PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA MUSSADUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA MUSSADUN"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA MUSSADUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Januari 2012 Mussadun NIM C

4

5 ABSTRACT MUSSADUN. Sustainable Management of Fisheries Resources in the Karimunjawa National Park. Under Supervision of ACHMAD FAHRUDIN, TRIDOYO KUSUMASTANTO, and MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL. Fisheries resources is one of the important coastal resource which is essential for sustainable management of the Karimunjawa National Park (KNP), Jepara regency. In order to achieve optimal uses and sustainable benefits, it is needed to protect the resources from various threats without inflicting losses to the welfare of the fishermen. Management of fisheries resources in the KNP has not been able to deliver optimal results as desired. The problems that allegedly emerged in the management of fisheries resources in the KNP include: (1) in fishing activities, fishermen have less attention to ecosystem sustainability of fisheries resources, (2) zoning system regulation in the KNP is improperly enforced, so the fishermen do not comply with the regulation; and (3) awareness of fishermen in management of fisheries resources in the KNP is still lacking. The objectives of the study are (1) to analyze of an optimal fisheries resource use; (2) to study spatial suitability based on ecosystem approach; and (3) to analyze of fishermen perception for fisheries management in KNP. The calculation result bioeconomic analysis shows that the optimal effort (E*) handline gear standart in the Karimunjawa District 2,883 trip and the maximum sustainable of catch production (h*) 205,935 kg and economic benefits (π*) optimal Rp billion. Spatial analysis with based ecosystem to determine the territorial waters suitability for marine protected areas (MPAs) in the sustainable management of fisheries resources in the KNP. The ecosystems has significant role in management of fisheries resources which are mangrove, seagrass and coral reefs ecosystems. Total areas mangrove, seagrass and coral reefs ecosystems in KNP are 17,185 ha, consist of 498 ha of mangrove ecosystems areas, 319 ha of seagrass ecosystems areas and 16,368 ha of coral reef ecosystems areas. The extent of nucleus zone 2, ha (1.89%), protection zone 26, ha (24.04%), buffer zone 12, ha (10.8%), rehabilitation zone ha (0.21%), and utilization zone 70, ha (63.06%). While the results of modeling analysis of SEM, it was found that the perceptions of fishermen in sustainable management of fishery resources in the KNP expect: (1) law enforcement, (2) monitoring/controlling efforts, and (3) participation of fishing communities. Meanwhile, policies expected were (1) the balance of welfare and sustainability, (2) decentralization involving society control, (3) an integrated approach, (4) equitable catching results, and (5) market mechanism regulation. However, people s understanding on the technical implementation for sustaining the fisheries resources is still lacking. It is needed to give insight understanding to the fishermen about the importance of protecting and preserving the ecosystem of fisheries resources. Fisheries resources in the KNP are common property that must be preserved together through a good institutional system with good management capability set by mutual agreement among the stakeholders. Keywords: management, fisheries resources, sustainable, national parks

6

7 RINGKASAN MUSSADUN. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa. Dibimbing oleh: ACHMAD FAHRUDIN, TRIDOYO KUSUMASTANTO, dan MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL. Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi semua pihak dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) harus mampu mengakomodir konsep keberlanjutan yang dirinci menjadi tiga aspek, yaitu (1) keberlanjutan ekonomi (2) keberlanjutan lingkungan dan (3) keberlanjutan sosial budaya yang mampu mengatur kesetaraan dan kesejahteraan. Penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK berusaha ini bertujuan untuk mengkaji pengelolaan sumberdaya perikanan dari tiga aspek pendekatan: (1) aspek ekologi dan ekonomi dengan pendekatan bioekonomi; (2) aspek keruangan dengan pendekatan sistem zonasi berbasis ekosistem; dan (3) aspek sosial dengan pendekatan persepsi nelayan. Hasil perhitungan analisis bioekonomi menunjukkan bahwa alat tangkap pancing, bubu dan jaring dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan pendekatan perhitungan bioekonomi, menghasilkan upaya optimal lestari sebesar trip, manfaat ekonomi optimal lestari sebesar Rp 3,3464 milyar dan produksi maksimal lestari sebesar kg. Dalam rangka menghindari konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK, luasan fishing ground alat tangkap pancing, bubu dan jaring ,65 ha dikurangi 40% (6.789,06 ha) untuk kawasan konservasi laut (zona inti dan zona perlindungan). Pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan memakai alat tangkap pancing, bubu dan jaring akan menghasilkan upaya optimal lestari sebesar trip, manfaat ekonomi optimal lestari Rp 2,984 milyar dan produksi optimal lestari sebesar kg. Alat tangkap pancing lebih mempunyai manfaat ekonomi dan ramah lingkungan dibandingkan dengan alat tangkap jaring dan bubu. Hasil analisis bioekonomi menunjukkan, bahwa jumlah upaya optimal lestari secara biologi sebesar trip, sedangkan jumlah upaya optimal secara ekonomi sebesar trip. Hal ini menunjukkan, bahwa telah terjadi overfishing di perairan TNK, yaitu berkisar antara trip sampai dengan trip. Analisis keruangan berbasis ekosistem untuk menentukan kesesuaian perairan sebagai kawasan konservasi laut (KKL) dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK. Ekosistem yang sangat berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK adalah ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Hasil analisis keruangan kesesuaian perairan TNK untuk KKL berdasarkan luasan ekosistem mangrove 498 ha, luasan ekosistem lamun 319 ha dan luasan ekosistem terumbu karang ha adalah seluas ha. Kesesuaian kawasan konservasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK berbasis pendekatan ekosistem menghasilkan kebutuhan alokasi manajemen sistem zonasi secara geografis. Luasan ekosistem sumberdaya perikanan yang seharusnya dikelola BTNK dengan lebih konsentrasi dan fokus adalah Zona inti seluas 2.111,07 ha (1,89%), Zona Perlindungan seluas ,12 ha (24,04%), Zona Penyangga seluas ,73 ha (10,8%), Zona Rehabilitasi seluas 233,90 ha (0,21%) dan Zona Pemanfaatan seluas ,18 ha (63,06%). Hasil analisis persepsi nelayan, didapatkan bahwa persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK mengharapkan skala prioritas utama adalah penegakan hukum, yang diiringi dengan upaya pengawasan dan partisipasi

8 masyarakat, serta didukung dengan kebijakan yang memperhatikan keseimbangan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan, desentralisasi dengan kontrol masyarakat, pendekatan terintegrasi, pemerataan hasil pemanfaatan sumberdaya dan pengembangan mekanisme pasar yang berpihak pada masyarakat. Persepsi nelayan menghendaki, dalam penegakan hukum yang menjadi prioritas utama adalah ketaatan terhadap peraturan, aparat dan kelembagaan hukum dan kemudian penegakan sanksi terhadap pelanggaran hukum. Upaya Pengawasan memprioritaskan pengendalian perusakan lingkungan, kemudian peningkatan kualitas kontrol. Sedangkan dalam partisipasi masyarakat perlu diprioritaskan (1) koordinasi dan kerjasama yang efektif, (2) desiminasi dan informasi, (3) keterlibatan dalam perencanaan, implementasi dan pengawasan, (4) peningkatan kualitas SDM, (5) pengembangan alternatif usaha yang tidak merusak lingkungan, dan (6) dukungan terhadap upaya penegakan hukum. Persepsi nelayan kurang mendukung pengelolaan taman nasional dan pelaksanaan teknis. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya peningkatan kesadaran nelayan terhadap pentingnya taman nasional dan perlu adanya kesepakatan antara nelayan dengan pengelola taman nasional (Balai Taman Nasional Karimunjawa) untuk mengelola taman nasional secara berkelanjutan, tanpa mengurangi kesejahteraan nelayan. Pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK sangat membutuhkan sistem kelembagaan yang baik dalam membangun kesiapan kapasitas masyarakat nelayan untuk menerima Kepulauan Karimunjawa sebagai taman nasional dengan segala konsekuensinya, agar tetap berkelanjutan. Sistem kelembagaan di TNK akan berjalan dengan baik dan berkelanjutan, jika didukung oleh kepastian hukum, norma yang berlaku ditengah masyarakat dan kepercayaan masyarakat. Membangun rasa kepercayaan sebagai modal sosial terhadap masyarakat nelayan merupakan tantangan bagi penentu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan.

9 Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

10

11 PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA MUSSADUN Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

12 PENGUJI LUAR KOMISI Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. 2. Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc. Penguji pada ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Dra. Indah Susilowati, M.Sc. 2. Dr. Ir. Samedi

13 Judul Disertasi : Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa Nama : Mussadun NIM : C Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si Ketua Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S. Anggota Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 19 Januari 2012 Tanggal Lulus:

14

15 PRAKATA Segala pujian hanya milik Allah Subhanahu wa Ta ala, atas segala limpahan rahmat dan karunianya. Hingga pada saat ini, telah tersusun disertasi dengan judul Pengelalolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa yang telah mengalami proses penyempurnaan. Pada kesempatan yang sangat berharga ini, penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku Ketua Komisi; Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S selaku Anggota Komisi; dan Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc selaku Anggota Komisi atas perhatian, bimbingan, saran, kemurahan, kesabaran dan sumbangan pemikirannya dalam proses penyusunan disertasi ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc selaku Penguji Luar Komisi pada ujian tertutup. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Dra. Indah Susilowati, M.Sc dan Dr. Ir. Samedi selaku Penguji Luar Komisi pada ujian terbuka. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada almarhum Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai dengan tersusunnya proposal penelitian, dengan iringan doa mudah-mudahan amalan kebaikan beliau diterima oleh Allah SWT dan diampuni kesalahannya. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan beserta staf dan Ir. Mardwi Rahdriawan, MT selaku YMT Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota beserta staf yang telah memberikan bantuan dan dukungan moril. Terima kasih disampaikan juga kepada Kepala Balai Taman Nasional Karimunjawa beserta staf, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Jepara beserta staf, Camat Karimunjawa beserta staf dan masyarakat nelayan Karimunjawa, atas bantuannya memberikan data dan informasi. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada istri saya yang tersayang Rochayati, putra-putri: Nadiyah, Khansa, Zulfa dan Abdullah serta ibunda Tumini, Bapak Subati dan Ibu Ngatiyah atas curahan kasih sayang, pengertian, dan doanya. Penulis juga sampaikan ucapan terima kasih kepada Anang Wahyu Sejati, ST, MT dan Achmad Solechan, S. Kom, M.Si selaku teman diskusi dan bantuan pemikirannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua mahasiswa S3 SPL, khususnya angkatan 2007 sebagai teman diskusi dan pemberi semangat belajar, yaitu Dr. Amiruddin Taher, Dr. Nirmala A. Wijaya, Dr. Imam Bachtiar, Ahmad Bahar, Gladys Peuru, Riyadi Subur, Nurul Istiqomah, dan Abdul Syukur serta kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik material maupun spiritual untuk kesempurnaan penyusunan disertasi ini. Mudah-mudahan Allah SWT membalas kebaikan mereka semua dengan balasan yang lebih baik. Amin. Bogor, Januari 2012 Penulis

16

17 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Semarang tanggal 27 Juni 1970 dari keluarga Bapak Saman (Alm.) dan Ibu Tumini. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Karang Kumpul tahun 1983, SMPN 13 Semarang tahun 1986, dan SMAN 3 Semarang tahun Pendidikan tinggi S1 ditempuhnya di Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Diponegoro diselesaikan pada tahun Pada tahun 2003, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Pascasarjana S2 di IPB Bogor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) dan diselesaikan pada tahun 2005 dengan beasiswa BPPS dari Kementerian Pendidikan Nasional. Penulis kemudian melanjutkan kuliah Program S3 di Program Studi yang sama Sekolah Pascasarjana IPB Bogor pada tahun 2007 juga dengan beasiswa BPPS dari Kementerian Pendidikan Nasional. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro sejak tahun 1998 hingga sekarang dengan jabatan fungsional adalah Lektor, Golongan IIIc. Selama Kuliah Program S3 di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, penulis mengikuti acara Seminar Nasional dan Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN pada tanggal 8 Juni 2011 dengan tema Geospasial dalam Pembangunan Wilayah dan Kota. Pada tanggal 16 Nopember 2011, penulis mengikuti Seminar Nasional yang diadakan oleh Asosiasi Peneliti dan Pemerhati Sumberdaya dan Lingkungan Perairan Indonesia. Sebuah artikel yang merupakan bagian dari penelitian disertasi berjudul Analisis Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa Berbasis Permodelan, diterbitkan Jurnal Tata Loka, Volume 13, Nomor 2 Tahun Dua artikel berjudul Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa Berbasis Pendekatan Bioekonomi dan Analisis Kesesuaian Perairan untuk Kawasan Konservasi dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Taman Nasional Karimunjawa dengan Pendekatan Ekosistem sedang dalam proses penyempurnaan untuk diajukan ke jurnal ilmiah.

18

19 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xxi DAFTAR GAMBAR... xxiii DAFTAR LAMPIRAN... xxv PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 2 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian... 5 Landasan Teori Penelitian Penelitian... 5 Kebaruan (Novelty)... 8 Ruang Lingkup Penelitian... 9 Kerangka Pendekatan Penelitian... 9 TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu Prinsip-prinsip Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Latar Belakang Munculnya Paradigma Lingkungan Hidup dan Konservasi Upaya Konservasi Sumberdaya Alam di Indonesia Prinsip-prinsip Pengelolaan Taman Nasional Laut Terpadu PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA BERBASIS PENDEKATAN BIOEKONOMI Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran Daftar Pustaka ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK KAWASAN KONSERVASI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Hasil dan Pembahasan Simpulan dan Saran Daftar Pustaka xix

20 xx Halaman ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA BERBASIS PERMODELAN Abstrak Abstract Pendahuluan Metode Penelitian Hasil Pembahasan Simpulan dan Saran Daftar Pustaka PEMBAHASAN UMUM Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK Berbasis Bioekonomi.. 86 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK Berbasis Ekosistem. 89 Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK 92 Keberlanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK.. 97 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan.. 99 Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

21 DAFTAR TABEL Halaman 1. Indikator Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Mata Pencaharian Penduduk Karimunjawa Profil Jenis Alat Tangkap di Perairan Karimunjawa Luasan Area Penangkapan Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring Hasil Perhitungan Standarisasi Efektivitas Alat Tangkap Hasil Simulasi dengan Memasukkan Variabel Luas KKL Penurunan Manfaat Optimal Lestari Hasil Perhitungan Upaya Optimal Lestari, Produksi Optimal Lestari dan Manfaat Optimal Lestari dengan Luasan KKL 40% dan Koefisien Pertumbuhan Alami Ikan (r) meningkat 2% per tahun Luasan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Luasan Zonasi Kesesuaian Perairan Perbandingan Luasan Zonasi Kesesuaian dengan Zonasi BTNK Variabel Laten dan Indikator Penelitian Karakteristik Responden xxi

22

23 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka Pendekatan Penelitian Pendekatan Sistem untuk Pengembangan Sumberdaya Perikanan Peta Area Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring Perbandingan CPUE Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring Perbandingan Upaya Lestari Optimal dengan Total Upaya Standarisasi Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring Kurva Hubungan Luasan KKL dengan Manfaat Optimal Lestari Peningkatan Manfaat Optimal Lestari Efek Spill-over 2% per Tahun Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Peta Sebaran Ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang di Taman Nasional Karimunjawa Peta Area Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Pancing, Panah, Bubu, Jaring, Bagan Apung, Muro-ami dan Pukat di TNK Peta Hasil Kesesuaian Perairan Zonasi TNK Model Path Diagram Hipotesis Hubungan antar Variabel Struktur Model Persepsi Nelayan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa Hasil Kolaborasi Temuan Penelitian Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di TNK dengan Pendekatan Bioekonomi, Zonasi dengan Pendekatan Ekosistem dan Persepsi Nelayan xxiii

24

25 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Perhitungan Standarisasi Alat Tangkap dan Perhitungan Model CYP Perhitungan Koefisien Pertumbuhan Alami Ikan (r), Koefisien Daya Tangkap (q), dan Koefisien Daya Dukung (K) Kurva Manfaat Ekonomi Optimal Lestari Upaya Optimal Lestari Perhitungan Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang dan Potensi Optimal Lestari Data Hasil Pengisian Kuisioner Responden Nelayan Karimunjawa Hasil Pengolahan Data dengan Software Lisrel xxv

26

27

28 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang tidak dapat lepas dengan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu sumberdaya alam aset negara yang dapat memberikan sumbangan sangat berharga bagi kesejahteraan masyarakat. Terdapat beberapa alasan pentingnya sumberdaya perikanan, yaitu: (1) pemenuhan sumber gizi dan protein hewani (Supriharyono 2000; Dahuri 2003; Susilowati 2006; dan Subri 2007); (2) banyak menyerap tenaga kerja di sektor perikanan; (3) memenuhi permintaan pasar dunia di sektor perikanan (Fauzi 2006); (4) memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah; (5) mendukung sektor lain untuk mencapai pembangunan terpadu dan berkelanjutan (Kusumastanto 2006). Negara Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang sangat besar. Berdasarkan pengkajian stok perairan Indonesia yang dilakukan oleh Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan (BRKP-DKP) pada tahun 2001, bahwa potensi lestari sumberdaya perikanan Indonesia mencapai 6,4 juta ton pertahun. Dibeberapa lokasi, tingkat pemanfaatannya sudah melebihi atau mendekati potensi lestarinya, seperti Laut Selat Malaka dan Selat Makasar, Laut Jawa, Laut Flores dan Laut Banda (Dahuri 2003). Berdasarkan laporan dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) pada tahun 2002, bahwa 75% dari perikanan laut dunia telah tereksploitasi penuh, mengalami tangkap lebih atau bahkan stok ikan yang tersisa telah terkuras, hanya 25% dari sumberdaya perikanan yang masih dalam kondisi tangkap kurang (Wiadnya et al. 2005). Christie et al. (2007) berpendapat, bahwa dunia telah mengalami kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, karena kurang memperhatikan pendekatan manajemen ekosistem, sehingga stok ikan cenderung menurun. Sedangkan Departemen Kelautan dan Perikanan pada tahun 2007, menyatakan bahwa sebagian besar wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia telah mengalami tangkap lebih dan dalam kondisi kritis, karena pengelolaan sumberdaya ikan yang tidak ramah lingkungan, sehingga menyebabkan stok sumberdaya ikan tidak berkelanjutan. Pengembangan kawasan konservasi laut di Indonesia semakin pesat dengan disahkannya UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan serta telah berlakunya UU No. 27 tahun

29 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Dengan adanya penetapan suatu kawasan konservasi laut, diharapkan terjadi peningkatan kualitas habitat (terumbu karang, lamun, dan hutan mangrove), peningkatan populasi, reproduksi dan biomassa sumberdaya ikan, peningkatan kapasitas lokal untuk mengelola sumberdaya ikan, peningkatan kohesif antara lingkungan dan masyarakat, serta peningkatan pendapatan masyarakat. Namun pembentukan kawasan konservasi laut tersebut belum diiringi dengan pengelolaan yang efektif. Kenyataan yang banyak terjadi di lapangan menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut tidaklah cukup hanya memperhatikan kelestarian lingkungan saja, namun seharusnya juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Potensi sumberdaya ikan sangat bergantung dengan kualitas produktivitas primer di lingkungan wilayah pesisir. Tingginya produktivitas primer (seperti: ekosistem lamun, mangrove dan terumbu karang) berbanding lurus dengan tingginya produktivitas sekunder (sumberdaya perikanan) (Supriharyono 2000). Taman Nasional Karimunjawa (TNK) memiliki potensi kekayaan sumberdaya alam yang banyak, seperti ekosistem hutan mangrove, terumbu karang, dan lamun. Jasa lingkungan pesisir yang dapat dimanfaatkan, antara lain panorama alam pulau-pulau kecil, wisata bahari, dan pelabuhan perikanan pantai. Di samping memiliki kekayaan sumberdaya alam, TNK juga menyimpan sumberdaya perikanan, seperti jenis-jenis ikan pelagis (nonkarang), ikan-ikan karang, dan ikan-ikan hias. Tingkat ketergantungan masyarakat nelayannya terhadap sumberdaya perikanan di kawasan TNK sangat tinggi. Sering terjadi konflik pengelolaan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut (Merino et al. 2008), satu sisi mempunyai tujuan perlindungan bagi ekosistem sumberdaya perikanan dan proses ekologisnya, namun pada sisi lainnya memiliki tujuan eksploitasi sumberdaya perikanan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian tentang pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK yang tetap dapat mengakomodir kepentingan perlindungan sumberdaya perikanan dan lingkungannya, namun sekaligus juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Perumusan Masalah Pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah mengancam keberlangsungan dan

30 3 keberadaan sumberdaya perikanan di TNK. Oleh karena itu, agar sumberdaya perikanan di TNK dapat berperan optimal dan lestari, maka diperlukan upaya-upaya pengelolaan perlindungan sumberdaya perikanan dari berbagai ancaman yang ditimbulkan dari berbagai aktivitas pemanfaatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Permasalahan yang menonjol dalam mengelola Taman Nasional Karimunjawa (TNK) adalah perlindungan terhadap ekosistem sumberdaya perikanan. Hal ini disebabkan, bahwa masyarakat Karimunjawa telah menghuni kawasan kepulauan Karimunjawa sejak lama sebelum kawasan tersebut ditetapkan sebagai taman nasional, sedangkan sebagian besar penduduk Karimunjawa jiwa (55%) dari jiwa adalah bermatapencaharian sebagai nelayan yang menggantungkan kebutuhan hidupnya pada sumberdaya perikanan (Pemkab Jepara 2001). Dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di Karimunjawa, terjadi kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh upaya penangkapan berlebih yang tak terkendali (over-fishing) serta adanya pencemaran dari darat (Pemkab Jepara, 2001). Terjadi penurunan hasil tangkap diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida (BTNK 2005). Kawasan Taman Nasional Karimunjawa ditetapkan sebagai Cagar Alam Laut dengan SK Menteri Kehutanan No.123/Kpts-II/1986, dengan luas hektar. Kemudian ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1988 dengan terbitnya SK Menhut No. 161/Menhut-II/1988. Selanjutnya pada tahun 1997 menunjuk Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) sebagai pengelolanya dengan SK Menhut No. 185/Kpts- II/1997. Tumpang tindih kepentingan dan peraturan yang berbeda antar stakeholder dapat mendorong kearah konflik antar stakeholder (Lunn dan Dearden 2006). Model rancangan kawasan konservasi laut untuk melindungi komponen penting suatu ekosistem telah banyak dilakukan, namun justru berdampak terhadap menurunnya pendapatan masyarakat lokal (Dalton 2004), karena belum adanya alternatif pendapatan lain bagi masyarakat (Dahuri 2003). Dari data hasil operasi tahun Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK) telah melakukan penindakan terhadap kasus pelanggaran. Jenis-jenis pelanggaran yang terjadi antara lain: Penangkapan ikan menggunakan potassium/ sianida Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring cantrang

31 4 Pengambilan biota laut yang dilindungi Pengambilan bagian besi kapal yang tenggelam Menangkap, memelihara dan memperdagangkan satwa yang dilindungi Akibatnya terjadi konflik kepentingan pemanfaatan sumberdaya perikanan, masih banyaknya praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan yang merusak dan tidak ramah lingkungan dan akhirnya mengakibatkan kerusakan ekosistem di TNK. Permasalahan yang dijumpai dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK : (1) Terjadinya overfishing dalam penangkapan ikan di perairan TNK; (2) Batas zonasi yang tidak jelas, sehingga sulit melakukan pengawasan dan nelayan banyak melanggarnya; dan (3) Kurangnya kesadaran dan peran serta masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan di TNK. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah sebagai pertanyaan penelitian berikut ini: 1. Bagaimanakah model pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan memperhatikan aspek biologi dan ekonominya, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan? 2. Mengapa sistem zonasi yang sedang berjalan di TNK berjalan kurang baik, sehingga nelayan melanggarnya? 3. Bagaimanakah persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK? Tujuan Penelitian Tujuan secara umum dalam penelitian ini adalah merumuskan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK). Adapun tujuan secara khusus, dalam penelitian ini yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan umum tersebut diatas adalah: 1. Menganalisis pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK secara optimal dan berkelanjutan. 2. Mengkaji kesesuaian perairan sebagai kawasan konservasi laut (KKL) di TNK dengan berbasis ekosistem sumberdaya perikanan. 3. Menganalisis sistem persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan permodelan SEM (Structural Equation Modeling).

32 5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan, ditinjau secara teoritis dan praktis adalah: 1. Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dalam konteks pengelolaan dengan pendekatan bioekonomi dan model persamaan berstruktur/ Structural Equation Model (SEM) serta pendekatan sistem zonasi yang berbasis ekosistem sumberdaya perikanan. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi stakeholders dan memberikan rekomendasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK bagi penentu kebijakan. Landasan Teori Penelitian Penyusunan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan di TNK seharusnya memperhatikan perubahan paradigma pembangunan berbasis pendekatan ekosistem, yang akan mempengaruhi pergeseran prioritas pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK, sehingga akan menemukan paradigma baru dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yang lebih seimbang, rasional dan optimal berbasis ekosistem. Berdasarkan kajian penelitian yang dilakukan oleh Lackey (1998), ada tujuh prinsip pengelolaan sumberdaya alam berbasis ekosistem, yaitu: 1. Harus dilakukan secara berkesinambungan dengan memperhatikan perubahan dan skala prioritas; 2. Harus memiliki batasan-batasan yang jelas; 3. Memelihara keberadaan ekosistem untuk mencapai manfaat sosial yang diinginkan; 4. Menjaga ekosistem dari aktivitas yang dapat merusak ekosistem dan melebihi daya dukung ekosistem; 5. Harus menjaga keanekagaraman hayati; 6. Memperhatikan daya dukung ekosistem; 7. Harus didukung dengan informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan Paradigma pembangunan di negara Indonesia telah mengalami pergeseran, yang tidak hanya disebabkan oleh pengaruh eksternal (era globalisasi), namun juga pengaruh internal, terutama krisis moneter yang berlanjut dengan krisis ekonomi dan sosial politik. Beberapa bentuk pergeseran paradigma yang sangat mendasar adalah (Dahuri 2003):

33 6 1. Sentralisasi versus Desentralisasi Paradigma sentralisasi telah menimbulkan banyaknya dampak negatif berupa program pembangunan yang tidak sesuai dengan kebutuhan daerah. Disamping itu, juga munculnya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Pemerintah Indonesia mulai melakukan pergeseran paradigma pembangunan ke arah desentralisasi (Satria dan Matsuda 2004) melalui pemberian otonomi seluas-luasnya kepada setiap daerah untuk mengelola sumberdaya alam daerah masing-masing yang diatur dalam undangundang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sedangkan dalam UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dinyatakan bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan dengan memperhatikan wewenang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. 2. Orientasi daratan versus orientasi pesisir dan lautan Orientasi pembangunan di Indonesia pada awalnya bertumpu di daratan dan kurang memperhatikan pembangunan di pesisir dan lautan, sehingga sumberdaya alam di pesisir dan lautan banyak terkuras dan terabaikan serta tidak dikelola dengan baik. Adanya perubahan orientasi pembangunan ke arah pesisir dan lautan diharapkan dapat mengendalikan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan lebih lestari dan optimal untuk kesejahteraan msyarakat. 3. Orientasi pertumbuhan ekonomi versus pemerataan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Paradigma pembangunan di Indonesia sampai akhir tahun 1980-an masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata, sehingga memberikan dampak hanya mementingkan peran industri dan padat modal. Hal ini menyebabkan kerusakan lingkungan serta kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pendapatan terabaikan. Pergeseran paradigma pembangunan ke arah pemerataan pendapatan untuk kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan, tidak hanya memperhatikan pertumbuhan ekonomi semata, namun juga meningkatkan pemerataan kesejahteraan masyarakat, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam tidak hanya dimonopoli oleh pemegang modal saja, tetapi masyarakat lokal seharusnya juga ikut merasakan hasil pembangunan. 4. Pembangunan konvensional (eksploitasi sumberdaya alam) versus keberlanjutan dan kelestarian lingkungan Paradigma konvensional dalam pemanfaatan sumberdaya alam kurang memperhatikan prinsip kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, hanya mengejar

34 7 keuntungan ekonomi, sehingga dalam pemanfaatan sumberdaya alam cenderung merusak lingkungan. Berdasarkan analisis Djajadiningrat (2001), bahwa kegagalan pemerintah Indonesia dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan disebabkan kegagalan pasar, kegagalan kebijakan, dan kegagalan informasi dalam mewujudkan good governance (pemerintahan yang baik). Pemerintahan yang baik seharusnya memiliki paradigma terhadap lingkungan hidup didasari 6 persyaratan, yaitu: 1. Desentralisasi (pelimpahan wewenang kepada pemerintah daerah) 2. Memperkuat kontrol masyarakat (social control) melalui partisipasi masyarakat 3. Pendekatan yang terintegrasi 4. Menjaga keseimbangan antara ekonomi sosial dengan konservasi 5. Keadilan dan pemerataan pendapatan bagi kesejahteraan masyarakat dalam pemanfaat sumberdaya alam 6. Pengembangan mekanisme pasar dan kebijakan fiskal dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungannya Konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan di taman nasional laut dapat terjadi, karena adanya perbedaan pendapat dan pandangan dalam pemanfaatan dan pengelolaannya. Perbedaan pandangan tersebut akan semakin meruncing, ketika pihakpihak yang berkepentingan tidak saling mendukung dan tidak saling memahami. Pemanfaatan sumberdaya perikanan di kawasan taman nasional laut, selain memperhatikan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya, juga perlu memperhatikan kepentingan masyarakat nelayan yang tinggal disekitar kawasan konservasi yang mata pencaharian mereka sangat tergantung dengan sumberdaya perikanan. Permasalahan dan konflik kepentingan yang dihadapi stakeholders dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan taman nasional laut, seharusnya memperhatikan paradigma pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Charles (2001) menyimpulkan, bahwa kompleksitas perdebatan paradigma tersebut dipicu oleh adanya perbedaan pandangan dunia terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi laut. Masing-masing paradigma menekankan satu dari tiga pilar, yaitu konservasi, rasionalitas dan kesejahteraan masyarakat (Damanik et al. 2006): 1. Paradigma konservasi: menekankan pemeliharaan stok ikan dan pengelolaan hanya berbasis pada aspek bioekologi. Sedangkan nelayan hanya dipandang sebagai pihak yang menguras sumberdaya perikanan dan merusak lingkungan.

35 8 2. Paradigma rasionalitas: menekankan pencapaian efisiensi ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan dengan memaksimalkan manfaat ekonomi dan menekan biaya yang dikeluarkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Apabila efisiensi ekonomi belum berhasil diraih, maka jumlah nelayan harus dikurangi (PHK), karena jumlah nelayan yang berlebihan dipandang sebagai penyebab biaya yang dikeluarkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan membengkak dan stok ikan berkurang. 3. Paradigma kesejahteraan masyarakat: memfokuskan kesejahteraan masyarakat, pemerataan distribusi dan manfaat sosial budaya sumberdaya perikanan serta berusaha melindungi nelayan kecil yang terpinggirkan dari kekuatan ekonomi yang sedang berkecamuk, sehingga masalah kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya terkadang diabaikan. Kebaruan (Novelty) Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi semua pihak dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Pengelolaan sumberdaya perikanan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) harus mampu mengakomodir konsep keberlanjutan yang dirinci menjadi tiga aspek, yaitu (1) keberlanjutan ekonomi (2) keberlanjutan lingkungan dan (3) keberlanjutan sosial budaya. Penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK ini berusaha untuk mengupas pengelolaan dari tiga aspek pendekatan: (1) aspek ekologi dan ekonomi dengan pendekatan bioekonomi; (2) aspek keruangan dengan pendekatan sistem zonasi berbasis ekosistem; dan (3) aspek sosial dengan pendekatan persepsi nelayan. Kebaruan disertasi ini adalah proses penyusunan pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dengan memakai 3 pendekatan: (1) pendekatan bioekonomi dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK; (2) pendekatan ekosistem sumberdaya perikanan (mangrove, lamun dan terumbu karang) dalam penentuan zonasi pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK; dan (3) pendekatan pemodelan terhadap persepsi nelayan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK.

36 9 Ruang Lingkup Penelitian Batasan studi pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) adalah: 1. Alat tangkap yang dianalisa adalah alat tangkap pancing, bubu dan jaring. Hasil kajian upaya optimal lestari, manfaat ekonomi optimal lestari dan produksi optimal lestari yang dikaitkan dengan peruntukan kawasan perlindungan, namun belum mempertimbangkan efek spill-over dan biaya sosial. 2. Penentuan zonasi dengan pendekatan ekosistem penting bagi sumberdaya perikanan di TNK adalah ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove yang dikaitkan dengan luasan fishing ground (kawasan penangkapan) dan hasil zonasi dari BTNK (2005). 3. Responden yang dipakai untuk analisis SEM adalah stakeholder dari pihak nelayan Karimunjawa yang tersebar di tiga Desa (Desa Karimunjawa, Desa Kemujan dan Desa Parang). Kerangka Pendekatan Penelitian Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, sering muncul konflik antara berbagai pihak yang berkepentingan. Definisi sistem yang kompleks menurut Charles (2001) adalah apabila sistem tersebut memiliki sejumlah unsur yang terkait satu sama lain secara dinamik maupun statis. Semakin banyak jumlah unsur dalam struktur sebuah sistem, maka semakin kompleks sistem tersebut (Kusumastanto 2006). Setiap pihak yang berkepentingan mempunyai maksud, tujuan, target dan rencana untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan tersebut. Perbedaan maksud, tujuan, sasaran dan rencana tersebut mendorong terjadinya konflik pemanfaatan sumber daya perikanan. Masyarakat nelayan biasanya cenderung dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan yang tidak bertanggung jawab, sehingga hal ini menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Banyak pihak dari pengambil keputusan menyadari bahwa telah terjadi penangkapan ikan secara illegal, kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan padang lamun, namun belum banyak upaya untuk mengatasi persoalan tersebut. Kenyataannya ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang sebagai suatu kesatuan yang saling berinteraksi dalam meningkatkan produktivitas sumberdaya perikanan justru dikesampingkan keberadaannya. Ikan-ikan yang bermigrasi dari ekosistem yang satu ke

37 10 ekosistem yang lain dalam masa-masa perkembangan dan pertumbuhan (Murdiyanto 2004). Beberapa fase juvenil (larva ikan) jenis ikan tertentu hidup pada ekosistem mangrove, sebelum bermigrasi ke ekosistem terumbu karang atau lamun pada fase dewasanya. Beberapa jenis ikan hidup yang sebelumnya menetap dan tumbuh di ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove, pada fase juvenile-nya terbawa arus dan melayang di perairan. Kawasan konservasi laut secara umum dirancang untuk menjembatani berbagai tujuan ekonomi-sosial dan lingkungan, mencakup perlindungan berbagai spesies laut-baik yang tidak komersil maupun komersil, pendapatan ekowisata, perlindungan terhadap ekosistem dan proses ekologisnya yang kritis, serta kepentingan di bidang pendidikan dan peluang riset (Lunn dan Dearden 2006). Konflik antara kepentingan ekonomi dan konservasi sumberdaya perikanan dikhawatirkan akan terus meningkat jika sumberdaya ini tidak dikelola secara bijaksana, apalagi tekanan pemanfaatan sumberdaya perikanan saat ini sedang memuncak. Dalam memanfaatkan dan mengelola sumberdaya perikanan perlu diperhatikan daya dukung dan kemampuan asimilasi wilayah laut, pesisir dan daratan dalam hubungan ekologis, ekonomis, dan sosial. Kesinambungan ketersediaan stok sumberdaya ini merupakan kunci dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Akar permasalahan konflik ini sering berasosiasi dengan faktor sosial, ekonomi, kelembagaan dan bio-fisik yang mempengaruhi kondisi lingkungan sumberdaya perikanan. Konflik tersebut, baik langsung maupun tidak langsung dapat melibatkan banyak pihak yang bertikai. Hal ini diperparah dengan lemahnya penegakan hukum, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan sumberdaya perikanan yang sangat mengkhawatirkan, karena tidak ada upaya pengelolaan untuk melestarikannya. Adanya perbedaan paradigma dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di kawasan konservasi, di satu sisi ada pihak yang mengedepankan segi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, namun pada sisi lainnya lebih mengutamakan kelestarian lingkungan. Sampai saat ini, masih diperdebatkan oleh para pakar yang memiliki perbedaan pandangan, baik yang mendukung maupun yang tidak, mengenai manfaat ekonomi pengelolaan sumberdaya perikanan yang berbasis konservasi. Hal ini telah melahirkan suatu konsep baru dalam pengembangan sumberdaya perikanan yang tetap menekankan kelestarian lingkungan, namun di satu sisi dapat meningkatkan pertumbuhan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

38 11 Faktor-faktor keberlanjutan yang meliputi ekologis, ekonomi, sosial dan kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi tersebut nantinya akan diuji di TNK dengan pendekatan bioekonomi, structural equation modeling (SEM) dan sistem zonasi berbasis ekosistem sumberdaya perikanan. Kebutuhan akan suatu pendekatan yang transparan dan sistematis terhadap perencanaan berbasis sistem zonasi, maka peran Sistem Informasi Geografis (SIG) sangat penting (Bruce dan Eliot 2006). SIG berfungsi untuk menyimpan, membuka kembali dan meneliti berbagai jenis data dan informasi dengan cepat (Kairo et al. 2002). Stelzenmuller et al. (2004) menggunakan data SIG dalam penelitiannya terhadap sumberdaya ikan Shad (Alosa fallax) di kawasan konservasi laut. Penilaian sumberdaya perikanan di TNK dilakukan dengan pendekatan bioekonomi untuk mengetahui manfaat optimal dari aspek ekonomi sumberdaya perikanan dengan tetap memperhatikan aspek kelestarian ekosistem sumberdaya perikanan. Tujuan yang sangat mendasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya perikanan yang ada, sehingga menghasilkan manfaat ekonomi yang optimal, namun tetap mempertahankan kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya. Untuk itu perlu adanya suatu pendekatan yang mengakomodir aspek bioekologi dan aspek ekonomi dengan model bioekonomi (Pezzey et al. 2000). Setiap aktivitas pengelolaan sumberdaya perikanan, tentunya akan menghasilkan suatu dampak. Oleh karena itu, dengan mengkaji pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK dengan pendekatan bioekonomi, SEM dan sistem zonasi berbasis ekosistem sumberdaya perikanan, maka diharapkan dapat dirumuskan suatu kebijakan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK. Secara diagramatis, kerangka pendekatan penelitian ini dapat digambarkan pada Gambar 1 berikut ini:

39 12 Penetapan sebagai Taman Nasional Karimunjawa KEPULAUAN KARIMUNJAWA Penduduk yang mendiami Kepulauan Karimunjawa POTENSI EKOSISTEM DAN SUMBERDAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN Kelestarian Ekosistem dan Sumberdaya KONFLIK KEPENTINGAN Kebutuhan Ekonomi dan Sosial Kerusakan Ekosistem dan Sumberdaya di TNK Eksploitasi Sumberdaya yang berlebihan melalaikan kelestarian Ekosistem dan Sumberdaya Sistem Kelembagaan Kesadaran dan Partisipasi masyarakat yang kurang ANALISIS SISTEM ZONASI BERBASIS EKOSISTEM SUMBERDAYA ANALISIS PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERBASIS BIOEKONOMI ANALISIS PERSEPSI NELAYAN BERBASIS PEMODELAN SEM ANALISIS DISKRIPTIF EKSPLORATIF KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TANAN NASIONAL KARIMUNJAWA REKOMENDASI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA Gamabar 1. Kerangka Pendekatan Penelitian

40 13 TINJAUAN PUSTAKA Wilayah pesisir merupakan tempat bermukim bagi hampir 62% penduduk dunia antara tahun 1980 sampai dengan tahun 2000 (Lakshmi dan Rajagopalan 2000). Hal ini sebagai salah satu sebab timbulnya kerusakan sumberdaya perikanan. Permasalahan kerusakan sumberdaya perikanan dan lingkungannya, merupakan dampak negatif yang pada akhirnya menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan bagi masyarakat pesisir (Adrianto et al. 2005). Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu memusatkan perhatiannya untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya perikanan yang didukung kebijakan pemerintah, pemahaman dan pengetahuan tentang arti pentingnya ekosistem sumberdaya perikanan (Daw dan Gray 2005). Ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan wilayah pesisir terpadu, yaitu (1) peraturan pemerintah untuk melindungi keanekaragaman sumberdaya hayati pesisir dan mengendalikan eksploitasi dan penggunaan sumber alam tersebut (Heazle dan Butcher 2007); dan (2) penilaian lingkungan yang dapat meprediksi dampak berbagai rencana aktivitas pembangunan di wilayah pesisir (Clark 1997). Pengelolaan wilayah pesisir terpadu mencakup keterpaduan antar sektor, antar disiplin ilmu dan antar keterkaitan ekologis wilayah pesisir (Dahuri et al. 2004) merupakan suatu program efektif untuk memelihara keanekaragaman sumberdaya hayati pesisir, memecahkan problem konflik antar kepentingan (Ginting 1998) dalam penggunaan sumberdaya pesisir, dan untuk menjamin ketahanan pertumbuhan ekonomi jangka panjang sumberdaya pesisir yang berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat (Adrianto et al. 2005). Prinsip-prinsip Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Terpadu Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu merupakan suatu program terintegrasi yang meliputi berbagai sektor yang saling berpengaruh. Keberhasilan program pengelolaan tersebut sangat ditentukan oleh keterlibatan masing-masing sektor dalam mensukseskan tujuan yang ingin dicapai. Oleh karena itu perlu adanya suatu kerangka koordinasi antar sektor yang saling mendukung untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

41 14 Menurut Kay dan Alder (1999) pengelolaan sumberdaya perikanan harus memperhatikan empat aspek, agar dapat berjalan secara efektif. Keempat aspek tersebut adalah (1) proses pengambilan keputusan harus bersifat adaptif; (2) pengenalan terhadap karakter alamiah dan potensi wilayah pesisir; (3) strategi pengelolaan yang komprehensif dan terpadu antar sektor yang terlibat; dan (4) penekanan dan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dengan memperhatikan kaidah pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu adalah (Clark 1997 dan Dahuri et al. 2004): 1. Koordinasi Antar Stakeholders Tujuan utama pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu adalah mengkoordinir kebutuhan berbagai stakeholders yang terlibat di kawasan tersebut untuk mencapai hasil kesejahteraan masyarakat yang optimal dan berkelanjutan (Mascia 2003). Langkah pertama yang perlu diperhatikan adalah menyelesaikan konflik antar stakeholders dan memberikan jalan terbaik yang saling menguntungkan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan, karena pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan sistem pengelolaan yang sangat kompleks dalam kaitan dengan banyaknya stakeholders yang terlibat. 2. Strategi Perencanaan yang Matang Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu melakukan upaya penilaian dampak potensial bagi aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berkaitan dengan pendapatan dan pekerjaan, sosial, budaya dan kesejahteraan masyarakat, juga melakukan evaluasi biaya dan manfaat berdasarkan kelengkapan data yang ada dan menyusun suatu strategi umum dan rekomendasi untuk penentu kebijakan. 3. Penyusunan dan Perencanaan Zonasi Pengelolaan sumberdaya perikanan harus memiliki kejelasan pengaturan zonasi (Douvere et al. 2007). Pengelolaan sumberdaya perikanan memerlukan sistem administrasi dan manajemen penyediaan informasi sistem zonasi (area-based management) sumberdaya perikanan yang lebih baik, sehingga akses data dan informasi mengenai sistem zonasi dapat dimanfaatkan untuk pengambilan keputusan dengan cepat (Doherty dan Butler 2006, Strain et al. 2006, Bess dan Rallapudi 2007). 4. Pengelolaan Limbah Buangan

42 15 Pengelolaan sumberdaya perikanan harus memperhatikan kualitas dan kuantitas air yang berada di lingkungan sekitar. Melalui pergerakan air sungai, aliran limpasan air hujan, aliran air tanah, dan aliran air tawar dari daratan, semua itu membawa unsur nutrien, bahan pencemar, sedimen ke muara dan dapat mempengaruhi ekosistem sumberdaya perikanan (Taussik 1999). 5. Penetapan Kawasan Perlindungan Sumberdaya Perikanan Fokus utama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu adalah adanya kebijakan dan peraturan untuk melindungi sumberdaya perikanan dari tekanan yang dapat merusak keberadaaan sumberdaya tersebut (Santo dan Jones 2007). 6. Selalu Melakukan Evaluasi dan Monitoring Banyaknya aktivitas pembangunan di wilayah pesisir yang berdampak terhadap ekosistem sumberdaya perikanan, maka efek eksternalitas ekonomi dan sosial pada masing-masing aktivitas pembangunan tersebut perlu dilakukan analisis evaluasi dan monitoring (Taussik 2007). 7. Pengelolaan yang Adaptif Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu seharusnya memperhatikan karakteristik, sifat dan dinamika sumberdaya dengan pendekatan perubahan yang terjadi pada ekosistemnya. Termasuk juga dalam penentuan sistem zonasi kawasan pemanfaatan sumberdaya perikanan seharusnya memperhatikan terjadinya perubahan ekosistem sumberdaya. 8. Keberlanjutan Berbagai masalah pengelolaan sumberdaya perikanan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di suatu kawasan. Kecenderungan masyarakat nelayan dalam mengeksploitasi sumberdaya perikanan seringkali berlebihan, tidak ramah lingkungan dan sering terjadi konflik, sehingga menimbulkan kerusakan sumberdaya perikanan. Oleh karena itu sumberdaya perikanan harus dikelola dengan baik dan lestari, sehingga dapat membuahkan hasil yang berkelanjutan bagi generasi mendatang masyarakatnya. 9. Kompleksitas Aktivitas Pembangunan Pengelolaan sumberdaya perikanan yang belum memperhatikan prinsip keseimbangan antara meraih keuntungan ekonomi dan kepentingan sosial disatu sisi dengan konservasi ekosistem sumberdaya perikanan disisi lainnya, tidak akan berhasil dengan baik. Oleh karena itu, pengelolaan multi guna sangat tepat digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan. Pemanfaatan multi guna

43 16 tersebut merupakan kunci keberhasilan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu. 10. Partisipasi Masyarakat Pengelolaan sumberdaya perikanan terpadu sangat membutuhkan dukungan partisipasi masyarakat sebagai modal sosial (social capital) (Pretty dan Smith 2004). Proses Pengambilan keputusan bersama, menuntut komunikasi efisien dan dialog yang efektif diantara mereka. Partisipasi masyarakat diharapkan dapat mempersatukan seluruh stakeholders dalam diskusi bersama dan bersifat terbuka, sehingga terjadi kesepakatan dan gagasan dalam menyelesaikan konflik dan mengembangkan perekonomian nelayan (Raco 2000, Pollnac et al. 2001). 11. Komunikasi Antar Stakeholders Kesadaran stakeholders mempunyai peranan yang sangat penting untuk memenuhi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Di beberapa negara, pengelolaan sumberdaya perikanan berjalan sangat efektif, karena didukung oleh kesadaran konservasi yang tinggi antar stakeholders. Pengelolaan sumberdaya perikanan menekankan suatu upaya, agar bagaimana dapat meyakinkan seluruh stakeholders akan arti pentingnya nilai konservasi terhadap sumberdaya perikanan untuk memperoleh manfaat yang berkelanjutan. 12. Pengelolaan Berbasis Masyarakat Pengelolaan sumberdaya perikanan akan berjalan lebih efektif, jika dalam pengelolaannya melibatkan masyarakat lokal untuk memelihara sendiri sumberdaya perikanan tersebut kapan saja mereka mampu dengan kearifan lokal yang mereka miliki (Satria dan Matsuda 2004, Jentoft 2005). Hal ini perlu mendapat dukungan dan pendampingan dari pemerintah, pemimpin masyarakat, penegak hukum, pelaku usaha, LSM dan akademisi. IUCN World Conservation Union dalam Resolusinya 142 Tahun 1996 menjelaskan gagasan dasar pengelolaan kolaboratif (juga disebut ko-management, atau joint participatory atau multistakeholder management) adalah kemitraan antara lembaga pemerintah, komunitas lokal dan pengguna sumberdaya, lembaga non-pemerintah dan kelompok kepentingan lainnya dalam bernegosiasi dan menentukan kerangka kerja yang tepat tentang kewenangan dan tanggungjawab untuk mengelola daerah spesifik atau sumberdaya.

44 17 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya yang mempunyai nilai tinggi dari segi ekonomi, sosial, dan jasa budaya (Masalu 2000). Dampak eksploitasi terhadap sumberdaya perikanan akan mengakibatkan konflik kepentingan (Masalu 2000), selain itu juga menimbulkan terjadinya perubahan kondisi lingkungan dan kemampuan daya dukungnya (Clapham et al. 2007), sehingga harus dipandang sebagai bagian suatu kerangka pengelolaan yang terintegrasi (Shivlani dan Milon 2000) dan berkelanjutan (Charles 2001). Konsep pengelolaan keberlanjutan mengandung dua dimensi, yaitu (1) dimensi waktu yang menyangkut apa yang terjadi dimasa yang akan datang; dan (2) dimensi interaksi antara sistem ekonomi, sistem sosial budaya, sistem sumberdaya alam dan lingkungan (Martinet et al. 2007). Konsep keberlanjutan diperinci menjadi tiga aspek, yaitu (1) keberlanjutan ekonomi yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinyu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral; (2) keberlanjutan lingkungan yang mampu memelihara sumberdaya alam yang stabil, menghindari eksploitasi merusak sumberdaya alam yang melebihi daya dukung dan fungsi penyerapan lingkungan; dan (3) keberlanjutan sosial budaya yang mampu mengatur kesetaraan kesejahteraan, layanan kesehatan, pendidikan dan akuntabilitas politik (Fauzi 2006). Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan mendasar bagi semua pihak dan memberikan kesempatan kepada semua pihak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan baik (Schrank 2007). Pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan merupakan suatu proses untuk membuahkan keputusan bersama antar stakeholders (ko-manajemen) dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut, yang didukung dengan investasi dan pengembangan teknologi serta perubahan kelembagaan (Mulekom 1999; Nielsen et al. 2004; Jentoft 2004) yang selaras dan seimbang untuk memenuhi kebutuhan hidup antar generasi dengan tetap memperhatikan keberlanjutan ekologis, ekonomi, sosial-budaya, politik dan pertahanan-keamanan. Prinsip-prinsip dasar pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan meliputi empat hal, yaitu; (1) pemerataan; (2) partisipasi masyarakat; (3) keanekaragaman dan keseimbangan daya dukung; dan (4) keterpaduan dan perspektif jangka panjang (Lakshmi dan Rajagopalan 2000; Djajadiningrat 2001). Alternatif model pengelolaan sumberdaya perikanan menurut Murdiyanto (2004) meliputi empat pendekatan, yaitu: (1) model pengelolaan oleh pemerintah; (2) model

45 18 pengelolaan berbasis komunitas (ko-management); (3) model pengelolaan partisipatif; dan (4) model pengelolaan pencegahan. Sistem perikanan merupakan sebuah kesatuan dari 3 komponen utama yaitu (1) sistem alam (natural system) yang mencakup ekosistem, ikan dan lingkungan biofisik; (2) sistem manusia (human system) yang terdiri dari unsur nelayan atau petani ikan, pelaku pasar dan konsumen, rumah tangga perikanan dan komunitas pesisir serta lingkungan sosial, ekonomi dan budaya yang terkait dengan sistem ini; (3) sistem pengelolaan perikanan (fishery management system) yang mencakup unsur-unsur kebijakan dan perencanaan perikanan, pembangunan perikanan, rejim pengelolaan perikanan, dan riset perikanan (Charles 2001; Kusumastanto 2006). Menurut FAO (2002), definisi pengelolaan sumberdaya perikanan adalah proses yang terpadu mulai dari pengumpulan data dan informasi, melakukan analisis, pembuatan perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, penentuan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, penegakan hukum untuk mengendalikan dan menjamin keberlanjutan kegiatan produksi perikanan (Murdiyanto 2004). Pendekatan sistem dalam pengelolaan sumberdaya perikanan secara diagramatis dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut: Visi Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Kebijakan Tata Ruang: - Zona preservasi - Zona konservasi - Zona pemanfaatan Pendekatan Sistem Subsistem Sumberdaya dan Lingkungan Subsistem Ekonomi Sosial Subsistem kelembagaan Stakeholders Analisis Kebutuhan Sistem Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan Gambar 2. Pendekatan Sistem untuk Pengembangan Sumberdaya Perikanan (Nugroho dan Dahuri 2004)

46 19 Pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis ko-manajemen mempunyai tujuan (Agbayani et al. 2000): (1) Mengembangkan masyarakat melalui sistem kelembagaan yang kuat untuk mengatur sumberdaya perikanan; (2) Menyediakan mata pencarian tambahan bagi masyarakat nelayan; (3) Memperbaharui tempat hidup ikan; dan (4) Menjaga dan meningkatkan stok ikan, agar dapat dianfaatkan secara berkelanjutan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nickerson (2000) dan Liu et al. (2005) pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan mempunyai prioritas kegiatan meliputi: (1) membangun hubungan yang baik dengan pemerintah; (2) mengkombinasikan pendidikan, penyelenggaraan, dan insentif ekonomi untuk mencapai pemenuhan kebutuhan; (3) melaksanakan keputusan bersama; dan (4) Adanya dukungan pemerintah terhadap hasil keputusan dengan melibatkan masyarakat. Hasil penelitian Gonzalez (1998) di perairan Karibia menyatakan, bahwa pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan seharusnya mengenali efek struktural dan fungsional yang diderita oleh ekosistem sumber daya perikanan sebagai dampak eksploitasi manusia. Sedangkan fokus penelitian Gourbesvillea dan Thomassin (2000) adalah pengelolaan sumber daya perikanan berkelanjutan seharusnya dapat mengintegrasikan interaksi antara proses alam dan dinamika sosial-ekonomi berdasarkan ruang dan waktu secara berkelanjutan. Charles (1993) in (Fauzi dan Anna 2005) berpendapat, bahwa konsep pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan harus mengandung 4 aspek, yaitu: 1. Keberlanjutan Ekologi: memelihara keberlanjutan biomas/ stok (Kamukuru et al. 2004), sehingga tidak melewati daya dukung serta meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem. 2. Keberlanjutan Sosial-ekonomi: memperhatikan faktor-faktor sosial dan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (Williams et al. 2006). 3. Keberlanjutan Kesejahteraan Masyarakat: berusaha untuk selalu mempertahankan faktor-faktor tingkat kesejahteraan masyarakat 4. Keberlanjutan Kelembagaan: pemeliharaan aspek finansial, peran serta dan administrasi yang sehat dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan. Menurut Alder et al. (2000) in Fauzi dan Anna (2005), Indikator keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan meliputi: (1) Ekologi: tingkat eksploitasi, keragaman rekruitmen, hasil tangkapan ikan sampingan (by catch) dan yang dibuang, dan produktivitas primer; (2) Ekonomi: kontribusi perikanan terhadap pendapatan domestik

47 20 bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, sifat kepemilikan, tingkat subsidi, dan alternatif pendapatan sampingan; (3) Sosial: pertumbuhan komunitas, status konflik, tingkat pendidikan, dan pemahaman tentang lingkungan; (4) Teknologi: lama trip, tempat pendaratan, selektivitas alat tangkap, ukuran kapal, dan efek samping alat tangkap; dan (5) Etik: kesetaraan, illegal fishing, mitigasi terhadap habitat, mitigasi terhadap ekosistem dan sikap terhadap limbah dan hasil tangkapan ikan sampingan. Menurut FAO (2000) in Dahuri (2003), pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan diindikasikan sebagaimana tersebut dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Indikator Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan DIMENSI Ekonomi Sosial Ekologi Governance Sumber: Dahuri 2003 INDIKATOR Volume nilai produksi Volume nilai ekspor Kontribusi terhadap PDB Pendapatan nelayan Nilai investasi kapal dan pabrik pengolahan ikan Penyerapan tenaga kerja Budaya kerja Tingkat pendidikan Tingkat kesehatan Peran jender dalam proses pengambilan keputusan Karakteristik kependudukan Komposisi hasil tangkapan Hasil tangkapan per satuan upaya Kelimpahan relatif spesies target Dampak langsung alat tangkap terhadap spesies non target (by catch) Dampak tidak langsung penangkapan seperti struktur tropik, dampak langsung terhadap habitat Perubahan luas area dan kualitas habitat penting perikanan Hak kepemilikan Ketaatan terhadap aturan perundangan Transparansi dan Partisipasi Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan adalah berusaha memadukan pertimbangan-pertimbangan ekologi, ekonomi dan sosial budaya dalam pengambilan keputusan (Supriharyono 2000). Perhitungan ekonomi dan nilai ekologis dan lingkungan perlu diintegrasikan dalam proses pengambilan keputusan, karena yang sering terjadi adalah menghitung harga sumberdaya dan lingkungan hanya pada biaya produksi saja. Seharusnya mempertimbangkan biaya pemanfaatan atau ketersediaan sumberdaya dimasa depan dan biaya eksternalitas.

48 21 Latar Belakang Munculnya Paradigma Lingkungan Hidup dan Konservasi Munculnya taman nasional tidak dapat lepas dari sejarah perkembangan paradigma lingkungan hidup dan konservasi. Hal ini berawal pada tahun 1970-an, bahwa masyarakat dunia mulai sadar tentang arti pentingnya kelestarian lingkungan hidup bagi keberlangsungan hidup umat manusia di dunia dengan diselenggarakannya Konferensi Manusia dan Lingkungan Sedunia di Stockholm pada tahun Konsep konservasi pada awalnya merupakan hasil perkembangan pemikiran preservasi yang muncul sebagai respon terhadap upaya eksploitasi sumberdaya alam hayati secara besar-besaran. Rusaknya lingkungan dan berbagai spesies yang hidup dalam suatu ekosistem tersebut mendorong upaya untuk perlindungan, salah satunya berbentuk cagar alam (Damanik et al. 2006). Agenda 21 global, yang telah disepakati oleh para pemimpin dunia dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi pada tahun 1992 di Rio de Janeiro Brasil, merupakan dokumen komprehensif setebal kurang lebih 700 halaman yang berisikan program aksi pembangunan berkelanjutan menjelang abad 21 (Philips 1998; Djajadiningrat 2001). Isi Agenda 21 tersebut juga mencakup Convention on Biological Diversity (CBD) yang menekankan kepada seluruh pemerintah sedunia untuk menetapkan sistem perlindungan kawasan yang mendukung upaya konservasi, pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan pemerataan pendapatan yang proporsional (Philips 1998). Perhatian masyarakat dunia terhadap upaya konservasi mulai terlihat setelah diadakan Kongres Taman Nasional dan Kawasan Lindung Sedunia yang ke-3 pada tahun 1982 diadakan di Bali, menindaklanjuti isu internasional tentang lingkungan dan konservasi. Kongres tersebut mengamanatkan perlunya perluasan jaringan taman nasional dan kawasan konservasi, baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional (Damanik et al. 2006). Upaya Konservasi Sumberdaya Alam di Indonesia Perkembangan paradigma lingkungan hidup dan konservasi sedunia sangat mempengaruhi kebijakan pembangunan pemerintah negara Indonesia. Hal ini terbukti dengan dimasukkannya konsep pembangunan berwawasan lingkungan hidup pada Ketetapan MPR RI tentang GBHN pada tahun 1973 yang berkembang menjadi kebijakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan dan terbentuknya

49 22 kelembagaan pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup serta diberlakukannya peraturan dan perundangan yang mengatur tentang lingkungan hidup dan konservasi sumberdaya alam (Djajadiningrat 2001). Pada tahun 1990, pemerintah telah menetapkan UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya sebagai upaya ratifikasi pemerintah Indonesia terhadap strategi pelestarian dunia (World Conservation Strategy) yang ditetapkan pada tahun Sedangkan pada tahun 1997 telah disahkan UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang didalamnya memuat upaya konservasi sumberdaya alam melalui pengelolaan sumberdaya alam tak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. Menurut Wiratno et al. (2004) in Damanik et al. (2006) menyatakan, bahwa di negara Indonesia, upaya konservasi mulai berkembang dengan terbentuknya lima kawasan taman nasional pada tahun 1980 seluas ha. Kemudian pada tahun 1982, pemerintah mendeklarasikan 11 taman nasional dengan luas ha. Selanjutnya pada tahun 1990 dengan disahkannya UU No 5 tahun 1990, pemerintah berwenang menetapkan kawasan konservasi yang meliputi taman nasional, taman hutan, dan taman wisata alam. Pengelolaan kawasan konservasi merupakan wewenang pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Departemen Kehutanan. Dalam melaksanakan wewenangnya tersebut, Departemen Kehutanan membentuk Unit Pelaksana Teknis Balai Taman Nasional dan Balai Konservasi Taman Nasional Sumberdaya Alam (BKSDA). Sampai saat ini ada 7 taman nasional laut (TNL) dengan luas ha, yaitu: (1) TNL Bunaken seluas ha; (2) TNL Taka Bonerate seluas ha; (3) TNL Teluk Cendrawasih seluas ha; (4) TNL Kepulauan Seribu seluas ha; (5) TNL Wakatobi seluas ha; (6) TNL Karimunjawa seluas ha; dan (7) TNL Togian seluas ha (Lestari et al. 2007). Menurut PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, disebutkan bahwa Taman Nasional Laut adalah suatu kawasan konservasi laut yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan yang berkelanjutan, wisata laut dan rekreasi. Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 Pasal 32 dinyatakan, bahwa kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain yang disesuaikan dengan keperluan. Secara umum, zona-

50 23 zona di kawasan konservasi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu (Agardy 1993, Bengen 2002, Dahuri 2003): 1. Zona inti atau perlindungan: Zona ini memiliki nilai konservasi tinggi dan bersifat sangat rentan terhadap gangguan dan perubahan. Zona (no-take zone) ini dikelola dengan tingkat perlindungan yang sangat tinggi dan tidak diijinkan adanya aktivitas eksploitasi (Jones 2006). 2. Zona penyangga: Zona ini bersifat lebih terbuka, namun tetap dikontrol dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinkan. Zona ini berfungsi untuk menjaga zona inti dari aktivitas yang dapat mengganggu dari pengaruh eksternal 3. Zona pemanfaatan: Zona ini mentolerir berbagai tipe pemanfaatan yang tetap memperhatikan upaya untuk melindungi habitat penting, keanekaragaman hayati dan koservasi sumberdaya ekonomi. Prinsip-prinsip Pengelolaan Taman Nasional Laut Terpadu Dalam UU No 5 tahun 1990 pasal 29 dinyatakan, bahwa pengelolaan kawasan pelestarian alam terdiri dari: (1) Taman Nasional; (2) Taman Hutan Raya; dan (3) Taman Wisata Alam. Prinsip pengelolaan kawasan konservasi berdasarkan hasil pengamatan Murdiyanto (2004), seharusnya memperhatikan kelembagaan pengelolaan, pengawasan, peran/fungsi kawasan yang efektif, pengendalian kegiatan pemanfaatan, penegakan hukum, kemitraan antar stakeholders dan dukungan penelitian ilmiah dalam penetapan zonasi. Sedangkan ditinjau dari segi ilmiah, bioekologi, ekonomi dan sosial kemasyarakatan menurut kajian literatur Agardy (1997), pengelolaan kawasan konservasi terpadu harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: 1. Memelihara genetik dan keanekaragaman spesies 2. Mengembangkan ilmu pengetahuan melalui upaya penelitian 3. Menyediakan zona untuk pelatihan dan pendidikan 4. Melindungi sumberdaya alam dan lingkungannya 5. Menjaga dan selalu mengawasi garis sempadan pantai 6. Melindungi spesies penting 7. Menyediakan lokasi untuk rekreasi dan wisata 8. Mendukung prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan 9. Membatasi area pemanfaatan/ eksploitasi sumberdaya 10. Mempertimbangkan alternatif pengembangan ekonomi 11. Melindungi nilai estetika kawasan konservasi

51 Melindungi situs-situs budaya dan sejarah 13. Dukungan dari pemerintah secara politik atau peraturan perundangan 14. Melindungi area yang memiliki nilai sejarah dan budaya Kawasan konservasi laut, khususnya kawasan taman nasional laut mempunyai peran yang sangat penting (Agardy 1997, Bengen 2002, Roberts et al. 2003b, Barber et al. 2004), yaitu: a) Melindungi keanekaragaman hayati pada semua tingkat tropik, struktur, fungsi dan integritas ekosistem, sehingga dapat melindungi hubungan jaringan makanan dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem. b) Meningkatkan hasil perikanan, karena dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan tempat mencari makanan bagi ikan, meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan. c) Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata yang bernilai ekologis dan estetika. d) Memperluas pemahaman dan kepedulian terhadap ekosistem pesisir dan laut melalui pendidikan dan penelitian. e) Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir melalui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan yang optimal dan berkelanjutan. Hasil temuan penelitian Arancibia et al. (1999) di kawasan konservasi laut Teluk Campeche Mexiko Selatan, dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi berupa kemiskinan ekonomi dan sosial masyarakat nelayan serta kondisi lingkungan yang tidak sehat dan kerusakan sumberdaya perikanannya, maka dirancang instrumen strategi pengelolaannya dengan tetap memperhatikan ekonomi, sosial dan pelestarian lingkungan. Menurut Murdiyanto (2004), dalam pengelolaan kawasan konservasi laut harus memperhatikan fungsi-fungsi: (1) biogeografi dan biodiversitas; (2) ekologi; (3) ekonomis; (4) sosial; (5) ilmiah; (6) nasional dan internasional; (7) praktis dan kelayakan yang diwujudkan dalam bentuk zonasi kawasan konservasi laut. Dalam penyusunan perencanaan zonasi kawasan konservasi laut melibatkan komponen pemerintah, masyarakat dan para pakar perencanaan, pengelolaan, bioekologi, ekonomi dan sosial serta kelembagaan (Roberts et al. 2003a dan Tissot 2006). Fungsi kawasan konservasi laut mencakup manfaat biogeografi (Kelleher 1996), keanekaragaman hayati, perlindungan spesies endemik dan spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan, peningkatan produksi perikanan bagi wilayah yang berada disekitarnya, tempat pemijahan dan mencari makanan bagi ikan, manfaat penelitian,

52 25 ekowisata, pembatasan hasil sampingan juvenil dan peningkatan produktivitas perairan. Oleh karena itu Kelleher (1996), Ginting (1998) dan Rozdilsky et al. (2001) dalam hasil penelitiannya menyarankan adanya pengembangan pengelolaan kawasan konservasi laut dengan pendekatan manajemen ekosistem terpadu didukung oleh kekuatan politik tingkat tinggi yang kuat (Gladstone et al. 2003), penegakan hukum dan kebijakan.

53 26 PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA BERBASIS PENDEKATAN BIOEKONOMI The Sustainable Management of Fisheries Resources in Karimunjawa National Park Based on Bioeconomic Approach ABSTRAK Munculnya paradigma yang masih diperdebatkan berkenaan dengan potensi keuntungan pemanfaatan penangkapan ikan di suatu kawasan konservasi laut (KKL) merupakan suatu tantangan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di kawasan konservasi laut. Metoda untuk menghitung keuntungan ekonomi dengan masih memperhatikan faktor kelestarian dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di KKL terus mengalami perkembangan. Dalam penelitian pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar upaya optimal (E*), manfaat lestari optimal (π*) dan produksi tangkapan optimal (h*) menggunakan metoda analisis kuantitatif dengan pendekatan model bioekonomi. Data time series yang digunakan adalah hasil tangkapan nelayan Kecamatan Karimunjawa dengan menggunakan alat tangkap Pancing, Bubu dan Jaring dari tahun 1993 sampai tahun Pendugaan parameter biologi menggunakan model CYP (Clark, Yoshimoto dan Pooley), yang menghasilkan besarnya koefisien pertumbuhan alami ikan (r)= 3,142; koefisien daya tangkap (q)= 0, ; dan koefisien daya dukung (K)= ,799. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa upaya optimal (E*) alat tangkap Pancing, Bubu dan Jaring di perairan TNK sebesar trip dan manfaat ekonomi optimal lestari (π*) sebesar Rp 3,3464 milyar serta produksi lestari maksimal (h*) sebesar kg. Simulasi dengan memasukkan variabel luasan kawasan perlindungan menunjukkan bahwa luasan KKL sebesar 40% memiliki upaya optimal (E*) sebesar trip, manfaat lestari maksimal (π*) sebesar Rp 2,984 milyar dan produksi optimal lestari (h*) sebesar kg. Kata kunci: perikanan, taman nasional, berkelanjutan, pemodelan, bioekonomi ABSTRACT The debatable paradigm dealing with the utilization of the potential benefits of fishing in marine protected areas (MPAs) is a challenge in the sustainable of fishery resources management. The method used to calculate the economic profit concerned with the sustainability factor of fishery resources management in MPAs has been delovoping. In the sustainable of fishery resources management research in the Karimunjawa National Park (KNP) aims to find out how much the optimal effort (E*), the optimum sustainable benefits (π*) and the sustainable production of optimal catch (h*) using quantitative analysis method with bioeconomic model approach. Time series data used was the catch of Karimunjawa fishermen using fishing gear handline, traps and gill net from 1993 until Estimation of biological parameters using CYP (Clark, Yoshimoto and Pooley) model, which produces a natural growth of fish size coefficients (r)= 3.142; catch capacity coefficient (q)= ; and the coefficient of carrying capacity (K)= 262, The calculation result shows that the optimal effort (E*) fishing gear handline, trap and gill net in the territorial waters Karimunjawa of 2,883 units, the optimum sustainable benefits (π*) of Rp billion, and the sustainable production of optimal catch (h*) of

54 27 205,935 kg. Simulated by including a variable area of MPAs shows that the extent of MPAs by 40% more effective, namely the optimal effort (E*) of 2,817 units, the optimum sustainable benefits (π*) of Rp billion and the sustainable production of optimal catch (h*) of 205,296 kg. Keywords: fisheries, national park, sustainable, modeling, bioeconomic PENDAHULUAN Perkembangan jumlah penduduk di wilayah pesisir yang semakin pesat dan persaingan dalam memenuhi kebutuhan hidup menyebabkan pemanfaatan sumberdaya pesisir semakin tidak terkendali. Aktivitas penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia tanpa memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian dan berkelanjutan, akan banyak menimbulkan masalah ke depannya (Gjertsen 2005). Hal ini merupakan ancaman bagi keberlangsungan kawasan konservasi, sehingga membutuhkan strategi untuk penanggulan kerusakan ekosistem (Gossling 1999). Kebanyakan nelayan lebih mengutamakan keuntungan sebanyak-banyaknya, dibandingkan memperhatikan kelestarian sumberdaya perikanan (Merino et al. 2008). Banyak faktor yang menyebabkan pengelolaan sumberdaya perikanan menuju ambang kegagalan (Dahuri 2007 dan Wiadya et al. 2005): (1) kesalahpahaman bahwa sumberdaya ikan dapat pulih (renewable resource), sehingga dieksploitasi besar-besaran; (2) memaksimalkan hasil produksi tangkapan ikan untuk mengejar keuntungan sebesarbesarnya; dan (3) kesalahan pemahaman bahwa usaha perikanan tangkap sebagai sesuatu yang terpisah (bukan satu kesatuan) antara nelayan, ikan dan ekosistemnya. Terjadi banyak permasalahan tragedy of the open access dalam pengelolaan sumberdaya perikanan dibeberapa tempat, akibat pemahaman bolehnya eksploitasi besar-besaran tanpa batas bagi siapa saja terhadap sumberdaya perikanan (Pezzey et al. 2000). Pengelolaan sumberdaya perikanan di kawasan konservasi perlu memperhatikan aspek ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan, aspek lingkungan, dan aspek manajemen yang baik, sehingga sumberdaya perikanan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (Laksmi dan Rajagopalan 2000). Keberadaan kawasan konservasi laut berdampak positif bagi sumberdaya perikanan di kawasan pesisir, yaitu untuk melindungi habitat dan stok ikan agar dapat tumbuh dengan baik tanpa gangguan di kawasan perlindungan (Dalton 2004). Limpahan ikan-ikan dewasa dan juga ikan-ikan kecil akan berpindah tempat (spill-over effect) keluar kawasan perlindungan (Kamukuru et al. 2004), sehingga sumberdaya dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kawasan Konservasi Laut mempunyai tiga manfaat: (1) melindungi

55 28 ekosistem, (2) mengelola sumberdaya ikan dengan baik; (3) mendukung keberadaan ekowisata (Ami et al. 2005). Taman Nasional Karimunjawa (TNK) telah ditetapkan sebagai Taman Nasional berdasarkan SK Menteri KehutananNo.161/Menhut-II/1988 tanggal 29 Februari 1988, yang awalnya berstatus sebagai Cagar Alam Laut. Kepulauan TNK merupakan salah satu daerah perikanan artisanal penting di Pulau Jawa. Mata pencaharian penduduk Karimunjawa sebagian besar adalah nelayan, yang sangat tergantung dari hasil menangkap ikan. Disatu sisi Taman Nasional harus dikelola dengan konsep konservasi, namun sisi yang lain mengharuskan perhatian kesejahteraan nelayan. Pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK memerlukan pemecahan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya dapat berlangsung secara berkelanjutan ditinjau dari segi bioekonomi. Ami et al. (2005) menyatakan, bahwa indikator ekonomi ditunjukkan adanya keuntungan optimal yang didapatkan dari hasil pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk kesejahteraan nelayan, sedangkan indikator biologi diukur dengan masih tersedianya stok ikan dan terjaganya habitat sumberdaya perikanan. Permasalahan yang sering dialami oleh para peneliti tentang pengelolaan sumberdaya perikanan di negara berkembang adalah keterbatasan data mengenai jenis dan macam-macam biaya upaya, spesies ikan target, produksi hasil tangkapan dan komposisi keduanya (Pezzey et al. 2000). Paper ini mencoba mengupas pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dengan pendekatan pemodelan bioekonomi untuk mengetahui seberapa besar upaya dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK ini dengan memperhatikan aspek biologi dan aspek ekonomi, agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. METODE PENELITIAN Analisis spasial kawasan penangkapan ikan (fishing ground) alat tangkap Pancing, Bubu dan Jaring menggunakan SIG software ArcView 3.3 dengan data-data yang bersumber dari Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK ) tahun Data time series didapatkan dari berbagai sumber hasil tangkapan ikan di Kecamatan Karimunjawa dari tahun 1993 sampai dengan 2009 dari alat tangkap pancing (Handline), bubu/ Ambai (Trap) dan jaring (Gill Net): (1) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, (2) Statistik Perikanan BPS Kabupaten Jepara, (3) Statistik Perikanan BPS Provinsi Jawa Tengah, dan (4) Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa. Masing-masing data tersebut saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Selanjutnya menyusun data produksi dan upaya dalam bentuk time series dengan melakukan standarisasi alat tangkap, karena nilai

56 29 koefisien masing-masing alat tangkap berbeda. Alat tangkap pancing dijadikan sebagai standar (acuan), karena alat tangkap pancing digunakan paling banyak oleh nelayan Karimunjawa. Rumus yang digunakan dalam perhitungan indeks efektivitas alat tangkap adalah: CPUE k i = CPUE i pcg.....(1) Dimana: k i = koefisien efektivitas alat tangkap CPUE i = Catch Per Unit Effort (CPUE) alat tangkap i CPUE pcg = Catch Per Unit Effort (CPUE) alat tangkap pancing Kemudian olah data menggunakan software SPSS versi 13 dan Excel untuk melakukan uji stationary data dengan teknik ordinary least square (OLS)-karena biasanya data masih bersifat mentah- menggunakan Model CYP (Clark, Yoshimoto dan Pooley) dengan meregresikan data time series antara produksi dan upaya untuk mencari nilai-nilai koefisien daya tangkap (q), koefisien pertumbuhan alami (r) dan daya dukung lingkungan (K), dengan persamaan (Ami et al. 2005): ( 2 + r) ( 2 r) ( 2 + r) 2r q ln ( U ) ( qk) r ( U ) ( E t E ) = t+ 1 ln + ln t + t 1 (2) Dimana: U = produksi per unit upaya/ CPUE ln (U t+1 ) = sebagai variabel terikat (Y), nilai Ln CPUE tahun t+1 ln (U t ) = sebagai variabel bebas 1 (X 1 ), nilai Ln CPUE tahun t (E t + E t+1 ) = sebagai variabel bebas 2 (X 2 ), jumlah Upaya tahun t ditambah t+1 r = koefisien pertumbuhan alami ikan q = koefisien daya tangkap K = koefisien daya dukung lingkungan Setelah nilai koefisien r, q, dan K diketahui, selanjutnya melakukan perhitungan nilai optimal meliputi Upaya optimal lestari (E*); manfaat ekonomi lestari (π*); dan produksi optimal lestari (h*) pada daerah yang dilindungi berdasarkan model persamaan Gordon-Schaefer yang telah dikembangkan (Fauzi dan Anna 2005): a. Model upaya (input) optimal dengan persamaan:

57 30 E * = r 2q 1 c ( 1 σ ) pqk...(3) Dimana: E* = jumlah unit yang digunakan untuk menangkap ikan (effort) optimal p = harga per satuan unit berat c = biaya pengeluaran (cost) σ = koefisien luasan kawasan konservasi b. Model Manfaat ekonomi optimal lestari dengan persamaan: * π = rpk 4 1 ( 1 σ ) c pqk 2...(4) c. Model produksi lestari dengan persamaan: h * = rk c 1 4 pqk ( 1 σ ) 2.(5) HASIL DAN PEMBAHASAN Perairan Karimunjawa merupakan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang potensial bagi jenis-jenis ikan pelagis, ikan demersal dan ikan karang. Potensi perikanan di perairan Karimunjawa dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok ikan hias (ikan karang) dan kelompok ikan konsumsi. Pada perairan dangkal Karimunjawa ditemukan 43 famili ikan karang, terutama ikan-ikan yang berasosiasi erat dengan terumbu karang. Dari 138 spesies Pomacentridae yang ditemukan di Indonesia, di Karimunjawa terdapat 71 spesies. Famili ini merupakan komponen terbanyak ikan karang. Selain itu, komponen ikan karang terbesar lainya adalah Labridae 52 spesies, Chaetodontidae 25 spesies, Scaridae 27 spesies, Serranidae 24 spesies. Secara total jumlah spesies ikan karang di seluruh perairan Karimunjawa sebanyak 353 spesies (BTNK 2005). Adapun jenis ikan konsumsi di perairan Karimunjawa adalah ikan Tongkol, Tenggiri dan Teri. Upaya penangkapan ikan-ikan tersebut umumnya dilakukan oleh nelayan Karimunjawa pada saat musim timur (Bulan April sampai dengan Agustus) untuk jenis ikan Teri dan saat musim barat (Bulan Oktober sampai dengan Februari) untuk ikan Tongkol dan Tenggiri. Menurut Data Laporan Tahunan Pelabuhan Perikanan Pantai Karimunjawa tahun 2009, bahwa produksi perikanan Karimunjawa berupa: ikan Tongkol (Euthynnus sp), Tenggiri (Scomberomorus sp), Kakap (Lutjanus sp), Badong (Caranx sexfasciatus), Ekor Kuning (Caesio cuning), Sunu (Plectropomus sp), dan Kerapu (Epinephelus sp) dari tahun

58 sampai 2009 tercatat rara-rata sebesar 426,8 ton/tahun. Pemasaran hasil tangkapan ikan, dilakukan dalam 3 bentuk, yaitu ikan basah untuk kebutuhan lokal dan ikan kering untuk dijual diluar Karimunjawa serta ikan hidup. Namun, kondisi pasar kurang menguntungkan bagi nelayan, karena kurangnya pembeli dan ongkos transportasi yang mahal. Sifat ikan yang mudah busuk mengharuskan para nelayan untuk menjualnya dengan harga yang murah ke tengkulak, apalagi jika nelayan tersebut terjerat hutang. Perkembangan Alat Tangkap dan Nelayan Perairan Karimunjawa merupakan daerah kepulauan terdiri dari 27 pulau, hanya 5 pulau yang didiami penduduk dan terdiri dari 3 desa. Penduduk Karimunjawa sebagian besar menggantungkan hidupnya dari hasil laut, baik sebagai penangkap ikan, pengolah ikan, pembudi daya ikan ataupun petani rumput laut. Menurut data Kecamatan Karimunjawa tahun 2009, mata pencaharian sebagai nelayan paling banyak, yaitu orang (55,39%), diikuti oleh petani orang (36,84%), buruh 510 orang (4,99%), pengrajin 45 orang (0,44%), dan pengusaha 10 orang (0,1%) Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Mata Pencaharian Penduduk Karimunjawa PEKERJAAN JUMLAH PERSENTASE (Orang) (%) Petani 3, Nelayan 5, Pengusaha Pengrajin Buruh PNS TNI/ Polisi Pensiunan Jumlah 10, Sumber: Kecamatan Karimunjawa dalam Angka 2009 Kapal-kapal yang ada di perairan Karimunjawa ukurannya lebih kecil dari 5 GT. Menurut laporan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara (2009), Kecamatan Karimunjawa mempunyai perahu tanpa motor sebanyak 12 unit, motor tempel 125 unit dan kapal motor 682 unit. Alat tangkap yang digunakan nelayan Karimunjawa menurut data statistik Kecamatan Karimunjawa Tahun 2009, jumlah alat tangkap Pancing sebanyak 932 unit, Jaring 168 unit, Bubu 573 unit dan Muro-ami 3 unit. Alat tangkap Pancing mempunyai target ikan Kerapu, Tenggiri, Badong, Kakap Merah dan Tongkol.

59 32 Alat tangkap Bubu memiliki target ikan Kerapu, Ekor Kuning dan Badong. Alat tangkap jaring mempunyai target ikan Tongkol, Tanggiri, Cumi-cumi dan Kakap. Sedangkan alat tangkap Muro-ami mempunyai target ikan Ekor Kuning dan Badong. Tabel 3. Profil Jenis Alat Tangkap di Perairan Karimunjawa NO ALAT TANGKAP JUMLAH BIAYA PER TRIP RATA-RATA HARGA PENDAPATAN LAMA TRIP PENDAPATAN ABK (Rp) CPUE PER KG CPUE RATA-RATA (JAM) PER NELAYAN (ORANG) (KG) (Rp/Kg) PER TRIP (Rp) PER TRIP (Rp) 1 Moroami 20 s/d , ,667 1,450,000 9 s/d 13 37,500 2 Handline/ Pancing 1 75, , , ,000 3 Gill Net/ Jaring Insang 12 sd , , , ,667 4 Trap/Bubu 4 200, , , ,000 Sumber: Hasil Wawancara 2010 Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa tingkat eksploitasi alat tangkap Muro-ami paling besar sekali trip, yaitu 150 kg/trip. Disusul oleh alat tangkap Jaring 100 kg/trip, Bubu 20 kg/trip dan Pancing 16 kg/trip. Namun dari segi pendapatan per nelayan per trip, kontribusi terbesar diberikan oleh alat tangkap Pancing, yaitu sebesar Rp 185 ribu setelah dikurangi biaya per trip dan dibagi jumlah nelayan. Kemudian Muro-ami Rp ,- Bubu Rp 25 ribu dan Jaring Rp ,- Hal ini disebabkan karena target ikan alat tangkap Pancing (ikan Kerapu, Tenggiri, Badong, Kakap dan Tongkol) mempunyai nilai ekonomis tinggi dibandingkan dengan alat tangkap yang lain. Selain itu jumlah nelayan pembagi hasil tangkapan setelah dikurangi biaya operasional per trip lebih sedikit. Padahal dibandingkan dengan alat tangkap yang lain, alat tangkap Pancing lebih ramah lingkungan. Khusus untuk perkembangan alat tangkap Muro-ami (Marnane et al. 2004), bahwa pada akhir tahun 2002, adanya surat edaran Pemerintah Kabupaten Jepara No. 523/2813 tanggal 28 Juni 2002 mengenai Usaha Penangkapan di Karimunjawa yang mengindikasikan diperbolehkannya Muro-ami beroperasi di perairan Karimunjawa. Nelayan Karimunjawa mulai mengoperasikan Muro-ami pada bulan September-November 2002, hasil tangkapan yang didapat sangat banyak untuk ukuran nelayan Karimunjawa berkisar antara 2 ton ikan ekor kuning (Caesio cuning) perminggu, atau Rp 12 juta per unit per minggu. Pada saat itu baru terdapat tiga unit armada yang beroperasi. Pada bulan Januari 2003 jumlah total Muro-ami yang beroperasi di seluruh Kepulauan

60 33 Karimunjawa sebanyak 27 unit. Pada bulan tersebut hasil tangkapan rata-rata sekitar 700 kg/unit/minggu. Pada bulan Mei 2003 dikarenakan musim barat, penurunan hasil tangkapan dan tingginya biaya operasi, jumlah Muro-ami mulai berkurang, hingga hanya tinggal 6 unit yang masih beroperasi dengan hasil tangkapan rata-rata 398 kg/unit/minggu. Pada awal September 2003 beberapa unit armada mulai beroperasi kembali secara reguler dengan hasil tangkapan rata-rata sekitar 814 kg/unit/minggu. Satu kelompok operasi Muro-ami terdapat 1 hingga 5 orang penyelam yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada terumbu karang, selain itu dampak buruk terhadap kesehatan mulai dirasakan oleh para nelayan penyelam (Marnane et al. 2004). Namun, menurut Mukminin et al. (2006) pada tahun 2004 turun lagi menjadi 5 unit hingga tinggal 2 unit pada tahun Hasil wawancara dengan nelayan Karimunjawa, bahwa mulai tahun 2008, alat tangkap Muro-ami yang jumlahnya 2 unit tersebut dapat dikatakan mati tak mau, hidup pun enggan, karena nelayan penyelam mulai merasakan gangguan kesehatan pada pernafasan. Kawasan Pemanfaatan Perikanan Tangkap Produksi perikanan di Indonesia didominasi oleh perikanan tangkap, kontribusinya mencapai 85% (Dahuri 2003). TNK merupakan salah satu daerah penangkapan perikanan artisanal penting di Laut Jawa, dengan keanekaragaman terumbu karang dan ikan karang yang tinggi. TNK merupakan salah satu kawasan yang dapat mewakili kondisi terumbu karang dengan kategori baik dari Kawasan Barat Indonesia (Mukminin et al. 2006). Tekanan penangkapan ikan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap sumberdaya populasi ikan di TNK. Lokasi dengan keragaman ikan tertinggi di Karimunjawa adalah di P. Cemara Besar dan P. Sintok. Kedua lokasi ini merupakan daerah terumbu karang yang terisolasi dan dapat memberikan perlindungan terhadap spesies ikan non-target (Marnane 2005). Luasan area penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing untuk tekanan tinggi seluas ha, tekanan sedang 760 ha dan tekanan rendah ha. Adapun luasan area penangkapan ikan dengan alat tangkap jaring untuk tekanan tinggi 993 ha, tekanan sedang ha dan tekanan rendah ha. Sedangkan luasan area penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu untuk tekanan tinggi 575 ha, tekanan sedang 872 ha dan tekanan rendah ha. Jumlah luasan area penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing ha, sedangkan alat tangkap jaring ha dan alat tangkap bubu

61 ha. Alat tangkap jaring mempunyai luasan area penangkapan ikan yang paling besar ha. Area penangkapan (fishing ground) ikan alat tangkap Pancing yang paling tinggi tekanannya berada di P. Karang, sedangkan tekanan sedang berada pada P. Nyamuk, P. Parang, P. Kembar dan P. Kumbang dan tekanan rendah menyebar di P. Karimunjawa, P. Kemujan. Sedangkan area penangkapan ikan alat tangkap Jaring yang paling tinggi tekanannya berada di P. Nyamuk, P. Karang, P. Kembar dan P. Parang, dan tekanan sedang berada di P. Karang, P. Nyamuk, P. Parang, P. Kumbang, P. Bengkoang, P. Karang Kapal, P. Galean, P. Burung, P. Menjangan Besar dan P. Kemujan. Adapun area penangkapan ikan alat tangkap Bubu, yang paling tinggi tekanannya berada di P. Karang dan P. Nyamuk, sedangkan tekanan sedang berada di P. Parang, P. Kumbang, P. Karang dan P. Nyamuk. Dari ketiga area penangkapan alat tangkap pancing, bubu dan jaring setelah dioverlay didapatkan bahwa area penangkapan dengan tekanan rendah seluas 7.343,65 ha, tekanan sedang seluas 8.638,32 ha dan tekanan tinggi seluas 990,68 ha, sehingga total area penangkapan ketiga alat tangkap tersebut seluas ,65 ha. Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Sedangkan Sebaran area penangkapan alat tangkap pancing, bubu dan jaring dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 4. Luasan Area Penangkapan Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring AREA PENANGKAPAN LUAS (ha) Rendah 7, Sedang 8, Tinggi Jumlah 16, Analisis Bioekonomi Sumberdaya Perikanan di TNK Data time series produksi dan upaya tahun alat tangkap meliputi alat tangkap pancing, bubu dan jaring. Alat tangkap pancing digunakan sebagai acuan (standar), karena paling banyak digunakan oleh nelayan Karimunjawa. Alat tangkap jaring menghasilkan tekanan paling besar terhadap sumberdaya perikanan di perairan TNK. Sedangkan alat tangkap bubu dan pancing relatif sedang terhadap sumberdaya perikanan di perairan Karimunjawa sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 4.

62 35 Sumber Peta: 1. Bakosurtanal 2. Balai Taman Nasional Karimunjawa 2005 Gambar 3. Area Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring

63 36 Perbandingan CPUE Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring CPUE (Kg/ Trip) Tahun CPUE Pancing CPUE Bubu CPUE Jaring Gambar 4. Perbandingan CPUE Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring Adapun perhitungan standarisasi efektivitas alat tangkap dapat dilihat pada Lampiran 1 Hasil Perhitungan Standarisasi Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring. Sedangkan hasil total produksi (h), Total upaya standar (E) dan Total CPUE standar sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil Perhitungan Standarisaasi Efektivitas Alat Tangkap TOTAL PRODUKSI TOTAL UPAYA TOTAL CPUE TAHUN (h) STANDAR (E) STANDAR (KG) (TRIP) (KG/TRIP) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

64 37 Perhitungan besarnya variabel Y, X 1 dan X 2 dapat dilihat pada halaman Lampiran 1 Tabel 2 Variabel Y, X 1, dan X 2 untuk Perhitungan Model Bioekonomi CYP (Clark, Yoshimoto dan Pooley) dan pada Lampiran 2 Hasil Regresi dengan Software SPSS 13.0, maka didapatkan nilai kofisien pertumbuhan alami ikan (r)= 3,142, koefisien daya tangkap (q)= 0, dan koefisien daya dukung (K)= ,799. Setelah memasukkan nilai harga hasil tangkapan per satuan berat alat tangkap Pancing (p)= Rp ,- dan biaya operasional Pancing (c)= Rp ,- maka didapatkan nilai upaya optimal lestari (E*) = trip serta produksi optimal lestari (h*)= kg, manfaat ekonomi optimal Lestari (π*)= Rp 3,3464 milyar. Pada tahun 2009, dengan besarnya upaya (E) sebesar trip dapat dilihat posisinya dalam kurva MSY pada Lampiran 3. Perbandingan antara upaya lestari optimal dengan total upaya standarisasi alat tangkap, maka didapatkan bahwa pada tahun 1993 (5.873 trip), 1994 (8.664 trip), 1995 (5.323 trip), 1996 (3.681 trip), 1997 (5.323 trip), 1998 (5.047 trip), 1999 (3.359 trip), 2000 (4.986 trip), 2001 ( trip), 2002 (6.754 trip), 2003 ( trip), 2004 (8.660 trip), 2007 (6.533 trip), 2008 (8.201 trip), dan 2009 (5.936 trip) telah terjadi over-fishing, karena total upaya alat tangkap pancing, bubu dan jaring melebihi upaya lestari optimal (2.883 trip) yang disarankan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini. 14,000 12,000 Upaya Standar (Trip) 10,000 8,000 6,000 4,000 2, Tahun Upaya Standar Upaya Lestari Optimal Gambar 5. Perbandingan Upaya Lestari Optimal dengan Total Upaya Standarisasi Alat Tangkap Pancing, Bubu dan Jaring. Kemudian dengan memasukkan variabel luasan kawasan konservasi laut (KKL) (σ) sebesar 0 sampai dengan 0,9 didapatkan hasil simulasi persamaan model sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.

65 38 Tabel 6. Hasil Simulasi dengan Memasukkan Variabel Luasan KKL LUASAN KKL (σ) UPAYA OPTIMAL LESTARI (E*) MANFAAT EKONOMI OPTIMAL LESTARI (π*) PRODUKSI LESTARI (h*) σ (Trip) (Rp) (Kg) 0 2,883 3,346,442, , ,872 3,102,495, , ,858 3,072,650, , ,840 3,034,491, , ,817 2,983,983, , ,783 2,913,983, , ,734 2,810,542, , ,650 2,642,294, , ,484 2,321,375, , ,986 1,483,241, , Hubungan antara luasan KKL dengan manfaat ekonomi optimal lestari ditunjukkan dalam Gambar 6 dibawah ini. 4,000,000, ,500,000, ,000,000, Manfaat Ekonomi Optimal Lestari (Rp) 2,500,000, ,000,000, ,500,000, ,000,000, ,000, Luasan Kawasan Konserv asi Laut Gambar 6. Kurva Hubungan Luasan KKL dengan Manfaat Ekonomi Optimal Lestari Gambar 6 tersebut menunjukkan bahwa pada saat perairan Karimunjawa yang digunakan sebagai area penangkapan ikan bagi alat tangkap pancing, bubu dan jaring dikurangi sebesar 10% untuk KKL, maka manfaat ekonomi optimal lestari akan turun sebesar Rp ,- (0,0729%). Jika dikurangi 20% sampai dengan 90%, maka manfaat ekonomi optimal lestari akan turun sebagaimana ditunjukkan Tabel 7 berikut.

66 39 Tabel 7. Penurunan Manfaat Optimal Lestari LUASAN PENURUNAN MANFAAT LESTARI OPTIMAL PERSENTASE KKL (Rp) PENURUNAN (%) 10% 243,947, % 273,791, % 311,950, % 362,459, % 432,458, % 535,899, % 704,147, % 1,025,066, % 1,863,200, Menurut Fauzi dan Anna (2005), hubungan antara luasan kawasan konservasi dengan manfaat ekonomi bersifat kuadratik. Luasan zona inti dan perlindungan akan meningkatkan nilai ekonomi pada kisaran luasan 40% dari total luasan kawasan konservasi. Jika melewati dari 40%, maka nilai ekonomi akan semakin menurun. Pada kondisi area penangkapan ikan dengan alat tangkap pancing, bubu dan jaring dengan luas ,65 ha dikurangi 40% (6.789,06 ha) untuk kawasan konservasi laut (zona inti dan zona perlindungan) dan ,59 ha (60%) sebagai zona pemanfaatan, maka akan menurunkan manfaat ekonomi optimal lestari sebesar Rp ,- (0,1194%) dan upaya optimal menjadi trip. Keadaan tersebut akan dicapai dengan asumsi, bahwa alat tangkap yang dioperasikan 3 jenis (pancing, bubu dan jaring). Apabila jumlah alat tangkap berubah, maka luasan kawasan zona inti dan zona perlindungan pun berubah. Penurunan manfaat lestari akibat luasan area penangkapan ikan alat tangkap pancing, bubu dan jaring berkurang untuk kawasan konservasi laut merupakan suatu konsekuensi akibat berkurangnya hasil tangkapan. Namun ada manfaat lain yang lebih besar bagi nelayan, yaitu adanya perlindungan bagi habitat dan stok ikan yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Adapun manfaat secara ekonomi ekosistem terumbu karang, Dahuri (2003) memaparkan hasil penelitian yang mengungkap besarnya nilai ekonomi terumbu karang. Nilai ekonomi terumbu karang di perairan Indonesia sebesar US $ 70,000 per km 2 per tahun. Jika luasan ekosistem terumbu karang yang diperuntukkan Kawasan Konservasi Laut di perairan Karimunjawa seluas 6.789,06 ha (67,89 km 2 ), maka perhitungan nilai manfaat ekonomi per km 2 per tahun diperkirakan sebesar US $ 4,752,300 dapat dilihat pada Lampiran 4. Menurut Sanchirico et al. (2002), penerapan kebijakan KKL akan memberikan manfaat pada peningkatan nilai dan hasil tangkap, memperbaiki catch mix (frekwensi tangkapan ikan dewasa yang lebih tinggi), namun mengurangi keragaman hasil tangkap.

67 40 Sedangkan kerugian yang dialami nelayan adalah penurunan hasil tangkap, berkurangnya fishing ground, adanya konflik pemanfaatan, biaya yang meningkat sejalan dengan jauhnya lokasi penangkapan ikan, juga peningkatan resiko keselamatan karena lokasi penangkapan yang semakin jauh. Bagaimanapun, seharusnya ada biaya sosial yang substansial dari keberadaan KKL, karena sebagai subsidi adanya kesempatan kerja yang terbatas dari nelayan dan pendapatan yang menurun/ berkurang. Tabel 7 tersebut diatas menunjukkan bahwa ketika area penangkapan dikurangi untuk kawasan konservasi laut (zona inti dan zona perlindungan), maka berdampak pada penurunan upaya optimal lestari, manfaat ekonomi optimal lestari dan produksi optimal lestari pada waktu itu. Jadi penurunan tersebut terjadi dalam waktu yang dekat, belum mempertimbangkan variabel waktu, dampak spill-over dan biaya kebutuhan masyarakat (social cost). Adanya pengurangan area penangkapan sebesar 40% untuk kawasan konservasi laut (KKL) dapat memberikan dampak limpahan (spill-over) yang kemudian akan menjadi manfaat ekonomi yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Di perairan Karimunjawa belum dapat dirasakan manfaat keberadaan KKL, karena nelayan masih melakukan penangkapan ikan di zona inti maupun zona perlindungan. Hasil penelitian Pezzey et al. (2000) menyatakan, bahwa di tiga lokasi KKL perairan Karibia terjadi peningkatan catch mix (frekwensi tangkapan ikan dewasa yang lebih tinggi) sebesar 20-40% dan meningkatkan pendapatan sebesar US $ 1 milyar per tahun. Efek limpahan ikan (Spiil-over) dari suatu zona larangan ambil (no-take) di zona inti atau perlindungan sangat dipengaruhi oleh aspek keterkaitan (Connectivity) zona di suatu perairan. Keterkaitan zona sangat dipengaruhi oleh jarak antar zona, pertumbuhan larva ikan, kekuatan pergerakan arus (dinamika perairan) dan karakteristik jenis ikan (Weeks et al. 2009). Keberadaan kawasan konservasi laut berfungsi untuk melindungi keberadaan keanekaragaman hayati ekosistem perikanan yang berhubungan dengan pertumbuhan alami populasi dan keterkaitan antar habitat (Planes et al. 2009). Parameter koefisien pertumbuhan alami ikan berpengaruh dominan terhadap peningkatan efek spill-over akibat adanya KKL sebesar 40%. Hal ini akan berdampak pada terjadinya perubahan peningkatan upaya optimal lestari, produksi optimal lestari dan manfaat ekonomi optimal lestari. Jika diasumsikan bahwa Luasan KKL sebesar 40% dengan koefisien pertumbuhan alami ikan (r) meningkat 2% per tahun, maka dihasilkan perhitungan upaya optimal lestari, produksi optimal lestari dan manfaat optimal lestari sebagaimana pada Tabel 8 sebagai berikut.

68 41 Tabel 8. Perhitungan Upaya Optimal Lestari, Produksi Optimal Lestari dan Manfaat Optimal Lestari dengan Luasan KKL 40% dan Koefisien Pertumbuhan Alami Ikan (r) meningkat 2% per tahun TAHUN KOEFISIEN PERTUMBUHAN UPAYA OPTIMAL LESTARI PRODUKSI OPTIMAL LESTARI MANFAAT OPTIMAL LESTARI ALAMI IKAN E* (Trip) h* (kg) π* (Rp) , , ,983,983, , , ,043,662, , , ,104,536, , , ,166,626, , , ,229,959, , , ,294,558, , , ,360,449, , , ,427,658, , , ,496,211, , , ,566,136, , , ,637,458, Dari Tabel 8 diatas dapat dilihat bahwa pengaruh peningkatan koefisien pertumbuhan ikan sebesar 2% per tahun dengan KKL 40% berdampak pada efek spillover di perairan TNK. Jika pada tahun ke-0 tanpa adanya KKL nilai upaya optimal (E*)= trip, manfaat ekonomi optimal lestari (π*)= Rp 3,3464 milyar dan produksi optimal lestari (h*)= kg, maka pada tahun ke-6 dengan KKL 40% akan didapatkan manfaat ekonomi optimal lestari sebesar Rp 3,36 milyar, upaya optimal lestari trip dan produksi optimal lestari ,44 kg. Secara diagramatis, dapat digambarkan peningkatan manfaat optimal lestari pada Gambar Manfaat Optimal Lestari (Milyar Rp) Tahun Manfaat Optimal Lestari Gambar 7. Peningkatan Manfaat Optimal Lestari efek spill-over 2% per tahun

69 42 Fauzi dan Anna (2005) menjelaskan tentang beberapa hasil penelitian manfaat KKL terhadap masyarakat disekitarnya dan kelestarian ekosistem: (1) Hasil studi Halpern (2003) menunjukkan bahwa KKL meningkatkan kelimpahan biomas sebesar dua kali lipat dan keanekaragaman hayati meningkat tiga kali lipat serta meningkatkan CPUE dalam kisaran 30%- 60% dari hasil tangkapan sebagai dampak limpahan (spill-over) sebelum adanya KKL. (2) Hasil perhitungan White dan Cruz-Trinidad (1998) KKL di Apo Island memberikan kontribusi bagi pendapatan masyarakat sebesar US $ 400 ribu yang dimanfaatkan untuk beasiswa pendidikan anak-anak penduduk sekitar dalam menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi. (3) KKL di kepulauan Pasifik dapat meningkatkan keharmonisan antar penduduk dan mengurangi konflik pengguna sumberdaya serta meningkatkan kebanggaan dan rasa percaya diri terhadap pengelolaan sumberdaya yang lestari. SIMPULAN DAN SARAN Perairan di Taman Nasional Karimunjawa berpotensi untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan, namun harus tetap memperhatikan kelestarian ekosistem sumberdaya agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan oleh nelayan setempat. Alat tangkap pancing lebih mempunyai manfaat ekonomis tinggi dan ramah lingkungan dibandingkan dengan alat tangkap jaring dan bubu. Alat tangkap jaring mempunyai tekanan paling tinggi terhadap ekosistem sumberdaya perikanan dibandingkan dengan alat tangkap pancing dan bubu. Terjadi over-fishing pada tahun 1993, 1994, 1995, 1996, 1997, 1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2003, 2004, 2007, 2008 dan Upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan memakai alat tangkap pancing, bubu dan jaring di perairan Taman Nasioanal Karimunjawa mempunyai upaya optimal lestari sebesar trip, manfaat ekonomi optimal lestari sebesar Rp 3,3464 milyar dan produksi optimal lestari sebesar kg.

70 43 6. Jika luasan kawasan konservasi laut di TNK sebesar 40%, maka pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan memakai alat tangkap pancing, bubu dan jaring akan menghasilkan upaya optimal lestari sebesar trip, manfaat ekonomi optimal lestari Rp 2,984 milyar dan produksi optimal lestari sebesar kg. 7. Jika luasan ekosistem terumbu karang yang diperuntukkan Kawasan Konservasi Laut (zona inti dan perlindungan) di perairan Karimunjawa seluas 6.789,06 ha (67,89 km (40%), maka diperkirakan dapat memberikan nilai manfaat ekonomi per km 2 per tahun sebesar US $ 4,752, Jika diasumsikan dengan adanya KKL 40% akan berdampak pada efek spill-over peningkatan koefisien pertumbuhan alami ikan menjadi 2% per tahun, maka pada tahun ke-6 akan menghasilkan peningkatan nilai manfaat optimal lestari sebesar Rp 3,36 milyar, upaya optimal lestari trip dan produksi optimal lestari ,44 kg dibanding pada tahun ke-0 tanpa adanya KKL nilai upaya optimal (E*)= trip, manfaat ekonomi optimal lestari (π*)= Rp 3,3464 milyar dan produksi optimal lestari (h*)= kg. 2 ) DAFTAR PUSTAKA Ami, D., P. Cartigny, and A. Rapaport Can marine protected areas enhance both economic and biological situations? Comptes Rendus Biologies 328: Arnarson, R Marine Reserve: Is there an economic justification? In Alder, J and Sumaila (eds) The Economics of Marine Protected Areas. Fisheries Center Research Report Vol 9. No 8. [BTNK] Balai Taman Nasional Karimunjawa Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Kerjasama BTNK dengan Pemda Kabupaten Jepara, WCS (Wildlife Conservation Society) dan Yayasan Taka. Dahuri, R Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Dahuri R Membenahi Sistem Manajemen Perikanan Tangkap. Majalah Samudra Edisi 50, Tahun V. hal: Dalton, TM An Approach for Integrating Economic Impact Analysis into the Evaluation of Potential Marine Protected Area Sites. Journal of Environmental Management 70:

71 44 Fauzi, A. dan S. Anna Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Gjertsen, H Can Habitat Protection Lead to Improvements in Human Well-Being? Evidence from Marine Protected Areas in the Philippines. World Development, Vol. 33 (2): Gossling, S Analysis: Ecotourism: a means to safeguard biodiversity and ecosystem functions? Ecological Economics 29: Kamukuru, AT, YD. Mgaya, and MC. Ohman Evaluating a Marine Protected Area in a Developing Country: Mafia Island Marine Park, Tanzania. Ocean & Coastal Management 47: Lakshmi, A. and R. Rajagopalan Socio-economic Implications of Coastal Zone Degradation and their Mitigation: a Case Study from Coastal Villages in India. Ocean & Coastal Management 43: Li, Eric, Optimum harvesting with marine reserves. North American Journal of Fisheries Management 20: Marnane, M, RL. Ardiwijaya, JT. Wibowo, ST. Pardede, A. Mukminin, dan Y. Herdiana Studi kegiatan perikanan Muro-ami di Kepulauan Karimunjawa, September Wildlife Conservation Society Marine Program Indonesia. Bogor, Indonesia. Marnane, MJ, RL. Ardiwijaya, JT. Wibowo, ST. Pardede, T. Kartawijaya, dan Y. Herdiana Laporan Teknis Survei di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Bogor: Wildlife Conservation Society-Marine Program Indonesia. Merino, G., B. Morales-Nin, F. Maynou, and AM. Grau Assessment and Bioeconomic Analysis of the Majorca (NW Mediterranean) Trammel Net Fishery. Aquatic Living Resources, Vol (21): Pezzey, JCV., CM. Roberts, and BT. Urdal A Simple Bioeconomic Model of a Marine Reserve. Ecological Economics 33: Phillips, A. (ed.) Economic Values of Protected Areas: Guidelines for Protected Area Managers. Best Practice Protected Area Guidelines Series No. 2. Cambridge, UK: International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), The World Conservation Union. Planes S, GP. Jones, and SR. Thorrold Larval dispersal connects fish populations in a network of marine protected areas. PNAS vol. 106 (14): Sanchirico, JN., KA. Cohran., and PM. Emerson Marine Protected Areas: Economic and Social Implication. Resource for The Future Discussion Paper Weeks R, GR. Russ, AC. Alcala, and AT. White Effectiveness of Marine Protected Areas in the Philippines for Biodiversity Conservation. Conservation Biology.

72 Wiadnya, DGR, R. Djohani, MV. Erdmann, A. Halim, M. Knight, Peter J. Mous, Jos Pet, dan L. Pet-Soede Kajian Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tangkap di Indonesia: Menuju Pembentukan Kawasan Perlindungan Laut. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. 11 (3): 65-77). 45

73 46 ANALISIS KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK KAWASAN KONSERVASI DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA DENGAN PENDEKATAN EKOSISTEM Analysis of Territorial Waters Suitability for Marine Protected Areas (MPAs) on Fisheries Resources Management in Karimunjawa National Park with Ecosystem Approach ABSTRAK Pengembangan kawasan konservasi di Indonesia semakin pesat dengan disahkannya UU No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan dan peraturan turunannya berupa Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, serta berlakunya UU No. 27 tahun 2007 tentang Penelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan target kawasan konservasi laut (KKL) seluas 10 juta ha pada tahun 2010 dan 20 juta ha pada tahun Namun dalam penentuan dan pengelolaan KKL belum dilakukan secara efektif. Paper ini bertujuan penentuan zonasi perairan untuk KKL berbasis ekosistem di Taman Nasional Karimunjawa (TNK). Secara umum zonasi di KKL dapat dikelompokkan menjadi 3 zona, yaitu: zona inti atau zona perlindungan; (2) zona penyangga; dan (3) zona pemanfaatan. Sebagaimana yang diamanahkan dalam UU No. 5 Undang Undang Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal 29 32, bahwa pengelolaan taman nasional sebagai salah satu bentuk kawasan konservasi sangat membutuhkan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan ekosistem sumberdaya. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Metode yang digunakan dalam paper ini adalah analisis spasial berbasis ekosistem untuk menentukan zonasi KKL dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berkelanjutan di TNK. Ekosistem yang sangat berperan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK adalah ekosistem mangrove, ekosistem lamun dan ekosistem terumbu karang. Hasil analisis menunjukkan bahwa kesesuaian perairan TNK untuk kawasan konservasi berdasarkan luasan ekosistem mangrove 498 ha, luasan ekosistem lamun 319 ha dan luasan ekosistem terumbu karang ha adalah seluas ha. Luasan zona inti 2.111,07 ha (1,89%), zona perlindungan ,12 ha (24,04%), zona penyangga ,73 ha (10,8%), zona rehabilitasi 233,9 ha (0,21%), dan pemanfaatan terbatas seluas ,18 ha (63,06%). Kata Kunci: SIG, KKL, ekosistem, sumberdaya perikanan, taman nasional ABSTRACT The development of conservation areas in Indonesia is getting more rapidly after the legalized of Law No on Fisheries and its Derivatives Regulation, i.e. Government Regulation No on the Conservation of Fish Resources, and the enactment of Act No. 27 year 2007 on Coastal and Small Islands Management. Indonesia is committed to realizing the target of marine protected areas (MPAs), covering 10 million acres in 2010 and 20 million acres in However, in determination and management the MPAs themselves have not been carried out effectively.

74 47 This paper is aimed the determination of MPA-based zoning for aquatic ecosystems in Karimunjawa National Parks (KNP). In general, the MPAs zoning can be grouped into 3 zones, i.e.: the no-take zone or protection zone, (2) buffer zone, and (3) the utilization zone. As mandated in Act No. 5 / 1990 on Conservation of Natural Resources and the Ecosystems chapter 29-32, the management of national parks as a part of conservation areas need the protection, preservation and use of ecosystem resources. Protected areas are managed by the zoning system consisting of nucleus zones, utilized zones, and other zones as appropriate. The method used in this paper is ecosystem-based spatial analysis to determine the zoning of MPAs in the sustainable management of fisheries resources in Karimunjawa National Park (KNP). The ecosystems whose highly sgnificance in terms of fisheries resources management in TNK are mangrove ecosystems, seagrass ecosystems and coral reef ecosystems. The analysis revealed that the KNP suitability for conservation of mangrove ecosystems based on the extent of 498 ha, 319 ha area of seagrass ecosystems and the extent of 16,368 ha of coral reef ecosystems is an area of 17,185 ha. The extent of nucleus zone 2, ha (1.89%), protection zone 26, ha (24.04%), buffer zone 12, ha (10.8%), rehabilitation zone ha (0.21%), and utilization zone 70, ha (63.06%). Keywords: GIS, MPAs, ecosystems, fisheries resources, national parks PENDAHULUAN Lembaga Konservasi Dunia, International Union for the Conservation in Nature (IUCN) mendefinisikan kawasan konservasi laut adalah suatu area perairan intertidal atau subtidal yang berkaitan dengan ekosistem tumbuh-tumbuhan, fauna, corak budaya dan historis, yang dikuatkan dengan hukum atau peraturan lain yang efektif untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan dan sekitarnya (Lunn dan Dearden 2006). Penyimpangan yang dilakukan dalam upaya penangkapan ikan disebabkan karena tidak adanya kejelasan area untuk konservasi stok ikan. Adanya tekanan yang cukup tinggi dan upaya penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan akan mengganggu tujuan kawasan konservasi laut untuk menjaga biodiversitas ikan. Hal ini akan menimbulkan suatu konflik yang sangat mendasar bagi stakeholders (Jones 2006). Tingkat eksploitasi pemanfaatan sumberdaya ikan yang berlebihan dan tidak ramah lingkungan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) mengakibatkan perubahan substansial ekosistem sumberdaya perikanan. Frid et al menyimpulkan, bahwa upaya perlindungan terhadap sumberdaya perikanan dan ekosistemnya melalui pembatasan area dan waktu penangkapan merupakan tantangan bagi otoritas pengelola taman nasional. Upaya untuk melindungi sumberdaya ikan dengan pendekatan ekologis di suatu perairan dengan kawasan konservasi laut, tidak hanya berfungsi untuk

75 48 melindungi tempat hidup ikan, namun juga dengan mantap meningkatkan produktifitas pengelolaan perikanan (Robert et al. 2003). Hasil penelitian Bruce dan Eliot 2006 di Teluk Hiu Taman Nasional Laut Australia Selatan, menyatakan bahwa kemampuan analisis Sistem Informasi Geografis (SIG) memungkinkan pengembangan yang bermanfaat untuk menyelidiki hasil dan mengevaluasi alternatif keputusan. SIG berfungsi untuk menyimpan, membuka kembali dan meneliti berbagai jenis data dan informasi dengan cepat (Kairo et al. 2002). Model SIG merupakan suatu metoda sederhana untuk penetapan dan pengelolaan zona secara geografis. Hannesson (2007) menggunakan analisis distribusi geografis untuk menentukan zonasi produktifitas ikan berdasarkan sebaran temperatur di perairan Lautan Atlantik Timur Laut dan menyimpulkan adanya hubungan antara produktifitas ikan dengan kondisi temperatur suatu perairan. Kemampuan Analisis SIG memungkinkan pengembangan yang bermanfaat untuk menyelidiki hasil keputusan dan mengevaluasi alternatif (Bruce dan Eliot 2006). Produksi tangkapan ikan di TNK sangat tergantung dengan kualitas produktivitas primer lingkungan. Tingginya produktivitas primer lingkungan di TNK ditentukan oleh kualitas kondisi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang (Supriharyono 2000 dan Bengen 2002). Pendekatan ekosistem terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan berusaha untuk mengatur efek kumulatif aktivitas manusia (anthropogenik) terhadap ekosistem sumberdaya (Stelzenmuller et al dan Mare 2005). UU No. 5 Undang Undang Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya pasal mengamanahkan bahwa pengelolaan taman nasional sebagai salah satu bentuk kawasan konservasi sangat membutuhkan upaya perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan ekosistem sumberdaya. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Sumberdaya perikanan di TNK bersifat terbuka dan sangat dinamis, hal ini merupakan tantangan bagi pengelolaan sumberdaya tersebut. Kompleksitas permasalahan pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK dipicu oleh konflik antar kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya tersebut. Permasalahan konflik yang muncul dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Taman Nasional Karimunjawa (TNK) adalah upaya untuk mengidentifikasi sumberdaya perikanan secara ekologis yang didukung dengan parameter fisik dalam penentuan status sumberdaya dengan upaya kepentingan stakeholders dalam pemanfaatan sumberdaya.

76 49 Kebutuhan suatu metoda rencana penetapan kawasan konservasi yang paling efektif sangat dibutuhkan untuk menunjang keberhasilan dalam memahami pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK yang didukung dengan penentuan zonasi. Selama ini, Penetapan kawasan konservasi dilakukan dengan pendekatan pengelolaan multiple-use, sehingga menimbulkan berbagai macam kerancuan dalam mengidentifikasi batasan-batasan kawasan konservasi yang tidak jelas. Sampai saat ini, penataan zonasi kawasan TNK belum didukung dengan kelengkapan data dan informasi potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Penataan zonasi bertujuan untuk optimalisasi fungsi dan peruntukkan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya. Sistem informasi geografis (SIG) mempunyai kemampuan aplikasi dalam melakukan analisa berbasis spasial. SIG mampu mengidentifikasi suatu areal perairan dengan jelas sebagai zona perlindungan ataukah sebagai zona pemanfaatan. Aplikasi SIG telah banyak digunakan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan. Bruce and Eliot (2006) menyatakan, bahwa Teknik Analisa SIG telah digunakan dalam perencanaan dan proses evaluasi untuk pengembangan habitat perairan buatan, penilaian kualitas habitat suatu perairan, pemodelan aktivitas perikanan, dan pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis ekosistem. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode analisis spasial untuk menentukan luasan ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove, yang didukung dengan telaah dokumen hasil penelitian tentang potensi sumberdaya di TNK: (1) BTNK (Balai Taman Nasional Karimunjawa) Penataan Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Semarang: Kerjasama BTNK dengan Pemda Kabupaten Jepara, WCS (Wildlife Conservation Society) dan Yayasan Taka. (2) DKP (Departemen Kelautan dan Perikanan) Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kepulauan Karimunjawa. Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. (3) Marnane, MJ., RL. Ardiwijaya, JT. Wibowo, ST. Pardede, T. Kartawijaya, dan Y. Herdiana Laporan Teknis Survei di Kepulauan Karimunjawa, Jawa Tengah. Bogor: Wildlife Conservation Society-Marine Program Indonesia.

77 50 Sistem Informasi Geografis adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Integrasi penginderaan jauh dan SIG dapat memetakan kondisi sebaran ekosistem sumberdaya wilayah pesisir, sehingga dapat selalu dipantau perkembangan terjadinya perubahan ekosistem wilayah pesisir. Kemampuan SIG sebagai alat analisis sangat penting bagi pembuat keputusan untuk menyelidiki dan mengevaluasi hasil keputusan mereka secara interaktif. Data citra satelit yang digunakan adalah Citra Landsat ETM 7+ dengan acquisition pada tanggal 21 Januari dan 24 Maret Liputan awan hanya 5%, sehingga memudahkan dalam pembuatan peta digital. Pengolahan data peta citra tersebut dengan menggunakan software ErMapper melalui proses cropping data, pemulihan citra, penajaman citra, dan klasifikasi citra. Fusi multispektral dilakukan dengan memilih 3 kanal, yaitu merah, hijau dan biru (RGB). Seleksi fusi multispektral dilakukan berdasarkan nilai optimum index factor (OIF). Untuk analisis terumbu karang dan lamun digunakan komposit RGB 421 dan analisis penutupan lahan basah (mangrove) digunakan RGB 453. Hasil interpretasi citra satelit menghasilkan peta sebaran ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove dan selanjutnya data diolah dengan SIG software ArcView 3.3 untuk mengetahui luasan ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove. Kemudian sistem zonasi dihasilkan dari overlay peta distribusi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan peta area penangkapan ikan (fishing ground) alat tangkap ikan di perairan TNK dan zonasi Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNK 2005). Dengan kriteria sebagai berikut: 1. Zona Inti: zona yang mempunyai ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan kualitas kepadatan tinggi dan sedang; tidak ada kegiatan penangkapan ikan; dan merupakan zona inti BTNK (2005). 2. Zona Perlindungan: zona yang mempunyai ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan kualitas kepadatan tinggi dan sedang; Kegiatan penangkapan ikan rendah; dan merupakan zona perlindungan BTNK (2005). 3. Zona Penyangga: zona yang mempunyai ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan kualitas kepadatan tinggi dan sedang; Kegiatan penangkapan ikan sedang; dan merupakan zona pariwisata dan budidaya BTNK (2005). 4. Zona Rehabilitasi: merupakan zona rehabilitasi BTNK (2005).

78 51 5. Zona Pemanfaatan: zona dengan Kegiatan penangkapan ikan tinggi; dan zona pemanfaatan BTNK (2005). HASIL DAN PEMBAHASAN Taman Nasional merupakan kawasan yang dirancang untuk mencegah eksploitasi sumberdaya yang berlebihan dan melindungi keutuhan ekologi, memberikan bantuan untuk kegiatan ilmiah, pendidikan, dan rekreasi yang berwawasan lingkungan. Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Untuk memahami peranan sistem zonasi dalam pengelolaan taman nasional adalah dengan memahami fungsinya. Zonasi menurut UU RI no. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, merupakan bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumbedaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai salah satu kesatuan dalam ekosistem wilayah pesisir. Sistem zonasi yang digunakan dalam taman nasional meliputi: (1) zona inti; (2) zona pemanfaatan terbatas; dan (3) zona lain sesuai dengan peruntukan kawasan. Kawasan taman nasional dikelola dengan sistem zonasi sebagaimana diamanahkan oleh UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya hayati dan Ekosistemnya pasal 32. Sistem zonasi tersebut terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. Menurut Bengen (2002), Zona inti atau zona perlindungan mempunyai karakteristik tipe zona yang memiliki nilai konservasi tinggi, sangat rentan terhadap gangguan/ perubahan, aktivitas manusia sangat terbatas, tidak diperbolehkan untuk aktivitas eksploitasi sumberdaya. Zona pemanfaatan mempunyai karakteristik tipe zona yang masih mempunyai nilai konservasi tertentu, namun diperbolehkan untuk aktivitas pemanfaatan sumberdaya. Zona penyangga mempunyai karakteristik tipa zona sebagai penyangga zona inti, beberapa aktivitas pemanfaatan diperbolehkan dengan dibatasi dan tetap dikontrol, agar tidak mengganggu zona inti. Peraturan Pemerintah RI No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan pasal 9 menyebutkan bahwa penetapan kawasan konservasi berbasis ekologi harus memperhatikan keanekaragaman hayati, kealamiahan, keterkaitan ekologis, keterwakilan, keunikan, produktivitas, daerah ruaya, habitat ikan langka, daerah pemijahan dan daerah pengasuhan ikan. Ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga habitat biota laut.

79 52 Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No SK.79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, bahwa zonasi Taman Nasional Laut Karimunjawa seluas ha, dengan rincian sebagaimana ditunjukkan Tabel 9 dibawah ini. Tabel 9. Luas Zonasi Taman Nasional Karimunjawa NO ZONA LUAS Persentase (ha) (%) 1 Zona Inti Zona Perlindungan 2, Zona Pemanfaatan Pariwisata 1, Zona Pemukiman 2, Zona Rehabilitasi Zona Budidaya Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional 103, TOTAL 111, Sumber: SK Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor SK.79/IV/Set- 3/2005 Hasil revisi zonasi Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa menunjukkan masih berorientasi pada daratan, hal ini ditunjukkan dengan luasan zona perlindungan 2.587,711 ha masih didominasi oleh hutan tropis daratan di Pulau Karimunjawa. Upaya perlindungan yang masih menekankan pada daratan dan kurang memperhatikan perlindungan sumberdaya pesisir, akan berdampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya. Padahal potensi sumberdaya pesisir dan lautan di perairan Taman Nasional Karimunjawa harus dijaga kelestariannya sesuai dengan amanah Taman Nasional Karimunjawa sebagai bentuk kawasan kepulauan yang berstatus kawasan konservasi laut. Peta Gambar 8 menunjukkan bahwa zona inti (warna merah) dan zona perlindungan (warna kuning) sebagian besar terletak didaratan. Hal ini menunjukkan bahwa penetapan zonasi yang dilakukan oleh BTNK masih berorientasi pada daratan.

80 Gambar 8. Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa 53

81 54 Distribusi Sumberdaya Mangrove di TNK Ekosistem hutan mangrove memiliki produktivitas primer yang tinggi dan mengandung detritus organik yang sangat penting sebagai sumber energi bagi larva ikan, udang dan biota lainnya (Dahuri 2003). Tingginya bahan organik di ekosistem hutan mangrove berfungsi sebagai tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan/ pembesaran (nursery ground), dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai macam ikan dan biota lainnya (Supriharyono 2000). Mangrove dapat hidup di daerah antara level pasang naik tertinggi sampai level diatas permukaan laut rata-rata. Berdasarkan hasil Kegiatan Inventarisasi Penyebaran Mangrove di TNK tahun 2002 ditemukan 44 spesies mangrove yang termasuk dalam 25 famili. Dalam kawasan pelestarian ditemukan 25 spesies mangrove sejati dari 13 famili dan 18 spesies mangrove ikutan dari 7 famili. Sedang di luar kawasan ditemukan 5 spesies mangrove ikutan dari 5 famili berbeda. Pada tingkat tiang dan pohon hutan mangrove di kawasan Pulau Karimunjawa dan Kemujan didominasi jenis Exoecaria agallocha sedang jenis yang penyebarannya paling luas adalah Rhizopora stylosa. Avicennia spp tumbuh di daerah yang paling dekat dengan laut dengan substrat agak berpasir, sedangkan lebih kearah daratan didominasi oleh Rhizophora spp, Bruguiera spp dan Xylocarpus spp. Klasifikasi hutan mangrove berdasarkan tegakannya terbagi menjadi 3, yaitu: (1) kerapatan rendah: kerapatan tajuk < 50%; (2) kerapatan sedang: kerapatan tajuk antara 40% 70%; (3) kerapatan tinggi: kerapatan tajuk > 70% (Bakosurtanal 2001). Berdasarkan hasil analisis SIG (DKP 2006), distribusi ekosistem mangrove di TNK menyebar dibeberapa pulau, diantaranya: P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang, P. Nyamuk, P. Bengkoang, P. Menjangan besar, dan P. Menjangan Kecil. Kondisi hutan mangrove dengan kepadatan tinggi terdapat di P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Bengkoang. Luasan ekosistem hutan mangrove untuk kerapatan rendah seluas 10 ha, kerapatan sedang 112 ha dan kerapatan tinggi 376 ha. Distribusi Sumberdaya Lamun di TNK Sistem rhizoma perakaran lamun dan aktivitas fiksasi nitrogen menyebabkan daun-daun lamun menjadi lebat dan lamun dapat tumbuh dengan subur sebagai penopang produktivitas ekosistem lamun (Supriharyono 2000). Lamun dapat tumbuh di daerah pasang surut yang bersubstrat lumpur, pasir, kerikil, dan patahan karang mati dengan kedalaman 4 meter. Distribusi ekosistem lamun dipengaruhi oleh (1) kecerahan/

82 55 kedalaman; (2) temperatur; (3) salinitas; (4) substrat; dan (5) kecepatan arus perairan. Ekosistem lamun merupakan habitat yang sangat penting bagi komunitas ikan dan biota lainnya. Ada sekitar 360 spesies ikan berasosiasi dengan lamun (Dahuri 2003). Hasil Kegiatan Inventarisasi Penyebaran Mangrove di TNK tahun 2002 oleh BTNK, menemukan bahwa ekosistem lamun yang tersebar di seluruh perairan TNK sampai mencapai kedalaman 25 meter. Struktur komunitas lamun tersusun atas 9 spesies yaitu Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Thalassia hemprichi, Cymodocea rotundata, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Halophila minor, Syringodium isoetilium, dan Thalassodensron ciliatum yang didominasi oleh genus Enhalus dan Thallasia (BTNK 2008). Lamun sering dijumpai tumbuh di perairan yang ada terumbu karangnya. Ekosistem terumbu karang dan lamun sulit untuk dipisahkan. Keduanya saling berinteraksi membentuk ekosistem perairan tropis yang unik. Terumbu karang memerlukan lamun sebagai filter air laut terhadap bahaya suspensi dari daratan, sementara terumbu karang berfungsi sebagai penahan gempuran ombak yang dapat menyebabkan tercabutnya akar-akar lamun. Berdasarkan hasil analisis SIG (DKP 2006), ekosistem lamun di TNK tersebar hampir disemua pulau, kecuali P. Batu. Ekosistem lamun dengan tingkat kepadatan tinggi terdapat di P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Sintok, P. Tengah, P. Kumbang dan P. Krakal Kecil. Luasan ekosistem lamun tutupan sedang 157 ha dan tutupan tinggi 162 ha. Distribusi Sumberdaya Terumbu Karang di TNK Keberadaan zooxanthella dalam polyp binatang karang mampu untuk memproduksi atau memfiksasi karbon yang ada di perairan, sehingga ekosistem terumbu karang secara ekologis mempunyai nilai produktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekosistem lainnya. Ekosistem terumbu karang sangat dipengaruhi oleh: (1) kecerahan/ cahaya; (2) suhu; (3) salinitas; (4) sirkulasi perairan; dan (5) sedimentasi (Dahuri 2003). Terkadang ekosistem terumbu karang dapat dijumpai di perairan yang miskin unsur hara, namun dalam ekosistem terumbu karang sendiri mempunyai produktivitas tinggi, sehingga terumbu karang berfungsi sebagai penyubur perairan. Tingginya produktivitas ekosistem terumbu karang menjadi tempat pemijahan (spawning ground), pengasuhan/ pembesaran (nursery ground), dan mencari makan (feeding ground) bagi berbagai macam jenis ikan karang, sehingga produksi ikan karang di ekosistem terumbu karang sangat tinggi (Supriharyono 2000). Di perairan Indonesia

83 56 terdapat keanekaragaman ikan karang yang tinggi, yaitu 62 famili dan 592 spesies ikan karang (Dahuri 2003). Ekosistem terumbu karang di TNK mempunyai 3 tipe, yaitu: (1) terumbu karang pantai/ tepi (fringing reef), (2) terumbu karang penghalang (barrier reef), dan (3) taka (patch reef). Ekosistem terumbu karang di TNK terdiri atas 66 genera karang keras yang termasuk dalam 14 famili ordo scleractinian dan 3 ordo non sceractinian. Sedangkan jenis yang mendominasi ekosistem ini adalah genera Acropora dan Porites (Marnane et al. 2005). Lebih lanjut dinyatakan bahwa sampai dengan tahun 2006, persentase penutupan terumbu karang berkisar antara 7-69% dengan rata rata penutupan adalah 40%. Kekayaan spesies ikan karang yang berasosiasi dengan terumbu karang di TNK sebanyak 353 spesies ikan karang yang termasuk dalam 117 genus dan 43 famili (BTNK 2008). Klasifikasi Kondisi terumbu karang berdasarkan prosentase jumlah karang yang hidup: (1) kondisi sangat baik: 75% - 100%; (2) kondisi baik: 50% - 74%; (3) kondisi sedang: 25% - 49%; dan (4) kondisi buruk: kurang dari 25% (Bakosurtanal 2001). Hasil analisis SIG (DKP 2006), menunjukkan bahwa prosentase penutupan terumbu karang berkisar antara 37% sampai dengan 73%. Tingkat prosentase penutupan tinggi terdapat di P. Kembar, P. Gelaen, P. Burung, P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Bengkoang, P. Menyawakan, P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil dan P. Sintok, seadngkan tingkat prosentase penutupan sedang dan rendah berada di P. Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil, P. Parang, dan P. Kumbang. Luasan ekosistem terumbu karang untuk tutupan sedang ha dan tutupan tinggi seluas ha. Proses Overlay Kesesuaian Kawasan Konservasi di TNK Berbasis Ekosistem Semua peta tematik distribusi ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang dibuat data peta digital dengan bantuan software ArcView 3.3. Data digital tersebut dibangun berdasarkan basis data spasialnya kedalam format coverage. Kebutuhan Data meliputi peta-peta (coverage) sesuai dengan kriteria yang harus dipenuhi untuk kesesuaian kawasan konservasi di TNK berbasis pendekatan ekosistem. Masing-masing peta tematik distribusi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang, selanjutnya diproses overlay terhadap semua coverage. Hasil overlay sebaran ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dapat dilihat pada pada Gambar 9 berikut ini.

84 57 Sumber Peta: 1. Bakosurtanal 2. DKP 2006 Sumber: DKP 2006 Gambar 9. Peta Sebaran Ekosistem Mangrove, Lamun dan Terumbu Karang di TNK

85 58 Hasil overlay peta distribusi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang menunjukkan bahwa kesesuaian perairan untuk kawasan konservasi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di TNK berbasis ekosistem ditentukan oleh kondisi tingkat persentase penutupan terumbu karang, lamun dan kerapatan hutan mangrove. Luasan total ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove seluas ha. Menurut Fauzi dan Anna (2005), hubungan antara luasan kawasan konservasi dengan manfaat ekonomi bersifat kuadratik. Luasan zona inti dan perlindungan akan meningkatkan nilai ekonomi pada kisaran luasan 40% dari total luasan kawasan konservasi. Jika melewati dari 40%, maka nilai ekonomi akan semakin menurun. Oleh karena itu, agar kawasan konservasi TNK mempunyai nilai ekonomi yang optimal diharapkan luasan untuk zona inti dan zona perlindungan seluas ha (40%). Selebihnya yang 60% ( ha) dimanfaatan untuk zona penyangga dan zona pemanfaatan sesuai dengan kebutuhan peruntukan budidaya, penangkapan ikan, wisata, dan lainnya. Area Penangkapan Ikan (fishing ground) Nelayan di TNK Produksi perikanan di Indonesia didominasi oleh perikanan tangkap, kontribusinya mencapai 85% (Dahuri 2003). TNK merupakan salah satu daerah penangkapan perikanan artisanal penting di Laut Jawa, dengan keanekaragaman terumbu karang dan ikan karang yang tinggi. TNK merupakan salah satu kawasan yang dapat mewakili kondisi terumbu karang dengan kategori baik dari Kawasan Barat Indonesia (Mukminin dkk 2006). Keragaman dan biomasa ikan karang di TNK didominasi oleh famili Pomacentridae (betok laut), Labridae (wrasse), Chaetodontidae (kepe-kepe), Scaridae (ikan kakatua) dan Serranidae (kerapu). Sebagian besar spesies tersebut merupakan pemakan karang dan alga, sementara jumlah dan biomasa terendah adalah jenis ikan karnivora Serranidae (kerapu). Tekanan penangkapan ikan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap sumberdaya populasi ikan di TNK. Lokasi dengan keragaman ikan tertinggi di Karimunjawa adalah di P. Cemara Besar dan P. Sintok. Kedua lokasi ini merupakan daerah terumbu karang yang terisolasi terhadap penangkapan ikan yang lebih banyak dilakukan di daerah terumbu yang lebih dalam, tetapi isolasi ini memberikan perlindungan terhadap spesies ikan non-target (Marnane 2005).

86 59 Dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, nelayan TNK menggunakan beberapa alat tangkap, diataranya adalah pancing, tonda, bubu, muroami, jaring, jaring pocong, pukat, dan panah. Pada Gambar 10 menunjukkan, bahwa nelayan Karimunjawa dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan meliputi seluruh kawasan ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang, lamun dan mangrove tidak ada yang selamat dari alat tangkap nalayan. Bahkan zona inti dan perlindungan yang seharusnya tidak diperbolehkan melakukan penangkapan ikan, ternyata dilanggar oleh para nelayan. Tekanan penangkapan ikan paling tinggi terjadi di sekitar ekosistem terumbu karang P. Karang, P. Nyamuk, P. Parang, P. Kumbang, P. Kembar, P. Burung dan P. Bengkoang seluas 87,94 km 2 (8.794 ha). Sedangkan tekanan penangkapan sedang terjadi disekitar P. Menyawakan, P.Cemar Besar, P. Cemara Kecil, P. Karang Kapal, P. Menjangan Besar, dan P. Menjangan Kecil seluas 106,16 km 2 ( ha). Tekanan penangkapan rendah berada disekitar P. Krakal Kecil, P. Krakal Besar, dan P. Sintok seluas 318,23 km 2 ( ha).

87 N m P. Kembar P. Parang P.Bengkoang P.Kumbang P.Sintok P.Katang Gosong Kumbang P.Menyewakan P.Cemara Besar P.Mrico P.Kemujan P.Tengah P.Nyamuk Gsng Cemara P.Cemara Kecil P.Kecil P.Krakal Besar P.Karimunjawa P.Krakal Kecil P.Galeang Jalan Taman nasional Pemanfaatan ikan Rendah (318,23 km2) Sedang (106,16 km2) karang Kapal P.Burung P.Menjangan Besar P.Menjangan Kecil Sumber Peta: 1. Bakosurtanal 2. Balai Taman Nasional Karimunjawa 2005 Tinggi (87,94 km2) Sumber: BTNK Gambar 10. Peta Area Penangkapan Ikan dengan Alat Tangkap Pancing, Panah, Bubu, Jaring, Bagan Apung, Muroami dan Pukat

88 61 Analisis Penentuan Zonasi Untuk mengkaji penentuan zonasi kesesuaian perairan untuk kawasan konservasi digunakan penerapan kriteria perpaduan potensi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan di TNK. Kriteria yang digunakan dalam penentuan zonasi adalah sebagai berikut: 1. Zona Inti: zona yang mempunyai ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan kualitas kepadatan tinggi dan sedang; tidak ada kegiatan penangkapan ikan; dan merupakan zona inti BTNK (2005). 2. Zona Perlindungan: zona yang mempunyai ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan kualitas kepadatan tinggi dan sedang; Kegiatan penangkapan ikan rendah; dan merupakan zona perlindungan BTNK (2005). 3. Zona Penyangga: zona yang mempunyai ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang dengan kualitas kepadatan tinggi dan sedang; Kegiatan penangkapan ikan sedang; dan merupakan zona pariwisata dan budidaya BTNK (2005). 4. Zona Rehabilitasi: merupakan zona rehabilitasi BTNK (2005). 5. Zona Pemanfaatan: zona dengan Kegiatan penangkapan ikan tinggi; dan zona pemanfaatan BTNK (2005). Keterbatasan data dalam penelitian ini, hanya mampu mengidentifikasi distribusi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang secara global dengan kondisi kepadatannya. Sedangkan kondisi tingkat keanekaragaman spesies dan variasi habitat distribusi ekosistem secara rinci belum dapat diidentifikasi, sehingga hal ini berpengaruh terhadap hasil zonasi kesesuaian perairan yang bersifat global. Hasil akhir analisis SIG dari penentuan zonasi kesesuaian perairan di TNK untuk kawasan konservasi merupakan integrasi kondisi ekosistem dengan pemanfaatan sumberdaya perikanan, secara detail luasan zonasi disajikan pada Tabel 10 berikut ini. Tabel 10. Luasan Zonasi Kesesuaian Perairan

89 62 Zona inti seluas 21,1107 km 2 (2.111,07 ha) (1,89%) yang tersebar di P. Nyamuk, P. Kembar, P. Parang, Gosong Kumbang, P. Karimunjawa, P. Bengkoang dan P. Sintok. Sedangkan Zona Perlindungan seluas 268,3312 km 2 (26.833,12 ha) (24,04%) yang menyebar di P. Nyamuk, P. Karang, P. Kembar, P. Parang, P. Kumbang, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, Karang Kapal, Gosong Kumbang, P. Menyawakan, P. Bengkoang, P. Cemara Besar, P. Cemara Kecil, P. Galeang, P. Burung, P. Menjangan Besar, P. Menjangan Kecil. P. Karimunjawa, P. Parang, P. Sintok, P. Tengah dan P. Kecil. Zona Penyangga seluas 120,5173 km 2 (12.051,73 ha) (10,8%). Zona Rehabilitasi seluas 2,339 km 2 (233,90 ha) (0,21%). Adapun Zona Pemanfaatan seluas 703,9518 km 2 (70.395,18 ha) (63,06%) yang menyebar diseluruh perairan TNK. Tabel 11. Perbandingan Luasan Zonasi Kesesuaian dengan Luasan Zonasi BTNK (2005) ZONASI ZONASI BTNK 2005 ZONA LUAS (ha) Persentase (%) LUAS (ha) Persentase (%) Zona Inti 2, Zona Perlindungan 26, , Zona Penyangga 12, Zona Pemanfaatan Pariwisata 1, Zona Budidaya Zona Rehabilitasi Zona Pemanfaatan 70, , Zona Pemukiman 2, Jumlah 111, , Tabel 11 diatas menunjukkan, bahwa perbandingan Zona Inti pada zonasi kesesuaian seluas 2.111,07 ha (1,89 %) dengan zona inti pada zonasi BTNK (2005) seluas 444,63 (0,4 %) hampir 5 kali lipatnya. Sedangkan zona perlindungan 10 kali lipat lebih, zona penyangga 5 kali lipat lebih. Zonasi yang baru sudah mempertimbangkan perairan (area penangkapan ikan, ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang), sehingga zona inti dan zona perlindungan bertambah luas. Meskipun metode penetapan zonasi dalam penelitian ini masih bersifat global. Penetapan wilayah perairan sebagai zona inti dan zona perlindungan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan TNK sangat diperlukan sebagai wilayah kepulauan. Untuk lebih jelasnya, sebaran kesesuaian zonasi dapat dilihat pada Gambar 11 berikut.

90 63 Sumber Peta: 1. Bakosurtanal 2. Balai Taman Nasional Karimunjawa 2005 Gambar 11. Peta Kesesuaian Zonasi Taman Nasional Karimunjawa

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia yang tidak dapat lepas dengan aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Sumberdaya perikanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan 5 Tantangan Ke Depan Pemahaman ilmiah kita terhadap ekosistem secara umum, khususnya pada ekosistem laut, mengalami kemajuan pesat dalam beberapa dekade terakhir. Informasi tentang pengelolaan ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA BERBASIS PERMODELAN

ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA BERBASIS PERMODELAN 68 ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA BERBASIS PERMODELAN Analysis of The Fishermen Perception on Sustainable Management of Fisheries

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tegal terletak di pantai utara Jawa Tengah dengan wilayah pantai dan laut yang berbatasan dengan Kabupaten Tegal oleh Sungai Ketiwon di sebelah timur dan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengelolaan Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 51 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teori Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya perikanan secara besar-besaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si

STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT. Rika Astuti, S.Kel., M. Si STRATEGI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN INDRAPURWA LHOK PEUKAN BADA BERBASIS HUKUM ADAT LAOT Rika Astuti, S.Kel., M. Si rika.astuti87@yahoo.com Simposium Nasional Konservasi Perairan Pesisir dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DAN PENATAAN FUNGSI PULAU BIAWAK, GOSONG DAN PULAU CANDIKIAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 1

ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 1 T A T A L O K A 2011 Biro Penerbit Planologi UNDIP ANALISIS PERSEPSI NELAYAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN BERKELANJUTAN DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA 1 (Analysis Of Fisherfolk Perception On Sustainable

Lebih terperinci

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT-

Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Ir. Agus Dermawan, MSi -DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT- Direktorat Konservasi dan Taman Nasional laut Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat 1 I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dengan luasnya wilayah perairan yang dimiliki oleh negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT Oleh: Rony Megawanto Tekanan terhadap sumber daya perikanan semakin tinggi seiring dengan meningkatkan permintaan pasar (demand) terhadap produk-produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di dunia. Wilayah kepulauan Indonesia sangat luas, luas daratannya adalah 1,92 Juta Km 2, dan

Lebih terperinci

vi panduan penyusunan rencana pengelolaan kawasan konservasi laut daerah DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Tahapan Umum Penetapan KKLD 9 Gambar 2. Usulan Kelembagaan KKLD di Tingkat Kabupaten/Kota 33 DAFTAR LAMPIRAN

Lebih terperinci

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI ANALISIS INSTITUSI KONSERVASI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL UJUNG KULON, DESA TAMANJAYA, KAMPUNG CIBANUA, KECAMATAN SUMUR, KABUPATEN PANDEGLANG, PROVINSI BANTEN MONIKA BR PINEM PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km

BAB I PENDAHULUAN. dari pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai km BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km dan luas laut 3,1 juta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA

POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN RIAU, INDONESIA Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 8: Ekologi, Habitat Manusia dan Perubahan Persekitaran 2015 7 POTENSI PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) KABUPATEN NATUNA PROVINSI KEPULAUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP

MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP Jurnal Galung Tropika, 5 (3) Desember 2016, hlmn. 203-209 ISSN Online 2407-6279 ISSN Cetak 2302-4178 MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN DALAM MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI KABUPATEN PANGKEP Crab

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS KETERKAITAN DAYA DUKUNG EKOSISTEM TERUMBU KARANG DENGAN TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Data pokok kelautan dan perikanan 2010 1 menggolongkan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang banyak.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai keanekaragaman biologi yang tinggi dan berfungsi sebagai tempat memijah, mencari makan, daerah pengasuhan dan berlindung bagi berbagai

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA JOSHIAN NICOLAS WILLIAM SCHADUW SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU

V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU V KEBERGANTUNGAN DAN KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP SUMBERDAYA DANAU 70 5.1 Kebergantungan Masyarakat terhadap Danau Rawa Pening Danau Rawa Pening memiliki peran penting dalam menciptakan keseimbangan

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi alam Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah tropis merupakan tempat hidup berbagai jenis tumbuhan dan hewan sehingga Indonesia dikenal sebagai

Lebih terperinci

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH

KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH KERENTANAN TERUMBU KARANG AKIBAT AKTIVITAS MANUSIA MENGGUNAKAN CELL - BASED MODELLING DI PULAU KARIMUNJAWA DAN PULAU KEMUJAN, JEPARA, JAWA TENGAH oleh : WAHYUDIONO C 64102010 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P.

ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. ANALISIS DAMPAK PENAMBANGAN PASIR LAUT TERHADAP PERIKANAN RAJUNGAN DI KECAMATAN TIRTAYASA KABUPATEN SERANG DJUMADI PARLUHUTAN P. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN RANGSANG BARAT DESA BOKOR PERATURAN DESA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN LAUT TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI KECAMATAN

Lebih terperinci