TUGAS AKHIR NOORLIANI JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TUGAS AKHIR NOORLIANI JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011"

Transkripsi

1 TUGAS AKHIR PENGARUH HUJAN SANGAT DERAS TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR TANAH PADA MODEL UNIT RESAPAN (Study Kasus dengan Media Tanah Lempung dan Pada Elevasi -150 cm) Disusun Oleh : NOORLIANI JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011

2 PENGARUH HUJAN SANGAT DERAS TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR TANAH PADA MODEL UNIT RESAPAN (Study Kasus dengan Media Tanah Lempung dan Pada Elevasi -150 cm) TUGAS AKHIR Diajukan untuk memperoleh gelar sarjana Pada Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tahun Akademik 2010/2011 Disusun oleh : NOORLIANI PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2011 i

3 LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PENGARUH HUJAN SANGAT DERAS TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR TANAH PADA MODEL UNIT RESAPAN (Study Kasus dengan Media Tanah Lempung dan Pada Elevasi -150 cm) Diajukan oleh : NOORLIANI Tugas Akhir ini telah dipertahankan dan disahkan didepan Dewan Penguji Program Studi S-1 Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tahun Akademik 2010/2011 Telah diperiksa dan disetujui oleh : Burhan Barid, ST., MT. Ketua Tim Penguji / Dosen Pembimbing I Yogyakarta,. Maret 2011 M. Heri Zulfiar, ST.., MT. Anggota Tim Penguji / Dosen Pembimbing II Yogyakarta,. Maret 2011 Ir. H. Purwanto, MT Anggota Tim Penguji / Sekretaris Yogyakarta,. Maret 2011 ii

4 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr Wb Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-nya, Laporan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu persyaratan studi dalam menempuh pendidikan S-1 di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah yogyakarta. Dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan Tugas Akhir ini, Penyusun banyak menerima bimbingan, pengarahan, petunjuk dan saran-saran dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, Penyusun mengucapkan terima kasih kepada: 1. Allah SWT., puji syukur atas segala kebesaran-nya. 2. Kedua orang tua Bpk. H.Kurni dan Ibu. Hj. Arbainah Serta adik-adikku ana dan haikal yang tak pernah henti memberikan motivasi dan do a bagiku. 3. Bapak M. Heri Zulfiar, ST., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan selaku dosen pembimbing kedua. 4. Bapak Burhan Barid, ST., MT., selaku Dosen Pembimbing Utama atas segala bimbingan, arahan, bantuannya, sehingga dapat terselesaikan penyusunan tugas akhir ini. 5. Bapak Ir H. Purwanto, MT selaku Anggota Tim Penguji, ilmu yang Bapak berikan sangat berarti sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. 6. Bapak, Ibu Dosen pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu yang telah diberikan kepada penyusun, semoga dapat bermanfaat. 7. Seluruh Staf karyawan dan karyawati Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas bantuannya. iii

5 8. Teman-teman Tugas Akhir Prasetyo Adi Nugroho, Wahyunika Sari, dan Asri Lutfi Huda terimakasih atas kerjasama dalam menyelesaikan penelitian. 9. Seluruh rekan-rekan sesama Mahasiswa serta seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. Menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan maupun keterbatasan, maka diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun agar dalam pembuatan laporan berikut dapat disusun lebih baik lagi. Akhir kata, semoga laporan ini dapat bermanfaat terutama bagi kelanjutan studi penyusun. Amin Ya Robbal alamin. Wassalamu alaikum Wr Wb Yogyakarta, Penyusun iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.. i HALAMAN PENGESAHAN. ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN x INTISARI... xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.. 1 B. Tujuan Penelitian... 3 C. Manfaat Penelitian.. 3 D. Batasan Masalah.. 4 E. Keaslian Penelitian. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.. 6 BAB III LANDASAN TEORI.. 10 A. Hidrologi... 9 B. Daur Hidrologi 11 C. Hujan (Presipitasi) Gambaran umum Pengukuran hujan. 14 D. Limpasan Permukaan Gambaran umum Koefisien Limpasan E. Infiltrasi Gambaran Umum Faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi (ƒρ). 23 F. Tanah Gambaran Umum Sifat-sifat tanah v

7 3. Jenis-jenis tanah G. Air Tanah Gambaran umum Keadaan tanah 29 H. Kelembaban.. 30 I. Low Impact Development (LID) J. Kehadalan Model Unit Resapan BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian B. Lokasi Penelitian C. Desain Model Infiltrasi.. 35 D. Alat Ukur E. Pelaksanaan Penelitian.. 39 F. Analisis Data. 42 BAB V ANALISIS PEMBAHASAN.. 44 A. Data Hasil Penelitian B. Perubahan Muka Air Tanah Akibat infiltrasi Hubungan antara perubahan muka air tanah terhadap waktu 44 a) Pengujian pertama b) Pengujian kedua c) Pengujian ketiga Hubungan antara kelembaban tanah terhadap waktu 48 a) Pengujian I.. 49 b) Pengujian II c) Pengujian III C. Hubungan Efisiensi Hubungan antara waktu dengan debit limpasan permukaan Hubungan volume hujan terhadap infiltrasi 55 a. Pengujian I.. 55 b. Pengujian II. 56 c. Pengujian III 57 vi

8 3. Pengaruh kenaikan muka air tanah terhadap waktu Hubungan kenaikan elevasi MAT terhadap kehandalan Model Unit Resapan.. 58 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA.. LAMPIRAN. vii

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Siklus Hidrologi 11 Gambar 3.2 Kurva Kapasitas Infiltrasi Gambar 3.3 Kurva Hubungan Air Larian dan Infiltrasi Pada Hujan Buatan dengan Intensitas Tetap 26 Gambar 3.6 Tampak Samping Desain Bioretention System Gambar 4.1 Tahapan Penelitian Model Unit Resapan 34 Gambar 4.2 Skematik Aliran pada Unit Resapan dari Lahan Pemukiman Gambar 4.3.a Desain Tampak Atas Tanah Sekitar dan Sumur Resapan.. 36 Gambar 4.3.b Desain Tampak Sisi Samping Gambar 4.4 Model Unit Resapan Gambar 5.1. Hubungan Perubahan Muka Air Tanah Terhadap Waktu Tanpa MUR Gambar 5.2 Hubungan Perubahan Muka Air Tanah Terhadap Waktu dengan Media Sumur Kosong Gambar 5.3 Hubungan Antara Perubahan Muka Air Tanah Terhadap Waktu dengan MUR Gambar 5.4 Hubungan Antara Kelembaban Tanah Tanpa MUR Terhadap Waktu Pada Pengujian I.. 49 Gambar 5.5 Hubungan Antara Kelembaban Tanah Terhadap Waktu dengan Sumur Kosong Pada Pengujian II Gambar 5.6 Hubungan Antara Kelembaban Tanah Terhadap Waktu dengan MUR Pada Pengujian III. 51 Gambar 5.7 Hubungan Antara Limpasan Permukaan Terhadap Waktu Tanpa MUR Pada Pengujian I Gambar 5.8 Hubungan Antara Limpasan Permukaan Terhadap Waktu Sumur Kosong Pada Pengujian II Gambar 5.9 Hubungan Antara Limpasan Permukaan Terhadap Waktu Dengan MUR Pada Pengujian III. 55 viii

10 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan.. 15 Tabel 3.2 Koefisien Aliran C Tabel 3.3 Jenis Tanah Berdasarkan Berat Jenis Tanah Tabel 5.1 Data Durasi Hujan, Nilai MAT mula-mula, Kenaikan MAT dan Nilai Kehandalan Unit Resapan. 58 ix

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran I Lampiran II Data Hasil Penelitian Gambar Alat Alat Lampiran III Bahan Penelitian Dan Persiapan Model Lampiran IV Gambar Pelaksanaan Penelitian x

12 INTISARI Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai pada saat ini adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Selain itu, terjadi pula penurunan permukaan air tanah. Hal ini disebabkan adanya penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan tata guna lahan yang merupakan dampak dari proses pembangunan. Pada saat hujan turun, kondisi ini memicu peningkatan jumlah limpasan permukaan, dengan kata lain daya infiltrasi lahan berkurang. Salah satu upaya untuk memperbesar kapasitas infiltrasi adalah dengan cara membuat model infiltrasi sederhana di areal rumah tinggal. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perubahan muka air tanah akibat infiltrasi dan mengetahui nilai efisiensi Model Unit Resapan Penelitian dilakukan di Laboratorium Lahar dan Dormitory dengan menggunakan rainfall simulator untuk menciptakan kondisi hujan sangat deras secara stabil. Model Unit Resapan Air buatan berukuran 170x170x200 cm 3, dengan luas sumur resapan 30x30x100 cm 3 dengan intensitas hujan (I) sebesar 140 mm/jam. Kelandaian tanah dan pengaruh vegetasi sebagai faktor intersepsi tidak diperhitungkan dengan kepadatan tanah di model infiltrasi dianggap merata. Gradasi ukuran butiran untuk sumur resapan harus lolos saringan no 5/16 dan tertahan pada saringan no 4. Nilai kadar air tanah asli didapatkan dari uji laboratorium FT-JTS UMY. Dari seluruh pengujian pada saat menit ke-120 menunjukkan perubahan muka air tanah dan kelembaban yang bervariasi. Pada Pengujian I kenaikan air tanah mencapai -143,90 cm dan kelembaban tanah dititik 3 derajat kejenuhannya mencapai 70%, sedangkan permukaan tanah mencapai 80%. Pada pengujian II kenaikan air tanah mencapai -136 cm dan kelembaban tanah dititik 3 derajat kejenuhannya mencapai 100%, sedangkan permukaan tanah mencapai 75%. Pada pengujian III kenaikan air tanah mencapai -138 cm dan kelembaban tanah dititik 3 derajat kejenuhannya mencapai 100%, sedangkan permukaan tanah mencapai 80%. Semakin besarnya debit limpasan mengakibatkan efisiensi model infiltrasi menurun. Pada pengujian I debit limpasan rata-rata sebesar 0,0503 liter/detik. Pada pengujian II debit limpasan rata-rata sebesar 0,04303 liter/detik. dan pada pengujian III debit limpasan rata-rata sebesar 0,04134 liter/detik. Dari hasil kenaikan muka air tanah diperoleh hasil bahwa kehandalan model sumur kosong sebesar 129,5 %. Sedangkan kehandalan dengan MUR sebesar 96,72 %. xi

13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air adalah unsur kehidupan utama bagi umat manusia. Tetapi air juga dapat menjadi musuh dahsyat bagi manusia bila tidak ditata dengan baik sebagaimana dialami oleh banyak negara di dunia ini, termasuk Indonesia. Permasalahan lingkungan yang sering dijumpai pada saat ini adalah terjadinya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Selain itu, terjadi pula penurunan permukaan air tanah. Hal ini disebabkan adanya penurunan kemampuan tanah untuk meresapkan air sebagai akibat adanya perubahan tata guna lahan yang merupakan dampak dari proses pembangunan. Pembangunan daerah atau kawasan perumahan ini mengakibatkan semakin banyak tanah yang tertutupi oleh tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tentunya berdampak meningkatnya laju aliran permukaan. Pada saat musim hujan datang, kondisi di atas akan mengakibatkan bencana banjir. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan mahluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara alamiah air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan masuk ke perut bumi (infiltrasi) dan sebagian lagi akan menjadi aliran permukaan (run off) yang sebagian besar masuk ke sungai dan akhirnya terbuang percuma masuk ke laut. Dengan kondisi daerah tangkapan air yang semakin kritis, maka kesempatan air hujan masuk ke perut bumi menjadi semakin sedikit. Sementara itu pemakaian air 1

14 2 tanah melalui pompanisasi semakin hari semakin meningkat. Akibatnya terjadi defisit air tanah, yang ditandai dengan makin dalamnya muka air tanah. Hujan berkurang sedikit saja beberapa waktu maka air tanah cepat sekali turun. Kondisi semakin turunnya muka air tanah kalau dibiarkan terus, maka akan berakibat sulitnya memperoleh air tanah untuk keperluan pengairan pertanian dan keperluan mahluk hidup lainnya. Disamping itu dapat menyebabkan intrusi air laut semakin dalam ke arah daratan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu konservasi air sebagai upaya untuk penambahan air tanah melalui pembangunan sumur-sumur resapan. Prinsip dasar konservasi air ini adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim hujan tidak dibiarkan mengalir percuma ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge). Setiap jenis tanah mempunyai karakteristik laju infiltrasi yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat (clay) sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah dan limpasan permukaan (run off) yang tinggi. Oleh karena itu menggunakan model infiltrasi berbentuk persegi dengan ukuran 170x170x200 cm 3, dengan ukuran sumur resapan 30x30x100 cm 3 dengan bagian tepi dibuat dengan akrilik yang transparan sehingga peneliti dapat memantau perubahan muka air tanah yang terinfiltrasi saat hujan deras buatan yang berasal dari Rainfall Simulator dan dengan menggunakan media tanah liat (clay).

15 3 B. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui perubahan muka air tanah akibat infiltrasi 2. Mengetahui nilai efisiensi model unit resapan C. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini maka diharapkan dapat bermanfaat untuk : 1. Memberi informasi tentang model infiltrasi sederhana dengan memanfaatkan sebagian kecil lahan pekarangan rumah. 2. Alternatif pengendalian banjir dengan menggunakan sumur resapan air buatan yang bertujuan untuk menurunkan limpasan air hujan, meningkatkan muka air tanah, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah. 3. Serta memberikan alternatif pembangunan perumahan anti banjir dibidang properti.

16 4 D. Batasan Masalah Untuk membatasi permasalahan agar tidak meluas, penelitian hanya dilakukan pada ruang lingkup tertentu. Adapun ruang lingkup penelitian tersebut adalah : 1. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lahar dan Dormitory dengan menggunakan rainfall simulator untuk menciptakan kondisi hujan sangat deras secara stabil. 2. Model Unit Resapan Air buatan berukuran 170x170x200 cm 3, dengan luas sumur resapan 30x30x100 cm Intensitas hujan (I) sebesar 140 mm/jam. 4. Kelandaian tanah dan pengaruh vegetasi sebagai faktor intersepsi tidak diperhitungkan. 5. Kepadatan tanah di model infiltrasi dianggap merata. 6. Gradasi ukuran butiran untuk sumur resapan harus lolos saringan no 5/16 dan tertahan pada saringan no Nilai kadar air tanah asli didapatkan dari uji laboratorium FT-JTS UMY. E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian ini telah dilakukan oleh 1. R. Broto Susetyono (2008) dengan judul Pengaruh Model Infiltrasi Terhadap Kuantitas Limpasan Permukaan Akibat Hujan Langsung ( Studi Kasus Dengan Media Pasir ). Penelitian ini dengan menyiapkan model infiltrasi yang dibuat dengan menggali tanah berukuran 200 x 100 x 60

17 5 cm 3. Media infiltrasi yang digunakan pasir dengan ketebalan 30 cm. intensitas hujan digunakan intensitas huajn langsung dan penelitian dilakukan pada lahan seluas 133,65 m 2. Data yang diambil berupa tinggi curah hujan (d), waktu (t), tinggi limpasan (b), tinggi genangan (h), volume luapan (V), dan kadar air tanah. 2. Sri Defi Lestari (2008) dengan judul Pengaruh Model Infiltrasi Terhadap Kuantitas Limpasan Permukaan Akibat Hujan Dengan Pengukuran Langsung ( Studi Kasus dengan Media Pasir ). Penelitian ini dengan menyiapkan model infiltrasi yang dibuat dengan menggali tanah berukuran 100x100x100 cm 3 dengan diisi pasir setebal 60 cm. Data yang diambil berupa tinggi curah hujan (d), waktu (t), tinggi limpasan (b), tinggi genangan (h), volume luapan (V), dan kadar air tanah serta data gradasi pasir

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA R. Broto susetyono (2008) melakukan penelitian tentang Pengaruh Model Infiltrasi Terhadap Kuantitas Limpasan Permukaan Akibat Hujan Langsung (Studi Kasus Dengan Media Pasir), dengan menggali tanah berukuran 200x100x60 cm 3 sebagai model infiltrasi disekitar area rumah tinggal. Model infiltrasi sederhana dibuat dengan menggali tanah berukuran panjang 200 cm, lebar 100 cm, dan tinggi 60 cm. Selisih tinggi antara aliran limpasan dan aliran luapan adalah 5 cm. Tinggi total freeboard 15 cm, sehingga ukuran tampungan limpasan langsung 200x100x45 cm 3. Digunakan media pasir setebal 30 cm. Untuk keperluan pengambilan data limpasan langsung, maka antara tata guna lahan dan model infiltrasi buatan diberi jarak ± 6 meter. Demikian juga untuk pengambilan data luapan, model infiltrasi buatan dengan daerah pengaliran luapan diberi jarak ± 4 meter. Keseluruhan penelitian dilaksanaan di areal tempat tinggal Bapak Wahyudi, Sumberan RT 11/07 Dukuh 2 Ngestiharjo Kasihan Bantul. Pada areal tersebut luas tata guna lahan yang digunakan sebesar 133,65 m 2 yang tediri atas atap genteng seluas 32,7 m 2 ; atap asbes seluas 46,7 m 2 ; dan area paving blok seluas 54,25 m 2. Dari hasil penelitian ini didapatkan debit hujan dan debit limpasan yang bervariasi. Pada pengujian I debit limpasan rata-rata sebesar 0,8378 liter/detik dengan durasi hujan selama 94 menit, koefisien limpasan sebesar 0,4614. Pada 6

19 7 pengujian II debit limpasan rata-rata sebesar 0,4285 liter/detik dengan durasi hujan selama 12 menit, koefisien limpasan sebesar 0,2137. Pada pengujian III debit limpasan rata-rata sebesar 0,1976 liter/detik, koefisien limpasan sebesar 0,3644. Semakin besar debit luapan akibat banyaknya air limpasan yang masuk ke dalam model infiltrasi dalam waktu yang cepat mengakibatkan efisiensi model infiltrasi menurun. Pada pengujian I debit limpasan total sebesar 36,8626 liter/detik dengan debit luapan sebesar 21,0514 liter/detik, efisiensi sebesar 42,8922 %. Pada pengujian II debit limpasan total sebesar 1,7139 liter/detik dan pada pengujian III debit limpasan total sebesar 3,7552 liter/detik dengan tidak ada luapan, sehingga efisiensi sebesar 100 %. Sri Defi Lestari (2008) melakukan penelitian tentang Pengaruh Model Infiltrasi Terhadap Kuantitas Limpasan Permukaan Akibat Hujan Dengan Pengukuran Langsung (Studi Kasus dengan Media Pasir) dengan menggali tanah berukuran 100x100x100 cm 3 sebagai model infiltrasi disekitar area rumah tinggal. Model infiltrasi dibuat dengan menggali tanah berukuran 100x100x100 cm 3, dilapisi pasir setebal 60 cm. Selisih tinggi antara aliran limpasan dan aliran luapan adalah 15 cm. Tinggi total freeboard 25 cm, sehingga ukuran tampungan limpasan permukaan 100x100x15 cm 3. Untuk keperluan pengambilan data limpasan permukaan, maka antara tataguna lahan dan model infiltrasi buatan diberi jarak ± 5,5 meter. Demikian juga untuk pengambilan data luapan, model infiltrasi buatan dengan daerah pengaliran luapan diberi jarak ± 2 meter.

20 8 Keseluruhan penelitian dilaksanaan di areal tempat tinggal Bapak Wahyudi, Sumberan RT 11/07 Dukuh 2 Ngestiharjo Kasihan Bantul. Pada areal tersebut luas tata guna lahan yang digunakan sebesar 93,73 m 2 yang tediri atas atap genteng seluas 31,35 m 2 ; atap seng seluas 30,03 m 2 ; dan area paving blok seluas 31,85 m 2. Dari hasil penelitian ini didapatkan hasil pengujian menunjukkan bahwa pada saat hujan turun, diperoleh debit hujan yang bervariasi. Debit hujan rata-rata sebesar 1,63 liter/detik sedangkan debit limpasan rata-rata 0,85 liter/detik, hal ini termasuk jenis hujan sangat deras. Kondisi lokasi penelitian setelah hujan berhenti terlihat basah namun tidak ada sisa air hujan yang menggenang. Dari seluruh pengujian didapatkan debit hujan dan debit limpasan permukaan yang bervariasi. Debit hujan maksimum terjadi pada pengujian III saat menit ke-2 sebesar 6,2487 liter/detik, sedangkan debit limpasan permukaan maksimum terjadi pada pengujian III saat menit ke-32 sebesar 3,5065 liter/detik. Nilai koefisien limpasan maksimum yaitu sebesar 0,6864 terjadi pada pengujian I dengan durasi hujan selama 72 menit. Dari hasil hitungan rencana didapat nilai koefisien limpasan rencana (Cr) sebesar 0,7741. Selisih antara hasil analisis dengan hitungan rencana adalah sebesar 0,0877 atau sebesar 11,33 %. Dari seluruh pengujian didapatkan debit luapan yang terjadi cukup bervariasi. Debit puncak luapan maksimum yaitu sebesar 2,7778 liter/detik terjadi pada pengujian III saat menit ke-4. Pada penelitian ini didapat nilai efisiensi model infiltrasi rata-rata yaitu sebesar 49,8 % yang dipengaruhi oleh kadar air

21 9 media pasir dengan nilai efisiensi rata-rata sebesar 18,1 %. Hal ini menunjukkan bahwa kolam genangan buatan mampu mengurangi limpasan air hujan.

22 BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi dimaksudkan sebagai ilmu yang mempelajari masalah air. Hidrologi terkait dengan upaya untuk mencari kejelasan tentang semua fase keberadaan air di bumi untuk keperluan manusia dan lingkungannya (Chow dkk, 1988 dalam Harimawan, 2002). Salah satu definisi yang memberikan batasan pengertian hidrologi adalah oleh Federal Council for Science and Technology USA (Chow, 1964 dalam Harimawan, 2002), yang menyatakan bahwa hidrologi adalah ilmu tentang seluk beluk air di bumi, kejadiannya, peredarannya dan distribusinya, sifat alami dan kimianya, serta reaksinya terhadap kehidupan manusia. Dengan batasan di atas dapat dipahami bahwa cakupan bahasan ilmu hidrologi cukup luas, namun dalam penggunaan ilmu hidrologi umumnya lebih banyak dikaitkan dengan upaya untuk memperoleh informasi tentang sifat dan besarnya air pada suatu daerah tinjauan tertentu. Secara umum peranan ilmu hidrologi adalah untuk analisis karakteristik keberadaan air tentang jumlah, waktu dan tempat, serta persoalan yang ada terkait dengan rencana pemanfaatan sumber daya air. Selanjutnya hasil analisis tersebut merupakan masukan untuk menyusun petunjuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air. 10

23 11 B. Daur Hidrologi Dalam hidrologi dikenal istilah daur hidrologi atau siklus hirologi adalah gerakan air laut ke udara, kemudian jatuh kepermukaan tanah, dan akhirnya mengalir ke laut kembali. Siklus peristiwa tersebut sebenarnya tidaklah sesederhana yang dibayangkan (Soemarto, 1999 dalam Susetyono, 2008). Daur hidrologi dapat digambarkan secara skema pada Gambar 3.1. Matahari Keterangan : 1. Penguapan (evaporation) 9. Transpirasi 2. Awan 10. Aliran antara (interflow) 3. Awan penyebab hujan 11. Aliran permukaan 4. Hujan (rain fall) 12. Perkolasi 5. Penguapan kembali 13. Muka air tanah 6. Intersepsi 14. Aliran air tanah (groundwater flow) 7. Infiltrasi (infiltration) 15. Laut 8. Aliran limpasan Gambar 3.1 Siklus Hidrologi

24 12 Sebagian massa air terangkat keatas permukaan bumi melalui proses penguapan (evaporasi) di laut dan di permukaan bumi, yaitu berupa penguapan dari tampungan air disungai, danau, waduk, permukaan tanah serta transpirasi dari tanaman. Proses penguapan dapat terjadi karena adanya pemanasan oleh matahari sebagai sumber energi alam. Uap air yang terangkat ke atas ini menjadi bagian atmosfir dan melalui proses kondensasi dapat terbentuk butir awan. Suatu kondisi klimatologi tertentu dapat membawa butir awan tersebut keatas daratan membentuk awan hujan (rain cloud). Tidak semua butir awan hujan tersebut akan jatuh sampai di permukaan bumi sebagai hujan, ukuran butir awan hujan yang tidak cukup berat untuk melawan gaya gesekan dan gaya tekan udara ke atas akan melayang dan diuapkan kembali menjadi awan. Bagian yang sampai di bumi dikatakan sebagai hujan (precipitation) yang sebagian akan tertahan oleh tanaman dan bangunan yang akan diuapkan kembali. Bagian yang tertahan ini merupakan air hujan yang tak terukur dan disebut intersepsi (interception). Bagian hujan yang sampai di permukaan tanah akan mengalir sebagai limpasan permukaan (overland flow) menuju ke tampungan aliran berupa saluran atau sungai menuju laut. Sebelum sampai di saluran atau sungai limpasan permukaan tersebut akan mengalami proses infiltrasi ke bawah permukan tanah yang sebagian akan bergerak terus ke bawah merupakan air perkolasi menuju zona tampungan air tanah (aquifer, groundwater storage) dan sebagian lain bergerak mendatar di bawah permukaan tanah sebagai subsurface flow atau aliran antara (interflow) menuju ke saluran, tampungan waduk, danau, sungai atau laut.

25 13 Seringkali bagian yang melimpas menuju alur sungai disebut dengan aliran permukaan tanah (surface runoff). Rangkaian proses alam tersebut berjalan secara terus menerus membentuk daur hidrologi. C. Hujan (Presipitasi) 1. Gambaran Umum Presipitasi adalah turunnya air dari atmosfer kepermukaan bumi; yang bisa berupa hujan, hujan salju, kabut, embun dan hujan es. Di daerah trofis, termasuk Indonesia, yang memberikan sumbangan paling besar adalah hujan, sehingga sering kali hujanlah yang dianggap sebagai presipitasi. Untuk selanjutnya digunakan istilah hujan untuk menggantikan presipitasi. Hujan berasal dari uap air di atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi seperti angin, temperature dan tekanan atmosfer. Uap air tersebut akan naik ke atmosfer sehingga mendingin dan terjadi kondensasi menjadi butirbutir air dan kristal-kristal es yang akhirnya jatuh sebagai hujan (Triatmojo, 2010). Sebagai akibat terjadinya penguapan, maka terbentuk titik-titik uap air pembentuk awan yang apabila keadaan klimatologik memungkinkan, awan dapat terbawa ke darat dan dapat terbentuk menjadi awan pembawa hujan. Hujan akan terjadi apabila berat butir-butir air hujan lebih besar daripada gaya tekan udara ke atas. Jika berat awan penyebab hujan sudah lebih berat daripada gaya angkat udara ke atas maka akan terjadi air hujan. Air hujan yang jatuh ada sebagian yang menguap kembali sebelum mencapai permukaan tanah, yang mencapai permukaan tanah disebut hujan (Harimawan, 2002).

26 14 2. Pengukuran Hujan Secara umum, alat yang digunakan untuk mengukur curah hujan disebut penakar hujan atau istilah lainnya rain gauge (penakar hujan). Satuan curah hujan yang umum digunakan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika adalah millimeter (mm). Jadi jumlah curah hujan yang diukur sebenarnya adalah tebal atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu area di permukaan bumi. Curah hujan 1 mm artinya dalam area 1 m 2 (1 meter persegi) pada tempat yang datar tertampung air setinggi 1 mm atau tertampung sebanyak 1 liter atau 1000 ml. Penakar hujan merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk penentuan curah hujan. Penakar hujan biasa merupakan penakar hujan yang mudah dilakukan untuk mendapatkan data curah hujan di lapangan secara sederhana (Soemarto, 1987, dalam Susetyono, 2008). d = A V..(3.1) dimana, d : Tinggi hujan, yaitu banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar (mm), V : Volume air hujan, yaitu besarnya volume air hujan yang tertampung dalam gelas ukur (mm³). A : Luas permukaan gelas ukur (mm 2 ).

27 15 Kemudian setelah didapat data mengenai tinggi hujan, selanjutnya dicari data mengenai intensitas hujan yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Soemarto, 1987, dalam Susetyono, 2008) : i = d t.(3.2) dimana, i : Intensitas hujan, yaitu laju curah hujan dengan tinggi air per satuan waktu (mm/menit). Derajat hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat dalam Tabel 3.1. d : Tinggi hujan, yaitu banyaknya atau jumlah hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar (mm), t : Lama waktu hujan atau durasi hujan, yaitu lama curah hujan yang terjadi (menit atau jam). Tabel 3.1 Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan Derajat hujan Intensitas curah hujan (mm/menit) Kondisi Hujan sangat lemah < 0,02 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit. Hujan lemah 0,02 0,05 Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat puddel Hujan normal 0,05 0,25 Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan kedengaran. Air tergenang diseluruh Hujan deras 0,25 1 permukaan tanah dan bunyi keras hujan kedengaran dari genangan. Hujan sangat deras 1 Hujan seperti ditumpahkan, saluran dan rainasi meluap. Sumber : Sosrodarsono, 1993

28 16 Penakar hujan biasanya seperti yang sudah diuraikan sebelumnya hanya untuk mendapatkan data curah hujan di suatu tempat pada titik tertentu (point rainfall). Jika dalam suatu area terdapat beberapa alat penakar hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk menentukan nilai curah hujan (Soemarto, 1987, dalam Susetyono, 2008). D. Limpasan Permukaan 1. Gambaran Umum Limpasan permukaan adalah Sebagian air hujan yang sampai permukaan tanah dan mengalir (Harimawan, 2002). Definisi lain dalam Lampiran Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (2000), limpasan permukaan adalah air yang mencapai sungai tanpa mencapai permukaan air bawah tanah, yakni curah hujan dikurangi sebagian dari besarnya infiltrasi, air yang tertahan dan genangan, dengan dimensi (panjang 3 /waktu), misal (liter/detik). Air limpasan berlangsung ketika jumlah curah hujan malampaui laju infiltrasi air kedalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi, air mulai mengisi cekungan cekungan pada permukaan tanah. Setelah pengisian air pada cekungan tersebut selesai, air kemudian dapat mengalir di atas permukaan dengan bebas. Besaran debit limpasan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu akan menentukan bentuk dan besaran hidrograf aliran (bentuk hubungan grafis antara debit dan waktu) suatu aliran sungai (Asdak, 2007). 2. Koefisien Limpasan Koefisien aliran permukaan adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan (Asdak,

29 ). Secara sistematis nilai koefisien dirumuskan sebagai berikut: Limpasan Permukaan mm Koefisien limpasan (C) =....(3.3) Curah Hujan mm Besarnya nilai koefisien limpasan permuklaan (C) dari tiap tipe guna lahan ditampilkan pada Tabel 3.2. Tipe daerah aliran Rerumputan Tanah pasir, datar, 2% Tanah pasir, sedang, 2-7% Tanah pasir, curam, 7% Tanah gemuk, datar, 2% Tanah gemuk, sedang, 2-7% Tanah gemuk, curam, 7% Perdagangan Daerah kota lama Daerah pinggiran Perumahan Daerah single family Multi unit terpisah Multi unit tertutup Suburban Daerah apartemen Industri Daerah ringan Daerah berat Tabel 3.2 Koefisien Aliran C C 0,50 0,10 0,10 0,15 0,15 0,20 0,13 0,17 0,18 0,22 0,25 0,35 0,75 0,95 0,50 0,70 0,30 0,50 0,40 0,60 0,60 0,75 0,25 0,40 0,50 0,70 0,50 0,80 0,60 0,90 Taman, kuburan 0,10 0,25 Tempat bermain 0,20 0,35 Halaman kereta api 0,20 0,40 Daerah tidak dikerjakan 0,10 0,30 Jalan: beraspal Beton Batu 0,70 0,95 0,80 0,95 0,70 0,85 Atap 0,75 0,95 Sumber : Triatmojo (2010) Menurut Sosrodarsono (1993), aliran sungai itu tergantung dari berbagai faktor secara bersamaan, antara lain :

30 18 a. Elemen-elemen meteorologi 1) Jenis presipitasi Pengaruhnya terhadap limpasan sangat berbeda, yang tergantung pada jenis presipitasnya yakni hujan atau salju. Jika hujan maka pengaruhnya adalah langsung dan hidograf itu hanya dipengaruhi intensitas curah hujan dan besarnya curah hujan. 2) Intensitas curah hujan Pengaruh intensitas curah hujan pada limpasan permukaan tergantung dari kapasitas infiltrasi. Jika intensitas curah hujan melampaui kapasitas infiltrasi, maka besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan intensitas curah hujan. Akan tetapi besarnya peningkatan limpasan itu tidak sebanding dengan peningkatan curah hujan yang lebih, yang disebabkan oleh efek penggenangan di permukaan tanah. 3) Lamanya curah hujan Di setiap daerah aliran terdapat suatu lamanya curah hujan yang kritis. Jika lamanya curah hujan itu kurang dari lamanya yang kritis, maka lamanya limpasan itu praktis akan sama dan tidak tergantung dari intensitas curah hujan. 4) Arah pergerakan curah hujan Umumnya pusat curah hujan bergerak, curah hujan lebat yang bergerak sepanjang sistem aliran sungai akan sangat mempengaruhi debit puncak dan lamanya limpasan permukaan.

31 19 5) Curah hujan terdahului dan kelembaban tanah Jika kadar kelembaban lapisan teratas tanah tinggi, maka akan mudah terjadi banjir karena kapasitas infiltrasi yang kecil. b. Elemen daerah pengaliran 1) Kondisi penggunaan tanah (land use) Daerah hutan yang ditutupi tumbuh-tumbuhan yang lebat adalah sulit mengadakan limpasan karena kapasitas infiltrasinya yang besar. Jika daerah hutan ini dijadikan daerah pembangunan dan dikosongkan, maka kapasitas infiltrasi akan turun karena pemampatan permukaan tanah. 2) Daerah pengaliran Jika semua faktor-faktor termasuk besarnya curah hujan, intensitas curah hujan dan lain-lain itu tetap, maka limpasan itu (dinyatakan dengan dalamnya air rata-rata) selalu sama, dan tidak tergantung dari luas daerah pengaliran. 3) Kondisi topografi dalam daerah pengaliran Corak daerah pengaliran adalah faktor bentuk, yakni perbandingan panjang sungai utama terhadap lebar rata-rata daerah pengaliran. Jika faktor bentuk menjadi lebih kecil dengan kondisi skala perbandingan yang sama, maka hujan lebat yang merata akan berkurang dengan perbandingan sama sehingga sulit akan terjadi banjir. Elevasi daerah pengaliran dan elevasi rata-rata mempunyai hubungan yang penting terhadap suhu dan curah hujan. Demikian pula gradiennya mempunyai

32 20 hubungan dengan infiltrasi, limpasan permukaan, kelembaban dan pengisian air tanah. Gradien daerah pengaliran adalah faktor penting yang mempengaruhi waktu mengalirnya aliran permukaan, waktu konsentrasi ke sungai dari curah hujan dan mempunyai hubungan langsung terhadap debit banjir. 4) Jenis tanah Mengingat bentuk butir-butir tanah, coraknya dan cara mengendapnya adalah faktor-faktor yang menentukan kapasitas infiltrasi, maka karakteristik limpasan sangat dipengaruhi oleh jenis tanah daerah pengaliran. 1. Gambaran Umum E. Infiltrasi Infiltrasi adalah aliran air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Di dalam tanah air mengalir dalam arah lateral, sebagai aliran lateral, sebagai aliran antara (interflow) menuju mata air, danau, dan sungai; atau secara vertikal, yang dikenal dengan perkolasi (percolation) menuju air tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori-pori tanah dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler. Gaya gravitasi menyebabkan aliran selalu menuju ke tempat yang lebih rendah, sementara gaya kapiler menyebabkan air bergerak ke segala arah. Air kapiler selalu bergerak dari daerah basah menuju ke daerah yang lebih kering. Tanah kering mempunyai gaya kapiler yang lebih besar daripada tanah basah. Gaya tersebut berkurang dengan bertambahnya kelembaban tanah. Selain itu, gaya

33 21 kapiler berkerja lebih kuat pada tanah butiran halus seperti lempung daripada tanah berbutir kasar seperti pasir. Apabila tanah kering, air terinfiltrasi melalui permukaan tanah karena pengaruh gaya gravitasi dan gaya kapiler pada seluruh permukaan. Setelah tanah menjadi basah, gerak kapiler berkurang karena berkurang gaya kapiler. Hal ini menyebabkan penurunan laju infiltrasi. Sementara aliran kapiler pada lapis permukaan berkurang, aliran karena pengaruh gravitasi berlanjut mengisi por-pori tanah. dengan terisinya pori-pori tana, laju infiltrasi berkurang secara berangsur-angsur sampai dengan laju perkolasi melalui tanah (Triatmojo, 2010). Daya infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum yang dimungkinkan, yang ditentukan oleh kondisi permukaan, termasuk lapisan atas tanah. Besarnya daya infiltrasi f dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Sedangkan daya perkolasi adalah laju perkolasi maksimum yang dimungkinkan, yang besarnya dipengaruhi oleh kondisi tanah dalam zona tidak jenuh, yang terletak diantara permukaan tanah dengan permukaan air tanah (Soemarto, 1999) Dalam infiltrasi dikenal dua istilah yaitu kapasitas infiltrasi dan laju infiltrasi, yang dinyatakan dalam mm/jam. Kapasitas infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu,sedang laju infiltrasi adalah kecepatan infiltasi yang nilainya tergantung pada kondisi tanah dan intensitas hujan. Gambar dibawah ini yang menunjukkan kurva kapasitas infiltrasi (fp), yang merupakan fungsi waktu.

34 22 Kapasitas Infiltrasi fp waktu Gambar 3.2 Kurva Kapasitas Infiltrasi (Triatmojo, 2010) Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal (Soemarto, 1999) sebagai berikut: a. Proses limpasan Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap ke dalam tanah. Sekali air hujan tersebut masuk kedalam tanah ia dapat diuapkan kembali atau dapat juga mengalir sebagai air tanah. Aliran air tanah berjalan sangat lambat. Semakin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi menjadi semakin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil. b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk evapotranspirasi dari zona tidak jenuh tadi. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir

35 23 tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler tanah. 2. Faktor-faktor yang mempengaruh daya infiltrasi (fρ) Menurut Triatmodjo (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi daya infiltrasi antara lain: a. Kedalaman genangan dan tebal lapis jenuh Air yang tergenang di atas permukaan tanah terinfiltrasi ke dalam tanah, yang menyebabkan suatu lapisan didalam tanah menjadi jenuh air b. Kelembaban tanah Jumlah kadar air tanah mempengaruhi kapasitas infiltrasi. Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan atas dari tanah tersebut menjadi basah, sedang bagian bawahnya relatif masih kering. Dengan demikian terdapat perbedaan yang besar dari gaya kapiler antara permukaan atas tanah dan yang ada dibawahnya. Karena adanya perbedaan tersebut, maka terjadi gaya kapiler yang bekerja bersama-sama dengan gaya berat, sehingga air bergerak ke bawah (infiltrasi) dengan cepat. Dengan bertambahnya waktu, permukaan bawah tanah menjadi basah, sehingga perbedaan gaya kapiler berkurang, sehingga infiltrasi berkurang. Selain itu, ketika tanah menjadi basah koloid yang terdapat dalam tanah akan mengembang dan menutupi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi pada periode awal hujan. c. Pemampatan oleh hujan

36 24 Ketika hujan jatuh di atas tanah, butir tanah mengalami pemadatan oleh butiran air hujan. Pemadatan tersebut mengurangi pori-pori tanah yang berbutir halus (seperti lempung), sehingga dapat mengurangi kapasitas infiltrasi. Untuk tanah pasir, pengaruh tersebut sangat kecil. d. Penyumbatan oleh butir halus Ketika tanah sangat kering, permukaannya sering terdapat butiran halus. Ketika hujan turun dan infiltrasi terjadi, butiran halus tersebut terbawa masuk ke dalam tanah, dan mengisi pori-pori tanah, sehingga mengurangi kapasitas infiltrasi. e. Tanaman penutup Banyaknya tanaman yang menutupi permukaan tanah, seperti rumput atau hutan, dan menaikkan kapasitas infiltrasi tanah tersebut. Dengan adanya tanaman penutup, air hujan tidak dapat memampatkan tanah, dan juga akan membentuk lapisan humus mengembang dan lobang-lobang (sarang) yang dibuat serangga akan menjadi sangat permeabel. Kapasitas infiltrasinya bisa jauh lebih besar daripada tanah yang tanpa penutup tanaman. f. Topografi Kondisi topografi juga mempengaruhi infiltrasi. Pada lahan kemiringan besar, aliran permukaan mempunyai kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi. Akibatnya sebagai air hujan menjadi aliran permukaan. Sebaliknya, pada lahan yang datar air menggenang sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi.

37 25 g. Intensitas hujan Intensitas hujan juga berpengaruh terhadap kapasitas infiltrasi. Jika intensitas hujan I lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual adalah sama dengan intensitas hujan. Apabila intensitas hujan lebih besar dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi aktual sama dengan kapasitas infiltrasi. Seperti yang telah diuraikan di atas,bahwa daya infiltrasi menurun selama waktu hujan sebagai akibat dari: 1. Pemampatan permukaan tanah oleh pukulan butir-butir air hujan 2. Mengembangnya tanah liat dan partikel-partikel humus oleh lembabnya tanah 3. Tersumbatnya pori-pori oleh masuknya butir-butir tanah yang lebih kecil. 4. Terperangkapnya udara dalam pori-pori Data infiltrasi umumnya digambarkan dalam bentuk kurva seperti tampak pada gambar 3.3. Gambar tersebut menunjukkan hubungan laju infiltrasi dan air larian yang umum dijumpai pada hujan buatan dengan intensitas tetap.

38 26 Curah Hujan : 4,6 cm/jam Laju infiltrasi, air larian dan infiltrasi (cm/jam) Air Limpasan Infiltrasi Waktu (menit) Gambar 3.3 Kurva Hubungan Air Larian dan Infiltrasi Pada Hujan Buatan dengan Intensitas Tetap (Asdak, 2007) F. Tanah 1. Gambaran Umum Dalam ilmu mekanika tanah, tanah adalah himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antar butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik atau oksida-oksida yang mengendap di antara butiran tersebut. Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur digunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas yang telah ditentukan, akan tetapi istilah yang sama juga digunakan untuk menggambarkan sifat tanah yang khusus, sebagai contoh lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif dan plastis. Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran dan lebih dari satu macam ukuran partikelnya. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung saja. Akan tetapi, dapat bercampur dengan butiran-butiran ukuran lanau

39 27 maupun pasir dan mungkin juga terdapat campuran bahan organik. Ukuran partikel tanah dapat bervariasi mulai lebih besar dari 100 mm sampai dengan yang lebih kecil dari 0,001 mm (Hardiyatmo, 1992). 2. Sifat Sifat Tanah Untuk membedakan macam macam tanah yang berdasarkan atas sifat sifat tanah, maka dapat di golongkan sebagai berikut : a) Kerikil ( Gravel ) 1) Mudah dipadatkan dan dikeringkan 2) Mudah di drain dan tidak terpengaruh basah 3) Kerikil yang padat merupakan fondasi yang baik b) Pasir ( Sand ) 1) Gradasi baik 2) Mudah dikeringkan dan sedikit dipengaruhi basah 3) Pasir yang tajam baik untuk bahan fondasi 4) Permeabilitas besar dan mudah didrain 5) Butir butir lepas ( dan kohesi = 0 ) non kohesif 6) Berat jenis lebih besar dari 2,6 Kg/cm 3 7) Settlement segera berhenti setelah diberi beban 8) Sudut gesek dalam tanah untuk pasir pelat min 30 0 (loose sand = 28 0 ) 9) Kapasitas rendah (20 cm) 10) Nilai sondir relatif tinggi (30 kg/cm 2 ) c) Lumpur ( Silt ) 1) Tidak ada plastisnya 2) Dalam keadaan kering sedikit sekali daya lekatnya 3) Sukar dipadatkan 4) Warna seperti lempung atau pasir halus 5) Stabilitasnya tidak dapa dipercaya 6) Berat jeisnya lebih besar dari 2,6 Kg/cm 3 7) Nilai sondir relatif rendah, kurang dari 30 Kg/cm 3

40 28 8) Permeabilitas sangat kecil. d) Lempung (Clay) 1) Dalam keadaan basah tertentu bersifat plastis 2) Dalam keadaan kering keras sekali 3) Permeabilitasnya kecil sekali (rapat air) 4) Lempung kering dan basah sukar sekali dipadatkan 5) Gaya muai dan susut besar sekali 6) Kapasitas tinggi 7) Kohesi besar 8) Nilai sondir kecil ( kurang dari 10 Kg/cm 3 ) 9) Pemadatan dan settlement terjadi terus menerus e) Lem (colloids) 1) Penglulusan air sukar sekali sehingga sukar di drain. 2) Dalam keadaan kering keras sekali dan seing tercampur 3) Gaya muai dan susut besar sekali 4) Tanah lem terdiri dari butir yang kecil dan sering tercampur dengan bahan - bahan organic dan kapur f) Kapur (Morgel) Terdiri dari butir kapur, terutama karbonat dan kalsium g) Tanah sampah ( Humus atau Organik ) Pada tanah sampah, struktur sampah atau tanah masih berat, hal ini terlihat oleh mata, kalau struktur terlihat dinamakan humus dan organik. (Hardiyatmo, 1992). 3. Jenis-jenis Tanah Klasifikasi tanah sangat diperlukan untuk memberi gambaran atau mengidentifikasikan mengenai sifat-sifat tanah guna perencanaan dan pelaksanaan suatu pekerjaan struktur.

41 29 Menurut UCGS, tanah dikelompokkan secara garis besar menjadi tiga kelompok, yaitu : a) Tanah berbutir kasar, jika <50 % butirannya lolos saringan no. 200 b) Tanah berbutir halus jika >50 % butirannya lolos saringan no. 200 c) Tanah organik, dapat dikenal dari warna, bau, dan sisa tumbuhan yang terkandung di dalamnya (Hardiyatmo, 1992). Tabel 3.3 Jenis Tanah Berdasarkan Ukuran No Jenis Tanah Ukuran Butir 1 Kerikil (gravel) > 4,75mm 2 Pasir (sand) 0,075-4,75mm 3 Lanau (silt) 0,005-0,075mm 4 Lempung (clay) < 0,005mm 5 Butir lempung sangat halus < 0,002mm disebut sebagai colloid Sumber : (Daruslan, 1994 dalam Devi, 2008) G. Air Tanah 1. Pengetahuan dasar Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang membentuk itu dan di dalam retakretak dari batuan. Air tanah bersumber dari air hujan yang masuk ke dalam tanah melalui pori-pori tanah atau air yang tersimpan sejak lama didalam tanah yang berupa air tanah dangkal, air tanah dalam, Mata air ( mata air gravitasi dan mata air artesis). 2. Keadaan tanah Lapisan yang dapat dilalui dengan mudah oleh air tanah seperti lapisan pasir atau lapisan kerikil disebut lapisan permeable. Lapisan yang sulit dilalui air tanah seperti lapisan lempung atau lapisan split disebut lapisan kedap air

42 30 (aquiclude) dan lapisan yang menahan air seperti lapisan batuan (rock) disebut lapisan kebal air (aquifuge). Kedua jenis lapisan ini disebut lapisan impermeabel. Lapisan permeable yang jenuh dengan air tanah disebut juga akifer (lapisan pengandung air). Menurut asdak (2007) akifer dibedakan menjadi dua yaitu : a. Akifer bebas (unconfined aquifer) Akifer bebas terbentuk ketika muka air tanah (water table) menjadi batas atas zona tanah jenuh. Tinggi muka air tanah berfluktuasi tergantung pada jumlah dan kecepatan air (hujan) masuk kedalam tanah, pengambilan air tanah, dan permeabilitas tanah. b. Akifer terkekang (confined aquifer) Akifer terkekang dikenal sebagai artesis, terbentuk ketika air tanah dalam dibatasi oleh lapisan kedap air sehingga tekanan di bawah lapisan kedap air tersebut lebih besar daripada tekanan atmosfer. H. Kelembaban Tanah Air hujan masuk kedalam tanah dalam bentuk kelembaban tanah pada tanah tidak jenuh dan sebagian air tanah jenuh atau berbatu. Tekstur dan struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kemampuan tanah dalam menampung air (kelembaban tanah). Menurut asdak (2007) kelembaban tanah umumnya terbentuk melalui tiga proses :

43 31 1. Kelembaban higroskopis adalah kelembaban yang terjadi karena air terikat pada lapisan tipis butir-butir tanah. Air terikat ini tidak dapat bergerak dan oleh karenanya tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman 2. Kelembaban kapiler adalah kelembaban tanah yang terjadi oleh adanya gaya tarik menarik antara butir-butir tanah. Air yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh tanaman. 3. Kelembaban gravitasi adalah kelembaban yang terjadi sebagai akibat adanya gaya tarik bumi, yaitu air dalam posisi peralihan menuju ke pori-pori tanah yang lebih besar. I. Low Impact Development ( LID ) Low Impact Development (LID) merupakan suatu pembaharuan dalam pengelolaan air dengan prinsip dasar terbuat dari alam (natural). Pengembangan LID dimulai dengan memperkenalkan Bioretention system pada pertengahan tahun 1990-an di daerah Prince George, Maryland. Desain LID digunakan untuk menghilangkan polutan-polutan dari air dan mengurangi volume run-off atau limpasan (Anonim, 1999 dalam Susetyono, 2008). Salah satu cabang LID adalah Bioretention System. Sketsa desain Bioretention System dapat dilihat pada Gambar 3.6. Air limpasan m 2 m Clean stone (Ø 50 mm) Non wooven filter fabric 150 mm 300 mm Gambar 3.4 Tampak Samping Desain Bioretention system (Anonim, 1996 dalam Susetyono, 2008)

44 32 Dari Gambar 3.4 dapat dijelaskan bahwa Bioretention system memiliki : 1) Ponding atau kolam dimaksudkan untuk tempat tampungan limpasan pada area yang cekung. Dapat diisi dengan media tertentu seperti pasir dan kerikil. 2) Non-woven filter fabric yaitu tempat penyaring air yang dapat diisi dengan berbagai media penyaring. 3) Sand atau pasir, merupakan jenis media penyerap air yang mudah dialiri air, sehingga diharapkan mampu menyerap air limpasan dengan cepat. 4) Clean stone atau kerikil, yang juga merupakan media penyerap air yang baik karena butiran-butiran satu dengan yang lainnya tidak menyatu sehingga air cepat mengalir melalui celah-celah butiran. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari sistem LID tersebut, antara lain adalah : 1) Biaya perawatan yang murah, karena sistem ini tidak memerlukan banyak perawatan. 2) Mengurangi volume limpasan pada saluran drainasi. 3) Menambah ketinggian muka air tanah dan melindungi kesempurnaan aliran. 4) Sebagai pencagaran air (water conservation). Sistem LID ini juga memiliki keterbatasan antara lain : 1) Tidak dapat digunakan untuk memperlakukan area drainasi yang luas sehingga membatasi penggunaannya pada beberapa tempat. 2) Cenderung untuk membutuhkan wilayah yang luas (sekitar 5% area yang akan dikeringkan).

45 33 J. Kehandalan Model Unit Resapan Volume hujan dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut : V = I x A x t.....(3.4) dengan, V = Volume (m 3 ) I = Intensitas hujan (mm/jam) A = Luas permukaan (m 2 ) t = Waktu (detik) Sehingga didapat volume air hujan yang terinfiltrasi adalah: V(Air hujan terinfiltrasi) = Volume hujan Limpasan.. (3.5) Dari hasil kenaikan muka air tanah, maka kehandalan model unit resapan dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut: Terhadap sumur kosong = kenaikan MAT II kenaikan MAT I x 100 %.(3.6) kenaikan MAT I Terhadap sumur MUR= kenaikan MAT III kenaikan MAT I x 100 % (3.7) kenaikan MAT I

46 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Tahapan Penelitian Mulai Persiapan Model Unit Resapan - Persiapan media tanah lempung - Pengaturan air hingga air tanah mula-mula -150 cm Persiapan alat uji hujan rainfall simulator -Pengaturan hujan -Durasi hujan tidak Model siap uji ya Pengambilan data primer: 1. Selama hujan Mencatat: Intensitas hujan, kelembaban awal, limpasan, kenaikan MAT tiap 10 menit dari awal sampai akhir hujan. 2. Setelah hujan berhenti Mencatat: Kelembaban tanah akhir, dan kenaikan MAT akhir. Analisis dan Pembahasan 1. Hubungan antara waktu dengan kelembaban tanah 2. Hubungan antara waktu dengan Perubahan MAT 3. Hubungan antara waktu dengan limpasan permukaan 4. Hubungan antara volume hujan terhadap infiltrasi 5. Hubungan antara kehandalan model terhadap perubahan MAT Kesimpulan dan Saran Selesai Gambar 4.1 Tahapan Penelitian Model Unit Resapan 34

47 35 B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lahar dan Dormitory desa Sopalan, Depok, Maguwoharjo, Yogyakarta, Indonesia, menggunakan rainfall simulator C. Desain Model Infiltrasi Desain model infiltrasi mengacu pada skema aliran pada unit resapan dari lahan pemukiman. Skema penelitian dan desain serta tampang model infiltrasi dapat dilihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3.a, dan Gambar 4.3.b. Menguap ( e ) Hujan atau limpasan ( a ) Debit input ( c ) Debit luapan ( d ) Lahan yang dicemari Lahan Meresap dilahan ( b ) Genangan ( c 1 ) uji kelembaban Resapan ke tanah samping ( f 2 ) Keterangan 1. ( a ) = ( b ) + ( c ) + ( e ) 2. ( c ) = ( d )+( c 1 + c 2 ) 3. ( c 1 + c 2 ) = ( f 1, 2, 3 )+( kelembaban unit ) 4. d identik g media lapisan ( c 2 ) f 3 = f 2 Sumur uji ( h 1-4 ) Debit output ( g ) Resapan ke tanah bawah ( f1) Gambar 4.2 Skematik Aliran pada Unit Resapan dari Lahan Pemukiman

48 36 Gambar 4.3.a Desain Tampak Atas Tanah Sekitar dan Sumur Resapan Dari Gambar 4.3.a skema tampak atas dari model unit resapan terdiri atas bagian utama, yaitu model unit resapan berbentuk persegi dengan ukuran 170x170x200 cm 3. Model ini dibagi menjadi tiga ruang, ruang pertama berukuran 150x150x200 cm 3, ruang ini akan disi dengan tanah lempung. Ruang yang kedua

49 37 berukuran 170x20x200 cm, didalam ruangan ini diisi air sebagai indikator perubahan MAT dengan ketinggian -150 cm 3. Ruang ketiga yang merupakan sumur resapan berukuran 30x30x100 cm 3. Gambar 4.3.b Desain Tampak Sisi Samping Model unit resapan pada Gambar 4.3.b tampak sisi samping, untuk pengambilan data luapan maka pada bagian sisi atas sumur resapan diberi saluran luapan dengan pipa. Pada ke dua sisi model diberi 9 lubang yang masing-masing

50 38 ketinggiannya berjarak 20 cm untuk pengambilan data kelembaban tanah. Kran pada salah satu sisi berguna dalam mengatur tinggi MAT yang diinginkan dan pada bagian bawah model diberi 12 lubang yang akan dihubungkan dengan selang pengukuran sebagai pemantau kenaikan MAT setiap 10 menit. Pada penelitian ini media yang digunakan berupa tanah lempung yang diambil dari lokasi penelitian. Parameter tanah tidak diubah dan sesuai kondisi aslinya.. Untuk keperluan pengambilan data limpasan permukaan, maka diatas sumur resapan diberi ruang kosong dengan ketinggian 10 cm, dan selisih tinggi antara aliran limpasan dan aliran luapan adalah 10 cm sehingga tinggi total freeboard menjadi 20 cm. Gambar 4.4 Model Unit Resapan

51 39 D. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan adalah : 1. Intensitas hujan terhadap waktu berupa rainfall simulator yang dimiliki oleh Lab Sabo, Yogyakarta 2. Perubahan m.a.t terhadap waktu menggunakan : piezometrik (water pass) berjumlah 21 titik (12 titik arah diagonal horizontal dan 9 titik arah horizontal) 3. Kelembaban terhadap waktu dengan soil capacity meter berjumlah 2 buah dengan mengukur kelembaban di 23 titik (9 sisi vertikal + 9 sisi vertikal + 5 permukaan tanah). 4. Alat Ukur debit gelas ukur dan stopwatch. 5. Alat Ukur kualitas (ph meter) E. Pelaksanaan Penelitian Pelaksanaan penelitian dimulai dari persiapan bahan dan alat di Laboratorium Mekanika Tanah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang kemudian dibawa menuju ke Laboratorium Lahar Sabo maguoharjo pada hari jum at, 22 mei 2009 pukul WIB dan pada hari jum at, 05 mei Adapun tahap penelitiannya antara lain sebagai berikut : 1. Persiapan Model Persiapan model berupa : a. Buat model unit resapan b. Persiapan tanah

52 40 c. Alat ukur 2. Kalibrasi Model Kalibrasi Model : a. Memasukkan Tanah 1) Tanah yang telah disiapkan di laboratorium mekanika tanah UMY. Tanah tersebut sudah diukur gradasi, kehomogenan, kelembaban awal, kepadatannya dan volumenya. Tanah yang telah diuji dimasukkan kedalam karung, dengan total volume tanah 6 m 2 (± 250 karung). Kemudian karung yang berisi tanah dibawa ke laboratorium lahar Sabo dengan truck. Tanah yang sudah siap dimasukkan ke dalam model uji dengan kepadatan yang sama dengan di lapangan. 2) Permukaan tanah diatur kemiringannya rata-rata yaitu 2-7 %, diambil 7% maka sepanjang 1.5 m, sisi terjauh dari MUR lebih tinggi 10 cm (miring ke MUR) 3) M.a.t mula mula sejajar dengan m.a.t kondisi awal 4) Siapkan soil / field capacity meter untuk mengukur kelembaban tanah mula-mula. 5) Kelembaban tanah di semua titik vertical di catat, diatas m.a.t maksimum 50% dan dibawah m.a.t mula mula lebih dari 50% 6) Kelembaban dipermukaan tanahnya juga dicatat minimal di 5 titik secara merata 7) Kemudian diberi hujan sampai m.a.t -150 cm, sekaligus dicatat intensitas hujan, durasi, kelembaban dan perubahan m.a.t. (sebagai data awal berapa intensitas hujan yang akan digunakan).

53 41 b. Tes Rainfall Simulator MUR c. Kalibrasi MUR 1) Kalibrasi penentuan intensitas hujan i. Catat angka intensitas hujan digitalnya (dikamar) ii. Catat / takar intensitas hujan di alat penakar hujan iii. Hujan normal / sedang antara mm/jam, setelah kalibrasi didapatkan 60 mm/jam iv. Hujan deras > 60 mm/jam, setelah dilakukan kalibrasi didapatkan 192 mm/jam 2) Kalibrasi intensitas hujan MUR i. Model telah diisi tanah kemudian diberi hujan buatan ii. Buat kelembaban mula-mula merata/ semua disemua titik iii. Hitung kecepatan air dalam tanah (asumsi antara 1 3 meter/hari), untuk menentukan bukaan kran maksimum hanya di m.a.t mulamula. iv. Q bukaan kran = kec air di dalam tanah x A lubang = 3 m/hari x 0,112 m 2 = 0,004 liter/detik = 0,23 liter/menit. 3. Pengambilan Data Pengambilan data berupa : a. Rainfall Simulator dicatat : 1) Intensitas hujannya 2) durasinya b. Data perubahan muka air tanah dan kelembaban tanah yang dicatat : 1) Perubahan m.a.t per 10 menit pada semua titik 2) Kelembaban tanah per 10 menit pada semua titik

54 42 c. Data debit yang dicatat : 1) Debit terluap setelah terjadi luapan (per 3 menit) d. Perubahan kualitas air (ph) (bila perlu) 4. Setelah pengujian selesai, data lapangan dikumpulkan kemudian dianalisis. F. Analisis Data Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan analisis hubungan, adapun tahap-tahap dalam analisis data sebagai berikut : a. Data curah hujan Data yang diambil dari alat yang disebut rainfall simulator tiap satuan waktu dihitung untuk mendapatkan nilai intensitas hujan. Selanjutnya nilai intensitas hujan dikalikan dengan luas tataguna lahan untuk mendapatkan nilai debit hujan tiap satuan waktu. b. Data kelembaban tanah Data diambil dari model unit resapan dengan menggunakan soil capacity meter tiap 10 menit pada 9 titik dihitung untuk mendapatkan data laju infiltrasi yang meresap dalam media tanah lempung. c. Data limpasan permukaan Data berupa waktu dan tinggi limpasan yang mengalir pada permukaan model resapan dengan kemiringan 10 cm, limpasan dialirkan melalui pipa terbuka dan limpasan ditampung dengan gelas ukur per 3 menit selanjutnya akan diperoleh data volume limpasan.

55 43 d. Data Perubahan m.a.t terhadap waktu Data diperoleh dengan pengamatan kenaikan muka air tanah melalui pipa-pipa piezometrik (water pass). Dari pengamatan diperoleh data perubahan muka air tanah pada mula-mula -150 akibat dari infiltrasi hujan deras. e. Data volume air hujan terinfiltrasi pada model Untuk mengetahui jumlah air hujan yang terinfitrasi kedalam tanah, terlebih dahulu harus diketahui volume hujan.

56 BAB V ANALISIS PEMBAHASAN A. Data hasil Penelitian Hujan sesaat yang terjadi pada suatu tata guna lahan dengan intensitas dan durasi hujan tertentu mempunyai potensi mengakibatkan limpasan permukaan dalam jumlah tertentu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh besarnya kapasitas infiltrasi lahan tersebut. Dalam pengujian ini menggunakan rainfall simulator untuk menciptakan kondisi hujan sangat deras, data yang diambil meliputi perubahan muka air tanah, kelembaban tanah dan kadar airnya. Pengujian I dilaksanakan pada tanggal 26 mei 2009, pengujian II pada tanggal 1 juni 2009 dan pengujian III pada tanggal 10 juni 2009 dengan durasi hujan selama 120 menit. Data dan analisis hitungan pada pengujian di lapangan pada penelitian proses infiltrasi model sederhana dengan media tanah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran I. B. Perubahan Muka Air Tanah Akibat Infiltrasi 1. Hubungan antara perubahan muka air tanah terhadap waktu a) Pengujian pertama Menggunakan media tanpa MUR (Model Unit Resapan) pada kondisi hujan deras dengan intensitas hujan 140 mm/jam menggunakan durasi hujan selama 120 menit, pengambilan data diambil setiap 10 menit, 44

57 45 kedalaman muka air tanah mula-mula -150 cm dapat dilihat pada Gambar Titik 1 M.a.t (Cm) Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik Waktu (s) Titik 8 Titik 9 Gambar 5.1. Hubungan Perubahan Muka Air Tanah Terhadap Waktu Tanpa MUR. Dari Gambar 5.1. ditunjukkan bahwa, dari penelitian didapatkan perubahan muka air tanah terjadi pada menit ke-61 yang artinya proses infiltrasi baru terjadi setelah menit ke-61 dan perubahan muka air tanah berangsur-angsur mengalami kenaikan sampai menit ke-120. Kenaikan muka air tanah tertinggi mencapai -143,90 cm pada menit ke-120. Pada awal hujan, menunjukkan bahwa air hujan yang jatuh pada model unit resapan belum dapat terinfiltrasi dengan baik oleh tanah. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh permeabilitas profil tanah di atas permukaan air tanah (ground water level). Pada umumnya jenis tanah lempung mempunyai laju infiltrasi yang rendah sehingga debit limpasan

58 46 permukaan terjadi beberapa saat setelah hujan turun. Air yang memasuki tanah yang dari permukaan tanah, dengan jalan masuk yang tetap yaitu poripori tanah. Meskipun jumlah pori-pori dapat dianggap sama, tetapi volume pori dapat berubah-ubah. Pada tanah lempung pembengkakan (swelling) akibat pembasahan dapat mengurangi pori-pori tanah berukuran besar yang mempengaruhi laju infiltrasi dan kapasitas infiltrasi. b) Pengujian kedua Menggunakan media sumur kosong, cara pengambilan data sama seperti pengujian pertama. Dapat dilihat pada Gambar M.a.t (Cm) Waktu (s) Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8 Titik 9 Gambar 5.2 Hubungan Perubahan Muka Air Tanah Terhadap Waktu dengan Media Sumur Kosong. Dari Gambar 5.2. di atas menunjukan bahwa proses infiltrasi terjadi pada menit ke-41 dan perubahan muka air tanah berangsur-angsur mengalami kenaikan. Kenaikan muka air tanah tertinggi mencapai -136 cm pada menit ke-120.

59 47 Pada pengujian kedua ini berbeda pada pengujian satu perubahan muka air lebih cepat yaitu pada menit ke-41, hal ini dikarenakan pada pengujian ini menggunakan media sumur kosong. Selain terinfiltrasi air hujan sebagian masuk dan tertampung disumur yang dapat masuk langsung ke dalam tanah, kemudian masuk ke permukaan air di mana dibawahnya terdapat air tanah (groud water) yang terperangkap di lapisan tanah yang jenuh, oleh karena itu jumlah debit limpasan berkurang dari pengujian sebelumnya. Tetapi pada pengujian ini karena menggunakan media sumur kosong dan tidak ada proses penyaringan air hujan. Otomatis partikelpartikel debu hasil erosi dari daerah tangkapan air terbawa masuk kesumur dan menyumbat pori-pori lapisan Aquifer yang ada. c) Pengujian ketiga Menggunakan media dengan MUR ( Model Sumur Resapan), cara pengambilan data sama seperti pengujian sebelumnya. Hasil penelitian dapat dilihat pada Gambar Titik Titik 2 M.a.t (Cm) Waktu (s) Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8 Titik 9 Gambar 5.3 Hubungan Antara Perubahan Muka Air Tanah Terhadap Waktu dengan MUR

60 48 Dari Gambar 5.3. menunjukkan bahwa, dari penelitian pengujian menggunakan MUR ketika hujan diturunkan terjadi perubahan muka air tanah setelah menit ke-41 yang dan berangsur-angsur mengalami kenaikan sampai menit ke-120. Kenaikan muka air tanah tertinggi mencapai -138 cm pada menit ke-120. Pada pengujian ketiga ini perilaku penurunan muka air tanah hampir sama pada pengujian kedua akan tetapi berbeda pada hasil kenaikan muka air tanah pada menit ke-120. Hal ini dapat dimungkinkan karena air hujan yang turun ke permukaan tanah dialirkan ke model sumur resapan. Dalam model sumur resapan terjadi proses penyaringan air sehingga laju kenaikan muka air tanah lebih lambat dari pengujian kedua, akan tetapi karena sudah melalui proses penyaringan air yang masuk kedalam lapisan permukaan air di mana di bawahnya terdapat air tanah (groud water) adalah air yang bersih sehingga tidak mencemari air tanah. 2. Hubungan antara kelembaban tanah terhadap waktu Untuk mengetahui laju infiltrasi dapat dilihat dari data kelembaban tanah. Data kelembaban tanah diambil setiap 10 menit pada 9 titik lubang kelembaban dan permukaan tanah. Hubungan antara kelembaban tanah dalam laju infiltrasi terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 5.4, Gambar 5.5, Gambar 5.6.

61 49 a) Pengujian I Pada pengujian ini tidak menggunakan model unit resapan. Tinggi muka air tanah mula-mula -150 berada pada titik 3, data hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 5.4 di bawah ini Node Kelembaban (%) Waktu (detik) prmkn Gambar 5.4 Hubungan Antara Kelembaban Tanah Tanpa MUR Terhadap Waktu Pada Pengujian I Dari Gambar 5.4 pada pengujian di atas terlihat dari kelembaban tanah dititik 3 pada menit ke-120 derajat kejenuhannya mencapai 70%, sedangkan permukaan tanah pada menit ke-70 derajat kejenuhan 75% hingga menit ke-120 mencapai 80%. menggunakan hujan sangat deras dengan intensitas hujan 140 mm/jam. Kecepatan infiltrasi selain dipengaruhi permeabilitas profil tanah juga sangat dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air tanah. Ketika air jatuh pada tanah kering, permukaan atas dari tanah tersebut menjadi basah, sedang bagian bawahnya relatif lebih kering. Dengan bertambahnya waktu,

62 50 permukaan tanah menjadi basah dan menyebabkan butiran tanah berkembang, dan demikian menutup ruangan pori-pori tanah sehingga mempengaruhi laju infiltrasi dan permukaan atas dari tanah lebih jenuh dari lapisan bawah dikarenakan laju infiltrasi yang lambat. b) Pengujian II Pada pengujian ini menggunakan media sumur kosong, dengan kondisi hujan sangat deras dengan intensitas hujan 140 mm/jam didapat data seperti Gambar Node Kelembaban (%) Waktu (detik) prmkn Gambar 5.5 Hubungan Antara Kelembaban Tanah Terhadap Waktu dengan Sumur Kosong Pada Pengujian II Dengan kondisi hujan yang sama pada pengujian ini, kelembaban tanah terlihat pada titik 3 derajat kejenuhan mencapai 100 % sampai menit ke-120, sedangkan tanah permukaan pada menit ke-70 derajat kejenuhan telah mencapai 75 % dan menit ke-120 derajat kejenuhan mencapai 80 %.

63 51 Pada pengujian ini tingkat perubahan kelembaban pada permukaan tanah lebih lambat dari pengujian sebelumnya, hal ini adanya media sumur kosong. Air hujan selain terinfiltrasi dan menjadi air limpasan air hujan sebagian masuk dan tertampung disumur yang dapat masuk langsung ke dalam tanah, kemudian masuk ke permukaan air di mana dibawahnya terdapat air tanah (groud water) yang terperangkap di lapisan tanah yang jenuh, oleh karena itu ketinggian muka air tanah juga berubah seiring waktu. Pada menit ke-100 pada titik 3 yang pada awalnya terletak di atas permukaan air tanah menjadi jenuh karena disebabkan muka air tanah. c) Pengujian III Pada pengujian ini menggunakan model unit resapan, dengan kondisi hujan sangat deras dengan intensitas hujan 140 mm/jam didapat data seperti Gambar 5.6 di bawah ini. 120 Node Kelembaban (%) Waktu (detik) prmkn Gambar 5.6 Hubungan Antara Kelembaban Tanah Terhadap Waktu dengan MUR Pada Pengujian III

64 52 Dari hasil pengujian menunjukan bahwa, dengan kondisi hujan yang sama terjadi perubahan kelembaban tanah yang hampir sama dengan pengujian II di titik 3 yaitu pada menit ke-120 derajat kejenuhan 100%, dan tanah permukaan derajat kejenuhan mencapai 80%. Pada pengujian ini tingkat perubahan kelembaban pada permukaan tanah hampir sama pada pengujian kedua akan tetapi yang membedakan adalah laju infiltrasi hal ini disebabkan pengujian menggunakan sumur resapan air yang tertampung disumur resapan diproses sebelum menuju muka air tanah. Dengan laju infiltrasi yang lebih lambat dari pengujian kedua menyebabkan pada pengujiaan ketiga ini kenaikan laju permukaan tanah lebih lambat dari pengujian kedua. C. Hubungan Efisiensi Pada penelitian ini, kemampuan atau efisiensi model infiltrasi sederhana dalam mengurangi limpasan permukaan akibat hujan sangat deras diindikasikan oleh adanya selisih antara tingginya kenaikan muka air tanah pada pengujian tanpa MUR dibandingkan dengan pengujian menggunakan MUR. 1. Hubungan antara waktu dengan debit limpasan permukaan Limpasan permukaan terjadi pada semua pengujian. Limpasan permukaan yang disebabkan karena menggunakan media tanah lempung yang mempunyai sifat lolos air yang rendah sehingga daya infiltrasi kedalam tanah juga kecil. Limpasan permukaan yang terjadi dapat terbaca pada grafik 5.7, 5.8, 5.9.

65 53 limpasan (mm/3menit) Waktu (detik) Limpasan Gambar 5.7 Hubungan Antara Limpasan Permukaan Terhadap Waktu Tanpa MUR Pada Pengujian I Dari grafik di atas menunjukan bahwa limpasan terjadi mulai dari menit ke-30 hingga menit ke-120, hal ini mengindikasikan proses infiltrasi mulai mengalami penurunan, ditandai dengan adanya limpasan permukaan dengan nilai limpasan rata-rata sebesar mm/3menit atau 0,0503 liter/dtk. Pada kejadian hujan yang berturutan, sebelum mencapai kejenuhan, air masih dapat di serap oleh tanah. Jika telah melebihi kejenuhan air hujan yang jatuh ke permukaan tanah akan dialirkan sebagai limpasan permukaan. Tanah berlempung mempunyai partikel mineral yang sangat halus dan ruang pori yang sangat kecil. Oleh karena itu, tanah lempung mempunyai prosentase lengas tanah yang tinggi dibanding jenis tanah lainnya. Tanah lempung akan cepat jenuh, sehingga menghasilkan aliran permukaan yang lebih banyak sesaat setelah mulai hujan seperti yang terjadi pada pengujian pertama yaitu terjadi setelah menit ke-30.

66 54 Limpasan (mm/3menit) Waktu (detik) Limpasan Gambar 5.8 Hubungan Antara Limpasan Permukaan Terhadap Waktu Sumur Kosong Pada Pengujian II Pada grafik di atas terjadi limpasan terjadi mulai dari menit ke-80 hingga menit ke-120, hal ini mengindikasikan proses infiltrasi mulai mengalami penurunan, ditandai dengan adanya limpasan permukaan dengan nilai limpasan rata-rata sebesar mm/3menit atau 0,04303 liter/dtk. Pada pengujian kedua air hujan yang jatuh ke permukaan tanah selain terinfiltrasi aliran air masuk ke sumur kosong, karena kapasitas sumur masih bisa menampung air hujan jatuh maka di awal-awal hujan tidak terjadi limpasan. Seiring waktu air hujan yang jatuh ke permukaan tanah melebihi daya tampung sumur, maka terjadi limpasan pada menit ke-80.

67 55 Limpasan (mm/3menit) Waktu (detik) Limpasan Gambar 5.9 Hubungan Antara Limpasan Permukaan Terhadap Waktu Dengan MUR Pada Pengujian III Dari grafik pengujian ini menunjukan bahwa limpasan terjadi mulai dari menit ke-80 hingga menit ke-120, hal ini mengindikasikan proses infiltrasi mulai mengalami penurunan, ditandai dengan adanya limpasan permukaan dengan nilai limpasan rata-rata sebesar mm/3menit atau 0,04134 liter/dtk. Pada pengujian ketiga ini seperti hal nya pada pengujian kedua limpasan terjadi sama pada menit ke-80, akan tetapi terjadi perbedaan pada kuantitas debit limpasan yang terjadi hal ini disebabkan pada pegujian air hujan yang tertampung di sumur resapan di proses sebelum masuk menuju muka air tanah. 2. Hubungan volume hujan terhadap infiltrasi a. Pengujian I Untuk mengetahui jumlah air hujan yang terinfitrasi kedalam tanah, terlebih dahulu harus diketahui volume hujan. Dengan intensitas hujan (I) 0,14

68 56 m/jam, luas area (A) 2,25 m 2, dan durasi hujan (t) selama 2 jam, maka volume hujan dapat dihitung dengan rumus : V = I x A x t = 0,14 m/jam x 2,25 m 2 x 2 jam = 0,63 m 3 = 630 liter Sehingga didapat volume air hujan yang terinfiltrasi adalah: V(Air hujan terinfiltrasi) = Volume hujan Limpasan = 630 (0,0503 x 7200) = 267,84 liter. Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa volume hujan pada pengujian selama 120 menit sebesar 630 liter, maka volume air hujan yang terinfiltrasi pada pengujian I tanpa MUR sebesar 267,84 liter. b. Pengujian II V = I x A x t = 0,14 m/jam x 2,25 m 2 x 2 jam = 0,63 m 3 = 630 liter Sehingga didapat volume air hujan yang terinfiltrasi adalah: V(Air hujan terinfiltrasi) = Volume hujan Limpasan = 630 (0,04303 x 7200) = 320,184 liter. Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa volume hujan pada pengujian selama 120 menit sebesar 630 liter, maka volume air hujan yang terinfiltrasi pada pengujian II sumur kosong sebesar 320,184 liter.

69 57 c. Pengujian III V = I x A x t = 0,14 m/jam x 2,25 m 2 x 2 jam = 0,63 m 3 = 630 liter Sehingga didapat volume air hujan yang terinfiltrasi adalah: V(Air hujan terinfiltrasi) = Volume hujan Limpasan = 630 (0,04134 x 7200) = 332,352 liter. Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa volume hujan pada pengujian selama 120 menit sebesar 630 liter, maka volume air hujan yang terinfiltrasi pada pengujian III dengan MUR sebesar 332,352 liter. 3. Pengaruh Kenaikan Muka Air Tanah Terhadap Waktu Pengujian tanpa MUR, volume hujan sebesar 630 liter, air yang terinfiltrasi sebesar 267,84 liter dan air yang terlimpas sebesar 362,16 liter. Limpasan terjadi pada menit ke-30. Dengan besarnya air yang terinfiltrasi menaikan muka air setinggi 6,1 cm. Pada pengujian dengan sumur kosong, dengan volume hujan yang sama sebesar 630 liter, air yang terinfiltrasi sebesar 320,184 liter dan air yang terlimpas sebesar 309,816 liter. Limpasan terjadi pada menit ke-80. Dengan besarnya air yang terinfiltrasi menaikan muka air setinggi 14 cm. Sedangkan pada pengujian dengan menggunakan MUR, volume hujan sama seperti dua pengujian sebelumnya, air yang terinfiltrasi sebesar 332,352 liter dan air yang terlimpas sebesar 297,648 liter. Limpasan terjadi pada menit

70 58 ke-80. Dengan besarnya air yang terinfiltrasi menaikkan muka air setinggi 12 cm. 4. Hubungan kenaikan elevasi MAT terhadap kehandalan Model Unit Resapan Dari hasil persentase kenaikan muka air tanah, maka kehandalan model unit resapan dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut: Terhadap sumur kosong = kenaikan MAT II kenaikan MAT I x 100 % kenaikan MAT I Terhadap sumur MUR= kenaikan MAT III kenaikan MAT I x 100 % kenaikan MAT I Dari persamaan diatas maka dapat disimpulkan kehandalan unit resapan dapat diketahui dalam tabel 5.1. Tabel 5.1 Data Durasi Hujan, Nilai MAT mula-mula, Kenaikan MAT dan Nilai Kehandalan Unit Resapan Uji Durasi Hujan (Menit) MAT mula-mula (cm) Kenaikan MAT (cm) Kehandalan Unit Resapan (%) I ,1 0 II ,5 III ,72 Dari persamaan tersebut diperoleh hasil bahwa kehandalan model sumur kosong sebesar 129,5%. Sedangkan kehandalan dengan MUR sebesar 96,72%. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kehandalan Model Unit

71 59 Resapan (MUR) mampu menaikan muka air tanah akan tetapi lebih lambat dibandingkan tanpa menggunakan MUR.

72 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Dari seluruh pengujian pada saat menit ke-120 menunjukkan perubahan muka air tanah dan kelembaban yang bervariasi. Pada Pengujian I (tanpa MUR) kenaikan air tanah mencapai -143,90 cm dan kelembaban tanah dititik 3 derajat kejenuhannya mencapai 70%, sedangkan permukaan tanah mencapai 80%. Pada pengujian II (sumur kosong) kenaikan air tanah mencapai -136 cm dan kelembaban tanah dititik 3 derajat kejenuhannya mencapai 100%, sedangkan permukaan tanah mencapai 75%. Pada pengujian III (dengan MUR) kenaikan air tanah mencapai -138 cm dan kelembaban tanah dititik 3 derajat kejenuhannya mencapai 100%, sedangkan permukaan tanah mencapai 80%. 2. Semakin besarnya debit limpasan mengakibatkan efisiensi model infiltrasi menurun, hal tersebut dapat dilihat pada pengujian. Pada pengujian I (tanpa MUR) debit limpasan rata-rata sebesar 0,0503 liter/detik dengan persentase kenaikan MAT sebesar 4,06%. Pada pengujian II (sumur kosong) debit limpasan rata-rata sebesar 0,04303 liter/detik dengan persentase kenaikan MAT sebesar 9,33%. dan pada pengujian III (dengan MUR) debit limpasan rata-rata sebesar 0,04134 liter/detik persentase kenaikan MAT sebesar 8%. Dari hasil persentase kenaikan muka air tanah diperoleh hasil bahwa 60

73 61 kehandalan model sumur kosong sebesar 129,5%. Sedangkan kehandalan dengan MUR sebesar 96,72%. B. Saran 1. Pada penelitian selanjutnya, dilaksanakan pada area tata guna lahan, media, dan juga menggunakan luasan model infiltrasi yang berbeda, sehingga dapat membandingkan kelebihan dan kekurangan dengan peneliti sebelumnya. 2. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa kehandalan model unit resapan (MUR) mampu menaikan muka air tanah akan tetapi lebih lambat dibandingkan dengan sumur kosong akan tetapi sumur kosong tidak disarankan karena kurang efektif dalam pemeliharaan (maintenance). 3. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan bahan dalam model infiltrasi bagian tepi dibuat menggunakan kaca tidak dengan akrilik karena akrilik tidak dapat menahan beban air hujan yang deras masuk yang masuk kedalam model infiltrasi 4. Diharapkan model infiltrasi alam sederhana ini bisa diterapkan di kawasan pemukiman, khususnya yang berada di daerah hulu sungai, karena model infiltrasi sederhana ini sangat bermanfaat minimal untuk menurunkan limpasan permukaan.

74 DAFTAR PUSTAKA Asdak, Chay, 2007, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Defi, S Lestari, 2008, Pengaruh Model Infiltrasi Terhadap Kuantitas Limpasan Permukaan Akibat Hujan Dengan Pengukuran Langsung, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Hardiyatmo, C.H., 1992, Mekanika Tanah I, Gramedia Pustaka Utama, Yogyakarta. Harimawan, Ananto, 2001, Materi Kuliah Hidrologi, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Indarto, 2010, Hidrologi Dasar Teori Dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi, Bumi Aksara, Jakarta. Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Nomor 1451 K/10/MEM/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah. Sosrodarsono S., Takeda K., 2006, Hidrologi Untuk Pengairan, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. Susetyono, R Broto, 2008, Pengaruh Model Infiltrasi Terhadap Kuantitas Limpasan Permukaan Akibat Hujan Langsung, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta. Triatmojo, Bambang, 2010, Hidrologi Terapan, Beta Offset, Yogyakarta. Widianti, Anita, 2004, Pengantar Geologi dan Mekanika Tanah, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

75

76 PERUBAHAN MUKA AIR TANAH Tanggal ambil data : selasa, 26/05/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Tanpa MUR m.a.t mula : 150 Arah HorIzontal Utara Waktu Titik 1 M.a.t (Cm) Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik Waktu (s) Titik 8 Titik 9

77 PERUBAHAN MUKA AIR TANAH PERUBAHAN MUKA AIR TANAH Tanggal ambil data : senin, 1/06/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Sumuran Kosong m.a.t mula : 150 waktu Arah HorIzontal Utara M.a.t (Cm) Waktu (s) Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8 Titik 9

78 Tanggal ambil data : rabu, 10/06/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Dengan MUR m.a.t mula : 150 Waktu Arah HorIzontal Utara M.a.t (Cm) Waktu (s) Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8 Titik 9

79 PERUBAHAN KELEMBABAN TANAH Tanggal ambil data : selasa, 26/05/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Tanpa MUR m.a.t mula : 150 Waktu Node Kelembaban (%) prmkn ket : a. jenuh ( 75%), b. jenuh mula2 ( 20% or 30%), c. m.a.t 100 : 1-2 terisi air (jenuh 100%) 120 Node Kelembaban (%) Waktu (detik) prmkn

80 PERUBAHAN KELEMBABAN TANAH Tanggal ambil data : senin, 1/06/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Sumuran Kosong m.a.t mula : 150 Waktu Node Kelembaban (%) prmkn ket : a. jenuh ( 75%), b. jenuh mula2 ( 20% or 30%), c. m.a.t 100 : 1-3 terisi air (jenuh 100%) 120 Node Kelembaban (%) Waktu (detik) 9 prmkn

81 PERUBAHAN KELEMBABAN TANAH Tanggal ambil data : rabu, 10/06/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Sumuran Kosong m.a.t mula : 150 Waktu Node Kelembaban (%) prmkn ket : a. jenuh ( 75%), b. jenuh mula2 ( 20% or 30%), c. m.a.t 100 : 1-3 terisi air (jenuh 100%) 120 Node Kelembaban (%) Waktu (detik) prmkn

82 LIMPASAN PERMUKAAN Tanggal ambil data : selasa, 26/05/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Tanpa MUR m.a.t mula : 150 waktu Limpasan (mm/3mnt) limpasan (mm/3menit) Limpasan Waktu (detik)

83 LIMPASAN PERMUKAAN Tanggal ambil data : senin, 1/06/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Tanpa MUR m.a.t mula : 150 waktu Limpasan (mm/3mnt) Limpasan (mm/3menit) Waktu (detik) Limpasan

84 LIMPASAN PERMUKAAN Tanggal ambil data : rabu, 10/06/2009 Jam : Jenis Tanah : Clay Hujan : Deras Unit Resapan : Tanpa MUR m.a.t mula : 150 waktu Limpasan (mm/3mnt) Limpasan (mm/3menit) Waktu (detik) Limpasan

85 ` LABORATORIUM MEKANIKA TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Status :Terakreditasi B (SK BAN PT No. 002/ BAN-PT/Ak-II/XII/1998, Tanggal 22 Desember 1998) Alamat : Kampus I UMY JL. HOS Cokroaminoto 17 Yogyakarta Telp. (0274) Fax. (0274) GRAFIK DISTRIBUSI UKURAN BUTIR TANAH Ukuran butir Persen lewat saringan mm % Grafik Distribusi Ukuran Butir Tanah Persen Lewat Saringan (%) Ukuran Butir (mm)

86 LABORATORIUM MEKANIKA TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Status :Terakreditasi B (SK BAN PT No. 002/ BAN-PT/Ak-II/XII/1998, Tanggal 22 Desember 2010) Jl.Lingkar Selatan Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta Telp. (0274) Fax. (0274) Kepentingan Lokasi : Penelitian : Laboratorium Lahar dan Dormitory Yogyakarta Tanggal : 30 Juli 2009 Peneliti : Prasetyo Adi : N Noorliani PEMERIKSAAN KEPADATAN TANAH LAPANGAN (SAND CONE METHOD) Ketinggian -200 cm Berat botol + corong kosong Berat pasir + corong + air Volume botol V = ( W W ) 2 γ w 1 BOTOL W gram W gram V 4157 cm 3 Berat botol + pasir penuh Berat pasir PASIR W gram W p gram Berat volume pasir γ o W p = V γ o gr/cm 3 Berat botol + pasir secukupnya Berat botol + sisa pasir Pasir isi kerucut Berat botol + pasir Berat botol + sisa pasir Berat kaleng Berat kaleng + tanah Berat tanah Berat cawan Berat cawan + tanah basah KERUCUT W gram W gram W o gram LAPANGAN W gram W gram W gram W gram W 1031 gram KADAR AIR TANAH a a gram b b gram Berat cawan + tanah kering Kadar air tanah lapangan Kadar air rata - rata Kepadatan tanah = Berat volume kering tanah c c w w w KEPADATAN TANAH γ o W9 W8 γ k = x 1+ w W6 W7 Wo γ k gram % % gr/cm 3

87 LABORATORIUM MEKANIKA TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Status :Terakreditasi B (SK BAN PT No. 002/ BAN-PT/Ak-II/XII/1998, Tanggal 22 Desember 1998) Jl.Lingkar Selatan Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta Telp. (0274) Fax. (0274) Kepentingan : Penelitian Tanggal :30 Juli 2009 Lokasi : Laboratorium Lahar dan Dormitory Yogyakarta Peneliti : Prasetyo Adi N : Noorliani PEMERIKSAAN KEPADATAN TANAH LAPANGAN (SAND CONE METHOD) Ketinggian -150 cm BOTOL Berat botol + corong W gram Berat pasir + corong + air W gram ( ) Volume botol W2 W1 V = V 4157 cm 3 γ w PASIR Berat botol + pasir penuh W gram Berat pasir W p gram W Berat volume pasir γ = p γ o gr/cm 3 o V KERUCUT Berat botol + pasir secukupnya W gram Berat botol + sisa pasir W gram Pasir isi kerucut W o gram LAPANGAN Berat botol + pasir W gram Berat botol + sisa pasir W gram Berat kaleng W gram Berat kaleng + tanah W gram Berat tanah W 1056 gram KADAR AIR TANAH Berat cawan a a gram Berat cawan + tanah basah b b gram ( ) ( ) 100% Berat cawan + tanah b c w = x kering c a c c gram Kadar air tanah lapangan w w % Kadar air rata - rata w % KEPADATAN TANAH Kepadatan tanah = Berat volume kering tanah γ o W9 W8 γ k = x 1+ w W6 W7 W o γ k gr/cm 3

88 LABORATORIUM MEKANIKA TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Status :Terakreditasi B (SK BAN PT No. 002/ BAN-PT/Ak-II/XII/1998, Tanggal 22 Desember 1998) Jl.Lingkar Selatan Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta Telp. (0274) Fax. (0274) Kepentingan : Praktikum Tanggal : 30 Juli 2009 Lokasi : Laboratorium Lahar dan Dormitory Yogyakarta Peneliti : Prasetyo Adi N : Noorliani PEMERIKSAAN KEPADATAN TANAH LAPANGAN (SAND CONE METHOD) Ketinggian -100 cm BOTOL Berat botol + corong W gram Berat pasir + corong + air W gram ( ) W2 W1 V = Volume botol γ V 4157 cm 3 w PASIR Berat botol + pasir penuh W gram Berat pasir W p gram Berat volume pasir W γ p o V γ o gr/cm 3 KERUCUT Berat botol + pasir secukupnya W gram Berat botol + sisa pasir W gram Pasir isi kerucut W o gram LAPANGAN Berat botol + pasir W gram Berat botol + sisa pasir W gram Berat kaleng W gram Berat kaleng + tanah W gram Berat tanah W 993 gram KADAR AIR TANAH Berat cawan a a gram Berat cawan + tanah basah b b gram ( ) ( ) 100% Berat cawan + tanah b c kering w = x c c gram c a Kadar air tanah lapangan w w % Kadar air rata - rata w % Kepadatan tanah = Berat volume kering tanah γ o W9 W8 γ k = x 1+ w W6 W7 W KEPADATAN TANAH o γ k gr/cm 3

89 LABORATORIUM MEKANIKA TANAH JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Status :Terakreditasi B (SK BAN PT No. 002/ BAN-PT/Ak-II/XII/1998, Tanggal 22 Desember 1998) Jl.Lingkar Selatan Tamantirto Kasihan Bantul Yogyakarta Telp. (0274) Fax. (0274) Kepentingan : Praktikum Tanggal : 30 Juli 2009 Peneliti : Prasetyo Adi Lokasi : Laboratorium Lahar dan Dormitory Yogyakarta N : Noorliani PEMERIKSAAN KEPADATAN TANAH LAPANGAN (SAND CONE METHOD) Ketinggian -50 cm BOTOL Berat botol + corong W gram Berat pasir + corong + air W gram Volume botol W2 W1 V = V 4157 cm 3 γ PASIR Berat botol + pasir penuh W gram Berat pasir W p gram W Berat volume pasir γ = p γ o gr/cm 3 o V KERUCUT Berat botol + pasir secukupnya W gram Berat botol + sisa pasir W gram Pasir isi kerucut W o gram LAPANGAN Berat botol + pasir W gram Berat botol + sisa pasir W gram Berat kaleng W gram Berat kaleng + tanah W gram Berat tanah W 996 gram KADAR AIR TANAH Berat cawan a a gram Berat cawan + tanah basah b b gram Berat cawan + tanah kering c c gram Kadar air tanah lapangan b c w = x ( c a) 100% w w % Kadar air rata - rata w % Kepadatan tanah = Berat volume kering tanah ( ) w ( ) KEPADATAN TANAH γ o W9 W8 γ k = x 1+ w W6 W7 Wo γ k gr/cm 3

90

91 GAMBAR ALAT - ALAT Stopwatch Gelas Ukur Soil Tester Piezometrik Model Unit Resapan Talang

92 Timbangan dan cawan Oven Desikator Alat Ukur hujan Rainfall Simulator Ember

93 Saringan no.5/16 dan no.4

94

95 Bahan Penelitian dan persiapan model Krikil untuk MUR Tanah Lempung Ketinggian muka air tanah mula-mula Persiapan model unit resapan

96

97 GAMBAR PELAKSANAAN PENELITIAN Pengambilan data kelembaban (atas) Pengambilan data kelembaban (samping) Pencatatan data penelitian Pengambilan data MAT Menyaring Bahan MUR Pengambilan data sand cone

98 Pengambilan data limpasan

Pengaruh Hujan terhadap Perubahan Elevasi Muka Air Tanah pada Model Unit Resapan dengan Media Tanah Pasir

Pengaruh Hujan terhadap Perubahan Elevasi Muka Air Tanah pada Model Unit Resapan dengan Media Tanah Pasir JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 16, No. 1, 57-64, Mei 2013 57 Pengaruh Hujan terhadap Perubahan Elevasi Muka Air Tanah pada Model Unit Resapan dengan Media Tanah Pasir (The Effect of Rain to the Change

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut (Triatmodjo, 2008:1).Hidrologi merupakan ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya. Penerapan ilmu hidrologi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya,

BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Menurut Triatmodjo (2008), Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya dan hubungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Hidrologi BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya dan hubungan dengan lingkungannya terutama

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk, terutama manusia. Dua pertiga wilayah bumi terdiri dari lautan

Lebih terperinci

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air.

BAB I SIKLUS HIDROLOGI. Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. BAB I SIKLUS HIDROLOGI A. Pendahuluan Ceritakan proses terjadinya hujan! Dalam bab ini akan dipelajari, pengertian dasar hidrologi, siklus hidrologi, sirkulasi air dan neraca air. Tujuan yang ingin dicapai

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

Unjuk Kerja Resapan Air Hujan

Unjuk Kerja Resapan Air Hujan JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 15, No. 2, 133-142, November 2012 133 Unjuk Kerja Resapan Air Hujan (Performance Recharge Rain Water) BURHAN BARID, PRASETYO ADI NUGROHO, ASRI LUTFI HUDA ABSTRACT Nowadays,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) adalah daerah yang dibatasi oleh punggungpunggung gunung atau pegunungan dimana air hujan yang jatuh di daerah tersebut akan

Lebih terperinci

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi

Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi Daur Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah perputaran air dengan perubahan berbagai bentuk dan kembali pada bentuk awal. Hal ini menunjukkan bahwa volume

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil.

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil. PENGEMBANGAN AIR TANAH Sub Kompetensi Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil. 1 PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No 7 tahun 2004 : air tanah

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Pengertian Sumur Resapan Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi

I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daur Hidrologi I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Jakarta adalah sebuah provinsi sekaligus ibukota Indonesia. Kedudukannya yang khas baik sebagai ibukota negara maupun sebagai ibukota daerah swantantra, menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan

PENDAHULUAN. Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan PENDAHULUAN Latar Belakang Air di dunia 97,2% berupa lautan dan 2,8% terdiri dari lembaran es dan gletser (2,15%), air artesis (0,62%) dan air lainnya (0,03%). Air lainnya ini meliputi danau air tawar

Lebih terperinci

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI

PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI PERTEMUAN II SIKLUS HIDROLOGI SIKLUS HIDROLOGI Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat

II. TINJAUAN PUSTAKA. sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jagung Jagung merupakan tanaman yang dapat hidup di daerah yang beriklim sedang sampai beriklim panas (Rochani, 2007). Pada masa pertumbuhan, jagung sangat membutuhkan sinar matahari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Hidrologi adalah ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, yang meliputi bentuk berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan denga air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebaran, sifat-sifatnya dan hubunngan dengan lingkungan terutama dengan

Lebih terperinci

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi 1. Alur Siklus Geohidrologi Hidrogeologi dalam bahasa Inggris tertulis hydrogeology. Bila merujuk dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi (Toth, 1990) : Hydro à merupakan

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK Nama Kelompok : IN AM AZIZUR ROMADHON (1514031021) MUHAMAD FAISAL (1514031013) I NENGAH SUMANA (1514031017) I PUTU MARTHA UTAMA (1514031014) Jurusan

Lebih terperinci

Analisis Potensi Air A I R

Analisis Potensi Air A I R Analisis Potensi Air A I R Sumber Daya habis terpakai tetapi dapat diperbaharui/di daur ulang Persediaan air bumi yang dapat diperbaharui diatur oleh siklus hydrologic (Siklus air), yaitu suatu sistem

Lebih terperinci

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi.

Lebih dari 70% permukaan bumi diliputi oleh perairan samudra yang merupakan reservoar utama di bumi. Sekitar 396.000 kilometer kubik air masuk ke udara setiap tahun. Bagian yang terbesar sekitar 333.000 kilometer kubik naik dari samudera. Tetapi sebanyak 62.000 kilometer kubik ditarik dari darat, menguap

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Siklus hidrologi (Triatmodjo, 2008)

Gambar 3.1 Siklus hidrologi (Triatmodjo, 2008) BAB III LANDASAN TEORI A. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan denga air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebaran, sifat-sifatnya dan hubunngan dengan lingkungan terutama dengan

Lebih terperinci

NASKAH SEMINAR EVALUASI NILAI INFILTRASI JENIS PENUTUP LAHAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA INTISARI

NASKAH SEMINAR EVALUASI NILAI INFILTRASI JENIS PENUTUP LAHAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA INTISARI NASKAH SEMINAR EVALUASI NILAI INFILTRASI JENIS PENUTUP LAHAN DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Ivan Setyo Prabowo 1, Nursetiawan 2, Burhan Barid 3 1 Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil UMY, 2 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993).

tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian (Sri Harto, 1993). batas topografi yang berarti ditetapkan berdasarkan aliran air permukaan. Batas ini tidak ditetapkan air bawah tanah, karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai dengan musim dan tingkat pemakaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

Pengukuran Nilai Infiltrasi Lapangan dalam Upaya Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan di Kampus UMY

Pengukuran Nilai Infiltrasi Lapangan dalam Upaya Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan di Kampus UMY Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 3 No.1 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Maret 2017 Pengukuran Nilai Infiltrasi Lapangan dalam Upaya Penerapan Sistem Drainase Berkelanjutan di Kampus

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 BAB VI Air Tanah Air Tanah merupakan jumlah air yang memiliki kontribusi besar dalam penyelenggaraan kehidupan dan usaha

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off

TINJAUAN PUSTAKA. Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS. pengangkut bagian-bagian tanah. Di dalam bahasa Inggris dikenal kata run-off 7 TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan dan Infiltrasi dalam suatu DAS Aliran permukaan, yaitu air yang mengalir di atas permukaan tanah. Bentuk aliran inilah yang penting sebagai penyebab erosi, karena merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air BAB I PENDAHULUAN I. Umum Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es dan 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya.

Lebih terperinci

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN Pengertian o Potamologi Air permukaan o o o Limnologi Air menggenang (danau, waduk) Kriologi Es dan salju Geohidrologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim

BAB I PENDAHULUAN. Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam daur hidrologi, energi panas matahari dan faktor faktor iklim lainnya menyebabkan terjadinya proses evaporasi pada permukaan vegetasi tanah, di laut atau badan-

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peil Banjir Peil Banjir adalah acuan ketinggian tanah untuk pembangunan perumahan/ pemukiman yang umumnya di daerah pedataran dan dipakai sebagai pedoman pembuatan jaringan drainase

Lebih terperinci

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012 Nama : Yudhistira Wharta Wahyudi NIM : 105040204111013 Kelas : J, Jumat 09:15 Dosen : Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1)

Lebih terperinci

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas

dasar maupun limpasan, stabilitas aliran dasar sangat ditentukan oleh kualitas BAB 111 LANDASAN TEORI 3.1 Aliran Dasar Sebagian besar debit aliran pada sungai yang masih alamiah ahrannya berasal dari air tanah (mata air) dan aliran permukaan (limpasan). Dengan demikian aliran air

Lebih terperinci

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR

UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR UJI LABORATORIUM RESAPAN BERPORI SEBAGAI PENANGGULANGAN BANJIR DAERAH GENANGAN KOTA MAKASSAR Johannes Patanduk, Achmad Bakri Muhiddin, Ezra Hartarto Pongtuluran Abstrak Hampir seluruh negara di dunia mengalami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011)

MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) Artikel OPINI Harian Joglosemar 1 MENGELOLA AIR AGAR TAK BANJIR (Dimuat di Harian JOGLOSEMAR, Kamis Kliwon 3 Nopember 2011) ŀ Turunnya hujan di beberapa daerah yang mengalami kekeringan hari-hari ini membuat

Lebih terperinci

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN

TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN Lampiran Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : 12 Tahun 2009 Tanggal : 15 April 2009 TATA CARA PEMANFAATAN AIR HUJAN I. Pendahuluan Dalam siklus hidrologi, air hujan jatuh ke permukaan bumi,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hidrologi Hidrologi merupakan cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar pergerakan, distribusi, dan kualitas air yang ada dibumi. Hidrologi adalah ilmu yang membahas

Lebih terperinci

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU

REKAYASA HIDROLOGI SELASA SABTU SELASA 11.20 13.00 SABTU 12.00 13.30 MATERI 2 PENGENALAN HIDROLOGI DATA METEOROLOGI PRESIPITASI (HUJAN) EVAPORASI DAN TRANSPIRASI INFILTRASI DAN PERKOLASI AIR TANAH (GROUND WATER) HIDROMETRI ALIRAN PERMUKAAN

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : ASEP TRI HANDOKO JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

TUGAS AKHIR. Disusun Oleh : ASEP TRI HANDOKO JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TUGAS AKHIR PENGARUH MODEL INFILTRASI MENGGUNAKAN KONSEP RAIN GARDEN TERHADAP DEBIT DAN KEKERUHAN AIR LIMPASAN AKIBAT HUJAN (Studi Kasus dengan Media Tanah Kosong dan Tanaman Rumput Manila) Disusun Oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soemarto (1999) infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Umum merupakan salah satu fasilitas dasar yang dirancang sebagai sistem guna memenuhi kebutuhan masyarakat dan merupakan komponen penting dalam perencanaan kota (perencanaan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR BAB I

KATA PENGANTAR BAB I KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Geomorfologi Dasar ini dengan judul Air Tanah /

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Debit Banjir Rencana Debit banjir rencana adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa

Lebih terperinci

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE)

DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) BAB 5 DRAINASE BAWAH PERMUKAAN (SUB SURFACE) Tujuan Untuk mengeringkan lahan agar tidak terjadi genangan air apabila terjadi hujan. Lahan pertanian, dampak Genangan di lahan: Akar busuk daun busuk tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

I Dewa Gede Jaya Negara*, Anid Supriyadi*, Salehudin*

I Dewa Gede Jaya Negara*, Anid Supriyadi*, Salehudin* 144 Spektrum Sipil, ISSN 1858-4896 Vol. 3, No. 2 : 144-155, September 2016 ANALISIS KEMAMPUAN PERESAPAN LIMPASAN AIR HUJAN PADA MODEL EMBUNG LAHAN DIAGONAL (ELD) TERHADAP GRADASI LAPISAN TANAH DI LAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut (Soemarto,1999). Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

KAPASITAS INFILTRASI TANAH TIMBUNAN DENGAN TUTUPAN PAVING BLOK (UJI MODEL LABORATORIUM) <satu spasi> Abd. Rakhim Nanda 1*, Nurnawaty 2** 1,2

KAPASITAS INFILTRASI TANAH TIMBUNAN DENGAN TUTUPAN PAVING BLOK (UJI MODEL LABORATORIUM) <satu spasi> Abd. Rakhim Nanda 1*, Nurnawaty 2** 1,2 Prosiding SNTT FGDT 2015 KAPASITAS INFILTRASI TANAH TIMBUNAN DENGAN TUTUPAN PAVING BLOK (UJI MODEL LABORATORIUM) Abd. Rakhim Nanda 1*, Nurnawaty 2** 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Air merupakan kebutuhan paling mendasar yang sangat diperlukan bagi kehidupan baik di darat, laut, maupun udara. Untuk hidup semua makhluk hidup memerlukan

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan kebutuhan manusia seiring dengan perkembangan teknologi saat ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan permukiman sedangkan

Lebih terperinci

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE Untuk merancang suatu sistem drainase, yang harus diketahui adalah jumlah air yang harus dibuang dari lahan dalam jangka waktu tertentu, hal ini dilakukan untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI

BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI BAB III. INFILTRASI DAN PERKOLASI A. Pendahuluan Pada bab ini akan dipelajari tentang pengertian infiltrasi dan perkolasi serta cara pengukuran kapasitas infiltrasi. Tujuan yang ingin dicapai (TIK) setelah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Lahan/Penggunaan Lahan di Kota Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan penutup/penggunaan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arti Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam, meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahanperubahannya antara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hidrologi. Menurut Triatmodjo (2008) Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifatsifatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di bumi terdapat sekitar 1,3-1,4 milyar km 3 air dengan komposisi 97,5% adalah air laut, 1,75% berbentuk es, 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau,

Lebih terperinci

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN

KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Spectra Nomor 11 Volume VI Januari 008: 8-1 KAJIAN PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN AIR HUJAN Ibnu Hidayat P.J. Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK DAS Citarum merupakan DAS terpanjang terbesar di Jawa Barat dengan area pengairan meliputi Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Bekasi, Cianjur, Indramayu,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Embung Embung berfungsi sebagai penampung limpasan air hujan/runoff yang terjadi di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berada di bagian hulu. Konstruksi embung pada umumnya merupakan

Lebih terperinci

Limpasan (Run Off) adalah.

Limpasan (Run Off) adalah. Limpasan (Run Off) Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Limpasan (Run Off) adalah. Aliran air yang terjadi di permukaan tanah setelah jenuhnya tanah lapisan permukaan Faktor faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan perumahan di perkotaan yang demikian pesatnya, mengakibatkan makin berkurangnya daerah resapan air hujan, karena meningkatnya luas daerah yang ditutupi

Lebih terperinci

Pengaruh Model Infiltrasi Sederhana Menggunakan Konsep Rain Garden terhadap Debit dan Kekeruhan Air Limpasan Akibat Hujan

Pengaruh Model Infiltrasi Sederhana Menggunakan Konsep Rain Garden terhadap Debit dan Kekeruhan Air Limpasan Akibat Hujan Pengaruh Model Infiltrasi Sederhana Menggunakan Konsep Rain Garden terhadap Debit dan Kekeruhan Air Limpasan Akibat Hujan Burhan Barid Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, sambungan kata

BAB III METODOLOGI. Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, sambungan kata 63 BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos, sambungan kata depan meta (menuju, melalui,mengikuti) dan kata benda hodos (jalan, cara, arah). Jadi metode bisa dirumuskan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi (hydrological cycle) merupakan rangkaian proses perubahan fase dan pergerakan air dalam suatu sistem hidrologi (Hendrayanto 2009). Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air

TINJAUAN PUSTAKA. Neraca Air TINJAUAN PUSTAKA Neraca Air Neraca air adalah model hubungan kuantitatif antara jumlah air yang tersedia di atas dan di dalam tanah dengan jumlah curah hujan yang jatuh pada luasan dan kurun waktu tertentu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi dan Neraca air Menurut Mori (2006) siklus air tidak merata dan dipengaruhi oleh kondisi meteorologi (suhu, tekanan atmosfir, angin, dan lain-lain) dan kondisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian

TINJAUAN PUSTAKA. secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai Sungai merupakan jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah. Mulai dari bentuk kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir. Air hujan

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SUMUR RESAPAN DALAM MEMPERCEPAT PROSES LAJU INFILTRASI

EFEKTIFITAS SUMUR RESAPAN DALAM MEMPERCEPAT PROSES LAJU INFILTRASI EFEKTIFITAS SUMUR RESAPAN DALAM MEMPERCEPAT PROSES LAJU INFILTRASI Siswanto *, Lita Darmayanti *, Polo Tarigan** Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Riau, Pekanbaru 28293 Abstrak Tujuan

Lebih terperinci

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm

Sifat fisika air. Air O. Rumus molekul kg/m 3, liquid 917 kg/m 3, solid. Kerapatan pada fasa. 100 C ( K) (212ºF) 0 0 C pada 1 atm Sifat fisika air Rumus molekul Massa molar Volume molar Kerapatan pada fasa Titik Leleh Titik didih Titik Beku Titik triple Kalor jenis Air H 2 O 18.02 g/mol 55,5 mol/ L 1000 kg/m 3, liquid 917 kg/m 3,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain melalui media air atau angin. Erosi melalui media angin disebabkan oleh kekuatan angin sedangkan

Lebih terperinci

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN

STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN STUDI PENERAPAN SUMUR RESAPAN DANGKAL PADA SISTEM TATA AIR DI KOMPLEK PERUMAHAN Sugeng Sutikno 1, Mutia Sophiani 2 1 Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Subang 2 Alumni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai

TINJAUAN PUSTAKA. Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Daerah Irigasi Ular Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Deli Serdang memiliki iklim tropis yang kondisi iklimnya hampir sama dengan kabupaten Serdang Bedagai. Pengamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hujan 1. Pengertian Hujan Hujan adalah jatuhnya hydrometeor yang berupa partikel-partikel air dengan diameter 0,5 mm atau lebih. Jika jatuhnya air sampai ke tanah maka disebut hujan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada

I. PENDAHULUAN. Universitas Gadjah Mada I. PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Umum Air merupakan bahan yang paling banyak tersedia di bumi. Zat air juga merupakan unsur utama pembentuk semua makhluk hidup dan merupakan faktor utama yang menentukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah atau kawasan yang di batasi oleh pembatas topografi yang menerima, mengumpulkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara kontinyu (Triadmodjo, 2008). Selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara kepulauan yang secara astronomis terletak di sekitar garis katulistiwa dan secara geografis terletak di antara dua benua dan dua samudra, Indonesia

Lebih terperinci