BAB I PENDAHULUAN. ketika uang diaplikasikan sebagai properti yang menentukan martabat seseorang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. ketika uang diaplikasikan sebagai properti yang menentukan martabat seseorang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Interaksi budaya dalam peradaban manusia telah menciptakan uang sebagai instrumen yang sangat berperan penting, baik sebagai sarana komunikasi, transaksi, maupun pengakuan status sosial seseorang. Kehadiran uang dalam peradaban manusia telah berperan besar dalam perubahan perilaku budaya manusia. 1 Realitanya uang yang semula dimaksudkan sebagai alat tukar dan standar satuan nilai ternyata mempunyai dampak terhadap fokus budaya manusia ketika uang diaplikasikan sebagai properti yang menentukan martabat seseorang di tengah masyarakat. 2 Perubahan perilaku budaya terhadap uang inilah yang kemudian memacu manusia berupaya terus untuk mengumpulkan uang. Salah satunya adalah dengan cara perdagangan. Perdagangan dapat diartikan sebagai pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang tersebut di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan. 3 Dalam dunia modern, istilah Perdagangan ini kemudian berkembang menjadi Bisnis. Perubahan istilah ini terjadi karena adanya pergeseran ruang lingkup kegiatan jual-beli yang semakin luas. Hal ini terbukti dengan banyaknya bentuk kegiatan bisnis sebagai persaingan hasil kreasi dari manusia guna memperoleh uang. 1 Noor Cholis, Sejarah Uang (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005), hlm Ibid., hlm Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), hlm. 292.

2 Menurut Merriam Webster Dictionary, bisnis diartikan sebagai suatu aktivitas pembuatan, pembelian atau penjualan barang dan jasa yang kemudian dipertukarkan dengan uang, kerja atau aktivitas yang merupakan bagian dari pekerjaan. 4 Aktivitas pembuatan, pembelian atau penjualan barang ini menurut cara penjualan suatu barang ada 2 (dua) macam yaitu : 5 1. Perdagangan barang/ jasa dengan sistem penjualan langsung (direct delling). Jenis perdagangan ini adalah aktivitas perdagangan yang secara langsung tanpa melalui perantara. Hubungan yang terjalin adalah langsung dari produsen dengan konsumen. 2. Perdagangan barang/ jasa dengan sistem penjualan tidak langsung (indirect selling). Jenis perdagangan ini adalah aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan perantara. Perantara yang dimaksud ini seperti aktivitas menitipkan barang ke pengecer atau penunjukkan distributor untuk pendistribusian dan penjualan barang tersebut. Jadi, hubungan yang terjalin disini adalah produsen dengan perantara lalu perantara dengan konsumen. Jenis perdagangan dengan sistem penjualan langsung inilah yang akan dibahas karena jenis perdagangan ini sedang marak muncul di masyarakat. Sistem penjualan langsung ini juga dikenal memiliki tiga macam yaitu : 6 4 Merriam Webster Inc, Merriam Webster Dictionary (Springfield: Merriam-Webster, 1997), hlm Pengertian Direct Selling, MLM, dan Jenis-Jenisnya, infobisniswaralaba. blogspot.com/2012/10/pengertian-direct-selling-mlm-dan-jenis.html? m=1 (diakses tanggal 15 Desember 2014). 6 Ibid.,

3 1. One of One, dalam sistem ini seorang penjual yang merupakan agen/ anggota/ kontraktor yang mandiri atau lepas, menarik konsumen yang berpotensi di area khusus berdasarkan pendekatan orang ke orang. Mereka menawarkan produk, serta mendapat komisi atau basis lain. Cara ini sering diterapkan oleh para agen asuransi, broker, agen properti, dan lain-lain. 2. Party Plan, dalam metode ini seorang penjual bertugas mencari atau menjadi tuan rumah yang mengundang sekelompok orang di rumahnya dalam rangka sales party untuk mendemonstrasikan produk. Model ini sering digunakan oleh distributor peralatan rumah tangga, kosmetika, minuman kesehatan, dan lainlain. 3. Multi Level Marketing (MLM), dalam sistem penjualan ini produk yang diperjualbelikan berada di tangan agen/ distributor mandiri yang ditunjuk. Agen ini kemudian dibayar dalam bentuk komisi, diskon, bonus dan reward lainnya, berdasarkan jumlah penjualan dan kemampuannya merekrut agen. Sistem penjualan langsung ini kemudian semakin hari dirasakan semakin populer dan bertumbuh pesat di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bertumbuh suburnya sistem perdagangan langsung ini dikarenakan sistem ini memiliki variasi produk yang beraneka ragam, relatif mudah, dan tidak membutuhkan banyak biaya seperti biaya menyewa tempat untuk menjajakan produk dagangannya. Model pemasaran MLM ini diakui kehadirannya di Indonesia turut menjadi salah satu pilar perekonomian yang patut diperhitungkan. Banyak pemasar yang sukses di bidang ini memulai usahanya dari nol seperti Tianshi, CNI, Sophie Martin, Amway, dan masih banyak lagi.

4 Diperkirakan nilai industri MLM ini sendiri apabila diakumulasi mampu mencapai Rp. 10,2 Triliun sehingga banyak yang tertarik untuk melakukan bisnis ini. Pertumbuhannya diperkirakan selalu mengalami peningkatan 20% rata rata per tahun. 7 Besarnya keuntungan yang dapat diperoleh perusahaan inilah yang kemudian mulai memunculkan beragam kegiatan perdagangan yang tidak sesuai. Kegiatan perdagangan yang dimaksud ini adalah kegiatan perdagangan yang memanfaatkan sistem MLM namun tidak ada barang yang diperjualbelikan. Perdagangan jenis ini sering disebut dengan istilah Investasi Bodong. Beberapa contoh yang tergolong investasi ini adalah MMM (Manusia Membantu Manusia), Koperasi Cipaganti, Surewin, Adzilla, dan masih banyak lagi. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman D Hadad mengungkapkan, berdasarkan temuan pihaknya, perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan berbagai macam modus operandi yang salah satunya adalah dengan sistem MLM. Melalui OJK, pihaknya menemukan ada lebih dari 238 perusahaan jasa keuangan dengan sistem MLM yang tidak memiliki izin dari OJK. Perusahaan-perusahaan ini hingga saat ini tidak terdaftar di OJK dan APLI (Asosiasi Penjual Langsung Indonesia). 8 Hal ini kemudian berimbas apresiasi yang kurang baik di tengah masyarakat. Perdagangan dengan sistem penjualan langsung ini pada dasarnya sangat baik dan mendapat tanggapan positif di masyarakat. Belakangan ini, muncul 7 Ahmad Farhan Faris, Polda Diminta Tindak Perusahaan MLM Ilegal, (diakses tanggal 14 Desember 2014). 8 Kontan, OJK Rilis Daftar Investasi Yang Diduga Bermasalah, (diakses tanggal 10 November 2014).

5 kembali praktik Money Game yang dibungkus dengan praktik perdagangan MLM. Praktik Money Game pada dasarnya bukan merupakan suatu tindakan perdagangan melainkan hanyalah sebuah tindakan dengan unsur penipuan yang dibuat seolah-olah merupakan tindakan perdagangan. Umumnya tindakan perdagangan yang dilakukan ini bersifat fiktif, semu, tidak jelas dan sifatnya tidak terbuka untuk publik. Meskipun demikian, peminat terhadap jenis perdagangan ini tetap sangat besar karena praktik Money Game biasanya menawarkan keuntungan yang sangat tidak wajar dalam waktu relatif singkat. 9 Money Game juga kerap disebut dengan istilah skema Ponzi atau skema piramida. Skema ini sebenarnya merupakan bentuk penipuan. Hal yang selalu ditonjolkan untuk menutupi modus penipuan ini adalah dengan menjanjikan imbalan keuntungan yang besar dalam relatif singkat. Hampir tidak ada penjelasan sama sekali apa produknya atau bagaimana operasional usaha tersebut. Yang ada hanyalah testimoni dari beberapa investor awal yang telah menikmati hasil investasi. 10 Penipuan dengan skema ini semakin sulit dibedakan oleh masyarakat sebab mereka hadir dengan menggunakan kedok bisnis yang sah dan diakui seperti pemasaran berjenjang (Multi Level Marketing). Munculnya pola perdagangan ini tentu sangat berbahaya dan dapat merusak tatanan ekonomi masyarakat. Secara etika bisnis, pola perdagangan ini sangat tidak manusiawi sebab keuntungan hanya diperoleh oleh orang yang berada di atas skema, ketika sistem sudah mencapai titik jenuh maka orang yang berada di paling bawah skema ini yang akan menjadi korban dari sistem ini. Hal 9 Ibid., 10 Wikipedia, Ponzi Scheme, (diakses tanggal 16 Desember 2014).

6 ini tentu sangat bertentangan dengan etika bisnis yang mengutamakan keuntungan di semua pihak. Skema penipuan ini semakin menggurita dan leluasa bergerak disebabkan pemerintah sebagai pengawas dan pembuat regulasi tidak membuat regulasi yang tegas. Pemerintah sampai hari ini hanya mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung. Regulasi perizinan ini pun dinilai sangat mudah diberikan dalam memberikan izin operasi bagi usaha tersebut tanpa pengawasan. Maraknya praktik perdagangan MLM yang berbasis Money Game di Indonesia ini sebaiknya ditanggulangi dengan upaya-upaya yang lebih konkrit. Pemerintah bersama dengan DPR sudah selayaknya segera menerbitkan undangundang khusus sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan praktik ini. Di samping itu, peran aktif pemerintah juga dibutuhkan dalam mengedukasi masyarakat tentang seluk-beluk dan bahaya perdagangan berbasis Money Game ini mengingat banyaknya korban akibat praktik perdagangan ini yang justru bukan berasal dari kalangan menengah bawah tetapi juga kalangan menengah atas dan kalangan terdidik. Berdasarkan uraian singkat inilah maka penulisan ini ditujukan untuk membahas analisis aspek yuridis praktik Money Game dalam transaksi perdagangan yang berbasis Multi Level Marketing di Indonesia serta kaitannya terhadap perlindungan hukum yang diberikan pemerintah dalam menanggulangi praktik-praktik serupa kedepannya. Pemerintah diharapkan juga jeli dalam melihat

7 pola kegiatan perdagangan yang tidak realistis sebab kegiatan Money Game ini semakin hari semakin berbeda dan selalu hadir di tengah masyarakat dalam wujud yang menarik sehingga banyak masyarakat yang tertarik dan pada akhirnya terjerumus ke dalam transaksi perdagangan tidak bertanggung jawab ini. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah legalitas perdagangan Multi Level Marketing di Indonesia? 2. Bagaimanakah legalitas praktik perdagangan Money Game berbasis Multi Level Marketing di Indonesia? 3. Bagaimanakah penegakan hukum positif dalam upaya menanggulangi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan dan manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan penulisan a. Untuk mengetahui legalitas perdagangan Multi Level Marketing di Indonesia dan kaitannya dengan praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing. b. Untuk mengetahui penegakan hukum positif di Indonesia dalam menanggulangi dan mengantisipasi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing. 2. Manfaat penulisan

8 a. Manfaat teoritis 1) Memberikan gambaran mengenai praktik Money Game yang kerap terjadi dalam berbagai bentuk perdagangan salah satunya melalui sistem penjualan langsung Multi Level Marketing. 2) Memberikan gambaran mengenai hukum positif di Indonesia dalam menanggulangi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing. 3) Menambah wawasan dan khasanah bacaan bagi setiap orang yang membaca karya tulisan ini. b. Manfaat praktis 1) Menumbuhkan sikap kritis bagi setiap orang dalam menyikapi praktik Money Game yang sering muncul dalam berbagai bentuk transaksi perdagangan, salah satunya melalui perdagangan berbasis Multi Level Marketing. 2) Menumbuhkan kewaspadaan bagi setiap orang terhadap jenis-jenis usaha yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu yang relatif singkat tanpa aktivitas perdagangan yang jelas. 3) Sebagai tugas akhir dari penulis untuk memperoleh gelar kesarjanaan. D. Keaslian Penulisan Penelusuran yang dilakukan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum USU menunjukkan skripsi dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Praktik Money Game dalam Transaksi Perdagangan Berbasis Multi Level Marketing belum pernah diteliti dalam bentuk skripsi di Departemen Hukum Ekonomi,

9 namun ditemukan skripsi di Departemen Hukum Perdata yang melakukan penulisan yang menyangkut Multi Level Marketing. Skripsi mengenai Multi Level Marketing dalam bidang hukum Perdata ditulis oleh Amalia Sari dengan judul Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Dalam Multi Level Marketing Atas Konsumen Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Riset pada Perusahaan MLM Syariah Ahad-Net Salur Sut 06), kemudian oleh Henny Sekartati dengan judul Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Melalui Multi Level Marketing (Studi Kasus Pada Perusahaan MLM ELKEN). Kedua penulisan tersebut membahas Multi Level Marketing dari segi hukum perlindungan konsumen baik untuk perusahaan Multi Level Marketing yang umum dan perusahaan Multi Level Marketing berbasis Syariah. Penulisan skripsi ini memiliki perbedaan dengan penulisan skripsi yang pernah ditulis sebelumnya. Penulisan skripsi ini membahas aspek legalitas perdagangan Multi Level Marketing serta kaitannya dengan praktik Money Game yang ditemukan menggunakan sistem Multi Level Marketing dari segi hukum positif yang ada di Indonesia. E. Tinjauan Kepustakaan Penulisan skripsi ini menggunakan beberapa bahan acuan yang berkaitan dengan Multi Level Marketing, praktik Money Game, dan penegakan hukum positif di Indonesia dengan menanggulangi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing, yaitu sebagai berikut : 1. Multi Level Marketing

10 Multi Level Marketing disebut juga sebagai Network Marketing atau pemasaran jaringan. Jaringan yang yang dibangun bersifat independen, berjenjang, dan ada kegiatan pengembangan jaringan secara masif melalui proses rekrutmen dan pelatihan. Multi Level Marketing adalah bentuk strategi pemasaran dimana kekuatan penjualan tidak hanya mengacu pada produk penjualan yang mereka hasilkan, tetapi juga untuk mendorong penjualan tenaga penjualan lain yang mereka rekrut dibawahnya yang sering dikenal dengan istilah downline. 11 Multi Level Marketing semakin diminati perusahaan sebab menghemat biaya distribusi dan pemasaran serta menjanjikan tingkat pertumbuhan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. 2. Praktik Money Game Money Game adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang yang secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk penipuan dengan cara menawarkan produk investasi yang dijamin pasti aman dan pasti untung. Money Game juga menjanjikan hasil yang tinggi dalam waktu singkat dengan usaha yang amat minimal. Calon investor cukup menanamkan dananya saja kepada pengelola usaha yang dalam hal ini sebenarnya adalah praktisi Money Game dan dijanjikan menerima margin rutin secara berkala secara tetap. Praktik Money Game memang tergolong dalam aktivitas pemasukan pasif tetapi dengan cara yang tidak sesuai dengan etika bisnis Wikipedia, Multi-level marketing, marketing (diakses tangggal 17 Desember 2014). 12 R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, Multi Level Marketing Money Game & Skema Piramid (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2011), hlm. 68.

11 Praktik Money Game juga menggunakan metode yang dikenal dengan istilah skema piramida. Skema piramida adalah investasi palsu yang membayarkan komisi kepada peserta lama dari dana peserta baru yang direkrutnya, bukan dari laba yang riil. Skema ini akan runtuh apabila tidak ada lagi peserta baru yang ikut serta sehingga pengelola praktik Money Game tidak mempunyai dana yang cukup untuk membayar komisi pesertanya. Akibatnya, peserta yang berada di level terbawah dalam skema ini akan mengalami kerugian karena menginvestasikan uangnya dalam praktik ini Penegakan hukum positif di Indonesia dengan menanggulangi praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing. Penegakan hukum positif di Indonesia saat ini masih cenderung bersifat menentukan sanksi terhadap pelanggaran hukum yang terjadi apabila terpenuhi unsur berupa kerugian finansial bagi korban. Ketentuan ini tentu menunjukkan bahwa belum adanya regulasi yang luas dan lebih menggigit untuk melarang praktik Money Game di Indonesia. APLI selaku asosiasi tertinggi bidang perdagangan dengan sistem penjualan langsung ini menyadari banyak sekali praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing. APLI merasakan pentingnya perangkat hukum yang cakupannya lebih luas dan tegas agar bisa digunakan oleh pihak berwenang dalam menjerat praktik Money Game ini. Draf RUU Anti Piramid ini kemudian disusun dan terus dalam tahap penyempurnaan sejak Agustus 2001 dengan melibatkan berbagai pihak termasuk negara lain yang 13 Jurnal Medan, &id=64715: waspadai-money-game-berkedok-mlm&catid=57:opini&itemid=65 (diakses tanggal 17 Desember 2014).

12 sudah memiliki UU Anti Piramid. Sayangnya, sudah 14 tahun sejak draf RUU Anti Piramid ini disusun, hingga saat ini belum dibahas oleh pemerintah dan lembaga legislatif. 14 Meski demikian, bukan berarti pemerintah mengabaikan praktik yang terus bermunculan ini, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan Republik Indonesia mengeluarkan beberapa regulasi yang bertujuan untuk mencegah dan memberikan sanksi apabila terjadi praktik Money Game di dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing. Regulasi itu meliputi : 15 a. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung; b. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 47/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung; c. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 55/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; 14 Rhapy Shulton, Upaya APLI memerangi skema piramida & Money Game, (diakses tanggal 17 Desember 2014). 15 R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, op. cit., hlm. 89.

13 d. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 13/M-Dag/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung; e. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan; f. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang; dan g. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). Di samping itu, ada juga beberapa bentuk regulasi yang terkait dengan praktik Money Game secara tidak langsung namun berpengaruh terhadap perdagangan Multi Level Marketing seperti : 16 a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; c. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan; d. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan; e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; f. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; g. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata khususnya berkaitan tentang Hukum Perjanjian/ Perikatan/ Kontrak; 16 Ibid., hlm. 90.

14 h. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana khususnya tentang Pidana Penipuan/ Penggelapan. F. Metode Penelitian Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis penelitian Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif yang disebut juga dengan istilah doctrinal research. Menurut Soetandyo Wignjosoebroto penelitian doktrinal terdiri dari : 17 a. Penelitian yang berupa usaha inventarisasi hukum positif; b. Penelitian yang berupa usaha penemuan asas-asas dan dasar falsafah (dogma atau doktrin) hukum positif; dan c. Penelitian yang berupa usaha penemuan hukum in concreto yang layak diterapkan untuk menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu. Penulisan dalam skripsi ini tergolong ke dalam jenis penelitian doktrinal yang berdasarkan pada usaha penemuan hukum in concreto. Menurut Pollack, tujuan pokok dilakukannya legal research adalah untuk menguji apakah suatu postulat normatif dapat digunakan untuk memecahkan suatu masalah hukum in concreto. 18 Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memberikan analisis secara yuridis tentang praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level 17 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm Ibid., hlm. 91.

15 Marketing yang terjadi di Indonesia. Analisis yuridis itu meliputi bagaimana kedudukan hukum atau legalitas praktik Money Game dan transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing, serta proses penegakan hukum yang diterapkan akibat praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing. Indonesia saat ini belum memiliki regulasi khusus yang secara tegas dalam suatu undang-undang. Oleh sebab itu, penerapan hukum yang digunakan untuk menjerat pelakunya masih menggunakan ketentuan-ketentuan yang bersifat umum. Praktik Money Game pada dasarnya merupakan praktik penipuan sehingga pelaku praktik Money Game dapat dijerat dengan ketentuan pidana ini. Ketentuan pidana lainnya yang lebih berat untuk menjerat pelakunya juga belum diatur secara tegas dalam regulasi khusus di luar KUHP. Meski demikian, beberapa undang-undang di luar KUHP dinilai bisa digunakan untuk menjerat pelaku praktik Money Game. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh Penuntut Umum dalam merumuskan Surat Dakwaan untuk memuat lebih dari satu dakwaan. Menurut M Yahya Harahap, perumusan surat dakwaan memiliki 4 bentuk yaitu Surat Dakwaan Biasa, Surat Dakwaan Alternatif, Surat Dakwaan Subsidair, dan Surat Dakwaan Kumulasi. 19 Bentuk Dakwaan Alternatif dan Dakwaan Subsidair inilah yang dapat digunakan oleh Penuntut Umum untuk menjerat pelaku praktik Money Game agar menghindari ditolaknya dakwaan yang diajukan Penuntut Umum apabila dakwaan yang diajukan hanya mencantumkan dakwaan penipuan. Penuntut Umum dapat memasukkan dakwaan lain di luar KUHP yang dinilai 19 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm

16 memiliki hubungan dengan praktik Money Game seperti ketentuan pidana dalam Undang-undang Perbankan, Undang-undang Pasar Modal, atau Undang-undang Perlindungan Konsumen. Ketentuan-ketentuan pidana dalam KUHP maupun diluar KUHP ini merupakan norma-norma hukum in abstracto yang diperlukan mutlak sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta dalam praktik Money Game berbasis Multi Level Marketing merupakan in concreto yang akan berfungsi sebagai premisa minor. 2. Sumber data Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan-bahan yang sudah siap tersaji dan dapat digunakan. Sumber data sekunder ini dapat diperoleh dari : 20 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat sebagai berikut : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan; Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan; Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal; dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 2) Peraturan di bawah Undang-undang tentang penyelenggaraan perdagangan Multi Level Marketing, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem 20 Bambang Sunggono, Op. cit., hlm. 185.

17 Penjualan Langsung; Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 47/M-DAG/PER/9/2009 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 32/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Perdagangan dengan Sistem Penjualan Langsung; Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 55/M-DAG/PER/10/2009 tentang Pendelegasian Wewenang Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam Rangka Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 13/M- Dag/PER/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung; Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 73/MPP/Kep/3/2000 tentang Ketentuan Kegiatan Usaha Penjualan Berjenjang; dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 75/DSN/MUI/VII/2009 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS). 21 b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti buku-buku bacaan atau karya jurnal dari kalangan hukum yang menyangkut praktik Money Game, perdagangan berbasis Multi Level Marketing, berita dan artikel yang dimuat di internet terkait dengan penulisan skripsi ini. 21 R. Serfianto D., Iswi Hariyani, Cita Yustisia, Op. cit., hlm. 89.

18 c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, Wikipedia, Kamus Merriam Webster atau Ensiklopedia. 3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan (library research), yaitu dengan mengumpulkan dengan cara meneliti dokumen-dokumen dari bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder yang meliputi peraturan perundang-undangan, buku-buku baik koleksi pribadi maupun perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, makalah ilmiah, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas. 4. Analisa data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, yaitu mengikhtisarkan hasil pengumpulan data sekunder selengkap mungkin serta memilah-milahkannya dalam suatu konsep, kategori, atau tema tertentu sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan dalam penulisan ini. 22 Data yang berhasil dikumpulkan kemudian ditautkan dengan bahan hukum yang ada sehingga data dapat diolah dan diinterpretasikan guna mendapatkan kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan. 22 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif:Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (Jakarta: Grafindo Persada, 2005), hlm

19 G. Sistematika Penulisan Keseluruhan sistematika dalam penulisan skripsi ini adalah satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya dan tidak terpisahkan. Sistematika penulisan adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bagian bab ini dibahas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II LEGALITAS TRANSAKSI PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA Pada bab ini akan dilakukan pembahasan mengenai legalitas transaksi perdagangan Multi Level Marketing di Indonesia mulai dari pengertian, sejarah, ruang lingkup sistem Money Game, kajian tentang legalitas hukum atas praktik Money Game di dunia dan di Indonesia. BAB III LEGALITAS PRAKTIK MONEY GAME DI INDONESIA Pada bab ini akan dibahas mengenai legalitas praktik Money Game serta kaitannya terhadap dalam perdagangan berbasis Multi Level Marketing mulai dari pengertian, sejarah, ruang lingkup sistem Money Game, kajian tentang transaksi praktik Money Game dalam perdagangan berbasis Multi Level Marketing, dan legalitas hukum atas praktik Money Game di dunia dan di Indonesia. BAB IV PENEGAKAN HUKUM DALAM UPAYA MENANGGULANGI PRAKTIK MONEY GAME BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING

20 Pada bagian bab ini akan dibahas mengenai penanggulangan praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing di Indonesia dalam perspektif hukum meliputi hukum positif yang dapat digunakan penegak hukum untuk menangani praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing dan analisis yuridis penegakan hukum positif di Indonesia dalam menanggulangi praktik Money Game dalam transaksi perdagangan berbasis Multi Level Marketing mulai dari pemerintah dan aparat penegak hukum yang ditentukan konstitusi. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bagian ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan seluruh tulisan dan pembahasan yang disertai dengan saran-saran.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan. Menurut sifatnya kebutuhan manusia digolongkan ke dalam tiga bagian, yaitu kebutuhan primer sebagai kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING

ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING ANALISA YURIDIS TERHADAP PRAKTIK MONEY GAME DALAM TRANSAKSI PERDAGANGAN BERBASIS MULTI LEVEL MARKETING SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh:

Lebih terperinci

PENJUALAN OBAT TRADISIONAL DAN SUPLEMEN KESEHATAN SECARA ONLINE DAN MULTI LEVEL MARKETING

PENJUALAN OBAT TRADISIONAL DAN SUPLEMEN KESEHATAN SECARA ONLINE DAN MULTI LEVEL MARKETING PENJUALAN OBAT TRADISIONAL DAN SUPLEMEN KESEHATAN SECARA ONLINE DAN MULTI LEVEL MARKETING Disampaikan oleh: IRIANI PRAMUDYANINGSIH, S.SOS., M.SI. KASUBDIT KELEMBAGAAN DAN PENGUATAN USAHA DIREKTORAT BINA

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA DALAM MENANGGULANGI PRAKTEK BISNIS BERKEDOK MULTI LEVEL MARKETING

ANALISA YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA DALAM MENANGGULANGI PRAKTEK BISNIS BERKEDOK MULTI LEVEL MARKETING ANALISA YURIDIS PENEGAKAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA DALAM MENANGGULANGI PRAKTEK BISNIS BERKEDOK MULTI LEVEL MARKETING SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hubungan bermasyarakat dapat dibangun melalui kepentingan yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Hubungan bermasyarakat dapat dibangun melalui kepentingan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Problema kehidupan umat manusia yang semakin kompleks dengan tuntutan hajat hidup yang semakin besar telah banyak membentuk pola pikir dan perilaku masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diiringi juga dengan penyediaan produk-produk inovatif serta. pertumbuhan ekonomi nasional bangsa Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan usaha di sektor jasa keuangan pada saat sekarang ini sedang mengalami perkembangan dan kemajuan, hal itu dapat terlihat dari besarnya antusias masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa. Dalam pengaturan Undang-Undang Perlindungan. kewajiban yang sudah diatur dalam Undang-Undang tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. jasa. Dalam pengaturan Undang-Undang Perlindungan. kewajiban yang sudah diatur dalam Undang-Undang tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang di dunia ini pastilah merupakan konsumen atas suatu produk barang atau jasa. Dalam pengaturan Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan. Menurut

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan. Menurut I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai macam kebutuhan. Menurut sifatnya kebutuhan manusia digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu kebutuhan primer sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Era modernisasi saat ini, kejahatan sering melanda disekitar lingkungan Masyarakat dan sebagaian Masyarakat merasa dirugikan oleh pihak yang berbuat kejahatan tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dala

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dala No.344, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Lembaga Keuangan. Mikro. Pembinaan. Pengawasan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5623) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones No.502, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Distribusi Barang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/M-DAG/PER/3/2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DISTRIBUSI BARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Islam juga. Salah satu konsep ajaran Islam dalam kegiatan muamalah yang dianjurkan

BAB I PENDAHULUAN. harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Islam juga. Salah satu konsep ajaran Islam dalam kegiatan muamalah yang dianjurkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mendorong setiap manusia untuk bekerja dan meraih sebanyakbanyaknya harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Islam juga membolehkan setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jauh sebelum dikenalnya uang sebagai alat pembayaran, masyarakat melakukan perdagangan dengan sistem barter, yaitu suatu sistem perdagangan dengan pertukaran antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan timbul karna kebutuhan manusia. Seperti telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, manusia selalu dihadapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional memerlukan dan mengharuskan dilakukannya penyesuaian dalam berbagai hal terhadap perkembangan kondisi dan aspirasi masyarakat. Dalam industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha yang terus berkembang di segala bidang. Usaha yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi yang semakin maju harus menjamin perlindungan dalam dunia usaha. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai usaha yang terus berkembang di segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

Presiden, DPR, dan BPK.

Presiden, DPR, dan BPK. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG KPK adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan

BAB III METODE PENELITIAN. normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Masuknya ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman sekarang korupsi sudah menjadi hal yang biasa untuk diperbincangkan. Korupsi bukan lagi menjadi suatu hal yang dianggap tabu untuk dilakukan bahkan tidak

Lebih terperinci

BAB II LEGALITAS PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA. penjualan langsung ini dikenal dengan istilah direct selling.

BAB II LEGALITAS PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA. penjualan langsung ini dikenal dengan istilah direct selling. BAB II LEGALITAS PERDAGANGAN MULTI LEVEL MARKETING DI INDONESIA A. Pengertian Multi Level Marketing Multi Level Marketing atau biasanya disingkat menjadi MLM adalah sebuah bentuk pemasaran perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi merupakan salah satu bentuk badan usaha yang sesuai dengan. badan usaha penting dan bukan sebagai alternatif terakhir. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena

I. PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan bisnis waralaba di Indonesia tergolong sangat prospektif karena potensi pasarnya sangat besar dan tergolong pesat yang melibatkan banyak pengusaha lokal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Narkotika pada hakekatnya sangat bermanfaat untuk keperluan medis dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada umumnya mengatur secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal dengan Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bertujuan mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan terbatas merupakan salah satu bentuk Maskapai Andil Indonesia yang ada di Indonesia. Bila kita liat pada KUHD perseroan terbatas tidak diatur secara terperinci

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia usaha yang memiliki persaingan usaha yang sangat ketat menuntut para pelaku ekonomi untuk mempertahankan usahanya. Pelaku usaha yang mengikuti trend

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 menegaskan bahwa perekonomian nasional disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agama Islam, yang merupakan agama mayoritas yang dianut oleh bangsa Indonesia adalah agama yang menyerukan manusia untuk menyerahkan diri hanya kepada Allah, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di kalangan pebisnis atau pelaku usaha. Kebutuhan akan barang modal

BAB I PENDAHULUAN. terutama di kalangan pebisnis atau pelaku usaha. Kebutuhan akan barang modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Sewa guna usaha sudah sering terdengar di masyarakat umum terutama di kalangan pebisnis atau pelaku usaha. Kebutuhan akan barang modal sebagai sarana utama penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan nasional. Untuk melihat maju atau tidaknya suatu

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan nasional. Untuk melihat maju atau tidaknya suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perekonomian merupakan suatu bidang yang memiliki peranan penting dalam proses pembangunan nasional. Untuk melihat maju atau tidaknya suatu negara sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang

BAB I PENDAHULUAN. Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar berjangka (futures market) merupakan bagian dari pasar derivatif yang digunakan oleh berbagai pihak untuk mengelola resiko. Di Indonesia pasar ini sudah lama dirasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang saling memerlukan. Konsumen memerlukan barang dan jasa dari pelaku usaha guna memenuhi keperluannya. Sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya. Beragam agama, ras, suku bangsa, dan berbagai golongan membaur menjadi satu dalam masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai lahan untuk memperoleh pangan. untuk pertanian, maupun perkebunan untuk memperoleh penghasilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia hidup, tumbuh besar, dan berkembangbiak, serta melakukan segala aktivitas di atas tanah, sehingga manusia selalu berhubungan dengan tanah. Manusia hidup dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar

BAB I PENDAHULUAN. besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang besar guna melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut diperlukan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum pidana, ditandai oleh perubahan peraturan perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh dinamika doktrin dan ajaran-ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi merupakan era perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Era reformasi telah dimulai sejak tahun 1998 yang lalu. Latar belakang lahirnya era

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA: PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI SEBAGAI SUBJEK TINDAK PIDANA DALAM RUU KUHP O L E H PUTERI HIKMAWATI PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup berkembang di kalangan masyarakat. Konsumen minuman keras tidak hanya orang dewasa melainkan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama pemeriksaan suatu perkara pidana dalam proses peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut.

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG -1- PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.05/2017 TENTANG PERSYARATAN KEUANGAN UNTUK MENJADI ANGGOTA, PEMANFAATAN KEUNTUNGAN OLEH ANGGOTA DAN PEMBEBANAN KERUGIAN DI ANTARA ANGGOTA PADA PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya di bidang perindustrian, khususnya dalam perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi produk barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri

BAB I PENDAHULUAN. saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu media informasi dan telekomunikasi sangat pesat berkembang saat ini adalah internet. Internet (interconnection networking) sendiri adalah jaringan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses

BAB I PENDAHULUAN. menyentuh segala aspek kehidupan manusia. Komunikasi adalah sebuah proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia semakin berubah, dalam beberapa tahun terakhir perkembangan sistem telekomunikasi di Indonesia sudah demikian pesatnya memberikan dampak yang menyentuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai.

BAB I PENDAHULUAN. terkumpulnya uang yang cukup untuk membeli barang tersebut secara tunai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat kita dewasa ini, membeli suatu barang dengan pembayaran diangsur beberapa kali bukan hanya dilakukan oleh golongan ekonomi lemah saja, namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menurut J.C.T. Simorangkir, S.H dan Woerjono Sastropranoto, S.H, Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Dalam dunia perdagangan kita mengenal berbagai macam perjanjian, salah satu diantaranya adalah Perjanjian Sewa Beli. Perjanjian ini timbul dalam praktek karena adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembali kepada masyarakat. Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kembali kepada masyarakat. Selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dan menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek hukum yang berlaku. Kemajuan teknologi informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. ini, semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan meningkatnya peradaban dan pola hidup manusia dewasa ini, semakin meningkat pula kebutuhan hidupnya. Kebutuhan manusia akan sandang, pangan, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan Penyelidik. Dalam Pasal 1 angka 1 KUHAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia. Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah Proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Negara Indonesia atau Pemerintah Indonesia telah banyak melakukan usaha-usaha untuk mensejahterakan rakyatnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha dalam satu wilayah negara saja tetapi juga dengan para pedagang dari

BAB I PENDAHULUAN. pengusaha dalam satu wilayah negara saja tetapi juga dengan para pedagang dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abraham Maslow dalam teorinya yaitu Hierarki Kebutuhan membagi tingkat kebutuhan manusia sebagai berikut: Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang dasariah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berdasarkan hukum. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3) yang berbunyi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental spiritual

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci