PARIWISATA DAN KONDISI SUMBER DAYA MANUSIA HOTEL BERBINTANG DI PROVINSI JAWA BARAT ASEP KURNIAWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PARIWISATA DAN KONDISI SUMBER DAYA MANUSIA HOTEL BERBINTANG DI PROVINSI JAWA BARAT ASEP KURNIAWAN"

Transkripsi

1 PARIWISATA DAN KONDISI SUMBER DAYA MANUSIA HOTEL BERBINTANG DI PROVINSI JAWA BARAT ASEP KURNIAWAN Abstrak : Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun merupakan kelanjutan dari pembangunan sebelumnya untuk mencapai tujuan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Untuk itu, dalam 15 tahun mendatang, sangat penting dan mendesak bagi bangsa Indonesia untuk melakukan penataan kembali berbagai langkah-langkah, antara lain di bidang pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, lingkungan hidup dan kelembagaannya sehingga bangsa Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dan mempunyai posisi yang sejajar serta daya saing yang kuat di dalam pergaulan masyarakat Internasional. (Undang-Undang RI, Nomor 17 Tahun 2007). Sektor pariwisata memberikan kontribusi bagi posisi Jabar sebagai kontributor ketiga terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional setelah DKI Jakarta dan Jatim dengan total sebesar 14,49 persen Karyawan merupakan elemen kunci keberhasilan dalam setiap operasi pada industri perhotelan. Kehadiran mereka dibutuhkan dalam menciptakan iklim dan budaya kinerja organisasi, jika industri perhotelan ingin tetap survive dalam persaingan ekonomi dewasa ini Kata kunci : Pariwisata, Hotel dan Karyawan Abstract : National Long Range Developmet of The year is continuation from development before all to reach purpose of development as commended in Opening of Constitution of Republic Indonesian State The year For the purpose, in 15 coming, of vital importance and insists on for Indonesian nation to do settlement return various stages stepses, for example in management area of natural resources, human resources, its the environment and institution so that Indonesian nation can pursue is lag and has parallel position and strong competitiveness in international society. Tourism sector gives contribution to position of Provinsi Jawa Barat as the biggest third of contribution or to National Gross Product (PDB) National with total equal at 14,49%. Employee is element of key succes of in every operation at hotel industry. Presence they required in creating climate and organization performance culture, if hotel industry wished still survive in economic emulation these days Keyword : Tourism, Hotel and Employee 68

2 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat PENDAHULUAN Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Di samping banyak kemajuan yang telah dicapai, masih banyak pula tantangan atau masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan. Untuk itu, masih diperlukan upaya mengatasinya dalam pembangunan nasional 15 tahun ke depan. Menjelang timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1997, pembangunan ekonomi sesungguhnya sedang dalam optimisme yang tinggi sehubungan dengan keberhasilan pencapaian pembangunan jangka panjang pertama. Namun, berbagai upaya perwujudan sasaran pembangunan praktis terhenti akibat krisis yang melumpuhkan perekonomian nasional. Rapuhnya perekonomian di negara-negara kawasan Asia Tenggara menunjukkan bahwa pondasi ekonomi negara-negara di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia belum kuat menahan gejolak eksternal. Pertumbuhan cukup tinggi yang berhasil dipertahankan cukup lama lebih banyak didorong oleh peningkatan akumulasi modal, tenaga kerja dan pengurasan sumber daya alam daripada peningkatan dalam produktivitas perekonomian secara berkelanjutan. Dari krisis tersebut terangkat kelemahan mendasar bahwa kemajuan selama ini belum diikuti oleh peningkatan efisiensi dan perbaikan tata kelola kelembagaan ekonomi yang akhirnya meruntuhkan kepercayaan para pelaku, baik di dalam maupun di luar negeri. Oleh karena itu, di samping rentan terhadap gangguan eksternal, struktur perekonomian seperti itu akan sulit berkembang jika dihadapkan pada kondisi persaingan yang lebih ketat, baik pada pemasaran hasil produksi maupun pada peningkatan investasi dalam era globalisasi perekonomian dunia. Kepariwisataan dikembangkan agar mampu mendorong kegiatan ekonomi dan meningkatkan citra Indonesia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, serta memberikan perluasan kesempatan kerja. Pengembangan kepariwisataan memanfaatkan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional Indonesia sebagai wilayah wisata bahari terluas di dunia secara arif dan berkelanjutan, serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa. (Undang-Undang RI, Nomor 17 Tahun 2007). PEMBANGUNAN PARIWISATA Di bidang pembangunan pariwisata, potensi dan peranannya sebagai salah satu sektor penghasil devisa utama senantiasa terus ditingkatkan. Jumlah perolehan devisa ditentukan oleh jumlah kunjungan, pengeluaran, dan lama kunjungan wisatawan mancanegara di Indonesia, maka salah satu sasaran keberhasilan pengembangan pariwisata, sebagai sumber penghasil devisa dinilai dari unsur yaitu : (1) jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (foreign tourist); (2) pengeluaran wisatawan mancanegara (foreign tourist expenditures) per wisatawan, per hari dan per kunjungan; (3) lama tinggal wisatawan 69

3 mancanegara (foreign tourist length of stay). Pembangunan pariwisata bersifat multi-sektoral dan multi-disiplin, dalam suatu sistem yang sinergis dan diharapkan mampu mendorong upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan peradaban dan persatuan bangsa serta meningkatkan persahabatan antar bangsa. (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2006). Oleh karenanya, Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata akan mengampu Program Pengembangan Kemitraan dengan sasaran : (a). Meningkatkan kualitas dan kapasitas serta daya saing sumber daya manusia yang berakhlak, mandiri, tangguh, berdedikasi, profesional di bidang kebudayaan dan pariwisata; (b). Meningkatkan penelitian dan pengembangan serta sistem informasi basis data dan pemutakhiran sistem teknologi informasi pengembangunan bidang pariwisata. Untuk mencapai sasaran tersebut, Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata akan menjalankan kegiatan-kegiatan pokok yang meliputi : (a). Melaksanakan perumusan kebijakan pengembangan SDM Pariwisata; (b). Peningkatan peran penelitian dan pengembangan terapan di bidang pariwisata; (c). Pengembangan sistem informasi data pariwisata yang terintegrasi dan terpadu dalam pengembangan; (d). Peningkatan kerjasama penelitian dan pengembangan di bidang pariwisata; (e). Peningkatan pelayanan informasi hasil-hasil litbang pariwisata; (f). Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Peneliti; (g). Peningkatan kebijakan pengembangan kelitbangan. (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2006). Indonesia dengan kebinekaan dan keunikan budaya, seni, suku, adat istiadat dan keindahan alamnya yang memikat merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang terkenal. Selain itu, dengan beraneka ragam kekayaan alamnya yang melimpah memberikan daya tarik tersendiri yang membedakannya dengan negara-negara lain di dunia. Di bidang seni dan budaya yang lahir dari berbagai latar belakang suku dan etnis di Indonesia, dan setiap daerah memiliki ciri khasnya masing-masing. Semua ini menjadi modal pokok bagi Indonesia untuk membangun bangsa dalam rangka pemerataan kemakmuran bagi semua rakyat Indonesia. Semua keragaman dan keindahan ini harus tetap dijaga, dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya untuk dapat diteruskan dan dikembangkan oleh generasi berikutnya agar menjadi modal bagi pembangunan secara menyeluruh dan berkesinambungan khususnya pada sektor pariwisata. Pariwisata diharapkan sebagai sektor andalan dan unggulan yang mampu menjadi salah satu penghasil devisa negara, mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, pemberdayaan perekonomian masyarakat serta memperluas kesempatan kerja. Hasil studi UNDP bersama USAID meneguhkan, pariwisata merupakan sektor unggulan perekonomian Indonesia dengan multiplier effect terbesar. Dan pariwisata harus menjadi pilar ekonomi. Kesempatan kerja yang tercipta akan mengurangi pengangguran. Banyak kegiatan yang dapat ditimbulkan oleh adanya pariwisata pada suatu negara, salah satunya yaitu akan mendatangkan lebih banyak kesempatan kerja pada sektor ekonomi lainnya. Pada tahun 2020 diperkirakan perjalanan wisata dunia mencapai 1,6 miliar orang, 70

4 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat 438 juta orang di antaranya akan ke kawasan Asia Pasifik. Prospek yang menantang bagi kepariwisataan Indonesia untuk berbenah dalam menyongsongnya (AB Susanto, Kompas, 2007). Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan re-positioning keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik. Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa dalam era pembangunan nasional Indonesia dewasa ini, sektor pariwisata memegang peranan penting di masa sekarang dan yang akan datang. Hal ini dalam rangka memberikan masukan devisa negara, mengingat pemerintah sedang menggalakkan usaha-usaha pemasukan devisa melalui industri pariwisata, sehingga pemerintah menghimbau kepada seluruh masyarakat yang berkecimpung dalam dunia pariwisata untuk bersama-sama dalam meningkatkan perkembangan kepariwisataan di Indonesia, disamping dikarenakan pengembangan sektor pariwisata dapat memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Pada akhir bulan Oktober tahun 2007 lalu, the World Economic Forum (WEF) menerbitkan Index Daya Saing Pariwisata Dunia tahun Index ini menempatkan Indonesia pada peringkat 60. Sedangkan Singapura berada pada no. 8, Malaysia no. 31, dan Thailand no. 43. Lagi-lagi, ini merupakan kenyataan yang harus dihadapi Indonesia. Ternyata, penilaian WEF terhadap daya saing tidak saja diukur dari keindahan alam dan keanekaragaman budaya dari suatu destinasi. Bukan juga semata masalah harga yang kurang menarik, ataupun sektor swasta yang kalah berbisnis (Sunario, 2008). Rapor daya saing versi WEF ini didasarkan kepada 13 kriteria, yaitu: (1). Perundangan, peraturan dan kebijakan yang menata dan mengembangkan pariwisata dan perjalanan (tourism and travel); (2). Kebijakan lingkungan hidup; (3). Keamanan destinasi; (4). Kebersihan; (5). Kesehatan; (6). Penempatan travel and tourism sebagai prioritas pembangunan; (7). Infrastruktur perhubungan udara; (8). Infrastruktur pariwisata; (9). Infrastruktur teknologi informasi; (10). Daya saing harga; (11). Mutu dan kinerja sumber daya manusia; (12). Persepsi nasional terhadap pariwisata; dan (13). Sumber daya alam dan budaya. Jelas bahwa sebagian terbesar dari kriteria-kriteria tersebut merupakan kewenangan instansi lain di luar pariwisata. Penilaian Index Pariwisata Indonesia pada tingkat 60, selain didasarkan pada statistik dan data, mau tidak mau juga didasarkan pada persepsi dunia yang oleh media televisi global termasuk media di Indonesia sendiri, memberi kesan bahwa negara ini tetap kurang aman, kotor, tidak sehat, dan lain-lain, yang semuanya menghambat keinginan dan nyali wisatawan untuk berlibur di Indonesia. Selain faktor eksternal, ada juga masalah internal kepariwisataan yang bermuara kepada lemahnya Indonesia bersaing di kancah pariwisata global. Bila kita teliti kriteria yang menjadi dasar penilaian WEF di atas, maka sebenarnya kelemahan pariwisata Indonesia terletak pada lemahnya manajemen dan kepemimpinan 71

5 destinasi di setiap tingkat, lemahnya profesionalisme Sumber Daya Manusia di semua tingkatan, tidak jelasnya political will (dari eksekutif maupun legislatif) yang secara konsisten memprioritaskan pengembangan kepariwisataan, yang terasa pada minimnya anggaran yang dialokasikan kepada sektor ini, sehingga dengan sendirinya Indonesia tidak mampu bersaing dengan negara lain yang memiliki biaya jauh lebih besar bagi pembangunan dan pemasaran sektor pariwisata. Dan tidak kalah penting adalah kenyataan bahwa komunikasi internasional Indonesia di pihak pemerintah maupun pada berita media domestik ke luar negeri masih sangat lemah. Indonesia jarang meng-counter tuduhan dan berita negatif yang dilontarkan dunia internasional, sehingga berita dan citra yang usang perihal terjadinya teror, penyakit menular, bencana alam, kecelakaan pesawat di Indonesia masih melekat pada persepsi masyarakat dunia, yang berakibat kepada hilangnya kepercayaan (trust) wisatawan bahwa Indonesia adalah destinasi yang menarik untuk dikunjungi. Sementara itu, dalam hal pengelolaan kepariwisataan Indonesia, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata telah banyak kehilangan gregetnya dengan diserahkan semua urusan kepariwisataan kepada daerah otonomi, yang sekarang sudah berjumlah sekitar 450-an daerah. Daerah-daerah ternyata belum dipersiapkan untuk menerima wewenang dan tanggung jawab tersebut. Karena saat ini daerah pada umumnya lebih mementingkan pariwisata sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan retribusi, ketimbang menghiraukan bagaimana suatu destinasi patut dikelola secara profesional agar mampu memuaskan wisatawan dan memiliki daya saing global. Dengan demikian, ditinjau dari aspek manajemen nasional, pada hakikatnya pengelolaan pariwisata negara ini sekarang telah terfragmentasi menjadi ratusan unit otonom, yang menghasilkan pelayanan yang tidak konsisten, dengan mutu yang semakin merosot, dan kurang terjaminnya kenyamanan dan keselamatan wisatawan internasional maupun wisatawan Indonesia sendiri. Masalah lain yang dikeluhkan oleh sektor swasta adalah karena swasta diharapkan menghasilkan produk dan pelayanan pariwisata Indonesia yang terjadi ialah semakin renggangnya hubungan pemerintah dengan sektor swasta. Pada hakikatnya, kerja sama swasta-pemerintah di sektor pariwisata haruslah berupa suatu partnership dan hubungan sinergis yang dikenal sebagai hubungan reciprocal interdependence yaitu saling ketergantungan yang timbal balik, di mana fungsi pemerintah ialah mempromosikan dan swasta mempunyai fungsi menjual. Promosi tidak akan efektif tanpa penjualan. Sebaliknya, penjualan sulit terlaksana tanpa promosi. Di negara yang terbukti maju kepariwisataannya, seperti di Singapura, Malaysia, Australia, dan Korea, reciprocal interdependence ini dituangkan dalam bentuk satu organisasi nasional yang berdasarkan undang-undang yang disahkan parlemen. Badan ini bersifat semi-pemerintah, sebagai statutory board, yang dikelola oleh unsur pemerintah bersama unsur swasta. Badan pariwisata ini menyatukan keahlian, fungsi, dan terutama dana yang berasal dari pemerintah dalam satu pool dengan dana non-pemerintah di bawah kepemimpinan dan manajemen bersama yang bersih dan profesional. 72

6 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat Di Indonesia, bentuk organisasi semi-swasta ini oleh ahli hukum dinilai menyalahi Undang-undang Keuangan Negara (Sunario, 2008). Maka, mau tidak mau, anggaran bagi sektor pariwisata di Indonesia tergantung kepada kemampuan yang sangat terbatas dari negara untuk menyisihkan biaya bagi kegiatan promosi dan periklanan di luar negeri yang memang sangat mahal. Oleh sebab itu, pada tahun 2008 dengan Visit Indonesia Year, Indonesia berharap bisa meraih 7 juta wisatawan internasional. Sementara itu, Presiden RI telah menerbitkan Inpres 16 tahun 2005 yang menginstruksikan menteri dan badan-badan pemerintah terkait serta semua gubernur dan bupati/wali kota untuk mendukung dan berkoordinasi erat bagi mempercepat pembangunan Pariwisata Indonesia. Tetapi, apabila keberhasilan diukur dari jumlah wisatawan yang diterima, maka sampai saat ini, keberhasilan masih juga belum nyata. Jamieson dan Noble (2000) menuliskan beberapa prinsip penting dari pembangunan pariwisata berkelanjutan, yaitu: (1) Pariwisata tersebut mempunyai prakarsa untuk membantu masyarakat agar dapat mempertahankan kontrol/pengawasan terhadap perkembangan pariwisata tersebut; (2) Pariwisata ini mampu menyediakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas kepada dan dari masyarakat setempat dan terdapat pertalian yang erat (yang harus dijaga) antara usaha lokal dan pariwisata; (3) Terdapat peraturan tentang perilaku yang disusun untuk wisatawan pada semua tingkatan (nasional, regional dan setempat) yang didasarkan pada standar kesepakatan internasional. Pedoman tentang operasi pariwisata, taksiran penilaian dampak pariwisata, pengawasan dari dampak kumulatif pariwisata, dan ambang batas perubahan yang dapat diterima merupakan contoh peraturan yang harus disusun; (4) Terdapat program-program pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan serta menjaga warisan budaya dan sumber daya alam yang ada. PARIWISATA DAN HOTEL BERBINTANG DI PROVINSI JAWA BARAT Jawa Barat merupakan salah satu daerah provinsi di Indonesia dengan sektor pariwisata yang tumbuh dan berkembang sangat pesat. Visi pariwisata Jawa Barat adalah terwujudnya Jawa Barat sebagai daerah budaya dan tujuan wisata andalan. Dengan visi pariwisata tersebut pemerintah Provinsi Jawa Barat mengajak masyarakatnya untuk mewujudkan pencapaian visi dengan: 1) Pembinaan, pelestarian dan pengembangan aset budaya yang mendukung upaya pengembangan pariwisata Jawa Barat. 2) Mengefektifkan kebudayaan sebagai aset daerah yang mendukung kepada pengembangan usaha jasa pariwisata. 3) Mempromosikan kepariwisataan Jawa Barat. 4) Meningkatkan sumber daya manusia kebudayaan dan kepariwisataan. 5) Memuliakan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam aspek kepurbakalaan, kesejarahan dan nilai-nilai tradisional Jawa Barat. Secara sederhana konsep pembangunan jangka panjang dalam pembangunan kepariwisataan Jawa Barat harus dapat menciptakan keseimbangan bagi berbagai unsur budaya dan lingkungan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan sekaligus 73

7 melestarikan nilai-nilai dan warisan budaya. Hal tersebut berarti harus dijaga: (1) keberlanjutan keberadaan sumber daya alam, (2) Keberlanjutan budaya dalam keseimbangan dengan unsur-unsurnya, (3) Pelaksanaan pembangunan kepariwisataan yang dapat bermanfaat bagi semua tingkat kemampuan dari pedesaan hingga ke tingkat provinsi dan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat Jawa Barat secara individu, kelompok dan golongan dari berbagai tingkatan. Pengembangan pariwisata di daerah Jawa Barat sejalan dengan Undang-Undang RI No 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional, bahwa pengembangan kepariwisataan memanfaatkan keragaman pesona keindahan alam dan potensi nasional sebagai wilayah wisata bahari terluas di dunia secara arif dan berkelanjutan, serta mendorong kegiatan ekonomi yang terkait dengan pengembangan budaya bangsa. Tujuan program pengembangan pariwisata adalah mengembangkan dan memperluas diversifikasi produk dan kualitas pariwisata nasional yang berbasiskan kepada pemberdayaan masyarakat, kesenian dan kebudayaan serta sumber daya (pesona) alam lokal dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan hidup setempat dan mengembangkan dan memperluas pasar pariwisata terutama pasar luar negeri. Jawa Barat dengan segala potensi yang dimiliki seperti: keindahan alam, keramahtamahan penduduk serta budayanya yang unik merupakan modal utama dan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjunginya. Juga sarana dan prasarana penunjang seperti akomodasi, transportasi, restoran dan telekomunikasi yang sangat besar pengaruhnya dalam mendukung keberhasilan perjalanan wisata, pada akhirnya akan mengundang wisatawan untuk berkunjung. Sektor pariwisata juga memberikan kontribusi bagi posisi Jabar sebagai kontributor ketiga terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional setelah DKI Jakarta dan Jatim dengan total sebesar 14,49 persen. Tabel berikut adalah fluktuasi jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang diakomodasi di Provinsi Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 1.1. berikut: Tabel 1.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara yang Diakomodasi di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN PERTUMBUHAN (%) , , , , ,71 Sumber: Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Jawa Barat, 2010 Tabel 1.1 diatas dapat dilihat di tahun 2004 mengalami pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara yang di akomodasi di Provinsi Jawa Barat sebesar 34,67% dari 74

8 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat tahun sebelumnya, dan pertumbuhan kunjungan wisatawan terus mengalami penurunan. Tahun 2006 pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Provinsi Jawa Barat mengalami keadaan yang sangat memprihatinkan, karena mengalami penurunan sebesar 19,40% dari tahun sebelumnya. Akan tetapi di tahun 2008 terjadi pertumbuhan yang sangat tinggi yaitu sebesar 65,71% dari tahun sebelumnya. Tabel berikut adalah fluktuasi jumlah kunjungan wisatawan ke Jawa Barat dapat dilihat pada tabel 1.2 berikut: Tabel 1.2 Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara yang Diakomodasi di Provinsi Jawa Barat Periode Tahun TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN PERTUMBUHAN (%) , , , , ,46 Sumber: Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Jawa Barat, 2010 Tabel 1.2 diatas dapat dilihat di tahun 2004 mengalami pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Provinsi Jawa Barat sebesar 41,75% dari tahun sebelumnya, dan pertumbuhan kunjungan wisatawan mengalami penurunan terutama pada tahun 2005 sebesar 9,78% Selanjutnya di tahun 2006 pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Provinsi Jawa Barat mengalami kenaikan dari tahun 2005 sebesar 6,70% akan tetapi pada tahun 2007 pertumbuhannya sangat kecil sebesar 0,41% dibanding tahun sebelumnya dan di tahun 2008 terjadi kenaikan yang cukup tinggi sebesar 9,46% dari tahun sebelumnya. Uraian di atas memberikan arti bahwa masih banyak sekali yang perlu mendapat perbaikan dan pembenahan dalam sektor pariwisata dan perhotelan jika Provinsi Jawa Barat berkeinginan menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan pendapatan daerah. Ini memberikan arti bahwa masih banyak sekali yang perlu mendapat perbaikan dan pembenahan dalam sektor pariwisata jika Jawa Barat berkeinginan menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan pendapatan daerah. Oleh karenanya pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat terus menerus melakukan promosi pariwisata untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Dan memprioritas sektor pariwisata sebagai potensi untuk dikelola dengan baik agar dapat memberikan kontribusi devisa bagi negara dan pendapatan bagi masyarakat. Salah satu industri yang cukup dominan dan berperan dalam pariwisata adalah industri perhotelan. Hotel sebagai jenis usaha pariwisata dalam menyediakan akomodasi seperti fasilitas penginapan, pelayanan makanan dan minuman serta fasilitas penunjang lainnya yang merupakan bentuk usaha komersial untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Perkembangan akomodasi di Provinsi Jawa Barat tahun dapat dilihat pada tabel 1.3 dibawah ini: 75

9 TAHUN Tabel 1.3 Perkembangan Hotel Berbintang di Provinsi Jawa Barat Tahun JUMLAH HOTEL BERBINTANG PERTUMBUHAN (%) , , , , , , (sampai dengan April) 175 0,00 Sumber: Dinas Pariwisata dan Budaya Provinsi Jawa Barat, 2010 Berdasarkan tabel 1.3 di atas dapat dijelaskan bahwa perkembangan hotel berbintang di Provinsi Jawa Barat dari tahun 2003 sampai dengan 2005 tidak mengalami peningkatan jumlah hotel. Tahun 2006 perkembangan jumlah hotel berbintang di Provinsi Jawa Barat mengalami pertumbuhan sebesar 4,44% atau sebanyak 6 hotel berbintang, kemudian di tahun 2007 juga mengalami pertumbuhan sebesar 9,93% atau sebanyak 14 hotel berbintang. Selanjutnya di tahun 2008 terjadi kenaikan pertumbuhan sebesar 12,90% dan sampai tahun 2010 ternyata tidak ada kenaikan pertumbuhan jumlah hotel. Ini menandakan bahwa permintaan akan fasilitas akomodasi terus bertambah sejalan dengan terus dilakukannya perbaikan dari manajemen sektor pariwisata. Dengan pesatnya pertumbuhan hotel-hotel di daerah wisata Jawa Barat menimbulkan polemik baru yaitu persaingan bisnis pada industri perhotelan di Jawa Barat. Setiap hotel berusaha mendapatkan wisatawan yakni dengan menonjolkan segala keunggulan yang dimilikinya. Strategi dan usaha yang giat sangat besar pengaruhnya dalam memenangkan persaingan bisnis antar hotel tersebut. Hotel tidak saja mencari keuntungan dalam jangka pendek atau keuntungan sesaat saja, melainkan juga berusaha memperoleh keuntungan yang lebih besar sebagai tujuan jangka panjangnya sehingga perusahaan akan mampu menjaga eksistensinya dan memenangkan persaingan. KONDISI SUMBER DAYA MANUSIA HOTEL BERBINTANG DI JAWA BARAT Kepuasan wisatawan yang menikmati pelayanan hotel sangat tergantung dari kinerja para karyawan di hotel tersebut, dan tentunya dapat mempengaruhi wisatawan untuk datang kembali dan tinggal dalam waktu yang lebih lama. Dengan demikian kepuasan wisatawan sangat tergantung terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia sarana akomodasi. Kualitas pelayanan yang baik sangat tergantung pada keberadaan kompetensi sumber daya manusia pada hotel tersebut. Pengelolaan kompetensi karyawan merupakan pengembangan seluruh potensi yang dimiliki karyawan dan membangun lingkungan kerja yang kondusif untuk menciptakan kinerja yang baik, memelihara peningkatan kontribusi dan kepuasan semua karyawan. Pemberdayaan SDM yang dilakukan secara terus menerus juga akan berdampak terhadap 76

10 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat kualitas dan kepuasan konsumen. Sehingga dengan terciptanya kinerja SDM yang baik sekaligus dapat mencapai tujuan organisasi. Pengelolaan kinerja SDM membutuhkan keseimbangan antara kompetensi karyawan dan produktivitas dengan menggunakan indikator-indikator penilaian kinerja karyawan. (Eichel, E. and Bender, H.E. ;1984) Sistem pengukuran kinerja karyawan hotel dibutuhkan untuk mengantisipasi meningkatnya tantangan lingkungan persaingan. Sehingga industri perhotelan membutuhkan pengembangan yang lebih baik tentang informasi kinerja yang menjadi faktor kunci dari moral karyawan dan kepuasan konsumen Begitupula dengan karyawan hotel berbintang di Jawa Barat yang selama ini memegang peranan sangat penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan hotel, baik pelanggan domestik maupun mancanegara. Dengan meningkatnya persaingan antar hotel yang ada di Jawa Barat untuk mendapatkan pelanggan, menuntut terjadinya peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh karyawan. Dari uraian di atas maka timbul pertanyaan : bagaimana kompetensi karyawan, komitmen karyawan, perilaku kewargaan organisasional dan kinerja karyawan pada hotel berbintang di Jawa Barat? Berdasarkan penelitian pendahuluan dan pengamatan yang telah dilakukan terhadap 40 orang karyawan hotel berbintang di Jawa Barat, peneliti mendapatkan informasi yang berkaitan dengan fenomena-fenomena kompetensi karyawan, komitmen karyawan, perilaku kewargaan organisasional dan kinerja karyawan di hotel berbintang di Jawa Barat. Informasi yang telah didapatkan ini sangat berarti bagi peneliti untuk diverifikasikan dalam penelitian berikutnya. Berdasarkan metodenya penelitian pendahuluan ini menerapkan metode deskriptif. Metode deskriptif cocok diaplikasikan karena penelitian pendahuluan ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan situasi dan kondisi pada masa penelitian. Secara spesifik metodenya menggunakan metode survai, yaitu penelitian dengan cara mengajukan pertanyaan kepada orang-orang atau subjek dan merekam jawaban tersebut kemudian dianalisis secara kritis (Sugiama, 2008:41). Survai dilakukan dengan cara mengumpulkan fakta melalui bertanya kepada orang-orang atau subjek sebagai sumber informasi untuk menghimpun fakta-fakta yang langsung dari sumber primer (Cooper dan Schindler, 2003:316). Karena aplikasi survai tersebut untuk mendeskripsikan/ menjelaskan karakteristik anggota populasi di lapangan, maka jenis survai yang digunakan adalah survai eksplanatory. Survai eksplanatory adalah metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik variabel dengan meneliti sejumlah sampel. Penggunaan metode deskriptif dengan tujuan untuk menggambarkan bagaimana kompetensi karyawan, komitmen karyawan, dan perilaku kewargaan organisasional serta kinerja karyawan yang dijalankan selama ini di hotel berbintang di Jawa Barat. Penelitian deskriptif ini dilakukan dalam bentuk analisis data primer hasil penyebaran kuesioner dengan menggunakan analisis deskriptif. Data yang dikumpulkan sebagai obyek penelitian atau unit analisis adalah individual yaitu karyawan yang telah ditentukan sebagai sampel pada hotel berbintang di Jawa Barat. Sedangkan waktu pengumpulan data secara efektif dilakukan dengan menggunakan time horizon (cakupan waktu) yang bersifat one shoot (sekali pengumpulan/pengamatan) artinya data 77

11 atau informasi yang dikumpulkan merupakan hasil penelitian yang dilakukan pada satu periode waktu tertentu (Sekaran, 2003). Dan berikut ini adalah fakta-fakta yang berkaitan dengan kompetensi karyawan hotel berbintang di Jawa Barat. Gambar 1.1 dibawah memberikan gambaran bahwa kompetensi karyawan di Jawa Barat memang perlu banyak mendapat pembinaan dan pengembangan, sehingga dapat menjadi competitive advantage bagi hotel tempatnya bekerja. Gambar 1.1 Kontribusi Dimensi Kompetensi Karyawan Hotel Berbintang di Jawa Barat Sumber : Data diolah, 2010 Berdasarkan gambar diatas dapat dinyatakan bahwa dari enam pertanyaan dimensi kompetensi karyawan, ada lima dimensi yang hampir memiliki kontribusi yang sama (berimbang) antara klasifikasi jawaban setuju dan yang menjawab tidak setuju dengan pentingnya kompetensi karyawan di hotel berbintang di Jawa Barat. Kelima dimensi pertanyaan kompetensi karyawan tersebut adalah developing others (kemampuan mengembangkan orang lain) yang menjawab setuju sebanyak 15 orang (37,5%) dan yang tidak setuju sebanyak 14 orang (35%), untuk, consumer service orientation (orientasi pelayanan konsumen) yang menjawab setuju sebanyak 13 orang (32,5%) sama dengan yang menjawab tidak setuju. Serta dicey condition (kemampuan berhadapan kondisi yang serba tidak pasti), responden yang menjawab setuju sebanyak 15 orang (37,5%) dan yang tidak setuju sebanyak 14 orang (35%). Ini memberikan arti bahwa memang sangat diperlukan perbaikan dan pengembangan kompetensi karyawan di hotel berbintang di Jawa Barat. Apalagi ada tiga dimensi pertanyaan yang dijawab responden yaitu: achievement orientation (orientasi untuk berprestasi), dengan klasifikasi tidak setuju sebanyak 20 orang atau 50%, lebih banyak dibandingkan dengan jawaban setuju sebanyak 10 orang atau 25% atas pentingnya kompetensi karyawan. Dan untuk Analytical thinking (kemampuan berfikir analitis) yang menjawab setuju sebanyak 17 orang (42,5%) dan yang tidak setuju sebanyak 19 orang (47,5%). Serta untuk dimensi teamwork dan cooperation (kerja kelompok dan kerjasama) yang menjawab setuju sebanyak 14 orang (35%) dan yang tidak setuju sebanyak 15 orang (37,5%). 78

12 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat Menurut Bonn (2001:68) menyatakan bahwa keberadaan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh tingkat kompetensi para pegawainya dalam perusahaan tersebut, kuncinya adalah seberapa baik perusahaan tersebut mampu menggalang energi dan telenta para pegawainya. Dipertegas oleh Kroll bahwa para pegawai yang memiliki ketrampilan profesional dan kompetensi yang tinggi, akan mampu untuk tidak saja melakukan pengembangan secara terbatas pada lingkup perusahaan, tetapi juga mampu pada saat yang bersamaan melakukan identifikasi untuk perkembangan di masa yang akan datang (Kroll, 1997) Untuk dimensi pertanyaan yang berkaitan dengan komitmen karyawan di hotel berbintang di Jawa Barat terdiri dari: (a) kriteria komitmen afektif karyawan yang terdiri dari: keseimbangan antara nilai dan tujuan dan hubungan secara emosional dengan perusahaan, (b) kriteria komitmen kontinyu karyawan yaitu diantaranya: rasa berkorban bila menunda pekerjaan dan ketahanan tawaran pekerjaan luar, dan (c) kriteria komitmen normatif yaitu: keengganan meningalkan perusahaan dan konsistensi dengan pekerjaan. Secara keseluruhan gambaran jawaban responden tentang komitmennya dengan hotel tempatnya bekerja dapat dilihat pada gambar 1.2 dibawah ini: Gambar 1.2 Kontribusi Dimensi Komitmen Karyawan Hotel Berbintang di Jawa Barat Sumber : Data diolah, 2010 Dari gambar 1.3 diatas dapat dinyatakan bahwa ada empat pertanyaan dimensi komitmen karyawan memiliki jawaban setuju lebih banyak dibandingkan tidak setuju. Pertanyaan dimensi komitmen karyawan tersebut adalah: (a). Keseimbangan antara nilai dan tujuan (setuju = 16 orang atau 40%, dan tidak setuju = 14 orang atau 35%), (b). Hubungan secara emosional dengan perusahaan (setuju = 18 orang atau 45%, dan tidak setuju = 11 orang atau 27,5%), (c). Rasa berkorban bila menunda pekerjaan (setuju = 16 orang atau 40%, dan tidak setuju = 13 orang atau 32,5%), (d). Konsistensi dengan pekerjaan (setuju = 16 orang atau 40%, dan tidak setuju = 12 orang atau 30%). Sedangkan dua pertanyaan dimensi komitmen karyawan dijawab tidak setuju lebih banyak dari jawaban setuju oleh responden. Pertanyaan dari dimensi komitmen karyawan tersebut adalah: (a). Ketahanan tawaran pekerjaan dari luar (tidak setuju = 21 orang atau 52,5%, dan setuju = 11 orang atau 27,5%), (b) Keengganan meninggalkan perusahaan (tidak setuju = 16 orang atau 40%, dan setuju = 13 orang atau 32,5%). Jadi dapat 79

13 disimpulkan bahwa komitmen karyawan perlu mendapat pembinaan lebih baik karena masih banyak karyawan hotel berbintang yang menganggap komitmen karyawan tidak penting dalam menghadapi persaingan global dewasa ini. Selanjutnya Alwi (2001:49) menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi, mereka akan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati dan lebih konsentrasi dalam meningkatkan kemampuannya serta bekerja secara profesional agar dapat mengembangkan diri di masa mendatang Dalam lingkungan persaingan yang sangat intens pada saat ini, organisasi secara konstan mencari cara-cara baru utuk memaksimalkan usaha-usaha para karyawannya. Salah satu usaha tersebut adalah meningkatkan perilaku kewargaan organisasional karyawan Gambaran tentang perilaku kewargaan organisasional karyawan hotel berbintang di Jawa Barat dapat dilihat pada gambar 1.3 dibawah ini. Gambar 1.3 Kontribusi Dimensi Perilaku Kewargaan Organisasional Karyawan Hotel Berbintang di Jawa Barat Sumber : Data diolah, 2010 Dari gambaran tersebut bisa dijelaskan bahwa ada lima pertanyaan dimensi perilaku kewargaan organisasional karyawan yang menyatakan setuju dengan pentingnya perilaku kewargaan organisasional karyawan. Kelima dimensi pertanyaan tersebut adalah Altruism (kesediaan untuk membantu) sebanyak 15 orang (37,5%) dan yang tidak setuju sebanyak 11 orang (27,5%), Civic virtue (kesediaan mengikuti perkembangan perusahaan) sebanyak 18 orang (45%) sedangkan yang menjawab tidak setuju adalah 10 orang (25%), dan yang menjawab untuk dimensi Sportmanship (tingkat keluhan dan kerisauan karyawan akan pekerjaan) sebanyak 16 orang (40%) dan yang tidak setuju adalah 12 orang (30%). Untuk dimensi pertanyaan Self Development (kemauan karyawan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kapabilitas) responden memberikan jawaban setuju sebanyak 15 orang (37,5%) dan yang tidak setuju sebanyak 14 orang (35%), serta untuk dimensi pertanyaan Organizational Compliance (kesediaan karyawan mengikuti norma dan sistem organisasi) responden menjawab setuju sebanyak 16 orang (40%) dan yang tidak setuju sebanyak 15 orang (37,5%). Satu-satunya dimensi pertanyaan perilaku kewargaan organisasional yaitu Conscientiousness yang jawaban tidak setuju sebanyak 18 (45%) orang akan pentingnya perilaku kewargaan organisasional lebih banyak dibandingkan dengan jawaban setuju 80

14 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat sebanyak 12 orang (30%). Hal ini disebakan karena masih banyaknya karyawan yang tidak taat terhadap peraturan prosedur kerja yang telah distandarkan pihak hotel dan banyak laporan pekerjaan yang belum tuntas dilaksanakan sebagai pertanggungjawaban karyawan terhadap pihak manajemen hotel. Serta masih banyak karyawan yang tidak bersedia bekerja melebihi jam kerja normal yang ditetapkan pihak manajemen hotel. Menurut Padsakoff et al (2000), perilaku kewargaan organisasional dapat mempengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa alasan yaitu dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja, dapat membantu meningkatkan produktivitas manajerial, dapat membantu mengefisienkan penggunaan sumberdaya organisasi untuk tujuan-tujuan produktif, dapat menurunkan tingkat kebutuhan akan penyediaan sumberdaya organisasional untuk tujuan-tujuan pemeliharaan karyawan, dapat dijadikan dasar yang efektif untuk aktivitas-aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompokkelompok kerja, dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan SDM-SDM handal dengan memberikan kesan bahwa organisasi merupakan tempat bekerja yang lebih menarik, dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi serta dapat meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan. Hubungan antar personal dalam perilaku kewargaan organisasional sangat membantu kerja sama (Koys, 2001). Sangat diyakini bahwa pada dasarnya efektivitas fungsi-fungsi dalam suatu organisasi sangat bergantung pada usaha-usaha karyawan, dan terutama pada kesediaan karyawan untuk secara sukarela bekerja melebihi tanggung jawab formalnya. Akhirnya untuk pentingnya kinerja karyawan hotel berbintang di Jawa Barat dalam menunjang peningkatan kinerja organisasi didapat informasi seperti gambar 1.5. Informasi tersebut merupakan fenomena kinerja karyawan dari 6 dimensi pertanyaan yang terdiri dari: (a) Quantity of Work (jumlah pekerjaan), (b) Knowledge of work (pemahaman prosedur kerja), (c) Creativeness (kreativitas), (d) Cooperation (kerjasama), (e) Dependability (kemampuan mendelegasikan pekerjaan), (f) Personal qualities (kualitas pribadi). Untuk lebih jelasnya gambar 1.4 dibawah memberikan gambaran yang berkaitan dengan kontribusi masing-masing dimensi pertanyaan kinerja karyawan. Gambar 1.4 Kontribusi Dimensi Kinerja Karyawan Hotel Berbintang di Jawa Barat Sumber : Data diolah,

15 Apabila dilihat kontribusi dari masing-masing dimensi pertanyaan pada kinerja karyawan di hotel berbintang di Jawa Barat, maka ada satu dimensi yaitu knowedge of job (pemahaman prosedur kerja) memberikan jawaban tidak setuju pada pentingnya kinerja karyawan sebanyak 15 orang (37,5%) dan setuju sebanyak 14 orang (35%). Hal ini berkaitan dengan jawaban responden dalam perilaku kewargaan organisasional (conscientiousness) yang menyatakan bahwa mereka belum mentaati peraturan dan prosedur kerja dan tidak bersedia bekerja melebihi jam kerja yang telah ditetapkan. Sedangkan kelima dimensi lain yang memberikan jawaban setuju lebih banyak daripada yang tidak setuju adalah: Quantity of Work (jumlah pekerjaan), Creativeness (kreativitas), Cooperation (kerjasama), Dependability (kemampuan mendelegasikan pekerjaan), Personal qualities (kualitas pribadi) Jadi sebenarnya karyawan merupakan elemen kunci keberhasilan dalam setiap operasi pada industri perhotelan. Kehadiran mereka dibutuhkan dalam menciptakan iklim dan budaya kinerja organisasi, jika industri perhotelan ingin tetap survive dalam persaingan ekonomi dewasa ini. Maka strategi pengembangan karyawan sebagai sumberdaya unggul dan memiliki daya saing perlu diprioritaskan dengan cara melaksanakan penilaian kinerja karyawan untuk mendapatkan SDM yang kompeten ( Connolly and McGing, 2007). KESIMPULAN Pariwisata Jawa Barat tidak akan terlepas dari industri pariwisata yang ada di Jawa Barat. Industri perhotelan atau akomodasi merupakan bagian dari pariwisata yang tidak dipisahkan. Tanpa kegiatan kepariwisataan, usaha hotel akan lumpuh. Sebaliknya pariwisata tanpa sarana akomodasi merupakan suatu hal yang tidak mungkin. Ini mengandung arti bahwa hidup dan kelangsungan usaha perhotelan tergantung pada banyak atau sedikitnya wisatawan yang datang. Oleh karena itu apabila terjadi penurunan atau peningkatan pada sektor wisata akan memberi pengaruh pada sektor perhotelan. Hotel merupakan bagian integral dari usaha pariwisata yang merupakan suatu usaha akomodasi yang dikomersialkan dengan menyadiakan fasilitas-fasilitas seperti kamar tidur, makanan dan minuman, serta pelayananan - pelayanan penunjang lainnya. Pengelolaan kompetensi karyawan merupakan pengembangan seluruh potensi yang dimiliki karyawan dan membangun lingkungan kerja yang kondusif untuk menciptakan kinerja yang baik. Komitmen karyawan terhadap organisasinya sering dibicarakan sebagai isu strategis dan diyakini sebagai sesuatu yang harus dimenangkan oleh organisasinya. Tanpa adanya komitmen seseorang kecil kemungkinan untuk pencapaian tujuan. Perilaku kewargaan organisasional cenderung melihat seseorang sebagai mahluk sosial dibandingkan sebagai mahluk individual yang mementingkan dirinya sendiri. Rendahnya profesionalisme karyawan memberikan indikasi bahwa manajemen hotel bintang perlu informasi mengenai kinerja karyawan yang harus dimiliki berkenaan dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai karyawan dalam menghadapi persaingan global. Karyawan sebagai ujung tombak keberhasilan industri perhotelan mempunyai berbagai tujuan, harapan atau kebutuhan yang harus mereka penuhi dan diperlukan keterlibatan karyawan yang dapat mempengaruhi 82

16 Pariwisata Dan Kondisi Sumber Daya Manusia Hotel Berbintang Di Provinsi Jawa Barat kinerja karyawan. Fenomena rendahnya kompetensi karyawan, komitmen karyawan, perilaku kewargaan organisasional serta kinerja karyawan di hotel berbintang di Jawa Barat belum sepenuhnya disadari karyawan. Hal ini akan menjadi kendala dan tantangan yang harus diperhatikan dan dihadapi oleh pihak manajemen hotel bintang di Jawa Barat. DAFTAR PUSTAKA AB Susanto, 2007, Musibah dan Pariwisata Indonesia, Opini Kompas, Kompas, Jumat, 09 Maret 2007, Bonn, Ingrid, 2001, Developing Strategic Thinking as A Core Competency Management Decision. Vol.39 No.1 pp Cooper, Donald R and Schindler, Pamela S, 2003, Business Research Methods, Eighth Edition, Mc-Graw Hill Eichel, E and Bender, H.E, 1984, Performance Appraisal : A Study of Current Techniques, American Management Association, New York, NY Jamieson, W and Noble, A,2000, A Manual for Community Tourism Destination Management, Canadian Universitas Consortium Urban Environmental Management, Canada Kroll, Martin, 1997, An Integrative Concept for Technical, Personnel and Organization Development for Professional Skill Enhancement. Journal of Europenn Industrial Training. Vol 21. No.2. pp Padsakoff, Mackenzie, SB, Paine JB, and Bacharach DG, OCB : A Critical Review of the Theoritical and Empirical Literature and Suggestions for Future Research, Journal of Management, Vol.26, pp Sekaran, Uma, 2003, Research Methods for Business : A Skill-Building Approach, Southern Illinois University, Jhon Wiley & Sons.Inc. New York Sugiama, A Gima 2008, Metode Riset Bisnis dan Manajemen, Edisi Pertama, Guardaya Intimarta, Bandung. Sunario Wuryastuti, 16 April 2008, Perlu Manajemen Handal untuk Tingkatkan Daya Saing Pariwisata Indonesia, Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 83

17 Alwi Syafaruddin, Manajemen Sumber Daya Manusia : Strategi Keunggulan Kompetitif. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE ,Undang - Undang RI, Nomor 17 Tahun 2007 tentang Program Perencanaan Nasional Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI, 2006, Rencana kerja dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata Tahun Anggaran 2006 Biodata Penulis Asep Kurniawan, SE, MT Dosen Tetap Fak. Ekonomi Unjani & Kandidat Doktor Manajemen Unpad 84

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai wilayah sangat luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil serta susunan masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma pembangunan di banyak negara kini lebih berorientasi kepada pengembangan sektor jasa dan industri, termasuk di dalamnya adalah perkembangan industri pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Profil Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat (DISPARBUD JABAR) merupakan salah

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BUDAYA 1. Latar Belakang Program pelestarian dan pengembangan kebudayaan pada dasarnya dilaksanakan untuk mengetengahkan nilai-nilai kebudayaan guna memperkokoh ketahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi global. Dari tahun ke tahun, jumlah. kegiatan wisata semakin mengalami peningkatan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu industri yang memiliki pertumbuhan pembangunan yang cepat. Saat ini sektor pariwisata banyak memberikan kontribusi terhadap

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah suatu kegiatan sebagai industri pelayanan dan jasa yang akan menjadi andalan Indonesia sebagai pemasukan keuangan bagi negara. Kekayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta Menggunakan Metode Shift Share Metode shift share digunakan dalam penelitian ini untuk melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata, untuk sebagian negara industri ini merupakan pengatur dari roda BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan suatu negara pada saat ini lebih fokus berorientasi kepada industri non migas seperti industri jasa yang didalamnya termasuk industri pariwisata,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bobonaro merupakan sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan alam yang luar biasa yang sangat berpotensi untuk pengembangan pariwisata dengan banyaknya potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong utama perekonomian dunia pada abad ke-21, dan menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, sektor pariwisata merupakan industry terbesar dan terkuat dalam pembiayaan ekonomi global. Sektor pariwisata akan menjadi pendorong

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perjalananan wisatawan dunia mencapai 1 miliar pada tahun 2012. Menurut Dewan Perjalanan dan Wisata Dunia (World Travel and Tourism Council) angka tersebut

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain oleh masing-masing destinasi pariwisata. melayani para wisatawan dan pengungjung lainnya 1

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain oleh masing-masing destinasi pariwisata. melayani para wisatawan dan pengungjung lainnya 1 1 BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG Aktivitas wisata dalam hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan tersier untuk menghilangkan kepenatan yang diakibatkan oleh rutinitas. Umumnya orang berlibur ketempat-tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran dalam pembangunan nasional, diantaranya sebagai sumber perolehan devisa, menciptakan dan memperluas lapangan usaha, meningkatkan pendapatan

Lebih terperinci

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional.

1. Visi BKPM Terwujudnya Iklim Penanaman Modal Yang Berdaya Saing Untuk Menunjang Kualitas Perekonomian Nasional. RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TAHUN 2009-2014 A. Rencana Strategis BKPM Tahun 2009-2014 Rencana Strategis (Renstra) BKPM yang disusun merupakan fungsi manajemen untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Bagi daerah, indikator ini penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan upaya membangun sistem manajemen

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan terhadap Kebijakan Nasional Rencana program dan kegiatan pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pemalang mendasarkan pada pencapaian Prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia merupakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata merupakan sektor penting dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Seperti yang dituangkan dalam konsep Masterplan Percepatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadatnya, alamnya yang indah, atraksi wisata serta mempunyai keaneka

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadatnya, alamnya yang indah, atraksi wisata serta mempunyai keaneka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bali yang ditetapkan sebagai pusat pariwisata di Indonesia bagian tengah merupakan daerah wisata yang terkenal dengan keramah tamahan penduduknya, adat istiadatnya,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan

BAB V KESIMPULAN. transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan BAB V KESIMPULAN Mencermati perkembangan global dengan kemajuan teknologi komunikasi dan transportasi telah membuat fenomena yang sangat menarik dimana terjadi peningkatan arus perjalanan manusia yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi menyebabkan timbulnya persaingan yang ketat di berbagai bidang industri, tak terkecuali pada industri Pariwisata. Persaingan tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah industri multisektoral, yang di dalamnya terdapat suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah industri multisektoral, yang di dalamnya terdapat suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata adalah industri multisektoral, yang di dalamnya terdapat suatu sistem besar. Komponen komponen dalam sistem ini saling terkait antara yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dan merupakan sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia saat ini. World Tourism

Lebih terperinci

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya

Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya BAB III Statistik tabel Pariwisata Yogyakarta dan Perkembangannya Potensi pariwisata di Indonesia sangat tinggi, dari Aceh hingga Papua dengan semua macam obyek pariwisata, industri pariwisata Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH RANCANGAN RPJP KABUPATEN BINTAN TAHUN 2005-2025 V-1 BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH Permasalahan dan tantangan yang dihadapi, serta isu strategis serta visi dan misi pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh

I. PENDAHULUAN. rangka teoritis untuk menjelaskan kepuasan pelanggan. pelanggan memang berkaitan dengan penilaian kualitas jasa yang dirasakan oleh I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya tujuan sebuah bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang puas. Sejalan dengan itu berbagai upaya telah dilakukan untuk menyusun rangka teoritis untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kontribusi Pajak Dan Retribusi Sektor Pariwisata Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Potensi pendapatan asli daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Sarana Akomodasi Sebagai Penunjang Kepariwisataan. di Jawa Barat. oleh : Wahyu Eridiana

Sarana Akomodasi Sebagai Penunjang Kepariwisataan. di Jawa Barat. oleh : Wahyu Eridiana Sarana Akomodasi Sebagai Penunjang Kepariwisataan di Jawa Barat oleh : Wahyu Eridiana Abstrak Jawa Barat adalah salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan obyek wisata cukup banyak dan beragam

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, sehingga dapat disimpulkan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Birokrasi pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karena itu birokrat pemerintah daerah dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN BAB V. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN Menurut RPJPD Kabupaten Kampar 2005-2025, berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, maka RPJM ke-2 (2011-2016) ditujukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara agraris terbesar di dunia. Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari sektor agribisnis. Agribisnis merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia

BAB I PENDAHULUAN. harkat dan martabat manusia dapat ditingkatkan. Melalui pendidikan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan saat ini merupakan kebutuhan primer setiap manusia. Karenanya, pendidikan tidak boleh dianggap sepele karena dengan pendidikan harkat dan martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan industri terbesar dalam penggerak perekonomian yang tercatat mengalami pertumbuhan positif diseluruh dunia ditengah-tengah ketidakpastian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah belum optimal. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah merupakan salah satu organisasi pelayanan publik yang sering dianggap belum produktif dan efisien dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Sebagai penyelenggara

Lebih terperinci

BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN

BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN BUTIR-BUTIR KONSOLIDASI PENYATUAN LANGKAH AKSELERASI PENCAPAIAN SASARAN 2016 per-bidang PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN RAPAT KERJA NASIONAL PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN 2015 Jakarta, 30 OKTOBER 2015 BUTIR-BUTIR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas penyatuan minat dari negara anggota ASEAN untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) adalah realisasi atas tujuan akhir dari integrasi ekonomi sebagaimana telah disertakan dalam visi 2020 yang berdasarkan atas

Lebih terperinci

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG

5.3. VISI JANGKA MENENGAH KOTA PADANG Misi untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang cerdas, sehat, beriman dan berkualitas tinggi merupakan prasyarat mutlak untuk dapat mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sumberdaya manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sementara, tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah, dilakukan perorangan

BAB I PENDAHULUAN. sementara, tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah, dilakukan perorangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata adalah perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, tidak bekerja yang sifatnya menghasilkan upah, dilakukan perorangan maupun

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA

OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA OPTIMALISASI PELAYANAN PARIWISATA PROPINSI DI YOGYAKARTA SAAT WEEKEND-WEEKDAYS BERDASARKAN SEGMENTASI WISATAWAN NUSANTARA TUGAS AKHIR Oleh: FRIDA HANDAYANI HASIBUAN L2D 000 427 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu produk yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dalam hal kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup yaitu dengan mengaktifkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH TAHUN 2013-2023 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGIS DAN KEBIJAKAN 4. Visi dan Misi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Visi Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga tahun 06 0 adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mampu menunjang kemajuan suatu daerah terutama dengan adanya hubungan dengan otonomi daerah khususnya di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Terjadinya berbagai krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem manajemen pemerintahan dan pembangunan antara lain disebabkan oleh

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 12 2013 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2013 2028 Menimbang : a.

Lebih terperinci

Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran

Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran Visi Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Visi tersebut harus bersifat dapat dibayangkan (imaginable), diinginkan oleh

Lebih terperinci

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya yang begitu melimpah ternyata belum mampu dikelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat.

Lebih terperinci

Abstrak. Kata kunci : kompetensi, kapabilitas, keunggulan kompetitif dan kinerja perusahaan.

Abstrak. Kata kunci : kompetensi, kapabilitas, keunggulan kompetitif dan kinerja perusahaan. Judul :Pengaruh Kompetensi Dan Kapabilitas Terhadap Keunggulan Kompetitif Dan Kinerja Perusahaan Pada Pondok Wisata (Villa) Di Kota Denpasar-Bali. Nama : I Putu Pratama Adiputra NIM : 1315251096 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pengembangan potensi pariwisata telah terbukti

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimanfaatkan dan dilestarikan. Indonesia diberikan anugerah berupa kekayaan alam yang

Lebih terperinci

SARANA AKOMODASI SEBAGAI PENUNJANG KEPARIWISATAAN DI JAWA BARAT. Oleh: Wahyu Eridiana*)

SARANA AKOMODASI SEBAGAI PENUNJANG KEPARIWISATAAN DI JAWA BARAT. Oleh: Wahyu Eridiana*) SARANA AKOMODASI SEBAGAI PENUNJANG KEPARIWISATAAN DI JAWA BARAT Oleh: Wahyu Eridiana*) Abstrak Jawa Barat adalah salah satu propinsi di Indonesia yang memiliki kekayaan obyek wisata cukup banyak dan beragam;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA Oleh : I Wayan Paramarta Jaya I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. atau unjuk kerja atau penampilan kerja. Kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. atau unjuk kerja atau penampilan kerja. Kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Kinerja Kinerja adalah sikap, nilai moral, serta alasan internal maupun eksternal yang mendorong seseorang untuk bekerja atau bertindak dalam profesinya. Atau kinerja (performance)

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN VISI Visi dan Misi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Barat, yang akan dituangkan dalam visi dan misi Rencana Strategis

Lebih terperinci

Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management

Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management Integrasi Produk Pariwisata Indonesia Berbasis Environmental Supply Chain Management Pendahuluan Peran sektor jasa dalam Perekonomian Indonesia semakin penting dan terus berkembang sejak krisis tahun 1997

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki daya tarik wisata yang sangat menarik telah secara serius memperhatikan perkembangan sektor pariwisata, dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dekade terakhir, pariwisata telah mengalami perkembangan dan perubahan yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri tercepat dan terbesar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan industri pariwisata dunia semakin pesat yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan industri pariwisata dunia semakin pesat yang mengakibatkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri pariwisata dunia semakin pesat yang mengakibatkan tingginya tingkat persaingan, terlebih dengan adanya globalisasi yang menimbulkan pergeseran

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 17 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD

B A B 5 PROGRAM. BAB 5 Program Program SKPD B A B PROGRAM.1. Program SKPD Berdasarkan tugas dan fungsi yang melekat pada Satuan Kerja Pelaksana Daerah (SKPD) bidang Kebudayaan dan Pariwisata, maka telah disusun program prioritas unggulan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia memiliki sifat dasar yaitu sebagai mahluk sosial artinya mahluk yang selalu tergantung dengan manusia lainnya, saling membutuhkan, senantiasa berhubungan satu

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis pengolahan data, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Dapat diketahui faktor eksternal dan internal Hotel

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci