PERANCANGAN SOP DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET PERUSAHAAN TERHADAP RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) HPH DI PT. X

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN SOP DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET PERUSAHAAN TERHADAP RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) HPH DI PT. X"

Transkripsi

1 PERANCANGAN SOP DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET PERUSAHAAN TERHADAP RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) HPH DI PT. X Budi Setiawan, Naning Aranti Wessiani, Yudha Andrian. Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya setiawan.budi87@gmail.com ; wessiani@ie.its.ac.id ; yandrian@ie.its.ac.id Abstrak PT. X merupakan salah satu perusahaan HPH yang berada di Kalimantan Tengah. Perusahaan tersebut bekerjasama dengan salah satu kontraktor yang bernama PT. Y untuk menjalankan proses produksinya. Di dalam kerja sama tersebut terdapat kontrak yang berisi target yang harus dicapai oleh PT. Y berupa volume produksi dan biaya operasional. Untuk memenuhi target RKT, manajemen harus menetapkan jumlah tenaga kerja dan alat yang diperlukan sebagai faktor produksi utama. Pada penelitian ini membantu PT. Y dalam merumuskan standar proses bisnis dan biaya sebagai dasar acuan untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan alat berdasarkan target RKT dalam situasi lingkungan yang deterministik. Selanjutnya keputusan deterministik yang dihasilkan akan diuji kehandalannya dalam menghadapi beberapa situasi ketidakpastian dengan modifikasi pendekatan PERT dan simulasi Monte Carlo. Pada Penelitian ini menghasilkan standar proses bisnis berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) dan biaya standar sebagai acuan mejalankan proses bisnis perusahaan. Terdapat SOP aktivitas produksi utama yaitu penebangan, penarikan, pengupasan, pemuatan, dan pengangkutan. Pada biaya standar yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa biaya standar bahan baku, tenaga kerja, dan overhead. Pada hasil simulasi Monte Carlo didapatkan probabilitas pencapaian target volume produksi sebesar 85,3% dan total biaya 94%. Kata Kunci : sistem produksi HPH, standar operasional prosedur, biaya standar, simulasi Monte Carlo Abstract PT. X is a forest concession company located in central kalimantan. This company cooperates with a contractor called PT. Y to conduct its production process. The cooperation between these two company were sealed by a contract which contains a specific target on production volume and operational cost that needs to be fulfilled by PT. Y. To fulfill annual target, the management must define the number of workers and tools as the main production factor. This research helps PT. Y in composing cost and business process standard as a reference to define worker and tools requirement according to annual target in a deterministic environment condition. The reliability of the deterministic decision will be tested against several uncertainty situation with some modification using PERT approach and monte carlo simulation. The result of this research is a standard business process in the form of a standard operating procedure (SOP) and a standard cost as the reference in conducting company s business process. The activity included in the SOP are logging, dispatching, paring, loading and unloading. The standard cost produced by this research consist of raw material, worker and overhead. Monte carlo simulation result shows that the probability of achieving production target volume is 85,3% and the probability of achieving total cost target is 94%. Keywords : forest concession production system, standard operating procedure, standard costing, monte carlo simulation

2 1. Pendahuluan Pada beberapa tahun terakhir khususnya pada tahun 2010 ini tercatat di Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan terdapat 59 unit Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dengan total luas ha di Kalimantan Tengah yang salah satunya adalah PT. X. PT. X merupakan salah satu perusahaan yang mendapatkan izin untuk melakukan pembalakan mekanis di atas hutan alam yang biasa disebut dengan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). HPH mulai muncul sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan. Untuk menjalankan aktivitas produksinya PT. X bekerjasama dengan salah satu kontraktor di Surabaya yang bernama PT. Y. Kondisi yang terjadi pada PT. Y yaitu salah satu perusahaan kontraktor dari PT. X, baru memulai kerjasama khususnya di bidang produksi HPH. PT. Y mendapatkan kewenangan dari PT. X untuk melakukan produksi kayu yang dimulai dari pengambilan pohon di dalam hutan sampai berupa kayu gelondongan atau log yang siap diperjualbelikan. Oleh karena itu, terdapat sebuah kerjasama atau kontrak antara PT. X dengan PT. Y. Di dalam kontrak tersebut terdapat kesepakatan atau target yang harus dicapai oleh PT. Y selaku kontraktor. Target tersebut tercantum dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT). Di dalam RKT terdapat target volume produksi dan biaya operasional yang harus dicapai oleh PT. Y dalam waktu satu tahun. Untuk itu perlu adanya usaha yang perlu dilakukan oleh PT. Y untuk mencapai target tersebut meskipun dengan kondisi masih baru bergerak dalam bidang produksi HPH di hutan Kalimantan Tengah. Untuk memenuhi target RKT tersebut, manajemen harus menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan alat yang diperlukan sebagai faktor produksi utama dalam industri ini (variabel keputusan). Penetapan tersebut bukan hal yang mudah karena perusahaan belum memiliki standarisasi bisnis proses dan biaya sebagai dasar acuan estimasi. Selain itu, tingginya faktor-faktor ketidakpastian menyebabkan variabel keputusan harus handal dalam menghadapi ketidakpastian tersebut. Penelitian ini membantu PT. Y dalam merumuskan standar proses bisnis dan biaya sebagai dasar acuan untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga kerja dan alat berdasarkan target RKT dalam situasi ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam kegiatan operasional HPH (mengingat karakteristik umum permasalahan riil yang dominan stokastik daripada deterministik). Modifikasi pendekatan PERT dan simulasi Monte Carlo akan digunakan untuk mengevaluasi kualitas keputusan dalam menghadapi situasi ketidakpastian. 2. Metodologi Penelitian Secara metodologi penelitian ini menggunakan pendekatan mix method, yaitu gabungan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Secara umum metode kualitatif dilakukan pada awal penelitian yang dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pihak manajemen perusahaan untuk mengetahui kebutuhan dan permasalahan yang ada pada perusahaan. Di sisi lain, metode kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membuat model perhitungan untuk mengetahui biaya standar, dimana metode ini dimanfaatkan untuk mendapatkan gambar model konseptual pada sistem produksi HPH yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Tahapan awal yang dilakukan dalam penelitian adalah mengidentifikasi sistem produksi HPH sehingga dapat didefinisikan rumusan masalah dan tujuan dari penelitian. Berlandaskan informasi kondisi sistem tersebut selanjutnya dilakukan observasi dan pembuatan SOP untuk menentukan detail aktivitas produksi yang sesuai dengan kondisi perusahaan. Tahapan selanjutnya adalah menentukan standar proses dan biaya standar sebagai proses yang akan menentukan output yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pembuatan model konseptual. Pada tahap ini dilakukan pembuatan model yang sesuai dengan kondisi yang sebenarnya dimana sistem dimulai dari input berupa target RKT, jumlah pohon dan harga kayu pada kondisi sekarang. Data yang digunakan berasal dari SOP yang dibuat pada tahapan di atas. Tahapan terakhir pada penelitian ini adalah dengan melakukan simulasi menggunakan pendekatan PERT dan metode simulasi monte carlo dengan menggunakan Simulasi ini dilakukan untuk

3 menguji kualitas keputusan atau pencapaian target produksi perusahaan terhadap ketidakpastian. 3. Pengumpulan dan Pengolahan Data Hak Pengusahaan Hutan PT. X merupakan salah satu perusahaan anggota kelompok usaha Korindo Group, yang memiliki Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IPHHK) PT. KORINDO ARIABIMA SARI yang berlokasi di Jalan Korindo No. 77 Kelurahan Mendawai, Kecamatan Arut Selatan, Pangkalan Bun Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Kayu yang dihasilkan dari areal HPH PT. X hampir seluruhnya digunakan untuk memasok kebutuhan bahan baku industri tersebut sehingga sampai sejauh ini perusahaan tidak menghadapi kesulitan dalam hal pemasaran kayu bulat yang dihasilkan. Hal ini terkait dengan tingkat kebutuhan bahan baku industri yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah produksi kayu bulat dari hutan alam sehingga seluruh kayu bulat yang berasal dari HPH pada Hutan Alam akan relatif mudah terserap oleh pasar. Pada proses produksinya PT. X melakukan kerjasama dengan PT. Y sehingga PT. Y memiliki kewenangan untuk melakukan pembalakan kayu mekanis atas ijin dari PT. X. Kegiatan produksi merupakan kegiatan yang paling utama pada perusahaan HPH. Hal ini dikarenakan fokusan untuk menjalankan bisnis prosesnya adalah melakukan produksi kayu. Perusahaan HPH yang mempunyai kewenangan melakukan pembalakan kayu yang berada di hutan sesuai dengan ijin yang didapatkan dari Departemen Kehutanan. Kegiatan produksi hutan merupakan rangkaian kegiatan yang mengubah tegakan pohon menjadi potongan kayu atau log sehingga kayu tersebut memiliki nilai ekonomis. Kegiatan ini dimulai dengan penebangan kayu di dalam hutan sampai kayu berada di dekat sungai besar atau biasa disebut dengan logpond. Rencana Kerja Tahunan atau yang disebut dengan RKT adalah suatu penjabaran, penyesuaian dan operasionalisasi tahunan dari Rencana Kerja Lima tahun (RKL). Syarat penyusunan RKT adalah perusahaan telah memiliki RKL yang sudah disahkan dan terdapat rencana blok RKT atau areal kerja HPH dengan luas dan batas tertentu yang akan dilakukan penebangan dalam jangka waktu satu tahun yang disetujui oleh Dinas Kehutanan. Selain areal kerja, ditentukan juga target produksi yang harus dicapai oleh perusahaan dalam waktu setahun dengan jenis kayu yang telah ditentukan. Rencana kerja tahunan 2011 PT. X disahkan pada tanggal 11 Januari 2011 dengan No /3/Dishut. Pada RKT 2011, PT. X mendapatkan target IUPHHK m³ untuk Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Di bawah ini adalah gambar RKT Gambar 3.1 Blok RKT 2011 (Sumber: PT. X) Blok RKT 2011 merupakan tempat untuk melakukan aktivitas penebangan yang lokasinya sudah ditentukan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan hasil RKT 2011, dapat dijelaskan target menurut jenis kayunya sebagai berikut : Tabel 3.1 Target TPTI Menurut Jenis Kayu Target TPTI No Jenis Kayu Pohon Volume (M³) 1 Meranti Keruing Nyatoh Bengkirai Agathis Kempas Komersil lain Ulin Sindur Total Rata-rata volume tiap pohon 2,07 Pada penelitian ini jenis kayu dikelompokkan menjadi tiga yaitu kelompok meranti, bangkirai & keruing, dan kelompok rimba campuran. Yang termasuk dalam kelompok meranti adalah kayu meranti, nyatoh dan agathis sedangkan yang dikelompokkan rimba campuran adalah kempas dan komersil lain. Untuk ulin dan sindur termasuk jenis kayu indah.

4 Pengelompokan ini dikarenakan melihat harga dari masing-masing kelompok yang memiliki perbedaan. Standar Operasional Prosedur (SOP) merupakan suatu standar atau pedoman yang dipergunakan untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Pada aktivitas produksi di PT. X dengan kontraktor PT. Y belum memiliki SOP pada tiap aktivitas kerja terutama pada bagian produksi dikarenakan baru memulai pembukaan IUPHHK di Camp Palikodan sejak bulan Februari Oleh karena itu, perusahaan memerlukan SOP sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin di bagian produksi. SOP pada aktivitas produksi akan dijadikan sebagai acuan untuk membuat suatu standar proses pada sistem produksi. Selain itu, SOP akan dijadikan sebagai alat komunikasi dan pengawasan bagi pekerja. Pada penelitian ini akan berfokus pada pembuatan SOP pada aktivitas proses produksi. SOP yang akan dibuat berupa flowchart tiap aktivitas dan pembuatan formulir-formulir yang harus diisi oleh tiap pekerja sebagai controlling system. SOP yang akan dijelaskan adalah SOP penebangan, SOP penarikan, SOP pengupasan, SOP Pemuatan, dan SOP Pengangkutan. Berikut adalah contoh SOP pada aktivitas produksi penebangan. Standar Operasional Prosedur Aktivitas Penebangan Di Blok RKT 2011 Mulai Mempersiapkan peralatan Peralatan siap Melakukan pengisian BBM Mencatat pemakaian BBM Mengisi absensi Memilih jenis pohon Menentukan arah rebah Menebang pohon Membersihkan cabang dan ranting Membuka jalur winching Jam kerja selesai Mengisi formulir hasil kerja Menyerahkan dan melaporkan formulir hasil kerja ke mandor produksi Membersihkan chainsaw dan alat-alat yang lain Mengecek peralatan Ya Ya Tidak Tidak Perbaikan Data pemakaian BBM Data kehadiran karyawan Data hasil penebangan Selesai Gambar 3.2 Flowchart Aktivitas Penebangan Nomor Dokumen : PLKDN Tanggal : 01/02/2011 Standar Operasional Prosedur Terbitan : Aktivitas Penebangan Revisi : 01/05/2012 (Pemotongan Pohon di Blok ) Halaman : 1 dari 2 I. Tujuan Proses aktivitas penebangan dilaksanakan dengan benar dan mendapatkan hasil sesuai dengan target perusahaan. II. Tanggung Jawab Operator Chainsaw Melakukan pemotongan pohon Membersihkan cabang dan ranting pohon Membuka jalur winching Mengisi formulir hasil kerja Menyerahkan dan melaporkan formulir

5 III. IV. Nomor Dokumen : PLKDN Tanggal : 01/02/2011 Standar Operasional Prosedur Terbitan : Aktivitas Penebangan Revisi : 01/05/2012 (Pemotongan Pohon di Blok ) Halaman : 2 dari 2 Dokumen terkait PLKDN Daftar Hasil Penebangan PLKDN Daftar Absensi Kerja PLKDN Daftar Pemakaian BBM PLKDN Peta Kerja Standar Operasional Prosedur 1. Persiapan Peralatan 1.1. Mempersiapkan mesin chainsaw dengan melakukan pengecekan pada mesin chainsaw, memperbaiki mesin chainsaw jika mesin mengalami kerusakan Melakukan pengisisan BBM pada mesin chainsaw dan mencatat pemakaiannya pada lembar konsumsi BBM setiap hari Mengisi Absensi sebelum melakukan aktivitas pekerjaan. Dan Jika berhalangan untuk bekerja, pekerja harus melapor kepada mandor produksi. 2. Melakukan Penebangan 2.1 Memilih jenis pohon yang akan ditebang dengan memilih pohon yang berdiameter di atas 40 cm. 2.2 Menentukan arah rebah sesuai arah penyaradan kayu, dan melihat posisi pohon, normal atau miring. 2.3 Membersihkan cabang dan ranting serta memotong ujung dan pangkal pohon. 2.4 Membuka jalur winching yang sesuai dengan arah penyaradan. 3. Setelah Melakukan Penebangan 3.1 Mengisi formulir hasil kerja. 3.2 Menyerahkan dan melaporkan formulir hasil kerja kepada mandor produksi. 3.3 Membersihkan chainsaw dan alat-alat lain selesai bekerja. 3.4 Memeriksa chainsaw setiap sore hari untuk persiapan besoknya. Bagian-bagian yang perlu diperiksa adalah rantai gergaji, bilah gergaji, kopling, saringan minyak dan bahan bakar, busi, sistem pembuangan asap, rem rantai, dan pelindung pegangan depan. Biaya standar pada penelitian ini ditentukan dari data yang diperoleh dari pengamatan langsung pada obyek amatan. Data tersebut menjadi input-an dari standar proses yang akan dijalankan pada alat bantu pendukung keputusan. Berikut adalah data tiap aktivitas. Tabel 3.2 Data Tiap Aktivitas

6 Tabel 3.2 Data Tiap Aktivitas (lanjutan) Hasil dari perhitungan didapatkan pada RKT 2011 biaya standar bahan baku langsung sebesar Rp Tenaga kerja langsung merupakan faktor yang fundamental dalam aktivitas produksi karena jumlah tenaga kerja akan mempengaruhi kebutuhan dari mesin yang digunakan serta akan berimbas pada konsumsi BBM. Untuk menentukan biaya standar tenaga kerja dengan melihat upah standar dari pekerja dan dan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Untuk upah tenaga kerja langsung tiap aktivitas produksi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.4 Upah Tenaga Kerja Langsung Dari data di atas dipakai sebagai acuan untuk standar proses yang didapatkan dari observasi langsung. Pada perusahaan HPH, bahan baku langsungnya berupa sejumlah pohon pada suatu areal yang sudah mendapatkan ijin di dalam RKT. Perusahaan akan membayar sejumlah uang tertentu kepada pemerintah melalui Departemen Kehutanan. Pada Peraturan Pemerintah No. 59 tahun 1998 dijelaskan tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Penerimaan tersebut disebut Provisi Sumber Daya Hutan atau PSDH dengan ketentuan kayu bulat yang mempunyai ukuran diameter 30 cm ke atas untuk jenis kayu meranti dan rimba campuran dengan biaya 6% per m³ dari harga kayu. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.3 Tabel Perhitungan Biaya Bahan Baku Untuk hasil perhitungan biaya tenaga kerja langsung pada tiap aktivitas produksi dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.5 Hasil Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Biaya Tenaga Kerja Langsung (Lanjutan) Biaya standar overhead merupakan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan mengenai bahan-bahan yang mendukung aktivitas produksi. Biaya overhead pada penelitian ini berupa biaya bahan baku tidak langsung, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan biaya BBM. Pada biaya bahan baku tidak langsung ditentukan oleh Iuaran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) yang tercantum pada Peraturan Pemerintah No. 59 tahun Pada peraturan tersebut dijelaskan mengenai pembayaran IHPH dengan tariff Rp per hektar luas areal yang disetujui pada RKT. Selain itu perusahaan juga dikenai beban untuk dana reboisasi sebesar $ 16 untuk kelompok jenis meranti dan $ 13 untuk kelompok rimba campuran. Hal ini termaktub

7 dalam Peraturan Pemerintah No. 92 tahun 1999 tentang tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Pada tabel 3.3, dijelaskan bahwa iuran HPH sebesar Rp dan iuran Dana Reboisasi sebesar Rp sehingga biaya standar bahan baku tidak langsung dapat dihitung sebesar Rp Pada biaya tenaga kerja tidak langsung ditentukan oleh upah karyawan bulanan. Pada upah karyawan bulanan tersebut sudah memperhitungkan pencapaian target hasil produksi tiap bulannya yaitu 5926,25 m³. Hal ini diperhitungkan karena akan mempengaruhi premi dari tiap karyawan. Pada lampiran 1 dapat diketahui biaya standar tenaga kerja tidak langsungnya sebesar Rp ,-. per bulan. Biaya BBM pada penelitian ini dipengaruhi oleh jumlah mesin yang dibutuhkan serta harga BBM yang berlaku di tempat penelitian. Pada tiap aktivitas produksi, jumlah mesin yang dibutuhkan sama dengan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan kecuali pada aktivitas pengupasan yang tidak membutuhkan mesin untuk menjalankan aktivitasnya. Pada aktivitas penebangan biaya BBM tidak diperhitungkan, dikarenakan biaya BBM ditanggung oleh operator chainsaw. Harga BBM yang berlaku di tempat penelitian berkisar Rp per liter untuk solar dan Rp per liter untuk oli med 40. Berikut adalah tabel perhitungan biaya BBM. Tabel 3.7 Biaya BBM Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa biaya BBM per tahun adalah Rp 10,237 Milyar. Pada perancangan alat bantu pendukung keputusan dalam penelitian ini berupa sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk merencanakan kebutuhan tenaga kerja sehingga dapat digunakan untuk melihat biaya tenaga kerja maupun yang lainnya. Alat bantu ini diawali dengan pembuatan model konseptual. Model konseptual alat bantu pendukung keputusan pada proses produksi HPH ini terdiri input, proses, dan output. Pada proses dipengaruhi oleh standar proses yang mendetailkan setiap aktivitas pada proses. Berikut adalah model konseptual dari alat bantu. Gambar 3.3 Model Konseptual Alat Bantu Pendukung Keputusan Pada alat bantu pendukung keputusan menggunakan data input untuk mengawali prosesnya. Data input yang digunakan adalah target Rencana Kerja Tahunan, luas areal, ratarata volume pohon, jumlah pohon tiap jenisnya (meranti, bangkirai&keruing, rimba campuran), dan harga kayu tiap jenis. Data input tersebut akan diproses pada model perhitungan dengan menggunakan formulasi yang ada untuk menghasilkan output. Model perhitungan yang digunakan untuk memproses input menggunakan formulasi matematis. Formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Rata-rata volume tiap pohon = target RKT : jumlah pohon 2. Prestasi kerja tiap operator = hasil kerja per hari x rata-rata volume pohon 3. Rencana produksi per tahun = jumlah pohon x volume pohon 4. Target prestasi kerja per hari = rencana produksi per tahun : jumlah hari kerja per tahun 5. Jumlah operator = target prestasi kerja per hari : prestasi kerja tiap operator 6. Biaya tenaga kerja langsung penebang = (volume meranti x upah)+(vol. bangkirai&keruing x upah) +(vol. R. Campuran x upah) 7. Biaya BBM = jumlah mesin x kebutuhan BBM x harga BBM Form input adalah bentuk visualisasi alat bantu pendukung keputusan untuk memasukkan data input. Berikut tampilan kotak dialog input.

8 Gambar 3.6 Output per Bulan Gambar 3.4 Form Input pada Alat Bantu Pendukung Keputusan Setelah form input diisi sesuai dengan kondisi RKT, kemudian ditekan tombol ok untuk memunculkan output secara keseluruhan pada aktivitas yang ada dalam proses. Output yang dihasilkan adalah rencana produksi kayu, kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan mesin, kebutuhan BBM, rencana produksi kayu, biaya tenaga kerja dan BBM, serta perkiraan pendapatan. Sedangkan untuk output tiap aktivitas akan muncul ketika tombol aktivitas produksi pada kotak proses ditekan. Tampilan output tiap aktivitas akan muncul kebutuhan tenaga kerja, kebutuhan mesin, kebutuhan BBM, biaya BBM, dan biaya tenaga kerja. Untuk melihat hasil output dan biaya standar dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya BBM dapat mengklik tombol output pada kotak output. Tampilan output biaya standar dapat dilihat di bawah ini, baik output standar per bulan maupun output standar per tahun. Setelah diketahui hasil keputusan, kemudian dilakukan pengujian keputusan terhadap ketidakpastian dari hasil perhitungan pada alat bantu pendukung keputusan. Pengujian dilakukan dengan melakukan simulasi Monte Carlo yaitu melakukan percobaan pada elemen kemungkinan dengan menggunakan sampel random acak. Percobaan ini dilakukan dengan untuk memudahkan melakukan simulasi. Pada simulasi ini data yang disimulasikan berdistribusi pert menggunakan taksiran-taksiran atau estimasi untuk menentukan suatu kondisi yang realistis. Tiga macam taksiran tersebut adalah most likely, optimistic, dan pessimistic. Model pert pada dasarnya menjabarkan proses taksiran secara ilmiah ke dalam distribusi Beta sehingga bisa diketahui bagaimana proses penaksiran pada variabel data yang ada. Distribusi beta adalah salah satu distribusi teoritik yang dapat digunakan sebagai model pembuat keputusan. Sedangkan pada simulasi Monte Carlo adalah membuat nilai dari tiap variabel yang menyusun model dengan menghitung hasil variabel di masa lalu. Kemudian membangun distribusi kemungkinan kumulatif untuk tiap-tiap variabel serta menentukan interval angka random untuk tiap variabel. Setelah disimulasikan akan didapatkan hasil kemungkinan-kemungkinan yang terjadi secara realistis. Variabel data yang disimulasikan diperoleh dari kuesioner yang diisi oleh manager dari perusahaan amatan. Variabel data tersebut dijelaskan pada tabel berikut ini. Gambar 3.5 Output per Tahun

9 Tabel 3.8 Variabel Data untuk Simulasi Setelah dilakukan simulasi, didapatkan hasil pada yang dijelaskan pada gambar berikut ini : Gambar 3.7 Output Volume Produksi per Tahun Tabel 3.8 Variabel Data untuk Simulasi (Lanjutan) Gambar 3.8 Output Total Biaya per Tahun Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa probabilitas untuk mencapai volume produksi tersebut adalah 85,3 %. Sedangkan probabilitas total biayanya adalah 94 %. Dari hasil simulasi juga bisa dilihat faktor kritis yang paling berpengaruh terhadap hasil output yaitu random hari baik untuk volume produksi maupun total biaya. Di bawah ini gambar faktor yang berpengaruh terhadap output. Model yang dibuat disimulasikan dengan dengan iterasi 1000 untuk menentukan volume produksi dan total biaya. Pada variabel data jumlah hari kerja per tahun dibangkitkan (generate) sampai 180 hari kerja per tahun. Gambar 3.9 Faktor Kritis Output

10 4. Analisis dan Interpretasi Data Pada perusahaan HPH, proses produksi atau aktivitas produksi merupakan sesuatu yang paling utama. Proses produksi akan menentukan hasil produksi dari suatu perusahaan. Proses produksi diawali dengan kegiatan penebangan. Tahap penebangan sangat penting dalam kelancaran kegiatan produksi hutan secara keseluruhan. Lancar atau tidaknya kegiatan penebangan akan berdampak pada lancar tidaknya kegiatan berikutnya karena aktivitas dari proses produksi berjalan berurutan. Pada proses penebangan dilakukan pada petak tebang yang berada di dalam hutan. Petak tebang tersebut sudah ditentukan lokasi maupun tempatnya pada RKT. Oleh karena itu, operator chainsaw harus mengetahui areal yang akan ditebang agar tidak keluar dari areal yang ditentukan pada RKT. Karena jika keluar dari RKT perusahaan akan menerima sanksi dari Dinas Kehutanan dikarenakan melanggar izin yang telah ditetapkan. Untuk menghindari hal tersebut, operator chainsaw bertempat tinggal di dekat petak tempat penebangan dengan menggunakan camp tarik. Dengan demikian, operator chainsaw tidak keluar masuk hutan tiap hari sehingga dapat mengurangi aktivitas non produktif. Karyawan yang bekerja di PT. X ini dibagi menjadi dua yaitu karyawan tetap dan karyawan borongan. Pada karyawan tetap, sistem pengupahannya menggunakan sistem bulanan yang sudah ditetapkan komponen gajinya. Komponen untuk karyawan bulanan terdapat gaji pokok, tunjangan bulanan, uang makan dan premi. Pada gaji pokok besarnya disesuaikan dengan jabatannya sama halnya dengan tunjangan gaji. Yang berhak menerima tunjangan gaji hanya beberapa jabatan saja seperti personalia, mandor produksi, dan chief mechanic. Hal ini dikarenakan jabatan-jabatan tersebut memiliki tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan jabatan-jabatan yang lain. Uang makan yang diberikan pada karyawan besarnya seragam rata-rata yaitu Rp ,-. Uang makan dari seluruh pekerja tidak diberikan kepada karyawannya karena uang tersebut digunakan untuk makan sehari-hari pekerja. Uang makan tersebut dikoordinir oleh tukang masak yang ada di camp. Premi adalah bagian dari pendapatan yang diperoleh karyawan bulanan. Premi dihitung dengan mengalikan nilai premi dengan hasil produksi pada bulan tersebut. Harapannya dengan adanya uang premi tersebut bisa menambah semangat para pekerja bulanan. Dari kesemua komponen tersebut rata-rata gaji dari karyawan bulanan adalah di atas Upah Minimum Regional (UMR) yang ada di Kalimantan Tengah yaitu Rp ,- (Sidauruk, 2011). Pada sistem pengupahan untuk karyawan borongan dibagi dalam dua komponen yaitu uang makan dan premi. Premi ditentukan oleh hasil kerja dari masing-masing karyawan. Hal ini dapat menjadi motivasi untuk karyawan agar bekerja lebih baik dan menghasilkan output yang maksimal bagi perusahaan sehingga gaji yang didapatkan oleh karyawan maksimal juga. Dengan adanya sistem borongan juga akan menghindarkan dari kinerja karyawan yang bermalas-malasan. Standar operasional prosedur yang telah dibuat digunakan sebagai pedoman untuk menjalan aktivitas produksi. SOP tersebut berisi flowchart dimana flowchart tersebut menunjukkan alur yang harus dijalani oleh seorang karyawan dalam hal ini operator. SOP yang dibuat terdiri dari SOP aktivitas penebangan, aktivitas penarikan, aktivitas pengupasan, aktivitas pemuatan 1, aktivitas pengangkutan 1, aktivitas bongkar muat, aktivitas pengangkutan 2, dan aktivitas pembongkaran. SOP dari masing-masing aktivitas produksi HPH berisi nomer dokumen yang digunakan sebagai inisial dari jenis aktivitasnya. Keuntungan bagi karyawan dengan adanya SOP adalah SOP digunakan karyawan untuk mengetahui tanggung jawab yang harus dilakukan oleh karyawan tersebut. Sedangkan keuntungan bagi perusahaan adalah perusahaan mendapatkan hasil yang sesuai dengan target perusahaan. Di dalam SOP juga dijelaskan dokumen-dokumen yang terkait dengan aktivitas tertentu sehingga akan mempermudah dalam hal administrasi an controlling. Controlling yang dilakukan oleh perusahaan juga bisa dengan melihat SOP, apakah karyawan sudah melakukan pekerjaan dengan baik atau belum. Pada SOP yang telah dibuat dapat dilihat dalam 3 hal yaitu kegiatan atau aktivitas, tugas atau tanggung jawab, dan prosedur kerja. Di dalam SOP yang dibuat terdapat aktivitas atau kegiatan yang mengidentifikasi fungsi utama dalam suatu pekerjaan dan langkahlangkah yang diperlukan dalam menjalankan fungsi kegiatan tersebut. Tugas atau tanggung jawab merupakan suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing karyawan. Tugas atau tanggung jawab tersebut mendeskripsikan jabatan tertentu. Deskripsi tugas berdasarkan fungsi atau posisi bukan individual. Jadi, sekelompok orang akan memiliki fungsi atau

11 peran yang sama. Pada prosedur kerja diperoleh langkah-langkah yang penting untuk melaksanakan pekerjaan. Prosedur kerja memiliki peranan yang penting bagi perusahaan karena memberikan pengawasan yang lebih baik mengenai apa yang dilakukan dan bagaimana pekerjaan tertentu dilakukan oleh karyawan. Pada RKT 2011, biaya standar bahan baku langsung berasal dari iuran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) sedangkan untuk biaya standar bahan baku tidak langsung berasal dari pembayaran dana reboisasi dan Iuran HPH. Untuk iuran PSDH sebesar 6% dari harga kayu per m³. Untuk biaya standar bahan baku langsung per m3 adalah Rp sedangkan biaya standar bahan baku tidak langsung per m3 adalah jumlah dari iuran DR dan IHPH per m3 yaitu Rp Total biaya standar bahan baku sebesar Rp , jika diprosentasekan sebesar 49 % dari pendapatan perusahaan per m³ untuk jenis kayu meranti. Pada biaya tenaga kerja merupakan biaya yang paling rendah dibandingkan dengan biaya-biaya yang lain. Pada RKT 2011 biaya standar tenaga kerja langsung sebesar Rp 985 juta sedangkan biaya standar tenaga kerja tidak langsung besarnya Rp 1,002 Milyar. Hal ini dikarenakan pembayaran upah tenaga kerja tidak bergantung pada jumlah tenaga kerja tetapi besarnya upah tenaga kerja bergantung pada jumlah volume produksi. Jika volume produksi besar maka upah yang diterima oleh tenaga kerja juga besar. Besarnya upah tenaga kerja untuk jenis pekerjaan tertentu dipengaruhi oleh jenis kayu. Aktivitas produksi yang upah tenaga kerjanya dipengaruhi oleh jenis kayu adalah penebangan, penarikan dan pengangkutan 2. Ratarata upah untuk jenis kayu bangkirai dan keruing lebih besar dibandingkan dengan jenis kayu yang lain. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3.3. Alasan lain dikarenakan harga kayu keruing lebih mahal dibandingkan dengan kayu meranti dan kayu rimba campuran sehingga upah tenaga kerja untuk jenis kayu bangkirai dan keruing lebih tinggi. Jika dilihat pada gambar 3.5 output per tahun terlihat bahwa biaya BBM merupakan biaya yang cukup besar dikeluarkan oleh perusahaan sekitar Rp 10 Milyar dengan harga solar Rp per liter dan Oli Med 40 seharga Rp per liter. Hal ini terlihat dari harga BBM yang ada merupakan harga BBM non subsidi sehingga harganya lebih mahal dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Selain itu kebutuhan BBM untuk tiap mesin lebih besar dibandingkan kebutuhan standar mesinmesin pada umumnya di perusahaan lain. Faktor yang mengakibatkan hal tersebut bisa dikarenakan mesin-mesin yang digunakan untuk aktivitas produksi merupakan mesin-mesin yang sudah berumur lebih dari 10 tahun dengan efisiensi sekitar 60 %. Hal ini bisa meyebabkan pemakaian BBM yang boros. Selain itu pemakaian BBM yang boros dibandingkan pada umumnya, dikarenakan medan jalanan yang dilalui oleh mesin-mesin tersebut membutuhkan tenaga yang ekstra untuk melaluinya. Jika dilihat dari lokasi tempat produksi di daerah gunung, jalanan yang dilalui oleh mesin kebanyakan batu-batuan dan tidak beraspal. Untuk itu membutuhkan konsumsi BBM yang lebih, Inilah sebabnya kenapa perusahaan HPH kebanyakan berusaha untuk meminimalisir pemakaian BBM yang akan berdampak pada penurunan total biaya. Pada target RKT, untuk output volume produksi m³ dan total biaya tidak lebih dari 10 milyar bisa dilihat probabilitas pencapaiannya pada gambar 3.7 dan gambar 3.8 dari hasil simulasi monte carlo. Probabilitas total output tebang per tahun nilainya 85,3 %. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk mencapai target produksi memiliki probabilitas 85,3 %. Angka ini sudah cukup menunjukkan bahwa hasil keputusan memiliki kepercayaan 85,3 % pada output volume produksi. Pada output total biaya per tahun menunjukkan bahwa probabilitas kesesuaian hasil simulasi dengan hasil keputusan pada alat bantu pendukung keputusan sebesar 94 %. Hal ini menunjukkan bahwa model yang ada dalam alat bantu pendukung keputusan merepresentasikan kondisi sebenarnya dalam faktor total biaya dengan probabilitas pencapaian 94 %. Dari gambar 3.9 diketahui bahwa faktor yang sangat mempengaruhi output dari volume produksi dan output total biaya adalah random hari. Hal ini terlihat bahwa hasil sensitifitasnya kurang memuaskan. Hal ini terjadi karena assessmen jumlah hari pesimis, moderate, dan optimis sangat signifikan bedanya (112, 160, dan 180 hari). Jumlah hari pada aktivitas produksi sangat menentukan output hasil pencapaian target produksi. Jika jumlah hari produksi menurun akan mempengaruhi hasil pencapaian target produksi. Selain itu jika jumlah hari produksi rendah akan menurunkan jumlah biaya produksi dengan kata lain jumlah hari produksi berbanding terbalik dengan total biaya.

12 5. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dari penelitian ini terkait dengan sistem produksi HPH bahwa pada RKT 2011 terdapat 8 aktivitas yang dilakukan pada sistem produksi sehingga didapatkan delapan jenis SOP yaitu SOP penebangan, SOP penarikan, SOP pengupasan, SOP pemuatan, SOP pengangkutan 1, SOP bongkar muat, SOP pengangkutan 2, dan SOP pembongkaran pada sistem produksi HPH di PT. X. SOP ini akan digunakan sebagai acuan atau pedoman untuk melakukan aktivitas produksi. Pada RKT 2011, biaya standar bahan baku didapatkan dari iuran PSDH dengan besar Rp Sedangkan biaya standar bahan baku tidak langsung diperoleh dari pembayaran dana reboisasi dan IHPH sebesar Rp Pada biaya standar tenaga kerja langsung sebesar Rp dan biaya standar tenaga kerja tidak langsung sebesar Rp Biaya BBM yang dikeluarkan oleh perusahaan sebesar Rp Kesemua biaya ini akan menjadi acuan perusahaan untuk mengendalikan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan. Dari hasil simulasi diketahui bahwa kemungkinan pencapaian target produksi RKT 2011 sebesar 85,3 % dengan kemungkinan total biaya yang dikeluarkan memiliki kepercayaan 94 %. Hal ini menunjukkan bahwa hasil keputusan yang dihasilkan bia mewakili kondisi yang sebenarnya. Dalam pengembangan SOP yang dihasilkan, sebaiknya perusahaan melakukan pengontrolan secara berkala terhadap setiap aktivitas produksi yang dilakukan oleh karyawan. Pengontrolan tersebut perlu dilakukan oleh orang tertentu yang bertugas sebagai time keeper sehingga tidak dibebankan hanya kepada mandor produksi. Selain itu, sebaiknya perusahaan perlu melakukan evaluasi terhadap SOP yang dijalankan oleh karyawan untuk mengetahui kinerja dari karyawan dan diperlukan suatu kerjasama antar karyawan untuk menjalankan SOP dengan baik. Untuk pengembangan penelitian ini, bisa dikembangkan dengan melakukan penilaian aktivitas produksi dengan menggunakan pendekatan sistem dinamik. 6. Daftar Pustaka Atmoko, T.2010.Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. <URL : Diakses 29 desember Barat, D. K.2011.Permohonan Ijin IUPHHK pada Hutan Alam. <URL : Diakses 17 Februari Baridwan, Zaki Sistem Akuntansi: Penyusunan Prosedur dan Metode, Edisi 5.Yogyakarta:BPFE Basundoro, A. S Pengembangan Perangkat Lunak Sistem Manufaktur pada PT. Krama Yudha Ratu Motor dengan Studi Kasus Pengelolaan peralatan Berbasis Web Sistem Manufaktur. Bandung: Jurusan Teknik Mesin ITB. Carter, W., & Usry, M. F Cost Accounting 13th Edition. Singapore: Thomson. Djati, B. S. L Simulasi Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta:ANDI. Frenky.2010.DefinisiSistem.<URL: 9.blogspot.com>. Diakses 2 Desember Horngren, C., & Foster, G Cost Accounting: A Managerial Emphasis 12th edition.new Jersey:Prentice Hall. Kartadinata, A Akuntansi dan Analisis Biaya. Jakarta: Rineka Cipta. Laodesyamri Sistem Biaya Standar. <URL : Diakses 30 Desember Matz, A., & Usry, M. F. (1980). Cost Accounting: Planning and Control, Seventh Edition.Filiphina:South-Western Publishing Co. Mulyadi Akuntansi Biaya. Yogyakarta:Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Mulyadi Sistem Akuntansi. Jakarta:Salemba Empat. Pardede, B Konsep Dasar Produksi. <URL : Diakses 10 Desember Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.20/Menhut-II/2007 Tentang Tata Cara Pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Dalam Hutan Alam Pada Hutan Produksi Melalui Permohonan.

13 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan. Peraturan Pemerintah No tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Peraturan Pemerintah No tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan. Sidauruk, M Upah Minimum Provinsi (UMP) 2011 Naik. <URL : Diakses 3 Juni Simamora, H Akuntansi Manajemen. Jakarta:Salemba Empat. Supriyono, R Akuntansi Biaya. Yogyakarta: STIE YKPN. Supriyono, R Sistem Pengendalian Manajemen. Yogyakarta:PT BPFE. Sutanto Model Simulasi Monte Carlo. <URL : Diakses 2 Juni Willson, J. D., & Campbell, J. B Controllership, the Work of the Managerial Accountant. New York: John Wiley & Sons.

14 Daftar Lampiran Lampiran 1. Gaji Standar Karyawan Bulanan No Nama Jabatan Gaji Pokok Tunjangan Uang Makan Premi Total Pendapatan 1 Amalludinnor Personalia Andri Sugiar Staf Logistik Mandor 3 Budi Santoso Produksi Edi Heriono Driver Vimala Cakra 5 Netra ADM P'Bun Syaifulloh Muhyaddin Logistik P'Bun Ismawati Jurmas P'Bun Simba Sudarsono Mekanik/ Welder Sukiman Mechanik Suryadi Mechanik Yopie Formes Chief Mekanik Sius Arman Driver Dump Truck Darman Pengukuran Masto Pembantu Mekanik Nendra Pembantu Mekanik Imamat Hardianto Ka. Logistik Dodi Apriadi Pengukuran Heriyanto Mekanik Robby Martinus Tireman Siswanto Mekanik Elektrik Suroso Pembantu Mekanik Suwadak Ka. Satpam Masa Perminyakan

15 No Nama Jabatan Gaji Pokok Tunjangan 24 Irwanto Uang Makan Premi Total Pendapatan Bag. Perminyakan Bibit Juru Masak Mistini Juru Masak E f i. H Juru Masak Suminah Juru Masak Satpam / 29 Yakobus Beker Jaga Malam Nurudin Pembantu mekanik Kuswaji Driver/Meka nik Darius CP. Manager Camp Soni Manager Produksi Total

Komponen Biaya Standar. Bahan Baku Langsung. Tenaga Kerja Langsung. Overhead. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Tenaga Kerja Borongan

Komponen Biaya Standar. Bahan Baku Langsung. Tenaga Kerja Langsung. Overhead. Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Tenaga Kerja Borongan Bentuk Form Komponen Biaya Standar Bahan Baku Langsung Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Tenaga Kerja Langsung Tenaga Kerja Borongan Overhead Bahan Baku Tidak Langsung Tenaga Kerja Tidak Langsung Biaya

Lebih terperinci

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT

PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT PENELITIAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DAN BIAYA STANDAR UNTUK MELIHAT PENCAPAIAN TARGET RENCANA KERJA TAHUNAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN DI PT. TRISETIA INTIGA Disusun oleh: Budi Setiawan

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN

KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN KAJIAN SISTEM DAN KEBUTUHAN BAHAN BAKU INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN Oleh : Rachman Effendi 1) ABSTRAK Jumlah Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Selatan tidak sebanding dengan ketersediaan

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 27 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kualitas Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) 5.1.1 Kerapatan Jalan (WD) Utama dan Jalan Cabang Berdasarkan pengukuran dari peta jaringan jalan hutan PT. Inhutani I UMH Sambarata

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 2.1.1 Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2, dan 3 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 50 TAHUN 2001 T E N T A N G IZIN PEMANFAATAN HUTAN (IPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PENERAPAN PENJADWALAN PROBABILISTIK PADA PROYEK PENGEMBANGAN GEDUNG FSAINTEK UNAIR

PENERAPAN PENJADWALAN PROBABILISTIK PADA PROYEK PENGEMBANGAN GEDUNG FSAINTEK UNAIR TUGAS AKHIR PENERAPAN PENJADWALAN PROBABILISTIK PADA PROYEK PENGEMBANGAN GEDUNG FSAINTEK UNAIR WINDIARTO ABISETYO NRP 3106100105 DOSEN PEMBIMBING Farida Rachmawati, ST., MT. JURUSAN TEKNIK SIPIL Fakultas

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH LAB. PENGANTAR AKUNTANSI 3 (ED) KODE / SKS : KD / 2 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH LAB. PENGANTAR AKUNTANSI 3 (ED) KODE / SKS : KD / 2 SKS 1 Fungsi-Pengertian dan 1. Latar belakang timbulnya cabang Diharapkan setelah mempelajari materi pada minggu ini, Ruang Lingkup akuntansi yang dinal dengan 3,4, Akuntansi Biaya Akuntansi Biaya 2. Pengertian,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PEREDARAN DAN PENERTIBAN HASIL HUTAN KAYU DI KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 175 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) KEPADA CV. BADAN USAHA MILIK MASYARAKAT HUKUM ADAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.186/MENHUT-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. RIMBA KARYA RAYATAMA

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 132 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN KAYU/IPK TAHAP II KEPADA PT. MERDEKA PLANTATION INDONESIA PADA AREAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 7 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Definisi Biaya Menurut Bustami dan Nurlela (2007:4) biaya atau cost adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH AKUNTANSI BIAYA*/** (EB) KODE / SKS : KK / 3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN MATA KULIAH AKUNTANSI BIAYA*/** (EB) KODE / SKS : KK / 3 SKS KODE / SKS : KK-00 / SKS Minggu ke Pokok Bahasan Fungsi Pengertian dan Ruang Lingkup Akuntansi Biaya. Latar belakang timbulnya cabang akuntansi yang dikenal dengan akuntansi biaya. Pengertian, fungsi dan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA DAN PROSEDUR PEMBERIAN IZIN PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN PERALATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Tujuan Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya memberikan informasi biaya yang akan digunakan untuk membantu menetapkan harga pokok produksi

Lebih terperinci

Aplikasi Simulasi Persediaan Teri Crispy Prisma Menggunakan Metode Monte Carlo

Aplikasi Simulasi Persediaan Teri Crispy Prisma Menggunakan Metode Monte Carlo Aplikasi Simulasi Persediaan Teri Crispy Prisma Menggunakan Metode Monte Carlo Erwin Prasetyowati 1) 1) Prodi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Madura Pamekasan Email: 1) erwinprasetyowati@gmail.com

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.192/MENHUT-II/2006 TENTANG PEMBAHARUAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. KARYA WIJAYA SUKSES

Lebih terperinci

BUPATI INDRAGIRI HILIR

BUPATI INDRAGIRI HILIR BUPATI INDRAGIRI HILIR KEPUTUSAN BUPATI INDRAGIRI HILIR NOMOR : 21/TP/II/2002 Tahun 2002 Tentang PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU KEPADA PT. ASRI NUSA MANDIRI PRIMA DI KABUPATEN INDRAGIRI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA, Menimbang : a. bahwa semangat penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2

GUBERNUR PAPUA. 4. Undang-Undang.../2 GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PEMBALAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa sebagai

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR 6887/KPTS-II/2002 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF ATAS PELANGGARAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN, IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DAN IZIN USAHA INDUSTRI

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN KAYU/IPK KEPADA PT. MEDCOPAPUA INDUSTRI LESTARI PADA AREAL PEMBANGUNAN INDUSTRI KAYU SERPIH

Lebih terperinci

COST ACCOUNTING MATERI-10 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA

COST ACCOUNTING MATERI-10 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA COST ACCOUNTING MATERI-10 AKUNTANSI BIAYA TENAGA KERJA UNIVERSITAS ESA UNGGUL JAKARTA DEFINISI BIAYA TENAGA KERJA Tenaga kerja merupakan usaha fisik atau mental yang dikeluarkan karyawan untuk mengolah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.428/MENHUT-II/2004 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. SULWOOD ATAS AREAL HUTAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990

LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 744/Kpts-II/1990 TANGGAL : 13 Desember 1990 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. WAPOGA MUTIARA TIMBER KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN HUTAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.398/MENHUT-II/2005 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. INTRADO JAYA INTIGA

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN : KT221212

KONTRAK PERKULIAHAN : KT221212 Mata Kuliah KONTRAK PERKULIAHAN SKS : 3 Kode Mata Kuliah A. Deskripsi singkat : : AKUNTANSI BIAYA II : KT221212 Akuntansi Biaya II membahas konsep, pemanfaatan, dan perekayasaan informasi biaya untuk penentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005 MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 397/Kpts-II/2005 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. MITRA PERDANA PALANGKA ATAS

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih popular dengan singkatan UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan pekerjaan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya salah satu bagian atau unsure dari harga dan juga unsur yang paling pokok dalam akuntansi biaya, untuk itu perlu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biaya dan Pengklasifikasian Biaya 2.1.1 Pengertian Biaya Biaya berkaitan dengan semua tipe organisasi baik organisasi bisnis, non bisnis, manufaktur, dagang dan jasa. Dalam

Lebih terperinci

ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PADA PT VENEER PRODUCTS INDONESIA

ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PADA PT VENEER PRODUCTS INDONESIA Journal of Applied Business And Economics Vol. 3 No. 2 (Des 2016) 61-68 ANALISIS PENETAPAN HARGA POKOK PRODUKSI SEBAGAI DASAR PENENTUAN HARGA JUAL PADA PT VENEER PRODUCTS INDONESIA Oleh: Litdia Dosen Fakultas

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 5 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan bukan merupakan tipe akuntansi

Lebih terperinci

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI, ACTIVITY BASED COSTING DAN SISTEM BIAYA KONVENSIONAL PADA PERUSAHAAN X.

PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI, ACTIVITY BASED COSTING DAN SISTEM BIAYA KONVENSIONAL PADA PERUSAHAAN X. PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI, ACTIVITY BASED COSTING DAN SISTEM BIAYA KONVENSIONAL PADA PERUSAHAAN X. Maya Sova dan Juli Anwar Universitas Respati Indonesia & STIE Binaniaga ABSTRACT The activity Based

Lebih terperinci

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN

PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN PSAK NO. 32 AKUNTANSI KEHUTANAN PENDAHULUAN Karakteristik Perusahaan Pengusahaan Hutan 01 Proses produksi hasil hutan untuk mendapatkan kayu bulat memerlukan waktu yang panjang, dimulai dari penanaman,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 5 tahun 2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BERUPA KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 5 tahun 2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BERUPA KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 5 tahun 2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN HASIL HUTAN BERUPA KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAPUAS Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Undang-undang

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG BIAYA TOTAL PEKERJAAN NO. KODE : BUKU PENILAIAN DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN 7 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya melengkapi manajemen menggunakan perangkat akuntansi untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian, perbaikan mutu dan efisiensi serta membuat keputusan

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 196 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) KEPADA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) NAFA AROA INDAH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Akuntansi Manajemen Akuntansi dapat dipandang dari dua tipe akuntansi yang ada yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Sebagai salah satu tipe informasi akuntansi manajemen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KETAPANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN DAN HASIL HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KETAPANG Menimbang : a. bahwa dalam penjelasan pasal 11 ayat (1)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

GUBERNUR PROVINSI PAPUA GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 109 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN KAYU/IPK TAHAP II KEPADA PT. SUMBER KAYU UTAMA PADA AREAL PEMBANGUNAN PERKEBUNAN KELAPA

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) SYSTEM PADA PT. ARTA MAKMUR INDUSTRI DI MAKASSAR

ANALISIS PENERAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) SYSTEM PADA PT. ARTA MAKMUR INDUSTRI DI MAKASSAR ANALISIS PENERAPAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) SYSTEM PADA PT. ARTA MAKMUR INDUSTRI DI MAKASSAR Hj. RUSDIAH HASANUDDIN STIE YPUP Makassar ABSTRAK Tujuan dari dilaksanakannya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SISTEM BIAYA TAKSIRAN

PEMBAHASAN SISTEM BIAYA TAKSIRAN PEMBAHASAN SISTEM BIAYA TAKSIRAN A. Pengertian Sistem Biaya Taksiran Sistem biaya taksiran adalah salah satu sistem biaya yang ditentukan di muka untuk mengolah produk atau jasa tertentu dengan jalan menentukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 53 TAHUN 2001 T E N T A N G IJIN USAHA HUTAN TANAMAN (IHT) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. telah mengembangkan konsep biaya menurut kebutuhan mereka masing-masing. akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu.

BAB III PEMBAHASAN. telah mengembangkan konsep biaya menurut kebutuhan mereka masing-masing. akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. BAB III PEMBAHASAN A. Pengertian Biaya dan Klasifikasi Biaya 1. Pengertian Biaya Dalam menjalankan suatu perusahaan diperlukan keputusan yang tepat dan akurat terhadap konsep biaya yang ada. Ada beberapa

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN NOMOR : 522.21/IUPHHKHT/XII/2003/015 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN KEPADA CV. ALAM LESTARI SELUAS

Lebih terperinci

BIAYA TENAGA KERJA A. Pengawasan Biaya Tenaga Kerja 1. Perencanaan dan analisa biaya tenaga kerja a. Product engineering (pengembangan produk).

BIAYA TENAGA KERJA A. Pengawasan Biaya Tenaga Kerja 1. Perencanaan dan analisa biaya tenaga kerja a. Product engineering (pengembangan produk). 1 BIAYA TENAGA KERJA Biaya tenaga kerja menggambarkan kontribusi karyawan perusahaan di dalam kegiatan perusahaan. Sesuai dengan fungsi yang ada dalam perusahaan, biaya tenaga kerja dikelompokkan ke dalam:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 53/Menhut-II/2009 TENTANG PEMASUKAN DAN PENGGUNAAN ALAT UNTUK KEGIATAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HUTAN ATAU IZIN PEMANFAATAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.393/MENHUT-II/2005 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. WANA INTI KAHURIPAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8 dan Pasal 12 Undang-undang Nomor 20

Lebih terperinci

KONTRAK PERKULIAHAN : KT221212

KONTRAK PERKULIAHAN : KT221212 Mata Kuliah KONTRAK PERKULIAHAN SKS : 3 Kode Mata Kuliah : AKUNTANSI BIAYA II : KT221212 A. Deskripsi singkat : nakuntansi Biaya II membahas konsep, pemanfaatan, dan perekayasaan informasi biaya untuk

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi biaya melengkapi manajemen menggunakan perangkat akuntansi untuk kegiatan perencanaan dan pengendalian, perbaikan mutu dan efisiensi serta membuat keputusan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis data mengenai perhitungan biaya produksi dengan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis data mengenai perhitungan biaya produksi dengan 67 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data mengenai perhitungan biaya produksi dengan menggunakan pendekatan target costing ini, maka dapat diberi kesimpulan bahwa agar industri ini

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KEMASYARAKATAN (IUPHHKM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PAPUA NOMOR 91 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU MASYARAKAT HUKUM ADAT (IUPHHK-MHA) KEPADA KOPERASI SERBA USAHA (KSU) MO MAKE UNAF DI

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM PADA PT. WONOAGUNG SEJAHTERA DI GRESIK

IMPLEMENTASI ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM PADA PT. WONOAGUNG SEJAHTERA DI GRESIK Hal 226-244 IMPLEMENTASI ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM PADA PT. WONOAGUNG SEJAHTERA DI GRESIK Muhajjir Afif, Hani atul Habibah ABSTRAK Semakin banyaknya teknologi dan informasi, menuntut setiap perusahaan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.17/MENHUT-II/2006 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. MULTI SIBOLGA TIMBER

Lebih terperinci

Draft Legalitas: Versi Anyer 28 September 2005

Draft Legalitas: Versi Anyer 28 September 2005 Draft Legalitas: Versi Anyer 28 September 2005 DESKRIPSI PRINSIP/KRITERIA/ DETERMINAN MENURUT VERSI 1.0 PRINSIP 1. PENGUASAAN LAHAN DAN HAK PEMANFAATAN Status hukum dan hak penguasaan Unit Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009. Tentang PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P. 58/Menhut-II/2009 Tentang PENGGANTIAN NILAI TEGAKAN DARI IZIN PEMANFAATAN KAYU DAN ATAU DARI PENYIAPAN LAHAN DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN DENGAN

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya 2.2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi sebagai salah satu ilmu terapan mempunyai dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Salah satu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi Biaya Akuntansi biaya menyediakan informasi biaya yang akan digunakan untuk membantu menetapkan harga pokok produksi suatu perusahaan. Akuntansi biaya mengukur

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.94/MENHUT-II/2005 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. NUSA PADMA CORPORATIAON

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 65/Menhut-II/2009 TENTANG STANDARD BIAYA PRODUKSI PEMANFAATAN KAYU PADA IZIN PEMANFAATAN KAYU DAN ATAU PENYIAPAN LAHAN DALAM RANGKA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 3.1 Waktu dan Tempat BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Inhutani I UMH Sambarata, Berau, Kalimantan Timur pada bulan Mei sampai dengan Juni 2011. 3.2 Alat dan Bahan Bahan yang

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Biaya Akuntansi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi biaya bukan merupakan tipe akuntansi tersendiri

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998. Tentang MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 201/KPTS-II/1998 Tentang PEMBERIAN HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DENGAN SISTEM TEBANG PILIH DAN TANAM JALUR KEPADA ATAS

Lebih terperinci

APLIKASI PENENTUAN HARGA JUAL KAMAR PADA PERUSAHAAN JASA PERHOTELAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC)

APLIKASI PENENTUAN HARGA JUAL KAMAR PADA PERUSAHAAN JASA PERHOTELAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) Media Informatika, Vol. 3 No. 1, Juni 2005, 1-10 ISSN: 0854-4743 APLIKASI PENENTUAN HARGA JUAL KAMAR PADA PERUSAHAAN JASA PERHOTELAN MENGGUNAKAN METODE ACTIVITY BASED COSTING (ABC) Ami Fauzijah, M. Yasir

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BUPATI PELALAWAN NOMOR : 522.21/IUPHHKHT/XII/2003/012 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN KEPADA PT. TRIOMAS FDI SELUAS

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G

KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 08 TAHUN 2002 T E N T A N G TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMUNGUTAN DAN PEMANFAATAN KAYU LIMBAH PADA HUTAN RAKYAT/HUTAN MILIK/TANAH MILIK, AREAL TAMBANG, HTI, PERKEBUNAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.169/MENHUT-II/2005 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU (IUPHHK) PADA HUTAN TANAMAN KEPADA PT. KELAWIT WANALESTARI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARO JAMBI NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN DALAM KAWASAN HUTAN (IPHHDKH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARO

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PERLAKUAN AKUNTANSI UNTUK PRODUK CACAT DAN PRODUK RUSAK PADA PT INDO PACIFIC

TINJAUAN ATAS PERLAKUAN AKUNTANSI UNTUK PRODUK CACAT DAN PRODUK RUSAK PADA PT INDO PACIFIC PROCEEDINGS Perkembangan Peran Akuntansi Dalam Bisnis Yang Profesional TINJAUAN ATAS PERLAKUAN AKUNTANSI UNTUK PRODUK CACAT DAN PRODUK RUSAK PADA PT INDO PACIFIC Abstract 570 066. Shinta Dewi Herawati

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 8 BAB II LANDASAN TEORI Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teoriteori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR KUANTITAS BANGUNAN GEDUNG BIAYA TOTAL PEKERJAAN NO. KODE : BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK)

PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK) TM. 091486 - Manufaktur TUGAS AKHIR PEMODELAN DAN SIMULASI SISTEM INVENTORI UNTUK MENDAPATKAN ALTERNATIF DESAIN PERGUDANGAN (STUDI KASUS DI PT. PETROKIMIA GRESIK) Cipto Adi Pringgodigdo 2104.100.026 Dosen

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DATA KEHUTANAN TRIWULANAN TAHUN 2017 TRIWULAN I : BULAN JANUARI MARET

PENGUMPULAN DATA KEHUTANAN TRIWULANAN TAHUN 2017 TRIWULAN I : BULAN JANUARI MARET DKT.PROV1 / REPUBLIK INDONESIA BADAN PUSAT STATISTIK PENGUMPULAN DATA KEHUTANAN TRIWULANAN TAHUN 2017 TRIWULAN I : BULAN JANUARI MARET RAHASIA I. CAKUPAN WILAYAH DATA PROVINSI 1. Provinsi II. SUMBER DATA

Lebih terperinci

EVALUASI BIAYA PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE ABC

EVALUASI BIAYA PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE ABC EVALUASI BIAYA PRODUKSI DENGAN PENDEKATAN METODE ABC Yan Kurniawan Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jl. Srengseng Sawah Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640 Abstrak Evaluasi biaya

Lebih terperinci

PEMILIHAN KEBIJAKAN SISTEM PENGGANTIAN SPARE PART PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOOD DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMULASI

PEMILIHAN KEBIJAKAN SISTEM PENGGANTIAN SPARE PART PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOOD DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMULASI PEMILIHAN KEBIJAKAN SISTEM PENGGANTIAN SPARE PART PADA PERUSAHAAN CONSUMER GOOD DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIMULASI Asep dan Abdulah Shahab Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.45/MENHUT-II/2006 TENTANG PERPANJANGAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM KEPADA PT. INHUTANI I (UNIT PANGEAN)

Lebih terperinci