HAK ASUH ANAK KEPADA BAPAK AKIBAT PERCERAIAN (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor: 0305/Pdt.G/2010/PA.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAK ASUH ANAK KEPADA BAPAK AKIBAT PERCERAIAN (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor: 0305/Pdt.G/2010/PA."

Transkripsi

1 HAK ASUH ANAK KEPADA BAPAK AKIBAT PERCERAIAN (Analisis Putusan Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan Perkara Nomor: 0305/Pdt.G/2010/PA.JS) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mendapat Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: Imamatul Azimah NIM : K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1432 H / 2011 M

2 HAK ASUH ANAK KEPADA BAPAK AKIBAT PERCERAIAN Analisa Putusan Peradilan Agama Nomor: 0305/Pdt.G/2010/PA.JS SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Disusun Oleh : IMAMATUL AZIMAH NIM : Dibawah Bimbingan : Drs. H. A. Basiq Djalil SH, MA NIP : K O N S E T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH 1432 H / 2011 M JAKARTA

3

4 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima hukuman dan sangsi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 5 April 2011 Imamatul Azimah i

5 KATA PENGANTAR بسم اهلل الر حمن الر حيم Assalamu'alaikum Wr. Wb. Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangnya kepada umat manusia yang ada di muka bumi ini, khususnya kepada penulis. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan ummatnya hingga akhir zaman. Dalam proses penyelesaian skripsi ini banyak rintangan dan hambatan yang datang silih berganti. Namun berkat bantuan dan motivasi dari berbagai pihak maka segala kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi dan tentunya dengan izin Yang Maha Kuasa. Serta dengan wujud yang berbeda-beda dapat diminimalisir dengan adanya nasihat-nasihat atau dukungan yang diberikan oleh keluarga dan teman-teman penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menghaturkan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga terselesaikannya skripsi ini. Kepada Bapak : 1. Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta Pembantu Dekan I, II, III Fakultas Syariah dan Hukum. ii

6 2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. Ketua Program Studi Ahwal Syakhsiyyah sekaligus menjadi pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan pencerahan yang telah diberikan kepada penulis serta ibu Hj. Rosdiana, MA. Selaku sekretaris Jurusan Peradilan Agama yang telah menjalankan fungsinya dengan baik. 3. Dosen-dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu-ilmu yang tak ternilai harganya, seluruh staff dan karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan bagian Tata Usaha Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan pelayanan dengan baik. 4. Terima kasih juga kepada Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag., dan Dr. Hj. Mesraini, M.Ag., yang telah menguji skripsi penulis dengan cermat kritik dan saran yang penguji berikan sangat bermanfaat bagi penulis sehingga skripsi penulis mempunyai tingkat kesempurnaan yang lebih baik. 5. Teristimewa untuk kedua orang tua penulis yaitu ayahanda H. Usman Khotib dan ibunda Hj. Mu'inah Khoiriyyah yang telah memberikan motivasi dan arahan yang tak pernah jenuh serta tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam menempuh pendidikan. Juga kepada saudara-saudara Isnaini, Muhammad Arif Rohman, Imamul Hafidin, S.HI., dan adik penulis Ahmad Rifa'i Aidzin yang selalu memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran yang tiada tara. iii

7 6. Saudara-saudaraku Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Ciputat. Terima kasih atas bimbingan dalam berdiskusi maupun bertukar pikiran. 7. Keluarga Kuliah Kerja Nyata (KKN) Cikembulan Garut 2010 yang selalu memberikan semangat dan hiburan kepada penulis. 8. Teman-teman Program Studi Peradilan Agama Angkatan 2007 (Syahri Fajriyyah dan Kumala) yang terkenang dalam suka maupun duka serta memberikan dukungan yang tidak terhingga kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mempunyai tingkat kesempurnaan, banyak yang perlu diperbaiki. Oleh karena itu, saran dan kritik akan penulis terima dengan baik. Dan mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, pembaca pada umumnya serta dicatat sebagai amal baik di sisi Allah SWT. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Ciputat, 5 April 2011 Penulis iv

8 DAFTAR ISI Lembar Pernyataan Kata Pengantar... Daftar Isi.. i ii v BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Masalah. 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah. 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8 D. Tinjauan Kajian Terdahulu. 9 E. Metode Penelitian F. Sistematika Penulisan.. 13 BAB II HADHANAH DALAM FIQH A. Pengertian dan Dasar Hukum Hadhanah B. Syarat-syarat Hadhanah. 22 C. Pihak-pihak yang Berhak dalam Hadhanah BAB III HADHANAH DALAM PERSPEKTIF PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan 29 B. Kompilasi Hukum Islam C. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.. 34 v

9 BAB IV HADHANAH DALAM PUTUSAN PENGADILAN A. Profil Pengadilan B. Duduknya Perkara C. Pertimbangan Hakim D. Analisis Penulis BAB V PENUTUP A. Kesimpulan. 55 B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN A. Surat Mohon Data/Wawancara.. 60 B. Lembar Disposisi C. Surat Bukti Wawancara D. Pedoman Wawancara Hakim E. Hasil Wawancara Hakim F. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pengadilan Agama Jakarta Selatan G. Putusan Perkara Nomor 0305/Pdt.G/2010/PA.JS.. 68 vi

10 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah suatu peristiwa yang sangat sakral dalam perjalanan kehidupan umat manusia. Dikatakan sakral karena dalam akad pernikahan yang dilangsungkan tersebut pihak suami mengucapkan akad nikah dimana dia dengan suka rela telah menyatakan qabul dari ucapan ijab wali calon isteri. Sebab dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 2 disebutkan "Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqan ghalizhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah". 1 Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan para ahli fikih, namun pada prinsipnya tidak ada perbedaan yang berarti kecuali pada redaksinya saja. Yakni: 1) Menurut ulama Hanafiyah: Nikah adalah akad yang disengaja dengan tujuan mendapatkan kesenangan. 2) Menurut ulama Syafi iyah: Nikah adalah akad yang mengandung maksud untuk memiliki kesenangan (wathi ) disertai lafadz nikah, kawin atau yang semakna. 1 Zainal Abidin Abu Bakar, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama", Cet. Ke- 3, (Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 1993), h. 307.

11 2 3) Menurut ulama Malikiyah: Nikah adalah akad yang semata-mata untuk mendapatkan kesenangan dengan sesama manusia. 4) Menurut ulama Hanabilah: Nikah adalah akad dengan lafadz nikah atau kawin untuk mendapatkan manfaat bersenang-senang. 2 Dalam fikih dijelaskan bahwa nikah mengakibatkan kehalalan dalam berjimak. Pernikahan merupakan jalan alami dan biologis yang paling baik untuk menyalurkan dan memuaskan naluri seksual. 3 Dari beberapa pengertian di atas, yang tampak adalah kebolehan hukum antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk melakukan pergaulan yang semula dilarang (yakni bersenggama). Dewasa ini, sejalan dengan perkembangan zaman dan tingkat pemikiran manusia, pengertian nikah telah memasukkan unsur lain yang berhubungan dengan nikah maupun yang timbul akibat dari adanya pernikahan tersebut. 4 Pernikahan juga merupakan jalan untuk menyalurkan naluri manusia untuk memenuhi nafsu syahwatnya yang telah mendesak agar terjaga kemaluan dan kehormatannya. Jadi pernikahan adalah kebutuhan fitrah manusia yang harus 2 Abd ar-rahman Al-Jaziri, Kitab al-fiqh ala al-mazahib al- Arba ah, (Beirut: Dar al - Fikr, 2002), Cet. I. h Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah. (Kairo: Daar al-fath, 2000). Cet. Ke-1, Jilid I, h Abdul Basit Mutawally, Muhadarah fi al-fiqh al-muqaran, (Mesir: t.p.,t.t), h. 120.

12 3 dilakukan oleh setiap manusia. Begitu pentingnya pernikahan dalam Islam, Rasulullah pun sangat menekankan pernikahan terhadap umatnya untuk melaksanakan pernikahan. Syariat Islam juga merupakan ajaran yang mengatur hubungan antara sesama manusia maupun hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan, dan harta benda mereka. Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini adalah maslahat bagi manusia dan dikehendaki. Melindungi keturunan salah satu dari lima hal yang harus dijaga oleh manusia. 5 Orang yang lebih berkewajiban mengasuh anak adalah ibu. 6 Karena anak dimasa kecil membutuhkan kasih sayang yang lebih, pemeliharaan yang optimal agar tumbuh kembang anak tersebut terpelihara. Yang dimungkinkan bapak sibuk untuk mencari nafkah, maka ibulah yang berkewajiban untuk memeliharanya. Oleh karena itu Islam memeberikan kewajiban hadhanah itu kepada ibu. Serta mewajibkan suaminya untuk menafkahi anak dan ibu dari anak tersebut h Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 1999). h. 6 Al-Hamdani, Risalah Nikah: Hukum Perkawinan Islam. (Jakarta: Pustaka Amani, 2002).

13 4 Hadhanah merupakan hak bagi anak-anak yang masih kecil, karena ia membutuhkan pengawasan, penjagaan, pelaksanaan urusannya dan orang yang mendidiknya. Apabila dua orang suami bercerai sedangkan keduanya mempunyai seorang anak yang belum mumayyiz (belum mengerti kemaslahatan dirinya), maka istrilah yang berkewajiban untuk mendidik dan merawat anak itu hingga ia mengerti akan kemaslahatan dirinya. 7 Bila salah seorang ibu dan ayah itu ingin melakukan perjalanan yang akan kembali pada waktunya, sedangkan yang satu lagi menetap di tempat lebih berhak mendapatkan hadhanah. Alasannya ialah, bahwa perjalanan itu mengandung resiko dan kesulitan bagi si anak. Oleh karena itu menetap lebih baik karen atidak ada resiko tersebut bagi si anak. 8 Dalam hal pindah tempat juga ulama berbeda pendapat. Menurut ulama Hanafiyah bila yang melakukan pindah tempat adalah ayah, maka ibu lebih berhak atas hadhanah. Bila ibu yang pindah ke tempat dilaksanakan pernikahannya dulu, ibu yang lebih berhak tapi bila ke tempat lain, maka ayahlah yang berhak. Ulama 7 Sulaiman Rasyid. Fiqh Islam. (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003). Cet. 3. h Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009). Cet. Ke-3. h. 332.

14 5 lainnya termasuk Imam Malik dan al-syafi'i yang berhak atas hadhanah dalam keadaan pindah tempat adalah ayah. 9 Muderis Zaini berpendapat bahwa keluarga mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia sebagai manusia sosial dan merupakan masyarakat kecil yang terdiri dari seorang ayah, ibu dan anak. 10 Dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab dalam rumah tangga, mereka harus saling membantu, saling pengertian, saling membina, agar keutuhan itu tetap harmonis dan terlaksana, maka haruslah ada komunikasi yang baik dan efektif antara anggota keluarga. Akan tetapi sebaliknya, jika dalam suatu keluarga tidak ada komunikasi yang baik maka kan timbul permasalahan dan semua akan berdampak pada psikologi seorang anak. Diantara hal yang akan terjadi adalah anak akan menjadi stress, perubahan fisik dan mental, yang semua itu akan berdampak timbulnya kecemasan dalam diri seorang anak. Selain itu dampak yang akan terjadi hilangnya hak anak dan kepentingan anak, seperti kasih sayang dari sebuah keluarga yang utuh dan tingkat kecerdasan anak demi pengembangan diri mulai terabaikan. Ini semua disebabkan orang tua yang sibuk meyalahkan siapa yang menjadi awal 9 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan. h Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), h. 7.

15 6 penyebab dari keretakan rumah tangganya dan semua itu akan berujung kepada perceraian. 11 Perceraian memang berpangkal pada perselihan antara suami dan istri. Salah satu pihak menghendaki perceraian, oleh karena pihak yang lain berbuat sesuatu yang menyebabkan hubungan keluarga goyang. 12 Dalam pasal 116 KHI menyebutkan ada beberapa alasan yang dapat menyebabkan perceraian diantaranya bahwa salah satu pihak berbuat zina, salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain, antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Perceraian mengakibatkan putusnya hubungan ikatan pernikahan antara suami dan isteri, begitu juga hubungan orang tua dan anak yang berubah menjadi pengasuhan. Karena itu, jika pernikahan dipecahkan oleh hakim maka harus pula diatur tentang pemeliharaan terhadap anak terutama anak yang masih dibawah umur. Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 105 (a): pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Akan tetapi dalam kasus perceraian pada putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor: 11 Muderis Zaini, Adopsi Suatu Tinjauan Dari Tiga Sistem Hukum, h R. Soetojo Prawirohamidjojo, Asis Sarioedin, Hukum Orang dan Keluarga, (Bandung: Penerbit Alumni, 1986), h. 109.

16 7 0305/Pdt.G/2010/PAJS bahwa hak pemeliharaan anaknya yang masih dibawah umur jatuh ke pihak bapak bukan berada di pihak ibu seperti sebagaimana yang diatur dalam pasal 105 (a) Kompilasi Hukum Islam (KHI). Berdasarkan uraian diatas, penulis mencoba meninjau lebih dalam mengenai hadhanah seorang anak kepada bapaknya setelah perceraian orang tuanya, dalam bentuk skripsi dengan judul "Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Agama Nomor: 0305/Pdt.G/2010/PA.JS)". B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1) Pembatasan Masalah Jika dilihat dari latar belakang masalah, ternyata permasalahan yang ada begitu luas. Agar dalam penelitian masalah ini tidak terlalu melebar dan dapat terarah serta tersusun secara sistematis, maka penulis membatasi permasalahan dalam hal apa yang menjadi pertimbangan hakim tentang hak pemeliharaan anak akibat perceraian yang diperoleh bapak. 2) Perumusan Masalah Menurut Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan bahwa pemeliharaan anak yang dibawah umur ketika terjadi perceraian adalah jatuh pada ibu. Akan tetapi pada kenyataannnya terdapat kasus perkara dimana hak-hak asuh anak jatuh kepada bapak. Inilah yang ingin penulis selusuri dalam pembahasan skripsi ini.

17 8 berikut: Rumusan tersebut penulis rinci dalam beberapa pertanyaan sebagai 1. Siapakah yang berhak menurut hukum atas pemeliharaan anak sebagai akibat terjadinya perceraian dari kedua orang tuanya? 2. Apakah hakim memperhatikan masalah anak disaat membuat pertimbangan dalam memutus perkara? 3. Apakah yang menjadi pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutus hak asuh anak kepada bapak sebagai akibat perceraian? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini tidak lain untuk turut serta memberikan kontribusi peneliti terhadap wacana, pemikiran, kajian dan praktik kehidupan rumah tangga yang sedang berlangsung. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pihak yang berhak menurut hukum atas pemeliharaan anak sebagai akibat terjadinya perceraian dari kedua orang tuanya 2. Untuk mengetahui gambaran hakim dalam memperhatikan masalah anak disaat membuat pertimbangan dalam memutuskan perkara.

18 9 3. Untuk mengetahui pertimbangan majelis hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam memutus hak asuh anak kepada bapak sebagai akibat perceraian. Adapun manfaat yang diharapkan oleh penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberi masukan dalam bidang munakahat bagi kalangan ibu-ibu, mahasiswa yang sudah menikah dan mempunyai anak dan orang tua lainnya. 2. Sebagai dokumentasi ilmiah di dalam maupun di luar kampus. 3. Dapat memberikan informasi serta pengetahuan lebih mendalam kepada penulis terkait dengan hadhanah. D. Tinjauan Kajian Terdahulu Berdasarkan penulusuran yang telah penulis lakukan di Fakultas Syariah dan Hukum, maka terdapat beberapa skripsi dengan tema yang sama, diantaranya: 1. Hak Hadhanah Ghairu Mumayyiz Kepada Ayah Karena Perdamaian. Pada tahun Oleh Widya Eka Rachmawati. Skripsi ini berisi tentang hak pemeliharaan anak akibat perceraian yang dipandang menurut fikih dan Kompilasi Hukum Islam. Skripsi ini menjelaskan tentang pengasuhan anak kepada bapaknya karena sudah terdapat perdamaian dan perjanjian sebelumnya oleh kedua ornag tua tentang siapa yang mendapat hak hadhanah. Dan dalam pengasuhannya dilakukan secara bersama-sama.

19 10 2. Hak Pemeliharaan Anak Akibat Perceraian Menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata. Pada tahun Oleh Rini Zaitun. Bahwa didalam penulisan Skripsi ini hanya berisi tentang hak-hak dalam pemeliharaan anak akibat perceraian menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata. Dimana dijelaskan antara hak orang tua dengan hak anak. 3. Penyelesaian Perkara Perceraian Bersama Dengan Gugatan Pengasuhan Anak. Pada tahun Oleh Ariyanih. Di dalam Skripsi ini lebih melihat efisiensi gugatan perceraian dan gugatan pengasuhan anak yang diajukan secara bersamaan. Skrispi ini menjelaskan alasan hakim memberikan putusan dalam bentuk talak raj'i. 4. Hak Anak Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif. Pada tahun Oleh Hilaluddin Safary. Skripsi ini memaparkan hak anak dalam hukum Islam dan hukum Positif. Kemudian bentuk hak-hak anak serta adanya persamaan dan perbedaan hak anak menurut hukum Islam dan hukum Positif. 5. Hadhanah Menurut Perspektif Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi i serta Prakteknya di Pengadilan Agama Jakarta Selatan (Studi Putusan Pengadilan Agama Nomor: 1185/Pdt.G/2006/PA Jakarta Selatan). Pada tahun Oleh Sabaruddin. Di dalam Skripsi ini menjelaskan tentang pemikiran Abu Hanifah dan Imam Syafi i tentang hadhanah dan prioritas hak asuh orang tua murtad terhadap anak

20 11 dibawah umur secara praktisi menurut Hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 6. Hak Hadhanah Bagi Ibu yang Mengidap Penyakit Menular (HIV/AIDS). Pada tahun Oleh Rizka Damayanti. Skripsi ini menjelaskan tentang hak penderita AIDS dalam kaitannya dengan hadhanah dan penyebab penyakit HIV/AIDS serta gejala-gejalanya, cara penularannya dan bagaimana cara pencegahannya. 7. Hak Hadhanah Terhadap Ibu Wanita Karir (Analisa Putusan Perkara Nomor: 458/Pdt.G/2006/Pengadilan Agama Depok). Pada tahun Oleh Mochammad Anshory. Skripsi ini menjelaskan tentang hak seoarng ibu sebagai wanita karir tetapi tidak mampu mangasuh anaknya sehingga diserahkan kepada neneknya yang beragama protestan. Dari beberapa judul skripsi di atas, sudah jelas berbeda pembahasannya dengan skripsi yang akan dibahas oleh penulis. Penulis akan mencoba menganalisis yurisprudensi putusan Majelis Hakim tentang Hak Asuh Anak Kepada Bapak Akibat Perceraian. Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulisan ini adalah; 1. Sumber primer, yaitu wawancara langsung dari seorang Hakim yang memutus perkara tersebut.

21 12 2. Sumber skunder yaitu buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang ada dan penulis data-data memperolehnya dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan Nomor 0305/Pdt.G/2010/PAJS. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian kualitatif, dengan pendekatan yuridis. Data kualitatif pada umumnya dalam bentuk pernyataan kata-kata atau gambaran tentang sesuatu yang dinyatakan dalam bentuk penjelasan dengan kata-kata atau tulisan. 2. Sumber Data 1. Data Primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari Pengadilan Agama berupa putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. 2. Data Skunder Data skunder merupakan data yang diperoleh dari kepustakaan Alat Pengumpul Data Alat pengumpul data yang diperoleh meliputi transkip interview dari wawancara dengan hakim yang memutus perkara tersebut, catatan 13 Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), Cet. XXI. Hal. 6.

22 13 lapangan, dokumen pribadi dan lain-lain. 4. Analisa Data Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan analisa kualitatif dengan pendekatan konten analisis yaitu menganalisis isi dengan mendeskripsikan putusan hak asuh anak kepada bapak akibat perceraian dan menghubungkan hasil wawancara. 5. Teknik Penulisan Teknik penulisan skripsi ini menggunakan buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun F. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan ini, penulis membagi menjadi beberapa uraian yang diantaranya mempunyai beberapa sub-sub bab dan masing-masing bab itu saling terkait satu sama lainnya, sehingga membentuk rangkaian kesatuan pembahasan. Bab pertama merupakan pendahuluan dimana dikemukakan suatu latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

23 14 Bab kedua memuat mengenai pengertian hadhanah, dasar hukum hadhanah, sebab-sebab terjadinya hadhanah, syarat-syarat hadhanah, dan pihakpihak yang berhak dalam hadhanah. Bab ketiga memuat mengenai hadhanah dalam perspektif Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Bab keempat mengenai analisis putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan tentang hak asuh anak kepada bapak akibat perceraian. Yang terdiri dari profil Pengadilan Agama Jakarta Selatan, duduknya perkara, pertimbangan hakim dan analisis penulis. saran-saran. Bab kelima berisikan tentang penutup. Yang terdiri dari kesimpulan dan

24 15 BAB II HADHANAH DALAM FIQH A. Pengertian dan Dasar Hukum Hadhanah Secara etimologis hadhanah ini berarti disamping atau berada dibawah ketiak. 1 Hadhanah berasal dari kata - ي ح ض ن - ح ض نا ا ح ت ض ن,ح ض ن yang artinya pemeliharaan atau pengasuhan. 2 Sedangkan secara terminologisnya, hadhanah adalah merawat dan mendidik seseorang yang belum mumayyiz atau yang kehilangan kecerdasannya, karena mereka tidak bisa memenuhi keperluannya. 3 Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadhanah, mendidik dan merawat anak wajib. Tetapi mereka berbeda dalam hal, apakah hadhanah ini menjadi hak orang tua (terutama ibu) atau hak anak. 4 Ulama Mazhab Hanafi dan Maliki, misalnya berpendapat bahwa hak hadhanah itu menjadi hak ibu sehingga ia dapat saja menggugurkan haknya. Tetapi menurut jumhur ulama, hadhanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak. 1 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), Jilid 2. h Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), h Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h. 326.

25 16 Bahkan menurut Wahbah al-zuhaily, hak hadhanah adalah hak bersyerikat antara ibu, ayah dan anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak atau kepentingan si anak. Menurut Amir Syarifuddin, pengertian Hadhanah di dalam istilah fikih digunakan dua kata namun ditunjukkan untuk maksud yang sama yaitu kafalah dan hadhanah. 5 Yang dimaksud dengan hadhanah dan kafalah dalam arti sederhana adalah pemeliharaan atau pengasuhan. Dalam arti yang lebih lengkap adalah pemeliharaan anak yang masih kecil setelah terjadi putusnya perkawinan. Hal ini dibicarakan dalam fikih karena secara praktis antara suami dan istri telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan bantuan dari ayah dan/atau ibunya. Hadhanah yang dimaksud adalah kewajiban orang tua untuk memelihara dan mendidik anak mereka dengan sebaik-baiknya. Pemeliharan ini mencakup masalah pendidikan dan segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok si anak. 6 Pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung jawab orang tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta mencukupi kebutuhan hidup dari seorang anak oleh orang tua. Selanjutnya, tanggung jawab pemeliharaan berupa pengawasan dan pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut bersifat berkelanjutan sampai 5 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. hal.

26 17 anak tersebut mencapai batas umur yang legal sebagai mumayyiz yang telah mampu berdiri sendiri. 7 Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 (a) menyebutkan bahwa batas mumayyiz seorang anak adalah berumur 12 tahun. 8 Sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa anak dikatakan mumayyiz jika sudah berusia 18 tahun atau telah melangsungkan pernikahan. 9 Beberapa ulama Mazhab berselisih pendapat mengenai masa asuh anak. Imam Hanafi berpendapat masa asuhan adalah tujuh tahun untuk lelaki dan sembilan tahun untuk perempuan. Imam Hanbali berpendapat masa asuh anak lelaki dan perempuan adalah tujuh tahun dan setelah itu diberi hak untuk memilih dengan siapa ia akan tinggal. 10 Menurut Imam Syafi'i berpendapat bahwa batas mumayyiz anak adalah jika anak itu sudah berumur tujuh atau delapan tahun. Sedangkan Imam Malik memberikan batas usia anak mumayyiz adalah 7 tahun. 11 Sedangkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran yang memungkinkan anak tersebut 7 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. h ), h Abdurahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 9 Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal h Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2006), Cet. Ke V.

27 18 menjadi manusia yang mempunyai kemampuan dan dedikasi hidup yang dibekali dengan kemampuan dan kecakapan sesuai dengan pembawaan bakat anak tersebut yang akan dikembangkannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia sebagai landasan hidup dan penghidupannya setelah ia lepas dari tanggung jawab orang tua. 12 Menurut Sayyid Sabiq, hadhanah diartikan sebagai lambung. Yang diartikan dengan Burung itu mengeram telur di bawah sayapnya. Begitu pula dengan perempuan (ibu) yang memelihara anaknya. 13 Beranjak dari ayat-ayat al-qur an seperti yang terdapat di dalam surat Luqman ayat 12-19, setidaknya ada delapan nilai-nilai pendidikan yang harus diajarkan orang tua kepada anaknya seperti berikut ini: 1. Agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah SWT. 2. Tidak mensyariatkan Allah dengan sesuatu yang lain. 3. Berbuat baik kepada orang tua, sebagai bukti kesyukuran anak. 4. Mempergauli orang tua secara baik-baik (ma ruf). 5. Setiap perbuatan apapun akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. 6. Menaati perintah Allah SWT seperti shalat, amar ma ruf dan nahi munkar, serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. 7. Tidak sombong dan angkuh Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. h. 13 Sayyid Sabiq, Fiqh as-sunnah, h. 288.

28 19 8. Sederhana dalam bersikap dan bertutur kata. 14 Menurut Kamal Muchtar Hadhanah, berasal dari perkataan al-hidl berarti rusuk. 15 Menurut penulis, proses pemeliharaan anak dan pendidikannya akan dapat berjalan dengan baik, jika kedua orang tua saling bekerja sama dan saling membantu. Tentu saja ini dapat dilakukan dengan baik jika keluarga tersebut benar-benar keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Sebenarnya sejak dahulu masalah persengketaan orang tua mengenai anak ini, telah mendapat pengaturan hukum adat. Contohnya, dapat kita temui secara faktual pada masyarakat hukum data yang menganut sistem kekeluargaan matrilineal. Pada masyarakat ini penguasaan anak tidak diberikan pada ayah atau keluarga ayahnya, akan tetapi pada ibu atau pada saudara laki-laki si ibu, sedangkan bagi masyarakat yang menganut sistem kekeluargaan patrilineal ditekankan pada pihak bapaknya. Demikian hukum dari praktek hadhanah itu sendiri wajib bagi kedua orang tuanya, sebagaimana wajib memeliharanya selama berada dalam ikatan perkawinan. Oleh karena itu, anak yang diasuh akan terancam masa depannya apabila tidak dapat pengasuh dan pemeliharaan dari orang tua maka dari itu wajib bagi hadhin (pengasuh) untuk menjaganya, sebagaimana kewajiban memberikan nafkah kepadanya serta menjauhkannya dari keburukan dan bahaya. Adapun yang 14 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam di Indonesia. h Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Bandung: Bintang, t.th.). h. 129.

29 20 menjadi dasar hukum disyariatkannya hadhanah antara lain dalam firman Allah SWT surat at-tahrim ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut: ) ( التحر يم : Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pengertian hadhanah juga telah dirumuskan di dalam pasal 1 huruf (g) bahwa yang dimaksud dengan pemeliharaan dan mendidik anak hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri. 16 Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) ini, hadhanah (pemeliharaan) anak dipegang oleh ibu yang telah diceraikan oleh suaminya. Akan tetapi kalau sang istri sudah menikah lagi dengan laki-laki lain maka gugurlah hak pemeliharaan anak dari si ibu tadi. Kompilasi Hukum Islam (KHI) pada pasal 105 (a) yang mengatur tentang hak asuh anak berbunyi sebagai berikut: Pasal 105: 1999), hal Daud Ali. Kompilasi Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, (Ciputat: Logos,

30 21 Dalam hal terjadinya perceraian: a. Pemeliharaan anak yang ghairu mumayyiz atau belum berumur 12 tahun, adalah hak ibunya; b. Pemeliharaan yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai hak pemeliharaan anak; c. Biaya pemeliharaan ditanggung ayahnya. 17 Umar bin Syu'aib meriwayatkan dari ayahnya, bahwa : Seorang perempuan datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata : "Ya Rasulullah, anak ini telah ku kandung di rahimku, telah kususui dengan air susuku, telah bernafas dikamarku, Ayahnya (suamiku) menceraiku dan menghendaki anak ini dariku". 18 Rasulullah bersabda kepadanya : 19 ا ن ت ا ح ق ب و م ال م ت ن ك ح ي. ( ر و اه أ ب ي د او د (. Artinya: "Kamu lebih berhak (memeliharanya) dari pada ia (suamimu) sebelum kamu menikah lagi". (HR. Abi Dawud). Kalau anak sudah mumayyiz (bisa membedakan antara yang benar maupun salah), ia bebas memilih ikut ayah atau ibunya. Sebab keduanya mempunyai hak untuk memelihara dan anak mempunyai hak untuk memilih. 17 Abdurahman Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah (Terjemahan), (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006), Jilid III, Cet. Ke-1, h Abi Daud Sulaiman bin al-asy'asy as-sajastani al-azdiy, Sunan Abi Daud, (Qahirah: Dar al-hadis, 1988), Juz II, h. 292.

31 22 B. Syarat-Syarat Hadhanah Seorang Hadhin (ibu asuh) yang menangani dan menyelenggarakan kepentingan anak kecil yang diasuhnya, haruslah memilki kecukupan dan kecakapan. Kecukupan ini memerlukan syarat-syarat tertentu. Jika syarat-syarat tertentu ini tidak terpenuhi satu saja, gugurlah kebolehan menyelenggarakan hadhanah. 20 Adapun syarat-syaratnya ialah sebagai berikut: Berakal Sehat. Dengan demikian maka tidak boleh diserahkan anak untuk diasuh kalau si ibu gila, baik sifatnya gila terus-menerus ataupun putus-putus. Merdeka Perempuan hamba sahaya tidak berhak mengasuh kendati mancapai izin tuannya. Sudah Dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas yang berat itu, karenanya belum dikenai kewajiban dan tindakan yang dilakukannya itu belum dinyatakan memenuhi persyaratan. Mampu mendidik. Orang yang buta, sakit menular, atau sakit yang melemahkan jasmaninya tidak boleh menjadi pengasuh untuk mengurus kepentingan anak kecil, juga tidak berusia lanjut yang bahkan ia sendiri belum 20 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Terjemahan), h. 241.

32 23 diurus, bukan orang yang mengabaikan urusan rumahnya sehingga merugikan anak kecil yang diurusnya. Amanah dan berbudi. Orang yang curang tidak aman bagi anak kecil dan ia tidak dapat dipercaya untuk bisa menunaikan kewajibannya dengan baik. Beragama Islam. Disyaratkan oleh kalangan Mazhab Syafi iyah dan Hanabilah. Oleh karena itu, bagi seorang kafir tidak ada hak untuk mengasuh anak yang muslim, karena akan ditakutkan akan membahayakan aqidah anak tersebut. 21 Adapun syarat untuk anak yang diasuh (mahdhun) itu adalah: Si anak masih berada dalam usia kanak-kanak dan belum dapat berdiri sendiri dalam mengurus hidupnya sendiri. Si anak berada dalam keadaan tidak sempurana akalnya. Oleh karena itu, dapat berbuat sendiri, meskipun telah dewasa seperti orang idiot. Orang yang telah dewasa dan sehat sempurna akalnya tidak boleh berada dibawah pengasuh apapun. 22 C. Pihak-Pihak Yang Berhak dalam Hadhanah Jika pasangan suami istri bercerai yang dari hubungan mereka menghasilkan anak yang masih kecil, maka istrilah yang paling berhak 21 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Terjemahan), h Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah (Terjemahan), h. 242.

33 24 memelihara dan merawat anak itu sehingga anak itu mumayyiz karena ibulah yang biasanya lebih telaten dan sabar. 23 Selama waktu itu, hendaklah si anak tinggal bersama ibunya selama ibunya belum menikah dengan laki-laki lain. Meskipun anak itu tinggal bersama ibunya, tetapi nafkahnya menjadi kewajiban ayahnya. 24 Jika si anak tersebut sudah mumayyiz dan mampu menjaga dirinya sendiri, maka perlu adanya pihak berwajib untuk melakukan penyelidikan, siapakah diantara keduanya yang lebih berhak dan lebih pandai untuk memelihara anak tersebut. Pada saat itu, anak diserahkan kepada pihak yang lebih cakap untuk merawat dan memeliharanya. Tetapi kalau keduanya sama, maka anak itu harus disuruh memilih siapa diantara keduanya yang lebih ia suka. Dalam Syarh As-sunnah disebutkan: Jika seorang suami menceraikan istrinya, sedangkan diantara mereka terdapat anak yang masih dibawah tujuh tahun, maka ibunya lebih berhak kepadanya. Dan jika istrinya tidak berkeinginan memelihara anaknya, maka bapaknya berkewajiban membayar wanita lain untuk mengasuhnya. Dan jika istrinya itu tidak dapat dipercaya atau kafir, sedangkan bapaknya muslim, maka tidak hak bagi istrinya untuk memelihara anaknya Syaikh Hassan Ayyub, Fikih Keluarga, h Syaikh Hassan Ayyub, Fikih Keluarga, h Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Keluarga, hal. 452.

34 25 Menurut penulis, ibu dan bapak tetap berkewajiban memelihara anakanaknya. Tetapi bagaimanapun juga suatu hal yang mustahil pelaksanaan dan pemeliharaan itu dilakukan secara bersama serta harus dicari cara untuk melaksanakan hubungan dari hak yang sama. Supaya jangan terjadi pembenturan dan peperangan dalam pelaksanaan pemeliharaan anak. Sebagaimana hak pengasuh pertama diberikan kepada ibu, maka para ahli fikih menyimpulkan bahwa keluarga ibu dari seorang anak lebih berhak daripada keluarga bapaknya. Urutan mereka yang berhak mengasuh anak adalah sebagai berikut: 1) Ibu 2) Nenek dari pihak ibu dan terus keatas 3) Nenek dari pihak ayah 4) Saudara kandung anak tersebut 5) Saudara perempuan seibu 6) Saudara perempuan seayah 7) Anak perempuan dari saudara perempuan sekandung 8) Anak perempuan dari saudara perempuan seayah 9) Saudara perempuan ibu yang sekandung 10) Saudara perempuan yang seibu dengannya (bibi) 11) Saudara perempuan ibu yang seayah dengannya (bibi) 12) Anak perempuan dari saudara perempuan seayah 13) Anak perempuan dari saudara laki-laki sekandung

35 26 14) Anak perempuan dari saudara laki-laki seibu 15) Anak perempuan dari laki-laki seayah 16) Bibi yang sekandung dengan ayah 17) Bibi yang seibu dengan ayah 18) Bibi yang seayah dengan ayah 19) Bibi dari pihak ibu 20) Bibi ayah dari pihak ibunya 21) Bibi ibu dari pihak ayahnya 22) Bibi ayah dari pihak ayah. 26 Apabila anak tersebut tidak mempunyai kerabat perempuan dari kalangan mahram atas, atau ada tapi tidak bisa mengasuhnya, maka pengasuhan akan beralih kepada kerabat laki-laki yang masih mahramnya atau masih ada hubungan darah (nasab) yang sesuai dengan urutan masing-masing dalam persoalan waris sebagai berikut: 1) Ayah kandung anak 2) Kakek dari pihak ayah dan terus keatas 3) Saudara laki-laki sekandung 4) Saudara laki-laki seayah 5) Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung 6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah 26 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h. 395.

36 27 7) Paman yag skandung dengan ayah 8) Paman yang seayah dengan ayah 9) Pamannya ayah yang sekandung 10) Pamannya ayah yang seayah dengan ayah. 27 Jika tidak ada seorangpun kerabat dari mahram laki-laki atau tidak bisa mengasuh anak, maka hak pengasuh anak itu beralih mahram-mahramnya yang laki-laki selain kerabat dekat, yaitu: 1) Ayah ibu (kakek) 2) Saudara laki-laki seibu 3) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu 4) Paman yang seibu dengan ayah 5) Paman yang sekandung dengan ibu 6) Paman yang seayah dengan ayah. 28 Menurut pendapat Imam Hanafi dalam salah satu riwayatnya: Ibu lebih berhak atas anaknya hingga anak itu besar dan dapat berdiri sendiri dalam memenuhi keperluan sehari-hari seperti makan, minum, pakaian, beristinjak, dan berwudhu. Setelah itu, bapaknya lebih berhak memeliharanya. Untuk anak perempuan, ibu lebih berhak memeliharanya hingga ia dewasa, dan tidak diberi pilihan. 27 Sayyid Sabiq. Fiqh Sunnah. h Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h

37 28 Imam Miliki berkata: ibu lebih berhak memelihara anak perempuan hingga ia menikah dengan orang laki-laki dan disetubuhinya. Untuk anak laki-laki juga seperti itu, menurut pendapat Maliki yang masyhur, adalah hingga anak itu dewasa. 29 Imam Syafi i berkata: Ibu lebih berhak memeliharanya, baik anak itu laki-laki maupun perempuan, hingga ia berusia tujuh tahun. Apabila anak tersebut telah mencapai usia tujuh tahun maka anak tersebut diberi hak pilih untuk ikut diantara ayah atau ibunya. Imam Hambali dalam hal ini mempunyai dua riwayat: Pertama, ibu lebih berhak atas anak laki-laki sampai ia berumur tujuh tahun. Setelah itu, ia boleh memilih ikut bapaknya atau masih tetap bersama ibunya. Sedangkan untuk anak perempuan, setelah ia berumur tujuh tahun, ia terus tetap bersama ibunya, tidak boleh diberi pilihan. Kedua, seperti pendapatnya Imam Hanafi, yaitu ibu lebih berhak atas anaknya hingga anak itu besar dan berdiri sendiri dalam memenuhi keperluan sehari-hari sepeti makan, minum, pakaian, beristinjak, dan berwuduk. Setelah itu, bapak lebih berhak memeliharanya. Untuk anak perempuan, ibu yang lebih berhak memeliharanya hingga ia dewasa dan tidak diberi pilihan. 29 Muhammad bin Abdurrahman, Fikih Empat Mazhab. Bandung: hal. 416

38 29 BAB III HADHANAH DALAM PERSPEKTIF PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan telah disebutkan tentang hukum penguasaan anak secara tegas yang merupakan rangkaian dari hukum perkawinan di Indonesia, akan tetapi hukum penguasaan anak itu belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 secara luas dan rinci. Oleh karena itu, masalah hadhanah ini belum dapat diberlakukan secara efektif sehingga pada kehakiman di lingkungan Peradilan Agama pada waktu itu masih merujuk pada hukum hadhanah dalam kitab-kitab fikih. Baru setelah diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, dan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebar Luasan Kompilasi Hukum Islam, masalah hadhanah menjadi hukum positif di Indonesia dan Peradilan Agama diberi wewenang untuk menyelesaikannya. 1 Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terdapat beberapa pasal yang menjelaskan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak seperti pada Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa: 1 diakses Pada hari Rabu, 23 Juni 2011.

39 30 Pasal 45: 1) Kedua orang tua memiliki kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. 2) Kewajiban tersebut berlaku sampai anak itu menikah atau dapat berdiri sendiri dan kewajiban tersebut berlaku terus meskipun pernikahan antara kedua orang tua putus. 2 Mengenai batas kewajiban pemeliharaan dan pendidikan ini berlaku sampai anak tersebut berumah tangga atau dapat berdiri sendiri dan kewajiban tersebut berlangsung terus-menerus meskipun pernikahan orang tuanya bercerai. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan mengatur mengenai kekuasaan orang tua terhadap kekuasaan anak dibawah umur, dimana disebutkan bahwa: Pasal 46: 1) Anak wajib menghormati orang tua dan menaati kehendak mereka yang baik. 2) Jika anak yang telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas bila mereka itu memerlukan bantuannya. Pasal 47: 1) Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau yang belum pernah melangsungkan pernikahan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2) Orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. 3 2 Lihat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Pasal Lihat Pasal 47, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

40 31 Pasal 48: Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, kecuali apabila kepentingan anak itu menghendakinya. Pasal 49: 1) Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang, dengan keputusan Pengadilan dalam hal-hal: a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya; b. Ia berkelakuan buruk sekali. 2) Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya, mereka masih berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. Ketentuan tersebut pun tetap berlaku meskipun pernikahan orang tuanya putus. Jadi dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, kekuasaan orang tua itu dapat dicabut jika orang tuanya sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya dan salah satu orang tuanya berkelakuan buruk sekali. Tetapi meskipun kekuasaannya dicabut mereka masih berkewajiban memberi pemeliharaan dan mengasuh anaknya tersebut. B. Menurut Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) masalah pemeliharaan anak atau yang dalam Islam disebut Hadhanah diatur dalam beberapa pasal di dalamnya, seperti yang terdapat pada Pasal: Pasal 105: a. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya;

41 32 b. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya; c. Biaya pemeliharaan ditanggung oleh ayahnya. Dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam, mengenai hadhanah menjadi hukum positif di Indonesia dan Peradilan Agama diberi wewenang untuk menyelesaikannya. Hadhanah merupakan sebagai salah satu akibat putusnya perkawinan diatur secara panjang lebar oleh KHI dan materinya hampir keseluruhannya mengambil dari fiqh menurut para jumhur ulama, khususnya Syafi iyah. Kompilasi Hukum Islam kaitannya dengan masalah ini membagi ada dua periode bagi anak yang perlu dikemukakan yaitu: Periode Sebelum Mumayyiz Apabila terjadi perceraian dimana telah diperoleh keturunan dalam perkawinan itu dan pada masa tersebut seorang anak belum lagi mumayyiz atau belum bisa membedakan antara yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi dirinya, maka anak tersebut dikatakan belum mumayyiz. KHI menyebutkan pada bab 14 masalah pemeliharaan anak pasal 98 menjelaskan bahwa batas usia anak dalam pengawasan orang tuanya adalah sampai usia anak 21 tahun selama belum melakukan pernikahan. Pada pasal 105 ayat (a) bahwa pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Kemudian KHI lebih memperjelas lagi dalam pasal 156, merumuskan sebagai berikut: Pasal 156: Akibat putusnya perkawinan karena perceraian adalah: a. Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari ibunya, kecuali bila ibunya telah meninggal dunia, maka kedudukannya digantikan oleh: 1. Wanita-wanita garis lurus keatas dari ibu. 2. Ayah. 3. Wanita-wanita garis lurus keatas dari ayah. 4. Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan.

42 33 5. Wanita-wanita kerabat menurut garis ke samping dari ibu. 6. Wanita-wanita kerabat menurut garis ke samping dari ayah. 7. Anak yang sudah mumayyiz berhak memilih untuk mendapatkan hadhanah dari ayah atau dari ibunya. 8. Apabila pemegang hadhanah ternyata tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, meskipun biaya nafkah dan hadhanah telah dicukupi, maka atas permintaan kerabat yang bersangkutan Pengadilan Agama dapat memindahkan hak hadhanah kepada kerabat lain yang mempunyai hak hadhanah juga; 9. Semua biaya hadhanah dan nafkah anak menjadi tanggung jawab ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya sampai anak tersebut dewasa dapat mengurusi diri sendiri (21 tahun); 10. Bilamana terjadi perselisihan mengenai hadhanah dan nafkah anak, Pengadilan Agama yang memberikan putusan yaitu berdasarkan huruf (a), (b), (c), dan (d); 11. Pengadilan dapat pula dengan mengingatkan kemampuan ayahnya menetapkan jumlah biaya untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang turut padanya. 4 Periode Mumayyiz Pada masa ini seorang anak secara sederhana telah mampu membedakan mana yang berbahaya dan mana yang bemanfaat bagi dirinya. Oleh sebab itu, ia sudah dianggap dapat menjatuhkan pilihannya sendiri apakah ikut ibunya atau ikut ayahnya. Dengan demikian ia diberi hak pilih menentukan sikapnya. Hal ini telah diatur dalam KHI Pasal 105 ayat (b) bahwa Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya, dan juga terdapat dalam pasal 156 ayat (b) yang menyebutkan bahwa anak diberi pilihan untuk ikut dalam asuhan ibu atau ayah. Berakhirnya masa asuhan adalah pada waktu anak itu sudah bisa ditanya kepada siapa dan akan terus ikut. Batas usia anak dalam pengawasan orang tuanya adalah sampai usia anak 21 tahun selama belum melakukan pernikahan (Pasal 98 4 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2007), h. 151.

43 34 KHI). Kalau anak tersebut memilih ibunya maka si ibu tetap berhak mengasuh anak itu, kalau anak itu memilih ikut ayahnya maka hak mengasuh pindah pada ayah. Sebagaimana pasal 98 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah: Pasal 98: 1) Batas usia anak yang mampu berdiri sendiri atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak bercacat fisik maupun mental atau belum pernah melangsunngkan pernikahan. 2) Orang tuanya mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan diluar Pengadilan. 3) Pengadilan Agama dapat menunjuk salah seorang kerabat terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang tuanya tidak mampu. 5 C. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Kewajiban dan tanggung jawab keluarga dan orang tua diatur dalam Pasal 26 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Pasal 26 yang berbunyi: Pasal 26: 1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk: a. Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak b. Menumbuhkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya c. Dan mencegah terjadinya pernikahan pada usia anak. 2) Dalam hal orang tua tidak ada atau karena suatu kewajiban dan tanggung jawabnya maka kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 6 Di dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menegaskan: "Bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, 5 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, h Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

44 35 masyarakat, pemerintah dan negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindungnya dan terarah guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik mental, spiritual maupun sosial". 7 Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan negara. Dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan. Setiap anak berhak untuk berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tuanya. Karena anak memerlukan kebebasan dalam rangka mengembangkan kreativitas dan intelektualitasnya (daya nalarnya) sesuai dengan tingkat usia anak. Dan pengembangan anak yang belum cukup umur masih harus dalam bimbingan orang tuanya. Melihat peranan hukum Islam dalam pembangunan hukum nasional, ada beberapa fenomena yang bisa dijumpai dalam praktek. Pertama, hukum Islam berperan dalam mengisi kekosongan hukum dalam hukum positif. Dalam hal ini hukum Islam diberlakukan oleh Negara sebagai hukum positif bagi umat Islam. Kedua, hukum Islam berperan sebagai sumber nilai yang memberikan kontribusi 7 Penjelasan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH. yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. 1

BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH. yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan. 1 BAB II PRINSIP-PRINSIP HUKUM TENTANG HADHANAH A. Pengertian dan Dasar Hadhanah Dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun ditujukan untuk maksud yang sama yaitu kafalah dan hadhanah. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak

BAB IV. Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum. Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak BAB IV Analisis Peran LBH Jawa Tengah Dalam Memberikan Bantuan Hukum Terhadap Upaya Eksekusi Hak Hadlanah Dan Nafkah Anak Perspektif Fiqh dan Hukum Positif Berdasarkan Undang - Undang Nomor 16 Tahun 2011

Lebih terperinci

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991.

1 Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden No. 154 Tahun Kompilasi Hukum Islam. Instruksi Presiden No. 154 Tahun 1991. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah SWT menciptakan manusia laki-laki dan perempuan yang diciptakan berpasang-pasangan. Maka dengan berpasangan itulah manusia mengembangbiakan banyak laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan menurut istilah ilmu fiqih dipakai perkataan nikah dan perkataan ziwaj, nikah menurut bahasa mempunyai arti sebenarnya ( hakikat ) dan arti kiasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, Negara Republik Indonesia terus berupaya meningkatkan dan melaksanakan pembangunan di segala bidang, upaya tersebut

Lebih terperinci

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan nikah yang mengandung banyak kemashlahatan yang. dianjurkan, maka perceraian hukumnya makruh. 1

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan nikah yang mengandung banyak kemashlahatan yang. dianjurkan, maka perceraian hukumnya makruh. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian itu sesungguhnya dibenci tanpa adanya hajat. Akan tetapi Nabi menyebutnya sebagai barang halal. Dikarenakan perceraian itu menghilangkan nikah yang

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama

BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA. A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama 58 BAB IV ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA A. Analisis Pendapat Imam al-syafi i Tentang Kewarisan Kakek Bersama Saudara Dan Relevansinya Dengan Sistem Kewarisan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah hidupnya karena keturunan dan perkembangbiakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ) diambil dari kata ( berusaha mendidiknya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk

BAB II LANDASAN TEORI. ) diambil dari kata ( berusaha mendidiknya dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat untuk 18 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian H}ad}anah Kata ( ) diambil dari kata ( ) yang artinya pendamping.jika ditinjau dari segi syara, maka artinya menjaga dan mengasuh anak kecil atau yang senada dengannya

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM Oleh : Abdul Hariss ABSTRAK Keturunan atau Seorang anak yang masih di bawah umur

Lebih terperinci

Prosiding Peradilan Agama ISSN:

Prosiding Peradilan Agama ISSN: Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Analisis Pendapat Imam Syafi i terhadap Pasal 116 (Huruf E) KHI Tentang Kriteria Cacat Badan atau

Lebih terperinci

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA

FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA FATWA TARJIH MUHAMMADIYAH HUKUM NIKAH BEDA AGAMA Pertanyaan Dari: Hamba Allah, di Jawa Tengah, nama dan alamat diketahui redaksi (Disidangkan pada hari Jum at, 20 Syakban 1432 H / 22 Juli 2011 M) Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB II. atau lebih tepat dikatakan memelihara dan mendidik anaknya. 2. mengasuh atau menggendong anaknya yang masih kecil sering menyusui

BAB II. atau lebih tepat dikatakan memelihara dan mendidik anaknya. 2. mengasuh atau menggendong anaknya yang masih kecil sering menyusui 27 BAB II A. Definisi H}ad}a>nah Dalam istilah fiqh digunakan dua kata namun ditujukan untuk maksud yang sama yaitu kafalah dan h}ad}a>nah. Yang dimaksud kafalah dan h}ad}a>nah dalam arti sederhana ialah

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM MENGABULKAN CERAI GUGAT DENGAN SEBAB PENGURANGAN NAFKAH TERHADAP ISTERI A. Pertimbangan Hakim Mengabulkan Cerai Gugat dengan Sebab Pengurangan Nafkah

Lebih terperinci

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TIDAK DITETAPKANNYA NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 2542/PDT.G/2015/PA.LMG) A. Pertimbangan Hukum Hakim yang Tidak Menetapkan Nafkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menciptakan manusia di dunia ini menghendaki dan mengangkatnya menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah:30 Artinya:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Swt. menciptakan manusia agar

Lebih terperinci

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hakum yang Digunakan oleh Majlis Hakim dalam H{Ad{A>Nah Anak kepada Ayah karena Ibu Wanita Karir.

BAB IV. A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hakum yang Digunakan oleh Majlis Hakim dalam H{Ad{A>Nah Anak kepada Ayah karena Ibu Wanita Karir. BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURABAYA NOMOR 2339/PDT.G/2005/PA.SBY TENTANG H{AD{A>NAH ANAK KEPADA AYAH KARENA IBU WANITA KARIR A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hakum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam.

BAB I PENDAHULUAN. bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah. mengikuti ketentuan-ketentuan hukum di dalam syariat Islam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna perbuatan ibadah kepada Allah SWT, dan mengikuti Sunnah Rasulullah. Sebab di

Lebih terperinci

BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg

BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg BAB III PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM PUTUSAN NOMOR: 0151/Pdt.G/2014/PA.Mlg A. Deskripsi Perkara Kasus yang diteliti penulis kali ini merupakan perkara cerai gugat yang di dalamnya disertai gugatan hak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM NOMOR. 2781/Pdt.G/2012/PA.Tbn TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN NAFKAH ANAK OLEH ISTRI YANG DICERAI TALAK

BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM NOMOR. 2781/Pdt.G/2012/PA.Tbn TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN NAFKAH ANAK OLEH ISTRI YANG DICERAI TALAK 64 BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM NOMOR 2781/Pdt.G/2012/PA.Tbn TENTANG PENOLAKAN PERMOHONAN NAFKAH ANAK OLEH ISTRI YANG DICERAI TALAK A. Analisis Dasar dan Pertimbangan Hukum yang Digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian dalam istilah ahli Fiqih disebut talak atau furqah. Adapun arti dari pada talak adalah membuka ikatan membatalkan perjanjian. Sedangkan furqah artinya

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perceraian a. Pengertian Perceraian Perceraian sering diartikan oleh masyarakat luas adalah suatu kegagalan yang terjadi di rumah tangga. Dimana

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu Syari ah STUDI ANALISIS PENDAPAT IMAM AL-SYAFI I TENTANG KEWARISAN KAKEK BERSAMA SAUDARA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam Ilmu-Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam yang diturunkan oleh Allah SWT. sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam, yang mengatur segala sendi kehidupan manusia di alam semesta ini, diantara aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai agama pembawa rahmat bagi seluruh alam, Islam hadir dengan ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan manusia. Islam tidak

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1) Dalam

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN. perkawinan, tujuan hak dan kewajiban dalam perkawinan. BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN Dalam memahami batasan usia seseorang mampu menikah menurut Undang- Undang No.1 Tahun 1974 dan Mazhab Syafi i, maka harus diketahui terlebih dahulu mengenai pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya.

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan. berkasih-kasihan untuk meneruskan keturunannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan yang indah ini, Allah SWT menciptakan makhluknya berpasang-pasangan agar hidup berdampingan, saling cinta-mencintai dan berkasih-kasihan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini

Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Penyuluhan Hukum Hukum Perkawinan: Mencegah Pernikahan Dini Oleh: Nasrullah, S.H., S.Ag., MCL. Tempat : Balai Pedukuhan Ngaglik, Ngeposari, Semanu, Gunungkidul 29 Agustus 2017 Pendahuluan Tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN HAK ASUH ANAK DI PA.MOJOKERTO DALAM PUTUSAN NOMOR 1298/PDT.G/2014/PA.Mr

BAB IV. ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN HAK ASUH ANAK DI PA.MOJOKERTO DALAM PUTUSAN NOMOR 1298/PDT.G/2014/PA.Mr 69 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENOLAKAN HAK ASUH ANAK DI PA.MOJOKERTO DALAM PUTUSAN NOMOR 1298/PDT.G/2014/PA.Mr A. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto Dalam Memutus Perkara Nomor: 1298/Pdt.G/2014/PA.Mr

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah

BAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, hewan, maupun, tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda:

BAB I PENDAHULUAN. yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. dan Anas melihatnya, dan beliau bersabda: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar dan dalam ajaran nabi, pernikahan ditradisikan menjadi sunnah beliau. Sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus

BAB I PENDAHULUAN. jalan pernikahan. Sebagai umat Islam pernikahan adalah syariat Islam yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah salah satu mahluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia sendiri diciptakan berpasang-pasangan. Setiap manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan,

Lebih terperinci

BAB II PERCERAIAN, NAFKAH DALAM KELUARGA DAN H{A<D{ANAH

BAB II PERCERAIAN, NAFKAH DALAM KELUARGA DAN H{A<D{ANAH BAB II PERCERAIAN, NAFKAH DALAM KELUARGA DAN H{A

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy-

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Pembahasan perwalian nikah dalam pandangan Abu Hanifah dan Asy- Syafi i telah diuraikan dalam bab-bab yang lalu. Dari uraian tersebut telah jelas mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan menimbulkan kewajiban nafkah atas suami untuk istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang menjelaskan bahwa

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT A. Analisis Terhadap Pemberian Wasiat Dengan Kadar Lebih Dari 1/3 Harta Warisan Kepada

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH 0 TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENOLAKAN PETUGAS KUA ATAS WALI NIKAH MEMPELAI HASIL HUBUNGAN DI LUAR NIKAH ( Studi Kasus di KUA Kecamatan Dander Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011-2013) SKRIPSI Disusun Oleh:

Lebih terperinci

HAK ASUS ANAK : SUATU ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR IYAH LANGSA TENTANG PENGALIHAN HAK ASUH ANAK. Oleh : Fakhrurrazi 1 dan Noufa Istianah 2

HAK ASUS ANAK : SUATU ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR IYAH LANGSA TENTANG PENGALIHAN HAK ASUH ANAK. Oleh : Fakhrurrazi 1 dan Noufa Istianah 2 HAK ASUS ANAK : SUATU ANALISA TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH SYAR IYAH LANGSA TENTANG PENGALIHAN HAK ASUH ANAK Oleh : Fakhrurrazi 1 dan Noufa Istianah 2 Abstrak Dalam pembahasan ini peneliti memfokuskan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan yang sah untuk membina rumah tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan tanggung jawab. Sesuai

Lebih terperinci

HAK PEMELIHARAAN ATAS ANAK (HADHANAH) AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF

HAK PEMELIHARAAN ATAS ANAK (HADHANAH) AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF HAK PEMELIHARAAN ATAS ANAK (HADHANAH) AKIBAT PERCERAIAN DITINJAU DARI HUKUM POSITIF Oleh : Prihatini Purwaningsih Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Ibn Khaldun Bogor Abstrak Perceraian bukanlah halangan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI PERKARA PUTUSAN NOMOR 1708/pdt.G/2014/PA.bjn. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri M dalam Putusan Nomor:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF BAB IV ANALISIS TERHADAP ANAK TEMUAN (AL-LAQITH) MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF Salah satu dampak menurunnya moral masyarakat, membawa dampak meluasnya pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa tidak jarang terjadi perselisihan pasca

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagaimana diketahui bahwa tidak jarang terjadi perselisihan pasca BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa tidak jarang terjadi perselisihan pasca perceraian. Perselisihan yang erat kaitannya dengan perceraian adalah masalah pembagian harta bersama

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 1 2 TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN (Studi Penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo) Nurul Afry Djakaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah

BAB I PENDAHULUAN. semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua mahluk, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Seperti firman Allah dalam surat yasin: 36 1 2

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Harta Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau berpaling dari tengah ke salah satu sisi, dan al-mal diartikan sebagai segala sesuatu

Lebih terperinci

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac. DAMPAK PEMBATALAN PERKAWINAN AKIBAT WALI YANG TIDAK SEBENARNYA TERHADAP ANAK DAN HARTA BERSAMA MENURUT HAKIM PENGADILAN AGAMA KEDIRI (Zakiyatus Soimah) BAB I Salah satu wujud kebesaran Allah SWT bagi manusia

Lebih terperinci

perkawinan tentang batas waktu pemberian nafkah anak pasca perceraian tersebut adalah berkaitan dengan kewajiban seorang ayah dalam hal biaya

perkawinan tentang batas waktu pemberian nafkah anak pasca perceraian tersebut adalah berkaitan dengan kewajiban seorang ayah dalam hal biaya BAB IV ANALISA PERBANDINGAN BATAS WAKTU PEMBERIAN NAFKAH ANAK PASCA PERCERAIAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN ORDINAN 43 KELUARGA ISLAM NEGERI SARAWAK TAHUN 2001 A. Persamaan antara Ketentuan Batas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6

H.M.A Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h.6 BAB I PENDAHULUAN Dalam kehidupan, manusia tidak dapat hidup dengan mengandalkan dirinya sendiri. Setiap orang membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupannya dalam semua hal, termasuk dalam pengembangbiakan

Lebih terperinci

TINGKAT KESADARAN HUKUM ISTERI DALAM PERKARA CERAI GUGAT S K R I P S I

TINGKAT KESADARAN HUKUM ISTERI DALAM PERKARA CERAI GUGAT S K R I P S I TINGKAT KESADARAN HUKUM ISTERI DALAM PERKARA CERAI GUGAT S K R I P S I Diajukan guna memenuhi kewajiban dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama dalam Ilmu Hukum Islam Disusun Oleh : M A W A R D

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ

STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ STUDI ANALISIS TERHADAP PASAL 105 KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG PEMELIHARAAN ANAK YANG BELUM/SUDAH MUMAYYIZ SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM NOMOR. 0138/Pdt.G/2013/PA.Mlg TENTANG PENOLAKAN HAK ASUH ANAK OLEH SUAMI YANG DICERAI GUGAT

BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM NOMOR. 0138/Pdt.G/2013/PA.Mlg TENTANG PENOLAKAN HAK ASUH ANAK OLEH SUAMI YANG DICERAI GUGAT 53 BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PUTUSAN HAKIM NOMOR 0138/Pdt.G/2013/PA.Mlg TENTANG PENOLAKAN HAK ASUH ANAK OLEH SUAMI YANG DICERAI GUGAT A. Analisis Terhadap Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Malang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai salah satu asas hidup yang utama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna bahkan Allah SWT menjadikan perkawinan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan BAB IV ANALISIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SIDOARJO MENGENAI PENOLAKAN GUGATAN NAFKAH MAD{IYAH DALAM PERMOHONAN CERAI TALAK NOMOR : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda A. Analisis Undang-Undang Perkawinan dan

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP PERNIKAHAN DENGAN MEMALSUKAN IDENTITAS WALI NIKAH. (Studi Kasus di KUA Kec. Tayu Kab. Pati)

ANALISIS TERHADAP PERNIKAHAN DENGAN MEMALSUKAN IDENTITAS WALI NIKAH. (Studi Kasus di KUA Kec. Tayu Kab. Pati) ANALISIS TERHADAP PERNIKAHAN DENGAN MEMALSUKAN IDENTITAS WALI NIKAH (Studi Kasus di KUA Kec. Tayu Kab. Pati) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana S-1 Dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6

BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 BAB IV ANALISIS TANGGUNG JAWAB ORANG TUA DALAM PENDIDIKAN KELUARGA PADA Q.S. AT- TAHRIM AYAT 6 A. Analisis Terhadap Konsep Pendidikan Keluarga Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan utama dan pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan yang suci antara pria dan wanita dalam suatu rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lebih terperinci

Perkawinan dengan Wali Muhakkam

Perkawinan dengan Wali Muhakkam FIQIH MUNAKAHAT Perkawinan dengan Wali Muhakkam Jl. KH. Abdurrahman Wahid Kel. Talang Bakung Kec. Jambi Selatan Kota Jambi Kode Pos. 36135 Telp./Fax. 0741-570298 Cp. 082136949568 Email : sumarto.manajemeno@gmail.com

Lebih terperinci

H}AD}A>NAH ANAK BELUM MUMAYYIZ KEPADA AYAH

H}AD}A>NAH ANAK BELUM MUMAYYIZ KEPADA AYAH BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENYERAHAN HAK H}AD}A>NAH ANAK BELUM MUMAYYIZ KEPADA AYAH KANDUNG PASCA PERCERAIAN A. Analisis Terhadap Pertimbangan dan Dasar Hukum Hakim PA Malang Dalam Perkara Nomor:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 69/PDT.P/2013/PA.MLG TENTANG PENGAJUAN PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 69/PDT.P/2013/PA.MLG TENTANG PENGAJUAN PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 69/PDT.P/2013/PA.MLG TENTANG PENGAJUAN PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR A. Analisis Pertimbangan Hakim Mengabulkan Pengajuan Perwalian

Lebih terperinci

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN

AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN BAB IV ANALISIS 4 MADZAB FIQIH TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA NGANJUK NOMOR 0034/Pdt.P/2016/PA.NGJ TENTANG WALI AD{AL DENGAN ALASAN CALON SUAMI SEORANG MUALLAF DAN KHAWATIR KEMBALI KEAGAMANYA SEMULA.

Lebih terperinci

ب س م الله ال رح م ن ال رح یم

ب س م الله ال رح م ن ال رح یم P U T U S A N Nomor XXXX/Pdt.G/2016/PA.Ktbm ب س م الله ال رح م ن ال رح یم DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR : 3051/ PDT.G/ 2011/ PA. SBY TENTANG H{AD{A>NAH DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR : 3051/ PDT.G/ 2011/ PA. SBY TENTANG H{AD{A>NAH DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA 66 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NOMOR : 3051/ PDT.G/ 2011/ PA. SBY TENTANG H{AD{A>NAH DI PENGADILAN AGAMA SURABAYA A. Analisis terhadap Putusan Hakim Nomor : 3051/ Pdt.G/ 2011/ PA.Sby

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg) BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg) A. Analisis Terhadap Deskripsi Dissenting Opinion Dalam Putusan Perkara

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH TENTANG THALAK PAKSAAN S KRIPSI

ANALISIS PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH TENTANG THALAK PAKSAAN S KRIPSI ANALISIS PENDAPAT IMAM ABU HANIFAH TENTANG THALAK PAKSAAN S KRIPSI DiajukanSebagai Salah SatuSyaratUntukMemperolehGelarSarjana Syari ah (S.Sy) FakultasSyari ahdanhukum UINSuska Riau NUR YASIN NIM.11121101111

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg. BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg. A. Analisis Hukum Terhadap Deskripsi Putusan Nomor: 455/Pdt.G/2013/PA.Spg Mengenai Perceraian Akibat Suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,

Lebih terperinci