PENENTUAN DOSIS SERAP BERKAS ELEKTRONUNTUK PENGOLAHAN GAS BUANGMENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE)
|
|
- Ida Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENENTUAN DOSIS SERAP BERKAS ELEKTRONUNTUK PENGOLAHAN GAS BUANGMENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) Rany Saptaaji, Elin Nuraini, Iswani Gitawati Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Badan Tenaga Nuklir Nasional ABSTRAK PENENTUAN DOSIS SERAP BERKAS ELEKTRON UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE). Perhitungan dosis serap berkas elektron bertujuan untuk menentukan seberapa besar dosis serap yang diperlukan untuk pengolahan gas buang. Besar dosis serap dipengaruhi oleh temperatur gas buang dan removal efficiency yang dikehendaki. Dari hasil perhitungan diperoleh dosis serap optimal untuk pengolahan gas buang (SO 2 dan NO x ) adalah 8 kgy untuk temperatur gas buang antara 63 o C sampai 67 o C dengan removal efficiency 67% sampai 86%. Hasil perhitungan ini dapat digunakan sebagai data perencanaan operasi dan perhitungan parameter lain yang berkaitan dengan perancangan sistem pengolahan gas buang SO 2 dan NO x. ABSTRACT THE DETERMINATION OF ELECTRON BEAM ABSORBED DOSE FOR FLUE GAS TREATMENT USING ELECTRON BEAM MACHINE (EBM). The calculation of electron beam absorbed dose to determine the magnitude of absorbed dose that was needed for flue gas treatment has been done. The magnitude of absorbed dose was influenced by flue gas temperature and desired removal efficiency. From the calculation result, the optimum absorbed dose for SO 2 and NO x flue gas treatment are 8 kgy for 63 o C until 67 o C flue gas temperature and 67% until 86% for removal efficiency. The calculation result can be used as operation plan data and other parameter calculation that be connected with design of SO 2 and NO x flue gas treatment system. PENDAHULUAN I ndonesia merupakan salah satu penghasil batu bara di dunia, dimana kondisi batubara yang dihasilkan mempunyai kadar belerang lebih dari 0,5% jumlahnya mencapai 90% dari hasil total batu bara. Berdasarkan hasil evaluasi cadangan batubara nasional terutama dari cadangan lokasi explorasi PT Bukit Asam, dalam 10 sampai 20 tahun mendatang diperkirakan batubara dengan kadar belerang 0,7% masih tersedia dalam jumlah yang banyak [1] Sayangnya batubara dengan kadar belerang yang tinggi jika digunakan sebagai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menimbulkan gas beracun seperti SO 2 dan NO x yang melebihi batas baku mutu emisi (BME 2000) yaitu maksimal 750 mg/m 3 untuk SO 2 dan 850 mg/m 3 [1] untuk NO x. Emisi gas buang dari pembakaran batubara yang tidak memenuhi BME dalam suatu PLTU akan menghasilkan SO 2 dan NO x yang dapat menimbulkan polusi udara. Emisi gas buang SO 2 dan NO x ke udara dari aktivitas industri berat dan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batubara dan minyak bumi pada pembangkit listrik merupakan salah satu sumber polusi dalam skala besar. Reaksi yang terjadi di udara akan menyebabkan hujan asam yang berbahaya bagi lingkungan. Keadaan ini diperparah dengan meningkatnya penggunaan batubara berkualitas rendah yang mengandung kadar belerang tinggi di dalam industri. Berbagai negara telah berusaha untuk mengurangi dan mengendalikan polusi udara. Unsur-unsur beracun dalam gas buang dapat bergerak lebih dari ribuan kilometer dan dapat menimbulkan masalah lingkungan tempat/negara lain. SO 2 dan NO x merupakan penyebab utama hujan asam yang dapat menimbulkan kerusakan hutan, tanah pertanian, danau dan sebagainya yang berdampak pada semua makhluk hidup. Berkas elektron dari Mesin Berkas Elektron (MBE) untuk pengolahan gas buang sejak dua dekade yang lalu telah dikembangkan di Jepang, Amerika, Jerman, Polandia dan China [2]. Proses Electron Beam for Fue Gas Treatment (EB-FGT) adalah proses pengolahan kering gas buang (flue gas) menggunakan berkas elektron yang secara simultan dapat mereduksi SO 2 dan NO x. Iradiasi gas buang menghasilkan radikal-radikal aktif dan 156
2 bereaksi dengan SO 2 dan NO x membentuk asam sulfat dan asam nitrat [3]. Salah satu program Landmark BATAN pada tahun 2006 adalah membuat Basic Engineering Design Package (BEDP) untuk EB-FGT guna mengurangi kadar emisi gas buang SO 2 dan NO x dari PLTU bebahan bakar batu bara. Sejalan dengan program tersebut, maka salah satu kegiatannya adalah melakukan pengkajian untuk menentukan kebutuhan dosis serap dalam pengolahan gas buang sebagi dasar penentuan parameter-parameter lainnya yang berkaitan dengan pembuatan BEDP untuk FGT. Sebagai dasar perhitungan digunakan data batu bara yang banyak digunakan di Indonesia yaitu batu bara yang berasal dari Bukit Asam. Dengan melakukan perhitungan dosis serap untuk gas buang diharapkan dapat memperoleh data untuk menunjang pembuatan BEDP EB-FGT. yang dikombinasi dengan penambahan gas amoniak yang dimasukkan ke dalam suatu bejana proses. Ketika gas buang teriradiasi oleh berkas elektron, komponen gas di dalam bejana tersebut bertumbukkan dengan elektron yang energinya cukup untuk menghasilkan ionisasi molekuler, atom bebas dan spesies radikal seperti O, OH, N dan HO 2. Radikal bebas terbentuk sangat reaktif dan bila bertemu dengan sulfur dioksida (SO 2 ) dan nitrogen oksida (NO x ) akan mengubahnya menjadi asam sufat dan asam nitrat, dan dengan adanya penambahan amoniak (NH 3 ) akan menghasilkan produk samping berupa bahan pupuk pertanian. Berkas Elektron untuk Pengolahan Gas Buang Berbagai teknologi dan proses telah dikembangkan untuk mengurangi emisi SO 2 dan NO x, di antaranya adalah FGD (Flue Gas Desulphurisation), SCR (Selective Catalitic Reduction) dan EB-FGT (Electron Beam for Flue Gas Treatment) menggunakan MBE (Mesin Berkas Elektron). Penerapan teknologi EB-FGT di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang menggunakan bahan bakar batu bara merupakan solusi terbaik untuk memecahkan permasalahan yang berhubungan dengan peraturan mengenai pengelolaan lingkungan hidup karena keterbatasan lahan. Selain itu proses radiasi menggunakan MBE mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan proses konvensional (FGD dan SCR) antara lain: merupakan suatu sistem proses yang kompak karena dapat mengolah SO 2 dan NO x secara serentak dengan tingkat efisiensi tinggi; sangat cocok untuk pengolahan gas buang dengan kandungan SO 2 yang tinggi dan membutuhkan air proses sedikit dibandingkan FGD; ramah lingkungan karena proses akan mengubah polutan menjadi pupuk pertanian dan tidak menghasilkan limbah/polutan baru; lebih ekonomis ditinjau dari segi konstruksi dan operasi instalasi, serta pengaruh terhadap biaya produksi tenaga listrik relatif kecil bahkan ada kemungkinan berubah menjadi keun-tungan bila produk pupuk dapat dikelola dengan baik; lahan yang dibutuhkan untuk instalasi ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan teknologi sejenis yang lain [3]. Pengolahan gas buang SO 2 dan NO x menggunakan berkas elektron pada umumnya merupakan teknologi desulfurisasi dan denitrasi Gambar 1. Skema flue gas treatment menggunakan berkas elektron [2] Dosis Serap Bila radiasi pengion digunakan, maka parameter pokok yang harus dikendalikan adalah dosis radiasi terserap. Ternyata besarnya dosis radiasi terserap berbanding langsung dengan perubahan kimia maupun perubahan fisika, bahkan perubahan biologi sekalipun di dalam bahan yang diproses. Karena bila besarnya dosis radiasi terserap dikendalikan dengan baik maka kualitas bahan yang diirdaisai dapat pula terkendali. Dosis radiasi terserap (biasa pula disebut dosis ) D, didefinisikan sebagai banyaknya atau jumlah energi yang terserap per satuan massa dari bahan yang diiradiasi. Menurut International Commision on Radiation Units and Measurements (IRCU), secara matematik ditulis, D = de/dm dengan E adalah energi radiasi dan m adalam massa bahan.dan dalam satuan internasional (satuan SI), dosis radiasi terserap dinyatakan dalam satuan Gray (Gy). 1 Gy = 1 J/kg = 6, ev/g Sebelumnya satuan dosis radiasi terserap dinyatakan dalam rad (radiation absorbed dose). 1 rad = 0,01 J/kg = 0,01 Gy = 100 erg/g = 6, ev/g Selanjutnya dapat dipahami bahwa 100 rad = 1 Gy PENENTUAN DOSIS SERAP BERKAS ELEKTRON UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) Rany Saptaaji, dkk 157
3 TATA KERJA Kegitan penentuan dosis serap berkas elektron dilakukan dengan cara perhitungan sebagai berikut, untuk memenuhi removal SO 2 dan NO x yang diinginkan, perlu dihitung nilai dosis serap yang dibutuhkan, sehingga pengurangan konsentrasi gas buang setelah diiradiasi sesuai yang diharapkan. Perhitungan dosis serap berkas elektron Data teknis batu bara : [1] Asal batu bara : Bukit Asam Kadar belerang (S) : 0,53 % - 1,53% Kerapatan gas buang (ρ) : 1,372 kg/m 3 = 0, gr/cm 3 Batu bara pada umumnya mempunyai kadar ratarata (S): 0,7% Sebagai dasar perhitungan digunakan data batu bara yang banyak digunakan di Indonesia yaitu batu bara yang berasal dari Bukit Asam. Dari kajian BPPT dan Indonesia Power, batu bara asal Bukit Asam mempunyai kadar belerang (S) antara: 0,53 % - 1,53%, yang dapat dijelasakan sebagai berikut, [1] 1. Untuk kadar belerang (S) = 0,53%, kandungan SO 2 = 924 mg/m 3 2. Untuk kadar belerang (S) = 1%, kandungan SO 2 = 1550 mg/m 3 3. Untuk kadar belerang (S) = 1,53%, kandungan SO 2 = 2113 mg/m 3 Sedangkan kandungan NO x pada semua kadar belerang (S) ordenya 850 mg/m 3. Sesuai ketentuan Baku Mutu Emisi 2000 (BME 2000) ditetapkan bahwa gas buang yang diijinkan untuk lingkungan di bawah 750 mg/m 3 untuk SO 2 dan 850 mg/m 3 untuk NO [1] x.. Akan tetapi untuk penelitian pengolahan gas buang yang sedang dilakukan oleh BATAN ditetapkan target gas buang setelah melewati MBE untuk SO 2 = 300 mg/m 3 dan untuk NO x = 400 mg/m 3 [3]. Berdasarkan data kandungan SO 2 dan NO x dalam batu bara, maka dapat dihitung besarnya removal efficiency (RE) dari SO 2 dan NO x sebagai berikut: Removal efficiency (RE) untuk SO 2 ; 1. Untuk kadar S = 0,53%, besarnya RE = 1 300/ % = 67% 2. Untuk kadar S = 1%, besarnya RE = 1 300/ % = 80% 3. Untuk kadar S = 1,53%, besarnya RE = 1 300/ % = 86% Removal efficiency (RE) untuk NO x ; Untuk kadar S = 0,53% sampai 1,53%, besarnya RE = 1 400/ % = 53%. Dari kurva removal efficiency vs dosis pada temperatur gas buang 67 o C seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, dosis yang diperlukan untuk menurunkan konsentrasi SO 2 dengan, RE = 67% adalah 4,2 kgy RE = 80% adalah 6,6 kgy RE = 86% adalah 8 kgy Sedangkan besarnya dosis yang diperlukan untuk menurunkan konsentrsai NO x dengan RE = 53 % adalah 5,8 kgy. Gambar 1. Removal efisiensi vs dosis pada SO 2 dan NO x [2] HASIL DAN PEMBAHASAN Dosis serap merupakan energi yang terserap (terdeposit) persatuan massa dari bahan dan biasa disebut dosis terserap (absorbed dose). Besarnya dosis radiasi terserap berbanding langsung dengan perubahan kimia maupun perubahan fisika, bahkan perubahan biologi sekalipun di dalam bahan yang diiradisai. Untuk mengetahui dan mengontrol besarnya energi terserap pada bahan sesuai yang diperlukan, maka peranan dosimetri menjadi penting dalam merancang iradiasi suatau bahan. Karena itu bila besarnya dosis radiasi terserap dikendalikan dengan baik maka kualitas produk yang dihasilkan dapat pula terkendali. Upaya pemberian dosis yang tepat agar bahan yang diproses sesuai dengan yang direncanakan merupakan bagian penting dalam proses radiasi dalam industri. Dalam makalah ini sebagai dasar perhitungan dosis serap digunakan data gas buang dari hasil pembakaran batu bara yang banyak digunakan di Indonesia yaitu batu bara yang berasal dari Bukit Asam. Dari kajian BPPT dan Indonesia Power, batu bara asal Bukit Asam mempunyai kadar belerang (S) antara: 0,53 % - 1,53% [1]. 158
4 Sesuai ketentuan Baku Mutu Emisi 2000 (BME 2000) ditetapkan bahwa gas buang yang diijinkan untuk lingkungan di bawah 750 mg/m 3 untuk SO 2 dan 850 mg/m 3 untuk NO [1] x.. Berbagai negara telah menetapkan batas emisi gas buang industri, dimana batasannya tergantung pada situasi dan kondisi masing-masing negara, seperti di Austria: 200 mg/m 3 SO 2, Australia: mg/m 3 SO 2 untuk pembangkit energi yang sama, sedangkan Protocol Tokyo menetapkan baku mutu emisi maksimal 750 mg/m 3 SO 2. Sejumlah negara telah menetapkan batas emisi polutan dari gas buang, namun hasil emisi tidak selalu memenuhi batas yang ditetapkan. Hal ini mendorong usaha untuk mendapatkan solusi yang murah guna mengendalikan kelebihan emisi SO 2 dan NO x. Teknologi konvensional FGD untuk SO 2 dan SCR untuk NO x telah dimanfaatkan secara luas di berbagai negara maju, namun teknologi tersebut masih terlampau mahal dan penerapannya memerlukan lahan yang luas. Suatu teknologi baru yang mulai diterapkan dalam skala industri adalah proses pembersihan gas buang SO 2 dan NO x dengan MBE yang dapat mengurangi kadar polutan gas buang sampai batas ambang aman untuk lingkungan. Dalam penelitian pengolahan gas buang yang sedang dilakukan oleh BATAN ditetapkan target gas buang setelah melewati MBE untuk SO 2 = 300 mg/m 3 dan untuk NO x = 400 mg/m 3[3] Hal ini untuk meyakinkan bahwa berkas elektron betul-betul mampu menurunkan konsentrasi gas buang (SO 2 dan NO X ). Biasanya gas buang yang keluar dari boiler suatu PLTU temperaturnya masih cukup tinggi dan mengandung debu layang, oleh karena itu gas buang dilewatkan electronic precipitator (ESP). Di dalam ESP debu layang dan gas dipisahkan sehingga gas buang keluar dari ESP sudah bersih dari debu layang. Namun demikian gas buang yang keluar dari ESP masih mempunyai temperatur yang cukup tinggi yaitu sekitar 138 o C, sedangkan persyaratan temperatur gas buang untuk diolah dengan berkas elektron adalah sekitar 65 o C dengan kandungan uap air 11,5% (volume) [4]. Dalam perhitungan dosis serap ini diasumsikan temperatur gas buang 67 o C, sehingga dengan interpolasi kurva pada Gambar 1 diperoleh dosis yang diperlukan untuk mnurunkan konsentrasi SO 2 dengan RE = 67% adalah 4,2 kgy, RE = 80% adalah 6,6 kgy, RE = 86% adalah 8 kgy. Sedangkan besarnya dosis yang diperlukan untuk menurunkan konsentrasi NO x pada semua kadar belerang dalam batu bara, dengan RE = 53% adalah 5,8 kgy. Dengan cara yang sama dapat dihitung kebutuhan dosis serap untuk pengolahan gas buang pada kondisi temperatur gas buang 65 o C dan 63 o C, dan hasilnya ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil perhitungan (Tabel 1) dapat dijelaskan bahwa besar dosis serap yang dibutuhkan untuk pengolahan gas buang bergantung pada temperatur gas buang yang diolah dan removal efficiency yang dikehendaki. Dengan menggunakan dosis serap 5,8 kgy sudah dapat memenuhi removal efficiency untuk NO x, dimana target gas buang setelah melewati MBE untuk NO x = 400 mg/m 3. Sedangkan kebutuhan dosis untuk dapat memenuhi removal efficiency SO 2, dimana target gas buang setelah melewati MBE untuk SO 2 = 300 mg/m 3 adalah bervariasi antara < 1 kgy sampai 8 kgy tergantung dari besarnya temperatur gas buang dan removal efficiency. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa dengan menggunakan dosis 8 kgy sudah dapat memenuhi removal efficiency untuk SO 2 dan NO x pada semua temperatur gas buang. Dengan data hasil perhitungan dosis serap berkas elektron untuk pengolahan gas buang dapat digunakan sebagai data perencanaan operasi dan perhitungan parameter lain yang berkaitan dengan pembuatan BEDP untuk EB-FGT. Salah satu contoh penentuan parameter yang memerlukan data dosis serap yaitu perhitungan daya optimal mesin berkas elektron yang diperlukan untuk pengolahan gas buang. Tabel 1. Nilai dosis serap fungsi temperatur dan removal efficiency gas buang (SO 2 dan NO X ) No Temperatur gas buang Gas buang SO 2 Gas buang NO x Dosis serap Dosis serap Keterangan RE = 67% RE = 80% RE = 86% RE = 53% o C < 1 kgy 0,2 kgy 2,8 kgy 5,8 kgy o C < 1 kgy 3,2 kgy 5,9 kgy 5,8 kgy o C 4,2 kgy 6,6 kgy 8,0 kgy 5,8 kgy RE = Removal Efficiency PENENTUAN DOSIS SERAP BERKAS ELEKTRON UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) Rany Saptaaji, dkk 159
5 KESIMPULAN Secara perhitungan besar dosis serap optimal untuk pengolahan gas buang (SO 2 dan NO x ) adalah 8 kgy untuk temperatur gas buang antara 63 o C sampai 67 o C dengan efficiency removal 67% sampai 86%. Hasil perhitungan ini dapat digunakan sebagai data perencanaan operasi dan perhitungan parameter lain yang berkaitan dengan perancangan sistem pengolahan gas buang SO 2 dan NO x DAFTAR PUSTAKA [1] DAGSTAN-INDONESIA POWER, Executive Summary, Study Kelayakan Instalasi Pengolahan Gas Buang dengan Mesin Berkas Elektron UBP Suralaya, Desember [2] ZBIGNIEW ZIMEK, Introduction to Elektron Beam Application in Flue Gas Treatment Process, National Training Course on Elektron Machine Technology-BATAN, Yogyakarta, Indonesia, Proposal Pembuatan Spesifikasi Teknis Sistem Pengolahan Gas Buang PLTU Suralaya Menggunakan Mesin Berkas Elektron, BATAN [3] Proposal for Electron Beam Flue Gas Treatment System, EB-Tech Co., Ltd., Daejon, Republic of Korea,
PENENTUAN KEDALAMAN PENETRASI BERKAS ELEKTRON 800 kev DALAM GAS BUANG PLTU PADA SISTEM PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON
PENENTUAN KEDALAMAN PENETRASI BERKAS ELEKTRON 800 kev DALAM GAS BUANG PLTU PADA SISTEM PENGOLAHAN GAS BUANG MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON RANY SAPTAAJI Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Lebih terperinciPENENTUAN KAPASITAS PENGOLAHAN GAS BUANG BATU BARA DENGAN MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON
82 ISSN 0216-3128 Slamet Santosa, dkk. PENENTUAN KAPASITAS PENGOLAHAN GAS BUANG BATU BARA DENGAN MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON Sigit Hariyanto, Tono Wibowo, Slamet Santosa P3TM - BATAN ABSTRAK PENENTUAN
Lebih terperinciEfisiensi PLTU batubara
Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi
Lebih terperinciAPLIKASI MESIN BERKAS ELEKTRON UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG
ISSN 1410-6957 APLIKASI MESIN BERKAS ELEKTRON UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG Sudjatmoko Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 Ykbb, Yogyakarta 55281 ABSTRAK APLIKASI
Lebih terperinciPROSIDING SEMINAR PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan Yogyakarta, 28 Agustus 2008
PENENTUAN KEDALAMAN PENETRASI BERKAS ELEKTRON 350 key DALAM GAS BUANG PAD A SISTEM PENGOLAHAN GAS BUANG SKALA LABORATORIUM MENGGUNAKAN MESIN BERKAS ELEKTRON Rany Saptaaji Puslitbang Tekn%gi Maju - BATAN
Lebih terperinciKOMPUTASI DAN PENGEMBANGAN DATABASE UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG PADA MESIN BERKAS ELEKTRON
Tono Wibowo, dkk. ISSN 0216-3128 407 KOMPUTASI DAN PENGEMBANGAN DATABASE UNTUK PENGOLAHAN GAS BUANG PADA MESIN BERKAS ELEKTRON Tono Wibowo, Slamet Santosa Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN
Lebih terperinciANALISIS ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOLAHAN GAS BUANG DENGAN BERKAS ELEKTRON
ISSN 1410-6957 ANALISIS ASPEK TEKNIS DAN EKONOMIS PENGOLAHAN GAS BUANG DENGAN BERKAS ELEKTRON Sudjatmoko Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan BATAN Jl. Babarsari, Kotak Pos 6101 ykbb, Yogyakarta
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi
Lebih terperinciPENENTUAN KAPASITAS PLANT PENGOLAHAN GAS BUANG S02 DAN NOx HASIL PEMBAKARAN BATUBARA KADAR SULFUR TINGGI DENGAN MESIN BERKAS ELEKTRON
PENENTUAN KAPASITAS PLANT PENGOLAHAN GAS BUANG S02 DAN NOx HASIL PEMBAKARAN BATUBARA KADAR SULFUR TINGGI DENGAN MESIN BERKAS ELEKTRON M. Munawir Z.,Sanda dan Suryanto Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir Badan
Lebih terperinciSulfur dan Asam Sulfat
Pengumpulan 1 Rabu, 17 September 2014 Sulfur dan Asam Sulfat Disusun untuk memenuhi Tugas Proses Industri Kimia Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani, M.S. Ayu Diarahmawati (135061101111016)
Lebih terperinciIDENTIFIKASI ARUS BERKAS ELEKTRON PADA PRA KOMISIONING MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) LATEKS
IDENTIFIKASI ARUS BERKAS ELEKTRON PADA PRA KOMISIONING MESIN BERKAS ELEKTRON (MBE) LATEKS Sukaryono, Rany Saptaaji, Suhartono, Heri Sudarmanto -BATAN, Yogyakarta Email : ptapb@batan.go.id ABSTRAK IDENTIFIKASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya
Lebih terperinciTUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)
TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN) Di Susun Oleh: 1. Nur imam (2014110005) 2. Satria Diguna (2014110006) 3. Boni Marianto (2014110011) 4. Ulia Rahman (2014110014) 5. Wahyu Hidayatul
Lebih terperinciTugas Kimia Makalah Hujan Asam
Tugas Kimia Makalah Hujan Asam Nama :Dini Agrina Kelas: XII IPA 5 SMA Negeri 1 Pangkalpinang Hujan asam adalah hujan atau bentuk lain dari curah hujan yang luar biasa asam, yang berarti bahwa ia memiliki
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan
Lebih terperinciPENENTUAN DOSIS RADIASI MENGGUNAKAN DOSIMETER FRICKE
PENENTUAN DOSIS RADIASI MENGGUNAKAN DOSIMETER FRICKE Sukaryono 1, Suhartono 1 dan Athanasia Elra Andjioe 2 1, BATAN. Jl. Babarsari Kotak Pos 1601 ykbb, Yogyakarta email:sukaryono@batan.go.id 2 Sekolah
Lebih terperinciANALISA KINERJA PULVERIZED COAL BOILER DI PLTU KAPASITAS 3x315 MW
ANALISA KINERJA PULVERIZED COAL BOILER DI PLTU KAPASITAS 3x315 MW Andrea Ramadhan ( 0906488760 ) Jurusan Teknik Mesin Universitas Indonesia email : andrea.ramadhan@ymail.com ABSTRAKSI Pulverized Coal (PC)
Lebih terperinciBEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA
BEBERAPA ISTILAH YANG DIGUNAKAN DALAM PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA 1. Kontaminan Adalah semua spesies kimia yang dimasukkan atau masuk ke atmosfer yang bersih. 2. Cemaran (Pollutant) Adalah kontaminan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. l.1 LATAR BELAKANG
1 BAB I PENDAHULUAN l.1 LATAR BELAKANG Konsumsi per kapita sumber energi non terbarukan di bumi yang meliputi gas, minyak bumi, batu bara, merupakan salah satu kekayaan ekonomi yang dimiliki suatu Negara
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
Lebih terperinciPENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK
TUGAS LINGKUNGAN BISNIS KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TENTANG PENGOLAHAN BATU BARA MENJADI TENAGA LISTIRK disusun oleh Ganis Erlangga 08.12.3423 JURUSAN SISTEM INFORMASI SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. terbentur pada permasalahan penggunaan teknologi. Dengan semakin
BAB II LANDASAN TEORI II.1. Parameter Pencemar Udara Selama ini teknologi pengolahan limbah kurang mendapatkan perhatian serius di Indonesia. Padahal, tidak sedikit permasalahan limbah cair maupun gas
Lebih terperinciKADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI
KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL HASIL FERMENTASI GAPLEK SINGKONG KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program
Lebih terperinciPENGUKURAN DOSIS RADIASI IRADIATOR GAMMA DAN MESIN BERKAS ELEKTRON DENGAN DOSIMETER CERI- CERO
Anwar Jundiy *) Sukaryono **) *) Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir (STTN)-BATAN, Email:anwarjundiy.306@gmail.com **) Pusat Sains dan Teknologi Akselerator, BATAN. Email:sukaryono@batan.go.id ABSTRAK MESIN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang akan di ubah menjadi energi listrik, dengan menggunakan sel surya. Sel
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi Surya adalah sumber energi yang tidak akan pernah habis ketersediaannya dan energi ini juga dapat di manfaatkan sebagai energi alternatif yang akan di ubah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi merupakan faktor utama penyebab meningkatnya kebutuhan energi dunia. Berbagai jenis industri didirikan guna memenuhi
Lebih terperinciPEMBUATAN BIOETANOL DARI FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Manihot glaziovii Muell) DENGAN MENGGUNAKAN RAGI
PEMBUATAN BIOETANOL DARI FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Manihot glaziovii Muell) DENGAN MENGGUNAKAN RAGI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Program Studi Pendidikan
Lebih terperinciSoal-soal Open Ended Bidang Kimia
Soal-soal Open Ended Bidang Kimia 1. Fuel cell Permintaan energi di dunia terus meningkat sepanjang tahun, dan menurut Proyek International Energy Outlook 2013 (IEO-2013) konsumsi energi dari 2010 sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polusi udara akibat dari peningkatan penggunaan jumlah kendaraan bermotor yang mengeluarkan gas-gas berbahaya akan sangat mendukung terjadinya pencemaran udara dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa mendatang penggunaan bahan bakar berbasis minyak bumi harus dikurangi karena semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan dampak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian jenis gas dapat dipandang sebagai pencemar udara terutama apabila konsentrasi gas tersebut melebihi tingkat konsentrasi normal dan dapat berasal dari sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Cadangan potensial/ Potential Reserve. Cadangan Terbukti/ Proven Reserve. Tahun/ Year. Total
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan komponen yang selalu dibutuhkan manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya karena hampir semua kegiatan manusia bergantung pada ketersediaan energi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, bumi tempat tinggal manusia telah tercemar oleh polutan. Polutan adalah segala sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup dan lingkungan. Udara
Lebih terperinciKADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI GAPLEK GANYONG (Canna edulis Kerr.) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA
KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI GAPLEK GANYONG (Canna edulis Kerr.) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana
Lebih terperinciANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS
ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Lebih terperinciAPA ITU GLOBAL WARMING???
PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi berperan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Selama ini manusia bergantung pada energi yang berasal dari minyak bumi untuk menjalankan sistem transportasi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sumber daya alam tersebut adalah batubara. Selama beberapa dasawarsa terakhir. kini persediaan minyak bumi sudah mulai menipis.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri di Indonesia dengan cepat dan membawa dampak pada perekonomian, lapangan kerja dan peningkatan devisa Negara. Industri yang berkembang kebanyakan
Lebih terperinciLampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007
Lampiran I Nomor : 07 tahun 2007 YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOMASSA BERUPA SERABUT DAN/ATAU CANGKANG 1. Partikulat 300 mg/m 3 2. Sulfur Dioksida (SO 2 ) 600 mg/m 3 3. Nitrogen Oksida (NO 2 ) 800 mg/m
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik menjadi kebutuhan utama manusia baik sektor rumah tangga, industri, perkantoran, dan lainnya. Kebutuhan energi terus meningkat seiring dengan meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rasio elektrifikasi di Indonesia pada akhir 2012 telah mencapai 75,83% atau naik hampir 2,9% dibandingkan dengan rasio elektrifikasi pada 2011, yakni sebesar 72,93%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan timbulnya masalah yang semakin kompleks diberbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan
Lebih terperinciberbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udara adalah campuran gas yang merupakan lapisan tipis yang meliputi bumi dan merupakan gas yang tidak kelihatan, tidak berasa dan tidak berbau. Pencemaran udara datang
Lebih terperinciProspek Penggunaan Teknologi Bersih untuk Pembangkit Listrik dengan Bahan Bakar Batubara di Indonesia
Prospek Penggunaan Teknologi Bersih untuk Pembangkit dengan Bahan Bakar di Indonesia Agus Sugiyono *) Abstrak Hubungan yang erat antara penggunaan teknologi dan kerusakan lingkungan telah menyadarkan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada ASEAN 3+ (China, Japan and Korea) Ministers on Energy Meeting (AMEM+3) yang diadakan di Bali Indonesia pada tanggal 25 September 2013, para menteri menyepakati
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penggunaan pembangkit listrik berbahan bakar fosil memiliki dampak yang dihasilkan yaitu pemanasan global akibat gas rumah kaca, penipisan lapisan ozon untuk CFC
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan proses terdegradasinya suatu material karena pengaruh lingkungan. Sebagai contoh adalah baja yang akan habis karena berkarat saat dibiarkan
Lebih terperinciSMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.9. lithosfer. hidrosfer. atmosfer. biosfer
SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.9 1. Berdasarkan susunan kimianya komposisi permukaan bumi dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu lithosfer, hidrosfer, atmosfer, dan biosfer.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya
Lebih terperinciTEORI DASAR RADIOTERAPI
BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Emisi dari pembakaran bahan bakar fosil mengandung berbagai macam polutan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Emisi dari pembakaran bahan bakar fosil mengandung berbagai macam polutan yang dapat dikonversi menjadi komponen yang tidak berbahaya terhadap lingkungan dengan menggunakan
Lebih terperinciPROSPEK PENGGUNAAN TEKNOLOGI BERSIH UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN BAHAN BAKAR BATUBARA DI INDONESIA
PROSPEK PENUNAAN TEKNOLOI BERSIH UNTUK PEMBANKIT LISTRIK DENAN BAHAN BAKAR BATUBARA DI INDONESIA Oleh : Agus Sugiyono *) Abstrak Hubungan yang erat antara penggunaan teknologi dan kerusakan lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,
Lebih terperinciPENGUJIAN SISTEM VAKUM MBE 350keV/10 ma PASCA PENGGANTIAN POMPA TURBOMOLEKUL
PENGUJIAN SISTEM VAKUM MBE 350keV/10 ma PASCA PENGGANTIAN POMPA TURBOMOLEKUL Suhartono, Sukidi -BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281 E-mail: ptapb@batan.go.id ABSTRAK PENGUJIAN SISTEM VAKUM MESIN BERKAS ELEKTRON
Lebih terperinciKeputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
No. 13 Tahun 1995 Tentang : Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : 1. bahwa untuk mencegah terjadinya pencemaran udara dari jenis-jenis kegiatan sumber tidak
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, penggunaan sumber energi fosil tak pelak lagi merupakan sumber energi utama yang digunakan oleh umat manusia. Dalam penggunaan energi nasional di tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang terjadi pada awal April 2012 membuat masyarakat menjadi resah, karena energi sangat dibutuhkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri rumah tangga yang sering dipermasalahkan karena limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan yang ada di sekitarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri seharusnya memiliki kualitas sesuai standar yang ditentukan. Dalam proses pembuatannya tentu diperlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dengan diproduksinya berbagai macam peralatan yang dapat mempermudah manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan asam terjadi akibat polutan udara khususnya gas sulfur oksida (SOx) dan gas nitrogen oksida (NOx). Polutan ini bersumber dari alam maupun dari aktivitas manusia
Lebih terperinciOPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR
OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR Grata Patisarana 1, Mulfi Hazwi 2 1,2 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Lebih terperinciTIN206 - Pengetahuan Lingkungan. Materi # T a u f i q u r R a c h m a n
Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM)
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tinggi dan selalu mengalami peningkatan (Husen, 2013). Saat ini Indonesia membutuhkan 30 juta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak diperlukan lagi. Pengelolaan sampah merupakan kegiatan dalam upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Tchobanoglous dkk. ( 1993) sampah dapat didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang PT Pertamina EP adalah anak perusahaan dari PT Pertamina (PESERO) yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi minyak bumi. Salah satu lokasi dari
Lebih terperinciTIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #4 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan
Materi #4 Bahasan 2 Penipisan Ozon (Ozone Depletion). Pemanasan global dan Perubahan Iklim Global. Hujan Asam. Penyebaran Kehidupan (Biological Magnification). Dampak manusia pada Air, Udara, dan Perikanan.
Lebih terperinciLampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 07 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP YANG MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BIOMASSA BERUPA SERABUT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi.
Lebih terperinciSumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan
Sumber-Sumber Energi yang Ramah Lingkungan dan Terbarukan Energi ramah lingkungan atau energi hijau (Inggris: green energy) adalah suatu istilah yang menjelaskan apa yang dianggap sebagai sumber energi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waktu demi waktu kini industri baik industri rumahan maupun pabrik semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri meskipun letaknya dekat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan ini didorong oleh perkembangan pengetahuan manusia, karena dari waktu ke waktu manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan Listrik Negara ( PLN ) mempunyai sistem transmisi listrik di Pulau Jawa yang terhubung dengan Pulau Bali dan Pulau Madura yang disebut dengan sistem interkoneksi
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang turut menerapkan teknologi yang hingga saat ini terus berkembang. Penerapan teknologi untuk menunjang kehidupan masyarakat
Lebih terperinciKAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN
KAJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN MEDAN MAGNET TERHADAP KINERJA MOTOR BENSIN Riccy Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unika Atma Jaya, Jakarta Jalan Jenderal Sudirman 51 Jakarta 12930
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketidakseimbangan akan jumlah kebutuhan dan produksi energi, yang semakin didesak oleh cepatnya pertambahan penduduk dan berkembangnya dunia industri dapat mengakibatkan
Lebih terperinciPasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal adalah usaha dan/atau kegiatan
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 08 TAHUN 2009 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA TERMAL MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang berkembang pesat dewasa ini terutama dalam bidang industri telah mengakibatkan kebutuhan tenaga listrik meningkat dari tahun ke tahun.
Lebih terperinciVolume 17, November 2015 ISSN
Pusat Sains dan Teknologi Akselerator - BATAN, Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 Ykbb Yogyakarta 55281 Telp 0274 488 435 sukaryono@batan.go.id ABSTRAK. Dosimetri radiasi adalah suatu metode pengukuran kuantitas
Lebih terperinciMakalah Baku Mutu Lingkungan
Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan zaman, jumlah penduduk dunia semakin meningkat. Beragam aktifitas manusia seperti kegiatan industri, transportasi, rumah tangga dan kegiatan-kegiatan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI
S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 129 TAHUN 2003 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN ATAU KEGIATAN MINYAK DAN GAS BUMI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP; Menimbang : Mengingat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu
PENDAHULUAN Latar Belakang Energi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan saat ini konsumsi meningkat. Namun cadangan bahan bakar konvesional yang tidak dapat diperbahurui makin menipis dan akan
Lebih terperinciLIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.
LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999
Lebih terperinci