BAB II KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL SEBAGAI KONSEP INVESTASI MODERN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL SEBAGAI KONSEP INVESTASI MODERN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II KONSEP INVESTASI KONDOMINIUM HOTEL SEBAGAI KONSEP INVESTASI MODERN DI INDONESIA A. Tinjauan Umum Mengenai Pelaksanaan Kegiatan Investasi di Indonesia 1. Pengertian investasi Sebenarnya istilah penanaman modal merupakan terjemahan kata investment berasal dari bahasa Inggris yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai penanaman modal atau investasi. 47 Istilah investasi atau penanaman modal merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis seharihari maupun dalam bahasa perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang populer dalam dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable. 48 Dalam dekade terakhir, penanaman modal tidak saja merupakan kebutuhan penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun, juga merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri. 49 Secara umum, investasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (judicial 47 N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia Dalam Menghadapi Era Global, Cet. Kedua, (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), hlm Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Cet. Pertama, Ed. Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm N. Rosyidah Rakhmawati, Loc. cit., hlm. 1.

2 person), dalam upaya meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian. 50 Berikut merupakan beberapa pengertian investasi yang dikutip dari berbagai sumber: 51 a. Dalam kamus istilah keuangan dan investasi digunakan istilah investment (investasi) yang mempunyai arti: penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula berarti menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana investor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya. b. Dalam Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, dijelaskan istilah investment atau investasi, penanaman modal digunakan untuk: penggunaan atau pemakaian sumber-sumber ekonomi untuk produksi barang-barang produsen atau barang-barang konsumen. Dalam arti yang semata-mata bercorak keuangan, investment mungkin berarti penempatan dana-dana (capital) dalam suatu perusahaan selama 50 Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Ed. Pertama, Cet. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hlm Sentosa Sembiring, Hukum Investasi: Pembahasan Dilengkapi Dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Cet. Kedua, Ed. Revisi, (Bandung: Nuansa Aulia, 2010), hlm. 31.

3 jangka waktu yang relatif panjang supaya memperoleh suatu hasil yang teratur dengan maksimum keamanan. c. Dalam Kamus Ekonomi dikemukakan investment (investasi) mempunyai dua makna yakni: Pertama, investasi berarti pembelian saham, obligasi, dan bendabenda tidak bergerak, setelah dilakukan analisa akan menjamin modal yang dilekatkan dan memberikan hasil yang memuaskan. Faktorfaktor tersebut yang membedakan investasi dengan spekulasi. Kedua, dalam teori ekonomi, investasi berarti pembelian alat produksi (termasuk di dalamnya benda-benda untuk dijual) dengan modal berupa uang. d. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, investasi berarti: Pertama, penanaman uang atau modal di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh keuntungan; dan Kedua, jumlah uang atau modal yang ditanam. e. Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminologi, investment, penanaman modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. f. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam

4 modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. 52 Penanaman modal mempunyai arti yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi nasional sebagaimana tujuan yang hendak dicapai melalui Undangundang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Tujuan penanaman modal adalah sebagai berikut: 53 a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional; b. Menciptakan lapangan kerja; c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan; d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional; e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional; f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan; g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya, investasi dapat digolongkan berdasarkan aset, pengaruh, ekonomi, menurut sumbernya, dan cara penanamannya, berikut penjelasannya: 54 a. Investasi berdasarkan asetnya 52 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Bab I, Pasal 1, Angka Asmin Nasution, Transparansi Dalam Penanaman Modal, Cet. Pertama, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2008), hlm Salim H. S. dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, Ed. Pertama, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 36.

5 Investasi berdasarkan asetnya merupakan penggolongan investasi dari aspek modal atau kekayaannya. Investasi berdasarkan asetnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu: 1) Real asset; dan 2) Financial asset. Real asset merupakan investasi yang berwujud, seperti gedung-gedung, kendaraan dan sebagainya, sedangkan financial assets merupakan dokumen klaim tidak langsung pemegangnya terhadap aktivitas riil pihak yang menerbitkan sekuritas tersebut. b. Investasi berdasarkan pengaruhnya Investasi menurut pengaruhnya merupakan investasi yang didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi atau tidak berpengaruh dari kegiatan investasi. Investasi berdasarkan pengaruhnya dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut: 1) Investasi autonomus (berdiri sendiri) merupakan investasi yang dipengaruhi tingkat pendapatan, bersifat spekulatif. Misalnya, pembelian surat-surat berharga. 2) Investasi induced (mempengaruhi-menyebabkan) merupakan investasi yang dipengaruhi kenaikan permintaan akan barang jasa serta tingkat pendapatan. Misalnya, penghasilan yang didapat selain dari bekerja, seperti bunga dan sebagainya.

6 c. Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya Investasi berdasarkan sumber pembiayaannya merupakan investasi yang didasarkan pada asal-usul investasi itu diperoleh. Investasi ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA); dan 2) Investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN). Investasi yang bersumber dari modal asing (PMA) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan luar negeri. Sementara itu, investasi yang bersumber dari modal dalam negeri (PMDN) merupakan investasi yang bersumber dari pembiayaan dalam negeri. d. Investasi berdasarkan bentuknya Investasi berdasarkan bentuknya merupakan investasi yang didasarkan pada cara menanamkan investasinya. Investasi cara ini dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Investasi portofolio; dan 2) Investasi langsung. Investasi portofolio ini dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. Investasi langusng merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisisi perusahaan. Resiko akan terjadinya kerugian merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dalam melakukan kegiatan penanaman modal. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika sebelum melakukan kegiatan penanaman modal perlu

7 dipertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berikut merupakan beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan kegiatan penanaman modal: 55 a. Masalah resiko menanam modal (Country risk) Masalah ini merupakan faktor yang cukup dominan yang menjadi dasar pertimbangan dalam melakukan kegiatan investasi. Salah satu aspek dari country risk yang sangat diperhatikan oleh calon investor adalah aspek stabilitas politik dan keamanan. b. Masalah jalur birokrasi Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk melakukan investasi. Birokrasi yang panjang seringkali juga berarti adanya biaya tambahan, yang akan memberatkan para calon pemodal karena dapat mengakibatkan usaha yang akan dilakukan menjadi tidak feasible. c. Masalah transparansi dan kepastian hukum Bagi calon investor, adanya transparansi dalam proses dan tata cara penanaman modal akan menciptakan suatu kepastian hukum serta menjadikan segala sesuatunya menjadi lebih mudah diperkirakan. Sebaliknya, tidak adanya transparansi dan kepastian hukum akan membingungkan calon investor yang seringkali mengakibatkan biaya yang cukup mahal. Salah satu contoh dari permasalahan ini adalah 55 Ana Rokhmatussa dyah dan Suratman, Op. cit., hlm. 5.

8 berubahnya daftar skala prioritas serta negative list di bidang penanaman modal. d. Masalah alih teknologi Adanya peraturan yang terlampau ketat menyangkut kewajiban alih teknologi dari negara tuan rumah dapat mengurangi minat penanam modal yang sangat berharga dalam mengembangkan usahanya. e. Masalah jaminan investasi Salah satu faktor yang sangat dipertimbangkan oleh para pemodal sebelum melakukan kegiatan penanaman modal adalah adanya jaminan investasi seperti masalah repatriasi modal (capital repatriation) serta penarikan keuntungan (profit remmitance) f. Masalah ketenagakerjaan Adanya tenaga kerja yang terlatih dan terampil dalam jumlah yang memadai serta upah yang tidak terlalu tinggi akan menjadi faktor yang sangat di pertimbangkan oleh para calon investor sebelum melakukan kegiatan penanaman modalnya. g. Masalah infrastruktur Terjadinya jaringan infrastruktur yang memadai akan sangat berperan dalam menunjang keberhasilan suatu kegiatan penanaman modal. Oleh karena itu, terjadinya jaringan infrastruktur pokok seperti perhubungan, serta sarana komunikasi, merupakan faktor penting yang sanagat diperhatikan oleh calon investor.

9 h. Masalah keberadaan sumber daya alam Masalah keberadaan sumber daya alam merupakan salah satu daya tarik utama dalam melakukan kegiatan investasi. Negara-negara yang akan sumber daya alam sebagai bahan baku atau komoditi dalam industri, telah menjadi sasaran utama para pemilik modal untuk menanamkan modalnya. i. Masalah akses pasar Akses pasar yang besar juga menjadi sasaran utama para pemilik modal untuk menanamkan modalnya. Hal ini sangat mudah untuk dipahami mengingat terbukanya akses pasar akan mampu menyerap produk yang dihasilkan dari suatu kegiatan penanaman modal. j. Masalah insentif perpajakan Mengingat kegiatan penanaman modal merupakan kegiatan yang berorientasi mencari keuntungan (profit oriented), diberikannya beberapa insentif di bidang perpajakan akan sangat membantu menyehatkan cash flow serta mengurangi secara substansial biaya produksi (production cost), yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan profit margin dari suatu kegiatan penanaman modal. k. Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif Terkadang di dalam kegiatan penanaman modal dapat terjadi sengketa di antara para pihak. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif juga merupakan salah satu faktor yang diperhitungkan sebelum memutuskan untuk melakukan kegiatan penanaman modal.

10 Sebaliknya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak efektif dan tidak adil akan mengurungkan niat para penanam modal. 2. Sejarah dan perkembangan investasi di Indonesia Sejarah perkembangan penanaman modal di Indonesia dimulai pada abad XVI, tepatnya tahun 1511 ketika bangsa Eropa mulai menjejakkan kakinya di bumi Indonesia. Penanaman modal di Indonesia dapat dibagi menjadi enam kurun waktu sebagai berikut: 56 a. Masa penguasaan atau penjajahan oleh bangsa-bangsa eropa ( ) Masa penguasaan atau penjajahan ini sering juga disebut sebagai periode kolonialisme kuno. Awal mula periode ini ditandai dengan pendirian perusahaan-perusahaan oleh Spanyol, Belanda, Inggris dan negara eropa lainnya yang mendirikan tambang-tambang dan perkebunan di beberapa negara jajahan di Asia dengan cara merampas dan mengeksploitasi sumber-sumber alam dan kekayaan penduduk jajahan. 57 Periode ini dibagi menjadi beberapa masa sebagai berikut: 1) Masa penguasaan Portugis ( ) Bangsa eropa yang pertama kali datang sebagai pedagang (investor) adalah bangsa Portugis. Portugis pertama kali menguasai Malaka pada tahun 1511 atas bantuan Raja Utimate dari Indonesia, di mana pada saat itu Malaka merupakan pusat 56 Dhaniswara K. Harjono, Op. cit., hlm Salim H. S., Op. cit., hlm. 33.

11 perdagangan produk-produk dari wilayah Cina, India, dan Indonesia (Majapahit). Tujuan Portugis pada waktu itu adalah mencari rempah-rempah. Untuk itu, Portugis mencari rempahrempah di kepulauan Maluku termasuk Ternate, Tidore, Banda dan Halmahera. Dalam menjalankan kegiatan perdagangannya, Portugis bertumpu pada investasi yang dilakukan oleh raja. Karena itulah Portugis ingin memastikan keuntungan besar dari usaha dagangnya mengingat besarnya investasi yang telah ditanamkan, baik dalam bentuk uang tunai, kapal-kapal, canon, amunisi, spikes, footlances, serta tenaga manusia. Untuk memastikan dapat diperolehnya keuntungan yang sebesarbesarnya, pihak Portugis akhirnya menggunakan kekuatan militer guna mengatur produksi dan melakukan monopoli dalam pembelian rempah-rempah. 2) Masa penguasaan Belanda yang pertama ( ) 58 Misi perdagangan Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman mendarat di Jakarta pada tanggal 23 Juni Kedatangan Belanda tersebut ke Jakarta dibiayai oleh pemilik modal dari Belanda. Pedangang-pedangan Belanda tersebut merupakan investor swasta asing pertama yang melakukan penggabungan dan mengelola modal mereka untuk melakukan bisnis di Indonesia. Bentuk penanaman modalnya adalah tidak 58 Ida Bagus Rachmadi Supancana, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), hlm

12 ditanamkan di Indonesia dengan maksud membangun Indonesia, tetapi untuk mengeruk keuntungan di Indonesia. Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, maka didirikanlah suatu perusahaan dengan nama Verenigde OostIndische Compagnie atau VOC pada tanggal 20 Maret VOC mempunyai kekuasaan penuh untuk bertindak atas nama pemerintah Belanda serta untuk melaksanakan semua hak kedaulatan yang melekat pada negara. Oleh karena itu, VOC memiliki otoritas ganda baik sebagai business enterprise maupun sebagai pemegang kekuasaan berdaulat. 3) Masa penguasaan Prancis ( ) Tahun 1795, tentara Napoleon berhasil mengalahkan Belanda sehingga Belanda menjadi jajahan Prancis. Napoleon kemudian menunjuk saudaranya Louis untuk membawahi wilayah Indonesia, kemudian Louis menunjuk salah seorang Jendral dari Napoleon yang bernama Deandles untuk menjadi gubernur di wilayah Indonesia (Hindia Belanda). Dalam pemerintahannya Deandles menanamkan dasar-dasar fundamental investasi swasta asing (privat foreign investment) yang mendasarkan kepada prinsip-prinsip seperti: 59 Charles Himawan, The Foreign Investment Process in Indonesia: The Role of Law in The Economic Development of a Third World Country, (Singapura: Gunung Agung, 1980), hlm. 98.

13 a) Kepemilikan tanah pribadi; b) Kebebasan individual; c) Kebebasan berdagang; d) Penghapusan tenaga kerja paksa; e) Penegakan hukum yang baik; serta f) Tidak sektoral dan murah. Ia juga memperkenalkan konsep The Rule of Law di Indonesia dan juga mendukung sistem pajak langsung sebagai lawan dari sistem pajak tak langsung berbentuk upeti. 4) Masa penguasaan Inggris ( ) Inggris menguasai Indonesia pada tahun 1811, dimana GUbernur Jenderal Inggris untuk India menunjuk Sir Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jawa. Raffles memperkenalkan kebijakan investasi yang sama sekali berbeda dibandingkan dengan Portugis, Prancis dan Belanda. Jika ketiga bangsa tersebut melakukan investasi untuk mengamankan pasaran rempahrempah ke Eropa serta produk pertanian di Indonesia, Inggris memiliki tujuan tambahan, yaitu mencari pasaran bagi produk tekstil Inggris. Raffles juga memperkenalkan suatu jenis pajak baru, yaitu The Land Tax Law 60 yang konsepnya dianggap sebagai land rent karena ia menganggap semua tanah milikn raja. Raffles juga memperkenalkan cara pembayaran dengan 60 Ibid., hlm. 133.

14 menggunakan uang dan bukan dalam bentuk produk. Namun, secara umum Raffles dianggap gagal dalam memperkenalkan kapitalisme di Indonesia. 5) Masa kembalinya penguasaan Belanda ( ) Pada tahun 1814, ditandatangani penyerahan kembali wilayah Indonesia dari Inggris kepada Belanda dan Belanda mulai aktif lagi memerintah Indonesia pada tahun Dalam perkembangannya, Belanda kembali mengarah kepada kebijakan monopoli karena hal itu merupakan cara untuk menghindari kebangkrutan. Selain itu, Belanja juga menjalankan dan banyak mengganti kebijakan-kebijakan ekonomi di Indonesia dengan tujuan untuk kemakmuran negara Belanda tanpa menghiraukan penderitaan rakyat Indonesia. Namun, kegiatan investasi yang terjadi di Indonesia juga semakin berkembang pada masa ini misalnya Inggris di bidang perminyakan, Amerika di bidang industri pabrikan dan perminyakan, Prancis dan Belgia di bidang kelapa sawit, Jerman di bidang teh, kopi, karet, gula dan perminyakan. Sayangnya, kenaikan angka investasi tidak secara otomatis menaikkan kesejahteraan rakyat Indonesia pada saat itu. b. Masa pendudukan Jepang ( ) Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia dan mengusir Belanda. Hal ini karena Jepang merasa dirugikan atas kebijakan ekonomi Belanda yang bersifat diskriminatif terhadap produk-produk Jepang.

15 Untuk menarik simpati bangsa Indonesia, pemerintah Jepang memerintahkan pembebasan tokoh-tokoh nasionalis seperti Soekarno dan Hatta dan mencanangkan Asia Timur sebagai kawasan kesejahteraan bersama. Sementara itu Jepang menampatkan dirinya sebagai pemimpin bangsa Asia, pelindung bangsa Asia, serta cahaya bagi bangsa-bangsa Asia. Dalam kedudukan yang demikian, Jepang menerapkan suatu sistem kerja paksa yang berkedok sukarela yang disebut Romusha. Dalam hal ini tidak ada sumber-sumber ekonomi yang tidak berpindah kepada pemenuhan kepentingan Jepang. Akhirnya, Jepang hanya membawa kesengsaraan dan penderitaan bagi bangsa Indonesia. c. Masa revolusi mempertahankan kemerdekaan ( ) Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia mampu mengonsolidasikan semua umsur kekuatannya, termasuk pemerintahan dan militer sehingga ketika pasukan Belanda masuk kembali dengan membonceng pasukan sekutu, bangsa Indonesia telah siap. Untuk itu, bangsa Indonesia merumuskan kemerdekaannya dalam suatu Undang-Undang Dasar yang diharapkan mampu menegakkan supremasi hukum serta dapat mengantarkan bangsa Indonesia ke arah kesejahteraan yang lebih baik. Terhadap investasi asing, pemerintah tidak bersifat antipati. Hal ini karena dalam rangka membangun bangsa tetap diperlukan adanya investasi asing, di samping bantuan intelektual serta keahlian teknik.

16 Dalam menghadapi bangsa Belanda yang ingin menjajah lagi, bangsa Indonesia tidak hanya menekankan pada kekuatan militer, tetapi juga menggunakan strategi kekuatan diplomasi dan hukum internasional. Namun, sikap terbuka dalam menerima investasi, Hatta menekankan pemanfaatan harus seefisien mungkin agar tidak terjebak lagi ke dalam dominasi asing. d. Masa orde lama ( ) Perjanjian dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949 telah membuka jalan bagi bangsa Indonesia untuk menghidupkan kembali investasi asing yang sempat terbengkalai hampir 10 tahun selama Perang Dunia II dan masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Pada tahun 1958 ditetapkan undang-undang di bidang penanaman modal guna mengundang partisipasi modal asing dalam mempercepat akselerasi pembangunan. Dalam undang-undang tersebut ditawarkan insentif bagi investor, yaitu: 1) Pengurangan pajak impor; 2) Pengecualian atas pajak materai (stamp duties); 3) Pencegahan pajak berganda; 4) Jaminan atas pengalihan keuntungan dan modal; 5) Diberikannya hak-hak atas tanah kepada investor asing; dan 6) Jaminan tidak akan dilakukan nasionalisasi selama jangka waktu tahun.

17 Sementara itu, kewajiban yang dibebankan kepada investor hanya meliputi kewajiban mendidik dan mempekerjakan tenaga kerja lokal serta sedikit mungkin menggunakan tenaga kerja asing. Pada tahun 1961, presiden Soekarno memberlakukan Undang-undang Pembangunan Ekonomi Semesta yang dipersiapkan oleh Dewan Perencanaan Nasional pimpinan Mr. Moh. Yamin, yang isinya membedakan antara proyek-proyek yang dapat dilakukan oleh investor asing dan proyek-proyek yang dapat dilakukan oleh Warga Negara Indonesia. Kebijakan ini tergantung pada modal asing karena substansinya menetapkan bahwa modal proyek yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia diperoleh dari penyisihan keuntungan proyek yang didanai oleh investor asing. Kebijakan ini berakibat terjadinya penyitaan dan pengambilalihan aset-aset asing di Indonesia yang terus berkembang sampai tahun 1965 yang merugikan investor asing. Akibatnya perekonominan nasional menjadi merosot dan kemiskinan merajalela sehingga menciptakan situasi kondusif bagi kaum komunis yang mengambil alih pemerintah dengan G30SPKI yang akhirnya ditumpas dan melahirkan era orde baru. e. Masa orde baru ( ) Pada tanggal 1 Januari 1967 diberlakukan Undang-undang Penanaman Modal Asing dan pada tanggal 11 Maret 1967 Soeharto diangkat menjadi presiden menggantikan Soekarno. Tanggapan luar negeri atas kedua hal tersebut sanagat positif sehingga sejak saat itu angka

18 penanaman modal asing di Indonesia secara konstan menunjukkan kenaikan. Namun, sampai lima tahun pertama di berlakukan Undangundang Penanaman Modal Asing tahun 1967, kegiatan penanaman modal asing hanya bertumpu pada dua bidang industri, yaitu: 1) Industri sekunder yang terdiri dari barang konsumen serta produk pengganti impor; dan 2) Industri yang berbasis sumber daya alam seperti minyak, pertambangan dan kehutanan. Strategi yang diterapkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 dalam menarik investasi asing adalah dengan menawarkan berbagai bentuk insentif dan fasilitas serta jaminan-jaminan agar melakukan investasi di Indonesia dan memagari kegiatan para investor asing agar tetap terkendali dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Insentif-insentif ini dikenal juga dengan istilah tax holiday. Tax holiday pada akhirnya kehilangan daya tariknya karena yang dirasakan memberatkan investor adalah rantai birokrasi yang terlalu panjang serta biaya awal yang harus dikeluarkan terlalu besar. Dengan demikian, akhirnya tax holiday yang didasarkan pada ketentuan Ordonansi Pajak Perusahaan tahun 1925 dihapuskan. Keterbukaan dan liberalisasi ekonomi sejak tahun 1980 telah melonjakkan arus investasi swasta di Indonesia. Sayangnya hal tersebut tidak dibarengi dengan penetapakn restriksi oleh pemerintah agar pertumbuhan ekonomi tetap dapat diimbangi dengan distribusi yang merata kepada

19 kekuatan-kekuatan ekonomi di luar lingkaran kekuasaan dan kronikroninya. f. Masa setelah krisis ekonomi (1998-sekarang) Keadaan perekonomian Indonesia menjadi sangat terpuruk pada saat Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997 yang berakibat sangat luas. Penyebab krisis tersebut adalah perilaku bisnis yang kurang bertanggung jawab, yaitu berperilaku buruk dalam menjaga kekuatan perekonomian Indonesia. Krisis tersebut telah mengubah keadaan dari krisis ekonomi menjadi krisis kepercayaan. Kurangnya kepercayaan masyarakat dan dunia luar terhadap elite politik dan elite ekonomi orde baru disebabkan oleh perilaku yang kurang bertanggung jawab tadi telah mengakibatkan kerugian amat besar pada masyarakat dan dunia luar yang pada akhirnya menggerogoti dunia dan administrasi bisnis. Dalam kondisi demikian, banyak investor yang lari dari Indonesia ke negara-negara lain. Untuk mengatasi hal tersebut maka pemerintah membuat suatu rancangan rencana pembangunan yang dikenal dengan sebutan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dilaksanakan dengan dua tahap yaitu RPJMN dan RPJMN Dan pada tahun 2007 pemerintah kemudian mengesahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Ana Rokhmatussa dyah, Op. cit., hlm

20 3. Sumber hukum pelaksanaan investasi di Indonesia Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam: sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber materiil ialah tempat dimana darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian ilmuah, perkembangan internasional dan keadaan geografis. Sedangkan sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu berlaku. Sumber hukum yang diakui umum sebagai hukum hormal ialah undang-undang, perjanjian antarnegara, yurispridensi dan kebiasaan. 62 Sumber hukum investasi pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yakni sumber hukum investasi tertulis dan tidak tertulis. Sumber hukum investasi tertulis di antaranya: 63 a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing; b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang 62 Salim H. S., Op. cit., hlm Ibid., hlm. 17.

21 Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri; c. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1992 tentang Persyaratan Pemilikan Saham dalam Perusahaan Penanaman Modal Asing; d. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal; e. Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal; f. Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanam Modal; g. Keputusan Presiden Nomor 118 Tahun 2000 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahunn 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal; h. Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala BKPM Nomor 38/SK/1999 tentang pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing; i. Keputusan Kepala BKPM Nomor 57/SK/2004 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang Didirikan dalam

22 Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing; j. Dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman, akhirnya ketentuan investasi yang selama empat puluh tahun diatur dalam dua undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, dicabut dan digantikan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). Undang-undang Penanaman Modal dinyatakan berlaku sejak diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67 pada tanggal 26 April Menurut Yusnan, Undang-Undang Penanaman Modal pada dasarnya bertujuan untuk beberapa hal di antaranya: (1) Sebagai bentuk kepastian hukum terhadap berbagai ketidakpastian yang terkait dengan kegiatan investasi; (2) untuk memperbaiki image investasi dalam negeri sehingga menjadikan Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi produk-produk asing tetapi tempat yang layak untuk melakukan investasi. 65 B. Pelaksanaan Konsep Investasi Kondominium Hotel di Indonesia 1. Sejarah perkembangan konsep investasi kondominium hotel Konsep investasi kondomonium hotel merupakan suatu konsep investasi yang tergolong masih baru di dunia. Dalam kehidupan sehari-hari, kondominium 64 Sentosa Sembiring, Op. cit., hlm Ibid., hlm. 130.

23 hotel memiliki beberapa istilah lain seperti: Condotel, Condo-hotel, Hotelcondo 66, Aparthotel 67, dan lain sebagainya. Namun penggunaan istilah kondominium hotel dianggap lebih formal. Sehingga pada karya ilmiah ini penulis akan menggunakan istilah kondominium hotel. Istilah kondominium hotel merupakan gabungan dari dua istilah yaitu kondominium dan hotel. Sejalan dengan penggunaan istilah tersebut, konsep kondominium hotel merupakan penggabungan dari konsep kepemilikan kondominium (rumah susun) dan sistem pengoperasian hotel dalam suatu bagunan bertingkat. Pada mulanya, kondominium atau rumah susun hanya dimanfaatkan sebagai wadah penemuhan akan kebutuhan tempat tinggal oleh masyarakat di Indonesia. Namun seiring berkembangnya zaman, metode pemanfaatan bangunan kondominiun juga semakin berkembang. Kondominium pada zaman sekarang ini sudah tidak hanya dimanfaatkan sebagai hunian, namun juga digunakan untuk berbagai tujuan investasi. Konsep investasi kondominium hotel merupakan salah satu hasil perkembangan metode pemanfaatan kondominium atau rumah susun. Kondominium hotel pertama kali dioperasikan pada awal tahun 1980-an di Miami Beach, Florida, Amerika Serikat. 68 Pada mulanya, masyarakat di Florida hanya membeli kondominium hotel untuk dimanfaatkan sebagai rumah peristirahatan atau rumah kedua yang ditinggali pada saat liburan saja. Namun setelah beberapa saat, kondominium hotel berkembang menjadi semakin populer 66 Condo hotel, (diakses tanggal 2 April 2014). 67 Joel Greene, The History of Condo Hotels, (diakses tanggal 2 April 2014). 68 Ibid.

24 dan digemari oleh para pemilik modal. Hal ini dikarenakan kondominium hotel berbeda dengan rumah peristirahatan biasa yang tidak produktif saat tidak digunakan. Pada saat pemiliknya tidak menempati bangunan tersebut, kondominium hotel tetap beroperasi dengan cara disewakan layaknya hotel. 69 Hal ini tentunya akan menjadi keuntungan tambahan bagi para pemilik kondominium hotel. Konsep kondominium hotel juga sering digunakan sebagai suatu cara bagi perusahaan perhotelan untuk mencari modal dalam pembangunan hotel. Berbeda dengan cara konvensional dimana perusahaan perhotelan harus membangun hotelnya dengan mengunakan modal perusahaan, dan kemudinan menyewakan kamarnya hanya setelah hotel selesai dibangun. Konsep kondominium hotel memungkinkan perusahaan perhotelan menjual satuan-satuan unit kondominium hotel kepada pemilik modal perorangan bahkan sebelum kondominium hotel yang bersangkutan selesai dibangun. Dengan konsep ini, perusahaan perhotelan tentunya tidak perlu mengeluarkan modal yang terlalu besar dalam membangun hotelnya. 70 Keuntungan bagi para investor atau penanam modal jika berinvestasi kondominium hotel yaitu Penggunaan kondominium hotel yang dioperasikan seperti hotel akan menghasilkan pendapatan operational. Pendapatan ini kemudian dibagikan kepada para investor (penanam modal). Besarnya pendapatan 69 Natalia Ririh, Kondotel, Apartemen dengan Pelayanan ala Hotel, (diakses tanggal 2 April 2014). 70 Emma G., What Is a Condotel?, (diakses tanggal 2 April 2014).

25 yang diberikan berkisar 8% - 12% per tahun dari harga beli 71. Selain itu, pihak penanam modal juga mendapatkan waktu tinggal pemilik sekitar hari dalam setahun. 72 namun hal ini tentunya tergantung kepada isi perjanjian yang mengikat pihak penanam modal dengan pihak pengembang kondominium hotel. Konsep investasi ini terus berkembang tidak hanya di Amerika Serikat, namun juga menyebar sampai ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Dengan berbagai keunggulan yang dimiliki oleh kondominium hotel, banyak investor tertarik mengembangkannya di Indonesia. 73 Kondominium hotel kemudian dikembangkan di Indonesia dengan konsep serupa melalui jasa operator hotel untuk pengoperasiannya. 74 Konsep kondominium hotel sendiri dimulai pada awal tahun 2000-an di Indonesia Pihak-pihak yang terlibat dalam konsep investasi kondominium hotel Konsep investasi kondominium merupakan suatu konsep investasi yang memanfaatkan konsep kepemilikan dan bangunan rumah susun sebagai objek investanya. Dan dalam pelaksanaannya, konsep investasi ini melibatkan 3 (tiga) pihak, berikut penjelasannya: a. Pihak penanam modal (Investor/Buyer) 71 Vany Nestia, Menengok Investasi Kondominium Hotel (Kondotel), #.Ux7Bpj-Sx9w (diakses tanggal 2 April 2014). 72 Natalia Ririh, Op. cit. 73 Ibid. 74 Ibid. 75 Ester Meryana, Lebih Banyak Kondotel Sukses di Bali, (diakses tanggal 2 April 2014).

26 Dalam kehidupan sehari-hari, pihak penanam modal sering juga disebut sebagai investor, pembeli, buyer, pemilik unit kondotel, dan lain-lain. Di dalam konsep investasi kondominium hotel, pihak penanam modal merupakan pihak yang akan membeli satuan unit kondominium hotel. Dalam konsep kepemilikan satuan rumah susun, pemilik satuan unit rumah susun memiliki tanggung jawab untuk membentuk perhimpunan pemilik atau penghuni, membayar biaya operasional dan tanggung jawab lainnya. 76 Sama halnya seperti yang terdapat di dalam konsep kepemilikan satuan rumah susun, pada umumnya pihak penanam modal dalam kondominium hotel dalam konsep kondominium hotel juga memiliki tanggung jawab seperti yang diemban oleh para pemilik satuan unit rumah susun. Namun, umunya tanggung jawab tertentu seperti pembentukan perhimpinan pemilik hanya secara de jure di bebankan kepada penanam modal kondominium hotel, secara de facto tanggung jawab semacam ini umunya dilaksanakan oleh pihak pengembang tentunya dengan penyerahan kuasa dari pihak penanam modal. Dalam konsep investasi kondominium hotel, umumnya tindakan-tindakan yang dilakukan oleh penanam modal hanya sebatas menanamkan modalnya dan apabila dikehendaki, penanam modal dapat 76 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Cet. Kesepuluh, Ed. Revisi, (Jakarta: Djambatan, 2005), hlm. 362.

27 menghuni kondominium hotel dalam batas waktu yang telah disepakati bersama (Biasanya rata-rata waktu tinggal pemilik sekitar hari dalam setahun 77 ). Penanam modal kondominium hotel diharuskan mengikuti sistem pengelolaan kondominium hotel oleh pihak pengembang kondominium hotel. 78 Hal ini dapat dilihat dari perjanjian perikatan yang diperbuat oleh pihak penanam modal dengan pihak pengembang. Biasanya di dalam surat perjanjian investasi kondominium hotel akan dicantumkan mengenai penyerahan hak kelola yang berisi penyerahan sepenuhnya hak kelola atas unit kondominium hotel dari pihak penanam modal kepada pihak pengembang mulai dari kegiatan pengelolaan, perawatan maupun operasional dari kondominium hotel. b. Pihak pengembang (developer) Pihak pengembang sering kali juga disebut dengan istilah developer. Pihak pengembang merupakan pihak yang akan melaksanakan kepengurusan kondominium hotel mulai dari membangun, memasarkan, sampai dengan membuat semua perikatan yang berhubungan dengan kegiatan investasi kondominium hotel. Pihak pengembang merupakan inti dari pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel karena pihak pengembang yang akan berhubungan secara langsung dengan dua pihak lain yang terlibat dalam konsep investasi kondominium hotel. 77 Natalia Ririh, Op cit. 78 Natalia Ririh, Perkembangan Kondotel di Bali Meningkat, (diakses tanggal 2 April 2014).

28 Dari sisi hubungan pihak pengembang dengan penanam modal, pihak pengembang bertanggung jawab untuk melaporkan serta membagi keuntungan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. Pembagian keuntungan kondominium hotel pada umumnya hanya diambil dari Room Revenue (Nett), yaitu hasil pendapatan dari penjualan kamar setahun dan setelah dipotong biaya-biaya seperti biaya operasional, operator fee, pajak dan biaya lainnya. 79 Dari sisi hubungan pihak pengembang dengan pengelola hotel, pihak pengembang berwewenang untuk memilih dan membuat perjanjian dengan pihak pengelola hotel untuk mengoperasikan kondominium hotel. Kemudian pihak pengembang juga akan berperan sebagai pengawas untuk mengawasi kinerja dari pihak pengelola hotel dalam mengoperasikan kondominium hotel yang bersangkutan. Selain dari hal yang sudah dijelaskan sebelumnya, pihak pengembang juga yang bertanggungjawab untuk mengurus hak atas tanah yang akan digunakan untuk membangun kondominium hotel. c. Pihak pengelola hotel (operator) Pihak pengelola hotel biasa juga disebut dengan operator. Pihak operator merupakan pihak ketiga yang bertugas untuk mengelola dan melaksanakan semua kegiatan perhotelan dalam 79 Whery Enggo Prayogi, Punya Duit Rp 488 Juta, Bisa Investasi di Kondotel Ini, (diakses tanggal 2 April 2014).

29 kondominium hotel seperti mengelola dekorasi, kebersihan, keamanan, dan lainnya. 80 Umumnya, pihak pengelola hotel merupakan perusahaan perhotelan yang memang bekerja dalam bidang pengelolaan dan management hotel. Kualitas dari pengelola hotel merupakan unsur yang sangat penting dalam investasi kondominium hotel karena pihak pengelola hotel merupakan garis depan dalam investasi kondominium hotel yang akan berhadapan langsung dengan penyewa (customer). Biasanya pihak penanam modal akan memperhatikan latar belakang dan hasil kerja nyata dari pengelola hotel sebelum memutuskan untuk menanamkan modalnya dalam kondominium hotel. Umumnya, pengelola hotel yang sudah terkenal dan lebih berpengalaman seperti swiss belhotel, best western international, j. w. marriot dan beberapa perusahaan perhotelan terkenal lainnya akan lebih menarik penanam modal untuk menanamkan modalnya dalam kondominium hotel yang bersangkutan. Hal ini terjadi karena beberapa hal sebagai berikut: 1) Jaminan mutu pelayanan yang diberikan cenderung lebih terjamin; 2) Management hotel yang di jalankan lebih profesional dan bersifat transparan; 80 Tugi Yono, Analisa Perbandingan Investasi Apartemen, Hotel dan Condotel, (diakses tanggl 2 April 2014).

30 3) Brand yang sudah terkenal cenderung memiliki daya tarik yang lebih tinggi terhadap penyewa kamar kondominium hotel; 4) dan lain-lain. 3. Hubungan hukum dan perjanjian yang terjadi antara para pihak dalam konsep investasi kondominium hotel Secara umum, kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan para pihak mengenai hal yang pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut. 81 Menurut Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, hubungan hukum dalam perikatan dapat lahir karena kehendak para pihak, sebagai akibat dari persetujuan yang dicapai oleh para pihak, dan sebagai akibat perintah peraturan perundangundangan. 82 Berikut merupakan perjanjian yang terjadi diantara para pihak di dalam konsep investasi kondominium hotel: a. Perjanjian antara pihak penanam modal (investor) dengan pihak pengembang (developer) kondominium hotel Pada umumnya, ada dua bentuk perjanjian yang terjadi antara pihak penanam modal dengan pihak pengembang dalam konsep investasi kondominium hotel, berikut penjelasannya: 1) Perjanjian jual-beli Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hlm Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, Cet. Pertama, Ed. Pertama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003), hlm Lampiran I

31 Di dalam perjanjian jual-beli ini akan di atur menganai hal-hal yang berkaitan dengan pemindahan hak dari pihak pengembang kondominium hotel dengan pihak penanam modal yang akan melakukan investasi dengan cara membeli unit kondominium hotel. Umumnya, hal-hal khusus yang terdapat di dalam perjanjian jual beli kondominium hotel meliputi: a) Objek perjanjian; b) Harga jual; c) Tata cara pembayaran; d) Tata cara serah terima; e) Perhimpunan penghuni dan anggaran dasar; f) Return guarantee dan profit sharing; g) Tata cara pengelolaan unit; h) Dan hal-hal lain yang umumnya terdapat dalam perjanjian jual-beli. Di dalam perjanjian jual-beli antara pihak penanam modal dengan pihak pengembang kondominium hotel umunya akan disertakan juga syarat pengenai penyerahan kembali hak kelola yang dimiliki oleh pihak penanam modal kepada pihak pengembang. Hal ini merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan perjanjian jual-beli unit kondominium hotel, karena seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa semua kegiatan

32 pengelolaan kondominium hotel akan dilaksanakan dan berpusat kepada pihak pengembang. Apabila syarat tersebut tidak dicantumkan maka perjanjian jual-beli tersebut hanya akan mengikat sebagai perjanjian jual-beli atas satuan unit rumah susun biasa. 2) Perjanjian penyerahan hak sewa kelola unit 84 Pada umumnya, setelah perjanjian jual-beli selesai dilaksanakan, maka pihak penanam modal dan pihak pengembang akan membuat suatu perjanjian tambahan yakni perjanjian penyerahan hak kelola unit kondominium hotel. Perjanjian ini merupakan perwujudan dari apa yang telah disepakati kedua belah pihak mengenai tata cara pengelolaan unit yang terdapat di dalam perjanjian jual-beli. Perjanjian penyerahan hak sewa kelola unit ini umunya mengatur beberapa hal sebagai berikut: a) Penunjukan pemegang hak sewa kelola unit; b) Jangka waktu kelola; c) Tata cara pemeliharaan unit; d) Penunjukan pengelola (operator) hotel; e) Jaminan; f) Dan lain-lain. 84 Lampiran II

33 b. Perjanjian antara pihak pengembang (developer) dengan pihak pengelola hotel (operator) Perjanjian yang dibuat oleh pihak pengembang dan pihak pengelola hotel merupakan perjanjian kerja sama dalam pengelolaan dan management kondominium hotel. Berikut merupakan beberapa hal yang diatur di dalam perjanjian kerjasama ini: 1) Jangka waktu; 2) Tata cara pengelolaan; 3) Hak dan kewajiban para pihak; 4) Tata cara pembagian keuntungan; 5) Dan lain-lain. Hal yang secara khusus diatur di dalam perjanjian kerja sama ini adalah mengenai batasan-batasan mengenai kewenangan pihak pengelola hotel dalam melaksanakan tugasnya. Karena dalam pengelolaan kondominium hotel, pihak pengelola tetap harus mendapatkan persetujuan dari pihak pengembang dalam setiap keputusan yang diambil di dalam kepengurusan kondominium hotel yang bersangkutan.

34 C. Tinjauan Hukum Atas Pemanfaatan Bangunan Kondominium (Rumah Susun) Sebagai Objek Investasi dalam Konsep Investasi Kondominium Hotel Istilah Kondominium merupakan kata serapan yang memiliki arti pemilikan bersama. 85 Pada dasarnya, apabila dipahami makna dari istilah kondominium maka di samping hanya sebagai tempat tinggal, sistem kondominium ini dapat juga dapat diterapkan atas segala tempat usaha dalam arti luas, mulai dari kedai-kedai, toko-toko, restoran-restoran, bioskop-bioskop, kanter-kantor bahkan sampai pada pabrik-pabrik dan taman-taman hiburan serta berbagai wujud tempat usaha lainnya. 86 Dari pemaparan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan rumah susun tidak terbatas hanya sebagai tempat tinggal saja namun juga sebagai tempat usaha dan berbagai tujuan investasi. Investasi atau yang biasa disebut juga dengan penanaman modal adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh subjek hukum dengan cara menanaman sejumlah uang atau membeli suatu aset dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan di masa yang akan datang. Konsep investasi kondominium hotel dilaksanakan dengan membangun kepemilikan kolektif terhadap bangunan hotel. Konsep investasi kondomnium hotel merupakan salah satu konsep investasi properti yang sedang berkembang pesat pada zaman sekarang ini. Sudah banyak perusahaan-perusahaan perhotelan 85 A. Ridwan Halim, Hukum Kondominium Dalam Tanya Jawab, Cet. Pertama, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), hlm Ibid., hlm. 43.

35 terkenal yang membangun hotelnya dengan konsep kondominium hotel seperti Trump, Ritz Carlton, Nikko Hotel, Swiss Belhotel, JW Marriot, dan lain-lain. Pada hakikatnya, aspek hukum dalam pelaksanaan konsep investasi kondominium hotel tidak terlalu berbeda dengan pelaksanaan konsep rumah susun. Berikut penjelasannya: a. Dalam hal pembangunan kondominium hotel Tidak ada pengaturan khusus yang mengatur tentang pembangunan kondominium hotel. Dasar hukum yang digunakan dalam membangun kondominium hotel dan rumah susun juga sama yakni Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun yang isinya menjelaskan bahwa bangunan kondominium (rumah susun) dapat dibagun diatas tanah: 87 1) Hak milik; 2) Hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan 3) Hak guna bangunan atau hak pakai diatas hak pengelolaan. Pembangunan kondominium (rumah susun) dapat dilaksanakan atau diselenggarakan oleh: 88 1) Badan Usaha Milik Negara atau Daerah; 2) Koperasi; 3) Badan Usaha Milik Swasta; dan 4) Swadaya masyarakat. 87 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Bab V, Pasal Supriadi, Hukum Agraria, Ed. Pertama, Cet. Ketiga, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm. 244.

36 Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam rangka pembangunan kondominium (rumah susun), sebagai berikut: 89 1) Persyaratan administratif Meliputi perizinan yang diperlukan sebagai syarat untuk melakukan pembangunan rumah susun, yang meliputi: 90 a) Sertifikat hak atas tanah; b) Fatwa peruntukan tanah (advies planning); c) Rencana tapak (site plan); d) Gambar-gambanr mengenai rencana pembangunan rumah susun; dan lainnya. 2) Persyaratan teknis Adalah persyaratan yang diatur di dalam ketentuanketentuan mengenai rumah susun yang berlaku di Indonesia yang berkaitan dengan struktur bangunan, keamanan dan keselamatan bagunan, kesehatan lingkungan, kenyamanan dan lain-lain yang berhubungan dengan rancang bangun, termasuk kelengkapan prasarana dan fasilitas lingkungan; 3) Persyaratan ekologis Yaitu persyaratan yang berkaitan dengan analisis dampak lingkungan. 89 Wibowo Tunardy, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, (diakses tanggal 2 April 2014). 90 Andi Hamzah, I Wayan Suandra dan B. A. Manalu, Dasar-Dasar Hukum Perumahan, Cet. Kedua, (Jakarta: PT Rineka CIpta, 1992), hlm. 35.

37 b. Dalam hal kepemilikan satuan unit kondominium hotel Konsep kepemilikan yang akan dimiliki oleh para pembeli (penanam modal) kondominium hotel sama dengan konsep kepemilikan dalam satuan unit rumah susun. Hak yang akan didapatkan oleh pembeli kondominum hotel adalah hak milik atas satuan rumah susun. Setelah sertifikat hak milik atas satuan rumah susun terbit, pihak pengembang baru dapat menjual satuan-satuan rumah susun atau kondominium hotel yang bersangkutan. Yang dapat memiliki satuan rumah susun adalah subjek hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah karena pemilikan satuan rumah susun meliputi juga hak bersama atas tanah bersama. 91 Penjualan satuan rumah susun harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang wilayah kerjanya meliputi tempat letak rumah susun yang bersangkutan. 92 Karena pemindahan hak tersebut merupakan perbuatan hukum yang sifatnya tunai, maka hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berpindah kepada pihak pembeli pada saat selesai dibuat akta jual beli oleh PPAT Adrian Sutedi, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Cet. Pertama, Ed. Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), hlm Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Bab V, Pasal 44, Angka Adrian Sutedi, Op. cit., hlm. 211.

38 Selain dengan cara pemindahan hak seperti jual beli, hak milik atas satuan rumah susun juga dapat beralih dengan cara pewarisan. Pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pemilik satuan rumah susun. Karena terjadinya karena hukum, maka peralihan hak karena pewarisan tidak diperlukan akta PPAT. Pendaftaran peralihan hak cukup dilakukan berdasarkan surat keterangan kematian pemilik satuan rumah susun dan surat wasiat atau surat keterangan waris. 94 Hak milik atas satuan rumah susun dapat dimiliki oleh perorangan atau badan hukum yang juga meliputi hak atas bagianbersana, benda-bersama dan tanah-bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. 95 Dalam pemilikan satuan unit rumah susun, pemilik satuan unit rumah susun harus mengurus semua hal yang berhubungan dengan unit rumah susun yang dimiliki. Sebagai contoh, pemilik harus membersihkan, mendekoreasi, membeli semua peralatan-peralatan yang dibutuhkan di dalam satuan unit rumah susunnya. Kemudian, dalam hal pemilik satuan unit rumah susun ingin menyewakan unitnya, maka ia juga harus mengurus pemasaran unitnya sendiri. Sedangkan dalam konsep investasi kondominium hotel, pemilik unit hanya perlu membayar lunas harga unit kondominium hotel yang telah disepakati bersama, dan untuk seluruh 94 Ibid., hlm Supriadi, Op. cit., hlm. 245.

39 pengurusan dan pengoperasiannya dilaksanakan oleh pihak operator hotel yang telah bekerja sama dengan pihak pengembang kondominium hotel. Karena hak kepemilikan yang dimiliki oleh pemilik satuan unit kondominium hotel sama dengan pemilik satuan unit rumah susun, maka pengaturan hukum yang mengikatnya juga sama, yakni Undangundang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun. c. Dalam hal pengurusan dan pengelolaan kondominium hotel Pengurusan dan pengelolaan pada rumah susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan dan perawatan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan gedung beserta prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi, sedangkan perawatan merupakan kegiatan memperbaiki dan mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, prasarana dan sarana agar bagunan gedung tetap laik fungsi. 96 Terdapat perbedaan dalam tata cara pengurusan dan pengelolaan antara rumah susun dengan kondominium hotel. dalam pengelolaan rumah susun, para penghuni dan pemilik rumah susun diwajibkan untuk membentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, Op. cit. 97 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, Bab X, Pasal 74, Angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan penanaman modal juga harus sejalan dengan perubahan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan penanaman modal merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA. sejak tahun Pada saat itu dikeluarkan Undang-Undang No. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG INVESTASI ASING DI BIDANG PARIWISATA 2. 1 Pengertian dari Investasi, Investor dan Modal Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dalam perkembangannya memerlukan

Lebih terperinci

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH.

KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH. Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis. Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. KONSEP PENANAMAN MODAL MAKALAH Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Aspek Hukum dalam Bisnis Dosen Pengampu: Ahmad Munir, SH., MH. Oleh: Eka Yatimatul Fitriyah (15053005) M. Bagus Bahtian (15053016)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang tentu sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan demi menciptakan masyarakat yang makmur, yang dimana akan diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh orang pribadi ( natural person) ataupun badan hukum (juridical 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang sedang membangun. Untuk membangun diperlukan adanya modal atau investasi yang besar. Secara umum investasi atau penanaman modal

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat BUPATI GARUT, : a. bahwa penanaman modal merupakan salah

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT LD. 14 2012 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG FASILITASI PENANAMAN MODAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Universitas Indonesia. Pemberian hak..., Dyah Ayu Grashinta, FH UI, 2010.

Universitas Indonesia. Pemberian hak..., Dyah Ayu Grashinta, FH UI, 2010. 10 BAB II PEMBERIAN HAK PAKAI ATAS TANAH HAK MILIK SEBAGAI ALTERNATIF BAGI WARGA NEGARA ASING UNTUK MEMILIKI RUMAH TINGGAL DI INDONESIA DALAM MENUNJANG KEPENTINGAN INVESTASI A. Peranan Warga Negara Asing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi

7. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republi WALIKOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan salah satu faktor

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah

BAB II URAIAN TEORITIS. KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Lestari (2005:47) meneliti tentang: Pengaruh modal terhadap sisa hasil usaha KP. Telkom Padang. Pengaruh jumlah modal sendiri (X1) terhadap SHU adalah positif,

Lebih terperinci

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUMEDANG BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 39/POJK.04/2014 TENTANG AGEN PENJUAL EFEK REKSA DANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KETENAGALISTRIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 21 TAHUN 1976 TENTANG PERPAJAKAN DAN PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN ATAS USAHA PERTAMBANGAN BUKAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1976 TENTANG PERPAJAKAN DAN PUNGUTAN-PUNGUTAN LAIN ATAS USAHA PERTAMBANGAN BUKAN MINYAK DAN GAS BUMI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.396, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Reksa Dana. Penjual. Agen. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5653) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENANAMAN MODAL ASING. 2.1 Pengertian Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENANAMAN MODAL ASING. 2.1 Pengertian Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing 18 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENANAMAN MODAL ASING 2.1 Pengertian Penanaman Modal dan Penanaman Modal Asing 2.1.1 Pengertian Penanaman Modal Istilah penanamam modal adalah sebuah istilah yang berasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Perseroan Terbatas Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1618 menyebutkan bahwa, perseroan adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia

: SARJANA/DIPLOMA. PETUNJUK KHUSUS Pilihlah salah satu jawaban yang saudara anggap paling tepat diantara 5 pilihan yang tersedia MATA UJIAN BIDANG TINGKAT : P.ENGETAHUAN UMUM : SEJARAH : SARJANA/DIPLOMA PETUNJUK UMUM 1) Dahulukan menulis nama dan nomor peserta pada lembar jawaban 2) Semua jawaban dikerjakan di lembar jawaban yang

Lebih terperinci

TUGAS DAN FUNGSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

TUGAS DAN FUNGSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL TUGAS DAN FUNGSI BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh Ni Putu Mirah Wulansari Anak Agung Istri Ari Atu Dewi Bagian Hukum Perdata

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi,

BAB I PENDAHULUAN. Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Banyak cara yang dapat dilakukan investor dalam melakukan investasi, salah satunya adalah dengan melakukan investasi di Pasar Modal. Dalam hal ini Pasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.145, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Pengampunan Pajak. Investasi. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5906) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, kata rumah menjadi suatu kebutuhan yang sangat mahal, padahal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang baik makanan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya. Hal ini tergantung dari

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG PENANAMAN MODAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian...

DAFTAR ISI. Sampul Depan. 1. Daftar Isi Bab I : Pendahuluan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Pengertian... DAFTAR ISI Sampul Depan. 1 Daftar Isi...... 2 Bab I : Pendahuluan..... 3 Bab II : pembahasan 1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 5 1. Pengertian....... 5 2. Latar Belakang PMDN... 5 3. Faktor Faktor

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Landasan Teori 1. Transportasi Kereta Api Transportasi merupakan dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 26 /POJK.04/2016 TENTANG PRODUK INVESTASI DI BIDANG PASAR MODAL DALAM RANGKA MENDUKUNG UNDANG-UNDANG TENTANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 44 BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN 1. Tugas dan Wewenang Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sebagai badan hukum, pengurus perhimpunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH Nomor 4 TAHUN 1996 Tentang HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa tanah memiliki peran yang sangat penting artinya alam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOYOLALI, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha

Lebih terperinci

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA SALINAN BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL PENUNJUK UNDANG-UNDANG PENANAMAN MODAL 1 tahun ~ pemberian izin masuk kembali bagi pemegang izin tinggal terbatas pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin tinggal

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL 1. Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sebagai upaya terus menerus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1997 TENTANG KEMITRAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan

Lebih terperinci

Ebook dan Support CPNS Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com:

Ebook dan Support CPNS   Ebook dan Support CPNS. Keuntungan Bagi Member cpnsonline.com: SEJARAH NASIONAL INDONESIA 1. Tanam paksa yang diterapkan pemerintah colonial Belanda pada abad ke-19 di Indonesia merupakan perwujudan dari A. Dehumanisasi masyarakat Jawa B. Bekerjasama dengan Belanda

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL

PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH KERAJAAN DENMARK MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODAL Pembukaan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Denmark

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang : a. bahwa penanaman modal

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1995 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN KERAJAAN SPANYOL MENGENAI PENINGKATAN DAN PERLINDUNGAN SECARA RESIPROKAL ATAS PENANAMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN Disebarluaskan Oleh: KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL PENYEDIAAN PERUMAHAN DIREKTORAT PERENCANAAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT

PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT PROSES PERKEMBANGAN KOLONIALISME DAN IMPERIALISME BARAT DAFTAR ISI LATAR BELAKANG KEDATANGAN BANGSA BARAT KE INDONESIA What: (latar belakang) Indonesia negara dengan SDA yang melimpah Why: (Alasan) Orang-orang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 1. entitas ekonomi didasarkan atas kenyataan bahwa masing-masing pihak saling

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. 1. entitas ekonomi didasarkan atas kenyataan bahwa masing-masing pihak saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian Indonesia saat ini sedang dilanda krisis ekonomi akibat menguatnya mata uang dollar terhadap hampir seluruh mata uang di dunia. Perubahan tersebut memunculkan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Peraturan Presiden No 32 Tahun 2011 tentang MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) merupakan sebuah langkah besar permerintah dalam mencapai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME

KOLONIALISME DAN IMPERIALISME KOLONIALISME DAN IMPERIALISME Kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga

Lebih terperinci

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa

2008, No c. bahwa potensi sumber pembiayaan pembangunan nasional yang menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang memiliki peluang besa No. 70, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA APBN. KEUANGAN. Pengelolaan. Pendapatan. Syariah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4852) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan

Lebih terperinci