Filsafat Eksistensialisme dalam Operasional Pendidikan di Indonesia. Oleh, Desyandri, M.Pd

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Filsafat Eksistensialisme dalam Operasional Pendidikan di Indonesia. Oleh, Desyandri, M.Pd"

Transkripsi

1 Filsafat Eksistensialisme dalam Operasional Pendidikan di Indonesia Oleh, Desyandri, M.Pd A. Sejarah Munculnya filsafat eksistensialisme ini berasal dari 2 orang ahli filsafat yaitu Soeran Kierkegaard dan Neitzche. Kierkegaard seorang filsafat Jerman ( ) filsafatnya untuk menjawab pertannyaan mengenai Bagaimanakah aku menjadi seorang individu? dia juga menerima prinsip Socrates yang mengatakan bahwa pengetahuan akan diri adalah pengetahuan akan Tuhan. Hal ini terjadi karena pada saat itu terjadi krisis eksistensialisme (manusia melupakan individualitasnya), sehingga manusia bisa menjadi manusia yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam kehidupan. Neitzche, filsuf Jerman ( ) yang tujuan filsafatnya menjawab pertanyaan bagaimana menjadi manusia unggul? dan menurut dia jawabannya adalah manusia bisa menjadi manusia unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani. Kedua tokoh diatas muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa pada saat itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab pandangan tentang manusia. 1

2 B. Pandangan Umum Eksistensialisme adalah cara memandang dan berpikir tentang kehidupan di dunia, sehingga prioritas diberikan kepada individualisme dan subjektivitas, tidak peduli dengan masalah membangun suatu filsafat arsitektonis atau sistematis, yang ditujukan untuk mengkaji keraguan manusia terus-menerus dan masalah dari perspektif individu manusia. Eksistensialis menerima premis bahwa manusia hidup di dunia yang ada sebagai fakta kehidupan yang tidak menyenangkan. Manusia mendiami dunia yang acuh tak acuh. Di dunia ini, setiap orang yang lahir, hidup, memilih kursus, dan menetapkan makna eksis sendiri. Di antara sentimen utama yang dapat ditemukan dalam filsafat eksistensialis adalah: (1) keberadaan manusia dijadikan sebagai syarat tertentu dari pengalaman, (2) definisi diri-individu atau keaslian ditegaskan dengan membuat pilihan-pilihan yang menciptakan kehidupan yang bermakna; (3) tugas pendidikan adalah merangsang setiap orang untuk menyadari bahwa individu bertanggung jawab untuk menciptakan makna sendiri (self-definition). C. Krisis Abad 20 Eksistensialisme muncul populer bertepatan dengan penguapan optimisme positif abad kesembilan belas. Sejak perang dunia, telah ada bukti dari kegelisahan yang mendalam di dunia barat. Beberapa komentar tentang tren tertentu dalam Masyarakat massa yang mengurangi dan merendahkan individu. Meskipun inkoherensi dan konflik telah menghantui manusia sepanjang sejarahnya, kebangkitan masyarakat teknologi telah memperburuk rasa kebingungan. Sikap krisis telah diinduksi sebagian dalam upaya manusia untuk menghadapi konsekuensi dari produksi massal dan konsumsi massa terhadap revolusi industri dan teknologi. Ketika fungsi individu aus atau menjadi usang, mereka dapat dibuang dan digantikan oleh standar individu lain yang telah dilatih untuk melakukan fungsi yang sama. Hasil akhir dari munculnya teknologi 2

3 industri dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) meminimalkan signifikansi individu sebagai pribadi. Kehidupan masyarakat telah dikembangkan menjadi pelestarian pribadi dari kehidupan manusia, di mana sebagai pribadi mampu menciptakan gaya hidup yang unik. Sebagai kekuatan impersonal kerja industrialisasi dan standarisasi mengisolasi elemen yang unik dalam kehidupan manusia dan melepaskan mereka dari alam kegiatan yang berarti. Keunikan ini kemudian dicap sebagai eksentrisitas bukan sebagai sarana untuk mencapai definisi diri. Sukses diukur secara kuantitatif dalam hal kekuasaan atau kepemilikan. Standardisasi objectifies, mengkuantifikasi, dan mengurangi manusia untuk suatu obyek atau tambahan fungsional dari mekanisme korporasi. Fitur standar perusahaan dan masyarakat massa tidak terbatas pada kehidupan ekonomi, politik, dan sosial, tetapi juga telah cenderung ke dalam pendidikan. Teknologi yang lebih besar dari perusahaan industri periklanan telah mendorong teknologi pendidikan dan teknokrasi yang berusaha untuk meniru efisiensi dunia usaha. Mesin produksi massal berdasarkan sistem pabrik dan jalur perakitan menyebabkan kematian pengusaha dan pengrajin. Logika jalur perakitan telah me pendidikan, seperti sekolah mencoba untuk menerapkan logika dan teknik produksi massal untuk pendidikan. Meskipun masyarakat urban dan korporatif mendidik jumlah besar siswa dari sebelumnya, diselenggarakan di gedung-gedung besar yang menyerupai pabrik pendidikan, menghasilkan produk standar. Pemeliharaan struktur besar dan korporasi membutuhkan elit manajerial dan teknis yang menerapkan perencanaan dan keahlian administrasi untuk masalah produksi yang efisien. Para kader administrator manajerial ditemukan dalam industri perusahaan juga memiliki rekan-rekan di administrator pendidikan yang membentuk birokrasi dari sistem sekolah. Dalam upaya untuk mendidik atau melatih sejumlah besar siswa, pendidik telah berusaha untuk merancang metode yang dirancang untuk membuat proses belajar 3

4 lebih efisien. Teknologi pendidikan, atau media yang inovatif, telah memasuki sekolah. Pengajaran mesin, instruksi televisi, paket instruksional multimedia, dan tes standar hanya beberapa dari berbagai aspek teknologi pendidikan yang telah diperkenalkan untuk membuat instruksi efisien dalam kompleks pendidikan yang luas dari masyarakat massa. Ukuran kelas besar, birokrasi impersonal, dan sedikit kontak siswaguru telah dihasilkan dari perluasan impersonality ke dalam pendidikan. Di bidang pendidikan, filsuf Eksistensialisme berusaha untuk mengurangi impersonalization yang telah mempengaruhi pendidikan di abad kedua puluh. Eksistensialis berbagi komitmen bersama untuk membentuk kembali situasi manusia untuk mendorong pernyataan, tertinggi paling bebas, dan paling asli dari kepribadian manusia. Sebagai filsafat, Eksistensialisme menolak tidak hanya sistem metafisik arsitektonis terkait dengan filosofi tradisional seperti Realisme dan Idealisme, tetapi juga menyangkal ketergantungan ekslusif praktikan pada metode ilmiah. Menyangkal universal, absolut, dan kategori, ketidakpercayaan Eksistensialis sistem filsafat yang berusaha untuk membangun pandangan yang mencakup segala dunia yang mengkategorikan pengalaman manusia sesuai dengan konsepsi yang mendahului realitas. Manusia, sebagai bagian dari kenyataan ini, memiliki tempat yang ditetapkan di dalamnya. Manusia, makhluk rasional, memiliki intelek dan alami berusaha untuk tahu. Keberatan eksistensialis ke premis Aristoteles mengatakan bahwa jika alasan ditegaskan sebagai unsur utama dalam definisi manusia, maka tidak ada kebebasan sejati dalam kondisi manusia. Eksistensialis menegaskan bahwa manusia adalah memilih dan menghargai binatang yang punya alasan jika ia memilih. Eksperimentalisme juga menegaskan kemampuan individu untuk berpartisipasi dalam interaksi kelompok bermakna. Meskipun Dewey percaya bahwa keuntungan kebebasan individu melalui kelompok-asosiasi, beberapa Eksistensialis menemukan "seperti hati-kelompok untuk menjadi agen koersif di mana individu adalah subordinasi 4

5 kepada kelompok. Memberatkan individu yang dipaksa untuk mematuhi dengan keputusan kelompok dan menentukan. Reaksi Anti-Ilmiah masyarakat modern ini dimungkinkan penerapan ilmu pengetahuan untuk proses industri. Era modern ditandai dengan penekanan pada ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk mencapai kebenaran dan pemecahan masalah. Metode ilmiah sengaja meminimalkan subyektif dan sarat nilai. Keinginan pribadi, preferensi, dan prasangka tidak diperbolehkan untuk mengganggu objektivitas ilmiah. Permintaan untuk objektivitas ilmiah telah menyebabkan kuantifikasi pengalaman manusia. Tapi sementara jumlah yang terukur, kualitas tidak. Ilmu sosial, sosiologi, psikologi sosial, dan behaviorisme, yang berusaha untuk meneliti manusia dalam hal objektif, merupakan turunan dari ilmu pengetahuan. Hasil ilmu pengetahuan telah menjadi objektifikasi manusia, dan pengurangan untuk suatu benda yang dapat ditimbang, diukur, dan dievaluasi. Dalam aspek perilaku, metode ilmiah telah memiliki dampak reduksionisme yang berusaha untuk menganalisis manusia dengan mogok kualitas pengalaman manusia menjadi beberapa tanggapan yang terukur dan dihitung. D. Penegasan eksistensialis Premis dasar eksistensialisme "Keberadaan mendahului Essence" menegaskan keunggulan subjektivitas manusia. Manusia pertama datang di panggung dunia dan kemudian mulai mendefinisikan dirinya sendiri. Setiap dan semua berfilsafat dimulai dengan makhluk yang ada yang menyadari keberadaan sendiri. Kesadaran manusia eksistensi sendiri menempatkan dia dalam posisi menjadi sendiri "esensi-maker." Melalui pembuatan pilihan individu, pribadi, dan subyektif, manusia mendefinisikan dirinya sendiri. Manusia, bagaimanapun, menemukan bahwa ia adalah korban dari sebuah paradoks. Karena ia seorang individu, ia adalah unik. Keunikannya adalah nilai di dunia. Namun, pada saat yang sama, setiap orang hidup di alam semesta yang acuh tak acuh terhadap keberadaannya. Kesadaran eksistensi manusia sendiri juga 5

6 menyiratkan kesadaran koordinat ketiadaan. Eksistensialisme menegaskan bahwa tujuan manusia tidak ditemukan dalam struktur, metafisik teologis, atau sosiologis Semesta. Manusia bertanggung jawab untuk membuat nilai sendiri. Untuk eksistensialis, masalah filosofis dasar adalah bahwa dari menilai dan memilih. Nilai tidak mengemukakan dalam beberapa konsepsi realitas yg metafisik atau sosiologis. Nilai hasil dari pilihan-pilihan pribadi. Man, seorang pemilih tak berdasar nilai-nilai, menciptakan nilai-nilai dan frame sendiri. Dalam alam semesta tanpa tujuan, hanya manusia-dapat memiliki tujuan. Tidak ada kriteria universal yang dapat digunakan untuk mengukur nilai-nilai. Manusia harus memilih, dan tidak bisa lepas dari pilihan. Pencarian dari kehidupan eksistensialis-dan pendidikan bagi seorang pria otentik yang bebas dan menyadari kebebasannya. Dia menyadari bahwa setiap pilihan yang dibuat adalah tindakan penciptaan nilai pribadi. Orang secara otentik tahu bahwa definisi sendiri tidak dapat ditentukan oleh siapapun atau apapun yang berada di luar diri. Perjuangan untuk keaslian melibatkan kesadaran tanggung jawab pribadi untuk pilihan, menciptakan alternatif, dan memilih tanpa intervensi dari arbiter moral yang berada di luar diri. Masalah dasar untuk eksistensialis ditimbulkan oleh hubungan antara diri individu kepada orang lain dan lembaga. Dalam pengalaman, orang bertemu orang lain yang tampaknya seperti dia. Pertemuan antara diri sendiri dan orang lain mengarah ke ketakutan bahwa yang lain akan merealisasikan dan mengancam kebebasannya. Atau orang lain mungkin "memfungsionalisasikan" atau "instrumentalize" dia dengan menggunakan dia sebagai alat untuk mencapai tujuan-nya. Orang dapat memilih untuk menerima atau sesuai dengan norma-norma sosial dan pola, atau ia bisa menolak dan berontak terhadap pola-pola ini. Pertanyaan penting untuk keaslian individu adalah pilihan bebas dari conforming atau memberontak. Arahan batin, man otentik berusaha untuk membuat pilihan-nya atas 6

7 tidakberlandasannya sendiri sebagai pencipta nilai. Arahan orang lain memungkinkan orang lain untuk membuat pilihan untuk dia dan berusaha untuk melarikan diri dari kenyataan bahwa pilihan masih tanggung sendiri. Era masyarakat massa telah dikritik sebagai seni usia di mana orang enggan untuk terlibat secara pribadi dengan orang lain. Kecenderungan untuk menjadi pribadi menyendiri berasal dari ketakutan bahwa perjumpaan dengan orang lain akan mengarah pada objektifikasi diri. Meskipun objektifikasi tersebut adalah risiko yang menyertai pertemuan dengan orang lain, tidak selalu berarti bahwa orang lain akan merealisasikan orang yang ditemui. E. Koersifnes Pendidikan Modern Tradisi pendidikan Amerika, didasarkan pada konsepsi sekolah umum Horace Mann dan Henry Barnard, dipahami sekolah sebagai instrumen dalam membangun masyarakat Amerika di mana pengetahuan umum, nilai-nilai, dan loyalitas yang dipupuk. Ide sekolah umum dirancang sebagai alat untuk memadukan kelompokkelompok ras, sosial, etnis, agama, dan ekonomi bervariasi menjadi identitas nasional yang umum. Bahasa umum dan kurikulum, terkait dengan pendidikan sekolah umum, adalah sarana untuk mencapai integrasi nasional. Sementara itu menjabat tujuan pembangunan bangsa, sekolah umum sering koersif individualitas dan, keanekaragaman. Telah disebutkan bahwa sistem pendidikan di masyarakat massa cenderung meniru struktur perusahaan yang lebih besar dan dengan demikian mengurangi hubungan belajar-mengajar. Ada juga arti lain di mana pendidikan formal dapat menghambat keaslian pribadi. Subdivisi berbagai pendidikan profesional, seperti psikologi pendidikan, metodologi, pengukuran, dan evaluasi, sangat menggambarkan dari ilmuilmu sosial psikologi, sosiologi, dan ilmu politik. Meniru ilmu fisika, ilmu-ilmu sosial berbagai usaha untuk memprediksi perilaku. Instruksi terstruktur sesuai dengan tujuan 7

8 perilaku sehingga tingkat perilaku telah berubah dapat diukur. Seperti konsepsi belajar memandang belajar sebagai benda sosial atau fenomena dan diperoleh respon yang diukur dan diberikan ke tanggapan statistik dan sebaliknya terukur standar. Pendidikan Amerika Kontemporer telah menjadi kelompok tinggi-berpusat sebagai akibat dari stres pendidik progresif pada kegiatan bersama dalam belajar situasi dan karena dominasi teori psikologi pendidikan yang menekankan penerimaan sosial dan penyesuaian. Tujuan pendidikan disosialisasikan dengan tujuan seperti belajar untuk bekerja sama dengan orang lain, berfungsi berhasil dalam situasi kelompok, dan bekerja sebagai sebuah tim belajar atau komite. Menurut kelompok-berpusat pada teori pendidikan, individu menjadi lebih efektif dan efisien saat ia mengidentifikasi dengan dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Pendidik eksistensialis yang kritis terlalu menekankan kelompok. Di tengahtengah orang banyak, manusia masih kesepian dan sarat dengan kecemasan. Memang, beberapa kelompok yang berpusat situasi pembelajaran dapat menjadikan individu begitu koersif bahwa keaslian pribadi dapat dikorbankan dengan tekanan yang berpikiran seperti konsensus. Ketika seseorang bebas memilih untuk bergabung dan berpartisipasi dalam kelompok, maka masih ada peluang untuk pilihan otentik. Namun, sebagian besar kelompok-berpusat situasi di sekolah tidak dipilih secara bebas. Situasi belajar diorganisir sekitar kelompok harus sedemikian rupa sehingga mereka mengizinkan dan mendorong peluang bagi individu untuk menegaskan aspek-aspek unik dari kepribadian mereka. F. Filsafat Eksistensialisme dalam Operasional Pendidikan di Indonesia Morris menegaskan bahwa pendidikan harus menumbuhkan "intensitas kesadaran" bagi siswa. Siswa harus mengakui bahwa sebagai individu mereka terusmenerus bebas, baselessly, dan kreatif memilih, seorang siswa yang sadar akan 8

9 mengakui tanggung jawabnya untuk menentukan bagaimana dia ingin hidup sendiri dan untuk menciptakan sendiri definisi diri. Dalam mengembangkan garis besar dari psikologi pendidikan eksistensialis, Morris telah menyebut periode "pra-eksistensial" dari pertumbuhan dan perkembangan manusia dan untuk "Momen Eksistensial." Selama periode pra-eksistensial dari anak usia dini (sebelum pubertas), anak tidak benar-benar menyadari kondisi manusia itu, ia belum benar-benar sadar akan identitas pribadi dan takdir. Pra-eksistensialis waktu pendidikan dasar ketika anak memperoleh keterampilan membaca, menulis, berhitung, dan komunikasi. Dia juga belajar beberapa keterampilan fisik, rekreasi, dan sosial. Tergantung pada modus tertentu organisasi kurikuler, anak belajar beberapa materi pelajaran dan kemampuan memecahkan masalah. Morris menggunakan istilah Momen Eksistensial untuk merujuk pada situasi yang muncul ketika individu sadar kehadirannya sebagai diri di dunia. Sebagai seorang pendidik eksistensialis. Meskipun mengalami Momen Eksistensial bervariasi tentang individu, kebanyakan orang mengalaminya sekitar masa pubertas. Moment eksistensialis ditandai dengan wawasan Kesadaran sendiri dan kesadaran akan kehadiran seseorang di dunia dan tanggung jawab atas tindakan. Bagi sebagian orang, Momen Eksistensial adalah masa kekuasaan dan dorongan besar karena orang lain, itu adalah waktu ketika seseorang berusaha untuk melarikan diri tanggung jawab orang dewasa dan kembali ke kepolosan masa kanak-kanak itu. Pendidikan eksistensialis akan dimulai pada tahun-tahun sekolah SMP dan terus melaju melalui SMA dan perguruan tinggi sarjana. Dorongan dari pendidikan semacam ini akan membangkitkan dan meningkatkan kesadaran diri. Ini akan sangat prihatin dengan pengalaman afektif, dengan elemen-elemen pengalaman yang subyektif dan pribadi. Ini akan mendorong keterlibatan dalam situasi yang kondusif untuk pengetahuan bahwa seseorang terlibat dalam pertanyaan baik atau buruk dan benar atau salah. 9

10 1. Pandangan Ontologis Masalah ontologis dalam pandangan ontologis berkaitan erat dengan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, yang erat kaitannya dengan landasan fiolosofis pendidikan yang menjadi acuan perumusan tujuan yang lebih umum. Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum. 2. Pandangan Epistemologis Filsafat eksistensialis menegaskan bahwa individu bertanggung jawab untuk menentukan hidupnya sendiri. Dalam banyak cara yang sama, epistemologi eksistensialis mengasumsikan bahwa individu bertanggung jawab untuk pengetahuan sendiri. Pengetahuan berasal dan terdiri dari apa yang ada dalam kesadaran individu dan perasaan sebagai hasil dari pengalaman dan proyek. Situasi manusia yang terdiri dari komponen baik rasional dan irasional. Validitas pengetahuan ditentukan oleh nilai dan makna terhadap individu tertentu. Sebuah epistemologi eksistensialis muncul dari pengakuan bahwa pengalaman manusia dan pengetahuan bersifat subyektif, personal, rasional, dan irasional. 3. Pandangan Aksiologis Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan. Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan merupakan suatu potensi untuk suatu tindakan. Manusia mempunyai 10

11 kebebasan untuk memilih, namun menetukan pilihan-pilihan diantara pilihanpilihan yang terbaik adalah yang paling sukar yang bertanggung jawab. Setiap siswa menciptakan dan menjadi pribadi bertanggung jawab untuk memaknai acara tersebut, mungkin ada baiknya untuk mempertimbangkan beberapa kemungkinan yang berarti bahwa suatu peristiwa sejarah yang sederhana mungkin bagi siswa. G. Pendidikan 1. Tujuan Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan dan perhatian yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehingga dalam menentukan kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum. 2. Kurikulum Pelajaran sekolah hanyalah alat untuk realisasi subjektivitas. Tahap pembelajaran penting yang tidak ditemukan dalam struktur pengetahuan atau dalam organisasi disiplin belajar, melainkan di apropriasi siswa dari kesediaan subjek-nya untuk memilih dan memberi makna pada subjek tersebut. Dalam situasi "eksistensialis" kurikulum, siswa adalah aktor yang memberi makna pada subjek yang ia merampas, karena ia menggabungkan ke dalam keberadaan sendiri dan menafsirkannya sesuai dengan proyek sendiri. Seperti Morris mengatakan, "Apapun pengalaman di sekolah yang paling mungkin untuk membangkitkan cara pribadi individu dalam memandang hidup akan diangkat ke posisi pertama dalam segala sesuatu yang suatu hari nanti bisa disebut sekolah eksistensialis. 11

12 Kurikulum, sebenarnya script yang siswa gunakan sebagai kendaraan interpretasi, mengandung baik kognitif dan elemen normatif. Tubuh faktual, deskriptif, dan pengetahuan ilmiah dari dimensi kognitif merupakan kodrat dari urutan fenomenologis. Normatif atau dimensi sikap terdiri dari daerah-daerah kurikuler yang terutama etis. Studi humanistik seperti sejarah, seni, sastra, filsafat, dan agama merupakan sumber sangat kaya nilai-nilai etika. Seni, kajian yang dirancang untuk menumbuhkan pengalaman estetis, termasuk bentuk-bentuk seperti musik, drama, tari, menulis kreatif, lukisan, dan film. Tujuan pendidikan estetika, menurut eksistensialis tersebut, bukan untuk meniru gaya artis model yang dipilih, meskipun ini mungkin dipelajari, melainkan untuk merangsang ekspresi estetika. Dalam dimensi estetika pendidikan, peran guru adalah untuk membangkitkan dan merangsang rasa pelajar dan keinginan untuk ekspresi estetika. Meskipun tidak mengetahui apa yang pelajar akan ciptakan, guru menyediakan berbagai media kreatif sehingga pelajar akan memiliki bahan baku untuk membuat objek seni sendiri. Pelajar menggunakan berbagai media untuk menggambarkan dunia saat ia memandangnya dalam kesadaran sendiri dan menghasilkan karya seni yang berasal dari pusat pengalaman pribadinya. Sastra dan humaniora akan menempati area utama dalam kurikulum eksistensialis. Sastra berguna dan relevan untuk membangkitkan pelajar pentingnya pembuatan pilihan, melainkan mengungkapkan berbagai strategi untuk membuat pilihan yang telah digunakan dalam literatur untuk menggambarkan keprihatinan dasar manusia. Dengan menggunakan literatur, drama, dan film, pelajar menempatkan kapasitasnya merasa di pembuangan penulis. Keterlibatan perwakilan para pelajar dalam pertanyaan-pertanyaan dasar manusia cinta, kematian, penderitaan, rasa bersalah, dan kebebasan merupakan 12

13 sarana yang sangat baik untuk menggambarkan kondisi manusia dan untuk menemukan makna pribadi dalam dunia tampaknya acuh tak acuh. Seperti sastra dan humaniora lainnya, sejarah adalah kendaraan kuat untuk meneliti bagaimana pria di masa lalu telah menghadapi dan menjawab keprihatinan manusia yang berulang. Studi sejarah, seperti yang dilihat oleh eksistensialis, adalah tidak begitu banyak masalah membangun hubungan sebabakibat atau memeriksa asal-usul dan perkembangan peradaban tertentu. Memang, tidak ada generalisasi universal atau abadi dapat disimpulkan dari penelitian sejarah. Penggunaan sejarah adalah di masa lalu menerangi manusia dan dalam menghadirkan pria kontemporer dengan hipotesis alternatif tentang bagaimana kehidupan bisa hidup di masa sekarang. 3. Peran Pendidik Meskipun pendidik eksistensialis dapat memilih untuk menggunakan berbagai metode pendidikan. Dialog Sokrates merupakan metode yang tepat bagi mereka yang mengikuti perspektif eksistensialis dalam pendidikan. Dialog mempertanyakan siswa sehingga ia menjadi sadar akan kondisi hidupnya. Memang, jenis terbaik dari pertanyaan akan bisa dijawab hanya dalam subjektivitas siswa sendiri. Dalam metodologi eksistensialis, guru merangsang "intensitas kesadaran" si pelajar dengan mendorong pencarian kebenaran pribadi dengan mengajukan pertanyaan makna kekhawatiran hidup. Ini adalah tugas guru untuk memberikan iklim dan situasi untuk ekspresi subjektivitas siswa. Hanya pelajar yang bisa berhadapan dengan tanggung jawabnya untuk definisi -diri. Penciptaan "intensitas kesadaran" adalah tanggung jawab sendiri peserta didik juga guru. Seperti kesadaran melibatkan rasa yang secara pribadi terlibat dalam dimensi etis dan estetis dari eksistensi. 13

14 Menurut pemikiran eksistensialisme peranan pendidik sebagai pembimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama sehingga siswa mampu berpikir relatif melalui pertanyaan-pertanyaan. Pendidik hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran yang diajarkan. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan eksistensialisme. Siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi pendidik tentang pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-temannya, dan pendidik membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya. Secara spesifik berikut ini akan digambarkan peranan pendidik: a. Menemukan pembawaan pada anak didiknya dengan jalan observasi, wawancara, pergaulan, angket dan sebagainya. b. Berupaya menolong anak didik dalam perkembangannya. Agar pembawaan buruk tidak dapat berkembang dengan subur mendekati kemungkinannya. c. Menyajikan dan mencarikan jalan yang terbaik dan menunjukkan perkembangan yang tepat. d. Setiap waktu mengadakan evaluasi untuk mengetahui apakah perkembangan anak didik dalam usaha mencapai pendidikan sudah berjalan seperti yang diharapkan. e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan pada anak didik pada waktu mereka menghadapi kesulitan dengan cara yang sesuai dengan kemampuan anak didik dan tujuan yang dicapai. f. Dalam menjalankan tugasnya, pendidik wajib selalu ingat bahwa anak sendirilah yang berkembang berdasarkan bakat yang ada padanya. g. Pendidik senantiasa mengadakan penilaian atas diri sendiri untuk mengetahui apakah hal-hal yang tertentu dalam diri pribadinya yang harus mendapatkan perbaikan. 14

15 h. Pendidik perlu memilih metode atau teknik penyajian yang tidak saja disesuaikan dengan bahan atau isi pendidikan yang akan disampaikan namun disesuaikan dengan kondisi anak didiknya. H. Simpulan Filsafat Eksistensialisme berusaha untuk membebaskan manusia dari belenggu alam semesta yang terkategori dan sistematis. Menekankan subjektivitas manusia, kebebasan pribadi, dan tanggung jawab individu, Eksistensialisme berani menggambarkan manusia sebagai makhluk yang ada di dunia di mana dia sendiri bertanggung jawab untuk definisi dirinya. Dalam upaya untuk keaslian, setiap orang harus menyadari bahwa ia membuat nilai sendiri dan menciptakan esensi sendiri tanpa bantuan pihak luar. Pendidikan eksistensialis akan memegang kebebasan manusia sebagai perhatian pentingnya, menekankan individu, subjektivitas. Pendidik eksistensialis berusaha untuk menumbuhkan rasa kesadaran diri dan tanggung jawab pada siswa. Dengan membuat pilihan-pilihan pribadi yang signifikan, dan siswa yang membuat definisi dirinya. Tujuan pendidikan semacam tidak dapat ditentukan di muka dan tidak dapat mereka diberikan oleh guru atau sistem sekolah. Setiap orang memiliki tanggung jawab untuk pendidikan sendiri. 15

16 Tokoh-tokoh dan Pemikiran Filsuf Eksistensialisme 1. Gabriel Marcel ( ) Marcel adalah filsuf Perancis yang bertitik tolak dari eksistensi. Sudah sejak tahun 1925, sebelum Kierkegaard dan filsuf eksistensialis lain membicarakan eksistensi, Marcel telah menulis artikel yang berjudul Existence et objectivite (Eksistensi dan Objektivitas). Yang khas bagi eksistensi adalah saya (sebagai subjek) tidak menyadari situasi saya itu. Bagi Marcel, eksistensi adalah lawan objektivitas dan tidak pernah dapat dijadikan objektivitas. Eksistensi adalah situasi kongkrit saya sebagai subjek dalam dunia. 2. Jean-Paul Sartre ( ) Titik tolak filsafat tidak bisa lain, kecuali cogito (kesadaran yang saya miliki tentang diri saya sendiri). Dalam hal ini ia membenarkan pendapat Descartes tentang cogito ergo sum. Tetapi kesadaran itu tidak bersifat tertutup, melainkan intensional (menurut kodratnya terarah pada dunia). Hal ini dirumuskan oleh Sartre demikian: Kesadaran adalah kesadaran diri, tetapi kesadaran akan diri ini tidak sama dengan pengalaman tentang dirinya. Cogito bukanlah pengenalan dirim melainkan kehadiran kepada dirinya secara non-tematis. Jadi ada perbedaan antara kesadaran tematis (kesadaran akan sesuatu) dan kesadaran non-tematis (kesadaran akan dirinya). 3. Van Cleve Morris Profesor Van Cleve Morris lahir di Kalamazoo, Michigan, pada tanggal 28 Juni 1921, dan dididik di sekolah-sekolah umum lokal. Ia bekerja di Oberlin College di Oberlin, Ohio. Dia mengikuti Teachers College, Columbia University, di mana ia menerima gelar MA pada 1947 dan gelar doktor pendidikan pada tahun Dia 16

17 telah mengajarkan filsafat pendidikan sebagai anggota dari perguruan pendidikan dari University of Georgia dan sebagai anggota dari staf sekolah pascasarjana pendidikan di Rutgers University. Dia kini Dekan perguruan tinggi pendidikan dari University of Illinois di lingkup Chicago. Di antara tulisan-tulisan Profesor Morris 'adalah buku seperti Filsafat dan Sekolah Amerika (1961), Eksistensialisme dalam Pendidikan (1966), Gerakan Modern dalam Filsafat Pendidikan (1969), dan The Budaya Anti-Man (1971), ditulis dengan Charles Tesconi. Dalam pemilihan berikutnya, Profesor. Morris membahas pertanyaan berdasar pilihan. 4. Maxine Greene Maxine Greene lahir di New York City pada tanggal 23 Desember Ia menerima gelar Bachelor of Arts dari Barnard College pada tahun 1938, Master of Arts pada tahun 1949, dan Ph.D. pada tahun 1955 dari New York University. Dia telah mengajar di New York University, Montclair State College, dan Teachers College of Columbia University. Dia diedit Encounters Eksistensial untuk Guru, dari mana pilihan berikut diambil. 17

18 Daftar Rujukan Greene, Maxine Existential Encounters for Teachers. New York: Random House, Inc., Grene, Marjorie Introduction to Existentialism. Chicago: University of Chicago Press. Gutek, Gerald Lee Philosophical Alternatives in Education. Columbus, OHIO: Charles E. Merril Publishing Company, A Bell & Howell Company Kheru Topic 3 Reconstructionism, Behaviorism and Existentialism in Education dalam diakses tanggal 09/01/2012 Kneller, George F Existentialism and Education. New York: John Wiley & Sons, Inc., Morris, Van Cleve Existentialism in Education; What It Means. New York: Harper & Row, Publishers. Soderquist, Harold O The Person and Education. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Publishing Company. Vandenberg, Donald Being and Education: An Essay in Existential Phenomenology. Englewood Cliffs, N.J.: Prentice-Hall, Inc., Yati Hardiyanti Filsafat dan Filsafat Pendidikan dalam Pendidikan An Experimental Study in Existentialism: the Psychomethric Approach to Frankl's Concept of Noogenic Neurosis dalam diakses tanggal 09/01/

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

Filsafat eksistensialisme

Filsafat eksistensialisme Filsafat eksistensialisme Sejarah munculnya eksistensialisme Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger (1889-1976) Eksistensialisme adalah merupakan filsafat dan akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE

2014 ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK TERHADAP NILAI-NILAI EKSISTENSIALISME DALAM NASKAH TEATER HUIS CLOS KARYA JEAN-PAUL SARTRE 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Karya sastra tidak luput dari pandangan pengarang terhadap kondisi yang terjadi di lingkungannya, seperti sejarah, budaya, agama, filsafat, politik dan sebagainya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME Dengan Nama Allaah yang menggenggam ajal kami ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME Oleh: AAN SUKANDAR Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( )

FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE ( ) FILSAFAT SEJARAH BENEDETTO CROCE (1866-1952) Filsafat Sejarah Croce (1) Benedetto Croce (1866-1952), merupakan pemikir terkemuka dalam mazhab idealisme historis. Syafii Maarif mengidentifikasi empat doktrin

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id EKSISTENSIALISME Template Modul https://www.youtube.com/watch?v=3fvwtuojuso

Lebih terperinci

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan

MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN. Imam Gunawan MAZHAB FILSAFAT PENDIDIKAN Imam Gunawan PRAGMATISME Dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK

PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK 31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT EKSISTENSIALISME Oleh: Rukiyati Jurusan FSP- FIP UNY. Kata kunci: eksistensialisme, otonomi manusia, pendidikan

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT EKSISTENSIALISME Oleh: Rukiyati Jurusan FSP- FIP UNY. Kata kunci: eksistensialisme, otonomi manusia, pendidikan PEMIKIRAN PENDIDIKAN MENURUT EKSISTENSIALISME Oleh: Rukiyati Jurusan FSP- FIP UNY Abstrak Eksistensialisme menjadi salah satu ciri pemikiran filsafat abad XX yang sangat mendambakan adanya otonomi dan

Lebih terperinci

MENJADI MANUSIA OTENTIK

MENJADI MANUSIA OTENTIK MENJADI MANUSIA OTENTIK Penulis : Reza A.A. Wattimena G. Edwi Nugrohadi A. Untung Subagya Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

A. Proses Pengambilan Keputusan

A. Proses Pengambilan Keputusan A. Proses Pengambilan Keputusan a) Definisi Menurut James A.F. Stoner, keputusan adalah pemilihan di antara berbagai alternatif. Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu: (1) ada pilihan atas dasar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan

BAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan 344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa komunikasi atau speech acts dipergunakan secara sistematis untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa komunikasi atau speech acts dipergunakan secara sistematis untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah alat komunikasi. Tarigan (2008 : 11) menjelaskan, bahwa komunikasi atau speech acts dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I PERKEMBANGAN ILMU POLITIK CARA MEMANDANG ILMU POLITIK Ilmu yang masih muda jika kita memandang Ilmu Politik semata-mata sebagai salah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3

BAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3 342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI

TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI TANTANGAN FILSAFAT ILMU DALAM PERKEMBANGAN GEOGRAFI YULI IFANA SARI RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana peranan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan? 2. Bagaimana perkembangan ilmu geografi? 3. Apa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Generik Sains Sains berasal dari natural science atau science saja yang sering disebut dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Sains meliputi Kimia, Biologi, Fisika, dan

Lebih terperinci

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Oleh Sudrajat Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta A. Muqadimah Bagi kebanyakan siswa IPS merupakan mata pelajaran yang membosankan. Mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

TEORI BELAJAR HUMANISTIK

TEORI BELAJAR HUMANISTIK TEORI BELAJAR HUMANISTIK Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. \proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga pendidikan terdiri dari lembaga pendidikan formal (sekolah), non formal (kursus atau bimbingan belajar), dan lembaga informal (keluarga). Biasanya

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang :

LANDASAN SOSIOLOGIS. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi empat bidang : LANDASAN SOSIOLOGIS PENGERTIAN LANDASAN SOSIOLOGIS : Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan bahwa manusia dibentuk oleh dunia ide dan cita-cita, bukan oleh situasi sosial yang nyata begitu pula dengan pendidikan yang masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1) PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Manusia dalam kehidupannya adalah manusia yang hidup dalam sebuah institusi. Institusi yang merupakan wujud implementasi kehidupan sosial manusia. Di mana pun keberadaannya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN. Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada)

BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN. Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada) BAB 1: MASALAH YANG TERUTAMA: PARADOKS BERNAMA KESADARAN Cogito, Ergo Sum (Aku berpikir, maka aku ada) Rene Descartes, filsuf Perancis L homme est condamne a etre libre, parce que une fois jete dans le

Lebih terperinci

PRIBADI CARL ROGERS. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi

PRIBADI CARL ROGERS. Setelah mendapat gelar doktor dalam psikologi Rogers menjadi staf pada Rochester Guidance Center dan kemudian menjadi 9 PRIBADI CARL ROGERS Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya

Lebih terperinci

FILSAFAT PENDIDIKAN. Oleh Drs. Dwi Siswoyo, M. Hum

FILSAFAT PENDIDIKAN. Oleh Drs. Dwi Siswoyo, M. Hum FILSAFAT PENDIDIKAN Oleh Drs. Dwi Siswoyo, M. Hum MAKNA FILOSOFI Kata filosofi berasal dari perkataan yunani philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dan berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi adalah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia mendapatkan pembelajaran secara kognitif, afektif dan psikomotor yang kemudian

Lebih terperinci

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Filsafat Umum Modul ke: 01 Fakultas Psikologi Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1 Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. RAPEM FILSAFAT UMUM Judul Mata Kuliah : Filsafat Umum

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai

Lebih terperinci

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS)

ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) KURIKULUM 2013 KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) / MADRASAH TSANAWIYAH (MTS) KELAS VII - IX MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (IPS) Nama Guru NIP/NIK Sekolah : : : 1

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL KONFLIK TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. KARL MARX (1818-1883) 5. JURGEN HABERMAS 2. HEGEL 6. ANTONIO GRAMSCI 3. MAX HORKHEIMER (1895-1973) 7. HERBERT

Lebih terperinci

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009 BAB 4 KESIMPULAN Dari hasil pembahasan karya akhir ini dapat disimpulkan bahwa materi ajar cerpen adalah subtansi dasar yang akan disampaikan kepada siswa dalam proses pembelajaran sastra tingkat MTs.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato,

RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, RANGKUMAN Penggolongan Filsafat Pendidikan menurut Theodore Brameld: 1. Tradisi filsafat klasik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh dari teori Plato, Aristoteles, thomas Aquinas muncullah Perenialisme.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Era globalisasi ditandai dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat, sehingga dibutuhkan individu-individu yang mampu menyesuaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum adalah program kegiatan yang terencana disusun guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu kurikulum yang pernah berjalan di

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum

EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN. Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN Oleh Dr. Dwi Siswoyo, M. Hum MAKNA FILOSOFI Kata filosofi berasal dari perkataan yunani philos (cinta) dan sophia (kebijaksanaan) dan berarti cinta kebijaksanaan. Filosofi

Lebih terperinci

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI MODUL PERKULIAHAN ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI Manusia sebagai Pelaku Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Broadcasting Sofia Aunul Abstract Pemahaman komunikasi dengan

Lebih terperinci

Starlet Gerdi Julian / /

Starlet Gerdi Julian / / Starlet Gerdi Julian / 15105241034 / http://juliancreative.blogs.uny.ac.id/?page_id=239 TEORI PENDIDIKAN A. Pendidikan Klasik Pendidikan klasik adalah pendidikan yang dipandang sebagai konsep pendidikan

Lebih terperinci

Pembelajaran Langsung: Mempertahankan Paradigma Pembelajaran Berpusat pada Guru. Sabri 1

Pembelajaran Langsung: Mempertahankan Paradigma Pembelajaran Berpusat pada Guru. Sabri 1 Pembelajaran Langsung: Mempertahankan Paradigma Pembelajaran Berpusat pada Guru Sabri 1 Abstrak: Rancangan model pembelajaran langsung secara khusus ditujukan untuk mengajarkan pengetahuan prosedural dan

Lebih terperinci

Pertemuan 2 ETIKA PROFESI

Pertemuan 2 ETIKA PROFESI Pertemuan 2 ETIKA PROFESI Pembahasan 1. Pengertian Profesi 2. Etika Profesi 3. Etika Komputer 4. Profesional & Profesionalisme 5. Prinsip-prinsip yang menjadi tanggung jawab seorang Profesional I. Pengertian

Lebih terperinci

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI

PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI MODUL PERKULIAHAN PENGENALAN PANDANGAN ORGANISASI Pokok Bahasan 1. Alternatif Pandangan Organisasi 2. Perkembangan Teori Dalam Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Public

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian integral dari pembangunan. Proses pendidikan tidak dapat dipisahkan dari proses pembangunan itu sendiri. Pembangunan diarahkan dan

Lebih terperinci

ini. TEORI KONTEKSTUAL

ini. TEORI KONTEKSTUAL TEORI KOMUNIKASI DASAR-DASAR TEORI KOMUNIKASI Komunikasi merupakan suatu proses, proses yang melibatkan source atau komunikator, message atau pesan dan receiver atau komunikan. Pesan ini mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai

BAB III METODE PENELITIAN. Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai BAB III METODE PENELITIAN Permasalah penelitian yang ingin dijabarkan disini adalah mengenai pengalaman subjek yang menderita HIV positif. Teori Viktor E. Frankl dalam penelitian ini dinyatakan bukan sebagai

Lebih terperinci

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.

Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI. Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kematian Manusia Kematian merupakan batas historisitas manusia yang telah dimengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak terlepas dari segi-segi kehidupan manusia. Kesenian juga merupakan cerminan dari jiwa masyarakat. Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah berkaitan dengan ide, pikiran, kepercayaan serta keyakinan yang diketahui dan dipahami oleh individu tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor penentu kelulusan ujian nasional. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia menjadi salah satu mata pelajaran yang saat ini cukup banyak mendapat perhatian. Hal tersebut salah satunya dikarenakan masuknya bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI

PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI 1 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN ANAK MELALUI PENDIDIKAN JASMANI Pendahuluan Guru-guru pendidikan jasmani (penjas) sudah mengetahui dan menyadari sepenuhnya bahwa aktivitas jasmani di samping mengembangkan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Simalungun merupakan salah satu suku dengan ragam keunikan yang dimiliki, tanah yang subur, masyarakat yang ramah dan lemah lembut. Memiliki kekayaan warisan budaya

Lebih terperinci

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hasi Belajar IPA Tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik jika hasil belajar sesuai dengan standar yang diharapkan dalam proses pembelajaran tersebut.

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani,

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA. Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Secara Etimologis, istilah Kebijakan (policy) berasal bahasa Yunani, Sangsekerta, dan Latin. Dimana istilah kebijakan ini memiliki arti menangani masalah-masalah publik

Lebih terperinci

depan yang akan dijalani yang diwarnai tantangan dan perubahan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan

depan yang akan dijalani yang diwarnai tantangan dan perubahan. Kurikulum 2013 merupakan pengembangan dari Kurikulum Tingkat Satuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia. Sebagai suatu kegiatan sadar dan bertujuan, maka pelaksanaannya berada dalam suatu

Lebih terperinci

Oleh : Kian Amboro, S.Pd., M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

Oleh : Kian Amboro, S.Pd., M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro Oleh : Kian Amboro, S.Pd., M.Pd. Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro 0823 7373 8962 PENGENALAN ILMU SOSIAL DASAR Pengantar ISD Sumber dari semua ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam aktivitas tersebut terdapat banyak penerapan komponen pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam aktivitas tersebut terdapat banyak penerapan komponen pembelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan aktivitas siswa dan guru, di dalam aktivitas tersebut terdapat banyak penerapan komponen pembelajaran seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Kusrianto, Adi Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset halaman

BAB I PENDAHULUAN Kusrianto, Adi Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi Offset halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Sejarah Perkembangan Desain Komunikasi Visual di Dunia Pada awalnya, media desain grafis hanya terbatas pada media cetak dwi matra. Namun, seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas kepribadian serta kesadaran sebagai warga negara yang baik. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Permasalahan di bidang pendidikan yang dialami bangsa Indonesia pada saat ini adalah berlangsungnya pendidikan yang kurang bermakna bagi pembentukan watak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

TEORI DAN METODOLOGI

TEORI DAN METODOLOGI TEORI DAN METODOLOGI MEMBANGUN PARADIGMA DALAM TEORI SOSIOLOGI 3 PARADIGMA FAKTA SOSIAL DEFINISI SOSIAL PERILAKU SOSIAL Sudut pandang sistem sosial sebagai keseluruhan Sudut pandang struktur sosial Tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini dikemukakan beberapa poin di antaranya latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. 1.1

Lebih terperinci

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090) Akal dan Pengalaman Filsafat Ilmu (EL7090) EROPA History TEOLOGI ±10 Abad COSMOS RENAISSANCE Renaissance Age ITALY Renaissance = Kelahiran Kembali - TEOLOGIS - Rasionalitas dan Kebebasan Berfikir Martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan hendaknya mampu mendukung pembangunan di masa mendatang. Oleh karena itu, pendidikan harus mengembangkan potensi peserta didik, sehingga mereka mampu

Lebih terperinci

idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan rasionalisme.

idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan rasionalisme. Rasionalisme rasionalisme. Relativisme Falsifikanisme idealisme: suatu aliran filsafat yang cara pandangnya sama dengan pragmatisme realism Idealisme adalah: o Orang yang menerima standar estetik, moral,

Lebih terperinci

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Oleh : Agustina Abdullah *) Arti dan Pentingnya Filsafat Ilmu Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman tentang pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang erat dalam proses sejarah kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam. Ia adalah

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata dari rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah rendahnya perolehan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 3 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Komunikasi Massa Menurut McQuail (1987) pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Empati 2.1.1 Definisi Empati Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut merasakan apa yang orang lain alami. Empati tidak hanya sebatas memasuki dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Encar Carwasih, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Encar Carwasih, 2013 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keunikan Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang memiliki penduduk yang beragam (multietnis). Keanekaragaman suku bangsa tumbuh dan berkembang karena perbedaan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Program

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengambilan keputusan dalam penyelesaian masalah adalah kemampuan mendasar bagi praktisi kesehatan, khususnya dalam asuhan keperawatan. Pemecahan masalah dan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini seorang anak mulai bertumbuh dan berkembang menuju kematangan, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. ini seorang anak mulai bertumbuh dan berkembang menuju kematangan, misalnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan suatu tahap menuju ke arah kedewasaan. Pada masa ini seorang anak mulai bertumbuh dan berkembang menuju kematangan, misalnya kematangan fisik

Lebih terperinci

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif

Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo repository.uin-malang.ac.id/2412 Selayang Pandang Penelitian Kualitatif Mudjia Rahardjo Setelah sebelumnya dipaparkan sejarah ringkas penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bagian pendahuluan merupakan pemaparan mengenai dasar dilakukannya penelitian, yaitu terdiri dari latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

Lebih terperinci

PENDAHLUAN. Penalaran Tinggi Keterampilan Rendah. Keterampilan dan Kreativitas Tinggi. Penalaran Rendah Keterampilan Tinggi

PENDAHLUAN. Penalaran Tinggi Keterampilan Rendah. Keterampilan dan Kreativitas Tinggi. Penalaran Rendah Keterampilan Tinggi Kemampuan Bernalar Bimbel PENDAHLUAN Latar Belajang Kurikulum 2013 merupakan penguatan pelaksanaan kurikulum berbasisk kompetensi (KBK) yang dirintis sejak tahun 2002. Penyempurnaan terus dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan para mahasiswa yang tanggap akan masalah, tangguh, dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa adalah salah satu generasi harapan bangsa dimana masa depan yang dicita-citakan bangsa ini berada di tangan mereka. Banyak orang menganggap bahwa mahasiswa

Lebih terperinci