaku sepenuhnya perjanjian. Syarat kecakapan yang perjanjian selalu dihubungkan dengan umur seseorang, maka ketika perjanjian tersebut melibatkan ba maka batas umur yang menentukan kecakapan para pihak menjadi tidak relevan. Untuk ba yang terlibat di suatu perjanjian lebih tepat menggunakan istilah kewenangan, mengingat yang dipersoalkan mewakili ba suatu perjanjian adalah orang yang berhak atau berwenang mewakili ba sebagaimana ditentukan peraturan perung-ungan yang berlaku.10 Pengertian sebagaimana dirumuskan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 adalah penjabaran rumusan yang diatur Pasal 195 Ung-Ung No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal ini sama juga dengan Pasal 196 atau secara umum Ung-Ung UU No. 32 Tahun 2004, tidak merumuskan secara konkret pengertian. Hal ini dapat dimaklumi mengingat nomenclature ung-ung ini adalah Pemerintahan Daerah dimana hanya salah satu cara penyelenggaraan urusan pemerintahan. Dua pasal yang disebutkan (Pasal 195 Pasal 196) berisikan pokok-pokok penyelenggaraan. Dua pasal lainnya ung-ung ini yaitu Pasal 197 berisi delegated legislation kepada Pemerintah Daerah, Pasal 198 mengatur penyelesaian perselisihan. Pasal 195 Ung-Ung UU No. 32 Tahun 2004 menentukan: 10 Sutarman Yudo, Aspek Hukum Ekonomi Dalam Daerah, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, hlm. 12. (1) Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, dapat mengadakan dengan lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi efektifitas pelayanan publik, sinergi saling menguntungkan; (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwujudkan bentuk ba antar yang diatur dengan keputusan bersama; (3) Dalam penyediaan pelayanan publik, dapat be dengan pihak ketiga; (4) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ayat (3) yang membebani masyarakat harus mendapatkan persetujuan DPRD. Ketentuan Pasal 195 dihubungkan dengan rumusan pengertian menurut Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 yang diuraikan sebelumnya, kiranya pengertian adalah suatu perjanjian () yang dapat dilakukan oleh suatu dengan lain atau dengan pihak ketiga rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, atas pertimbangan efisiensi efektifitas pelayanan publik, sinergi saling menguntungkan. Dalam pengertian tersebut, dapat dijelaskan elemen-elemnya sebagai berikut:11 a. sebagai suatu perjanjian, dengan sendirinya mengatur hak kewajiban bagi masing-masing pihak; b. terbagi atas dua bentuk yaitu antar 11 Ibid, hlm
6 c. d. e. f. dengan pihak ketiga; yang dimaksud adalah otonom yang dapat berupa Propinsi, Kabupaten /atau Kota, yang perjanjian tersebut masing-masing diwakili oleh kepala nya (Gubernur, Bupati, atau Walikota); pihak ketiga dimaksud dapat berupa Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berba, Ba Usaha Milik Negara, Ba Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, lembaga di negeri lainnya yang berba ; dilakukan atas dasar prinsip Freies Ermessen atau discretionary power yang dimiliki kepala untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan : rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertimbangan efisiensi efektifitas pelayanan publik, sinergi saling menguntungkan; serta berada ranah privat ( perjanjian/kontrak) publik ( administrasi, termasuk tata negara). Karakteristik Hukum Daerah Elemen-elemen pengertian yang diuraikan sebelumnya merupakan karakteristik. Menurut Sutarman Yudo, sekaligus memperkokoh eksistensinya sebagai ekonomi, yaitu yang mengintegrasikan aspek publik ( administrasi) aspek privat ( kontrak), di berbagai upaya mensejahterakan masyarakat yang dilakukan pemerintah melalui pembangunan kehidupan ekonomi.12 Konsep ekonomi, menurut para ahli seperti Sunaryati Hartono membagi ekonomi dua big kajian yaitu ekonomi pembangunan ekonomi sosial. Hukum ekonomi pembangunan yang dimaksud, menyangkut pengaturan pemikiran mengenai cara peningkatan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia secara nasional. Adapun yang dimaksudkan ekonomi sosial, menyangkut pengaturan pemikiran mengenai cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil merata sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia.13 Konsep ekonomi pembangunan ekonomi sosial dimaksud, secara mudah ditemukan perjanjian yang meliputi antar dengan pihak ketiga, teristimewa dengan ba, mengingat kedua bentuk tersebut, sasarannya selain tertuju pada pengaturan pemikiran mengenai cara peningkatan pengembangan kehidupan ekonomi masyarakat, juga tertuju pada penyediaan pelayanan publik melalui pola public private partnership (PPP) yang hasil akhirnya dinikmati oleh masyarakat umum.14 Selain itu menurut Sri Redjeki Hartono yang menyatakan bahwa ekonomi adalah yg terbentuk dari asas-asas 12 Ibid, hlm. 16. Sunaryati Hartono, 1982, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung: Bina Cipta, 1982, hlm Sutarman Yudo, Aspek Hukum Ekonomi Dalam Daerah, Yogyakarta: Genta Publishing, 2013, hlm
7 privat asas-asas publik, yakni yang mengatur usaha-usaha pembangunan kehidupan ekonomi masyarakat pembagian hasil 15 pembangunan ekonomi. Secara substansi konsep ekonomi ini sama dengan konsep ekonomi dari Sunaryati Hartono. Hal yang membedakan tentang penegasan sumber ekonomi dari asas-asas privat asas-asas publik. Sumber ekonomi dimaksud juga terungkap dari konsep ekonomi yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro yang menurutnya ekonomi adalah sebagian dari keseluruhan norma yang dibuat oleh pemerintah atau penguasa sebagai suatu personifikasi dari masyarakat yg mengatur kehidupan kepentingan ekonomi masyarakat yang saling berhadapan. Dalam penjelasannya menyatakan bahwa letak ekonomi sebagian pada perdata sebagian pada big publik.16 Sekalipun Rochmat Soemitro tidak membagi konsep ekonomi ke ekonomi pembangunan ekonomi sosial sebagaimana Sunaryati Hartono Sri Redjeki Hartono yang diuraikan sebelumnya, akan tetapi bagi Rochmat Soemitro bahwa sumber ekonomi tersebut terbentuk dari aspek privat publik sebagaimana pendapat Sri Redjeki Hartono. Terkait sumber ekonomi sebagaimana dimaksud, telaah pengertian yang diuraikan menurut Sutarman Yudo bahwa rohnya adalah kesepakatan (aspek privat/ kontrak), demikian 15.Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Bandung: Mandar Maju, 2000 hlm Rochmat Soemitro, Sutarman Yudo, Aspek Hukum Ekonomi Dalam Daerah, Yogyakarta, Genta Publishing, 2013, hlm. 17. peraturan perung-ungan menegaskan bahwa dituangkan bentuk perjanjian (kontrak), meskipun materi yang diperjanjikan adalah kebijakan (kebijaksanaan) publik yang melahirkan apa yang disebut bleidsovereenkomst atas dasar prinsip Freies Ermessen atau discretionary power yang dimiliki Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, atau Walikota) rangka penyelenggaraan urusan 17 pemerintahan. Atas dasar hal ini aya hubungan antar atau dengan pihak ketiga tunduk pada prinsip/asas-asas kontrak ( privat), sekalipun demikian karena materi yang diperjanjikan adalah kebijakan (kebijaksanaan) publik menurut prinsip Freies Ermessen atau discretionary power rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan, sehingga aspek publik terutama prosedur, wewenang, substansi yang menjadi syarat sahnya suatu tindak pemerintahan menurut administrasi juga berlaku pembuatan perjanjian. Syarat sahnya suatu tindak pemerintahan mempengaruhi syarat subjektif (kewenangan bukan kecakapan) syarat objektif (causa yang halal) pembentukan perjanjian menurut privat ( kontrak). 18 Tentang kedudukan pemerintah sebagai suatu personifikasi dari masyarakat Rochmat Soemitro memberikan makna bahwa pemerintah tindakannya membawa kepentingan publik bukan kepentingan individu-individu yang saling berhadapan. Demikian pernyataan tersebut adalah konsep administrasi. Dalam mengatur, rangka Ibid, hlm. 18. Ibid. 20
8 meningkatkan kesejahteraan rakyat (masyarakat) dapat melakukan dengan lain atau dengan pihak ketiga atas pertimbangan efisiensi efektivitas pelayanan publik (Pasal 195 ayat (1) ayat (3) Ung-Ung No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Norma tersebut adalah juga konsep administarsi, artinya pemerintah melakukan adalah personifikasi kepentingan masyarakat, sekalipun upaya mewujudkan hal tersebut perungungan di Indonesia tidak bisa menghindarkan diri kecuali harus melalui sarana kontrak ( privat) mengingat rohnya ada kesepakatan menurut asas konsensualisme.19 Hukum ekonomi sangat berbeda dengan bisnis yang orientasinya lebih tertuju pada hubungan privat (individu atau ba ), segkan ekonomi orientasinya lebih ditujukan pada kepentingan pembangunan ekonomi masyarakat secara umum (public) yang pelakunya melibatkan pihak pemerintah melalui berbagai peraturan perungungan di big publik ( administrasi) big privat ( perjanjian). Kesimpulan Karakteristik yaitu sebagai suatu perjanjian, dengan sendirinya mengatur hak kewajiban bagi masing-masing pihak, terbagi atas dua bentuk yaitu antar dengan pihak ketiga, otonom yang dapat berupa Propinsi, Kabupaten /atau Kota, yang perjanjian tersebut masing-masing diwakili oleh 19 Ibid, hlm. 19 kepala nya (Gubernur, Bupati, atau Walikota), pihak ketiga berupa Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen atau sebutan lain, perusahaan swasta yang berba, Ba Usaha Milik Negara, Ba Usaha Milik Daerah, Koperasi, Yayasan, lembaga di negeri lainnya yang berba, dilakukan atas dasar prinsip Freies Ermessen atau discretionary power yang dimiliki kepala untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, pertimbangan efisiensi efektifitas pelayanan publik, sinergi saling menguntungkan, serta berada ranah privat ( perjanjian/kontrak) publik ( administrasi, termasuk tata negara). Dari semua karakteristik benang merah yang didapat adalah merupakan bagian dari ekonomi, yaitu yang mengintegrasikan aspek publik ( administrasi) aspek privat ( kontrak), di berbagai upaya mensejahterakan masyarakat yang dilakukan pemerintah melalui pembangunan kehidupan ekonomi. Dengan lahirnya Ung-Ung No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah diharapkan terjadi perbaikan-perbaikan dengan membawa spirit mensejahterakan masyarakat yang dilakukan pemerintah melalui pembangunan kehidupan ekonomi. Selain itu dari norma tersebut melahirkan iklim investasi yang sehat bagi yang bersangkutan. DAFTAR PUSTAKA Sutarman Yodo, Figur Hukum Pelayanan Izin Antar, 21
9 Lembaga Pengkajian Pembaharuan Hukum Kebijakan Publik (LP2HKP), Palu, , Aspek Hukum Ekonomi Dalam Daerah, Yogyakarta: Genta Publishing, Tatiek Sri Djatmiati, Antar Big Perizinan, Majalah Ilmu Hukum YURIDIKA, Volume 20, No. 4, Juli 2005, Surabaya: Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2005 Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung: Bina Cipta, Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Bandung: Mandar Maju, Ung-Ung No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Daerah Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 22 Tahun 2009 tentang Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah 22
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt
jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KETENAGAKERJAAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN. Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa
BAB VI PENYELENGGARAAN TUGAS UMUM PEMERINTAHAN Penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan telah diuraikan pada Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 bahwa penyelenggaraan tugas umum Pemerintahan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperincijtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt
- 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 72 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA PENCAPAIAN DAN PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM
MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS ATAS KERJA SAMA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK SWASTA BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TINJAUAN YURIDIS ATAS KERJA SAMA ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PIHAK SWASTA BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN www.freepik.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di negara Indonesia salah satu institusi yang menunjukkan pelaksanaan sistem demokrasi tidak langsung adalah DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah.
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 8 Tahun : 2012 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA KERJA SAMA PEMERINTAH
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,
PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR :14 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciHIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA
PERSPEKTIF Volume XX No. 3 Tahun 2015 Edisi September HIBAH TANAH PEMERINTAHAN KABUPATEN/KOTA KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya e-mail: urip_sts@yahoo.com
Lebih terperinciGUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT
GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 38 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA ANTAR DAERAH DAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN SWASTA/MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang
Lebih terperinciBUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
1 SALINAN BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA STAF AHLI BUPATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI
LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 6 2012 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 06 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. b. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinci(disempurn BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH
(disempurn BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SRAGEN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN
PEMERINTAHAN DAERAH DESENTRALISASI, DEKONSENTRASI, TUGAS PEMBANTUAN DALY ERNI http://dalyerni.multiply.com daly972001@yahoo.com daly97@ui.edu daly.erni@ui.edu Kontribusi Bahan dari: Dian Puji Simatupang,
Lebih terperinciCalyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1 (2013)
SENGKETA WILAYAH PERBATASAN GUNUNG KELUD ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR DENGAN KABUPATEN KEDIRI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 52 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa salah satu cara dalam penyelenggaraan sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan Kemitraan PDPS Surabaya dengan PT AIW IV-1
BAB IV PENUTUP Berdasarkan dengan hasil temuan data yang telah diperoleh dilapangan yang telah disajikan dan dianalisis serta diinterpretasikan pada bab III, maka dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan
Lebih terperinciJURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 14 Nomor 1, Juni 2016
JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 Volume 14 Nomor 1, Juni 2016 TINJAUAN TERHADAP PRIVATISASI AIR SEBAGAI KONSEKUENSI ATAS PEMBATALAN UU SUMBERDAYA AIR NO. 7 TAHUN 2004 Zeffitni
Lebih terperinciWALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan asas desentralisasi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemerintah Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
Lebih terperinciBUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN TENTANG KERJASAMA DAERAH
BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 7 TAHUN 2014. TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGANYAR, Menimbang Mengingat : a.
Lebih terperinciBUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah berkewajiban
Lebih terperinciFREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :
41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of
Lebih terperinciBUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka rnewujudkan peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal
Lebih terperinciRencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang
BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa
Lebih terperinciBUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG
BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciWALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH
SALINAN WALI KOTA BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG, Menimbang
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. Modul ke: Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat. Ramdhan Muhaimin, M.Soc.
Modul ke: 11 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Otonomi Daerah Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Hubungan Masyarakat Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Sub Bahasan 1. Pengertian Otonomi Daerah 2. Latar Belakang Otonomi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH,
PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH, Menimban g : a. bahwa dengan terbentuknya Kota Prabumulih
Lebih terperinciBUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 39 TAHUN 2017 TENTANG TAHAPAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciINDUSTRI DI DAERAH. Oleh : DR.MADE SUWANDI Msoc.sc Direktur Urusan Pemerintahan Daerah DITJEN OTDA DEPARTEMEN DALAM NEGERI
PERAN PUSAT DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI DAERAH (Dalam Koridor UU 32/2004) Oleh : DR.MADE SUWANDI Msoc.sc Direktur Urusan Pemerintahan Daerah DITJEN OTDA DEPARTEMEN DALAM NEGERI HP 0816914482 EMAIL:
Lebih terperinciPARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1
PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA UU NO. 23/2014 1. Urusan Pemerintahan Absolut Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 8 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 60 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA STAF AHLI BUPATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG
1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota di Indonesia bersifat otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN,
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa pemerintah daerah mengemban amanat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciBAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY
62 BAB IV KETENTUAN PENGECUALIAN PASAL 50 HURUF a UU NOMOR 5 TAHUN 1999 DALAM KAITANNYA DENGAN MONOPOLI ATAS ESSENTIAL FACILITY A. Ketentuan Pengecualian Pasal 50 huruf a UU Nomor 5 Tahun 1999 1. Latar
Lebih terperincib. menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca reformasi bergulir di Indonesia, salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah semakin sentralnya peran kepala daerah dalam penyelengaraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan kebutuhan utama atau primer yang harus dipenuhi oleh manusia. Perumahan tidak hanya dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan hidup, tetapi
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan
Lebih terperinciPROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa Penanaman Modal
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH
KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEBIJAKAN PENGUATAN KELEMBAGAAN PADA OPD YANG MENANGANI BUMD, BLUD, DAN BARANG MILIK DAERAH DAN ARAH PERUBAHAN KEBIJAKAN KELEMBAGAAN PEMERINTAH DAERAH Oleh:
Lebih terperinciWALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI
WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: PP 7-2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 77, 2001 Pemerintah Daerah.Tugas Pembantuan.APBN.APBD.Pembinaan.Pengawasan. (Penjelasan
Lebih terperinciistilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst
Lebih terperinciPEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah
PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah Dr. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 / herlambang@fh.unair.ac.id Poin Pembelajaran
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR : 12 TAHUN : 2006 SERI : E NO. :5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,
SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 27 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang
Lebih terperinciKEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGUASAAN ATAS TANAH Urip Santoso Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: urip_sts@yahoo.com Abstract Tenure of land that can be controlled by local government
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa untuk
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan
Lebih terperinciBUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO,
BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan tujuan pembangunan
Lebih terperinciOleh: Putu Ayu Yulia Handari S. Suatra Putrawan Hukum Keperdataan, Fakultas Hukum, Universitas Udayana
AKIBAT HUKUM PERJANJIAN KERJA ANTARA PIHAK PENGUSAHA DENGAN PIHAK PEKERJA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Oleh: Putu Ayu Yulia Handari S. Suatra
Lebih terperinciSumarma, SH R
PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENDAFTARAN PERUSAHAAN DAN IZIN DOMISILI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENDAFTARAN PERUSAHAAN DAN IZIN DOMISILI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang : a. b. c. Mengingat : 1. 2. 3. 4.
Lebih terperinciPembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
Pembagian Urusan Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan A. Latar Belakang an daerah yang diselenggarakan menurut amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintahan daerah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2010 NOMOR 2
LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2010 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH
PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH I. UMUM Pemerintah Kota Malang sebagai salah satu daerah otonom, dalam menyelenggarakan
Lebih terperinciKAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Rizkyana Zaffrindra Putri 1, Lita Tyesta A.L.W. 2 litatyestalita@yahoo.com ABSTRAK Undang-Undang
Lebih terperinciBUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA
SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal
Lebih terperinciMENURUT HUKUM DI INDONESIA
SURROGATE MOTHER MENURUT HUKUM DI INDONESIA Oleh : Nyoman Angga Pandu Wijaya I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract This Paper is about Surrogate Mother by
Lebih terperinciHARMONISASI PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL (STUDI KASUS DI KABUPATEN BATANG) Mustamsikin 1, Yusriyadi 2.
HARMONISASI PRODUK HUKUM DAERAH DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL (STUDI KASUS DI KABUPATEN BATANG) Mustamsikin 1, Yusriyadi 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang. daerahnya masing-masing atau yang lebih dikenal dengan sebutan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemandirian suatu daerah dalam pembangunan nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keberhasilan kebijakan yang diputuskan oleh pemerintah
Lebih terperinciPendidikan Kewarganegaraan
Modul ke: 12 Dosen Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Pendidikan Kewarganegaraan Berisi tentang Otonomi Daerah : Sukarno B N, S.Kom, M.Kom Program Studi Hubungan Masyarakat A. Pengertian Otonomi Daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampai sekarang pembuatan segala macam jenis perjanjian, baik perjanjian khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman pada KUH Perdata,
Lebih terperinciBUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
1 BUPATI BLITAR PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa dalam era demokratisasi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH DENGAN RAHMAT YUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,
BAB III TINJAUAN TEORITIS 1.1. Peraturan Daerah Di Indonesia Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota, Marsdiasmo, menyatakan bahwa tuntutan seperti itu adalah wajar,
Lebih terperinciAbstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)
HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG SALINAN NOMOR : 3 TAHUN 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KOTA DENGAN BADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK,
PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2001 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KOTA DENGAN BADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA DEPOK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah
Lebih terperinciPEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL
PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah R. Herlambang Perdana Wiratraman Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Konsep dan Pengertian Pemerintah (Pusat)
Lebih terperinciCONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH
LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 69 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA PEMBANGUNAN PERKOTAAN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan kawasan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROYEK STRATEGIS NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciWALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG
WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN WALIKOTA BALIKPAPAN NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KERJASAMA PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,
PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJA SAMA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa dalam rangka mempercepat pembangunan daerah,
Lebih terperinciKeywords: Position, Authority, Governor, Local Government Administration
1 KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Oleh : Ni Luh Putu Arianti A.A Ariani Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak;
Lebih terperinciJurnal Panorama Hukum
ANALISIS YURIDIS KETENTUAN PASAL 152 AYAT (3) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH MENGENAI KEWENANGAN PEMBATALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA OLEH MENTERI
Lebih terperinciSejalan dengan sifat peran serta masyarakat di atas, pada intinya terdapat 6 (enam) manfaat lain terhadap adanya peran serta masyarakat tersebut, anta
BUKU RENCANA BAB VIII PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG 8.1 PERAN SERTA MASYARAKAT Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, penyelenggaraan penataan
Lebih terperinciBUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI
1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN PIHAK KETIGA DALAM PENGELOLAAN POTENSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciNOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi
Lebih terperinci(The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25 of 2007 regarding the Investment)
DESENTRALISASI PENYELENGGARA PENANAMAN MODAL (SUATU TINJAUAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL) (The Decentralization of Investment: a Legal Study based on the Law Number 25
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi
Lebih terperinciSINERGISITAS PEMERINTAH DAERAH DAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN. OLEH BUPATI BANGKA Ir. H. TARMIZI. H. SAAT, MM
SINERGISITAS PEMERINTAH DAERAH DAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN OLEH BUPATI BANGKA Ir. H. TARMIZI. H. SAAT, MM TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH DI BIDANG PENDIDIKAN (UU SISDIKNAS) PEMERINTAH
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KERJASAMA DAERAH I. UMUM Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangan serta
Lebih terperinci