BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program COREMAP merupakan perwujudan nyata dari upaya pengelolaan sumberdaya pesisir dan kepulauan khususnya ekosistem terumbu karang dan sumberdaya ikannya secara berkelanjutan, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan kepulauan. Pentingnya pengelolaan sumberdaya tersebut tampak dari hasil suatu penelitian yang menunjukkan bahwa pada ekosistem terumbu karang yang terkelola dapat dihasilkan 30 ton ikan per km 2. Nilai ini dapat dipertahankan secara berkelanjutan bila sumberdaya ini dikelola dengan baik. Sebaliknya, jika ekosistem terumbu karang ini dibiarkan rusak hasilnya bisa turun secara drastis mencapai 5 ton per km 2. Dampak ekonomis tersebut tercantum sebagaimana tabel di bawah ini. 1.

2 Tabel 1. Perkiraan Perbandingan Luasan dan Hasil Perikanan berdasarkan kondisi Terumbu Karang Kabupaten Luasan terumbu dan ekosistem terkait (km 2 ) Ekosistem Terumbu Karang Hasil perikanan pada ekosistem terumbu karang yang terdegradasi per tahun (5 ton/km 2 ) Hasil perikanan pada ekosistem terumbu karang yang terkelola per tahun (25 ton/km 2 ) Perkiraan kehilangan keuntungan dari pengelolaan perikanan akibat rusaknya ekosistem terumbu karang 1 (Rp per tahun) Pangkep 374 1,870 9, Milyar Selayar 1,098 5,490 27, Milyar Buton 1,402 7,010 35, Milyar Raja Ampat 1,299 6,495 32, Milyar Biak 424 2,120 10, Milyar Sikka , Milyar Sumber: Komunikasi langsung dengan Herman Cesar (Ghofar, tt). Keterangan: Setiap 20 ton ikan bernilai Rp 16,7 Juta Dari hasil penilaian kondisi terumbu karang di Indonesia selama tahun 2005 oleh P2O LIPI didapatkan bahwa status terumbu karang di Indonesia yang berada dalam kondisi bagus hanya berkisar 21,03 24,10 persen. Umumnya kondisi terumbu karang yang bagus tersebut berada di wilayah Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Data selengkapnya tentang kondisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Status Terumbu Karang Indonesia 2005 LOKASI KONDISI SANGAT BAGUS BAGUS SEDANG RUSAK JUMLAH STATION Indonesia Barat 5,40 24,10 34,17 36, Indonesia Tengah 6,10 31,92 45,07 16, Indonesia Timur 6,15 21,03 30,77 42, Total 5,83 25,66 36,59 31, Sumber: Hasil Olah Data P2O LIPI Thn

3 Keterangan: Sangat Bagus = Tutupan Karang Hidup % Bagus = Tutupan Karang Hidup % Sedang =Tutupan Karang Hidup % Rusak = Tutupan Karang Hidup 0-25 % COREMAP fase pertama merupakan periode inisiasi, dimulai sejak tahun anggaran 1998/1999 yang berakhir pada tahun 2004 dan pada tahun itu juga dilanjutkan dengan pelaksanaan COREMAP Fase II (selanjutnya cukup ditulis COREMAP) yang akan dilaksanakan hingga tahun COREMAP lebih menekankan pada upaya peningkatan kapasitas kelembagaan dan masyarakat serta pengembangan berbagai alternatif kegiatan masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhannya dari pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan. Pada COREMAP, masyarakat terus didorong dan ditingkatkan kemampuannya dalam mengorganisir diri, termasuk menentukan pilihan kegiatan pembangunan di daerahnya secara musyawarah dengan mengacu kepada azas COREMAP yaitu; Dari, Oleh dan Untuk Masyarakat (DOUM). Cakupan jenis kegiatannya terbuka luas (open menu) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat pedesaan dan menjamin ketersediaan sumberdaya ikan secara lestari. Dalam kerangka otonomi daerah, COREMAP dikembangkan sebagai media untuk membangun kesadaran masyarakat dan semua pemangku kepentingan terhadap perubahan arah dan nafas pembangunan. COREMAP merupakan media pembelajaran dan pengembangan kemampuan para pelaku pembangunan, serta media untuk mewujudkan masyarakat sebagai penggagas dalam sebuah kegiatan pembangunan. Pengembangan konsep COREMAP ini juga diarahkan pada penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Beberapa proses dan kegiatan yang dilaksanakan dalam COREMAP juga selalu mempertimbangkan pencapaian pemerintahan yang baik. COREMAP dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa komponen yang pada dasarnya setiap komponen menitikberatkan partisipasi aktif masyarakat dalam merehabilitasi, melindungi dan melestarikan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Manifestasi dari hal tersebut adalah dengan dibuatnya rencana strategis pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang (RPTK), serta pelaksanaan sistem pemantauan dan pengawasan oleh masyarakat (SISWASMAS) melalui jaringan kemitraan dan kerjasama strategis dengan berbagai pihak yang dapat memberikan dukungan terhadap pengelolaan sumberdaya yang bernilai manfaat tinggi dan berkelanjutan. 3.

4 Seluruh proses kegiatan dalam COREMAP pada hakekatnya memiliki dua prinsip, yaitu : 1) Memberikan wewenang dan kepercayaan kepada masyarakat untuk menentukan sendiri kebutuhannya, merencanakan dan mengambil keputusan secara terbuka dan penuh tanggungjawab. 2) Menyediakan dukungan lingkungan yang kondusif untuk mewujudkan peran masyarakat dalam pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka sendiri Maksud Penyusunan Buku Panduan Buku Panduan ini disusun untuk memberikan suatu arahan tentang pelaksanaan program pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat (PBM COREMAP) secara teknis untuk lokasi program di wilayah Indonesia Timur. Dengan demikian dapat dibangun kesamaan persepsi dalam pelaksanaan program di lapangan, baik antar petugas pelaksana di lapangan maupun antara petugas lapangan dengan manajemen proyek di pusat maupun di daerah Tujuan dan Sasaran PBM COREMAP Tujuan Umum Secara umum tujuan COREMAP adalah menjamin ketersediaan sumberdaya ikan karang dan melestarikan habitatnya (terumbu karang) secara berkelanjutan, sebagai kekayaan dan modal utama pembangunan desa pesisir, untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan kapasitas masyarakat dan kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan desa dan atau antar desa serta peningkatan penyediaan sarana dan prasarana sosial ekonomi sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Indikator dampak dari tujuan umum CBM adalah sebagai berikut : a Indikator Pengelolaan dan Pemberdayaan : Kawasan konservasi laut yang dikelola secara kolaboratif meliputi 10 % dari terumbu karang di kabupaten program sebelum berakhirnya program. 70 % biaya operasi untuk semua kegiatan Program yang sepenuhnya terintegrasi ke sasaran program pemerintah kabupaten dan didanai tanpa dana COREMAP II sebelum berakhirnya program (EoP). 4.

5 Penyadaran tentang pentingnya terumbu karang meningkat ke dan atau dipertahankan pada angka 70 % di semua kabupaten 1 program b Indikator Biofisik : Hamparan karang hidup (live coral cover) di kabupaten program meningkat 5 % per tahun sampai tingkatan dicapai dan tetap dipertahankan agar sebanding dengan tingkatan untuk karang sejenis di wilayah yang tertata baik atau wilayah yang sudah lama ada. 2 Rata-rata tangkapan (catch-per-unit-effort / CPUE) untuk spesis indikator yang menetas-awal dan dipanen dengan teknik penangkapan secara berkelanjutan di kabupaten program naik 35% sebelum masa berakhirnya proyek (EoP), sedangkan ratarata CPUE untuk spesis indikator ukuran-sedang yang menetasawal dan dipanen dengan cara penangkapan secara berkelanjutan di kabupaten program naik 10% sebelum masa berakhirnya proyek (EoP). 3 c Indikator Sosial-Ekonomi dan Kemiskinan : Total pendapatan yang didapat dari, dan total jumlah orang yang menerima pendapatan dari, berbagai cara kegiatan 4 berkelanjutan berbasis terumbu karang dan pengganti-karang di kabupaten program meningkat 10 % sebelum masa berakhirnya proyek (EoP). Sedikitnya 70% nelayan/ penerima manfaat di masyarakat pesisir dalam kabupaten program merasa bahwa program berdampak positif pada kesejahteraan dan status ekonomi mereka sebelum berakhirnya Proyek. 1 A.C. Nielson dalam COREMAP Tahap I melaporkan bahwa kesadaran tentang pentingnya terumbu karang naik ke tingkat 63% sampai 71 % di kabupaten program. 2 Indikator dasar ini merupakan kumpulan indikator kesehatan terumbu karang yang akan dipantau dan yang akan dikaji agar manunjukkan perbaikan kesehatan ekosistem terumbu karang di kabupaten program, termasuk : Berlimpahnya spesis bentos indikator dan ikan (dikategorikan dengan genus, kelompok trofik dan kategori pasar) Ukuran kelas (dan selanjutnya bomasa) ikan indikator dan spesis bentos Peningkatan terjadinya kerusakan karang di kabupaten program 3 Spesis indikator menetas-awal (early-breeding species) adalah spesis yang mencapai maturitas dalam 1 sampai 2 tahun, sedangkan species ukuran sedang adalah spesis yang mencapai maturitas dalam 5 sampai 6 tahun, dan spesis indikator yang terlambat menetas adalah predator tertinggi (mis: ikan hiu). Di samping target-target di atas, spesis indikator yang terlambat menetas ditetapkan adalah untuk CPUE untuk menstabilkan menjelang berakhirnya Tahap II. Target untuk spesis indikator berdasarakan Roberts dan Gill (2001), rangkuman pengalaman dan manfaat perikanan dari marine reserves dan tingkat pertumbuhan untuk kelompok-kelompok spesis ini. 4 Kegiatan mengganti karang mengacu pada mata-pencarian alternatif bagi perikanan karang yang dikenalkan melalui program, juga diversifikasi ekonomi yang meninggalkan kegiatan-kegiatan ekstraksi karang. 5.

6 Secara detail dapat dilihat dalam logframe pada Lampiran Tujuan Khusus Tujuan khusus PBM COREMAP adalah : 1) Memberdayakan masyarakat pesisir dan lembaganya di wilayah COREMAP agar mampu melestarikan terumbu karang dan ekosistem terkait lainnya melalui pengelolaan bersama dengan institusi pemerintah; 2) Meningkatkan pendapatan melalui diversifikasi usaha yang transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan layak untuk dibiayai; dan 3) Meningkatkan peran aktif pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat pesisir dalam kerangka pengelolaan bersama perlindungan laut dan daerah perlindungan laut (DPL). Secara detail dapat dilihat dalam logframe pada Lampiran Sasaran Sasaran pelaksanaan PBM COREMAP adalah : 1) Terbentuknya hukum dan kebijakan strategis di wilayah COREMAP yang mendukung kegiatan pengelolaan bersama ekosistem terumbu karang oleh masyarakat; 2) Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) terbentuk; 3) Hilangnya/menurunnya tekanan terhadap sumberdaya terumbu karang karena telah membaiknya pemahaman dan kesadaran masyarakat akan arti penting keberadaan terumbu karang; 4) Meningkatnya kapasitas kelembagaan dalam mengelola dan melestarikan sumberdaya alam Iautnya; 5) Meningkatnya pendapatan masyarakat melalui usaha pengembangan mata pencaharian alternatif; dan 6) Semakin membaiknya kualitas terumbu karang seiring dengan semakin berkurangnya kegiatan-kegiatan yang bersifat merusak Luaran Luaran dari pelaksanaan PBM COREMAP adalah: 6.

7 1) Terjaminnya kelestarian sumberdaya laut yang berdampak pada meningkatnya hasil tangkapan ikan oleh nelayan lokal. 2) Keberlanjutan usaha nelayan skala kecil. 3) Terbentuknya jejaring kawasan konservasi laut di kabupaten (KKLD). 4) Terbentuknya lembaga pengelola keuangan yang transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. 5) Terbentuknya sistem pengawasan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat. 6) Adanya perubahan perilaku masyarakat ke arah yang lebih positif dalam pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait secara berkelanjutan Prinsip-prinsip PBM COREMAP Untuk mencapai sasaran sebagaimana tercantum di atas, maka pelaku PBM COREMAP perlu memahami Prinsip-prinsip PBM COREMAP yang mencakup : Keberpihakan kepada Masyarakat Miskin di Pesisir dan Kepulauan Orientasi setiap kegiatan yang dilaksanakan, baik dalam proses maupun kegiatan pemanfaatan hasil, PBM ditujukan bagi masyarakat miskin di pesisir dan kepulauan. Keberpihakan ini sangat penting mengingat penanggulangan kemiskinan atau peningkatan kualitas hidup masyarakat miskin merupakan tujuan utama dari COREMAP Transparansi Pengelolaan seluruh kegiatan COREMAP harus dilakukan secara transparan (terbuka) dan diketahui oleh masyarakat luas. Dengan transparansi atau keterbukaan maka segala sesuatu yang dilakukan akan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (accountable). Salah satu aspek penting dalam transparansi adalah kepercayaan dari para pelaku COREMAP bahwa transparansi akan sangat berpengaruh pada keberhasilan COREMAP. Transparansi ini harus bisa diwujudkan oleh semua pelaku COREMAP di semua tingkatan dan semua unsur. Transparansi bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam : a. Mengambil keputusan yang berkaitan dengan COREMAP, misalnya menentukan jenis kegiatan dan mengelola dana COREMAP. 7.

8 b. Memperoleh informasi secara lengkap dan berkelanjutan mengenai segala sesuatu yang menyangkut COREMAP. c. Menumbuhkembangkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan. d. Mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan COREMAP. e. Meningkatkan rasa saling percaya di antara sesama pelaku COREMAP Desentralisasi Desentralisasi bermakna sebagai pemberian kewenangan dan tanggungjawab kepada masyarakat dalam mengelola COREMAP secara mandiri dan partisipatif. Bentuk wewenang dan tanggungjawab masyarakat adalah : a. Menyusun strategi pengelolaan sumberdaya karang dan perikanan secara berkelanjutan sebagai arahan pembangunan desa; b. Memanfaatkan dan mengelola dana COREMAP; c. Memperoleh hak pendampingan; d. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan kebutuhannya; e. Mempertanggungjawabkan pengelolaan dana COREMAP; dan f. Memelihara dan melestarikan kegiatan yang telah dilaksanakan Pemberdayaan Pemberdayaan dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan kepekaan dan daya kritis masyarakat dalam merespon fenomena pembangunan sekelilingnya. Selain itu, pemberdayaan juga dimaksudkan untuk mengembangkan kapasitas dan kemampuan masyarakat untuk memegang kendali pengelolaan sumberdaya alam pesisir secara berkelanjutan, guna meningkatkan taraf hidup mereka. Dengan kuatnya akses dan baiknya kapasitas, maka posisi tawar masyarakat terhadap berbagai pemangku kepentingan semakin tinggi yang berdampak pada terbukanya peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif dan bertanggung jawab dalam mengelola sumberdaya ekosistem terumbu karang. Dengan begitu, maka masyarakat akan mendapatkan jaminan untuk memperoleh manfaat secara ekonomi atas sumberdaya yang ada. 8.

9 Partisipasi Pemangku Kepentingan Partisipasi dalam COREMAP adalah keterlibatan masyarakat secara aktif, terutama nelayan dan masyarakat pesisir, termasuk perempuan dalam setiap tahap kegiatan COREMAP, mulai dari persiapan, pra perencanaan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan. Salah satu wujud partisipasi adalah adanya keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik mengenai pengelolaan wilayah terumbu karang maupun konstribusi terhadap strategi pengembangan perikanan secara berkelanjutan dengan dukungan dari COREMAP dalam bentuk pemberian informasi dan pengkajian bersama di desa dan antar desa. Para pelaku COREMAP perlu mengembangkan suatu pendekatan yang dapat menjamin keterlibatan para pengguna sumberdaya karang. Hal ini dikarenakan mereka, nelayan yang menangkap ikan pada sore atau malam hari, perempuan yang mengambil kerang, rumput laut, lamun di terumbu karang, dan penambang karang, sering tidak mempunyai kesempatan mengikuti pertemuan-pertemuan formal di desa. Setiap pengambilan keputusan penting dalam COREMAP harus melibatkan pendapat mereka. Dengan demikian, proses pengambilan keputusan melalui musyawarah di desa akan mengakomodir aspirasi semua pihak. Dengan prinsip keterlibatan seluruh kelompok sasaran dan kepentingan, maka masyarakat akan memperoleh pilihan terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengambil keputusan adalah : a. Mengutamakan pilihan terbaik berdasarkan pada pemanfaatan sumberdaya laut secara adil dan berkelanjutan dalam setiap pengambilan keputusan. b. Mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam pengambilan keputusan bersama. c. Menghindari setiap upaya dominasi dari individu atau kelompok tertentu demi kepentingannya sendiri. d. Menempatkan aparat pemerintah dan konsultan sebagai fasilitator dalam setiap pengambilan keputusan di masyarakat Pemerataan Prinsip pemerataan erat kaitannya dengan pemberdayaan yang diwarnai kesetaraan akses serta peluang. Pemerataan akan dicapai jika 9.

10 nelayan kecil dan perempuan telah memiliki kesamaan akses terhadap peluang untuk mengembangkan, melindungi, dan mengelola sumberdaya mereka. COREMAP harus mengarah pada terbinanya pemerataan kesempatan antar generasi sekarang dan generasi masa depan, terutama dengan menyediakan mekanisme pengelolaan yang menjamin perlindungan dan pelestarian sumberdaya pesisir bagi pemanfaatan di masa depan Ramah Lingkungan COREMAP mempromosikan penerapan teknologi dan praktek-praktek pengelolaan ramah lingkungan sesuai dengan kebutuhan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Oleh karena itu, teknologi pengelolaan yang diterapkan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan serta kapasitas sumberdaya dan ekosistemnya Berkelanjutan Pembangunan yang berkelanjutan berarti menyeimbangkan kondisi dan karakteristik lingkungan alam dengan pembangunan ekonomi, sehingga menjamin pemeliharaan sumberdaya tersebut bagi kesejahteraan generasi mendatang. COREMAP menyadarkan masyarakat akan peran dan fungsinya sebagai penjaga dan pemelihara kekayaan alam yang merupakan titipan bagi generasi berikutnya. Prinsip ramah lingkungan dan berkelanjutan diatas dapat terwujud apabila semua pelaku COREMAP mempelajari Kebijakan Pengamanan Lingkungan Pengakuan Terhadap Pengetahuan dan Kearifan Tradisional. COREMAP mengakui nilai-nilai pengetahuan dan kearifan tradisional yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya terumbu karang dan mendorong penerapan serta penggunaan pengetahuan tradisional tersebut dalam berbagai kegiatan PBM Kesetaraan Jender COREMAP menyadari keunikan peran dan konstribusi baik dari laki-laki maupun perempuan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir. Karena itu COREMAP mempromosikan serta mendorong kesetaraan peluang bagi laki-laki maupun perempuan untuk berperan dan berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang berbasis masyarakat ini. 10.

11 Kemitraan Pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang mencakup dimensi yang luas dan bersentuhan dengan berbagai pemangku kepentingan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Status interaksi antar pemangku kepentingan sangat mempengaruhi proses dan hasil yang dicapai dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Untuk memastikan proses dan hasilnya bernilai manfaat utamanya bagi masyarakat, maka relasi antar berbagai pemangku kepentingan harus berlangsung secara harmonis dengan prinsip berperan produktif, profesional dan proporsional. Potensi berbagai pemangku kepentingan perlu dikelola secara sistematis agar terbangun konsolidasi dan sinergisitas yang konstruktif, dengan begitu orientasi COREMAP untuk menjaga keseimbangan sumberdaya ekonsistrem terumbu karang dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat dapat terlaksana dengan efektif dan efisien Strategi PBM COREMAP Keterlibatan Berbagai Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Terumbu Karang Pelaksanaan kegiatan yang didukung COREMAP perlu melibatkan pemangku kepentingan terutama nelayan dan masyarakat yang hidupnya bergantung pada sumberdaya terumbu karang dan sumberdaya lainnya. Pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang tidak hanya terkait dengan tata cara pemanfaatan, tetapi juga oleh hal-hal lain yang mempengaruhi tata cara pemanfaatan tersebut, dimana kesemuanya itu melibatkan berbagai pemangku kepentingan pada jenjang yang berbeda (nasional, provinsi, kabupaten dan desa), antara lain pengambil kebijakan, perguruan tinggi, NGO, Pelaku usaha perikanan, asosiasi nelayan, penegak hukum. Dengan begitu, kehadiran pemangku kepentingan secara bersama-sama dengan mengetahui peran dan fungsinya dalam konteks pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang akan mempermudah terlaksananya sebuah model pengelolaan yang responsif, berorientasi pada pemanfaatan berkelanjutan dan mendorong proses pensejahteraan masyarakat nelayan Keberlanjutan Usaha Nelayan Skala Kecil Memberikan perlindungan terhadap usaha nelayan utamanya yang berskala kecil dimaksudkan agar kebutuhan ekonomi keluarga nelayan dapat terpenuhi secara permanen dan berkelanjuran, maka COREMAP mendukung lima kegiatan utama untuk lebih mengarahkan nelayan 11.

12 memperhatikan kelestarian lingkungan dan memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatannya, yaitu: 1) Pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah yang memberi kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola terumbu karang di wilayahnya. 2) Memfasilitasi proses penyusunan kesepakatan di antara masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya umum secara bersama. 3) Penegakan hukum terhadap penangkapan ikan yang ilegal. 4) Pengembangan cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan peningkatan nilai tambah hasil tangkapan untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang. 5) Pengembangan usaha alternatif untuk mengurangi tekanan terhadap terumbu karang Pengembangan Jejaring Kawasan Konservasi Laut di kabupaten COREMAP dilaksanakan berdasarkan keberhasilan yang dicapai oleh COREMAP fase I, dan inisiatif-inisiatif lain dalam pengelolaan berbasis masyarakat di berbagai negara. Salah satu strategi yang dapat memberikan hasil yang signifikan utamanya dalam upaya merehabilitasi, melindungi dan mengelola sumberdaya ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan adalah dengan penetapan wilayah-wilayah tertentu sebagai areal kawasan konservasi laut. Meskipun cakupan arealnya terbilang masih sempit (tidak lebih dari 10 % dari rataan terumbu karang), akan tetapi secara ekologis perubahan status biota dan lingkungan perairan lebih baik, dan secara sosial masyarakat mendapatkan pembelajaran mengenai tata cara pengelolaan sumberdaya. COREMAP akan mendukung pengembangan kawasan konservasi laut daerah di Kabupaten, dengan mengembangkan jaringan antar kawasan-kawasan konservasi tersebut, tabungan ikan, dan kawasan pemanfaatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan produksi perikanan karang secara lestari, dan meningkatkan potensi perikanan jangka panjang serta melindungi keanekaragaman hayati. Jejaring kawasan konservasi laut tingkat daerah (DPL) dapat dilihat dari 2 (dua) perspektif, yaitu interaksi ekologis antar kawasan konservasi dan interaksi institusi antar pengelola kawasan konservasi. Selain itu, COREMAP mendukung upaya pengelolaan kawasan konservasi berbasis kolaboratif manajemen, dimana para pengambil keputusan dalam pengelolaan kawasan konservasi terdiri dari berbagai pemangku kepentingan, seperti instansi pemerintah (DKP, KSDA, dan pemerintah daerah), LSM (lokal, nasional, dan internasional), sektor swasta (Pelaku usaha), perguruan 12.

13 tinggi, masyarakat lokal, dll Pengelolaan Keuangan yang Bertanggungjawab Kunci keberhasilan pemanfaatan dukungan sumberdaya keuangan bagi pelaksanaan program baik di tingkat Kabupaten maupun Desa secara efektif dan berdaya guna (tepat sasaran) adalah dengan pengelolaan sumberdaya keuangan yang dilakukan secara tertib dan transparan. Seluruh pelaku COREMAP harus mempelajari buku pedoman dan tata cara penggunaan dana yang bertanggung jawab. Dalam pengelolaan keuangan, segala jenis transaksi harus dilengkapi dengan bukti penggunaan dananya, dan memenuhi kriteria yang tercantum dalam buku pegangan manajemen keuangan. Kegagalan untuk memenuhi kriteria tersebut akan mengakibatkan suatu klaim menjadi tidak sah, yang dapat mengarah pada pembekuan sementara dana-dana terkait pada penanggung jawab dana tersebut, dan akan dicairkan apabila permasalahan tersebut dapat terselesaikan secara tuntas. Setiap pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dana COREMAP akan diberikan pelatihan dalam administrasi, pelaporan dan pengelolaan keuangannya. Semua pihak yang menerima tanggung jawab pengelolaan keuangan dan sumber-sumber dalam program COREMAP harus mematuhi kode etik (code of conduct) pelaksanaan COREMAP Pengawasan dan Pemantauan Pemantauan dan pengawasan yang efektif dapat terwujud apabila dilakukan secara terus menerus di wilayah-wilayah yang menjadi obyek, dan segera memberikan respon seketika pada saat terjadi tindakan yang melanggar. Pihak yang paling relevan untuk memain peran ini adalah masyarakat nelayan yang berdiam di sekitar sumberdaya. Peran masyarakat sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penciptaan lingkungan yang kondusif, memiliki keterbatasanketerbatasan, sehingga dalam hal-hal tertentu perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak, utamanya dari sistem dan perangkat pengawasan yang telah ada. Untuk itu, COREMAP akan memediasi agar pihak-pihak yang mengendalikan sistem dan perangkat pengawasan (Polisi, Tentara, Jagawana, PPNS) untuk mengambil peran dalam sistem COREMAP. 13.

14 Dengan begitu, COREMAP dapat memberikan pelayanan dan fasilitasi bagi kelompok nelayan yang akan berpartisipasi dalam mengatasi praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak lingkungan, melalui : 1. Proses pengawasan berbasis masyarakat (siswasmas), pengamatan dan pelaporan, 2. Mendukung kegiatan operasional bagi aparat penegak hukum di daerah, 3. Melaporkan nelayan perusak dan oknum (aparat pemerintah yang bekerja di luar wilayah hukum mereka), 4. Melaporkan penyaluran dan penyimpanan bahan-bahan peledak dan racun, 5. Meminta tindakan penegakan hukum oleh aparat terkait. 6. Terpadu dengan komponen Monitoring,Controlling and Surveilance (MCS) menyelengggarakan pemantauan dan pengawasan berbasis radio Pembangunan Pusat Informasi Masyarakat Data dan informasi merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat pesisir dan kepulauan agar dapat melakukan upaya atau tindakan yang memberikan nilai manfaat, baik secara sosial, ekonomi maupun ekologis terkait dengan pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Informasi juga dapat membantu masyarakat dalam peningkatan pengetahuan, pemahaman serta mendorong partisipasi mereka untuk melakukan rehabilitasi, pemantauan dan pengawasan. Untuk itu, COREMAP akan memfasilitasi perbaikan gedung atau tempat yang akan dijadikan sebagai media penyedia data dan informasi bagi masyarakat. Gedung ini akan dijadikan sebagai pusat informasi sekaligus sebagai tempat bagi masyarakat untuk melakukan pertemuan atau kegiatan, termasuk tempat menyajikan data-data perkembangan pengelolaan dana-dana berbantuan COREMAP, baik untuk usaha ekonomi maupun untuk pembangunan prasarana sosial atau pendukung pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Secara berkala pemantauan akan kondisi pusat informasi ini akan di pantau oleh Fasilitator Masyarakat kemudian dilaporkan ke PMU. (lihat Lampiran 5) 1.7. Komponen PBM COREMAP Tujuan komponen ini adalah untuk memberdayakan seluruh masyarakat dan lembaga di pesisir pada kabupaten program agar mampu 14.

15 melaksanakan kerjasama pengelolaan terumbu karang dan ekosistem terkait secara berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan dan ketersediaan sumberdaya agar dapat dimanfaatkan terus menerus untuk meningkatkan penghasilan dan pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Komponen PBM meliputi : (1) Pemberdayaan Masyarakat, terdiri dari beberapa kegiatan utama, yaitu : (i) pelatihan perikanan terumbu karang berkelanjutan, (ii) pemasaran sosial pengelolaan terumbu karang berkelanjutan, penilaian pedesaan secara cepat (Rapid Rural Assessment, RRA), (iii) studi banding masyarakat dan kunjungan silang, (iv) fasilitasi desa dan bantuan teknis, (v) pembentukan pusat informasi terumbu karang desa, dan (vi) pembentukan jaringan radio; (2) Pengelolaan Terumbu Karang Berbasis Masyarakat, terdiri dari beberapa kegiatan utama, yaitu : (i) pengkajian dan pemetaan sumberdaya secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal, PRA), (ii) penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) dan rancangan pengelolaan antar desa yang disahkan melalui peraturan desa, (iii) pembentukan wilayah perlindungan laut desa untuk mendukung RPTK, (iv) inventarisasi nelayan, perahu, peralatan, sarana dan pengembangan pengelolaan perikanan, (v) kegiatan rintisan di desa-desa terpilih, untuk menggantikan pemakaian peralatan penangkapan ikan yang merusak, (vi) pemantauan terumbu karang dan ekosistem terkait oleh masyarakat, (vii) kerjasama pengawasan dan penegakan hukum (MCS), (viii) memberdayakan dan memperluas wilayah pengelolaan oleh masyarakat; (3) Pengembangan Masyarakat, terdiri dari beberapa kegiatan utama, yaitu : (i) membentuk dan melaksanakan sistem pengelolaan keuangan desa untuk mengelola dana masyarakat, (ii) bantuan teknis bagi BMT/LKM (lembaga keuangan serupa) untuk membentuk cabang di desa-desa program, (iii) mendukung perputaran kredit di tiap-tiap desa untuk melaksanakan kegiatan mata pencaharian, (iv) peninjauan, revisi dan pelaksanaan bantuan teknis untuk usulan kegiatan mata pencaharian, (v) dana perbaikan desa, (vi) penyediaan mata pencaharian alternatif di luar program desa; (4) Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut di Kabupaten, terdiri dari beberapa kegiatan utama, yaitu : (i) dukungan bagi pembentukan Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Kabupaten, (ii) membentuk Unit Pengelola Program di kabupaten untuk mendukung kerjasama 15.

16 pengelolaan, (iii) mengembangkan Rancangan Strategis Sumberdaya Kelautan Tingkat Kabupaten dan membentuk jaringan KKLD; (5) Dukungan bagi Taman Laut, terdiri dari beberapa kegiatan utama, yaitu : (i) memberdayakan kapasitas PHKA untuk mendukung kerjasama pengelolaan wilayah perlindungan laut, (ii) pertukaran hasil pembelajaran di antara pengelola taman laut, (iii) pemberdayaan kerjasama pengelolaan taman laut nasional dan KSDA, yang meliputi (a) pelatihan, (b) dukungan teknologi, (c) dukungan kerjasama penegakan hukum, (d) peninjauan, revisi, dan sosialisasi rancangan pengelolaan taman laut/ KSDA secara partisipatif. Penjelasan tentang bagian-bagian dari PBM tersebut di atas, merupakan hal-hal pokok yang akan menjadi pijakan dalam pelaksanaan PBM oleh pihak atau pelaku yang akan terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam struktur organisasi COREMAP. Pada bab berikutnya, akan dideskripsikan peran dan tanggung jawab pelaku-pelaku COREMAP secara sistematis dan berjenjang, mulai dari tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan sampai Desa. 16.

17 BAB II FUNGSI DAN PERAN PELAKU COREMAP 2.1. Organisasi Pelaku COREMAP Struktur organisasi COREMAP pada hakekatnya merupakan struktur hierarki fungsional atau hubungan tugas, wewenang dan tanggungjawab dari para pelaku COREMAP dalam rangka pelaksanaan program. Struktur tersebut telah mempertimbangkan kebutuhan lingkup kerja COREMAP serta sistem informasi yang akan digunakan. Agar struktur yang dimaksud dapat berjalan sesuai dengan rencana, maka perlu adanya dukungan kemampuan berkomunikasi dan koordinasi dari tiap unsur yang ada. Disamping dukungan diatas maka yang lebih penting adalah bagaimana setiap unsur atau pelaku yang terlibat dalam struktur tersebut mampu memahami, melaksanakan tugas dan tanggung jawab masingmasing. Tugas dan tanggung jawab setiap pelaku dapat dilihat dalam Lampiran 3 dan Lampiran 4. 17

18 Pelaku utama COREMAP adalah masyarakat selaku pengambil keputusan di desa. Sedangkan pelaku-pelaku di tingkat kecamatan, kabupaten dan seterusnya lebih berfungsi sebagai fasilitator, pembimbing dan pembina agar tujuan, prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme COREMAP dapat tercapai, dipenuhi dan dilaksanakan secara benar dan konsisten. Komite Pengarah Nasional Komite Teknis Nasional Konsultan Nasional National Coordination Unit Pusat Regional Coordination Unit GUBERNU R Propinsi BUPATI DPRD Konsultan Kabupaten Project Management Unit CCEB Taman Nasional/KSDA Senior Fasilitator Training dan Penyuluhan (SETO) CAMAT Fasilitator Masyarakat (FM) LPSTK PEMDES BPD Motivator Desa (MD) Desa Kelompok Masyarakat Bidang Produktif Kelompok Masyarakat Bidang Konservasi Kelompok Masyarakat Bidang Pemb. Perempuan Keterangan: : Garis Komando : Garis Koordinasi Gambar 1. Tata Hubungan Kerja Pengelolaan Berbasis Masyarakat COREMAP 18

19 Individual Nasional / Firm Consultants Konsultan Panitia Pengarah National National Coordinating Unit (NCU) Asd.CBM Pengarah Teknis Nasional Nasional NPIU LIPI LIPI NPIU PHKA Propinsi Komite Pengarah Daerah Regional Coordinating Unit Consultant Kabupaten Firms Konsultan Project Management Unit (PMU) Bid.CBM Dewan Pemberdayaan MasyarakatPesisir Taman Nasional/KSDA Kabupaten Kecamatan Senior Fasilitator (SETO) Fasilitator Masyarakat (FM) Motivator Desa (MD) Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) Desa KelompokMasyarakat Bidang Produksi KelompokMasyarakat Bidang Konservasi Kelompok Masyarakat Bidang Pemb. Perempuan Keterangan: : Garis Komando : Garis Koordinasi Gambar 2. Struktur Kelembagaan Pengelolaan Berbasis Masyarakat COREMAP Struktur Kelembagaan dan Tata Hubungan Kerja Kelembagaan COREMAP A. Struktur kelembagaan COREMAP berdasarkan hirarki fungsional terbagi menjadi 5 tingkatan, yakni Nasional, Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa. B. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Nasional terdiri atas Komite Pengarah (National Steering Committee/NSC), Komite Teknis (National 19

20 Technical Committee/NTC), dan National Coordinating Unit (NCU) sebagai pengelola COREMAP Tingkat Nasional. 1. NSC Memberikan arahan-arahan kebijakan kepada NTC dan NCU dalam pengembangan rehabilitasi pengelolaan terumbu karang dan pengelolaan COREMAP. 2. NTC memberikan arahan-arahan teknis kepada NCU dalam penetapan kebijakan pengelolaan COREMAP. 3. NCU menetapkan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan dalam pengelolaan COREMAP di Tingkat Nasional berdasarkan arahanarahan yang diberikan oleh NCS dan NTC. 4. NCU memberikan arahan-arahan kebijakan pengelolaan terumbu karang dan pengelolaan COREMAP di Tingkat Nasional ke pengelola COREMAP Tingkat Provinsi (RCU). 5. NCU memberikan instruksi ke PMU Tingkat Kabupaten untuk menjabarkan kebijakan pengelolaan COREMAP di Tingkat Nasional. 6. Pengelolaan COREMAP di Tingkat Nasional oleh NCU dibantu secara teknis oleh individual dan atau lembaga konsultan. 7. Pengelolaan keuangan COREMAP di kelembagaan NCU dikoordinir oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Pusat. C. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Provinsi terdiri atas Komite Pengarah Provinsi (Provincial Advisory Committe-PAC), dan Regional Coordinating Unit (RCU) sebagai pengelola COREMAP Tingkat Provinsi. Dalam pelaksanaannya, peran Gubernur akan memberikan dukungan untuk efektifitas peran dan fungsi kelembagaan COREMAP di tingkat provinsi. Hubungan tata kerja kelembagaan digambarkan sebagai berikut : 1. Gubernur akan memfasilitasi koordinasi lintas instansi dalam lingkup pemerintahan provinsi dan Bupati-Bupati lokasi COREMAP dalam rangka evaluasi dan optimalisasi pelaksanaan COREMAP di daerah-daerah lokasi. 2. PAC memberikan masukan-masukan kepada Gubernur untuk mempertimbangkan dukungan kebijakan dan anggaran. 3. PAC memberikan arahan-arahan kebijakan kepada RCU dalam pengembangan rehabilitasi pengelolaan terumbu karang dan pengelolaan COREMAP di Tingkat Provinsi. 20

21 4. RCU memberikan arahan-arahan kebijakan pengelolaan terumbu karang dan pengelolaan COREMAP di Tingkat Provinsi ke pengelola COREMAP Tingkat Kabupaten. 5. RCU melaporkan kebijakan pengelolaan terumbu karang dan pengelolaan COREMAP yang ditempuh di Tingkat Provinsi kepada Gubernur selaku Kepala Pemerintahan Provinsi. 6. Pengelolaan keuangan COREMAP di kelembagaan RCU dikoornidir oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Provinsi. 7. Melaksanakan kegiatan MCS, Pendidikan, Penyadaran Masyarakat dan Kemitraan Bahari. D. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Kabupaten terdiri dari Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (CCEB), UPT Taman Nasional Laut/KSDA, dan Project Management Unit (PMU) sebagai pengelola COREMAP Tingkat Kabupaten. Dalam pelaksanaannya Bupati dan DPRD akan memberikan dukungan untuk efektifitas peran dan fungsi kelembagaan COREMAP. Hubungan tata kerja kelembagaan COREMAP digambarkan sebagai berikut : 1. CCEB melakukan konsultasi kepada DPRD dan Bupati untuk mendapatkan input tentang kebijakan-kebijakan pengelolaan terumbu karang dan COREMAP di Tingkat Kabupaten. 2. CCEB memberikan arahan kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh PMU dalam pengelolaan COREMAP di Tingkat Kabupaten. 3. Taman Nasional Laut/KSDA memberikan arahan teknis yang terkait proses implementasi COREMAP di lokasi-lokasi Taman Nasional Laut di Tingkat Kabupaten. 4. PMU menjabarkan secara teknis kebijakan-kebijakan yang pengelolaan COREMAP yang telah ditetapkan oleh pengelola COREMAP di Tingkat Nasional (NCU) serta arahan-arahan yang diberikan oleh CCEB dan Taman Nasional Laut/KSDA. 5. PMU memberikan instruksi pelaksanaan COREMAP kepada pengelola COREMAP di Tingkat Desa berdasarkan kebijakan pengelolaan COREMAP yang sudah dijabarkan secara teknis. 6. PMU melaporkan kebijakan pengelolaan terumbu karang dan pengelolaan COREMAP yang ditempuh di Tingkat Kabupaten kepada Bupati selaku Kepala Pemerintahan Kabupaten. 7. Pengelolaan COREMAP di Tingkat Kabupaten oleh PMU dibantu secara teknis oleh individual dan atau lembaga konsultan. 21

22 8. Pengelolaan keuangan COREMAP di kelembagaan PMU dikoordinir oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Kabupaten. E. COREMAP di Tingkat Kecamatan dikelola oleh Senior Extension and Training Officer (SETO). 1. SETO adalah individu-individu yang direkrut dan dikoordinir langsung oleh PMU. 2. SETO menjalankan kebijakan-kebijakan pengelolaan COREMAP sesuai dengan penjabaran dari PMU. 3. SETO bertanggungjawab kepada PMU dan mengkordinasikan program-program lainnya dengan Pemerintahan Kecamatan sehingga tercipta kegiatan yang sinergis. 4. SETO mengkonsultasikan kebijakan-kebijakan pengelolaan COREMAP kepada PMU dan mengkoordinasikannya dengan Kepala Pemerintahan Kecamatan (CAMAT). 5. CAMAT melakukan koordinasi dengan pemerintah desa dalam rangka memperlancar pelaksanaan COREMAP. 6. SETO dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh tenaga Fasilitator Masyarakat yang bekerja di Tingkat Desa. 7. SETO, Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa berkoordinasi dengan pemerintah desa dan BPD dalam pelaksanaan COREMAP. F. Kelembagaan COREMAP di Tingkat Desa dikelola Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK). 1. LPSTK adalah lembaga yang mengkoordinir teknis pelaksanaan COREMAP yang dijalankan oleh kelompok-kelompok masyarakat (Pokmas) di Tingkat Desa. 2. LPSTK melakukan konsultasi kepada Badan Perwakilan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa untuk mendapatkan arahan tentang pelaksanaan COREMAP di Tingkat Desa. 3. LPSTK memberikan arahan, bimbingan dan asistensi kepada Pokmas dalam pelaksanaan COREMAP di lapangan. 4. LPSTK melapor dan mengkonsultasikan pelaksanaan COREMAP yang dijalankan oleh Pokmas kepada Kepala Desa selaku Kepala Pemerintahan Desa. 5. LPSTK dalam menjalanakan tugasnya dibantu oleh tenaga SETO, Fasilitator Masyarakat, serta tenaga Motivator Desa yang direkrut dari unsur masyarakat. 22

23 6. POKMAS sebagai pelaksana teknis program COREMAP terdiri atas Bidang Produksi, Bidang Konservasi dan Bidang Pemberdayaan Perempuan. 7. Dalam menjalankan kegiatan-kegiatannya, Pokmas akan mendapat bantuan dan fasilitasi dari SETO, Fasilitator Masyarakat, Motivator Desa dan kelembagaan desa lainnya (seperti; pemerintah desa dan BPD) Pelaku COREMAP di Desa Pelaku COREMAP di desa merupakan pelaku-pelaku yang berkedudukan atau memiliki wilayah kerja di desa. Fungsi dan Peran pelaku COREMAP di desa sebagai berikut: Fasilitator Masyarakat (CF=Community Facilitator) Fasilitator Masyarakat adalah pihak yang diangkat secara khusus oleh PMU untuk mendukung dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP di lokasi-lokasi terpilih. Fasilitator Masyarakat akan bertugas selama masa kontrak dan berkedudukan di Desa / Pulau Kriteria 1) Berpendidikan minimal SMU dengan pengalaman 7 tahun, atau D-3 dengan pengalaman 5 tahun, atau S-1 dengan pengalaman minimal 3 (tiga) tahun melakukan program pemberdayaan masyarakat pesisir dan kepulauan atau program sejenis, 2) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan masyarakat, 3) Memiliki kemampuan teknik fasilitasi masyarakat, 4) Memiliki kemampuan mendisain dan melakukan pelatihan dan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat, 5) Memahami kondisi sosial dan budaya masyarakat lokasi dimana akan ditempatkan, 6) Memiliki kemampuan berkoordinasi dengan berbagai pelaku COREMAP pada tingkat desa hingga kecamatan, 7) Memiliki kemampuan membuat perencanaan dan pelaporan kegiatan, 8) Bersedia bekerja penuh waktu dan tinggal dalam waktu yang lama di lapangan (Kecamatan / Desa / Kampung), dan 23

24 9) Lebih diutamakan yang menguasai bahasa dan budaya lokal Tugas dan Tanggung Jawab Tugas 1) Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan SETO, 2) Melakukan sosialisasi kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP kepada masyarakat, 3) Mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan materi sosialisasi terkait dengan kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat, 4) Memfasilitasi proses pengangkatan Motivator Desa, 5) Memfasilitasi pembentukan kelompok-kelompok masyarakat (Pokmas), 6) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk peningkatan kemampuan sumberdaya LPSTK dan kelompok masyarakat, 7) Memfasilitasi dan melakukan pelatihan / penyuluhan bagi masyarakat, 8) Memfasilitasi proses pengangkatan Reef Watcher, 9) Memfasilitasi proses pembentukan LPSTK, 10) Mengindentifikasi kebutuhan untuk pertemuan dan lokakarya di tingkat masyarakat, 11) Memfasilitasi LPSTK dalam proses pembuatan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) 12) Memfasilitasi proses penentuan Daerah Perlindungan Laut (village sanctuary), 13) Mengindentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk pelaksanaan dan pengembangan mata pencaharian alternatif, 14) Mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan untuk pembangunan prasarana sosial pendukung RPTK, 15) Membantu penyusunan proposal untuk usaha ekonomi dan pembangunan prasarana sosial, 16) Mengidentifikasi kebutuhan administrasi serta pengelolaan keuangan LPSTK dan Pokmas, 17) Memfasilitasi Pokmas dan LPSTK dalam penyiapan rencana program untuk mengimplementasikan RPTK, 24

25 18) Melakukan proses monitoring dan evaluasi atas semua kegiatan berbasis masyarakat, 19) Memfasilitasi dan membantu pengambilan data perikanan dan hasil perdagangannya (Community Led Fisheries,CREEL), dan berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan, 20) Memfasilitasi koordinasi dengan komponen MCS, CRITC, PA, MCA/MPA, SDM dan Kelembagaan di tingkat Desa, 21) Memfasilitasi dan membantu Kepala Desa dan BPD dalam dalam membuat peraturan desa untuk mendukung pelaksanaan RPTK dan sistem pengawasan sumberdaya perikanan terumbu karang, dan 22) Membuat laporan pelaksanaan dan perkembangan program pengelolaan berbasis masyarakat secara berkala. Tanggung Jawab 1) Menyampaikan maksud dan tujuan pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya di tingkat Desa, 2) Menyampaikan informasi secara benar dan tepat kepada masyarakat, 3) Bersama masyarakat menetapkan kriteria Motivator Desa dan terpilihnya Motivator yang sesuai dengan kualifikasi, 4) Mengkoordinir kegiatan-kegiatan motivator, 5) Mendampingi Pokmas-Pokmas dalam menjalankan fungsinya 6) Meningkatkan kemampuan sumberdaya Pokmas dan masyarakat, 7) Memberikan asistensi reef watcher dalam menjalakan tugasnya, 8) Memberikan asistensi dan menyediakan kebutuhan LPSTK menjalankan fungsi, 9) Melakukan dan memfasilitasi pertemuan dan lokakarya, 10) Melakukan dan memfasilitasi pelatihan-pelatihan masyarakat, 11) Membantu Pokmas dan LPSTK dalam menjalankan administrasi dan manajemen keuangan, 12) Membantu LPSTK dan masyarakat dalam mengimplementasikan RPTK, 13) Memfasilitasi LPSTK dan LPSTK dalam pelaksanaan mata pencaharian alternatif dan Seed Fund Desa serta pembangunan infrastruktur desa, 25

26 14) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan berbasis masyarakat serta memberikan rekomendasirekomendasi. Monitoring dan pemantauan tahunan dilakukan dengan menggunakan model pendataan yang ada pada lampiran monev, 15) Mengirim kumpulan data sumberdaya perikanan dan hasil perdagangannya ke SETO serta Dinas Kelautan dan Perikanan, dan 16) Menciptakan mekanisme koordinasi antar komponen program dengan semua stakeholder pengelolaan berbasis masyarakat di tingkat desa Kepala Desa dan BPD Fungsi dan peran Kepala Desa adalah sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan pelaksanaan COREMAP di desa. Untuk mendukung pelaksanaan COREMAP, Kepala Desa bersama-sama BPD akan memberikan konsultasi kepada LPSTK dalam proses penyusunan rencana pengelolaan terumbu karang. Untuk memperkuat pelaksanaan rencana pengelolaan terumbu karang, maka Kepala Desa dan BPD akan untuk membuat Peraturan Desa (Perdes) tentang RPTK dan sistem pengawasan sumberdaya ekosistem terumbu karang berbasis masyarakat Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) adalah suatu organisasi yang terdiri dari wakil-wakil pokmas ditambah dengan Motivator Desa. Pembentukan LPSTK ini difasilitasi oleh Fasilitator Masyarakat dengan melibatkan Pemerintah desa dan BPD. LPSTK bertanggung jawab kepada masyarakat dan PMU. LPSTK mempunyai peran memberikan dukungan operasional kepada Pokmas khususnya untuk meningkatkan kinerja Pokmas pada masing-masing sesuai bidang kipahnya. LPSTK terdiri dari anggota kelompok masyarakat yang dipilih melalui musyawarah desa, yang secara umum mempunyai fungsi dan peran mengelola kegiatan yang didanai oleh COREMAP. Struktur organisasi LPSTK terdiri dari Ketua, sekretaris, dan bendahara masing-masing memiliki tugas dan tanggung jawab sendiri (lihat Lampiran 4). Adapun tugas LPSTK antara lain sebagai berikut : 26

27 1) Menerima dan menyalurkan dana bantuan desa untuk pembangunan prasarana sosial (village grant fund) kepada masyarakat, 2) Mencatat dan mendokumentasikan kegiatan Pokmas 3) Membukukan penggunaan dana bantuan 4) Membantu pembuatan RPTK terpadu 5) Membantu mengatasi penyelesaian Pokmas bermasalah 6) Melakukan pemeriksaan pembukuan Pokmas (mingguan, bulanan dan tahunan) 7) Berperan sebagai tim verifikasi dalam memeriksa usulan proposal Pokmas 8) Membantu melakukan identifikasi seluruh potensi dan mengembangkan investasi usaha Pokmas 9) Membantu menyeleksi lembaga keuangan penyalur Seed Fund Desa dan Village Grant 10) Mengevaluasi kinerja kerja Motivator Desa dan melakukan pelaporan ke PMU, 11) Mengelola Pusat Informasi masyarakat, dan 12) Membuat pelaporan pelaksanaan RPTK kepada pemerintah desa Kelompok Masyarakat (Pokmas) Kelompok Masyarakat (Pokmas) adalah suatu organisasi atau kelompok masyarakat desa yang telah ada atau yang sengaja dibentuk di Desa. Pokmas berfungsi sebagai wadah aspirasi, pikiran dan tujuan bersama untuk memudahkan diseminasi informasi atau melibatkan sejumlah masyarakat di Desa. Pokmas-pokmas ini disesuaikan dengan kebutuhan lokal berdasarkan masukan dari masyarakat desa. Dalam pelaksanaan program COREMAP, pokmas yang telah ada diharapkan berperan aktif dalam kegiatan COREMAP. COREMAP bisa juga mendukung penyusunan Pokmas baru. Penguatan Pokmas adalah suatu proses meningkatkan kemampuan dan peran suatu kelompok masyarakat ke arah bidang kegiatan tertentu (konservasi, produksi, peningkatan peran dan kemampuan perempuan), agar dapat berperan aktif dalam pelaksanaan pengelolaan terumbu karang. Pembentukan Pokmas adalah suatu proses membentuk kelompok atau organisasi masyarakat agar memiliki peran dan fungsi pada salah satu bidang tertentu, di mana bidang-bidang tersebut tidak 27

28 bersifat kaku artinya bahwa masyarakat bisa menjadi anggota pada lebih dari satu bidang Motivator Desa (MD) Motivator Desa (MD) adalah pihak yang pilih dan diangkat oleh masyarakat setempat secara demokratis sebanyak 2 (dua) orang, yang terdiri dari 1 (satu) orang laki-laki dan 1 (satu) orang perempuan dalam kerangka memperlancar pelaksanaan pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP. Motivator Desa akan bertugas selama masa kontrak dan berkedudukan di Desa / Pulau Kriteria 1) Perempuan dan laki-laki, 2) Berpendidikan minimal SMP, 3) Sehat jasmani dan rohani, 4) Memiliki dedikasi yang tinggi untuk mendukung COREMAP, 5) Memiliki minat dan bakat untuk memberikan motivasi kepada masyarakat agar berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan COREMAP, 6) Calon harus penduduk desa setempat, 7) Dapat diterima secara sosial oleh masyarakat, 8) Dalam 3 (tiga) bulan terakhir tidak melakukan tindakan tercela termasuk melakukan kegiatan pengelolaan sumberdaya yang merusak, dan 9) Target 30 persen partisipasi wanita sebagai Motivator Desa Tugas dan Tanggung Jawab Tugas 1) Membantu Fasilitator Masyarakat dan SETO dalam mengumpulkan bahan-bahan untuk pembuatan materi sosialisasi, 2) Membantu dan bersama-sama Fasilitator Masyarakat melakukan sosialisasi pengelolaan berbasis masyarakat COREMAP, 3) Membantu Fasilitator Masyarakat menyusun kriteria pembentukan LPSTK, Pokmas dan Reef Watcher, 4) Membantu dan bersama-sama Fasilitator Masyarakat memfasilitasi pembentukan LPSTK, Pokmas dan pengangkatan Reef Watcher, 28

29 5) Memfasilitasi pertemuan-pertemuan LPSTK dan Pokmas, 6) Membantu dan melakukan penyuluhan serta pelatihan peningkatan kapasitas bagi LPSTK dan Pokmas, 7) Memfasilitasi penyusunan rencana kerja LPSTK dan kelompok masyarakat, 8) Mengidentifikasi kebutuhan informasi bagi LPSTK, Pokmas dan masyarakat umum, 9) Memfasilitasi dan membantu LPSTK dalam membuat PRA, RPTK dan penetapan Daerah Perlindungan Laut (village sanctuary), 10) Membantu Pokmas-Pokmas mengindentifikasi usulan kegiatan untuk memperoleh dana bantuan desa untuk pembangunan prasarana sosial (village grant), dan dana bantuan untuk revolving fund melalui Seed Fund Desa, 11) Membantu LPSTK dan Pokmas dalam merumuskan dan penyelesaian masalah, yang dihadapi, dan 12) Membuat laporan pelaksanaan dan perkembangan kegiatan LPSTK dan Pokmas secara berkala. Tanggung Jawab 1) Meminimalkan kendala teknis dan budaya yang mungkin dihadapi oleh Fasilitator Masyarakat, 2) Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rencana kegiatan LPSTK dan Pokmas, 3) Membantu Fasilitator dan SETO dalam pembuatan PTK, 4) Memastikan Rencana kerja tersusun atas dasar kebutuhan LPSTK, Pokmas dan masyarakat, 5) Menyediakan informasi yang dibutuhkan Pokmas-Pokmas terkait dengan rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang, usaha-usaha produktif dan pasar, 6) Memberikan informasi yang terkait dengan pengelolaan Daerah Perlindungan Laut, 7) Membantu Fasilitator Masyarakat dan SETO untuk mempersiapkan bahan-bahan Pusat Informasi Masyarakat, 8) Membantu masyarakat dalam proses pelaksanaan pekerjaan pembangunan prasarana sosial dan pengembangan mata pencaharian alternatif, dan 29

30 9) Dapat berperan sebagai Fasilitator Masyarakat apabila sedang tidak berada ditempat (Desa lokasi COREMAP) dan atau masa kerja Fasilitator Masyarakat telah selesai Pelaku COREMAP di Kecamatan Pelaku COREMAP II di kecamatan merupakan pelaku-pelaku yang berkedudukan atau memiliki wilayah kerja lingkup kecamatan dalam satu wilayah yang berdekatan misalnya kelompok pulau, atau satu Kecamatan. Beberapa pihak karena tugasnya berada di kecamatan dan memiliki peran yang dapat memperlancar pelaksanaan COREMAP, seperti Camat Camat Camat akan berkoodinasi dengan SETO dan pemangku kepentingan dalam rangka memperlancar proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan COREMAP di Kecamatan. Secara berkala, Camat memberikan masukanmasukan atas pelaksanaan program yang disampaikan pada forumforum konsultasi yang dilaksanakan oleh PMU atau CCEB Pelatih dan Penyuluh Senior (Senior Extension and Training Officer) Senior Extension and Training Officer (SETO) adalah pihak yang diangkat secara khusus oleh PMU untuk mendukung dan memfasilitasi pelaksanaan pengelolaan berbasis masyarakat di lokasi-lokasi COREMAP. SETO akan bertugas selama masa kontrak. SETO berkoordinasi dengan PMU dan Camat. Ruang lingkup area pekerjaan tergantung dengan kondisi lokal lokasi program Kriteria 1) Berpendidikan S-1 dalam bidang kelautan, perikanan, lingkungan, sosial, komunikasi, ekonomi, hukum dan humaniora dan atau memiliki pengalaman minimal 5 (lima) tahun melakukan program pemberdayaan masyarakat pesisir dan kepulauan atau program sejenis, 2) Memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan masyarakat, 3) Memiliki kemampuan teknik fasilitasi masyarakat, 4) Memahami kondisi sosial dan budaya masyarakat lokasi COREMAP, 5) Memiliki kemampuan mendisain dan melakukan pelatihan dan kegiatan peningkatan kapasitas masyarakat lainnya, 30

31 6) Memiliki kemampuan berkoordinasi dengan berbagai pelaku COREMAP pada berbagai jenjang, 7) Memiliki kemampuan membuat perencanaan dan pelaporan kegiatan, 8) Diutamakan yang dapat menggunakan bahasa lokal, 9) Bersedia bekerja penuh waktu dan tinggal dalam waktu yang lama di lapangan (Kecamatan / Desa / Kampung). 10) Target Partisipasi perempuan sebagai SETO adalah 30 persen Tugas dan Tanggung Jawab Tugas 1) Mengkoordinir kerja Fasilitator Masyarakat, 2) Memfasilitasi dan melakukan penyuluhan dan pelatihan peningkatan kapasitas / kemampuan Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa secara berkala, 3) Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan PMU dan NCU, 4) Bersama-sama dengan PMU melakukan verifikasi proposal dana bantuan untuk pembangunan prasarana sosial di Desa, 5) Berkoordinasi dengan Camat dalam merencanakan kegiatankegiatan untuk mendukung pelaksanaan pengelolaan berbasis masyarakat di Desa-Desa, 6) Membantu LPSTK melakukan verifikasi proposal dana bantuan untuk revolving fund / Seed Fund Desa (bergulir) 7) Memfasilitasi dan membantu Motivator Desa dalam penyusunan RPTK dan penentuan Daerah Perlindungan Laut (Village Sanctuary), 8) Memantau dan mengevaluasi proses pemanfaatan dana bantuan untuk revolving fund dan pembangunan prasarana sosial, 9) Memfasilitasi proses koordinasi dengan komponen MCS, CRITC, PA, MCA/MPA, SDM dan Kelembagaan di tingkat Desa, 10) Memberikan konsultasi kepada Fasilitator Masyarakat, Motivator Desa dan Pokmas dalam melakukan pendataan sumberdaya perikanan dan hasil perdagangannya, 11) Memfasilitasi dan membantu Kepala Desa, BPD dan LPSTK dalam membuat peraturan desa untuk mendukung pelaksanaan RPTK dan sistem pengawasan sumberdaya perikanan terumbu karang, 31

32 12) Memfasilitasi proses konsultasi dan persetujuan peraturan desa (PERDES) di tingkat desa dan Kabupaten, dan 13) Membuat laporan pelaksanaan kegiatan dan perkembangan program secara berkala. Tanggung Jawab 1) Mengasistensi penyusunan rencana kerja Fasilitator Masyarakat, 2) Memfasilitasi rangkaian proses pengelolaan berbasis masyarakat, mulai dari tahap pra perencanaan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap monitoring dan evaluasi, 3) Memberikan penguatan terhadap kapasitas dan kemampuan Fasilitator Masyarakat, Motivator serta pokmas, 4) Mengoptimalkan sistem koordinasi desa ke PMU dan NCU agar pelaksanaan program berjalan dengan efektif dan efisien, 5) Mensosialisasikan kriteria pemanfaatan dana bantuan untuk Seed Fund Desa dan pembangunan prasarana sosial, 6) Mensosialisasikan mekanisme pemantauan dan pengawasan dana bantuan untuk Seed Fund Desa dan pembangunan prasarana sosial, 7) Menyediakan kebutuhan Motivator Desa dalam menfasilitasi masyarakat dan LPSTK dalam PRA, penyusunan RPTK dan penentuan Daerah Perlindungan Laut (village sanctuary), 8) Mengirim kumpulan data sumberdaya perikanan dan hasil perdagangannya ke PMU, Dinas Kelautan Dan Perikanan untuk dianalisis, 9) Memfasilitasi berjalannya sistem dan mekanisme koordinasi dengan komponen lain dalam program, dan 10) Mendistribusikan informasi pelaksanaan dan perkembangan program PBM ke PMU, NCU dan pihak terkait lainnya Pelaku COREMAP di Kabupaten Dalam kerangka otonomi daerah peran Kabupaten sebagai daerah otonom menjadi sangat vital dan strategis, karena berbagai kebijakan perencanaan, anggaran dan pelaksanaan program akan diputuskan. Sumberdaya ekosistem terumbu karang sebagai obyek yang akan direhabilitasi, diproteksi dan dikelola terletak di wilayah yurisdiksi Kabupaten, dengan demikian otoritas pelaksanaan COREMAP Kabupaten di bawah koordinasi nasional, secara intensif akan berupaya 32

33 untuk mewujudkan model pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang yang dapat dirasakan manfaatnya secara ekologis (kelestarian) dan secara ekonomis (peningkatan kesejahteraan masyarakat). Untuk kepentingan tersebut, maka dipilih 7 (tujuh) Kabupaten di wilayah Indonesia bagian Timur sebagai lokasi pilot COREMAP, yaitu (1) Kabupaten Sikka (NNT), (2) Kabupaten Pangkep (Sulsel), (3) Kabupaten Selayar (Sulsel), (4) Kabupaten Buton (Sultra), (5) Kabupaten Wakatobi (Sultra), (6) Kabupaten Biak, dan (7) Kabupaten Raja Ampat sebagai lokasi COREMAP dengan beberapa pertimbangan : 1) Keanekaragaman sumberdaya hayati ekosistem terumbu karang, 2) Luasan terumbu karang, 3) Ketergantungan masyarakat setempat terhadap sumberdaya ekosistem terumbu karang, dan 4) Minat dari pemerintah daerah untuk mengelola wilayah pesisir dan laut secara berkesinambungan. Pelaku COREMAP di Kabupaten adalah aparat pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dengan fungsi dan peran sebagai berikut : Bupati Bupati merupakan pembina: (i) Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (atau lembaga sejenis) Kabupaten, (ii) PMU serta bertanggungjawab atas pelaksanaan COREMAP di tingkat kabupaten. Bupati secara berkala melakukan pertemuan dengan PMU untuk mengevaluasi proses dan perkembangan COREMAP. Bupati akan memberikan supervisi dan advise dalam kerangka meningkatkan kinerja PMU, melakukan optimasi pelaksanaan program dan mengefektifkan koordinasi antar pemangku kepentingan. Dalam waktu-waktu tertentu, Bupati akan melakukan rapat dengar pendapat dan berkonsultasi dengan DPRD untuk mempersiapkan dukungan bagi pelaksanaan COREMAP, baik dari sisi kebijakan maupun anggaran Dewan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Coastal Community Empowerment Board) Coastal Community Empowerment Board (CCEB) terdiri dari instansi terkait, dan perwakilan pemangku kepentingan lainnya (Masyarakat, LSM, Perusahaan swasta, perguruan tinggi, perempuan ) yang diwakili secara berimbang, dibentuk oleh Bupati untuk melakukan pembinaan 33

34 pengembangan peran serta masyarakat, pembinaan administrasi dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat pada seluruh tahapan program. CCEB juga berfungsi dalam memberikan dukungan koordinasi program antar instansi, pelayanan dan proses administrasi di kabupaten. Dalam melaksanakan fungsi dan perannya, CCEB dibantu oleh PMU COREMAP Kabupaten. Fungsi dan tugas CCEB dalam COREMAP adalah sebagai berikut : 1) Memberikan masukan/saran dalam penyusunan kebijakan dan Rencana Strategis (Renstra) pengelolaan terumbu karang di Kabupaten; 2) Mereview dan memberikan masukan rencana kerja tahunan yang disusun oleh Unit Pengelola Program (PMU) sebelum diajukan kepada DPRD; 3) Memberikan rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan COREMAP; 4) Menganalisis kemajuan yang dicapai dan opini publik mengenai COREMAP; 5) Melaksanakan koordinasi dengan program-program sejenis; 6) Memantau kemajuan pelaksanaan program di kabupaten; dan 7) Memberikan dukungan informasi mengenai pengelolaan kepada DPRD, pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lainnya Unit Pengelola Program (Program Management Unit) Program Management Unit (PMU) adalah struktur organisasi COREMAP II di kabupaten. PMU berperan dalam memfasilitasi proses perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian COREMAP di wilayahnya agar dapat berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme COREMAP. PMU di setiap Kabupaten terdiri dari unsur-unsur Dinas KP, Bappeda, KSDA atau Taman Nasional Laut terkait serta instansi lain terkait. Secara khusus mereka akan dibantu oleh tim konsultan yang akan mendukung kegiatan PMU selama beberapa waktu sampai tim PMU berjalan sesuai pedoman yang telah ditetapkan. Secara rinci PMU bertanggung jawab dan berfungsi : 1) Melaksanakan kebijakan dan rekomendasi CCEB 2) Mempersiapkan rencana kerja dan anggaran tahunan (sesudah mendapat persetujuan dari CCEB) 3) Mengkoordinasikan keseluruhan program 34

35 4) Mengelola anggaran, administrasi, pemantauan dan evaluasi. 5) Mengadakan Sosialisasi di wilayah program 6) Menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan (keuangan dan fisik) ke NCU 7) Mempersiapkan strategi untuk mengatasi hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaan program 8) Memfasilitasi pelaksanaan kegiatan program 2.5. Pelaku COREMAP di Provinsi Pelaku COREMAP di Provinsi adalah pelaku-pelaku yang berkedudukan di provinsi. Pelaku COREMAP di provinsi adalah : Gubernur Gubernur merupakan penanggungjawab pelaksanaan COREMAP di provinsi yang berfungsi dan berperan membina pelaksanaan lintas kabupaten. Gubernur secara berkala akan memberikan supervisi dan advise kepada RCU dalam kerangka meningkatkan kinerja, mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan di bawah koordinasi RCU dan mengefektifkan sistem koordinasi lintas Kabupaten. Pada waktuwaktu tertentu, Gubernur akan melakukan pertemuan terbatas dengan para Bupati/Walikota untuk mengevaluasi perkembangan program di daerah, melakukan rapat dengar pendapat dengan DPRD untuk membahas dukungan yang perlu diberikan untuk mengefektifkan pelaksanaan program, dan juga melakukan pertemuan dengan institusi penegak hukum terkait dengan kondisi keamanan di wilayah perairan serta aktifitas pemanfaatan sumberdaya ekosistem terumbu karang Unit Koordinasi Provinsi (Regional Coordinating Unit) Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi berfungsi dan berperan dalam melakukan pemantauan dan evaluasi program, serta melaksanakan kegiatan pendidikan,penyadaran masyarakat, dan kemitraan bahari dan pelaksanaan MCS seperti pengawasan berbasis dinas, patroli gabungan dan sistem pengawasan berbasis masyarakat (SISWASMAS) yang dikembangkan di kabupaten dan desa. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi bisa diikutsertakan atas permintaan dari Pusat atau Kabupaten, dan bersedia mendukung dengan SDM yang berkompetensi sesuai dengan kebutuhan dimasing-masing kabupaten. Dinas KP akan dibantu 35

36 dalam koordinasi kegiatan yang bersifat lintas kabupaten oleh Bappeda Provinsi Pelaku COREMAP di Pusat Pelaku COREMAP adalah pelaku-pelaku yang berkedudukan atau memiliki wilayah kerja di tingkat nasional. Pelaku COREMAP di pusat terdiri dari : Komite Pengarah (Steering Committee SC) Komite Pengarah bertanggung jawab dan berfungsi untuk: 1) Memberikan arahan kepada Komite Teknis dalam pengembangan kebijakan yang terkait dalam bidang rehabilitasi dan pengelolaan terumbu karang; 2) Memberikan arahan kepada Komite Teknis dan Pengelola Program dalam pelaksanaan COREMAP II; 3) Melakukan pertemuan dan koordinasi dengan Komite Teknis COREMAP II; dan 4) Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja Komite Teknis COREMAP II Komite Teknis (Technical Committee TC) Komite Teknis bertanggung jawab dan berfungsi untuk: 1) Memberikan bimbingan dan pembinaan teknis pelaksanaan COREMAP II kepada Pengelola Program; 2) Menetapkan kebijakan dan arahan teknis kepada Pengelola Program COREMAP II sesuai dengan komponen teknisnya; 3) Memfasilitasi pelaksanaan program baik di pusat maupun daerah; 4) Melakukan koordinasi dengan Komite Pengarah; 5) Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja Kantor Pengelola Program; 6) Melakukan koordinasi dengan Komite Pengarah; dan 7) Melakukan pengawasan dan evaluasi kinerja Kantor Pengelola Proyek. 36

37 Unit Koordinasi Nasional (National Coordination Unit) Fungsi dan perannya adalah melakukan pembinaan kepada Tim COREMAP di Provinsi dan Kabupaten yang meliputi pembinaan teknis dan administrasi, melakukan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan di pusat, pemantauan dan evaluasi serta tindak lanjut pelaksanaan COREMAP di pusat dan daerah. Dalam melaksanakan fungsi dan perannya NCU dibantu oleh sekretariat COREMAP Konsultan Status konsultan bersifat individual dan institusi (perusahaan). Konsultan yang berstatus institusi akan dipimpin oleh seorang ketua tim (Project Management Advisory) dan didukung oleh beberapa staf profesional (tenaga spesialis). Fungsi dan perannya adalah menyediakan keahlian yang diperlukan oleh PBM dan pelaku COREMAP lainnya dalam menjalankan proses perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan implementasi COREMAP secara nasional sesuai dengan prinsip-prinsip, kebijakan, prosedur dan mekanisme COREMAP. Konsultan yang direkrut akan membantu pelaksanaan COREMAP dalam bidang keuangan, mata pencaharian alternatif, pengadaan barang dan jasa, serta bidang teknis. Organisasi dan pelaku COREMAP yang dijelaskan diatas adalah pelaksana kegiatan-kegiatan, baik bersifat teknis maupun non teknis. Organisasi dan kelembagaan diharapkan konsisten dalam menjalankan program ini, sehingga program dapat berjalan dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan serta targetnya. Penjabaran secara rinci perihal tahapan dan tata cara pelaksanaan pengelolaan terumbu karang yang berbasis masyarakat akan dibahas pada bab selanjutnya. 37

38 BAB III PENGELOLAAN TERUMBU KARANG BERBASIS MASYARAKAT Siklus Pengelolaan Berbasis Masyarakat terdiri atas 6 tahapan yaitu persiapan, praperencanaan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi (P5E). Setiap tahap berbeda jangka waktu dan tingkat kompleksitasnya, tergantung kepada kapasitas masyarakat yang melakukan kegiatan-kegiatan di setiap tahap Persiapan Persiapan merupakan kegiatan PBM di tingkat nasional maupun kabupaten. Tahapan ini meliputi; (i) penyusunan rencana dan sosialisasi program, (ii) perekrutan SETO dan Fasilitator Masyarakat (Community Facilitator), (iii) pelatihan, (iv) kegiatan-kegiatan penyusunan rencana program dan sosialisasi program dari tingkat nasional sampai ke tingkat desa. Pada tahap ini juga dilakukan rekruitmen konsultan, SETO dan 38

39 Fasilitator Masyarakat berikut penempatannya. Tahapan persiapan terdiri dari : Penyusunan Rencana dan Sosialisasi Program Konsep program PBM disusun oleh komponen PBM di tingkat nasional dengan mengacu kepada panduan COREMAP, pembelajaran COREMAP I dan program lain yang sejenis serta dokumen Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang, Pedoman Umum COREMAP II, Perjanjian Pinjaman dengan Bank Dunia, Perjanjian Pinjaman Kredit dengan IDA/IBRD, Perjanjian Hibah dengan GEF, Dokumen Penilaian Proyek, Dokumen Rencana Pelaksanaan Proyek (PIP), serta dokumen kebijakan pengelolaan terumbu karang berbasis masyarakat yang ada. Luaran dari rencana dari program PBM ini adalah tersedianya Pedoman PBM ini beserta dokumen pendukung kegiatan PBM lainnya, yang dilanjutkan dengan sosialisasi ke kabupaten sampai dengan tingkat desa calon lokasi PBM. Maksud pokok tahap ini adalah menawarkan dan bersama-sama dengan kabupaten untuk merencanakan program PBM yang dilanjutkan oleh PMU Kabupaten ke masing-masing desa calon lokasi. Tahap perencanaan akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, untuk melakukan penggalangan input dan pengkayaan materi-materi perencanaan, sehingga diperoleh hasil yang bersifat akomodatif dan berdasarkan kebutuhan ril. Dalam tahap sosialisasi akan dikaitkan konsep program PBM yang telah disusun dengan hasil diskusi bersama masyarakat nelayan dan pemangku kepentingan lainnya. Melalui sosialisasi ini diupayakan terwujudnya kondisi masyarakat yang betul-betul siap menerima dan menjalankan komponen PBM pada Program COREMAP. Sosialisasi ini ditujukan untuk memperoleh dukungan penuh dari Pemerintah Desa, para tokoh kunci dan masyarakat setempat. Sosialisasi dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan penjelasan mengenai konsepsi dasar, tujuan, sasaran, prinsip-prinsip, kebijakan, serta proses dan mekanisme pelaksanaan COREMAP melalui berbagai forum di tingkat pusat maupun daerah. Tahap sosialisasi ini dipandang penting dalam mendukung keberhasilan proses dan kegiatan yang dilaksanakan pada tahap-tahap berikutnya. Tahap ini perlu dimanfaatkan oleh seluruh pelaku COREMAP di semua tingkatan sebagai upaya untuk mendorong partisipasi dan pengawasan dari semua pihak. Dengan demikian, maka semua pelaku PBM memiliki pemahaman yang sama mengenai PBM. 39

40 Perekrutan SETO dan Fasilitator Masyarakat Keberhasilan program COREMAP akan ditentukan oleh profesionalisme dan dedikasi dari SETO dan tim Fasilitator. Kualifikasi yang tepat akan menguntungkan dalam proses pengangkatannya. Untuk menunjang keberhasilan PBM, maka SETO dan Fasilitator Masyarakat akan diberikan sejumlahn pelatihan sambil bekerja dan PMU. Proses pengangkatan SETO dan Fasilitator Masyarakat mengacu kepada prosedur dan ketentuan yang berlaku, yaitu pengiklanan, penyaringan, mengundang untuk wawancara dan proses wawancara. Selanjutnya, para pelamar yang telah terpilih dalam proses rekruitmen akan mendapatkan pelatihan dalam rangka meningkatkan kapasitas dan peningkatan pengetahuan tentang COREMAP II Pelatihan SETO dan Fasilitator Masyarakat yang direkrut serta staf PBM kabupaten, akan mengikuti tiga kegiatan pelatihan, yaitu pengelolaan perikanan karang secara berkelanjutan, pemasaran sosial pengelolaan terumbu karang berkelanjutan, dan PRA. (a) Pelatihan Pengelolaan Perikanan Karang Secara Berkelanjutan Perikanan terumbu karang merupakan sektor yang paling produktif. Jika dikelola dengan baik, dapat menjadi sumberdaya yang dapat terbaharui yang mampu menyediakan kebutuhan protein dan sumber makanan yang murah bagi kurang lebih 60 juta manusia yang hidup di wilayah pesisir. Pelatihan ini akan memberikan informasi awal kepada SETO dan Fasilitator Masyarakat yang selanjutnya akan didiseminasikan kepada pemangku kepentingan pada semua tingkatan tentang alternatif dan kelebihan serta kekurangan dari strategi pengelolaan, yang dilihat dari sudut pandang nelayan, manajer sumberdaya dan organisasi lingkungan. Pelatihan diselenggarakan oleh PMU, diberikan dalam bentuk kursus singkat yang dilengkapi dengan dukungan informasi secara penuh, seperti buku saku, video dan sesi diskusi, selain juga checklist dan latihan penilaian pribadi yang akan dapat dipakai untuk mengetahui pemahaman peserta tentang berbagai masalah dan pilihan. Setelah pelatihan seluruh peserta diharapkan dapat memahami mengapa COREMAP memfokuskan diri pada pengelolaan perikanan terumbu karang berkelanjutan, relevansinya bagi masyarakat dan sarana 40

41 yang dapat dipergunakan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan dan terumbu karang dengan lebih baik. (b) Pelatihan Pemasaran Sosial Terumbu Karang secara Berkelanjutan Tujuan dari pelatihan ini adalah untuk memperdalam kemampuan tim PBM COREMAP dalam menarik perhatian kelompok-kelompok masyarakat untuk mengerti kebutuhan dan menjadi berminat dalam mengelola sumberdaya perikanan dan ekosistem terumbu karang. Pelatihan pemasaran sosial dapat dilaksanakan di setiap kabupaten oleh satu tim ahli pemasaran sosial yang dikontrak PMU. Pelatihan ini akan dimulai dengan pembahasan peran pemasaran sosial atau kampanye penyebarluasan dalam rangka mempermudah suatu perubahan dalam masyarakat. Pelatihan pemasaran sosial ini menawarkan suatu pendekatan baru dalam rangka mendorong usaha pelestarian dan pengelolaan berkelanjutan di wilayah pesisir Indonesia dengan menggunakan kekayaan alam Indonesia sebagai landasan untuk membangun rasa bangga terhadap usaha-usaha pengelolaan dan pelestarian. Pelatihan ini akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : a) Menyepakati wilayah sasaran b) Identifikasi visi dan tujuan kampanye c) Menentukan kelompok sasaran d) Identifikasi kunci emosional (emotional key) e) Menentukan spesies sasaran f) Slogan kampanye g) Identifikasi pesan-pesan kunci h) Melakukan penelitian (penelitian penerapan) pasar Peserta akan melakukan langsung semua langkah dan mengunakan alat peraga yang tepat untuk mencapai target. Kegiatan yang akan dilaksanakan selama pelatihan ini antara lain adalah: a) Penampilan dan menganalisa kuesioner survei, focus group discussion (FGD) dan software seperti Survei Pro (yang mudah dipakai dan sangat mempermudahkan analisa data kuesioner, b) Penyiapan dan penerapan siaran pers, 41

42 c) Pembuatan panggung boneka, d) Lagu lagu anak, e) Komik tentang pengelolaan, f) Lagu popular, g) Khotbah, h) Papan iklan, i) Kegiatan sesuai dengan ciri khas masing masing wilayah (dongeng, drama dsb). Para peserta akan dipilih dengan menggunakan kriteria yang jelas, termasuk di antaranya kriteria berikut ini: (i) Pengalaman bekerja dalam jangka panjang di masyarakat di kabupaten; (ii) Menunjukkan kemampuan sebagai fasilitator atau pelatih dan (iv) Kesediaan untuk bekerja dalam waktu yang lama di lapangan. Dua atau tiga wakil-wakil media juga akan ikut serta dalam pelatihan serta memberikan laporan tentang kegiatan lapangan yang dilaksanakan setelah pelatihan. (c) Pelatihan Participatory Rural Appraisal (PRA) Bersamaan dengan menumbuhkan kesadaran masayarakat dan distribusi informasi, melalui proses sosialisasi COREMAP merupakan kesempatan yang ideal untuk mengumpulkan data/informasi terbaru dari nelayan dan nara sumber lain yang ada di desa. Pengumpulan informasi ini dilakukan dengan menggunakan metode PRA oleh tim yang dibentuk. Informasi yang diperoleh akan disampaikan kepada PMU untuk masukan penyusunan draft pertama Rencana Strategis Pengelolaan Sumberdaya Laut Kabupaten. Tujuan dari pelatihan ini untuk menjamin Tim PBM memahami metode (alat/cara) pengumpulan data yang akan digunakan selama masa sosialisasi dan untuk menstandardisasi data-data yang akan dikumpulkan untuk diolah ole PMU. Pelatihan ini akan menerapkan metode-metode tersebut dan mendiskusikan pengalaman-pengalaman Tim PBM menggunakan beberapa metode di bawah ini : 1) Melaksanakan wawancara semi-struktural 2) Mengadakan rapat-rapat desa 3) Mengamati sejarah desa terutama yang berkaitan dengan perkembangan perikanan tangkap, migrasi ikan dan trend hasil tangkapan 42

43 4) Memetakan daerah tangkapan terutama ikan karang (diatas peta yang disiapkan oleh PMU) setiap bulannya, diikuti dengan nelayan individu dengan metode penangkapan yang berbeda. 5) Kalender musiman untuk berbagai bentuk/garis nelayan termasuk reef gleaners, penjual kayu bakar, pria dan wanita. 6) Jadwal harian untuk nelayan, khususnya reef gleaners dan pria, wanita pada umumnya. Bahan-bahan untuk penerapan PRA dalam Perencanaan dapat dilihat pada Lampiran Pengkajian dan Sosialisasi Awal PBM COREMAP memberikan kesempatan bagi pelaksana program untuk mendapatkan data yang diperlukan dan menciptakan perencanaan yang baik. Pelaksana program harus menyepakati informasi apa saja yang dibutuhkan untuk menciptakan pengelolaan wilayah terumbu karang secara berkelanjutan dan mengoptimalkan hasil penangkapan serta daya dukung lingkungan karang untuk generasi ini dan masa depan. Pengkajian dan sosialisi awal memberikan kesempatan pertama kepada pelaksana PBM COREMAP ini dan mengunjungi lokasi COREMAP serta membuat sosialisasi dan pengkajian selama tinggal di setiap desa. Tujuan kegiatan ini adalah melakukan pengumpulan data dan pengkajian kondisi ekologi dan sosial secara obyektif untuk dijadikan bahan-bahan dalam menetapan strategi dan rencana implementasi PBM. Pada saat yang bersamaan dilakukan sosialisasi program kepada pihak-pihak yang memiliki relevansi dan yang potensial untuk berkostribusi pada program. Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam proses pengkajian dan sosialisasi awal adalah : 1) Aparat desa-kepala desa, SEKDES, Bendahara Kampung 2) Perwakilan dari BPD 3) Pastur, Imam, Pendeta 4) Pelaku usaha kunci dan anggota masyarakat yang berpengaruh 5) Perwakilan dari nelayan. 6) Guru sekolah yang ada di desa 43

44 7) Kelompok PKK, and Posyandu 8) Organisasi di Desa (contoh, lembaga simpan pinjam, BMT, kelompok nelayan dan kelompok petani), 9) Pemuda dan pemudi. Tahapan dan Strategi Kegiatan : 1) Mempersiapkan pertemuan secara informal dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, 2) Melakukan diskusi intensif dengan materi-materi yang terfokus dengan menggunakan metode FGD, kuisioner dan wawancara, 3) Mencatat dan mendokumentasikan hasil-hasil yang diperoleh, 4) Menganalisis hasil-hasil dan selanjutnya dijadikan sebagai bahan untuk penyusunan rencana dan strategi implementasi PBM. (a) Rapid Rural Appraisal (RRA) (i) Pengkajian Potensi dan Status Sosial Ekonomi Desa Secara Cepat Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengumpulkan, menganalisis dan memetakan potensi dan status sosial ekonomi masyarakat untuk mengenali deskripsi situasi obyektif desa lokasi COREMAP. Data dan informasi desa yang dibutuhkan adalah : 1) Organisasi Desa 2) Kelompok Masyarakat yang ada 3) LSM setempat 4) Pimpinan Masyarakat 5) Masalah dan Potensi Desa 6) Pentingnya berbagai kegiatan ekonomi 7) Perubahan mata pencaharian musiman Pihak-pihak yang akan dilibatkan dalam kegiatan ini adalah masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, seperti Kepala Desa, anggota BPD, rohaniawan, pimpinan kelembagaan sosial, pokmas yang telah exist Tahapan, strategis dan metode yang dipergunakan di dalam kegiatan ini adalah: 44

45 1) Pengumpulan data dan informasi melalui pertemuan formal dengan aparat dan tokoh desa 2) Penggalian pengetahuan dan pandangan masyarakat melalui diskusi kelompok, dengan kelompok wanita, nelayan, anakanak, petani dan pedagang 3) Wawancara pribadi semi-struktural dengan pemangku kepentingan utama dan kunjungan rumah secara acak 4) Identifikasi lokasi penangkapan pada peta yang telah disiapkan 5) Kalender musim bagi nelayan, petani dan wanita 6) Sejarah desa dari berbagai sumber 7) Kunjungan langsung dengan nelayan 8) Pemantauan Sosial Ekonomi Masarakat Pesisir: - Kondisi Sosek Penduduk - Kegiatan Penangkapan Ikan - Pemantauan Sumberdaya Alam Non-ikan - Indikator Kemakmuran Rumah Tangga - Pengkajian Sikap Individu - Pemantauan Hasil Tangkapan Ikan Hasil dari RRA dan peta sketsa masyarakat ini akan dievaluasi oleh tim PMU dan dikombinasikan dengan data yang telah ada (hasil survey LSM, penelitian Universitas, data sekunder dari instansi yang ada di kabupaten) dan digunakan untuk menyusun draft pertama strategic plan pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang Kabupaten. (ii) Penggalian Persepsi Masyarakat Tentang Status Ikan dan Terumbu Karang Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, pandangan dan respon masyarakat terhadap kondisi sumberdaya ekosistem terumbu karang, bentuk dan pola pemanfaatannya. Untuk mengetahui hal-hal yang dimaksud, maka Tim PBM akan mengadakan diskusi intensif dengan berbagai nelayan, untuk mengidentifikasi berbagai aktivitas mereka, terutama yang terkait dengan aktivitas penangkapan. Berbagai pendekatan akan dilakukan untuk merangkul mereka dalam melaksanakan kegiatan. 45

46 Interview akan mencakup beberapa perwakilan dari nelayan yang menggunakan alat yang berbeda untuk mengetahui : 1) Wilayah penangkapan (dibuat oleh nelayan dalam peta yang telah dipersiapkan sebelumnya, menurut jenis dan musim), Kecenderungan penangkapan (cpue); 2) Alasan-alasan kenapa mereka menggunakan alat tangkap tersebut (bila mereka menggunakan alat tangkap baru, apa alasan penggunaan alat baru? Apa alat tangkap sebelumnya?); 3) Lokasi dengan potensi khusus (lokasi pemijahan, nursery ground, dsb.); 4) Lokasi yang memiliki potensi unik secara ilmiah; 5) Wilayah yang secara khusus dipengaruhi oleh pihak-pihak luar; 6) Perpindahan nelayan musiman dari wilayah lain; dan 7) Identifikasi praktek penangkapan illegal oleh nelayan asing, tetangga desa dan nelayan setempat. Hasil survei ini akan diserahkan kepada Dinas Perikanan dan Kelautan untuk disusun oleh PMU, bersama dengan seluruh data sekunder yang tersedia yang berhasil diperoleh dari berbagai sumber seperti : jasa selam, LSM, industri perikanan, dan perguruan tinggi setempat untuk membuat konsep peta potensi perikanan yang terfokus pada wilayah penangkapan, dan semua titik penting di dalam peta kabupaten. Peta tersebut akan dibagikan kepada masyarakat yang ingin berpartisipasi di dalam Program COREMAP untuk membantu mereka di dalam menentukan lokasi wilayah kritis yang perlu pengelolaan dan bagi yang ingin terlibat di dalam pembuatan keputusan manajemen. Karena proses perencanaan dan pengelolaan dilaksanakan untuk setiap kelompok masyarakat, wilayah penangkapan, terumbu karang, padang lamun dan bakau, pemerintah kabupaten akan membentuk sistem pengelolaan laut yang terkoordinasi untuk seluruh wilayah kabupaten. (b) Studi Banding untuk Tokoh Kunci dalam Pengelolaan (Pro dan Kontra) Pengelolaan ekosistem terumbu karang secara berkelanjutan merupakan konsep yang relatif baru di Indonesia, untuk itu perlu memberikan kesempatan untuk mengajak nelayan turut mendukung pengelolaan tersebut melalui pemahaman masyarakat terhadap tujuan COREMAP. Berdasarkan alasan ini, beberapa tokoh dari desa akan diikutsertakan 46

47 dalam kegiatan studi banding ke beberapa lokasi agar mereka dapat melihat manfaat dari suatu bentuk pengelolaan terumbu karang berkelanjutan. Kriteria Seleksi Lokasi Tujuan Studi Banding Lokasi tujuan studi banding sebaiknya memiliki kesamaan karakteristik dengan lokasi COREMAP di Indonesia, seperti habitat (perikanan karang), kegiatan penangkapan (skala kecil dan menengah), keberhasilan dan kegagalan suatu pengelolaan (perijinan, zonasi, pembatasan alat tangkap, dll). Berdasarkan pertimbangan ini, dapat ditetapkan lokasi kegiatan tersebut baik di dalam maupun di luar negeri. Kriteria Seleksi Peserta Peserta studi banding adalah orang-orang yang paling berpengaruh diantara para nelayan dan pemangku kepentingan lainnya. Adapun kriteria seleksi peserta diantaranya : 1) Anggota masyarakat setempat yang mempunyai komitmen terhadap COREMAP 2) Bersedia mengikuti kegiatan studi banding secara penuh 3) Minimal 30% adalah perempuan 4) Bersedia menyebarluaskan hasil-hasil studi banding terutama kepada pemangku kepentingan COREMAP Pembangunan Pusat Informasi Masyarakat Tujuan pembangunan pusat informasi adalah agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah informasi-informasi yang secara khusus terkait dengan aktifitas kenelayanan maupun informasi yang bersifat umum. Pusat informasi juga akan menyediakan informasi tentang perkembangan kegiatan-kegiatan COREMAP utamanya pemanfaatan dana bantuan untuk Seed Fund Desa dan pembangunan prasarana sosial pendukung pengelolaan terumbu karang. Untuk hal tersebut, COREMAP akan menyediakan dana sebesar Rp (sepuluh juta rupiah) setiap Desa untuk melakukan renovasi atau perbaikan gedung/tempat selanjutnya akan dijadikan sebagai pusat informasi bagi masyarakat. 47

48 Strategi dan Tahapan Pelaksanaannya 1) Fasilitator Masyarakat dan Motivator Desa akan memfasilitasi LPSTK untuk menentukan tempat yang akan dijadikan sebagai pusat informasi, 2) LPSTK akan mengkordinasikan dengan pemilik tempat/gedung, Kepala Desa dan BPD untuk menetapkan statusnya, 3) Apabila gedung/tempat yang dimaksud adalah milik masyarakat, maka yang bersangkutan akan membuat pernyataan kesediaannya untuk menjadikan gedung/tempatnya sebagai pusat informasi bagi masyarakat, 4) Apabila gedung/tempat yang dimaksud adalah milik pemerintah, maka Kepala Desa akan membuat surat keputusan atau berita acara penetapan gedung/tempat sebagai pusat informasi bagi masyarakat, 5) Selanjutnya dibentuk panitia renovasi gedung pusat informasi, 6) Panitia akan meneliti kondisi gedung, dan selanjutnya menyusun perencanaan renovasi dan anggarannya, 7) Rencana renovasi dan anggaran yang telah disusun oleh panitia, diajukan kepada Kepala Desa untuk disetujui, 8) Rencana renovasi dan anggaran yang telah disetujui oleh Kepala Desa diteruskan ke PMU atas fasilitasi Fasilitator Masyarakat dan SETO untuk diverifikasi dan mendapatkan persetujuan, 9) Setelah PMU menyetujui usulan tersebut, maka PMU akan memerintahkan pencairan dana melalui rekening LPSTK, 10) Panitia akan menunjuk pihak yang akan melakukan renovasi gedung, dan 11) Setelah kegiatan renovasi telah selesai, maka LPSTK akan membuat laporan pelaksanaan dan pengelolaan keuangan melalui asistensi Fasilitator Masyarakat dan SETO, kemudian diserahkan kepada PMU Pra - Perencanaan Pembuatan Peta Rencana Strategis Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Berkelanjutan Sebagai langkah awal dalam proses perencanaan PBM COREMAP adalah penyediaan data dan informasi tentang obyek-obyek yang menjadi fokus perencanaan. Untuk itu, PMU akan melakukan 48

49 pengumpulan data-data yang berkaitan dengan ekosistem terumbu karang. Status data yang akan digunakan adalah data sekunder dan primer. Data-data yang dibutuhkan mencakup peta potensi sumberdaya ekosistem terumbu karang, dan model-model pengelolaannya. Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai pihak seperti : Data perikanan dari Dinas Kelautan dan Perikanan, provinsi, kabupaten maupun perusahaan perikanan; Peta-peta dan laporan-laporan Proyek MREP; Atlas pesisir dan laut; Hasil penelitian dari Perguruan Tinggi, LSM dan organisasi lain yang peduli terhadap ekosistem terumbu karang; Titik posisi (GPS) tempat penyelaman utama dari operator selam lokal; Peta dasar yang akan digunakan dalam PRA berskala 1 : yang disediakan oleh PMU. Peta-peta dimaksud akan digandakan untuk disediakan bagi Tim PBM selama melakukan sosialisasi Rapid Rural Assessment. PMU juga akan melakukan pendigitasian data yang dikumpulkan dari para nelayan yang merupakan hasil PRA. Sementara untuk data primer, diperoleh dari pengukuran dan pengambilan data yang mencakup rataan terumbu karang dan daratan pulau. Untuk melakukan pengukuran data dibutuhkan peta dasar sebagai acuan atau pembanding dalam proses pembuatan peta pada setiap wilayah desa/pulau. Pembuatan peta akan dilakukan bersamasama (partisipatoris), dengan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang intensif berinteraksi secara sosial, ekonomi dengan wilayah yang akan dipetakan. Tim PBM bertugas memfasilitasi dan membantu masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya dalam pembuatan peta. Obyek-obyek yang akan dipetakan adalah, wilayah daratan pulau yang meliputi tata jalan, tata pemukiman, tata bangunan pemerintahan (kantor), tata bangunan sosial (peribadatan dan makam), tata bangunan ekonomi, tata vegetasi pantai/darat, serta wilayah rataan terumbu karang yang meliputi biota yang terkandung pada perairan mulai dari garis pantai sampai dengan garis slope. Hasil yang diperoleh berupa peta tematik dengan tema-tema tertentu, seperti peta sebaran terumbu karang, peta pemukiman, peta wilayah penangkapan, dan lain sebagainya, akan dikembangkan oleh PMU dalam penyajian informasi tentang sumberdaya ekosistem terumbu karang di atas peta. Peta tersebut akan menjadi dasar untuk membangun rancangan awal Rencana Strategis Pengelolaan Ekosistem 49

50 Terumbu Karang Berkelanjutan. Data dasar dan peta tersebut akan disesuaikan secara berkala melalui program COREMAP. Selanjutnya didesiminasi kepada kepala desa, LPSTK dan stakeholder terkait. Untuk memperkuat hasil pengkajian dan pemetaan tersebut, akan dilakukan pembaruan data dan informasi secara berkala. Untuk itu, PMU dan tim PBM akan melakukan sebuah kegiatan pengumpulan dan pengkajian data sosial, ekonomi, budaya dan lain sebagainya terkait dengan pengelolaan sumberdaya ekosistem terumbu karang dengan menggunakan pendekatan atau metode PRA (participatory rural appraisal atau pengkajian kondisi desa / kampung secara partisipatif) Mempersiapkan Rekrutment Motivator Desa Motivator Desa (Village Motivator) adalah anggota masyarakat desa setempat yang menjadi panutan dan mempunyai bakat kepemimpinan, serta motivasi untuk membangun desa, yang dipilih oleh masyarakat untuk membantu Fasilitator Masyarakat dalam membimbing dan memotivasi masyarakat agar mampu berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan terumbu karang secara lestari. Calon Motivator Desa akan dipilih oleh masyarakat dengan masukan dari SETO dan Fasilitator Masyarakat yang melakukan sosialisasi dan pengkajian awal terlebih dahulu. Seleksi ini akan dilakukan sesuai kriteria yang disepakati dan disetujui masyarakat. Hasil seleksi motivator oleh masyarakat akan ditetapkan oleh Kepala Desa. Motivator Desa akan dikontrak oleh PMU COREMAP untuk membantu pelaksanaan kegiatan Pengelolaan Berbasis Masyarakat di desa. Strategi Pemilihan Motivator Desa 1. Susun Kerangka Acuan untuk Motivator Desa. Isi Kerangka Acuan Tugas dan tanggung jawab Motivator Desa Syarat-syarat untuk menjadi Motivator Desa Proses pemilihan dan penetapan 2. Penentuan pemenang didasarkan pada perolehan jumlah suara yang terbanyak. 3. Masing-masing Pokmas atau anggota masyarakat mengajukan calon sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. 50

51 4. Sebelum dilakukan pemilihan, Fasilitator Masyarakat akan menjelaskan secara rinci tentang tugas dan tanggung jawab Motivator Desa. 5. Kandidat menyampaikan pendapatnya tentang terumbu karang, program PBM -COREMAP, dan program-program yang akan dilaksanakan untuk mengembangkan masyarakat, agar para pemilih dapat menilai kemampuan dan kesungguhan masing-masing calon. 6. Sebelum dilakukan proses pemilihan, pastikan bahwa para calon bersedia untuk dipilih dan telah memenuhi persyaratan seperti yang tertuang di dalam Kerangka Acuan. 7. Proses pemilihan secara demokratis. 8. Motivator yang dipilih di setiap desa sebanyak 2 orang, 1 orang lakilaki dan 1 orang perempuan. 9. Kukuhkan hasil pemilihan dengan Keputusan Kepala Desa. 10. Motivator yang terpilih akan dikontrak oleh PMU dan dievaluasi kinerja kerjanya setiap tahun Pembekalan Tim Lapangan (Motivator Desa) SETO bertanggung jawab menyiapkan Tim Lapangan di beberapa desa berdekatan. Melalui Pelatihan PBM yang diselenggarakan PMU, masingmasing SETO akan mempersiapkan peralatan pelatihan (toolkit) yang telah disepakati akan dipakai dalam rangka persiapan Tim Lapangan. Pembekalan Motivator Desa dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan COREMAP, kemampuan dan efektivitas Motivator dalam melaksanakan tugasnya. Hasil yang diharapkan dari pembekalan Motivator Desa adalah agar mereka memahami tugas dan tanggung jawab yang harus diemban tentang Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang, permasalahan lingkungan, kepemimpinan, manajemen, dan tentang cara-cara memberikan motivasi kepada masyarakat untuk hidup produktif dan ramah lingkungan. Bahan dan alat yang diperlukan (toolkit) Bahan pelatihan Pengelolaan Terumbu Karang Secara Berkelanjutan Bahan pelatihan Pemasaran Sosial Bahan pelatihan toolbox pengelolaan berbasis masyarakat Whiteboard/papan tulis/kertas plano/media lainnya Alat tulis 51

52 Brosur Film/slide Buku referensi yang lain Strategi pelaksanaan 1. Pelaksana pelatihan adalah SETO dan Fasilitator Masyarakat dengan difasilitasi oleh PMU COREMAP Kabupaten. 2. Peserta pelatihan adalah Motivator Desa dari seluruh desa lokasi kegiatan PBM. 3. Tempat pelaksanaan di desa-desa lokasi COREMAP yang berdekatan, secara bergiliran. 4. Materi pelatihan mencakup aspek-aspek: Pendampingan masyarakat Lingkungan dan masalahnya Program COREMAP Pengorganisasian masyarakat Kepemimpinan dan motivasi Manajemen Kelompok 5. Dalam penyampaian makalah digunakan bahasa yang mudah dipahami peserta. 6. Agar peserta pelatihan dapat berperan aktif, adakan diskusi kelompok untuk membahas materi yang telah disampaikan. 7. Selain pemutaran film/slide dan penggunaan alat peraga, lengkapi kegiatan pelatihan dengan studi lapangan. 8. Pada akhir kegiatan pelatihan, lakukan evaluasi untuk mengetahui tingkat pemahaman peserta terhadap materi yang telah diberikan dan bagaimana kesiapan mereka dalam membantu Fasilitator Masyarakat. 9. Modul yang akan digunakan adalah : Pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan Strategi kampanye / pemasaran sosial PRA Pengelolaan keuangan kelompok di desa Pengelolaan Wilayah Terumbu Karang Berbasis Masyarakat 52

53 Pengelolaan Konflik Penguatan kelembagaan desa Keselamatan di laut Peran perempuan dalam pengelolaan berbasis masyarakat Pembekalan tim lapangan akan berlangsung terus menerus selama PBM COREMAP berlangsung di desa. Ada juga pelatihan yang akan diselenggarakan oleh pihak ketiga, misalnya pemantauan sensus ikan dan terumbu karang, pengelolaan keuangan desa, penguatan lembaga keuangan mikro dan dukungan teknis untuk mengkaji usulan secara teknis Perencanaan Berbasis Masyarakat Prinsip utama pengelolaan berbasis masyakat adalah, masyarakat harus terlibat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan mulai dari penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan, pelaksanaan, hingga evaluasi terhadap hasil-hasil yang dicapai. Oleh karena itu, masyarakat, Motivator Desa, Fasilitator Masyarakat dan SETO merupakan pelaksana utama COREMAP sejak tahap awal. Kegiatan perencanaan diawali dengan kegiatan mengenali profil desa yang bersangkutan. Profil desa digambarkan melalui pengkajian bersama masyarakat (PRA) dalam bentuk faktor-faktor internal yang menjadi potensi desa dan kelemahan-kelemahannya, faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman, serta isu-isu strategis yang akan menjadi dasar penyusunan rencana. Berdasarkan profil dan isu-isu strategis tersebut, selanjutnya dirumuskan visi pengelolaan terumbu karang yang akan memberikan inspirasi bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap terumbu karang di wilayah desa tempat kegiatan berlangsung. Visi pengelolaan merupakan arah dari segenap strategi dan kebijaksanaan yang akan ditempuh dalam kegiatan Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang. Kotak 1 Visi harus mencakup kepentingan masyarakat luas terhadap kelestarian terumbu karang dan peningkatan kesejahteraan masyarakat 53

54 Bertolak dari visi yang telah dirumuskan, langkah berikutnya adalah menentukan sasaran atau target-target pengelolaan yang ingin dicapai, baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Selain bertolak dari visi yang telah dirumuskan, salah satu prinsip dalam penentuan sasaran adalah bahwa sasaran yang ditentukan harus dapat diukur, sehingga pada suatu waktu tingkat keberhasilannya dapat diukur dan dievaluasi. Kotak 2 Sasaran harus dapat diukur nilainya, misalnya pada akhir tahun proyek luasan terumbu karang yang dinyatakan sebagai zona inti minimal 10% dari luasan terumbu karang di kabupaten. Pendapatan masyarakat meningkat minimal 2% pertahun. Setelah sasaran ditetapkan, langkah selanjutnya merumuskan berbagai strategi yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran/ target yang telah ditetapkan tersebut. Kotak 3 Untuk mencapai kelestarian terumbu karang dan peringkatan pendapatan masyarakat, akan ditempuh melalui 4 strategi pokok : Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) Identifikasi dampak dan penerima dampak dari pengelolaan Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif (MPA) dan Seed Fund Desa Strategi penguatan kapasitas pengelolaan di desa Pembangunan Prasarana Penunjang Strategi tersebut biasanya terdiri dari strategi besar (grand strategy) dan strategi operasional berupa rumusan jenis-jenis kegiatan pemantauan yang dimaksudkan untuk mengetahui pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan dan sistem evaluasi tingkat pencapaian hasil berdasarkan target yang telah ditetapkan. Rangkaian kegiatan pra-perencanaan selesai dilaksanakan, apabila: Fasilitator Masyarakat telah mensosialisasikan diri dan diterima masyarakat Fasilitator Masyarakat telah mensosialisasikan program COREMAP kepada masyarakat 54

55 Lembaga masyarakat yang ada berminat untuk berpartisipasi dalam PBM Pokmas tambahan telah terbentuk Motivator Desa telah terpilih dan ditetapkan Pengamat Karang telah terpilih dan ditetapkan Motivator, pengamat karang dan pengurus pokmas telah mendapat pembekalan Tahapan berikutnya adalah penyusunan perencanaan program PBM untuk desa yang bersangkutan. Kegiatan ini dilakukan bersama-sama oleh Fasilitator Masyarakat, Motivator Desa, Pokmas, dengan dukungan dari SETO dan PMU serta pihak lain yang terkait. Perencanaan diawali dengan pengkajian ulang hasil dari RRA dan Draft pertama Peta Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang secara berkelanjutan, identifikasi dan analisa profil desa guna menemukan isu dan masalah-masalah strategis yang akan dijadikan sebagai dasar untuk menetapkan visi, sasaran serta program-program pengelolaan terumbu karang secara terpadu di desa yang bersangkutan. Dengan demikian masing-masing desa akan berkontribusi terhadap pencapaian Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan Strategi Pelibatan Pemangku Kepentingan Pengalaman dalam pengelolaan berbasis masyarakat dari berbagai wilayah menjelaskan bahwa pengguna sumberdaya utama sering tidak dilibatkan dalam pengelolaan tersebut. Ini bisa dipahami, karena nelayan paling sering berada di laut pada waktu desa membuat masyawarah. Selain itu, banyak juga nelayan kecil merupakan orang yang tidak biasa untuk mengemukakan pendapat di pertemuan formal dan musyawarah desa. Untuk merubah perilaku masyarakat tersebut, maka diperlukan strategi pelibatan pemangku kepentingan didalam pelaksanaan PBM-COREMAP. Hasilnya adalah keikutsertaan perwakilan dari semua pemangku kepentingan yang dapat terekam dan terukur. Bahan dan alat yang diperlukan untuk melaksanakan strategi tersebut adalah: Daftar semua pengguna SDA karang, ikan karang, bakau dan padang lamun 55

56 Pendekatan khusus untuk melibatkan semua pengguna dalam program Alat pemantauan untuk merekam kesuksesan keterlibatan masyarakat Strategi Pelaksanaan 1. Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan membuat daftar semua Pemangku kepentingan di tingkat desa 2. Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan membahas pendekatan yang cocok untuk mengajak keikutsertaan masing masing pemangku kepentingan, orang berpengaruh akan dikunjungi secara individu dan pendapat dan saran akan direkam dari masing masing orang, mereka akan dibagi dalam dua kelompok yang mendukung dan yang belum mendukung prinsip pengelolaan 3. Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan menginventarisasi kelompok-kelompok yang ada di desa dan menyusun strategi untuk bertemu dan mencari pendapat kelompok terhadap pengelolaan 4. Fasilitator Masyarakat dan MD akan membuat daftar atau inventaris semua pengguna SDA di desa, rumah ke rumah dan desa per desa. 5. Minimal setiap bulan Fasilitator Masyarakat, MD dan SETO akan mendiskusikan siapa saja yang belum mengikuti kegiatan dan menyepakati pendekatan baru. Melalui proses ini semua masyarakat akan merasa diikutsertakan dalam perencanaan ini Pengkajian Partisipatif (PRA) di Desa Pada saat masyarakat secara aktif mulai ikut serta, maka dilakukan PRA di desa. PRA dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan terhadap status dan kecenderungan penggunaan sumberdaya dari semua lapisan dan kelompok masyarakat di satu desa demi kepentingan saat ini dan masa depan. Untuk itu, setiap tim PBM akan mendapatkan panduan yang menjelaskan cara untuk melaksanakan kegiatan PRA dan dipraktekkan secara periodik sehingga menjadi terampil dalam pelaksanaannya. Adapun tujuan pelaksanaan PRA ini adalah a) Menggambarkan informasi tentang sumberdaya, kelembagaan, sejarah desa, isu-isu pengelolaan sumberdaya alam, yang dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif; b) Peta-peta dan materi lain yang dikaji, dianalisa dan disepakati terhadap situasi, kecenderungan dan peluang yang diinformasikan melalui papan pengumuman di desa; dan c) Tersebarnya 56

57 informasi pada semua sektor di masyarakat. Dimana untuk mendapatkan kedua hal tersebut, diperlukan bahan dan alat sebagai berikut: Peta topografi (berskala 1 : ) dan photocopinya Kertas plano dan spidol Alat snorkelling Alat PRA termasuk : Sejarah desa, kalendar musiman dari kelompok setiap kepentingan, peta penangkapan per musim dari berbagai cara pengambilan ikan, Hasil yang ingin dicapai Gambaran mengenai profil desa dan isu strategis untuk pengelolaan terumbu karang serta pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Dokumen ini diharapkan dapat diselesaikan dalam jangka waktu dua bulan. Strategi pelaksanaan 1. Tim PBM COREMAP akan meninjau ulang daftar desa yang disusun pada Lampiran 9 dan menyepakati cara apa saja yang akan dipakai untuk mendapatkan informasi yang diperlukan. 2. Tim PBM COREMAP akan membuat beberapa pertemuan dengan kelompok kecil dan mengkaji bersama dengan alat PRA. 3. Tim PBM COREMAP akan membuat triangulasi antara pengguna untuk mendapat berbagai pendapat dan sudut pandang terhadap status potensi terumbu karang dan ekosistem terkait. 4. Tim PBM COREMAP akan membuat pertemuan antar kelompok, desa dan desa sampai semua pihak terlibat. Contoh Pengambilan Informasi oleh Kelompok dalam kegiatan PRA KELOMPOK A Mengumpulkan data tentang kondisi ekosistem terumbu karang di wilayah pesisir desa KELOMPOK C Mengumpulkan data tentang kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir desa KELOMPOK B Mengumpulkan data tentang kondisi ekosistem sosial ekonomi masyarakat KELOMPOK D Mengumpulkan data dan mengkaji tentang kelembagaan desa 57

58 5. Hasil informasi pengkajian akan di tempel di pusat informasi di setiap desa dan direkam oleh Fasilitator Masyarakat dan MD untuk menyusun profil desa baru untuk dibahas di tingkat PMU 6. Identifikasi dan Analisa profil desa (profiling) merupakan kegiatan mengidentifikasi dan menganalisa kondisi potensi suatu desa yang meliputi aspek-aspek : kualitas lingkungan terumbu karang, potensi sumberdaya alam laut, kondisi sosial ekonomi masyarakat, pemanfaatan sumberdaya, dan kelembagaan. 7. Lakukan pengumpulan data baik berupa data primer yaitu melalui pengamatan langsung, maupun data sekunder yaitu berupa informasi yang diperoleh dari sumber tertentu. 8. Lakukan pembahasan bersama-sama terhadap data yang telah terkumpul untuk memastikan apakah data yang terkumpul telah lengkap dan memenuhi syarat. Contoh Data Primer : - Hasil pengamatan langsung terhadap adanya kegiatan pemboman - Hasil pengamatan langsung terhadap terjadinya abrasi pantai - Hasil pengamatan langsung terhadap kebiasaan sehari-hari kaum perempuan di Contoh Data Sekunder : - Jumlah penduduk - Data iklim - dsb Pendataan Perahu, Alat Tangkap dan Alat Bantu Penangkapan Tim PBM COREMAP dan Kepala Desa akan mendukung Dinas Kelautan dan Perikanan di tiap kabupaten program untuk melakukan pencatatan aktifitas produksi nelayan dalam kerangka mengoptimalkan usaha penangkapan ikan dengan cara melakukan pendataan perahu berukuran kecil dan alat tangkapnya. Kegiatan ini, secara tidak langsung membantu Pemerintah Desa dan masyarakat untuk pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya untuk komoditas tertentu (nilai ekonomis tinggi dan dilindungi), pengelolaan hasil tangkapan untuk konstribusi pembangunan desa dan masyarakat, serta mengatur akses ke wilayah terumbu karang setempat terutama di daerah perlindungan laut Pengkajian Partisipatif Antar Desa Salah satu kegiatan utama dalam mengembangan pengelolaan berbasis masyarakat secara luas adalah komunikasi dan penciptaan hubungan kerjasama antara semua pihak terkait di desa dan antar desa. Untuk mendukung kegiatan ini, COREMAP akan mengembangkan sistem komunikasi radio di setiap desa lokasi COREMAP, di mana dialog dan 58

59 konsensus dibangun melalui jaringan komunikasi antar desa. Proses dialog dan konsensus tersebut mendapatkan arahan dari camat, tokoh masyarakat, SETO dan anggota masyarakat. Pada gilirannya, pengkajian partisipatif (PRA) antar desa bertujuan untuk menyusun pengelolaan bersama ekosistem terumbu karang dan ekosistem terkait, terutama sumberdaya laut yang dimanfaatkan oleh lebih dari satu desa serta untuk mengantisipasi pengelolaan sumberdaya pada wilayah yang sama oleh nelayan atau masyarakat dari dua desa yang berbeda Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) Tujuan kegiatan ini adalah menyusun dan menetapkan rencana strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang berupa dokumen Rencana Pengelolaan Terumbu Karang berbasis masyarakat. Rencana strategis yang dimaksud merupakan tahapan penyusunan kegiatan pengelolaan ekosistem terumbu karang terpadu berbasis masyarakat yang disusun bersama-sama oleh LPSTK dan masyarakat dengan dipandu oleh Motivator Desa, Fasilitator Masyarakat dan SETO. Di tahap awal, berdasarkan visi dan sasaran, dilakukan perumusan program kerja pengelolaan terumbu karang terpadu yang terarah berdasarkan isu dan masalah yang ada. Program tersebut dihasilkan dari kesepakatan bersama antara berbagai pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program PBM-COREMAP. Adapun bahan dan alat yang diperlukan untuk pembuatan rencana pengelolaan terumbu karang dimaksud terdiri dari : Hasil Pengkajian cepat (RRA) yang telah dilakukan Hasil Pengkajian Partisifatif (PRA) yang telah dilakukan berupa profil desa/kampung/pulau Hasil Studi baseline dan monitoring CRITC, Referensi yang relevan untuk pembuatan rencana pengelolaan perikanan, baik dari aspek legal maupun teknis Peta-peta tematik yang telah didigitasi seperti peta Rencana Strategis Pengelolaan Terumbu Karang Berkelanjutan, Draft Perencanaan Strategis Pengelolaan Perikanan secara berkelanjutan Whiteboard Alat tulis 59

60 Brosur dan buku-buku Sistematika RPTK meliputi : Gambaran Umum (Profil) Desa Isu-isu pokok pengelolaan terumbu karang terpadu Visi pengelolaan terumbu karang Sasaran/target yang ingin dicapai Strategi dan jenis jenis kegiatan yang akan dilakukan Organisasi pelaksana Waktu pelaksanaan dan biaya yang dibutuhkan Pihak-pihak yang akan terlibat dalam kegiatan pembuatan rencana pengelolaan terumbu karang adalah : Kepala Desa/Kampung Badan Perwakilan Desa (BPD)/BAPERKAM Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK) Nelayan dari berbagai cara penangkapan Pengumpul /penggarap hasil sda dari terumbu karang, bakau dan padan lamun Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang telah terbentuk - Motivator Desa Fasilitator Masyarakat dan SETO Pengamat Karang Anggota masyarakat desa secara umum Komponen lain sesuai dengan kekhasan kelembagaan masingmasing daerah (misalnya : di Kab. Selayar ada lembaga penyelesaian konflik yang disebut Qadi, di Kab. Biak berlaku Lembaga Adat dan Gereja). Strategi Pelaksanaan Pembuatan RPTK : 1. SETO dan Fasilitator Masyarakat memfasilitasi pembentukan tim inti penyusunan tingkat desa yang terdiri dari anggota LPSTK dan tim pendukung yang terdiri dari Kepala Desa dan BPD (Badan Perwakilan Desa) atau BAPERKAM (Badan Perwakilan Kampung), 2. Tim inti dan pendukung menyusun jadwal dan agenda pembuatan 60

61 RPTK, 3. Tim inti melakukan penggalangan input dari berbagai pihak yang berada di desa/kampung/pulau, termasuk pendatang yang melakukan aktifitas penangkapan, perdagangan dan lain sebagainya. Kegiatan ini dapat berbentuk diskusi dusun (kampung), interview, observasi, 4. Tim pendukung melakukan konsultasi dengan berbagai pihak utamanya yang terkait dengan biota laut, pengelolaan sumberdaya berkelanjutan, aspek legal, teknis dan lain sebagainya pada tingkat Kecamatan dan Kabupaten, 5. Tim inti melakukan validasi data dan informasi terkait dengan aspirasi/kepentingan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya terhadap sumberdaya ekosistem terumbu karang, selanjutnya mengkonsultasikan dengan tim pendukung, 6. Tim inti dan pendukung melakukan verifikasi, kompilasi serta penyelarasan data dan informasi yang akan dimasukkan sebagai bahan-bahan dalam pembuatan draft RPTK, 7. Draft yang telah jadi, selanjutnya disosialisasi dan dikonsultasikan kepada masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya untuk mendapatkan feedback, melalui workshop tingkat desa 8. Tim inti dan pendukung melakukan revisi secara akomodatif berdasarkan masukan (feedback) yang diperoleh, 9. Tim inti dan pendukung meminta bantuan kepada SETO, Fasilitator Masyarakat dan PMU untuk penyesuaian redaksi, sistematika dan lainlain yang diperlukan, dan 10. Kepala Desa akan menertibkan Surat Keputusan tentang Rencana Pengelolaan Terumbu Karang berbasis masyarakat. Proses pembuatan RPTK membutuhkan waktu dan proses yang relatif panjang, kurang lebih 6 hingga 9 bulan, mengingat bervariasinya hal-hal yang perlu diatur dalam RPTK, beragamnya pemangku kepentingan yang memiliki aspirasi berbeda dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya ekosistem terumbu karang. Dalam konteks demikian, RPTK merupakan produk dokumen yang sifatnya strategis dan vital dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya. Secara detail, tahapantahapan dan jenis kegiatan yang dilakukan dalam proses pembuatan RPTK dapat dilihat pada Gambar 3. Beberapa subtansi isi dari materi-materi yang termuat dalam RPTK yang perlu menjadi pertimbangan dalam penyusunan dokumen RPTK dan tahapan-tahapan teknis yang perlu dilakukan, antara lain : 61

62 Penataan Wilayah atau Sistem Zonasi / Permintakatan Wilayah laut dan pantai dalam kawasan lokasi program COREMAP mengandung sumberdaya laut yang kaya. Potensi-potensi ini dapat digunakan dengan berbagai cara termasuk pengelolaan perikanan jangka panjang yang berkelanjutan dan pariwisata. Namun dengan tekanan pembangunan ekonomi dan bertambah harapan masyarakat maka terdapat tingkat resiko yang tinggi dimana tidak ada pengelolaan akan bertahan lama dalam waktu yang panjang tanpa perencanaan pengelolaan yang disetujui dan dipahami oleh masyarakat lokal yang memfasilitasi antara pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam. Dengan berbagai bentuk kepentingan dan pemanfaatan sumberdaya umumnya membutuhkan perencanaan tata ruang yang dapat mengalokasikan pemanfaatan dan tingkat dampaknya terhadap wilayah-wilayah spesifik. Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Analisa Ekosistem Laut (Sea Ecosytem Analysis) telah dilakukan pada COREMAP phase I. Kegiatan ini mengidentifikasi bahwa ternyata pada wilayah-wilayah tertentu memiliki kekhasan sendiri-sendiri, sebagai contoh terdapat wilayah yang menjadi pusat keanekaragaman karang dan ikan hias, ada wilayah yang menjadi pusat masyarakat menangkap ikan untuk umpan, ada wilayah yang menjadi pusat masyarakat memancing sunu dan lain sebagainya. Keadaan inilah yang harus dikelola agar keberadaan wilayah dan kekhasan tersebut dapat terpelihara. Suatu penataan wilayah yang berbasis pada masukan dan diskusi masyarakat serta dianalisa oleh tim formulator akan menghasilkan dasar untuk kegiatan konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan. Beberapa kategori wilayah yang penting dibuat yaitu: Wilayah pemanfaatan tradisional (wisata, lokasi pemacingan umpan dan lain-lain), Wilayah pengembangan budidaya laut (rumput laut, kerang, pembesaran ikan dan lain-lain) Wilayah perlindungan masyarakat atau konservasi (community sanctuary), dan Wilayah yang menjadi alur transportasi perairan pedalaman Desa atau pulau. Penataan wilayah atau sistem zonasi selain mengatur pola pemanfaatan sumber daya laut yang tersedia agar dapat berkelanjutan juga diharapkan dengan adanya penataan wilayah atau sistem zonasi ini 62

63 dapat meredam kemungkinan-kemungkinan terjadinya konflik lokasi tangkapan antar pengguna dari dalam dan luar. Sistem dan Mekanisme Pengelolaan Kompilasi petaan wilayah merupakan representasi tahap awal dari penyusunan RPTK. Keberadaan dan manajemen pengelolaan wilayah tidak akan memberikan dampak apa-apa kecuali dipahami serta diketahui oleh masyarakat yang dipengaruhi. Oleh karena itu merupakan hal penting bahwa masyarakat paham dan menerima kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan berdasarkan rencana yang dibuat secara umum, bagaimana mengawasi pelaksanaan kegiatankegiatan tersebut dan masih banyak lagi hal-hal yang harus diatur untuk mendukung pelaksanaan sistem zonasi yang telah dibuat. Dalam sistem dan mekanisme pengelolaan secara rinci dibahas tentang : Jenis kegiatan yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan dalam zona yang telah ditetapkan, Jenis alat tangkap yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam masing-masing zona, Jenis biota laut yang boleh dan tidak boleh ditangkap atau dimanfaatkan (jenis biota laut yang dapat dimanfaatkan secara terbatas), Definisi kawasan konservasi (minimum 10 % daerah terumbu karang), Alur transportasi tradisional yang boleh dilewati, dan Tata cara pengelolaan dan menjalankan sistem zonasi. Untuk mengefektifkan sistem dan mekanisme pengelolaan dibutuhkan seperangkat kelembagaan atau organisasi yang akan bertanggung jawab menjadi pelaksana RPTK dan sebuah kerangka tata hubungan kerja antar unsur di tingkat desa atau pulau yaitu Lembaga Pengelola Sumberdaya Terumbu Karang (LPSTK). Komponen-komponen dalam struktur kelembagaan pelaksana RPTK seyogyianya berasal dari unsur Pemerintahan Desa (Kepala Desa, BPD dan Qhadi) dan kekuatan masyarakat seperti LKM, Pokmas dan lain-lain. Masing-masing unsur yang terlibat dalam struktur pelaksana RPTK maupun dalam tata hubungan kerja memiliki gambaran tugas masingmasing (seperti yang tercantum dalam penjelasan kelembagaan RPTK), disana tertera dengan jelas siapa yang melakukan apa. Pembagian 63

64 tugas seperti ini dimaksudkan agar tumbuh sikap dan rasa tanggung jawab terhadap tugas. Perencanaan Program Keberadaan program-program sangat dibutuhkan untuk menjalankan RPTK. Sebenarnya program-program inilah yang menjadi inti dari RPTK. Dalam RPTK telah dirumuskan beberapa program yang dinggap dapat mendukung visi dan misi desa atau pulau antara lain : Program konservasi dan penyadaran masyarakat, Program peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat, Program penentuan daerah perlindungan masyarakat (DPL) atau village sanctuary, Program pengembangan Mata Pencaharian Alternatif (MPA), yang direkomendasi oleh masyarakat, Program peningkatan mutu pendidikan, kesehatan dan kesetaraan jender, dan Program Pembangunan Prasarana Pendukung RPTK. Pelaksanaan dari setiap rencana program yang disusun dalam RPTK tidak hanya akan dilakukan oleh masyarakat, akan tetapi melibatkan pihakpihak yang terkait berdasarkan kapasitas dan kompetensinya. Programprogram yang bersifat pengawasan dan penegakan hukum misalnya akan didukung oleh aparat penegak hukum formal (Polisi, Jagawana dan Tentara AD/AL), Sementara program-program yang lain yang membutuhkan biaya yang relatif besar akan didukung oleh pihak-pihak ketiga atau Pemerintah Kabupaten melalui unit-unit kerjanya dan mungkin juga dari pihak ketiga seperti dari COREMAP melalui Dana Bantuan Desa (Village Grant). Sanksi-Sanksi Hal yang paling mempengaruhi kesuksesan sebuah perencanaan utamanya yang dibangun di atas konsensus berbagai pihak (stakeholders) adalah konsekuensi dari konsensus tersebut yang biasanya dituangkan dalam bentuk sanksi-sanksi. Kepatuhan masyarakat atau pihak-pihak lain terhadap aturan bergantung bagaimana sanksi ditegakkan. Semakin longgar penegakan sanksi, maka akan semakin rapuh pula aturan yang telah dibuat, tetapi sebaliknya semakin konsisten untuk menegakkan sanksi akan semakin kuat aturan yang ada. 64

65 Untuk penerapan dan keberlanjutan materi-materi yang terkandung dalam sanksi-sanksi sebaiknya bersumber dari kearifan lokal yang sejak lama dianut oleh masyarakat (revitalisasi kearifan lokal). Sehingga aturan baru seyogyanya berbasis pengetahuan, pengalaman dan proses berfikir masyarakat. Penerapan sanksi dilakukan dengan pola bertingkat yang juga bergantung seberapa besar bobot pelanggaran yang dilakukan. Dalam RPTK diatur jenis-jenis pelanggaran yang dapat diselesaikan ditingkat desa atau pulau oleh penanggung jawab pelaksana RPTK lokal, seperti pelanggaran terhadap areal perlindungan atau kawasan konservasi masyarakat (community sanctuary), masuk pada wilayah-wilayah yang tidak dibolehkan dan lain-lain. Sementara pelanggaran yang bersifat kriminal lingkungan dan bobotnya besar seperti membom, membius dan lain-lain, maka penanggung jawab pelaksana RPTK akan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum formal. Gambar 3. Pentahapan Penyusunan Rencana Pengelolaan Terumbu Karang (RPTK) Adapun tahapan-tahapan, maksud pada tiap langkah tersebut serta jenis detail kegiatan penyusunan sebuah RPTK seperti terlihat pada Gambar 3 diatas dapat dijelaskan sebagai berikut : 65

NCU COREMAP II Departemen Kelautan Dan Perikanan. Pertemuan Tim Teknis Bappenas, 9 Juni 2006

NCU COREMAP II Departemen Kelautan Dan Perikanan. Pertemuan Tim Teknis Bappenas, 9 Juni 2006 NCU COREMAP II Departemen Kelautan Dan Perikanan Pertemuan Tim Teknis Bappenas, 9 Juni 2006 1. Penguatan Kelembagaan 2. Pengelolaan Berbasis Masyarakat 3. Penyadaran Masyarakat, Pendidikan dan Kemitraan

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO

BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB. Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

BAB. Pendahuluan A. LATAR BELAKANG BAB 1 Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Dalam suatu tata kelola sumberdaya alam, pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) yang sering disebut sebagai Community- Based Management CBM untuk selanjutnya disebut

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PROGRESS COREMAP II CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM

PROGRESS COREMAP II CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM PROGRESS COREMAP II CORAL REEF REHABILITATION AND MANAGEMENT PROGRAM Rapat Kerja Teknis Ditjen KP3K-KKP Jakarta, 13 Januari 2011 TUJUAN COREMAP II Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.38/MEN/2004 TENTANG PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.25/MEN/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KELAUTAN DAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

Panduan Pengumpulan Data Kualitatif Pengelolaan dan Kegiatan COREMAP di tingkat Kabupaten dan Lokasi

Panduan Pengumpulan Data Kualitatif Pengelolaan dan Kegiatan COREMAP di tingkat Kabupaten dan Lokasi Panduan Pengumpulan Data Kualitatif Pengelolaan dan Kegiatan di tingkat Kabupaten dan Lokasi A. Tingkat Kabupaten Pengelolaan Pemahaman tentang dan kegiatannya Tujuan, Konsep dan Pendekatan yang digunakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

PENGUMPULAN DATA KUALITATIF CRITC - LIPI

PENGUMPULAN DATA KUALITATIF CRITC - LIPI PENGUMPULAN DATA KUALITATIF CRITC - LIPI DATA KUALITATIF Pelaksanaan COREMAP II 1. Tingkat lokal : Lokasi COREMAP (desa, kelurahan) Lokasi-lokasi yang ada studi based-line 2. Tingkat Kabupaten Wakatobi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO 1 PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS Pada kegiatan Praktek Lapangan 2 yang telah dilakukan di Desa Tonjong, penulis telah mengevaluasi program atau proyek pengembangan masyarakat/ komunitas yang ada di

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH

BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH BUPATI ALOR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENGELOLA KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA KABUPATEN SIKKA PERATURAN DESA NITA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA NITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA NITA, Menimbang : bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/PERMEN-KP/2014 TENTANG PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM. PERATURAN BUPATI KABUPATEN SIKKA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 5 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PANTAI SECARA PARTISIPATIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

1 of 5 02/09/09 11:41

1 of 5 02/09/09 11:41 Home Galeri Foto Galeri Video klip Peraturan Daerah Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003 Tahun 2004 Tahun 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

SINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG

SINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG SINERGI PEMBANGUNAN ANTAR SEKTOR DALAM PENGELOLAAN TERUMBU KARANG Sri Endang Kornita Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Sinergi dalam kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR.

PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR. PROGRAM COREMAP DINILAI TAK EFEKTIF MASYARAKAT NELAYAN TIDAK DILIBATKAN DALAM MENENTUKAN BENTUK PENGELOLAAN KONSERVASI PESISIR. (dok/antara) Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menganggap program

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DAN PEMANFAATAN SERTA PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 64 TAHUN 2016 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang :

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 SALINAN BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BLITAR

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDI DAYA IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS 1 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN TEMPAT PELELANGAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN PELALAWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas wilayah perikanan di laut sekitar 5,8 juta km 2, yang terdiri dari perairan kepulauan dan teritorial seluas 3,1 juta km

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENGHITUNGAN DAN PEMBAGIAN RINCIAN DANA DESA SETIAP DESA SERTA PENGGUNAAN DANA DESA DI KABUPATEN

Lebih terperinci

ABSTRAK PENDAHULUAN. Penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) ini tujuan untuk melindungi

ABSTRAK PENDAHULUAN. Penetapan Daerah Perlindungan Laut (DPL) ini tujuan untuk melindungi Dampak Penetapan Daerah terhadap Eksistensi Hak Nelayan Tradisional di Kabupaten Kepulauan Selayar oleh Ryan Anshari (B11108 416), yang dibimbing oleh Farida Patittingi dan Sri Susyanti Nur. ABSTRAK Penetapan

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Pera No.166, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUMBER DAYA ALAM. Pembudidaya. Ikan Kecil. Nelayan Kecil. Pemberdayaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5719) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUMBAWA.

PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUMBAWA. PERATURAN BUPATI SUMBAWA NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN SUMBAWA. BUPATI SUMBAWA Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 08 TAHUN 2008 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT

PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN KONSERVASI LAUT Dalam rangka Sosialisasi, Apresiasi dan Pembinaan Teknis Lingkup Ditjen KP3K Tahun 2006 Gorontalo, 21 22 April 2006 DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL,

BUPATI GUNUNGKIDUL BUPATI GUNUNGKIDUL, BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG POLA HUBUNGAN KERJA ANTAR PERANGKAT DAERAH DAN ANTARA KECAMATAN DENGAN PEMERINTAHAN DESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41/PERMEN-KP/2015 TENTANG PEDOMAN UMUM MEKANISME PELAKSANAAN ANGGARAN BANTUAN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 14 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 14 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH NOMOR : 14 TAHUN 2001 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BADAN KOORDINASI PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN PROVINSI SUMATERA SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWRINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWRINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWRINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN BERBASIS MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BAPPEDA DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN SIAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BAPPEDA DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BAPPEDA DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA 1. Visi Menurut Salusu ( 1996 ), visi adalah menggambarkan masa depan yang lebih baik, memberi harapan dan mimpi, tetapi juga menggambarkan hasil-hasil yang memuaskan. Berkaitan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG

1 S A L I N A N. No. 150, 2016 GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG 1 S A L I N A N GUBERNUR KALIMANTAN BARAT BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 150 TAHUN 2016 NOMOR 150 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG MODEL ALOR PANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008 PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN MUARA ENIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA

KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA KEPALA DESA BANJAR KECAMATAN LICIN KABUPATEN BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DESA BANJAR NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA BANJAR Menimbang : a. Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 116 TAHUN 2016 T E N T A N G KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut dalam dekade terakhir ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, bahkan telah mendekati kondisi yang membahayakan kelestarian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (AIDS) PROVINSI JAWA TENGAH DAN SEKRETARIAT KOMISI PENANGGULANGAN ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN AN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2015 TENTANG KEMITRAAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI

PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI W A L I K O T A K E D I R I PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF KOTA KEDIRI Menimbang WALIKOTA KEDIRI, : a. bahwa pelaksanaan pembangunan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUANTAN SINGINGI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1136, 2014 KEMEN KP. Penyuluh Perikanan. Swasta. Swadaya. Pemberdayaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2014

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci