AKSI SOSIALISASI THE INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS DALAM UPAYA PENGGIATAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DI INDONESIA TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "AKSI SOSIALISASI THE INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS DALAM UPAYA PENGGIATAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DI INDONESIA TAHUN"

Transkripsi

1 AKSI SOSIALISASI THE INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS DALAM UPAYA PENGGIATAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DI INDONESIA TAHUN Haggie Arranda Wahab * ABSTRAK Penelitian ini dilakukan berdasarkan pentingnya pemberlakuan Hukum Humaniter Internasional (HHI) bagi perlindungan masyarakat sipil sebagai non-kombatan di Indonesia. Hal ini menarik untuk diteliti dikarenakan the International Committee of the Red Cross (ICRC) merupakan pihak yang bertugas untuk melakukan penyebaran informasi mengenai HHI. Hal menarik lainnya adalah dimana ICRC dengan principle of voluntary service yang dimilikinya, tetap melakukan aksi sosialisasi walaupun Indonesia belum melakukan ratifikasi terhadap Protokol Tambahan Konvensi Jenewa Problematik yang diangkat menitikberatkan pada kegiatan sosialisasi HHI yang dilakukan ICRC dalam rentang waktu tahun 2011 hingga tahun 2015 di Indonesia terhadap pihak TNI, POLRI, pekerja media, dan kalangan akademis. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Teori yang diacu sebagai referensi adalah human security dari United Nations dan komunitas epistemik dari Peter Haas. Hasil temuan dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ICRC membantu Indonesia dalam melakukan sosialisasi terhadap hukum humaniter internasional. Selain itu, ICRC sebagai komunitas epistemik bekerjasama dengan TNI, POLRI, kalangan akademis, dan pekerja media juga merupakan bentuk dari usaha mewujudkkan keberlangsungan human security. Kata Kunci: Aksi Sosialisasi, Hukum Humaniter Internasional, Indonesia. ABSTRACT This research was conducted based on Indonesia Humanitary Law enactment to protect civil society as non-combatant in Indonesia. The topic is interesting to be observed since the International Committee of the Red Cross (ICRC) is the party which is in charge to do the dissemination of information about HHI and ICRC with its principle * Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, haggieaw@gmail.com.

2 of voluntary service still doing socialization while Indonesia didn t do ratification towards Additional Protocol of the Geneva Convention in The problematic focuses on dissemination activities of IHL by ICRC within the period of 2011 to 2015 in Indonesia against the military, police, media workers, and academia. This study uses descriptive qualitative research. The theory is referred to as a reference is the human security of United Nations and epistemic communities of Peter Haas. The result from this study can be concluded that the ICRC assist Indonesia in dissemination of international humanitarian law. In addition, the ICRC as an epistemic community in cooperation with the military, police, academics and media workers is also a form of efforts towards the sustainability of human security. Keywords: Socialization Act, International Humanitarian Law, Indonesia. PENDAHULUAN Indonesia merupakan sebuah negara multikultural dengan jumlah suku bangsa yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. 1 Selain itu, dengan jumlah penduduk yaitu 255,993,674 jiwa, membuat Indonesia menjadi negara urutan keempat dalam world s 50 most populous countries pada tahun Luas wilayah Indonesia yang merupakan negara kelautan juga mencapai km 2. 3 Dengan komposisi 90% penduduknya merupakan penduduk muslim, Indonesia bukanlah sebuah negara Islam. Keberagaman dan penghormatan antar umat beragama juga tetap dijaga serta mereka bersatu dalam sebuah payung yang bernama Bhinneka Tunggal Ika, yang memiliki arti Berbeda-beda tapi tetap satu jua". 4 Namun, dengan data yang disebutkan sebelumnya, hal itu bukan merupakan sebuah jaminan bahwa Indonesia bisa terhindar dari konflik internal yang terjadi di negaranya. Konflik bisa saja terjadi secara vertikal yaitu antara

3 pemerintah dengan masyarakat, atau terjadi secara horizontal yaitu antar sesama masyarakat. Sebagai contoh pada tahun 2003, sebuah konflik vertikal yang terjadi antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Hal ini terjadi dikarenakan Indonesia waktu itu ingin membendung kekuatan GAM di Aceh. Tentara Nasional Indonesia (TNI) pun dikerahkan untuk melakukan penyisiran terhadap pasukan GAM. Namun, yang terjadi adalah banyaknya masyarakat sipil yang menjadi korban dari kejadian tersebut. Dari barat Indonesia, konflik pun terjadi di bagian timur Indonesia yaitu di Papua. Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan sebuah kelompok yang telah ada sejak tahun 1965 dengan memiliki komitmen untuk memperoleh kemerdekaaan kepada Papua untuk menjadi sebuah negara yang berdaulat di bagian timur Indonesia. Kekerasan yang dilakukan OPM bukanlah hanya sebatas sebuah ancaman. Sepanjang tahun 2014, kekerasan di Papua terjadi cukup sering. Contohnya, pada 9 Januari 2014, terjadi baku tembak di Tanggul Timur, Kali Kopi, Mimika. Kekerasan ini terjadi antara pasukan gabungan TNI-POLRI dengan pasukan OPM yang memang biasa melakukan tugas di area Freeport, Kabupaten Mimika. Dari konflik ini, satu anggota OPM ditemukan tewas di tempat. Kekerasan juga terjadi pada 18 Januari 2014 Pos Kompas unit intel Kodim 1714/PJ Kota Lama

4 Mulia, Kabupaten Puncak Jaya. 5 Pos ini ditembaki kelompok sipil bersenjata, mengakibatkan dua personil TNI yaitu Serda Laowe terkena tembakan tangan kiri dan Praka Adi terserempet amunisi di bahu. Melihat konflik yang disebutkan pada paragraf sebelumnya, maka memang dengan kondisi Indonesia yang memiliki beragam suku bangsa dengan kepentingan yang berbeda, menjadi sebuah potensi yang nantinya akan menimbulkan konflik atau peperangan. Ketika konflik maupun peperangan itu terjadi, bukan tidak mungkin jika hukum perang atau hukum humaniter internasional akan dilanggar. DEFINISI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL The International Committee of the Red Cross (ICRC) mengemukakan bahwa hukum humaniter internasional (HHI) ialah seperangkat peraturan yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan, dan bertujuan untuk membatasi dampak yang ditimbulkan dari konflik bersenjata. Hukum humaniter internasional diterapkan untuk melindungi orang-orang yang tidak terlibat dalam perang, personil militer yang sudah tidak lagi berpartisipasi dalam peperangan, individu yang terlibat dalam peperangan yang sedang berlangsung, dan membatasi sarana serta metode yang digunakan dalam perang tersebut. 6 Maka dari itu ICRC juga mengatur bahwa setiap pihak yang ikut serta dalam konflik maupun personil militer yang bertugas di dalamnya, mempunyai hak yang terbatas untuk menggunakan sarana

5 dan metode perang yang dipilihnya. ICRC membuat aturan tersebut bukan ditujukan untuk menggantikan perjanjian internasional yang ada. Hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses penggiatan HHI. THE INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC) The International Commitee of the Red Cross (ICRC) merupakan sebuah organisasi yang didirikan pada tahun 1863 dengan tujuan untuk menjamin perlindungan bantuan bagi masyarakat yang menjadi korban konflik maupun konflik bersenjata. Perwujudan aksi yang dilakukan ICRC ini dilakukan dengan melakukan penyebaran informasi dan meningkatkan apresiasi terhadap HHI oleh pemerintah, masyarakat, dan semua pihak yang memegang senjata atau terlibat dalam perang maupun konflik. Sejak tahun 1945, ICRC terus meminta pemerintah untuk melakukan penguatan dalam aplikasi hukum humaniter internasional dan menghormatinya sebagai hukum yang sah untuk mengatur segala hal dalam konflik dan perlindungan terhadap masyarakat yang tidak terlibat dalam perang yang biasa disebut dengan non-kombatan. 7 Anggota ICRC terus berusaha untuk melakukan tugasnya yaitu melindungi masyarakat dari ancaman kekerasan dan juga penindasan terhadap hak asasi manusia. Aksi sosialisasi yang dilakukan oleh ICRC berdasarkan kepada Konvensi Jenewa tahun 1949, protokol-protokol tambahan, anggaran

6 dasar ICRC, gerakan palang merah internasional, dan bulan sabit merah. ICRC menyatakan diri mereka sebagai organisasi yang mandiri dan netral yang memang sesuai dengan tujuan utama mereka untuk menjamin perlindungan dan pertolongan kemanusiaan bagi korban konflik bersenjata maupun bentuk kekerasan lainnya. 8 ICRC melakukan usaha terbaiknya untuk menjamin implementasi HHI di hukum nasional masing-masing negara sehingga tujuan mereka untuk menjamin penegakan HHI, dapat tercapai dengan hambatan yang telah diminimalisasi sebaik mungkin. ICRC DI INDONESIA Keberadaan ICRC di Indonesia sudah sejak tahun 1942, ketika Jepang merebut Indonesia dari tangan Belanda. Pada saat itu, utusan ICRC melakukan kegiatan kunjungan ke berbagai lokasi penahanan warga sipil dan militer Belanda di berbagai tempat di tanah air. Seiring berjalannya waktu, kegiatan kemanusiaan yang dilakukan ICRC di Indonesia semakin berkembang bersamaan dengan banyaknya peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi di Indonesia. ICRC berusaha membantu masyarakat sipil di Indonesia dengan melakukan berbagai usaha penanggulangan dan pertolongan kepada korban seperti pengiriman obat dan pendirian posko bantuan guna memberikan pertolongan pertama di lapangan kepada masyarakat sipil yang terluka.

7 Peran signifikan ICRC juga mulai terlihat dengan terbentuknya Palang Merah Indonesia (PMI) pada 17 September PMI didirikan dengan tujuan untuk menunjukkan eksistensi Indonesia di dunia internasional. Tujuan tersebut pun tercapai dengan pengakuan yang dilakukan ICRC terhadap PMI pada 15 Juni Hubungan PMI dan ICRC terus berkembang hingga pada rentang tahun , ICRC membantu PMI dengan untuk melakukan wawancara dengan tahanan yang diduga sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan memberikan laporan hasil wawancara tersebut. 10 Berdasarkan paparan di atas, penulis mengangkat Aksi Sosialisasi The International Committee of The Red Cross (ICRC) dalam Upaya Penggiatan Humaniter Internasional Tahun dikarenakan ICRC banyak melakukan upaya yang signifikan untuk melakukan penggiatan hukum humaniter internasional dalam bentuk penyebaran informasi, penyuluhan, dan seminar kepada masyarakat Indonesia. Sosialisasi HHI yang dilakukan ICRC tidak hanya mencakup kepada masyarakat sipil, namun juga kalangan akademis dan juga aparat keamanan di Indonesia. Menurut penulis, hal ini menjadi sebuah urgensi untuk dibahas dikarenakan aparat-aparat keamanan seperti TNI dan POLRI merupakan ujung tombak pertahanan di Indonesia dan perlu memiliki sebuah pemahaman mengenai batasan-batasan dalam konflik atau

8 peperangan. Batasan tersebut tentunya sudah tercantum dalam konvensi jenewa serta hukum humaniter internasional melalui prinsip distinction yaitu pembeda antara kombatan sebagai sasaran militer dan non-kombatan sebagai pihak yang harus dilindungi. Hal ini perlu diketahui untuk menghindari pelanggaran akan hukum humaniter internasional maupun meminimalisasi jumlah korban sipil yang berjatuhan akibat konflik atau peperangan yang terjadi. Untuk itu, perlu diangkat sebuah penelitian yang menjelaskan mengenai sosialisasi HHI yang menjadi sarana ICRC untuk memperkaya pemahaman TNI dan POLRI sehingga pelanggaran dan korban sipil bisa diminimalisasi dengan sebaik mungkin. Pihak media pun menjadi sebuah pihak yang tidak luput dari sosialisasi HHI yang dilakukan ICRC karena mereka merupakan sebuah pihak yang bertugas untuk melakukan peliputan terhadap konflik yang terjadi sehingga informasi mengenai hal tersebut bisa diketahui secara umum baik nasional maupun internasional Media menjadi sebuah wadah informasi ketika sebuah konflik terjadi untuk mengetahui bentuk pelanggaran yang telah dilakukan serta bagaimana upaya memerangi konflik yang benar yaitu yang sesuai dengan kaidah hukum humaniter internasional. Sehingga, ketika masyarakat sudah mengetahui mengenai hal tersebut, mereka bisa memberi tahu kepada kombatan untuk menghindari pelanggaran-

9 pelanggaran yang ada dan jika mereka berpartisipasi dalam peperangan sebagai kombatan, mereka juga akan mengetahui bagaimana cara melakukan perang yang sesuai dengan hukum humaniter internasional. Sebagai non-kombatan, masyarakat sipil juga akan mengetahui perlindungan yang akan diperoleh masyarakat sipil dalam konflik bersenjata sehingga mereka mengetahui hak yang mereka bisa dapatkan dalam peperangan dan konflik-konflik lainnya sehingga perlindungan mereka akan terjamin oleh negara dan terhindar dari kekerasan yang nantinya terjadi dalam konflik tersebut. Hal yang menjadi menarik disini adalah dimana ICRC tetap melakukan sosialisasi dalam rangka penggiatan HHI di Indonesia meskipun Indonesia sendiri belum melakukan ratifikasi terhadap protokol tambahan konvensi jenewa Namun, dengan berdasarkan hukum kebiasaan internasional, maka dengan atau tanpa ratifikasi yang dilakukan oleh Indonesia atas protokol tambahan tersebut, maka kekuatan dari hukum kebiasaan internasional menjadikan Indonesia harus tetap patuh terhadap aturan-aturan yang terdapat dalam protokol tambahan tersebut dan ICRC tetap melakukan penggiatan atas konvensi jenewa secara keseluruhan baik konvensi utama maupun protokol tambahannya. Selain itu, penulis membatasi penelitian pada tahun dikarenakan terdapat UU No. 26 Tahun 200o tentang Pengadilan Hak

10 Asasi Manusia yang memang bekerja untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dari setiap warga negara Indonesia. Menjadi sebuah hal yang perlu diteliti ketika tingkat pelaporan masyarakat terkait pelanggaran HAM di Indonesia pada tahun 2014, berdasarkan data yang dimiliki komnas HAM, mencapai kasus pelanggaran. 11 Maka dari itu, penulis ingin mengetahui bentuk sosialisasi yang signifikan dari ICRC dalam mempersuasikan implementasi hukum humaniter internasional pada rentang waktu yang telah ditentukan. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah sebuah penelitian deskriptif kualitatif. Dalam buku Metode Penelitian Sosial karangan Ulber Silalahi, disebutkan bahwa penelitian deskriptif melibatkan proses konseptualisasi dan menghasilkan pembentukan skema-skema kualifikasi. 12 Berhubungan dengan penelitian ini, penelitian deskriptif menggunakan pengetahuan atau informasi tentang gejala sosial yang diselidiki atau dipermasalahkan. Jenis data yang digunakan adalah data primer hasil wawancara dengan narasumber dari ICRC dan undangundang serta konvensi jenewa dan protokol tambahannya. Data sekunder berupa buku, dokumentasi kegiatan, dan jurnal, didapatkan melalui studi pustaka dan telusur internet. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data, dan

11 penarikan kesimpulan yang teknik ini sendiri dikemukakan oleh Miles dan Huberman. SOSIALISASI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Sosialisasi hukum humaniter internasional yang dilakukan oleh ICRC dilaksanakan melalui bekerjasama dengan berbagai pihak agar pemerataan informasi dapat tercapai. Sesuai dengan tujuan ICRC, mereka berusaha untuk memberikan informasi mengenai HHI kepada pihak-pihak yang mereka prioritaskan. Pihak-pihak tersebut adalah pemegang kekuasaan di bidang politik, sektor militer, tokoh masyarakat, media, dan juga organisasi internasional kemanusiaan lainnya. 13 Untuk di Indonesia, penulis melihat intensitas dalam kegiatan sosialisasi lebih kepada pihak TNI, POLRI, kalangan akademis, dan juga media yang melakukan liputan saat terjadi konflik. Sebagai sebuah komunitas epistemik, ICRC berusaha menjalankan tugasnya untuk membantu pemerintahan Indonesia melakukan tugas sosialisasi dari hukum humaniter internasional. Melalui kerjasamanya dengan pihak TNI, POLRI, kalangan akademis, dan pekerja media, nyatanya hal tersebut juga merupakan sebuah perwujudan dari upaya menjaga keberlangsungan human security terutama personal security. Hal ini dikarenakan dari human security tersebut dibutuhkan sebuah sinergi yang cukup efektif dari berbagai pihak yang ada untuk mencegah ancaman-ancaman yang dapat

12 menganggu keberlangsungan human security. Selain itu, dibutuhkan cara yang non-konvensional untuk mencegah ancaman-ancaman tersebut agak tidak dapat terjadi. Maka dari itu, ICRC membuat sebuah kegiatan yang memang nantinya akan berdampak kepada penggiatan hukum humaniter internasional di Indonesia. Kegiatan yang dipilih tersebut adalah sosialisasi hukum humaniter internasional. Menurut penulis, hal yang membuat TNI, POLRI, dan media dijadikan sasaran kegiatan sosisaliasi adalah karena mereka merupakan pihak yang langsung terjun ke lapangan ketika konflik kemanusiaan terjadi. Sehingga, mereka harus mengetahui bagaimana hukum humaniter internasional bekerja ketika operasi militer berupa perang maupun non-perang berlangsung. Sedangkan untuk kalangan akademis, sosialisasi yang dilakukan ICRC bisa menjadi sebuah kegiatan yang akan memperkuat fondasi pengetahuan mereka mengenai hukum humaniter internasional. Untuk program sosialisasi yang dijalankan cukup beragam. Program tersebut disesuaikan dengan pihak yang diajak bekerja sama serta bagaimana hukum humaniter internasional dapat memainkan peranannya dengan baik ketika pihak tersebut melakukan kegiatan operasionalnya. Di dalam bab III ini, penulis membagi bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh ICRC dengan pihak yang diajak untuk kerjasama yaitu TNI, POLRI, pekerja media, dan juga kalangan akademisi.

13 LOKAKARYA PEKERJA MEDIA Sebuah konflik akan bisa diketahui oleh masyarakat luas melalui pemberitaan yang dilakukan oleh media. Maka dari itu, ketika konflik terjadi, akan banyak peliputan untuk menggali informasi sebanyakbanyaknya untuk diberitakan kepada masyarakat luas. Mengenai hal ini, para jurnalis dan wartawan juga merupakan orang yang secara langsung terjun ke daerah konflik untuk melakukan peliputan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, ICRC melakukan sosialisasi untuk pihak pers dan media. Bentuk sosialisasi akan materi yang disampaikan adalah perlindungan terhadap pihak media dalam peperangan. Wartawan bisa dianggap sebagai masyarakat sipil berdasarkan atas pasal 79 protokol tambahan 1 konvensi jenewa. Namun, yang perlu menjadi catatan adalah wartawan tersebut dilarang untuk melakukan tindakan apapun yang dapat merusak status mereka sebagai masyarakat sipil. Tindakan yang bisa merusak status mereka tersebut antara lain seperti secara langsung membantu peperangan, membawa senjata ke dalam peperangan tersebut, dan menjadi informan atau mata-mata dari salah satu pihak yang terlibat dalam peperangan.serangan yang sengaja dilakukan dan ditujukan kepada pihak jurnalis dalam peperangan hingga menyebabkan kematian atau luka fisik serius adalah suatu pelanggaran yang besar terhadap protokol tambahan ini. Terlebih, tindakan tersebut dianggap sebagai suatu bentuk kejahatan perang.

14 Pekerja media tidak bisa dianggap sebagai sasaran militer yang sah bahkan ketika mereka digunakan sebagai tujuan propaganda, terkecuali dikarenakan hal khusus. Dengan kata lain, jika tidak ada peraturan khusus untuk wartawan dan pekerja media, mereka akan memperoleh sebuah benefit yang cukup luas dari perlindungan yang ditujukan bagi masyarakat sipil pada umumnya dari konvensi jenewa. Sekali lagi, perlindungan tersebut akan tetap diberikan selama mereka tidak memberikan kontribusi apapun kepada peperangan yang sedang berlangsung. ICRC berdasarkan hukum humaniter internasional memberikan beberapa definisi atas wartawan yang ada di dalam peperangan, yaitu tiga kategori jurnalis dalam tugas profesional di area konflik bersenjata. Kategori pertama merupakan staf penerangan dari negara yang terlibat dalam peperangan tersebut dan secara otomatis mereka dianggap sebagai kombatan dikarenakan tergabung dalam satuan militer yang sedang berperang. Kategori selanjutnya adalah jurnalis yang bertugas sebagai koresponden perang yang diakui dan diakreditasi oleh salah satu pihak angkatan bersenjata yang terlibat dalam peperangan tersebut. Koresponden yang menjadi anggota media dari salah satu pihak tersebut termasuk kategori kombatan karena keberpihakannya dan keikutsertaannya dalam peperangan yang berlangsung. Jika jurnalis tersebut tertangkap, maka status mereka adalah tawanan perang.

15 Kategori yang ketiga adalah wartawan freelance, yaitu wartawan yang tidak ambil bagian dalam peperangan dan murni melakukan tugas kerja peliputan bagi suatu media. Benefit yang bisa didapatkan adalah status mereka sama seperti masyarakat sipil dan perlindungan yang diberikan kepada mereka sama halnya untuk non-kombatan dengan syarat mereka bebas dari segala tindakan partisipasi dalam peperangan. ICRC juga menjelaskan kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh media dalam melakukan tugasnya seperti menyebarkan kebencian, melakukan keberpihakan, dan pengembangan berita dari bentuk aslinya dengan menambahkan beberapa hal demi meningkatkan minat baca terhadap berita yang diterbitkan. ICRC berpendapat bahwa hal yang diharuskan oleh media adalah memberikan informasi yang berimbang, menyampaikan opini berdasarkan informasi yang kredibel, tidak melakukan pemberitaan yang berlebihan tentang korban dari suatu peperangan dalam rangka untuk tetap memanusiakan korban, memberikan informasi yang tepat dan sesuai dengan porsinya untuk warga sipil, dan mengingatkan dunia tentang bagaimana suatu konflik bisa terlupakan. Hal ini perlu dilakukan demi menggerakan dukungan dari masyarakat untuk pihak media sehingga persepsi buruk mereka akan media akan bisa diminimalisasi. ICRC juga banyak menyampaikan mengenai hal-hal yang bisa dilakukan dalam membantu para pekerja media tersebut dalam konflik bersenjata. Salah satunya adalah memberikan bantuan ketika pekerja

16 media tersebut merasa terancam ketika sedang melakukan peliputan di daerah konflik. Selain itu, dalam daerah konflik bersenjata internasional, ICRC juga dapat memberikan perlindungan kepada wartawan ketika mereka sedang melakukan liputan. Ketika wartawan tersebut tertangkap dan menjadi tahanan perang, ICRC juga bisa memberikan kunjungan serta bantuan kepada wartawan yang tertangkap oleh salah satu pihak dalam peperangan. ICRC juga memberikan sebuah nomor telepon untuk keadaan gawat darurat bagi pekerja media, anggota keluarganya, dan rekan kerjanya yang merasa terancam akibat konflik bersenjata internasional yang terjadi. Salah satu bentuk sosialisasi yang dilakukan ICRC kepada pekerja media adalah sebuah lokakarya peliputan daerah bencana atau konflik. Pada tanggal 18 Juli 2013, ICRC bekerjasama dengan Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS) mengadakan acara tersebut di Hotel Akmani, Jakarta. 14 Acara tersebut menghadirkan psikolog dan wartawan senior dari beberapa media terkemuka di Indonesia. Peserta yang mengikuti sosialisasi tersebut disuguhkan dengan materi tentang pengetahuan cara meliput di daerah konflik dan bencana yang tentunya harus disertai dengan ketahanan fisik serta mental dari wartawan yang bertugas. Melalui acara tersebut juga dijelaskan bagaimana seorang wartawan harus mempunyai etika liputan yang baik, kemampuan bertahan hidup di tengah konflik yang terjadi ketika memang peliputan masih dilakukan, dan juga bagaimana mereka bisa menyembuhkan diri

17 mereka sendiri dari trauma yang didapatkan ketika bertugas di daerah konflik maupun bencana. Acara ini juga sekaligus menjadi sebuah bentuk pencapaian terhadap human security dimana nantinya pekerja media juga bisa diharapkan terhindar dari physical violence yang terdapat dalam ancaman yang bisa terjadi pada setiap individu yang ancaman tersebut juga bisa mengancam kepada personal security. EKSPLORASI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Eksplorasi Hukum Humaniter (EHH) merupakan sebuah program pendidikan dalam rangka untuk memperkenalkan aturan-aturan dan prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional (HHI) kepada pemuda berusia tahun. Materi pembelajaran yang diberikan dalam program EHH didasarkan pada situasi masa lalu yang telah terjadi maupun situasi kontemporer. Melalui materi tersebut, diperlihatkan bagaimana HHI melaksanakan tujuannya yaitu untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan martabat dari setiap manusia selama konflik bersenjata. Melalui program ini. HHI juga diperkenalkan sebagai hukum yang berfungsi untuk mencegah dan mengurangi penderitaan dan kehancuran yang ditimbulkan akibat perang atau konflik yang telah terjadi. EHH menggunakan metode pengajaran yang mewajibkan para siswa untuk memiliki peran serta andil yang aktif dalam proses pembelajaran. Hal ini memungkinkan para siswa tersebut untuk

18 melakukan pengembangan atas perspektif kemanusiaan secara sederhana serta sekaligus memahami HHI yang merupakan sebuah hukum dengan kompleksitas yang tinggi. Melalui program ini, para siswa juga bisa melakukan analisa terhadap kehancuran yang diakibatkan oleh perang melalui studi kasus dan melalui pengalaman serta daya pikir dari masing-masing siswa. Studi kasus yang diberikan memberikan deskripsi bahwa perilaku manusia yang terdesak akan tergambarkan secara aktual dalam konflik yang membutuhkan tindakan kemanusiaan secara spontan. Dengan mempelajari studi kasus tersebut, siswa diharapkan akan mempunyai perspektif baru dan mengembangkannya dalam kehidupan akademisnya kelak. Siswa juga diharapkan bisa memahami tentang urgensi atas pemberlakuan aturan untuk melindungi kehidupan dan martabat setiap manusia ketika perang atau konflik berlangsung. Pelaksanaan program EHH berhasil dilakukan pada tanggal 5 hingga 9 Maret ICRC bekerjasama dengan Pondok Pesantren Darrunajah dan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, mengadakan pelatihan program EHH bagi 20 guru yang berasal dari 11 pondok pesantren di Indonesia. 15 Implementasi dari program EHH sendiri telah dilakukan di 63 negara di dunia dengan beragam cara penyampaian yang berbeda. Beberapa negara yaitu Malaysia, Mongolia, Palestina, dan Yordania sudah berhasil melakukan integrasi EHH ke dalam kurikulum sekolah maupun kegiatan ekstrakurikulernya.

19 PEMBEKALAN TNI DAN POLRI Sosialisasi hukum humaniter internasional yang dilakukan oleh ICRC untuk TNI mencakup beberapa materi mengenai HHI. Salah satunya adalah tentang distinction atau pembedaan dalam rangka memberikan perlindungan masyarakat sipil dalam konflik bersenjata. Masyarakat sipil dalam sebuah konflik bersenjata atau perang yang terjadi sering mendapatkan akibat yang terjadi setelahnya. Bahkan, dalam sebagian besar konflik, yang banyak menjadi korban adalah masyarakat sipil. Di dalam protokol tambahan I dan II konvensi jenewa 1977, terdapat sebuah perjanjian yang menyebutkan untuk perlindungan masyarakat sipil secara lebih baik dalam konflik bersenjata tingkat internasional maupun konflik non-internasional. Protokol tambahan tersebut melindungi masyarakat sipil dengan berfokus kepada prinsip pembedaan dalam HHI antara masyarakat sipil dengan kombatan. ICRC dengan aksi sosialisasi HHI yang ditujukan kepada TNI, berusaha untuk menjelaskan bagaimana TNI harus bisa membedakan antara objek sipil dan sasaran militer. ICRC juga secara tidak langsung meminta TNI untuk mematuhi prinsip pembedaan tersebut dalam rangka mewujudkan sebuah perlindungan terhadap keberlangsungan masyarakat sipil. Sehingga, dengan tercapainya dan terlaksananya prinsip pembedaan dalam konflik bersenjata, maka salah satu elemen dari human security yaitu personal security dimana menjamin masyarakat sipil terbebas dari kekerasan fisik dari sebuah konflik, dapat tercapai.

20 Materi lainnya yang disampaikan adalah tentang pengintegrasian hukum humaniter internasional kepada praktik kerja yang dilakukan oleh TNI. Program pengintegrasian merupakan sebuah proses tang bersifat multi-disipliner dengan melibatkan pihak-pihak berwenang tingkat tertinggi di Indonesia seperti kementerian-kementerian dan instansi terkait yang ada di Indonesia. Untuk TNI sendiri, program pengintegrasian merupakan sebuah tingkatan dalam rangkaian komando yang meliputi tingkatan strategi dan juga tingkatan taktik. Para komandan yang ada di puncak komando di TNI juga disarankan oleh ICRC untuk membuka jalan atas pengintegrasian hukum humaniter internasional ke dalam tahapan perencanaan, penyusunan, dan pelaksanaan setiap operasi tempur dan penegakan hukum yang dilakukan oleh TNI. Pada umumnya, para puncak komando menerbitkan sebuah perintah tertulis yang sifatnya akan permanen. Namun, perintah tersebut juga belum cukup. Dalam pengaplikasiannya, dibutuhkan sebuah penterjemahan perintah tersebut ke dalam program, proyek, atau rencana kerja yang konkret. Setelah itu, maka realisasi atas rencana kerja tersebut harus dilakukan dan harus ada evaluasi setelah kegiatan itu selesai dilaksanakan. Evaluasi ini dibutuhkan untuk menyempurnakan tujuan selama berlangsungnya proses pengintegrasian hukum humaniter internasional.

21 Materi pengintegrasian hukum humaniter internasional yang disampaikan oleh ICRC juga mencakup kepada pengintegrasian HHI ke dalam doktrin. Doktrin yang dimaksudkan adalah semua petunjuk, kebijakan, prosedur, aturan perilaku (tata tertib), dan buku pegangan yang dijadikan sebagai acuan pendidikan dan pelatihan pihak bersenjata selama jenjang karier mereka berlangsung. Prinsip-prinsip yang relevan dari hukum humaniter internasional seperti sarana, mekanisme, serta prinsip untuk penghormatan kepada orang dan objek yang dilindungi, juga merupakan hal-hal yang menjadi subjek pengintegrasian HHI ke dalam doktrin. Selain materi-materi yang telah disebutkan sebelumnya, materi lainnya yang disampaikan adalah mengenai prinsip-prinsip hukum humaniter internasional, alat dan cara berperang, perlindungan terhadap tawanan perang, perlindungan terhadap tahanan operasi, dan sengketa bersenjata internasional maupun non-internasional. Untuk TNI AD, ICRC setiap tahunnya merencanakan 7 kali program sosialisasi dengan rincian yaitu program sosialisasi untuk KODAM dan KOREM sebanyak dua kali, satu kali untuk KOSTRAD, satu kali dengan Brigif, satu kali dengan KOPASSUS, satu kali dengan pusdiklat AD, kepada AKMIL satu kali. Kepada TNI AL, ICRC mencanangkan dua program sosialisasi setiap tahunnya bagi KOARMATIM (Komando Armada RI Kawasan Timur) dan KOARMABAR (Komando Armada RI Kawasan Barat). Program sosialisasi untuk TNI AL sendiri menggunakan Tactical Floor Games (TFG) dengan

22 peta kelautan Indonesia sebagai media simulator strategi. Terakhir, untuk TNI AU, sosialisasi juga dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan materi berupa hukum humaniter internasional, HAM, dan hukum udara serta aspek-aspek perang di udara Selain bekerjasama dengan TNI, dalam sosialisasinya, ICRC juga melakukan kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia. Bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh ICRC dalam hal ini sedikit berbeda dengan apa yang dilakukan bersama dengan TNI. Dalam sosialisasi dengan pihak POLRI, ICRC memberikan informasi mengenai standar HAM dan seputar kepolisian internasional. ICRC menyampaikan kepada POLRI tentang penegakkan hukum nasional yaitu dengan perlindungan nyawa dan harta benda, penjaminan atas situasi aman, pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban umum, dan penghormatan kepada HAM. Kepolisian juga wajib untuk melakukan pencegahan dan pendekteksian dini terhadap kejahatan dengan melakukan sinergi yang kuat antara pihak kepolisian dan masyarakat melalui hubungan timbal balik antara polisi dan masyarakat. ICRC juga dalam kesempatan sosialisasinya, menerangkan bahwa POLRI harus juga bisa menyediakan waktu untuk masyarakat dalam rangka memberikan perlindungan dalam keadaan darurat. Selain itu, berdasarkan aturan perilaku PBB bagi petugas penegak hukum ICRC menyampaikan beberapa aturan yang harus dipatuhi oleh pihak kepolisian Indonesia. Aturan-aturan tersebut antara lain:

23 1. Polisi harus selalu memenuhi kewajiban yang oleh hukum dibebankan kepadanya, dengan cara melayani masyarakat dan melindungi semua orang dari tindakan yang melawan hukum. 2. Polisi harus selalu menghormati dan melindungi martabat manusia serta menjunjung tinggi HAM dari setiap manusia. 3. Polisi diperbolehkan untuk menggunakan tindakan kekerasan hanya bilamana benar-benar diperlukan dan bisa memperhatikan faktor keseimbangan yang ada. 4. Polisi haruslah bisa menjaga kerahasiaan dari hal-hal yang bersifat rahasia, terkecuali jika pelaksanaan kewajiban atau tuntutan peradilan mengharuskan polisi tersebut mengemukakannya, 5. Polisi dilarang untuk menyiksa dan memberikan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan derajat orang lain. 6. Polisi haruslah memastikan perlindungan penuh atas kesehatan semua orang yang menjadi tahanannya. 7. Polisi tidak diperbolehkan untuk melakukan tindakan sewenang-wenang. 8. Polisi haruslah menghormati hukum dan aturan perilaku yang ada, serta diwajibkan untuk mencegah dan melawan setiap pelanggaran hukum dan pelanggaran aturan perilaku.

24 Office of the United Nations High Commissioner for Human Rights (OHCHR) memiliki beberapa pandangan mengenai standar HAM internasional bagi pihak kepolisian. Menurut OHCHR, pihak kepolisian haruslah menjadi pihak yang bisa melindungi dan menjamin keamanan serta hak dari masyarakat. 16 Dalam pernyataannya, OHCHR juga menegaskan bahwa pihak kepolisian yang ada di masing-masing negara harus bisa melakukan optimalisasi perannya dalam melayani masyarakat. Hal ini sesuai dengan salah satu misi POLRI yaitu Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan secara mudah, responsif dan tidak diskriminatif. 17 Selain sosialisasi mengenai standar HAM dan kepolisian internasional, ICRC juga melakukan sesi pemutaran video dalam rangkaian acara yang biasa dilakukan. Video ini merupakan sebuah video dilematis yang berisikan informasi tentang bagaimana seharusnya pihak kepolisian bersikap dalam menghadapi suatu kejadian ketika sedang melaksanakan tugas. Namun, yang menjadi pesan dalam video ini adalah polisi yang sedang bertugas adalah bagaimana mereka harus bisa memperhatikan sisi kemanusiaan yaitu hak-hak mendasar yang dimiliki setiap individu. DEBAT DAN KOMPETISI BAGI MAHASISWA Untuk kalangan mahasiswa, ICRC juga mempunyai program sosialisasi dengan bentuk kompetisi dan juga seminar. Ada dua bentuk kompetisi yang diadakan oleh ICRC yaitu International Humanitarian Law

25 (IHL) Debate dan juga Kompetisi Pengadilan Semu (Moot Court Competition). Lomba debat nasional mengenai hukum humaniter internasional atau biasa dikenal dengan International Humanitarian Law Debate merupakan sebuah debat yang menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantaranya dan diikuti secara rutin oleh mahasiswa hubungan internasional yang ada di Indonesia dan secara resmi diselenggarakan oleh delegasi regional ICRC di Jakarta. Debat ini diperuntukkan bagi mahasiswa hubungan internasional dan diadakan di universitas yang program studi hubungan internasionalnya menjadi tuan rumah akan lomba tersebut. Acara ini merupakan sebuah acara yang sangat istimewa bagi mahasiwa hubungan internasional yang ada di Indonesia. Melalui kompetisi ini, setiap mahasiswa yang menjadi peserta tidak hanya diminta untuk memahami secara utuh tentang hukum humaniter internasional. Namun, debat ini juga mewajibkan bagi mahasiswa tersebut untuk aktif berpartisipasi mengemukakan pendapatnya dan mendebatkan pendapat lawannya. Selain itu, peserta juga wajib untuk menunjukkan performa terbaiknya untuk meyakinkan para juri dalam kompetisi ini. KESIMPULAN Sebuah negara yang sudah melakukan ratifikasi terhadap Konvensi Jenewa 1949 mempunyai tugas untuk menyebarluaskan informasi

26 mengenai hukum humaniter internasional. Namun, tugas Indonesia sebagai aktor yang seharusnya melakukan sosialisasi tersebut, sudah diwakilkan dan dilaksanakan oleh ICRC. Sebagai sebuah komunitas epistemik, ICRC menjadi sebuah aktor untuk membantu Indonesia dalam melakukan sosialisasi hukum humaniter internasional kepada instansi-instansi yang ada di Indonesia yang dalam penelitian ini diambil empat pihak yaitu TNI, POLRI, kalangan akademis, dan pekerja media. Melalui sosialisasi yang dilakukannya, ICRC berusaha untuk selalu menyesuaikan materi serta informasi sosialisasi dengan pihak yang menjadi tujuan sosialisasi mereka. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan manfaat nyata atas informasi hukum humaniter internasional kepada pihak-pihak tersebut. Catatan Akhir 1 Jawa Pos National Network, Indonesia Miliki Suku Bangsa. 2 Infoplease, World's 50 Most Populous Countries: Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, The Geography of Indonesia. 4 ItravelIndonesia, Art & Culture & People. 5 Kanis WK, Inilah Kasus Kekerasan di Papua 5 Bulan terakhir. 6 ICRC, What is International Humanitarian Law? 7 ICRC, ICRC: Who We Are? What We Do? 8 ICRC, Ibid. 9 Palang Merah Indonesia, Sejarah PMI. 10 Jusuf Wanandi, Forty years of CSIS: Achievements and the future. 11 Yudha Manggala, Komnas HAM Terima Laporan Dugaan Pelanggaran. 12 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial 13 D. Djikezeul, Public Communication Strategies of International Humanitarian Organizations 14 ICRC, Lokakarya Peliputan Daerah Bencana atau Konflik. 15 ICRC, Eksperimentasi Program Eksplorasi Hukum Humaniter. 16 OHCHR, Human Rights Standards and Practice for the Police. 17 POLRI, Visi Misi.

27 DAFTAR PUSTAKA Buku ICRC, What is International Humanitarian Law?, ICRC Press, Geneva, ICRC, ICRC: Who We Are? What We Do?, ICRC Press, Geneva, Silalahi, Ulber, Metode Penelitian Sosial, Refika Aditama, Bandung, Artikel Jurnal Dijkzeul, D., M. Moke, International Review of The Red Cross: Public Communication Strategies of International Humanitarian Organization, ICRC, Volume 87, No. 860, Geneva, Internet ICRC, Eksperimentasi Program Eksplorasi Hukum Humaniter, , WIB, Surakarta. ICRC, Lokakarya Peliputan Daerah Bencana atau Konflik, , WIB, Surakarta. Infoplease, World's 50 Most Populous Countries: 2015, , WIB, Surakarta.

28 ItravelIndonesia, Art & Culture & People, , WIB, Surakarta Jawa Pos National Network, Indonesia Miliki Suku Bangsa, , WIB, Surakarta. Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, The Geography of Indonesia, , WIB, Surakarta. Manggala, Yudha, Komnas HAM Terima Laporan Dugaan Pelanggaran, , 16:00 WIB, Surakarta. OHCHR, Human Rights Standards and Practice for the Police, , WIB, Surakarta. POLRI, Visi Misi, , WIB, Surakarta.

29 Wanandi, Jusuf, Forty years of CSIS: Achievments and the future, , WIB, Surakarta. WK, Kanis, Inilah Kasus Kekerasan di Papua 5 Bulan terakhir, bulan-terakhir_54f72172a b4586, , WIB, Surakarta.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Sepanjang perjalanan sejarah umat manusia, selalu timbul perbedaan kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan ini memberikan dinamika

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahannya serta sumber hukum lain yang menguatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang hampir sama tuanya dengan peradaban kehidupan manusia. Perang merupakan suatu keadaan dimana

Lebih terperinci

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005 HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DAN KEJAHATAN PERANG Dipresentasikan oleh : Fadillah Agus Disampaikan dalam Training, Training Hukum HAM bagi Dosen Pengajar Hukum dan HAM di Fakultas Hukum pada Perguruan

Lebih terperinci

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 4) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan Menilai dari jumlah korban sipil dan penyebaran teror terhadap warga sipil terutama rakyat Gaza yang dilakukan oleh Israel selama konflik sejak tahun 2009 lalu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..? PERLINDUNGAN KOMBATAN Pasal 1 HR Kombatan..? Distinction principle Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Dipimpin seorang yang bertanggungjawab atas bawahannya Mempunyai lambang yang dapat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh Ayu Krishna Putri Paramita I Made Pasek Diantha I Made Budi Arsika Bagian Hukum Internasional Fakultas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagi berikut. 1. Pandangan Hukum Humaniter Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Humaniter Internasional yang dulu disebut Hukum Perang, atau hukum sengketa bersenjata, memiliki sejarah yang sama tuanya dengan peradaban manusia. 1 Inti dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu

Lebih terperinci

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh: Alan Kusuma Dinakara Pembimbing: Dr. I Gede Dewa Palguna SH.,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyimpulkan bahwa International Committee of the Red Cross (ICRC) dalam usahanya menegakkan Hukum Humaniter

Lebih terperinci

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008

Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Konvensi Munisi Tandan (CCM) tahun 2008 Perangkat Ratifikasi International Committee of the Red Cross 19 Avenue de la Paix, 1202 Geneva, Switzerland T +41 22 734 6001 F+41 22 733 2057 www.icrc.org KETAATAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM Drs. Usmar Salam, M. Int. Stu (Jelita Sari Wiedoko Vicky Anugerah Tri Hantari Ignatius Stanley Andi Pradana) A.

Lebih terperinci

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN NASIONAL PMI DI SALATIGA DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA TEKNIK DIAJUKAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON

PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 15 TAHUN 2015 SERI E.11 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN FORUM KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT (FKDM) KABUPATEN CIREBON DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Gubernur Jawa Barat. PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 40 Tahun 2011 TENTANG KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Te

2017, No Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Te BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.105, 2017 KEMHAN. Pelibatan TNI. Pencarian dan Pertolongan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TENTARA

Lebih terperinci

Negara Jangan Cuci Tangan

Negara Jangan Cuci Tangan Negara Jangan Cuci Tangan Ariel Heryanto, CNN Indonesia http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160426085258-21-126499/negara-jangan-cuci-tangan/ Selasa, 26/04/2016 08:53 WIB Ilustrasi. (CNN Indonesia)

Lebih terperinci

Pengantar Prinsip Kemanusiaan

Pengantar Prinsip Kemanusiaan Pengantar Prinsip Kemanusiaan TUJUAN PEMBELAJARAN Mengenal Prinsip-prinsip Kemanusiaan Memahami berbagai jenis standar dan akuntabilitas dalam tanggap darurat Dari Mana Prinsip-prinsip Kemanusiaan Berasal?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E Pelaksanaan peradilan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota TNI ( studi kasus di pengadilan militer II 11 Yogyakarta ) Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E.0004107 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P

2016, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang P No.379, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Penanganan Konflik Sosial. Penggunaan dan Pengerahan. Kekuatan TNI. Bantuan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG KEPALANGMERAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kegiatan kemanusiaan berupaya untuk

Lebih terperinci

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA I Gede Adhi Supradnyana I Dewa Gede Palguna I Made Budi Arsika Program Kekhususan Hukum Internasional dan Bisnis Internasional Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859.

BAB I PENDAHULUAN. Dunant. Bemula dari perjalanan bisnis yang Ia lakukan, namun pada. Kota kecil di Italia Utara bernama Solferino pada tahun 1859. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palang Merah terbentuk dari situasi sulit di dunia seperti peperangan dan bencana alam. Awal mula terbentuknya Palang Merah yaitu pada abad ke-19, atas prakarsa seorang

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2017

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2017 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 17 Pendahuluan Komnas HAM mau tidak mau harus diakui menjadi lembaga pertahanan terakhir bagi warga sipil untuk memperjuangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN SEPTEMBER 2016

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN SEPTEMBER 2016 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN SEPTEMBER 2016 Pendahuluan Fungsi pokok Komnas HAM adalah menerima dan memeriksa kasus atau peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 104 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN KEWASPADAAN DINI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban akibat perang seminimal mungkin dapat dikurangi. Namun implementasinya,

Lebih terperinci

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub

2018, No d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Kepalangmerahan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Repub LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2018 KESRA. Kepalangmerahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6180) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dalam hal ini negara yang dimaksud yaitu negara yang berdaulat. 1 Sebagai subjek hukum internasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun

BAB I PENDAHULUAN. perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Human rights atau Hak Asasi Manusia menjadi pembahasan penting setelah perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1945. Istilah hak

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2016

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2016 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JULI 2016 Pendahuluan Fungsi pokok Komnas HAM yang dikenal rakyat Indonesia adalah menerima dan memeriksa kasus atau peristiwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 Pendahuluan Fungsi pokok Komnas HAM yang dikenal rakyat Indonesia adalah menerima dan memeriksa kasus atau peristiwa

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tujuan utama pembentukan Konvensi Jenewa 1949 adalah untuk memberikan perlindungan bagi korban perang terutama kepada penduduk sipil. Perlindungan ini berlaku dalam setiap

Lebih terperinci

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Bernadus Ardian Ricky M (105010100111087) KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Nama Dosen : SASMINI, S.H., LL.M. dan Team Teaching NIP : 19810504 200501 2 001 Program Studi : ILMU HUKUM Fakultas : HUKUM Mata Kuliah/SKS : HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL/2

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HSL RPT TGL 5 MART 09 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Indriaswati Dyah Saptaningrum Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Konvensi Menentang penyiksaan

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JUNI 2016

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JUNI 2016 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN JUNI 6 Pendahuluan Fungsi pokok Komnas HAM yang dikenal rakyat Indonesia adalah menerima dan memeriksa kasus atau peristiwa yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION ON THE ELIMINATION OF ALL FORMS OF RACIAL DISCRIMINATION 1965 (KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENGHAPUSAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi

2016, No Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesi No.1388, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BIN. Kode Etik Intelijen. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN INTELIJEN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK INTELIJEN NEGARA DENGAN

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah 59 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Menurut ketentuan dalam Hukum Humaniter Internasional tentang prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA) berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trafficking atau perdagangan manusia terutama terhadap perempuan dan anak telah lama menjadi masalah nasional dan internasional bagi berbagai bangsa di dunia, termasuk

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 4 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL Oleh Pande Putu Swarsih Wulandari Ni Ketut Supasti Darmawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2015, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.696, 2015 KEMENHAN. TNI. Penanggulangan Bencana. Pelibatan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELIBATAN TNI

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA Disusun Oleh: I Gusti Bagus Wirya Agung, S.Psi., MBA UPT. PENDIDIKAN PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA U N I V E R S I T A S U D A Y A N A B A L I 2016 JUDUL: PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.143, 2016 KEUANGAN BPK. Kode Etik. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5904) PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konvensi-konvensi Den Haag tahun 1899 merupakan hasil Konferensi Perdamaian I di Den Haag pada tanggal 18 Mei-29 Juli 1899. Konvensi Den Haag merupakan peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Deklarasi terhadap pembentukan sebuah negara yang merdeka tidak terlepas dari pembicaraan mengenai pembentukan struktur atau perangkatperangkat pemerintahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT BUPATI MALANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 08 TAHUN 2006 NOMOR 35 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 08 TAHUN 2006 NOMOR 35 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI DAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 08 TAHUN 2006 NOMOR 35 TAHUN 2006 TENTANG PEMANTAU ASING DALAM PEMILIHAN GUBERNUR/WAKIL GUBERNUR, BUPATI/WAKIL BUPATI, DAN WALIKOTA/WAKIL

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH PROVINSI DAERAH

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME I. UMUM Sejalan dengan tujuan nasional Negara Republik Indonesia sebagaimana

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PUSAT PENGENDALIAN OPERASI PENANGGULANGAN BENCANA (PUSDALOPS PB) DAN RUANG PUSAT PENGENDALIAN OPERASI PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia. Laut bebas

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME UMUM Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Poin pembelajaran Konteks kelahiran Komnas HAM Dasar pembentukan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG PELAKSANAAN NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN GERAKAN ACEH MERDEKA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. penderitaan. Manusia diciptakan bersuku suku dan berbangsa bangsa untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua manusia mendambakan untuk hidup dalam suasana damai, tenteram, dan sejahtera, bahkan tak satupun makhluk hidup ini yang suka akan penderitaan.

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG Oleh: Ivan Donald Girsang Pembimbing : I Made Pasek Diantha, I Made Budi Arsika Program

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria

2016, No Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439); 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementeria BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.398, 2016 KEMHAN. Pasukan. Misi Perdamaian Dunia. Pengiriman. Kebijakan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG KEBIJAKAN PENGIRIMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG PENGAMANAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN, MANTAN PRESIDEN DAN MANTAN WAKIL PRESIDEN BESERTA KELUARGANYA SERTA TAMU NEGARA SETINGKAT KEPALA

Lebih terperinci