BAB I PENDAHULUAN. belakang formal dan latar belakang material. Latar belakang formal

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. belakang formal dan latar belakang material. Latar belakang formal"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar belakang penelitian dibagi menjadi dua macam yaitu latar belakang formal dan latar belakang material. Latar belakang formal merupakan penjelasan mengenai disiplin ilmu serta penerapan dalam penelitian, Selainn itu juga berisikan penjelasan mengenai pendekatanpendekatan dalam penelitian agar penelitian dapat dengan mudah dipahami. Selanjutnya yaitu latar belakang material, latar belakang ini masih dibagi menjadi dua yaitu latar belakang material khusus dan latar belakang material umum. Latar belakang material lebih menekankan pada pemilihan dan bagaimana karakteristik lokasi serta mengamati fenomena apa yang terjadi pada obyek tersebut sehingga dapat diterapkan dengan teori-teori yang mendukung. Untuk lebih jelasnya berikut uraiannya Latar Belakang Formal Geografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu geos yang berarti bumi dan graphien yang berarti gambaran. Secara umum, geografi berarti gambaran bentuk dari bumi. Istilah geografi (geographica) pertama kali diperkenalkan oleh Erastotenes pada permulaan abad pertama. Pada saat itu, geografi diartikan sebagai penggambaran permukaan bumi. Pada abad ke-2 muncul tokoh baru bernama Claudius Ptelomeus yang mengartikan geografi sebagai suatu penyajian melalui 1

2 peta dari sebagian atau keseluruhan permukaan bumi. Pada tahun 1650, Bernadusi Veranus membagi geografi menjadi dua bagian besar, yaitu geografi generalis dan geografi spesialis. Geografi generalis mengkaji tentang permukaan bumi yang berkaitan dengan fenomena fisik. Geografi spesialis mengkaji tentang permukaan bumi berdasarkan fenomena sosial. Dalam mengkaji suatu permasalahan maka dibutuhkan suatu pendekatan agar dalam pengkajian dapat menghasilkan informasi yang akurat dan ketepatan. Dalam ilmu geografi terdapat 3 pendekatan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengkaji suatu permasalahan yaitu pendekatan keruangan, pendekatan ekologi dan pendekatan kompleks kewilayahan. Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Eksistensi ruang dalam perspektif geografi dapat dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial processess) (Yunus, 1997). Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan kenampakan struktur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan elemen-elemen pembentuk ruang yang mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga dapat diamati perbedaan pola dan prosesnya. Pendekatan ekologi yaitu pendekatan berdasarkan interaksi yang terjadi pada lingkungan. Pendekatan ekologi dalam geografi berkenaan dengan hubungan kehidupan manusia dengan lingkungan fisiknya. 2

3 Interaksi tersebut membentuk sistem keruangan yang dikenal dengan ekosistem. Salah satu teori dalam pendekatan atau analisis ekologi adalah teori tentang lingkungan. Geografi berkenaan dengan interelasi antara kehidupan manusia dan faktor fisik yang membentuk sistem keruangan yang menghubungkan suatu region dengan region lainnya. Adapun ekologi, khususnya ekologi manusia berkenaan dengan interelasi antara manusia dan lingkungan yang membentuk sistem ekologi atau ekosistem. Dalam analisis ekologi, kita mencoba menelaah interaksi antara manusia dengan ketiga lingkungan tersebut pada suatu wilayah atau ruang tertentu. Dalam geografi lingkungan, pendekatan kelingkungan memiliki peranan penting untuk memahami fenomena geofer. Dalam pendekatan ini penekanannya bukan lagi pada eksistensi ruang, namun pada keterkaitan antara fenomena geosfera tertentu dengan variabel lingkungan yang ada. Dalam pendekatan kelingkungan, kerangka analisisnya tidak mengkaitkan hubungan antara makluk hidup dengan lingkungan alam saja, tetapi harus pula dikaitkan dengan: (1) fenomena yang didalamnya terliput fenomena alam beserta tindakan manusia. (2) perilaku manusia yang meliputi perkembangan ide-ide dan nilai-nilai geografis serta kesadaran akan lingkungan. Selanjutnya mengenai pendekatan kompleks kewilayahan, pendekatan kompleks kewilayahan mengkaji tentang penyebaran 3

4 fenomena, gaya dan masalah dalam keruangan, interaksi antara variabel manusia dan variabel fisik lingkungannya yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lainnya. pendekatan ini merupakan pendekatan keruangan dan lingkungan, maka kajiannya adalah perpaduan antara keduanya. Pendekatan keruangan, kelingkungan, dan kewilayahan dalam kerjanya merupakan satu kesatuan yang utuh. Pendekatan yang terpadu inilah yang disebut pendekatan geografi. jadi fenomena, gejala, dan masalah ditinjau penyebaran keruangannya, keterkaitan antara berbagai unit ekosistem dalam ruang. Penerapan pendekatan geografi terhadap gejala dan permasalahan dapat menghasilkan berbagai alternatif- alternatif pemecahan masalah. Pendekatan geografi yang dapat digunakan untuk mengkaji masalah ketersediaan dan kecukupan pangan yaitu dengan pendekatan keruangan dimana hubungan antara manusia dengan elemen-elemen pembentuk ruang tersebut dapat dilakukan pemanfaatan yang tepat guna. Pendekatan secara keruangan ini yaitu dengan melihat pola keruangan yang ada yaitu suatu pola tertentu sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang ada. Keruangan tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia. Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang. Dalam analisis itu dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari permasalahan yang ada 4

5 yaitu masalah pangan yang menekankan pada produksi bahan pangan dan variasinya dalam wilayah tersebut. Berdasarkan pendekatan keruangan, di wilayah Gunungkidul mempunyai karakteristik yang berbeda secara detil yaitu dalam lingkup kecamatan. Perbedaan karakteristik ini sangat berpengaruh pada potensi masing-masing kecamatan terutama dalam menghasilkan sumber pangan. Hasil produksi tanaman pangan per kecamatan tentunya akan berbeda, maka dapat diketahui pula potensi dari produksi tanaman pangan yang ada di masing-masing daerah. Hal tersebut dapat dikaji dengan membandingkan masing-masing potensi kecamatan yang satu dengan yang lainnya yaitu terkait hasil produksi tanaman pangan baik beras maupun non beras Latar Belakang Material Masalah pangan di Indonesia merupakan salah satu masalah besar Selainn masalah kemiskinan yang selama ini belum terentaskan. Mewujudkan ketahanan pangan nasional sebagai salah satu unsur penting dari ketahanan nasional, harus didukung oleh 3 aspek penting yaitu aspek ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan. Aspek penyediaan yang dalam hal ini ditentukan oleh faktor produksi pangan mengandung makna perlunya penyediaan pangan yang cukup sepanjang waktu, dengan mengutamakan pemenuhannya bersumber dari hasil produksi dalam negeri, sehingga Indonesia terbebas dari 5

6 ketergantungan pangan kepada pihak luar. Aspek distribusi memegang peran penting agar ketersediaan pangan secara nasional dapat terdistribusi secara merata, sehingga kerawanan pangan pada daerah daerah tertentu dapat dicegah serta keterjangkauan (akses) rakyat kepada pangan baik secara fisik maupun ekonomis dapat diwujudkan. Aspek konsumsi, terkait dengan pola atau budaya makanan rakyat Indonesia yang bersifat lokal spesifik dan beragam antar daerah (polipaghus). Budaya ini perlu dilestarikan keberlanjutannya karena mempunyai nilai positif bagi ketahanan pangan lokal khususnya dan ketahanan pangan nasional umumnya. Mengingat bahwa jumlah dan kualitas konsumsi pangan menentukan kualitas SDM, maka aspek keragaman pangan, keseimbangan gizi, jaminan mutu dan keamanan pangan merupakan suatu hal esensial yang harus dipenuhi. Hasan (2006), dalam penelitianya mengungkapkan sampai saat ini, konsumsi beras perkapita di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu sekitar 115,5 kg/kapita pertahun dan laju penurunannya yang sangat lambat. Jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah, sementara persaingan pemanfaatan sumberdaya (terutama lahan dan air) semakinn ketat, maka dominasi beras dalam pola konsumsi pangan ini akan memberatkan upaya pemantapan ketahanan pangan. 6

7 1.1 Tabel Jumlah Penduduk (Jiwa) di Kabupaten Gunungkidul Tahun No Tahun Jumlah Penduduk Sumber : BPS Gunung Kidul Sumber : BPS Gunungkidul Gambar 1.1 Grafik Jumlah Penduduk (Jiwa) Kabupaten Gunungkidul Tahun Permasalahan pangan merupakan sebuah permasalahan yang sangat krusial dalam kehidupan. Pangan merupakan sebuah kebutuhan pokok yang harus ada sebagai penggerak kehidupan. Kebutuhan pangan dapat dilihat dari kebutuhan pangan pokok seperti beras dan non beras. Beras merupakan makanan pokok yang masih sangat dominan 7

8 digunakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, namun ketersediaan beras semakinn tidak mencukupi kebutuhan masyarakat karena adanya pengurangan lahan pertanian yaitu banyak digunakan sebagai lahan permukiman sehingga perlu adanya pemahaman mengenai bahan pengganti makanan pokok beras dengan non beras seperti mengkonsumsi ubi-ubian dan jagung yang mempunyai nilai gizi yang sama dengan beras. Selainn itu jumlah penduduk yang semakinn meningkat tentunya menjadi aspek yang sangat berpengaruh bagi ketersediaan kebutuhan hidup. 1.2 Tabel Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kabupaten Gunung Kidul Tahun No Tahun Luas Lahan (Ha) Sawah Bukan Sawah Sumber : BPS Gunung Kidul Kabupaten Gunungkidul merupakan kabupaten dengan kondisi alam yang tidak begitu cocok untuk tanaman pertanian terutama tanaman pangan padi yang merupakan makanan pokok masyarakat, hal ini terbukti dari 5 kabupaten di Daerah Istimewa 8

9 Yogyakarta yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunungkidul dan Kota Yogyakarta untuk Kabupaten Gunungkidul mempunyai hasil produksi padi yang paling rendah karena wilayah ini terletak di topografi karst dimana sebagian besar wilayahnya terdiri dari batu gamping dengan lapisan tanah yang sangat tipis. Dari kondisi hidrologi, wilayah ini juga krisis air karena semua air hujan langsung mengalir ke bawah tanah menjadi sungai bawah tanah meskipun di Gunungkidul terdapat wilayah ledok yaitu ledok Wonosari yang mempunyai sumber air yang cukup. Dalam pemenuhan kebutuhan tentunya masyarakat di wilayah ini sangat tergantung dengan wilayah lain di sekitarnya seperti untuk kebutuhan beras maka masyarakat mensuplay dari Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman. Hal ini terjadi karena masyarakat masih bergantung pada beras sebagai makanan pokok sehari-hari untuk itu perlu adanya pemahaman kepada masyarakat bahwa konsumsi beras dapat diganti dengan bahan pangan karbohidrat lainnya yang sama besarnya kandungan karbohidrat seperti jagung, ubi kayu dan ubi jalar. 9

10 1.3 Tabel Produksi Padi di Kabupaten Gunung Kidul Tahun No Tahun Produksi Padi (Ton) Padi Sawah Padi Ladang Sumber : BPS Gunung Kidul Produksi padi baik padi sawah maupun padi ladang di Kabupaten Gunung Kidul dari tahun 2006 hingga 2010 memang mengalami kenaikan sehingga dapat dikatakan ketersediaan padi telah mencukupi kebutuhan penduduk, namun seiring dengan semakinn bertambahnya jumlah penduduk maka dapat diprediksi jumlah ketersediaan padi tersebut dalam jangka waktu yang lama tidak dapat mencukupi kebutuhan kalori penduduknya maka diversifikasi konsumsi ini dapat menjadi salah satu solusi untuk pemenuhan kalori penduduk dan sangat penting dilakukan guna mengantisipasi kekurangan dari kebutuhan kalori tiap penduduk. 1.2 Perumusan Masalah Masyarakat Gunungkidul sangat tergantung dengan beras, karena beras merupakan bahan makanan pokok sehari-hari yang dikonsumsi 10

11 masyarakat Indonesia, dikhawatirkan akan terjadi krisis pangan. Jumlah penduduk semakinn meningkat seiring dengan pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan seperti yang sering kita dengar mengenai alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi lahan permukiman. Hal ini mengakibatkan kurangnya lahan sebagai tempat produksi beras sehingga ketersediaan semakinn menurun dan mengakibatkan tidak adanya pemenuhan kebutuhan beras secara optimal sebagai salah satu upaya pemenuhan kalori bagi tubuh. Di daerah Kabupaten Gunungkidul Selainn lahan pertanian berkurang juga karena kondisi lahan yang kurang cocok ditanami padi, sehingga perlu adanya upaya pemahaman perubahan pola konsumsi kepada masyarakat Gunungkidul bahwa beras dapat diganti dengan bahan makanan yang mengandung karbohidrat lainnya seperti jagung, ubi kayu, dan ubi jalar. Dari permasalahan tersebut timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut : 1. Bagaimana ketercukupan kalori penduduk di Kabupaten Gunungkidul dengan hasil produksi beras? 2. Bagaimana potensi dari pangan non beras di Kabupaten Gunungkidul? 3. Bagaimana variasi spasial tanaman pangan non beras? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian tersebut bertujuan untuk mempersiapkan penduduk Kabupaten Gunungkidul ketika terjadi penurunan ataupun krisis pangan yang kemungkinan akan terjadi pada beberapa tahun-tahun selanjutnya, yaitu: 11

12 1. Mengetahui ketercukupan kalori penduduk di Kabupaten Gunungkidul 2. Mengetahui potensi dari produksi pangan non beras di Kabupaten Gunungkidul 3. Mengetahui variasi spasial tanaman karbohidrat non beras di Kabupaten Gunungkidul 1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis akademis, penelitian ini digunakan sebagai syarat dalam menempuh ujian akhir tingkat sarjana di Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. 2. Secara praktis, mengenai kebtercukupan kalori ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pemerintah dalam menentukan arah kebijakan untuk pembangunan yang berkelanjutan, khususnya dalam hal mengatasi kerawanan pangan, yaitu mengenai bagaimana memanfaatkan lahan pertanian secara optimal karena seperti yang diketahui bahwa karakteristik wilayah di Kabupaten Gunungkidul sangat kritis untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian sehingga dapat mempengaruhi produksi pertanian yang kemudian akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan pangan sehingga mengakibatkan timbulnya krisis pangan. Dengan demikian pemerintah dapat lebih bijak mengambil keputusan sebagai upaya untuk menanggulangi masalah pangan. 12

13 1.5 Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain di lakukan oleh Umi Listiyaningsing (2004), Lucia Wening Trisnowati (2005), dan Heny Sulistyawati (2012). Umi Listyaningsing (2004), mengkaji Interaksi Kemiskinan Dan Ketahanan Pangan Analisis Ketersediaan Pangan Dan Akses Penduduk Terhadap Pangan di DAS Progo. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk mengetahui ketersediaan pangan serta akses penduduk terhadap pangan di DAS Progo dan untuk mengetahui seberapa besar interaksi kemiskinan dan kerawanan pangan di daerah tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu deskriptif kuantitatif yaitu dengan menggunakan data sekunder jumlah produksi padi dan jumlah penduduk. Hasil dari penelitia tersebut yaitu bahwa ketersediaan pangan secara makro di Kabupaten Kulonprogo relatif lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Magelang, kemudian aspek-aspek yang mempengaruhi ketersediaan pangan antara lain jumlah produksi padi dan jumlah penduduk, hasil berikutnya yaitu mengenai interaksi antara kemiskinan dengan ketersediaan pangan di kedua daerah menunjukan arah hubungan yang negatif. Lucia (2005), mengkaji tentang Tingkat Kemampuan Swadaya Pangan (Beras) Daerah Pedesaan Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan penelitian dan menganalisa tingkat kemampuan swadaya pangan khususnya beras di daerah penelitian. Adapun metode yang digunakan yaitu metode survey dengan analisa deskriptif 13

14 kuantitatif dengan menggunakan data sekunder yaitu produksi beras serta kualitatif mengenai distribusi beras di desa-desa DIY. Hasil dari penelitian tersebut yaitu di Propinsi DIY terdapat dua kelompok daerah dengan kemampuan swadaya pangan yang berupa produksi, daya beli, dan distribusi di desa.desa DIY, kelompok tersebut yaitu kelompok pertama, meliputi desadesa didaerah lereng Merapi (Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, dan sebagian Kabupaten Kulonprogo) dengan tingkat kemampuan swadaya pangan tinggi, selanjutnya kelompok kedua yang meliputi desa-desa Kabupaten Gunungkidul dan sebagian perbukitan Kulonprogo dengan tingkat kerawanan pangan relatif tinggi. Heny (2012), mengkaji tentang Variasi Spasial Tanaman Pangan Non Beras Dan Ketercukupan Pangan Di Wilayah Kabupaten Sleman Tahun Tujuan dari penelitian in yaitu untuk mengetahui kebutuhan, ketersediaan, dan ketercukupan kalori penduduk serta variasi spasial tanaman pangan di daerah penelitian. Metode yang digunakan yaitu metode survey menggunakan data sekunder yaitu hasil produksi beras dan non beras, dengan analisa kuantitatif yang kemudian ditarik kesimpulan dari hasil perhitungan. Adapun hasil dari penelitian yaitu tanaman pangan non beras yaitu jagung, ubi kayu dan ubi jalar sangat berpotensi dalam mencukupi kekurangan kalori dari beras, kemudian dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kecamatan yang mengalami minus pangan karena dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu produktivitas tanah rendah, konservasi lahan pertanian menjadi permukiman, serta semakin meningkatnya jumlah penduduk. 14

15 Berdasarkan beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa inti dari penelitian tersebut adalah mengkaji kerawanan pangan terutama terkait dengan beras. Merujuk dari beberapa penelitian tersebut yang menjadi pertimbangan untuk melakukan penelitian tentang ketahanan pangan di Kabupaten Gunungkidul. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui ketercukupan kalori, potensi tanaman pangan non beras, serta variasi spasial tanaman pangan non beras per kecamatan di Kabupaten Gunungkidul. Metode yang digunakan juga merujuk dari penelitian di atas yaitu metode survey menggunakan data sekunder hasil produksi pangan beras dan non beras, serta dengan teknik analisa deskriptif kuantitatif untuk mengetahui kebutuhan, ketersediaan dan ketercukupan kalori. Selanjutnya menggunakan teknik analisa kualitatif dari hasil perhitungan untuk mengetahui variasi spasial tanaman pangan baik beras maupun non beras. 15

16 No. Nama Penelitian Judul Tujuan Metode Penelitian Hasil 1. Umi Listiyaningsih Interaksi Kemiskinan dan 1. Mengetahui 1. Metode survey data (2004) Ketahanan Pangan Analisis ketersediaan pangan sekunder Ketersediaan dan Akses serta akses penduduk 2. Wawancara Penduduk terhadap Pangan terhadap pangan di di DAS Progo. DAS Progo dibandingkan 2. Lucia Wening Trisnowati (2005) Kajian Tingkat Kemampuan Swadaya Pangan (Beras) Daerah Pedesaan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Mengetahui seberapa besar interaksi kemiskinan dan kerawanan pangan. Melekukan penelitian dan analisa terhadap tingkat kemampuan swadaya pangan khususnya beras di daerah penelitian Metode survey data sekunder. 2. Observasi (wawancara kualitatif) 1. Ketersediaan pangan secara makro di Kabupaten Kulonprogo relatif lebih baik dengan Kabupaten Magelang. 2. Aspek-aspek yang mempengaruhi ketersediaan pangan antara lain jumlah produksi padi dan jumlah penduduk. 3. Interaksi antara kemiskinan dengan ketersediaan pangan di kedua daerah menunjukkan arah hubungan yang negatif. Kemampuan swadaya pangan yang berupa produksi, daya beli dan distribusi desa-desa di DIY bersifat mengelompok menjadi dua yaitu 1. Kelompok pertama, meliputi desa-desa di daerah lereng Merapi (Kabupaten Bantul, Sleman dan sebagian Kulonprogo) dengan

17 tingkay kemampuan swadaya pangan tinggi. 2. Kelompok kedua, meliputi desa-desa Kabupaten Gunungkidul dan sebagian daerah perbukitn Kulonprogo dengan tingkat kerawanan pangan relatif tinggi Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan swadaya pangan adalah produktivitas lahan dan jumlah kebtuhan pangan. 3. Heny Sulistyawati (2012) Variasi Spasial Produksi Tanam Pangan Non Beras dan Ketercukupan Pangan di Wilayah Kabupaten Sleman Tahun Mengetahui kebutuhan beras di Kabupaten Sleman 2. Mengetahui Ketersediaan dan ketercukupan kalori penduduk di Kabupaten Sleman serta 3. Mengetahui variasi spasial tanaman pangan pokok di Kabupaten Sleman. 1. Metode Survei Data Sekunder 2. Analisa deskriptif kuantitif 1. Potensi jagung, ubi kayu, dan ubi jalar pada tiap kecamatan di Kabupaten Sleman dalam mencukupi kekurangan kalori dari beras mempunyai potensi yang cukup tinggi dan mempengaruhi ketercukupan pangan pokok 2. Kecamatan Gamping 17

18 4. Ristiyanah (2013) Variasi Spasial Produksi Tanam Pangan Non Beras Sebagai Substitusi Ketercukupan Kalori di Kabupaten Gunungkidul Tahun Mengetahui ketercukupan kalori di Kabupaten Guungkidul. 2. Mengetahui potensi dari tanaman pangan non beras 3. Mengetahui variasi spasial produksi jagung, ubi jalar, dan ubi kayu di Kabupaten Gunungkidul. 1. Metode Survei Data Sekunder 2. Analisa deskriptif kuantitif dan kualitataif mengalami minus pangan pokok dikarenakan kondisi tanah yang kurang mendukung dalam produktivitas pertanian, sedangkan di kecamatan Depok dan Mlati masalah penggunaan lahan untuk permukiman dan banyaknya jumlah penduduk menjadi faktor utama rendahnya hasil pertanian Diharapkan : 1. Mengetahui ketercukupan kalori penduduk di Kabupaten Gunungkidul 2. Mengetahui potensi dari produksi tanaman pangan non beras. 3. Mengetahui variasi spasial tanaman karbohidrat non beras di Kabupaten Gunungkidul. 18

19 1.2 Tinjauan Pustaka Situasi pangan di Indonesia cukup unik disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, tetapi juga adanya keragaman sosial, ekonomi, kesuburan tanah, dan potensi daerah. Dengan adanya perubahan orientasi kebijakan yang lebih luas dan juga potensi pangan di daerah yang beragam diharapkan akan terjadi pola makan pada masyarakat yang lebih beragam. Pada tahun 1960-an, pemerintah sudah menganjurkan konsumsi bahan-bahan pangan pokok Selainn beras (Rahardjo, 1993). Kemudian pada tahun 1974, pemerintah juga mencanangkan kebijakan diversifikasi untuk lebih menganekaragamkan jenis pangan dan meningkatkan mutu gizi makanan masyarakat melalui Intruksi Presiden (Inpres) No. 14 dan disempurnakan pada Inpres No. 20 tahun Dengan demikian, kebijakan diversifikasi konsumsi pangan sudah berjalan lebih dari 20 tahun. Usaha membangun Ketahanan pangan pada umumnya dan diversifikasi pangan khususnya saat ini diaktualisasikan kembali antara lain melalui Undangundang nomor 25 tahun 2000 tentang Propenas, yang menetapkan Program Peningkatan Ketahanan Pangan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan keaneka-ragarnan produksi bahan pangan, segar maupun olahan; mengembangkan kelembagaan pangan yang menjarnin peningkatan produksi dan konsumsi yang lebih beragam, mengembangkan bisnis pangan, dan menjamin ketersediaan gizi dan pangan bagi masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari 19

20 tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut: a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia. b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama. c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air. d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau. Bila merujuk pada UU no.7 Tahun 1996 di atas, maka ketahanan pangan memiliki subsistem utama, yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat 20

21 nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Maka hal ini merupakan salah satu faktor timbul adanya krisis pangan pada suatu daerah tertentu. Maka pemerintah harus lebih bijak dalam menentukan kebijakan pangan bagi setiap daerah karena tiaptiap daerah mempunyai karakteristik berbeda. Dalam kebijakan umum pemantapan ketahanan pangan nasional disebutkan bahwa yang dimaksud pangan tidak hanya beras, meskipun sampai saat ini konsumsinya sangat tinggi 135 kg/kap/th. Sehingga paradigma pembangunan ketahanan pangan difokuskan pada pengembangan komoditas dari beras menjadi lainnya yang sesuai dengan potensi dan sumberdaya daerah (DKP, 1992). Kenyataan yang ada masyarakat meskipun hasil dari potensi dan sumberdaya pangan Selainn beras melimpah namun pemahaman masyarakat belum mengerti mengenai diversifikasi pangan maka hal ini yang membuat kebergantungan masyarakat terhadap beras sangat dominan di banding bahan makanan non beras lainnya. FIVIMS (Food Insecurity and Vulnerability Information and Mapping Systems), 2005 Ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial, dan ekonomi, memiliki akses atas pangan yang cukup, aman, dan bergizi, untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan 21

22 bahwa ketahanan pangan adalah suatu kondisi yang menjamin ketersediaan produksi pangan, lancarnya distribusi pangan, dan mampunya masyarakat memperoleh dan memilih pangan yang sehat untuk kehidupannya. Keterkaitan ketahanan pangan dengan krisis pangan, ketahanan pangan harus dilihat sebagai suatu sistem. Dari segi ekonomi, ketahanan pangan terdiri dari tiga subsistem yang saling terkait. Tiga subsistem tersebut, yaitu pasokan, distribusi, dan konsumsi. Dari segi kelembagaan, ketahanan pangan tercapai melalui sinergi antara subsistem individu atau keluarga, subsistem masyarakat, dan subsistem pemerintah. Mekanisme subsistem ini dihubungkan dengan berbagai aspek pembangunan lain seperti pertanian, transportasi, teknologi, sumberdaya alam dan lingkungan, perdagangan, kesehatan, dan pendidikan. Oleh karena itu, ketahanan pangan bukan hanya sekedar pemenuhan produksi makanan, tetapi merupakan persoalan yang lebih kompleks, yang memiliki perspektif pembangunan dan ekonomi politik. Maxwel (1992) pun mengemukakan bahwa setidaknya terdapat empat elemen ketahanan pangan berkelanjutan (sustainable food security) di level keluarga, yaitu: a. Kecukupan pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat. b. Akses atas pangan, yang didefinisikan sebagai hak (entitlements) untuk berproduksi, membeli atau menukarkan (exchange) pangan ataupun menerima sebagai pemberian (transfer). 22

23 c. Ketahanan yang didefinisikan sebagai keseimbangan antara kerentanan, resiko, dan jaminan pengaman social. d. Fungsi waktu manakala ketahanan pangan dapat bersifat kronis/kritis, transisi, dan/atau siklus. Pencapaian ketahanan pangan bisa diukur dengan menggunakan dua indikator yang dirumuskan oleh Maxwell dan Frankenberger (1992), yaitu: 1. Indikator proses, terbagi: a) Indikator ketersediaan, yaitu indikator yang berkaitan dengan produksi pertanian, iklim, akses terhadap sumberdaya alam, praktik pengelolaan lahan, pengembangan institusi, pasar, konflik regional, dan kerusuhan social, b) Indikator akses pangan, yaitu indikator yang meliputi sumber pendapatan, akses terhadap kredit modal, dan strategi rumah tangga unutk memenuhi kebutuhan pangan. 2. Indikator dampak, terbagi: a) Indikator langsung, yaitu konsumsi dan frekuensi pangan, b) Indikator tidak langsung, yaitu penyimpangan pangan dan status gizi. Ketahanan pangan adalah pilihan politik di tingkat global dan nasional, tetapi merupakan persoalan hidup atau mati di tingkat lokal dan keluarga. Hal ini terutama terjadi di negara yang kaya akan sumberdaya hayati, bahan pangan, serta pengetahuan yang beragam dan sistem budaya. Dalam hal ini, ketahanan pangan tidak hanya segala hal yang berkaitan dengan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, ketersediaan air, iklim, dan segala hal yang sifatnya alami. 23

24 Ketahanan pangan sesungguhnya sangat erat kaitannya dan berpengaruh besar terhadap sektor produksi suatu negara, yang kemudian berpengaruh pada devisa suatu negara, yang akan dimanfaatkan dalam sektor ekspornya, dan akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu negara. Selainn itu, ketahanan pangan pun sangat erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan politik suatu negara, tentang persetujuan kerja sama antar aktor dalam sektor pangan, kebijakan-kebijakan pembangunan, dan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan dalam suatu sistem. Berangkat dari pemahaman tersebut, sehingga ketahanan pangan menjadi salah satu wacana yang cukup berpengaruh dalam bidang ekonomi politik. Dalam bidang ekonomi politik, konsep ketahanan pangan diharapkan menjadi suatu solusi kemiskinan. Kemiskinan kini telah menjadi perhatian utama dunia internasional, bisa dibuktikan dari dijadikannya semangat pemberantasan kemiskinan sebagai target utama Millenium Development Goals (MDGs). Kelaparan adalah salah satu fenomena yang menggambarkan kemiskinan suatu wilayah atau komunitas. Tidak semua kelaparan bisa dikenali. Ada kelaparan yang tersembunyi (hidden hunger) yang dampaknya tidak langsung muncul seperti kelaparan yang kelihatan (hunger). Kelompok yang terakhir akan mudah dideteksi, misalnya pada saat musim kemarau, paceklik, bencana alam, atau perang. Namun, ternyata kelaparan kentara akibat hal tersebut jumlahnya kecil. Sedangkan kelaparan tersembunyi adalah kelompok jenis kelaparan yang susah dideteksi. Selainn tidak mengenal waktu, jenis ini bisa muncul kapan dan dimana saja, tidak 24

25 peduli kaya atau miskin. Untuk jenis kelaparan tidak terlihat, dibedakan lagi menjadi empat macam, yaitu kurang energi dan protein (gizi buruk), kekurangan zat besi, kekurangan zat iodium, dan kekurangan vitamin A. Dalam fenomena kemiskinan, hampir mustahil kebutuhan gizi bisa dipenuhi. Lebih mustahil lagi untuk mewujudkan keamanan pangan bagi masyarakat. Hal ini dikarenakan keamanan dan ketahanan pangan merupakan mata rantai yang panjang, sejak lahan pertanian, berlanjut di sejumlah pengolahan, hingga distribusinya, baru ke konsumen. Tidak semua mata rantai bisa dikontrol oleh orang miskin. Hal ini lah yang kemudian dikenal dengan fenomena krisis pangan, dengan tercapainya krisis pangan, maka fenomena krisis pangan secara tidak langsung pun teratasi. Dalam KTT Pangan Dunia 1996 yang menghasilkan Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan ditegaskan bahwa: adalah hak setiap orang untuk memiliki akses terhadap pangan yang aman, bermutu dan bergizi, konsisten dengan hak azasi bagi setiap orang untuk memperoleh pangan yang cukup dan bebas dari kelaparan. Secara tegas dikatakan bahwa pemenuhan kebutuhan pangan secara cukup bagi setiap penduduk merupakan suatu hal yang mutlak dipenuhi dari sisi hak manusia. Dengan demikian kekurangan pangan atau kelaparan yang berdampak pada kekurangan gizi dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak azasi manusia. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 68 tentang Ketahanan Pangan, secara eksplisit dituangkan bahwa penganekaragaman pangan 25

26 diselenggarakan untuk meningkatkan ketahanan pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal (Badan Bimas Ketahanan Pangan, 2002). Ketergantungan konsumsi pangan terhadap beras tidaklah menguntungkan bagi ketahanan pangan, terutama yang terkait dengan aspek stabilitas kecukupan pangan. Bila terjadi kelangkaan beras maka akan memberikan dampak yang besar terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan bagi rumah tangga, terutama kebutuhan energi dan protein. Padahal akhir-akhir ini cenderung terjadi stagnasi dalam produksi beras nasional yang diakibatkan oleh : 1. Laju peningkatan produktivitas usahatani padi semakinn kecil karena perkembangan teknologi produksi padi mengalami kejenuhan, 2. Keterbatasan anggaran pemerintah, sehingga tidak mampu melakukan perluasan areal irigasi dan pemberian subsidi input produksi kepada petani, dan 3. Konversi lahan pertanian terutama di Jawa ke penggunaan non sawah. Faktor-faktor tersebut menimbulkan kekhawatiran akan potensi terjadinya kelangkaan beras di masa mendatang. Berdasarkan beberapa permasalahan tersebut di atas, kebijakan diversifikasi konsumsi pangan dipandang masih tetap diperlukan. Selainn peningkatan kualitas sumberdaya manusia, dampak positif dari kebijakan diversifikasi konsumsi pangan antara lain memperkuat ketahanan pangan Indonesia, meningkatkan pendapatan petani dan agroindustri pangan, serta menghemat devisa negara. 26

27 Tanaman jagung, ubi kayu, dan ubi jalar merupupakan tanaman pangan non beras yang mampu menopang atau sebagai substitusi dari beras yaitu. Masing- masing tanaman ini mempunyai kandungan gizi dan kalori yang cukup tinggi, meskipun kandungan kalori dari beras paling tinggi, paling tidak syarat utama sebagai pengganti makanan pokok beras mempunyai nilai gizi yang cukup. Made (2010) mengatakan apabila dilihat lebih seksama, nilai gizi jagung tidak kalah dari nasi. Dalam 100 gram beras terkandung energi sebesar 360 kalori, atau setara dengan energi pada jagung. Kandungan karbohidrat jagung sebagian besar juga terdiri atas pati, sehingga dapat mengenyangkan. Ada salah satu keunggulan jagung sebagai pengganti nasi dibandingkan dengan komoditas lain, yaitu rasanya yang manis, sehingga dapat meningkatkan selera makan. Rasa manis pada jagung disebabkan kandungan gula, yaitu berkisar 1-3 %, terdiri atas 57 % sukrosa yang terdapat pada bagian lembaga (biji). Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis diketahui mengandung amilopektin lebih rendah tetapi mengalami peningkatan fitoglikogen dan sukrosa. Kandungan kalori jagung per 100 gram bahan adalah 361 Kkal. 27

28 Dan bagian yang dapat dimakan 90 %. Untuk ukuran yang sama, meski jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih rendah, namum mempunyai kandungan protein yang lebih banyak. Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam hari. Ubi jalar adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Asia, Selainn dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran. Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan kering. Made (2010) juga mengatakan bahwa singkong (ubi kayu) memiliki nilai strategis sebagai pengganti nasi putih. Singkong mengandung karbohidrat sangat tinggi, sekitar gram per 100 gram. Kandungan energinya 146 Kkal per 100 gram bahan. Artinya singkong dapat disejajarkan dengan kentang, terigu, bahkan beras sebagai sumber karbohidrat. Penelitian ini mengunakan pendekatan secara keruangan (Spasial), dimana setiap keruangan di Kabupaten Gunungkidul terutama ditunjau per daerah kecamatan mempunyai karakteristik yang berbeda-beda, dalam hal 28

29 ini mengeni hasil pertanian. Pertanian merupakan bagian dari suatu sistem keruangan yang merupakan perpaduan hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Manusia akan memanfaatkan keruangan yaitu lahan pertanian untuk kelangsungan hidupnya, dengan perbedaan karakteristik keruangan maka setiap daerah mempunyai variasi tanaman pangan tersendiri. Misalkan kecamatan tertentu mempunyai hasil padi melimpah karena tanahnya yang subur dan cocok ditanami padi, namun ada beberapa daerah yang mempunyai tanah yang tandus tidak mampu menghasilkan produksi padi bahkan hanya tanaman palawija saja. Kasusnya adalah bagaimana antar daerah tersebut berinteraksi untuk menyeimbangkan kebutuhan hidup masyarakat antar kecamatan. Seperti yang terjadi di Gunungkidul bahwa tidak semua kecamatan di Gunungkidul mampu mencukupi kebutuhan akan beras bagi daerahnya sendiri. Adanya variasi spasial tanaman pangan maka akan terjalin interaksi antar daerahnya dalam pemenuhan pangan tersebut. Variasi spasial tanaman pangan di sini merupakan keanekaragaman tanaman yang berbeda-beda yang terdapat di masing-masing daerah. Ketercukupan pangan merupakan ketercukupan dalam hal jumlah, kualitas dan juga adanya jaminan atas keamanan pangan (safety), distribusi merata, dan kemampuan untuk membeli (Undang-undang No 7 Tahun 1996). Keamanan pangan merupakan jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen jika disiapkan atau dimakan sesuai dengan maksud dan penggunaannya (FAO/WHO, 1997). Sedangkan definisi 29

30 keamanan pangan menurut Undang Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Ketentuan mengenai keamanan pangan meliputi sanitasi pangan, bahan tambahan pangan, rekatasa genetika dan iradiasi pangan, kemasan pangan, jaminan mutu dan pemeriksaan laboratorium, dan pangan tercemar. Selainn itu juga mengenai distribusi yang merata, dalam hal ini adalah bagaimana setiap daerah mampu menjangkau distribusi baik lokal maupun dari pemerintah yang erat kaitannya dengan daya beli masyarakat. Jika daya beli masyarakat tinggi maka secara tidak langsung masyarakat mampu mencukupi kebutuhan pangan. Namun jika pendapatan masyarakat masih rendah maka distribusi yang merata pun belum tentu bisa mengatasi kekurangan pangan di daerah tersebut. 1.3 Landasan Teori Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu diversifikasi konsumsi pangan, diversifikasi ketersediaan pangan, dan diversifikasi produksi pangan. Kedua penulis tersebut menterjemahkan konsep diversifikasi dalam arti luas, tidak hanya aspek konsumsi pangan tetapi juga aspek produksi pangan. Pakpahan dan Suhartini (1989) menetapkan konsep 30

31 diversifikasi hanya terbatas pangan pokok, sehingga diversifikasi konsumsi pangan diartikan sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan konsumsi bahan pangan non beras. Secara lebih tegas, Suhardjo dan Martianto (1992) menyatakan dimensi diversifikasi konsumsi pangan tidak hanya terbatas pada diversifikasi konsumsi makanan pokok, tetapi juga makanan pendamping. Akses pangan (food access) : yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan. Penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita (Riely et.al, 1999). Pengertian pangan dalam Suharjo (1988) adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, penggantian jaringan dan mengatur proses-proses di dalam tubuh. Selainn itu ada pula pengertian yang dimaksud pangan pokok, 31

32 yaitu bahan pangan yang dimakan secara teratur oleh sekelompok penduduk dalam jumlah cukup besar, untuk menghasilkan sebagian besar sumber energi. Pangan dikonsumsi manusia untuk mendapatkan energi yang berupa tenaga untuk melakukan aktivitas hidup (antara lain bernapas, bekerja, membangun, dan mengganti jaringan yang rusak). Pangan merupakan bahan bakar yang berfungsi sebagai sumber energi. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terintegrasi yang terdiri atas berbagai subsistem (Maleha dan Adi Sutanto, 2006). Subsistem utamanya adalah ketersediaan pangan, distribusi pangan dan konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari interaksi ketiga subsistem tersebut. Ketiga subsistem tersebut adalah: 1. Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, tetapi volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu. Ketersediaan pangan dapat dilihat dari jumlah stok stok pangan yang dapat disimpan setiap tahun, dalam hal ini pangan bisa lebih dispesifikkan sebagai beras. Selainn itu bisa juga dilihat dari jumlah produksi pangan misalnya beras, serta hal lain yang dapat mempengaruhi produksi pangan, seperti luas lahan serta produktivitas lahan. 32

33 2. Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksesibilitas secara fisik dan ekonomi atas pangan secara merata. Sistem distribusi bukan semata-mata menyangkut aspek fisik dalam arti pangan tersedia di semua lokasi yang membutuhkan, tetapi juga masyarakat. Surplus pangan di tingkat wilayah belum menjamin kecukupan pangan bagi individu masyarakatnya. Sistem distribusi ini perlu dikelola secara optimal dan tidak bertentangan dengan mekanisme pasar terbuka agar tercapai efisiensi dalam proses pemerataan akses pangan bagi seluruh penduduk. 3. Subsistem konsumsi pangan menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsinya secara optimal. Konsumsi pangan hendaknya memperhatikan asupan pangan dan gizi yang cukup dan berimbang, sesuai dengan kebutuhan bagi pembentukan manusia yang sehat, kuat, cerdas dan produktif. Pemerintah harus bisa mengontrol agar harga pangan masih terjangkau untuk setiap individu dalam mengaksesnya, karena kecukupan ketersediaan pangan akan dirasa percuma jika masyarakat tidak punya daya beli yang cukup untuk mengakses pangan. Oleh karena itu faktor harga pangan menjadi sangat vital perannya dalam upaya mencukupi kebutuhan konsumsi pangan. Kalori ialah unit ukuran untuk tenaga. Setiap orang memerlukan tenaga untuk hidup. Kita mendapat tenaga daripada lemak, protein dan karbohidrat. 33

34 Karbohidrat adalah segolongan besar senyawa organik yang paling melimpah di bumi. Karbohidrat memiliki berbagai fungsi dalam tubuh makhluk hidup, terutama sebagai bahan bakar (misalnya glukosa), cadangan makanan (misalnya pati pada tumbuhan dan glikogen pada hewan), dan materi pembangun (misalnya selulosa pada tumbuhan, kitin pada hewan dan jamur. Tanaman pangan merupakan kelompok tumbuhan yang paling awal mendapat perhatian manusia. Kelompok tumbuhan ini telah menarik perhatian sejak manusia masih hidup sebagai pemburu dan pengumpul. Tanaman pangan penghasil karbohidrat pada umumnya berperan sebagai bahan pangan pokok. Di negeri kita tanaman penghasil karbohidrat sangat beraneka ragam. Kita mengenal berbagai jenis umbi umbian, meliputi ubi jalar, ubi kayu, talas, kimpul, uwi, garut, ganyong, serta beberapa jenis lainnya. Sebagian besar dari umbi-umbian tersebut telah lazim dimanfaatkan masyarakat, walaupun belum dikelola secara baik. Selainn umbi-umbian kita memiliki beberapa jenis serealia penghasil karbohidrat antara lain jagung, cantel, dan sorgum. 1.4 Kerangka Pemikiran Kerangka penelitian didasarkan pada kesetaraan kandungan karbohidrat yang terdapat pada pangan beras dan non beras, yaitu jagung, ubi jalar, dan ubi kayu. Sehingga dapat diketahui potensi dari ketiga tanaman non beras tersebut, dan nantinya dapat diketahui pula ketercukupan kalorinya. 34

35 Perhitungan potensi dikaitkan dengan beberapa variabel yaitu hasil produksi beras, jagung, ubi jalar, dan ubi kayu. Dari masing-masing pangan tersebut akan dihitung besarnya kalori dengan menyetarakan kalori jagung, ubi jalar, dan ubi kayu dengan kalori beras. Variabel lain yang akan digunakan dalam perhitungan potensi tersebut adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk akan mempengaruhi banyaknya kebutuhan pangan yang harus dipenuhi. Dengan demikian akan diketahui seberapa banyak kebutuhan dan ketersediaan pangan, sehingga dapat diketahui pula bagaimana ketercukupan beras, serta jagung, ubi jalar, dan ubi kayu. Berdasarkan ketercukupan tersebut akan diketahui juga bagaimana potensi jagung, ubi jalar, dan ubi kayu terhadap ketercukupan beras. Perhitungan menggunakan unit analisis per kecamatan. Sehingga dapat dibandingkan variasi spasial potensi pangan non beras di tiap kecamatan. Berikut kerangka pemikiran dalam bentuk diagram alir. 35

36 Produksi Tanaman Pangan Jumlah Penduduk Beras Non Beras Jagung Ubi Jalar Ubi Kayu Ketersediaan Kalori Beras Ketersediaan Kalori Non Beras Ketersediaan Kalori Kebutuhan Kalori - Ketercukupan Kalori - Peta Ketersediaan Kalori Non Beras - Peta Variasi Spasial Ketersediaan Pangan Non Beras Gambar 1.2 Diagram Alir Kerangka Pemikiran 36

37 1.5 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian disusun berdasarkan kegiatan-kegiatan dalam proses pembuatan laporan akhir (skripsi). Pertama yaitu merupakan tahapan pra lapangan sebagai persiapan sebelum ke lapangan, menentukan daerah yang akan dikaji dengan melihat peta administrasi daerah penelitian serta peta penggunaan lahan agar dapar diketahui luasan lahan pertanian di daerah penelitian tersebut. Selanjutnya tahapan lapangan yaitu penggambilan data yang diperlukan untuk analisis yaitu data produksi pangan non beras (jagung, ubi jalar, dan ubi kayu), data produktivitas lahan dan data luasan panen, data ini digunakan untuk mengetahui banyaknya produksi tanaman pangan non beras tersebut. Perhitungan ini sesuai teori yang relevan sehingga mendukung hasil penelitian yang akurat. Langkah selanjutnya yaitu pembuatan peta-peta yang terkait dengan tema dan judul untuk mengetahui daerah penelitian untuk mempermudah dalam analisis lebih dalam perihal masalah atau fenomena yang terjadi dalam objek kajian tersebut. Selanjutnya membuat pembahasan dengan melihat hasil perhitungan dan peta, dalam membuat pembahasan tentunya dapat didukung dengan referensi dari tinjauan pustaka agar pembahasan tersebut ilmiah. Langkah terakhir yaitu penyusunan laporan akhir (Skripsi), dalam penuyusunan laporan akhir maka disusun sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan agar dapat memenuhi kriteria penulisan. Berikut diagram alir kerangka penelitian: 37

38 Peta RBI Kabupaten Gunungkidul Peta Administrasi Kabupaten GunungKidul...Tahap Pra Lapangan Pengumpulan Data Sekunder - Luas Panen Jagung - Luas Panen Ubi Jalar - Luas Panen Ubi Kayu - Data Produktivitas Lahan...Tahap Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Sekunder Pembuatan Peta Peta Variasi Spasial Ketersediaan Tanaman Pangan Non Beras Non Beras Telaah Pustaka Menyusun Laporan Akhir (Skripsi)...Tahap Pasca Lapangan Gambar 1.3 Diagram Alir Kerangka Penelitian 38

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki sebutan sebagai negara agraris. Indonesia sebagai negara agraris karena pada jaman dahulu hasil pertanian merupakan produk yang dapat diunggulkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang 29 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Diversifikasi Pangan 2.1.1. Pengertian Pangan Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber daya hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang

Lebih terperinci

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan

prasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang subur dan memiliki kekayaan alam yang melimpah. Hal ini dikarenakan Indonesia berada di wilayah tropis. Sehingga berbagai jenis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak

BAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak

I. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain

Lebih terperinci

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa BAB I PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara lahan untuk budi daya tanaman biji-bijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pangan menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah maupun yang tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya. PENDAHULUAN Kebutuhan pangan secara nasional setiap tahun terus bertambah sesuai dengan pertambahan jumlah penduduk sementara lahan untuk budidaya untuk tanaman bijibijian seperti padi dan jagung luasannya

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk

I. PENDAHULUAN. kecukupan pangan bagi suatu bangsa merupakan hal yang sangat strategis untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling azasi, sehingga ketersedian pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan

I. PENDAHULUAN. merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting, mengingat pangan merupakan kebutuhan dasar manusia. Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut

BAB I PENDAHULUAN. peradaban masyarakat untuk memenuhi kualitas hidup semakin dituntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan manusia sehingga ketersediaan pangan bagi masyarakat harus selalu terjamin. Manusia dengan segala kemampuannya selalu berusaha mencukupi

Lebih terperinci

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di

I. PENDAHULUAN. Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Padi merupakan salah satu komoditi pangan yang sangat dibutuhkan di Indonesia. Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus menjadikan kondisi tersebut sebagai titik

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian sebagai bagian dari pembangunan nasional selama ini mempunyai tugas utama untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menyediakan kesempatan kerja, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia Tenggara, jumlah penduduknya kurang lebih 220 juta jiwa, dengan laju pertumbuhan rata-rata 1,5% per

Lebih terperinci

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT

PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT PENGANTAR ILMU PERTANIAN PERTEMUAN KE-11 PEMENUHAN PANGAN BAGI MASYARAKAT Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Dr. Ir. Budiarto, MP. Program Studi Agribisnis UPN Veteran Yogyakarta 1 PANGAN Definisi PANGAN

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan merupakan negara yang komoditas utama nya adalah beras. Beras merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR

EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR EFEKTIVITAS KREDIT KETAHANAN PANGAN (KKP) DALAM UPAYA PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DI KECAMATAN KUPANG TIMUR, KABUPATEN KUPANG TUGAS AKHIR Oleh: MUHAMMAD FAUZI IBRAHIM HASAN L2D 000 440 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESA PENELITIAN 2.1 Tinjuan Pustaka Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN

KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN KETAHANAN PANGAN : SUBSISTEM KETERSEDIAAN Aku sehat karena panganku cukup, beragam, bergizi seimbang, aman, dan halal TEORI KETAHANAN PANGAN Indikator Swasembada Pangan Kemandirian Pangan Kedaulatan Pangan

Lebih terperinci

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN

1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN BAHASAN 1. KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN, TANTANGAN DAN HARAPAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI INDONESIA 2. PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN KEMISKINAN NUHFIL HANANI AR UNIVERSITAS BAWIJAYA Disampaikan

Lebih terperinci

II. PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN Nuhfil Hanani AR

II. PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN Nuhfil Hanani AR 19 II. PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN Nuhfil Hanani AR Swasembada Pangan versus Ketahanan Pangan Pada level nasional pengertian ketahanan pangan telah menjadi perdebatan selama tahun 1970 sampai tahun 1980an.

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok

I. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut UU pangan no 18 tahun 2012 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Dalam pembangunan pertanian, beras merupakan komoditas yang memegang posisi strategis. Beras dapat disebut komoditas politik karena menguasai hajat hidup rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN

BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan

Lebih terperinci

1. Kita tentu sama-sama memahami bahwa pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia, oleh sebab itu tuntutan pemenuhan pangan

1. Kita tentu sama-sama memahami bahwa pangan merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia, oleh sebab itu tuntutan pemenuhan pangan 1 PENGARAHAN GUBERNUR SELAKU KETUA DEWAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT PADA ACARA RAPAT KOORDINASI DEWAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI KALIMANTAN BARAT Tanggal 28 Agustus 2008 Pukul 09.00 WIB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. dalam beragam bentuk, maksud, dan tujuan. Mulai dari keluarga, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan hal yang penting bagi siapapun manusia dan dimanapun ia berada. Kebutuhan manusia akan pangan harus dapat terpenuhi agar keberlansungan hidup manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan

I. PENDAHULUAN. menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Oleh karena itu, kebijakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras bagi bangsa Indonesia dan negara-negara di Asia bukan hanya sekedar komoditas pangan atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal. Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Analisis Lingkungan Eksternal Terigu adalah salah satu bahan pangan yang banyak dibutuhkan oleh konsumen rumah tangga dan industri makanan di Indonesia. Tepung terigu banyak digunakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur.

GAMBARAN UMUM. pada posisi 8-12 Lintang Selatan dan Bujur Timur. 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Umum 4.1.1 Geogafis Nusa Tenggara Timur adalah salah provinsi yang terletak di sebelah timur Indonesia. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terletak di selatan khatulistiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH: NEZLY NURLIA PUTRI No. BP 07117037 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan

I. PENDAHULUAN. sebagai manusia sehat yang cerdas, produktif dan mandiri. Upaya peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi Pembangunan Nasional untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun 2010 telah dicanangkan pada Rapat Kerja Kesehatan Nasional pada tanggal 1 Maret 1999. Untuk mendukung

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI

Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan. Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Pengembangan Kelembagaan Pangan di Indonesia Pasca Revisi Undang-Undang Pangan Ir. E. Herman Khaeron, M.Si. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI KEBIJAKAN PANGAN INDONESIA Kebijakan pangan merupakan prioritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN INDIKATOR KINERJA (IKU) INSTANSI VISI MISI TUJUAN TUGAS : BADAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan.

PENDAHULUAN. memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. PENDAHULUAN Latar Belakang Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian di Indonesia telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Beberapa peran penting sektor pertanian antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan pola konsumsi makanan pada masyarakat memberikan dampak positif bagi upaya penganekaragaman pangan. Perkembangan makanan olahan yang berbasis tepung semakin

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan utama bagi manusia. Di antara kebutuhan yang lainnya, pangan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar kelangsungan hidup seseorang dapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi 53 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang berfungsi sebagai pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian Indonesia memiliki potensi yang besar dalam segi sumberdaya dan kualitas, sehingga dapat menjadi sektor unggulan dalam meningkatkan pendapatan negara. Saat ini

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang

Lebih terperinci

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)

ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) 66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) menjadi isu penting dalam pembangunan pertanian Indonesia masa depan mengingat pesatnya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN (IKU) BADAN KETAHANAN PANGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NO 1. Dipertahankannya ketersediaan pangan yang cukup, meningkatkan kemandirian masyarakat, pemantapan ketahanan pangan dan menurunnya

Lebih terperinci