BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
|
|
- Veronika Kusuma
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Penggunaan Meterai Atas Dokumen-dokumen di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang berlokasi di Jl. Diponegoro Salatiga, Jawa Tengah, semula lahir dengan nama Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Kristen Indonesia (PTPG-KI). Diresmikan pada tanggal 30 November 1956 dengan lima jurusan, yaitu Pendidikan, Sejarah, Bahasa Inggris, Hukum, dan Ekonomi. PTPG-KI Satya Wacana berubah menjadi FKIP-KI pada tanggal 17 Juli Kemudian pada tanggal 5 Desember 1959 diresmikan menjadi Universitas Kristen Satya Wacana dengan kehadiran Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum yang kemudian diikuti dengan pembukaan beberapa Fakultas dan Program Studi baru. Sebagai Perguruan Tinggi Swasta yang kini melewati usia emasnya, Satya Wacana yang berarti Setia Kepada Firman Tuhan, terus berkembang dan mendapat kepercayaan baik dari masyarakat maupun pemerintah. Pada saat ini UKSW memiliki 56 Program Studi yang terdiri dari 4 Program Studi Diploma III, 39 Program Studi Program Sarjana (S1), 10 Program Studi Program Magister (S2), dan 3 Program Studi Program Doktoral (S3).
2 54 Dalam melaksanakan aktivitas perkuliahan, administrasi dan keuangan UKSW didukung oleh unit-unit penunjang akademik guna melancarkan berbagai kegiatan kemahasiswaan dan administrasi di UKSW. Adapun unit-unit penunjang akademik terdiri dari: (1) Biro Administrasi Akademik, (2) Biro Akuntansi dan Keuangan, (3) Biro Kemahasiswaan, (4) Biro Manajemen Kampus, (5) Biro Promosi dan Hubungan Luar, (6) Biro Teknologi dan Sistem Informasi, dan (7) Pusat Penjaminan Mutu Akademik. Sementara kegiatan administrasi dan keuangan internal UKSW dilaksanakan oleh Biro Akuntansi dan Keuangan, yang dibantu oleh Bagian Tata Usaha, Bagian Akuntansi dan Keuangan. Dalam praktik lalu lintas hukum dan ekonomi yang berlangsung di di UKSW berkaitan dengan Bea Meterai. Bea Meterai lebih sering dianggap sebagai suatu keharusan yang mutlak dilakukan dalam pembuatan dokumen baik untuk urusan internal maupun eksternal organisasi. Penggunaan meterai di UKSW meterai ditempelkan pada dokumen-dokumen seperti Surat Keterangan Masih Kuliah, kuitansi, nota dan struk kecil (nota juga hanya ukurannya lebih kecil) atau berupa nota belanja sebagai bukti pembayaran. Hal ini ditegaskan oleh Ibu Sudiyati Manutede selaku Kepala Bagian Keuangan pada Tata Usaha UKSW ketika diwawancarai tanggal 10 Mei 2013, yang mengatakan bahwa: Memang benar di UKSW menggunakan meterai pada kuitansi dan nota. Penggunaan meterai seperti itu telah digunakan sejak lama (sejak saya bekerja pada tahun 1987) dan sudah merupakan aturan turun temurun/tradisi.
3 55 Kepala Bagian Keuangan pada Tata Usaha UKSW menambahkan bahwa: Penempelan materai pada kuitansi dan nota serta dokumen lainnya memang sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Elisabeth Venti selaku Manajer Keuangan UKSW ketika diwawancarai pada tanggal 25 Mei 2013, yang menjelaskan bahwa: Penggunaan meterai pada kuitansi dan nota memang telah lama dilakukan di UKSW. Tetapi, seharusnya nota tidak perlu ditempelkan materai karena materai itu sebenarnya berfungsi sebagai bea pajak bukan sebagai alat bukti pembayaran ataupun bukti tanda terima atau bukti transaksi sejumlah uang. Seperti diketahui, bahwa ketentuan mengenai Bea Meterai diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai (UUBM), yang menyatakan bahwa Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen. Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan (Pasal 1 ayat (2) UUBM). Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berbentuk surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata, akta-akta Notaris termasuk salinannya, akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya, surat yang memuat jumlah uang, surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep, atau dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan seperti surat-surat biasa dan
4 56 surat kerumahtanggaan, serta surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula (Pasal 2 UUBM). Dokumen sebagaimana didefinisikan dalam Pasal 1 ayat (2) UUBM oleh masyarakat luas dikenal sebagai surat atau akta. Maka untuk dapat memahami dokumen secara lebih komprehensif, perlu juga diketahui tentang pembagian surat. Surat dapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu surat di bawah tangan dan surat autentik. Selanjutnya surat dibawah tangan dapat dibedakan menjadi surat biasa dan akta di bawah tangan, dan surat autentik dapat dibedakan menjadi akta autentik dan surat dinas. Lebih lanjut, akta autentik dibagi menjadi dua, yaitu akta autentik menurut Hukum Publik dan akta autentik menurut Hukum Perdata. 61 Untuk dapat mempermudah pemahaman mengenai dokumen, dapat memperhatikan skema pada gambar di bawah ini Hasanuddin Tatang. Modul Bea Meterai. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Direktorat Jenderal Pajak. Jakarta, 2006, hal Ibid. hal. 5.
5 57 Penjelasan gambar di atas adalah sebagai berikut: a) Surat adalah serangkaian kata-kata dalam bentuk tulisan yang mengandung maksud tertentu dari pembuatnya. b) Surat dibawah tangan adalah surat yang tidak dibuat oleh pejabat umum. (Pejabat umum adalah pejabat yang diangkat oleh pemerintah dan ditugaskan serta diberi wewenang untuk melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintah untuk membuat akta yang berkaitan dengan peristiwa atau perbuatan hukum). 63 c) Akta adalah surat yang ditandatangani, yang khusus dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa atau perbuatan hukum. 64 d) Akta autentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu (seperti Notaris, Hakim, Panitera, Juru Sita, Pegawai Pencatat Sipil) di tempat akta itu dibuat (Pasal 1868 KUH Perdata, Pasal 165 Herziene Indonesisch Reglemen (HIR), dan Pasal 285 Rechtsreglement Buitengewesten (RBg). e) Akta di bawah tangan adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa atau perbuatan hukum yang dibuat secara sepihak ataupun melibatkan beberapa pihak yang berkepentingan tanpa disaksikan dan disahkan oleh pejabat umum yang berwenang membuat akta Ibid. 64 Sofyan Arief. Penggunaan Meterai yang Benar Dalam Rangka Sempurnanya Akta Autentik. Humanity. Volume 7, No. 1, September 2011, hal Ibid.
6 58 Berdasarkan penjelasan di atas, secara eksplisit mengisyaratkan bahwa yang menjadi objek pajak Bea Meterai adalah dokumen, seperti akta perjanjian, akta jual-beli, surat perjanjian sewa-menyewa, kuitansi, dan sebagainya. Isi dari akta atau surat perjanjian tersebut tidak menghalangi untuk mengenakan Bea Meterai atas akta atau surat perjanjian mengenai hal-hal tersebut. Pada kasus di UKSW tersebut, penggunaan meterai pada kuitansi dapat dibenarkan dan sah menurut UUBM, sedangkan penggunaan meterai pada nota pembayaran tidak diatur dalam UUBM, karena tidak termasuk ke dalam dokumen yang dikenakan Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UUBM. Dalam lalu lintas ekonomi, kuitansi dan nota memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai bukti pencatatan transaksi. Namun, dalam lalu lintas hukum, keduanya memiliki arti yang berbeda. Untuk lebih memahami hal ini dapat dilihat dari batasan antara kuitansi dan nota menurut para ahli. Kuitansi adalah tanda bukti terjadinya pembayaran yang ditandatangani oleh pihak penerima uang. Kuitansi harus dibubuhi materai pada jumlah tertentu sesuai dengan peratuaran yang berlaku. Lembar asli diserahkan kepada pihak yang membayar, sedangkan tembusan atau bagian sus/potongannya disimpan pihak penerima. 66 Menurut Pasal 55 Peraturan Presiden RI Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden RI Nomor 54 tahun 2010 Tentang Pengadaan 66 Dhatulaulia. Bukti Transaksi diakses melalui bukti-transaksi, tanggal 21 Oktober 2013.
7 59 Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan bahwa kuitansi adalah selembar surat bukti yang menyatakan bahwa telah terjadi penyerahan sejumlah uang dari yang disebut sebagai pemberi atau yang menyerahkan uang kepada yang disebut sebagai penerima dan yang harus menandatangani telah menerima penyerahan uang itu sebesar yang disebutkan dalam surat itu, lengkap dengan tanggal penyerahan, tempat serta alasan penyerahan uang itu. Untuk memperkuat tanda bukti tersebut ditempelkan meterai sebesar yang ditentukan oleh Undang-undang Bea Meterai. 67 Sementara definisi nota adalah tanda bukti pembelian suatu barang secara tunai yang dibuat pihak penjual dan diberikan kepada pihak pembeli. Nota minimal dibuat rangkap dua, aslinya diserahkan kepada pihak pembeli dan rangkapnya disimpan penjualnya sebagai bukti transaksi penjualan barang secara tunai. 68 Penjelasan di atas secara eksplisit mengisyaratkan adanya perbedaan batasan dan fungsi kuitansi dengan nota, meskipun kedua dokumen tersebut menyebut penerimaan uang. Dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d UUBM jo Pasal 1 huruf d Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai, dinyatakan bahwa yang dikenakan Bea Meterai adalah surat yang memuat sejumlah uang yaitu yang menyebutkan penerimaan uang. Hal ini berarti penggunaan meterai pada kuitansi dapat dibenarkan dan sah menurut 67 Perpres 70/2012: Antara Bukti Pembelian dan Kuitansi. Diakses melalui rejanglebongkab. go.id/perpres antara-bukti-pembelian-dan-kuitansi, tanggal 29 Oktober Dhatulaulia, Op.Cit.
8 60 UUBM dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000, karena secara jelas kuitansi merupakan surat yang menyebutkan penerimaan uang. Sedangkan nota umumnya digunakan sebagai tanda tanda bukti pembelian suatu barang secara tunai yang dibuat pihak penjual dan diberikan kepada pihak pembeli, sehingga tidak memerlukan meterai. Dengan perkataan lain, nota pembelian atau pembayaran tidak dikenakan Bea Meterai, kecuali jika dikemudian hari akan digunakan sebagai alat pembuktian di Pengadilan, maka terlebih dahulu nota tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian. Jadi, penggunaan meterai pada nota (bahkan struk) di UKSW tidak berdasarkan atas peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, karena nota tidak termasuk dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UUBM jo Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun Pada bagian lain praktik penggunaan meterai di UKSW berlaku untuk dokumen-dokumen yang memuat penerimaan uang dengan nilai nominal tertentu, seperti dijelaskan oleh Ibu Manutede selaku Kepala Bagian Keuangan pada Tata Usaha UKSW ketika diwawancarai tanggal 10 Mei 2013, yang menyatakan sebagai berikut: Materai yang digunakan disesuaikan dengan nominal yang tertera dalam kuitansi dan nota. Contohnya nominal Rp sampai Rp ,- ditempel meterai Rp dan nominal lebih dari Rp ,- menggunakan materai Rp Kepala Bagian Keuangan pada Tata Usaha UKSW menambahkan bahwa otorisasi atas transaksi dokumen-dokumen tersebut dilakukan sebagai berikut: Kuitansi dengan nominal Rp ,- ditandatangani oleh Kepala Bagian Keuangan, transaksi dengan nilai nominal Rp.
9 ,- sampai Rp ,- oleh Manajer Keuangan, sedangkan transaksi yang mempunyai nilai nominal Rp ,- sampai dengan Rp ,- ditandatangani oleh Pembantu Rektor II. Sementara transaksi dengan nilai nominal Rp ,- sampai dengan Rp ,- ditandatangani oleh Rektor, dan transaksi yang nilainya lebih dari Rp ,- ditandatangani oleh Yayasan. Semua transaksi ini pada akhirnya akan divalidasi (di cek) oleh staf yang bertugas di bagian akuntansi dan keuangan. Tarif Bea Meterai pada dasarnya dibagai dua, yaitu (1) tarif berdasarkan jenis dokumen dan (2) tarif berdasarkan jumlah nominal yang disebutkan dalam dokumen tersebut. Pembagian ini memang tidak disebutkan secara jelas dalam UUBM, namun secara implisit dapat dilihat dalam Pasal 2 UUBM, yaitu dokumen yang merupakan surat yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai barang bukti di pengadilan, seperti akta notaris dan akta PPAT dikenakan tarif yang sama tanpa melihat isi dari dokumen tersebut. Selain itu dokumen yang memuat jumlah uang akan dikenakan tarif Bea Meterai berdasarkan jumlah uang yang termuat dalam dokumen tersebut. Berdasarkan tarif-tarif yang dikenakan atas dokumen-dokumen sebagaimana tersebut pada Pasal 2 UUBM, tarif Bea Meterai adalah Rp 1.000,- dan Rp 500,-. Selanjutnya dalam Pasal 3 UUBM disebutkan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Meterai,
10 62 dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Berdasarkan ketentuan ini, seiring dengan adanya perkembangan ekonomi nasional, pemerintah telah mengadakan dua kali penyesuaian tariff dan besarnya harga nominal yang dikenakan Bea Meterai, yaitu perubahan pertama dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1995, tarif Bea Meterai diubah menjadi Rp 1.000,- dan Rp Perubahan kedua diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2000, yaitu tarif Bea Meterai ditentukan sebesar Rp 3.000,- dan Rp 6.000,-. Berkaitan tarif Bea Meterai yang dikenakan di UKSW seperti dijelaskan di atas, Pasal 2 UUBM jo Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 mengatur mengenai tarif Bea Meterai atas dokumen yang menyebut penerimaan uang, yaitu: (a) yang mempunyai harga nominal sampai dengan Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah), tidak dikenakan Bea Meterai; (b) yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp ,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) sampai dengan Rp ,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah); dan (c). yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp ,00 (satu juta rupiah), dikenakan Bea Meterai dengan tarif sebesar Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah). Berdasarkan ketentuan di atas, menurut hemat penulis, praktik penggunaan meterai di UKSW telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UUBM dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000
11 63 mengenai tarif Bea Meterai atas dokumen yang menyebut penerimaan uang. Meskipun nota yang seharusnya tidak dikenakan Bea Meterai, namun tetap digunakan meterai. Menurut hemat penulis, Surat Keterangan Masih Kuliah dan nota pembayaran di UKSW termasuk kedalam dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf f, yaitu tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi. Hal ini berarti terkesan ada pembiaran perlakuan yang salah dan dapat dianggap inefisiensi bagi keuangan UKSW. Selain itu, nota tidak lazim dikenakan Bea Meterai meskipun menyebut penerimaan uang, kecuali jika nota tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan. Inipun oleh UUBM masih diberikan kesempatan untuk diberikan pemeteraian kemudian, meskipun dikenakan denda 200% dari Bea Meterai yang tidak atau kurang bayar. 2. Sumber Hukum Penggunaan Meterai atas Kuitansi dan Nota Bea Meterai merupakan pajak tidak langsung atas dokumen. Dasar hukum pengenaan Bea Meterai adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 (UUBM). Undang-undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai.
12 64 Bea Meterai dikenakan atas dokumen dan hanya satu dokumen hanya terutang satu Bea Meterai, sedangkan rangkap atau salinannya (yang ikut ditandatangani) terutang Bea Meterai sama dengan aslinya. Dokumen yang dikenakan Bea Meterai sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UUBM dan dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai diatur dalam Pasal 4 UUBM. Penggunaan meterai pada Surat Keterangan Masih Kuliah, Kuitansi, Nota (bahkan struk) yang telah berlangsung lama dan telah menjadi kebiasaan yang turun-temurun dilakukan di UKSW, dapat dianggap sebagai perilaku penggunaan meterai yang salah. Kecuali penggunaan meterai pada kuitansi dapat dibenarkan dan sah menurut UUBM maupun peraturan pelaksanaannya (Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak). Penggunaan meterai pada kuitansi sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf d, yaitu surat yang menyebutkan penerimaan uang. Sementara penggunaan meterai pada Surat Keterangan Masih Kuliah dan Nota, serta struk kecil dianggap bertentangan dengan aturan dan ketentuan Pasal 2 UUBM jo Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun Dokumen-dokumen tersebut seharusnya masuk dalam kategori dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, karena tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi. Penggunaan meterai atas dokumen-dokumen di UKSW tersebut di atas, jika dilihat dari hukum kebiasaan juga tidak relevan, karena hukum
13 65 kebiasaan menurut Mr. J.H.P. Bellefroid, hukum kebiasaan disebut kebiasaan saja, meliputi semua peraturan-peraturan yang walaupun tidak ditetapkan pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum. 69 Sementara menurut Pasal 1339 KUH Perdata, dinyatakan bahwa Persetujuan-persetujuan tidak hanya mengikat untuk apa yang telah ditetapkan dengan tegas oleh persetujuan-persetujuan itu, tetapi juga untuk segala sesuatu menurut sifat persetujuan-persetujuan itu diwajibkan oleh kebiasaan. Berdasarkan definisi hukum kebiasaan atau hukum tidak tertulis di atas, secara eksplisit mengisyaratkan bahwa agar kebiasaan memiliki kekuatan yang berlaku dan sekaligus menjadi sumber hukum, maka harus dipenuhi syarat sebagai berikut: a. Harus ada perbuatan atau tindakan tertentu yang dilakukan berulangkali dalam hal yang sama dan diikuti oleh orang banyak/ umum. b. Harus ada keyakinan hukum dari orang-orang/golongan-golongan yang berkepentingan, dalam arti harus terdapat keyakinan bahwa aturan-aturan yang ditimbulkan oleh kebiasaan itu mengandung hal-hal yang baik dan layak untuk diikuti/ditaati serta mempunyai kekuatan mengikat. Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan hakim dalam putusannya. Dengan 69 Mr. J.H.P. Bellefroid, Kebiasaan Sebagai Sumber Hukum diakses melalui staff.ui.ac.id/internal/ /material/sumberhukum, tanggal 20 Oktober 2013.
14 66 demikian, kebiasaan penggunaan meterai atas dokumen-dokumen khususnya Surat Keterangan Masih Kuliah, Nota dan struk kecil, tidak termasuk sebagai hukum kebiasan, karena perlakuan yang demikian tidak diikuti oleh semua orang. Menurut hemat penulis, perilaku penggunaan meterai atas dokumen-dokumen di UKSW tersebut termasuk dalam kategori sebagai perilaku yang tidak taat hukum. B. Analisis Materai sudah tak asing bagi masyarakat yang terbiasa menggunakan benda mirip perangko ini pada sejumlah dokumen. Materai dianggap semacam alat menyakinkan sebuah perjanjian atau bukti transaksi sah adanya. Tak banyak yang menyadari kalau materai adalalah bentuk pembayaran pajak atas dokumen. Menurut Mashar Resmawan selaku Kepala Seksi Peraturan PTLL Direktorat Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak, Bea materai adalah pajak atas dokumen. Bea materai ada sejak zaman Belanda. Pajak ini merupakan salah satu pajak tertua selain pajak penghasilan. Bea materai yang berlandaskan aturan kolonial Belanda, kemudian landasan tersebut berubah menjadi Undang-undang Bea Materai. Undang-undang inilah yang memperingkas dan menyederhanakan penggunaan materai. Karena itulah yang dikenal sekarang ini hanya materai 3000 dan Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUBM diatur mengenai dokumen yang dikenakan bea meterai diantaranya: Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai 70 Mashar Resmawan, Salah Pakai Materai Bisa Kena Sanksi. Diakses melalui portalkbr. com/berita/perbincangan/ _4215.html, tanggal 20 Oktober 2013.
15 67 perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata dan akta-akta notaris termasuk salinannya, surat yang menyebut penerimaan uang. Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Bea Meterai, maka dokumen tersebut di atas dikenakan bea meterai dengan tarif Rp 6.000,- (enam ribu rupiah). Penggunaan meterai atas dokumen-dokumen di UKSW, apabila untuk keperluan pembuktian di Pengadilan apabila suatu surat/dokumen (dalam hal ini kuitansi dan nota) yang belum bermeterai, dapat dilakukan pemeteraian kemudian untuk kepentingan pembuktian yang dilakukan oleh Pejabat Pos (Pasal 2 ayat (3) huruf a jo. Pasal 10 UUBM). Hal ini bukan berarti dengan tiadanya meterai dalam alat bukti tertulis menyebabkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dilakukan, hanya akta dari perbuatan hukum yang dilakukan itu tidak memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai alat bukti di Pengadilan. 71 Dalam hal tiadanya meterai dalam suatu surat atau dokumen (misalnya surat perjanjian) maka tidak berarti perbuatan hukumnya tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian. Sedangkan perbuatan hukumnya sendiri tetap sah karena sah atau tidaknya suatu perjanjian itu bukan ada tidaknya meterai, tetapi ditentukan oleh Pasal 1320 KUH Perdata. Putusan Mahkamah Agung tanggal No. 983 K/Sip/1972 menegaskan bahwa kuitansi yang diajukan oleh tergugat sebagai bukti, karena tidak bermeterai oleh Hakim dikesampingkan. Jadi, dalam hal kuitansi tersebut akan dipakai sebagai 71 Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilan Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 3.
16 68 alat bukti di Pengadilan maka kuitansi dan nota tersebut wajib dimeteraikan terlebih dahulu. Dengan demikian, bahwa tidak dilunasinya bea meterai dalam dokumen tersebut akan berdampak terhadap kekuatannya sebagai alat bukti. Jika surat atau dokumen perjanjian yang tidak dibubuhi dengan meterai ternyata akan dipergunakan sebagai alat bukti, maka UUBM mengatur bahwa dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200% dari bea meterai yang tidak atau kurang dibayar. Misalnya Bea Meterai terutang Rp 6.000,00. Karena kelalaian belum mengenakan Bea Meterai, maka Bea Meterai dan saksi yang harus dibayar adalah: Bea Meterai yang terutang Rp 6.000,00, Denda administrasi Rp ,00, maka Jumlah Pemeteraian Kemudian Rp ,00. Pemeteraian kemudian atas dokumen tersebut dilakukan oleh Pejabat Pos menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Perlu diketahui Materai tidak hanya sebagai pajak tapi juga sebagai bukti adanya peristiwa hukum (nota di UKSW dapat ditempelkan materai saat dibutuhkan contohnya seperti yang sudah disebutkan yaitu sebagai bukti dan juga merupakan aturan dari akuntan publik) Selain itu, dalam konteks memperkuat pembuktian, akta di bawah tangan (misal Surat Keterangan Masih Kuliah) dapat dilegalisasi atau disahkan oleh notaris. Seperti ditegaskan dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, notaris berwenang pula untuk mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus. Dalam penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf a
17 69 Undang-undang No. 30 Tahun 2004, dinyatakan bahwa ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak di atas kertas yang bermaterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang disediakan oleh Notaris. Berkaitan dengan praktik penggunaan meterai atas dokumen-dokumen di UKSW, dapat dikatakan telah memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku (UUBM maupun peraturan pelaksanaannya), sehingga mempunyai kekuatan hukum yang sempurna sebagai alat pembuktian. Namun perlu ditambahkan bahwa transaksi internal perusahaan (misalnya unit administrasi, unit keuangan) tidak perlu memakai Bea Meterai kecuali akan digunakan sebagai bukti, maka boleh di tempelkan meterai (dalam hal ini adalah nota). Mengenai yang terutang Bea Meterai adalah orang-orang atau pihak-pihak yang mendapatkan manfaat dari surat atau dokumen tersebut.
BAB I PENDAHULUAN. atau yang biasa diucapkan oleh banyak orang sebagai Materai, sebenarnya
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Meterai sudah sering digunakan oleh setiap orang dewasa ini, sehingga sudah bukan merupakan penggunaan yang asing lagi dalam masyarakat. Meterai atau yang biasa
Lebih terperinciBEA MATERAI. Pengenaan pajak atas dokumen
BEA MATERAI Pengenaan pajak atas dokumen Benda materai : Materai tempel dan kertas materai yang dikeluarkan oleh pemerintah. Pemateraian kemudian : suatu cara pelunasan bea materai yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBEA MATERAI. Bea Materai
BEA MATERAI 1 PENGERTIAN ; Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang : perbuatan,- keadaan/ kenyataan bagi seseorang dan/ atau pihak-pihak yang berkepentingan.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 476/KMK.03/2002 TENTANG PELUNASAN BEA METERAI DENGAN CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 476/KMK.03/2002 TENTANG PELUNASAN BEA METERAI DENGAN CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN Menimbang : MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Bahwa dalam rangka untuk
Lebih terperinciNOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1985 TENTANG BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pembangunan Nasional menuntut keikutsertaan segenap
Lebih terperinciDASAR HUKUM, OBYEK DAN TARIF BEA MATERAI
BEA METERAI DASAR HUKUM, OBYEK DAN TARIF BEA MATERAI A. DASAR HUKUM 1. UU Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai 2. PP No. 24 Tahun 2000 tentang perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya Batas Pengenaan
Lebih terperinciBuku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB IX BEA METERAI
175 BAB IX BEA METERAI PENGERTIAN Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut Undang-Undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai. Dokumen yang dikenai bea meterai antara
Lebih terperinciPeraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai.
Resume by : VED SE,MSi,Ak,CA OBJEK BEA METERAI PENGERTIAN BEA METERAI Bea Meterai merupakan pajak yang dikenakan terhadap dokumen yang menurut Undang-undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai Atas setiap
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA METERAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUU 13/1985, BEA METERAI. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:13 TAHUN 1985 (13/1985) Tanggal:27 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Tentang:BEA METERAI
UU 13/1985, BEA METERAI Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:13 TAHUN 1985 (13/1985) Tanggal:27 DESEMBER 1985 (JAKARTA) Tentang:BEA METERAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segenap warga negara berperan dalam menghimpun dana Pembangunan Nasional. Salah satu caranya adalah dengan memenuhi kewajiban pembayaran atas pengenaan Bea meterai terhadap
Lebih terperinciBea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut Undang- Undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai
BEA METERAI Pengertian Bea Meterai Bea meterai adalah pajak yang dikenakan atas dokumen berupa kertas yang menurut Undang- Undang Bea Meterai menjadi objek Bea Meterai Objek Pemungutan Bea Meterai Dokumen
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN BEA TARIF METERAI DAN BESARNYA BATAS PENGENAAN HARGA NOMINAL YANG DIKENAKAN BEA MATERAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciMAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BEA MATERAI
MAKALAH PAJAK BUMI DAN BANGUNAN BEA MATERAI Dosen Pengampu : Rosalita Rachma Agusti, SE, MSA, AK Disusun Oleh : Kelompok 3 Ulva Novita Sari (145030400111012) Yolanda Putri Zona (145030401111004) Alifah
Lebih terperinciMenjelaskan Pengertian Bea Meterai. Menjelaskan Objek Pemungutan Bea Meterai. Menjelaskan Saat Terutangnya Bea Meterai
BEA METERAI 4 Menjelaskan Pengertian Bea Meterai Menjelaskan Objek Pemungutan Bea Meterai Menjelaskan Jenis Dokumen yang Dikenakan Tarif Bea Meterai Menjelaskan Jenis Dokumen yang Tidak Dikenakan Tarif
Lebih terperincib. akta-akta notaris termasuk salinannya; c. akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPA[) termasuk rangkap-rangkapnya;
PBRATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMORT TAHUN 1995 TBNTANG PERUBAHAN TARIF BEA METERAI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sehubungan dengan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh
Lebih terperinciBEA MATERAI. Bea Materai
BEA MATERAI Bea Materai 24 August 2013 DASAR HUKUM KETENTUAN BEA MATERAI UU UU No. 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai PP PP No. 28 Th. 1986 Pengadaan, Pengelolaan dan Penjualan Benda Materai PP No. 7 Th.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat
Bea Meterai KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Bea Meterai KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini
Lebih terperinciNOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep dan Ketentuan Hukum Meterai 1. Pengertian Meterai Meterai menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (selanjutnya disebut UUBM)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan
Lebih terperinciBAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL
1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1996 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1996 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinci1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini
Lebih terperinciSUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum
Lebih terperinciKompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001
Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5491 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS I. UMUM Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum
Lebih terperinciSUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.568, 2014 KEMENKEU. Pemeteraian. Kemudian. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 /PMK.03/ TENTANG TATA CARA PEMETERAIAN KEMUDIAN
Lebih terperinci2 perpajakan yang terkait dengan Bea Meterai telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai; e. bahwa ketentuan mengenai tin
No.1951. 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Pemeriksaan. Bulat Permukaan. Tindak Pidana Perpajakan. Pencabutan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239 /PMK.03/2014 TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 304/KMK.01/2002 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan pelayanan lelang dan dalam
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG MEKANISME KONTRIBUSI PENYELENGGARAAN LAYANAN POS UNIVERSAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciBAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM)
BAB III KEABSAHAN AKTA HIBAH MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF (Studi di Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM) A. Profil Kantor Notaris dan PPAT Dina Ismawati, S.H.,MM Kantor Notaris dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA
www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciTENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciRGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciKETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN
SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PENGHASILAN, UANG KEHORMATAN, DAN HAK-HAK LAIN KETUA, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPutusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015. Tahun Pajak : 2011
Putusan Pengadilan Pajak Nomor : Put.62904/PP/M.IIIB/99/2015 Jenis Pajak : Gugatan Tahun Pajak : 2011 Pokok Sengketa Menurut Tergugat : bahwa yang menjadi sengketa dalam gugatan ini adalah Penerbitan Surat
Lebih terperinciBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia
Lebih terperinci- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
- 1 - KONSULTASI PUBLIK PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG MEKANISME KONTRIBUSI PENYELENGGARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciSEKRETARIATPENGADILAN PAJAK. Putusan Nomor : Put-86509/PP/M.VII.A/19/2017. Jenis Pajak : Bea Masuk
Putusan Nomor : Put-86509/PP/M.VII.A/19/2017 Jenis Pajak : Bea Masuk Tahun Pajak : 2016 Pokok Sengketa : bahwa dalam yang menjadi pokok sengketa dalam banding ini adalah banding atas Surat Penetapan Kembali
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERPAJAKAN
Peraturan Peraturan Menteri Keuangan - 239/PMK.03/2014, 22 Des 2014 PencarianPeraturan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 239/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BUKTI PERMULAAN
Lebih terperinciPENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS
PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2010 TENTANG PENGHASILAN, UANG KEHORMATAN, DAN HAK-HAK LAIN KETUA, WAKIL KETUA, DAN ANGGOTA OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciMEMUTUSKAN : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1996 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 1994 TENTANG PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 118/PMK.03/2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN TARIF ATAS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DARI PUNGUTAN BIAYA HAK PENYELENGGARAAN TELEKOMUNIKASI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciUndang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri
Lebih terperinciSUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN
SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi
Lebih terperinciKEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN
KEKUATAN YURIDIS METERAI DALAM SURAT PERJANJIAN Oleh : Komang Kusdi Wartanaya Nyoman A. Martana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT: This paper entitled Juridical Power of Seal on
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 289/KMK.014/2004 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 289/KMK.014/2004 TENTANG KETENTUAN IKATAN DINAS BAGI MAHASISWA PROGRAM DIPLOMA BIDANG KEUANGAN DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN KEUANGAN Menimbang : a. bahwa untuk menjamin
Lebih terperinciPihak-pihak (the parties to contract) yang terlibat dalam putusan 2. diputus pada tanggal 21 September 2004 adalah Livio Tarantino 3.
Putusan 137/Pdt.G/2004.PN.SMG 1 Pihak-pihak (the parties to contract) yang terlibat dalam putusan 2 yang diputus pada tanggal 21 September 2004 adalah Livio Tarantino 3. Livio Tarantino (Livio) yang adalah
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG RETRIBUSI WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, Menimbang : a.
Lebih terperinciPENETAPAN. NOMOR XXXX/Pdt.P/2014/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PENETAPAN NOMOR XXXX/Pdt.P/2014/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu pada tingkat
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 115, 2004 KESRA. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah.Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.01/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 188/PMK.01/2014 TENTANG IKATAN DINAS BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL LULUSAN PROGRAM DIPLOMA BIDANG KEUANGAN DAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1997 TENTANG DOKUMEN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa upaya untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan kemakmuran rakyat yang bersendikan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara
Lebih terperinciKEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG TUNJANGAN PANITERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA TENTANG TUNJANGAN PANITERA Menimbang : a. bahwa tunjangan jabatan bagi Panitera pada Mahkamah Agung Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama,
Lebih terperinciTentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 / 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Habib Adjie Notaris/PPAT di kota Surabaya
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 21 / 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Habib Adjie Notaris/PPAT di kota Surabaya A. PENDAHULUAN Ketika sebuah undang-undang selesai
Lebih terperinci