BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 28 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air di TNGGP Latar belakang mekanisme pembayaran jasa lingkungan air Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) memiliki potensi untuk pengembangan jasa lingkungan air. Berdasarkan penelitian Darusman (1993), nilai manfaat air yang disediakan TNGGP sebesar Rp 4,341 milyar/tahun atau setara dengan Rp 280 juta/ha taman nasional/tahun. USAID (2009) menyatakan pengembangan potensi TNGGP harus segera dilakukan. Hal ini dikarenakan tingginya laju pertumbuhan penduduk di sekitar taman nasional. Selain itu, di bagian hilir membutuhkan air dalam volume yang lebih banyak dengan kualitas yang sesuai untuk air minum. Kecenderungan permintaan air yang lebih tinggi ini berdampak bagi kelestarian ekosistem hutan sebagai sumber airnya. Pemanfaatan jasa lingkungan air yang dilakukan di TNGGP masih belum memberikan kontribusi bagi kawasan. USAID (2006) menyatakan pada kenyataannya, upaya memelihara kawasan hutan sebagai penghasil jasa lingkungan air akan jauh lebih murah dibandingkan dengan pembangunan konstruksi air. Selain itu, belum ada kebijakan, strategi dan aksi nyata dalam pengelolaan air yang lebih menghargai peran kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (USAID 2006). Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan persepsi diantara para pihak. Para pemanfaat jasa (air) beranggapan telah memberikan kontribusi kepada pemerintah melalui pajak daerah. Berdasarkan PP Nomor 65 tahun 2001, pasal 34 (1) dan (2), disebutkan bahwa subyek dan wajib pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang mengambil, atau memanfaatkan, atau mengambil dan memanfaatkan air bawah tanah dan/atau air permukaan (DPR RI 2001). Pemanfaatan air yang dilakukan di kawasan konservasi seharusnya tidak termasuk pada kontribusi pajak daerah, melainkan kontribusi untuk kegiatan konservasi.

2 29 Jasa lingkungan air juga belum dinilai secara bijak oleh para pemanfaat air yang ada di sekitar TNGGP. Hal-hal tersebut kemudian mendasari adanya pertemuan yang difasilitasi oleh dinas PSDA. Pertemuan tersebut dihadiri oleh pemanfaat air dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan hasil pertemuan tersebut, diambil kesimpulan bahwa Pemerintah Daerah akan mengambil kontribusi berupa pajak ketika pemanfaat air mengambil air melalui sumur bor dan berada di luar kawasan konservasi. Pembangunan komitmen para pemanfaat air di sekitar kawasan TNGGP dimulai dengan kegiatan inventarisasi pemanfaat air. Selanjutnya, dilakukan pertemuan-pertemuan untuk membangun komitmen para pemanfaat. Namun, hal tersebut belum sampai pada rancangan mekanisme insentif. Balai Besar TNGGP selaku pengelola kawasan TNGGP memiliki harapan dan keinginan untuk mengajak peran serta pemanfaat jasa lingkungan untuk melakukan upaya konservasi kawasan TNGGP. Sesuai dengan surat edaran Dirjen PHKA nomor SE.3/IV-SET/2008 tentang pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan konservasi, bahwa UPT taman nasional dapat melakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan air dari dalam kawasan melalui kerjasama dengan mitra kerja (Dirjen PHKA 2008). Selain itu, Balai Besar TNGGP tidak dapat mengelola insentif dari para pemanfaat air. Hal-hal tersebut kemudian mendasari pembentukan suatu badan atau lembaga independen. Badan atau lembaga ini nantinya akan mengelola insentif dari para pemanfaat jasa lingkungan TNGGP khususnya air. Proses pembentukan badan atau lembaga ini difasilitasi oleh USAID dan RCS. USAID melalui Environmental Services Programme (ESP) mengembangkan program watershed management. Salah satu program watershed management tersebut adalah membangun sebuah kelembagaan dalam pengelolaan jasa lingkungan air. Proses pembentukan lembaga independen tersebut diawali dengan menginventarisasi ulang para pemanfaat air di sekitar TNGGP. Selanjutnya, dilakukan pertemuan dengan para pemanfaat jasa lingkungan air yang berada di sekitar kawasan TNGGP. Pada tahap ini, dilakukan sosialisasi mengenai rencana pembangunan insentif pengembangan jasa lingkungan air di kawasan TNGGP.

3 30 Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa masukan dari para pemanfaat air untuk Balai Besar TNGGP (Lampiran 7). Pertemuan ini juga menghasilkan komitmen dari para pemanfaat air untuk membentuk sebuah forum. Forum ini diharapkan dapat menjadi media koordinasi dan komunikasi antara para pemanfaat air dan Balai Besar TNGGP. Tahap selanjutnya adalah pembentukan kelompok kerja di masing-masing wilayah administrasi TNGGP. Setelah kelompok kerja dibentuk, dilakukan pemetaan terhadap bak penampungan air dan perusahaan pemanfaat air. Setelah peta penyebaran pemanfaat air dibuat, para pemanfaat air TNGGP membentuk Forum Peduli Air (Forpela) TNGGP. Keanggotaan Forpela TNGGP terdiri dari beberapa unsur. Pasal 12 dalam AD/ART Forpela TNGGP menyebutkan bahwa anggota Forpela TNGGP adalah pemanfaat air yang terdiri dari lembaga/perusahaan/lapisan masyarakat yang berkepentingan terhadap pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan TNGGP. Selain itu, anggota Forpela TNGGP juga dapat berasal dari kalangan profesional, pemerhati, dan pihak lain yang peduli terhadap pemanfaatan jasa lingkungan air Penetapan nilai pembayaran jasa lingkungan air Nilai pembayaran jasa lingkungan air dapat ditetapkan melalui beberapa cara. Pada umumnya, nilai pembayaran jasa lingkungan air ditetapkan berdasarkan nilai ekonomi air. Penghitungan nilai air dapat dilakukan melalui pendekatan valuasi air atau perhitungan debit. Fauzi (2006) menyatakan, pendekatan yang biasa digunakan untuk menghitung nilai air bersih atau irigasi adalah metode kontingensi. Lebih lanjut lagi, Fauzi (2006) menjelaskan, metode kontingensi menghitung nilai air dengan mengukur kesediaan konsumen untuk membayar (Willingness to Pay). Willingness to Pay (WTP) adalah jumlah maksimal seseorang bersedia membayar untuk menghindari terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Sisi lain dari WTP adalah Willingness to Accept (WTA). Willingness to Accept adalah jumlah minimum pendapatan seseorang bersedia menerima penurunan kualitas lingkungan. Besaran WTA dapat mencapai 2-5 kali lebih besar dibandingkan WTP.

4 31 Selain metode kontingensi, nilai air dapat dihitung berdasarkan debit dan tarif air permukaan. Berdasarkan Perda Jawa Barat Nomor 6 tahun 2002, nilai perolehan air permukaan ditetapkan sebesar Rp 500/m 3. Nilai tersebut jika dikalikan dengan jumlah air yang mengalir, akan menghasilkan nilai ekonomi air. Sutopo (2011) menyebutkan perusahaan-peusahaan AMDK di sekitar Tangkil dan Cinagara bersedia untuk membayar jasa lingkungan (WTP) sebesar Rp 1.538,65/m 3 dan kesediaan masyarakat menerima PJL sebesar Rp 1.589,29/m 3. Berdasarkan hasil tersebut, maka rataan yang digunakan sebagai dasar pembayaran jasa lingkungan adalah sebesar Rp 1.563,97/m 3. Nilai rataan tersebut dapat digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran jasa lingkungan. Forpela TNGGP dengan BB TNGGP tidak memakai metode valuasi ekonomi dikarenakan ingin membuat sebuah konsep partisipatif. Konsep ini mendorong anggota khususnya untuk mau memberikan kontribusi. Jika Forpela TNGGP memakai konsep perhitungan debit dan nilai ekonomi air dengan memaksakan pembayaran kepada para pemanfaat, dikhawatirkan akan berdampak pada ketersediaan sumberdaya air. Para pemanfaat akan menekan jumlah air yang seharusnya disediakan kawasan untuk pemenuhan kebutuhan usaha maupun rumah tangga. Ketika hal tersebut tidak terpenuhi, maka proses partisipasi yang diharapkan tidak akan terjadi. Nilai pembayaran jasa lingkungan air di TNGGP ditetapkan berdasarkan musyawarah anggota Forpela TNGGP. Forpela TNGGP mencoba membangun inisiatif para pemanfaat untuk memberikan kontribusi sesuai dengan apa yang mereka sepakati. Nilai kontribusi tersebut kemudian ditetapkan sebagai iuran pokok dan iuran wajib anggota. Besaran nilai iuran tersebut tersaji pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai iuran pokok dan iuran wajib keanggotaan Forpela TNGGP Pemanfaat Air Iuran Pokok*) Iuran Wajib**) Komersial Rp ,- Rp ,- Non-Komersial Rp ,- Rp ,- Keterangan : Tanda *) menyatakan bahwa iuran ini dibayarkan satu bulan setelah menjadi anggota Forpela TNGGP; tanda **) menyatakan bahwa iuran dibayarkan anggota setiap bulan (USAID 2009). Besarnya nilai kontribusi yang diberikan para pemanfaat tergantung pada kondisi, sifat pemanfaatan, dan kebijakan perusahaan/instansi. Pemanfaat

5 32 komersial merupakan perusahaan-perusahaan maupun instansi yang memanfaatkan air untuk keperluan usaha (Lampiran 8). Pemanfaat non komersial merupakan masyarakat desa yang memanfaatkan air untuk kebutuhan sehari-hari dan pertanian. Kontribusi dari masing-masing pemanfaat dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah kontribusi dari masing-masing pemanfaat air No. Pemanfaat Air Iuran Pokok Iuran Wajib Keterangan 1 PT Rejosari Bumi Rp Rp / Sampai tahun 2011 tahun 2 PT Pacul Mas Tani - - Belum berpartisipasi 3 BPKH Cinagara - Rp / tahun Tahun STPP Cinagara - Rp Tahun /tahun 5 Pusdiklat Karya Nyata - - Belum berpartisipasi Sumber: Data diolah (2011) Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa pemanfaat air yang belum memberikan kontribusi. Hal tersebut terjadi karena beberapa alasan. Sebagai contoh, STPP Cinagara merasakan kesulitan untuk memberikan kontribusi karena tidak memiliki anggaran khusus untuk pembayaran iuran keanggotaan. STTP Cinagara menggunakan air dari kawasan TNGGP untuk keperluan rumah tangga instansi. PT Pacul Mas Tani menolak memberikan kontribusi selama tidak ada kegiatan dan upaya konservasi yang jelas dari Forpela TNGGP. Selain pemanfaat komersial, terdapat pula pemanfaat non komersial yang berasal dari masyarakat. Masyarakat melakukan pembayaran iuran melalui kelompok tani atau perangkat desa. Besarnya iuran dari masyarakat dan peruntukannya tersaji pada Tabel 13. Tabel 13 Besaran, pengelolaan serta peruntukan iuran yang ada di masyarakat Pemanfaat Besarnya Iuran Pengelola Peruntukan Rp ,-/bulan KT Garuda Ngupuk Pengelolaan mikro hidro Rp ,- atau 5 kg KT Garuda Ngupuk Pengelolaan saluran air Masyarakat gabah atau 2,5 kg beras/4 Bojong, Cioray, dan desa Tangkil bulan (pasca panen) Jogjogan Rp 5.000,-/bulan Perangkat desa Perawatan saluran air (ulu-ulu) Masyarakat desa Cinagara Rp 1.000,-/bulan Kelompok sanitasi Pemeliharaan WC umum Sumber: Data diolah (2011)

6 33 Pada umumnya masyarakat membayarkan iuran seperti yang ada pada Tabel 13. Iuran-iuran tersebut kemudian dikelola untuk masing-masing peruntukan. Pengelolaan iuran seperti yang terdapat di Tabel 13 tidak dilakukan oleh Forpela TNGGP melainkan langsung dikelola masyarakat melalui kelompok tani/lainnya. Berdasarkan pernyataan keuangan Forpela (2010) menyebutkan bahwa jumlah dana kompensasi yang terkumpul sampai tahun 2010, tercatat Rp Pernyataan keuangan Forpela tersaji pada Tabel 14. Tabel 14 Pemasukan dan pengeluaran Forpela TNGGP Tahun Pemasukan Pengeluaran Saldo Sumber: Pernyataan keuangan Forpela TNGGP tahun 2009 dan 2010 Tabel 14 menunjukkan pemasukan dan pengeluaran Forpela TNGGP antara tahun Dalam pernyataan keuangan yang diacu, tidak terdapat rincian pengeluaran untuk pembiayaan kegiatan maupun program kerja Forpela Skema pembayaran jasa lingkungan air Pada tahun 2006, ESP-USAID bekerjasama dengan BB TNGP dan RCS melakukan inisiatif pengembangan program skema jasa lingkungan (PES) di kawasan TNGGP. Skema ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya air melalui pengembangan kemitraan dengan para pemanfaat jasa lingkungan air disekitar kawasan konservasi untuk mendukung konservasi berkelanjutan (Forpela 2009). Skema pembayaran jasa lingkungan air diawali dengan pengumpulan dana kompensasi dari para pemanfaat air oleh Forpela TNGGP. Pemanfaat-pemanfaat air berperan sebagai pembeli jasa lingkungan air (buyer). Forpela TNGGP berperan sebagai perantara (intermediary) dalam mekanisme ini. Forpela TNGGP mencari informasi, bernegosiasi dengan pihak lainnya dan menyelesaikan proses transaksi dengan pihak-pihak terkait. Skema pendanaan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan air yang berjalan di kawasan TNGGP tersaji pada Gambar 6.

7 34 Pemanfaat Air dari kawasan TNGGP Perusahaan Swasta Instansi Pemerintah Iuran Pokok dan Iuran Wajib; In-kind CSR Masyarakat Forum Peduli Air TNGGP (Dewan Eksekutif dan Korwil) ESP, RCS, BB TNGGP Program Kerja Kegiatan Rehabilitasi dan Konservasi kawasan Kolaborasi Program Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat BB TNGGP ESP, RCS, YBUL, Mapala UI Keterangan: Alur Pendanaan - Fasilitasi KT Garuda Nupuk, KT Saluyu, KSM Cinagara Asri Gambar 6 Skema pendanaan jasa lingkungan air di TNGGP. Gambar 6 menunjukkan dana kompensasi berasal dari iuran pokok, iuran wajib, dan in-kind CSR dari para pemanfaat air yang dikumpulkan melalui Forpela. Dana kompensasi tersebut kemudian digunakan untuk menjalankan program kerja yang telah disepakati. Program kerja yang disepakati terbagi menjadi tiga komponen pokok. Komponen-komponen tersebut adalah kegiatan rehabilitasi dan konservasi kawasan taman nasional, kolaborasi program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa penyangga. Selain itu, dana tersebut juga digunakan untuk administrasi dan manajemen Forpela TNGGP. Secara bertahap, BB TNGGP dan ESP-USAID mengembangkan mekanisme pembayaran jasa lingkungan untuk membiayai kegiatan konservasi kawasan TNGGP (USAID 2006). Skema pembayaran jasa lingkungan air yang dilakukan di kawasan TNGGP ditunjukkan pada Gambar 7.

8 35 Hutan dan lahan masyarakat Memperbaiki kualitas air, mengurangi sedimentasi PDAM, perkebunan, pabrik, hotel, masyarakat hilir, wisatawan Rehabilitasi, restorasi, praktek pertanian ramah lingkungan MoU, Perda, Perbup, Perdes user fee, in-kind/ CSR, pengurangan pajak, donor ($$) Pemilik/pengelola hutan/bb TNGGP/jaringan masyarakat DAS/LSM Sumber: RCS (2008) Kegiatan : kepastian hak kelola masyarakat, pelatihan, pelayanan kesehatan, pendidikan, kampanye, patroli Fund raising Komite Para Pihak TNGP, Forum DAS administrasi M&E TA Gambar 7 Skema Pembayaran Jasa Lingkungan Air di TNGGP. Gambar 7 menunjukkan bahwa skema pembayaran jasa lingkungan air di TNGGP dimulai dari adanya peranan dari lahan masyarakat hulu dan hutan (kawasan TNGGP) untuk memperbaiki kualitas air dan mengurangi sedimentasi. Jasa air tersebut dimanfaatkan oleh para pemanfaat air. Selanjutnya, dana yang terkumpul tersebut digunakan untuk melakukan kegiatan maupun program kerja seperti pada Gambar 6. Para pihak seperti BB TNGGP dan masyarakat yang berada di wilayah hulu melakukan upaya rehabilitasi, restorasi dan praktik pertanian ramah lingkungan. Hal ini dilakukan untuk menjaga peranan dari lahan masyarakat hulu dam hutan (kawasan TNGGP). Hubungan dan kesepakatan para pihak terhadap pembayaran jasa lingkungan air diatur dalam MoU dan kesepakatan lainnya. Kegiatan rehabilitasi dan konservasi kawasan taman nasional meliputi kegiatan seperti pengamanan kawasan patroli dan penanaman. Kegiatan ini merupakan penerapan rencana kerja yang disepakati. Selain itu, dibuat juga pembibitan tanaman-tanaman endemik yang ada di TNGGP, seperti rasamala

9 36 (Altingia excelsa) dan puspa (Schima walichii). Pusat pembibitan ini berada di desa Pancawati. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) memiliki pengembangan skema pembayaran jasa lingkungan air yang berbeda. Pengembangan skema pembayaran jasa lingkungan air dilakukan pada tingkat taman nasional. Pengembangan tersebut belum mencapai pada tingkatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Empat DAS yang berhulu di kawasan TNGGP masih tergabung dalam satu skema pembayaran jasa lingkungan air yang sama. Hal ini dapat menimbulkan dampak berbeda jika dilihat dari karakteristik dan urgentitas pengelolaan masing-masing DAS. Selain itu, hubungan yang dibangun dari skema pembayaran jasa lingkungan air di TNGGP belum mencakup hubungan hulu-hilir dalam arti luas. Hal ini dikarenakan penyedia maupun pemanfaat air dari kawasan TNGGP masih berada dalam ruang lingkup wilayah hulu dari suatu DAS. Pemanfaat air merupakan para pihak yang memanfaatkan air secara langsung dari kawasan taman nasional. Di lokasi lain, pembayaran jasa lingkungan air di DAS Cidanau misalnya, pemanfaat air berada di wilayah hilir yaitu kota Cilegon. Leimona et al. (2010) menyebutkan DAS Cidanau merupakan satu-satunya penyedia air untuk rumah tangga dan hampir 100 industri yang beroperasi di Cilegon. Salah satu industri tersebut adalah PT KTI yang merupakan satu-satunya pembeli jasa lingkungan air DAS Cidanau. Pengembangan skema pembayaran jasa lingkungan di kawasan TNGGP, pada dasarnya bertujuan untuk mendukung upaya konservasi taman nasional oleh berbagai pihak. Tujuan tersebut diturunkan pada tujuan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air TNGGP. Tujuan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan di TNGGP adalah untuk membangun kemitraan untuk mendukung upaya konservasi kawasan TNGGP dan meningkatkan mata pencaharian masyarakat desa penyangga melalui inkubasi usaha terpadu. Berdasarkan proses dan skema yang dijalankan di TNGGP, mekanisme tersebut termasuk kedalam intermediary-based transaction. Landell-Mills dan Porras (2002) menyebutkan, dalam proses intermediary-based transaction, fasilitator berperan mengurangi biaya transaksi dengan mencari informasi,

10 37 bernegosiasi, dan menyelesaikan proses transaksi. Fasilitator juga berperan mengurangi resiko kegagalan dengan membangun kapasitas masyarakat, mencari partner yang tepat, serta mengidentifikasi masalah yang ada Penerapan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air di desa Tangkil dan Cinagara Penerapan pembayaran jasa lingkungan air dilakukan secara kolaborasi oleh Forpela TNGGP dan pihak lainnya. Kolaborasi tersebut antara lain dilakukan Forpela TNGGP dengan ESP-USAID, RCS, Mapala UI, dan YBUL. Berdasarkan Forpela TNGGP (2009) terdapat beberapa program kerja Forpela, antara lain: Program pembangunan pusat pembibitan pohon (Bank Bibit), Program peningkatan partisipasi dan peluang usaha produktif masyarakat, Progam peningkatan kapasitas kelembagaan Forpela TNGGP, Program peningkatan kerjasama kemitraan pengelolaan sumberdaya air, Program pemberian susu pasteurisasi dan gemar menanam untuk siswa-siswi Sekolah Dasar di desa penyangga, dan Program studi banding dalam penerapan pembiayaan jasa lingkungan. Beberapa program Forpela TNGGP dilakukan di desa Tangkil dan Cinagara. Desa Tangkil dan Cinagara merupakan dua dari enam MDK (Model Desa Konservasi) yang dicanangkan taman nasional. Program yang dilakukan di dua desa tersebut yaitu Program pembangunan pusat pembibitan pohon (Bank Bibit) dan Program peningkatan partisipasi dan peluang usaha produktif masyarakat (Forpela TNGGP 2009). Berdasarkann hasil identifikasi di lapangan, program yang dijalankan di kedua desa meliputi kegiatan pelatihan-pelatihan usaha dan sekolah lapang serta pemberian bantuan untuk inkubasi usaha masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui kelompok-kelompok tani yang ada di kedua desa. Kegiatan pelatihan dan pemberian bantuan di kedua desa tersaji pada Tabel 15. Tabel 15 No. Pelaksana kegiatan 1 KT Garuda Ngupuk desa Tangkil Jenis kegiatan dan bantuan dalam penerapan pembayaran jasa lingkungan air di desa Tangkil dan Cinagara Kegiatan Pelatihan pembuatan pupuk, sumur resapan, sanitasi lingkungan, PLTMH (pelatihan mikrohidro), budidaya jamur, tumbuhan obat, serta beternak kelinci dan domba Bantuan yang diberikan 30 ekor domba dan dana sebesar Rp ,-; PLTMH; kelinci; benih sengon dan gmelina.

11 38 Tabel 15 (Lanjutan) No. Pelaksana kegiatan Kegiatan 2 KT Saluyu Sekolah lapang dan pelatihan pembuatan desa Tangkil kripik wortel 3 KSM Pelatihan usaha perikanan, peternakan Cinagara Asri kambing, kelinci, dan tanaman hias. desa Cinagara Selain itu, dilakukan pelatihan sanitasi lingkungan di kampung Pojok. Sumber: Data diolah (2011) Bantuan yang diberikan Domba dan kelinci bantuan pembuatan 2 unit WC umum Pelatihan-pelatihan seperti pada Tabel 15 bertujuan untuk mengembangkan kapasitas SDM di kedua desa. Selain itu, diharapkan pelatihan tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah usaha bagi anggota kelompok tani di kedua desa. Apabila usaha ini berjalan, maka diharapkan akan menjadi mata pencaharian tambahan dan meningkatkan tingkat kesejahteraan anggota kelompok tani di kedua desa. Bantuan mesin mikrohidro diberikan kepada masyarakat kampung Gunung Batu. Bantuan tersebut diberikan oleh YBUL atas inisiasi dari Mapala UI, ESP, dan Forpela TNGGP. Mapala UI menyampaikan kebutuhan masyarakat tersebut kepada ESP. Berdasarkan hasil pembicaraan dengan ESP, informasi tersebut kemudian disampaikan ke YBUL. Bantuan ini bertujuan untuk mengembangkan sarana listrik berbasis komunitas. Pengembangan listrik berbasis komunitas ini diharapkan dapat membantu masyarakat kampung Gunung batu yang keadaannya masih belum memiliki sarana listrik. Mesin mikrohidro tersebut diletakkan di saluran air jogjogan dengan ketinggian 2,5 meter. Mesin tersebut kemudian dikelola oleh anggota kelompok tani Garuda Ngupuk sesuai dengan naskah kesepahaman. Bantuan yang diberikan kepada masyarakat tersaji pada Gambar 8. (a) (b) Gambar 8 Bantuan yang diberikan kepada masyarakat kampung Gunung Batu, desa Tangkil. Ket: (a) Domba; (b) Mesin mikrohidro.

12 39 Masyarakat kampung Gunung Batu diberikan benih sengon (Paraserienthes falcataria) dan gmelina (Gmelina arborea) untuk ditanam disekitar rumah dan daerah penyangga kawasan. Pemberian bantuan benih dilakukan pada November Program Bank Bibit tidak terlihat di kedua desa selama pengambilan data. Adanya beberapa kendala di kedua desa yang menyebabkan program ini tidak berjalan. Selain bantuan dan pelatihan tersebut, masyarakat diberikan uang sebesar Rp /kegiatan yang diikuti. Pemberian imbalan melalui penerapan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air yang dilakukan tersebut tergolong pemberian imbalan non finansial. Hal ini dikarenakan imbalan yang diberikan berupa kegiatan pelatihan dan bantuan bukan berupa dana. Sependapat dengan Gouyon (2004), bahwa pemberian imbalan non finansial dilakukan melalui penyediaan infrastruktur, pelatihan, manfaat atau jasa-jasa lainnya bagi pihak yang menyediakan jasa lingkungan Perkembangan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air Forpela TNGGP menerapkan perioditas kegiatan 3 tahunan dan periode terakhir berakhir di tahun 2009 (Forpela TNGGP 2009). Kegiatan tiga tahunan berikutnya disusun dalam sebuah Rencana Strategis (Renstra) Forpela TNGGP Kegiatan pemberian bantuan dan pelatihan-pelatihan di desa Tangkil dan Cinagara berlangsung antara tahun Tidak ada kurun waktu perjanjian secara khusus untuk mekanisme pembayaran jasa lingkungan air itu sendiri. Kurun waktu perjanjian yang diacu merujuk pada MoU antara pemanfaat air dengan Forpela TNGGP, dan antara Forpela TNGGP dengan BB TNGGP. Antara rentang tahun , belum ada kegiatan yang dilakukan di desa Tangkil dan Cinagara. Saat ini, Forpela TNGGP masih melakukan pengumpulan dana dari para pemanfaat air. Dana tersebut belum disalurkan untuk program di desa Tangkil dan Cinagara. Dana tersebut lebih banyak dialokasikan untuk membantu kegiatan taman nasional seperti pengamanan kawasan dan program kerja Forpela TNGGP lainnya. Forpela TNGGP (2010) menyebutkan, di tahun 2010, sebagian besar penerapan kegiatan Forpela TNGGP merupakan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya. Program-program tersebut antara lain: penguatan kapasitas keanggotaan Forpela TNGGP wilayah Cianjur, sosialisasi

13 40 program susunisasi dan bibit pohon, serta peningkatan kapasitas SDM pengelola pemberdayaan masyarakat melalui TOT petugas kehutanan. Proses pengumpulan dana dari para pemanfaat hingga saat ini masih sulit dilakukan. Sebanyak dua dari lima pemanfaat air yang diwawancarai belum bersedia memberikan kontribusi. Pemanfaat-pemanfaat bersedia membayarkan kontribusi apabila Forpela TNGGP melakukan kegiatan-kegiatan lingkungan atau pemberdayaan masyarakat secara nyata. Selain itu, beberapa pemanfaat juga merasa kesulitan memberikan kotribusi dikarenakan belum adanya anggaran khusus untuk pembayaran iuran keanggotaan. Pemanfaat-pemanfaat juga mempertanyakan transparansi keuangan Forpela TNGGP. Pemanfaat yang telah memberikan kontribusi berupa iuran keanggotaan, tidak diberikan kwitansi pembayaran. Selain itu, pemanfaat (khususnya yang memberikan kontribusi) tidak diberikan salinan laporan keuangan Forpela TNGGP. Dalam pernyataan keuangan yang diacu, tidak terdapat rincian pengeluaran untuk pembiayaan kegiatan maupun program kerja Forpela. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab pemanfaat pada akhirnya enggan memberikan kontribusi. Kelompok tani yang dibentuk ketika penerapan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air hampir bubar. Mereka tidak melakukan kegiatan terkait pembayaran jasa lingkungan. Hal ini berdampak bagi pengelolaan bantuanbantuan yang diberikan. Bantuan domba yang diberikan di lokasi tersebut masih terkelola dengan baik. Domba-domba tersebut dititipkan pada beberapa warga. Akan tetapi, terdapat pengelolaan bantuan yang tidak berjalan sesuai naskah kesepahaman. Contohnya pada pengelolaan PLTMH di kampung Gunung Batu desa Tangkil. Sebagian besar anggota kelompok tani tidak bersedia membayar iuran untuk pengelolaan PLTMH dikarenakan alat pembangkit listrik tersebut tidak berfungsi. PLTMH diberikan oleh YBUL pada November 2009 untuk digunakan sebagai pembangkit listrik untuk kebutuhan masyarakat kampung Gunung Batu. Hal ini dikarenakan warga kampung Gunung Batu hidup tanpa adanya aliran listrik. Namun, yang terjadi, PLTMH tersebut tidak mampu mengaliri listrik ke 80 KK yang ada di kampung Gunung Batu. Hal ini terjadi karena penempatan

14 41 PLTMH di lokasi tersebut dianggap kurang tepat, debit yang digunakan untuk memutar turbin sudah cukup. Namun, ketinggian tempat tidak memadai untuk mengoperasikan PLTMH. Ketinggian tempat hanya 2,5 meter, sedangkan ketinggian minimal untuk pengoperasian PLTMH adalah 6 meter. Hal tersebut membuat PLTMH hanya mampu mengaliri kebutuhan listrik untuk 20 KK. Adanya konflik yang terjadi di masyarakat kampung gunung batu sendiri, pada akhirnya menyebabkan PLTMH tersebut tidak digunakan. Kondisi masyarakat kampung gunung batu berpendidikan rendah sehingga sering terjadi kecemburuan sosial. Selain itu, masyarakat kampung gunung batu juga kurang memiliki kemauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kelompok. Kondisi yang demikian menyulitkan kelompok untuk mensosialisasikan program bantuan yang datang termasuk dari Forpela TNGGP/ESP-USAID. Bantuan yang diterima masyarakat kampung Pojok desa Cinagara berupa dua unit WC umum juga tidak digunakan. Iuran yang diperuntukkan untuk pengelolaan bantuan tersebut tidak dijalankan warga. Hal ini mengakibatkan fasilitas umum tersebut tidak bisa difungsikan lagi untuk keperluan MCK masyarakat. Masyarakat kampung Pojok pada akhirnya kembali melakukan kegiatan MCK di aliran sungai Cinagara. Gambar 9 Bantuan berupa WC umum di desa Cinagara. Program Bank Bibit tidak terlihat di kedua desa selama pengambilan data. Adanya beberapa kendala di kedua desa yang menyebabkan program ini tidak berjalan. Berdasarkan hasil wawancara, anggota kelompok tani di kampung Gunung Batu hanya diberikan benih untuk kemudian ditanam di sekitar rumah dan daerah penyangga taman nasional. Namun, sampai saat ini, hanya beberapa warga yang kemudian menjadikan benih tersebut menjadi bibit tanaman. Bibit tanaman tersebut pada saat ini belum mencapai hasil (panen).

15 42 Rencana peraturan mengenai pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan konservasi tidak jadi disusun oleh Dirjen PJLKKHL. Hal ini menyebabkan, sampai saat ini aturan yang diacu dalam pelaksanaan mekanisme pembayaran jasa lingkungan di kawasan TNGGP hanya berdasarkan surat edaran Dirjen PHKA, perjanjian-perjanjian kerjasama, naskah kesepahaman serta peraturan perundangan lain terkait pemanfaatan air secara umum. 5.2 Keterlibatan Para Pihak Identifikasi para pihak Para pihak didefinisikan sebagai semua pihak baik individu maupun suatu kelompok yang mempengaruhi dan/atau dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan, keputusan-keputusan dan penerapan dari suatu mekanisme (Groenendjik 2003). Proses indentifikasi para pihak merupakan proses awal dalam analisis para pihak. Proses identifikasi dimulai dengan mendaftar semua pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan air di TNGGP antara lain: KT Saluyu, KT Garuda Ngupuk desa Tangkil, KSM Cinagara Asri desa Cinagara, BB TNGGP, Forpela TNGGP, ESP-USAID, RCS, Mapala UI, Direktorat Jenderal Pemanfaatan Jasa Lingkungan di Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (Dirjen PJLKKHL), Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air (Dinas PSDA) Kab. Bogor, Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (Dinas ESDM) Kab. Bogor, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor, YBUL, dan pemanfaat-pemanfaat air (PT Rejosari Bumi, PT Pacul Mas Tani, BPKH Cinagara, STPP Cinagara dan Pusdiklat Karya Nyata). Selanjutnya, dilakukan pengklasifikasian para pihak menjadi pihak primer dan sekunder. Pembagian ini dilakukan berdasarkan tingkat keterkaitan para pihak dengan mekanisme yang ada. Pihak primer didefinisikan sebagai pihak yang terlibat langsung dan mengharapkan manfaat dari suatu mekanisme. Pihak lain di luar stakeholder primer yang masih terlibat dalam mekanisme disebut pihak sekunder (Groenendjik 2003). Berdasarkan hasil identifikasi, pihak-pihak yang termasuk dalam pihak primer dan sekunder tersaji pada Gambar 10.

16 43 Pihak Primer Pihak sekunder KT Saluyu, KT Garuda Ngupuk desa Tangkil, KSM Cinagara Asri desa Cinagara; para pemanfaat air; perusahaan AMDK; dan BB TNGGP Forpela TNGGP, ESP-USAID, RCS, YBUL, Mapala UI, Dirjen PJLKKHL, Dinas PSDA, Dinas ESDM, Dinas Pertanian dan Kehutanan, dan BPDAS Citarum-Ciliwung Gambar 10 Klasifikasi para pihak. Gambar 10 menunjukkan pihak primer pada umumnya merupakan pembeli dan penyedia jasa lingkungan. Sesuai dengan definisi pembayaran jasa lingkungan menurut Wunder (2005), transaksi pembayaran jasa lingkungan dilakukan oleh minimum satu penyedia jasa dan minimum satu pembeli jasa lingkungan. Selain itu, terdapat pula perusahaan-perusahaan AMDK di sekitar lokasi penelitian (Lampiran 9). Namun, pihak ini belum terlibat dalam mekanisme. Pihak sekunder yang teridentifikasi merupakan pihak yang terlibat selain pihak primer dalam mekanisme. Gambar 10 menunjukkan, pada umumnya, pihak sekunder merupakan lembaga pemerintahan maupun LSM. Berdasarkan identifikasi hasil wawancara, pihak yang menjadi pihak sekunder dalam mekanisme ini adalah Forpela TNGGP, ESP-USAID, RCS, YBUL, Mapala UI. Selain pihak-pihak tersebut, Direktorat Jenderal PJLKKHL dan Dinas PSDA, Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (Dinas ESDM) Kab. Bogor, dan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor juga termasuk ke dalam pihak sekunder dalam mekanisme. BPDAS Citarum-Ciliwung termasuk kedalam pihak sekunder, tetapi pihak ini belum terlibat dalam mekanisme Peranan para pihak Peranan masing-masing pihak yang terlibat dilihat berdasarkan tingkatan para pihak seperti pihak primer dan sekunder. Secara umum, berdasarkan hasil identifikasi, para pihak terbagi menjadi menjadi empat kategori utama yaitu sebagai penyedia jasa lingkungan, pembeli jasa lingkungan, perantara, dan pembuat kebijakan. Peranan masing-masing pihak tersaji pada Tabel 16.

17 44 Tabel 16 Peranan masing-masing pihak No. Peranan Para Pihak 1 Penyedia jasa lingkungan air KT Saluyu, KT Garuda Ngupuk desa Tangkil, KSM Cinagara Asri desa Cinagara, dan BB TNGGP 2 Pembeli jasa lingkungan air Pemanfaat-pemanfaat air dari kawasan TNGGP (yang tergabung dalam Forpela TNGGP) Pembeli potensial: perusahaan AMDK di sekitar lokasi penelitian 3 Perantara Forpela TNGGP, ESP-USAID, RCS, Mapala UI Perantara potensial: BPDAS Citarum-Ciliwung 4 Pembuat kebijakan BB TNGGP, Dirjen PJLKKHL, Dinas PSDA, Dinas ESDM, Dinas Pertanian dan Kehutanan Sumber: Data diolah (2011) Penyedia jasa lingkungan berperan untuk menjaga kelestarian daerah hulu agar jasa lingkungan yang ditransaksikan dapat tersedia secara berkelanjutan. Pembeli jasa lingkungan berperan sebagai pihak yang memberikan insentif kepada penyedia jasa dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan. Secara khusus, peranan sebagai perantara tersebut terbagi lagi menjadi peranan yang lebih spesifik. Hal ini terkait dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang dilakukan. Forpela TNGGP berperan sebagai wadah mediasi dan fasilitasi proses yang ada. Forpela TNGGP sebagai sebagai wadah yang berperan untuk mengumpulkan dana kompensasi dari para pemanfaat. Selain itu, Forpela TNGGP juga berperan sebagai inisiator. Forpela TNGGP menginisiasi upaya-upaya yang mungkin bisa dikembangkan khususnya bagi masyarakat untuk mendorong kelestarian kawasan konservasi. ESP-USAID berperan sebagai fasilitator ke kelompok tani di desa Tangkil dan Cinagara melalui kegiatan penguatan kapasitas. RCS berperan memfasilitasi pendistribusian dana Forpela TNGGP untuk diterapkan di tingkat kawasan dan masyarakat daerah penyangga. Kedua lembaga ini juga berperan dalam inisiasi pembentukan Forpela TNGGP. Mapala UI berperan untuk memfasilitasi kelompok tani di desa Tangkil dan Cinagara. Mapala UI memfasilitasi kebutuhan anggota KT dengan pihak-pihak yang bersedia mendukung. YBUL berperan untuk menyalurkan bantuan infrakstuktur (pengembangan PLTMH) kepada masyarakat kampung Gunung Batu desa Tangkil.

18 45 Direktorat Jenderal PJLKKHL, BB TNGGP, serta dinas terkait memiliki peranan untuk mengatur jalannya mekanisme pembayaran jasa lingkungan air yang ada di kawasan TNGGP melalui kebijakan yang dibuat. Selain itu, BB TNGGP berperan mengawasi berjalannya kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan yang ada di kawasan taman nasional. Dinas PSDA juga mendorong untuk mensinergiskan pengelolaan sumber daya air di luar dan di dalam kawasan konservasi. Pihak yang berpotensi untuk terlibat secara langsung belum memiliki peranan dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan air yang ada. Namun, pihak-pihak ini memiliki potensi peran yang kemudian dapat dikembangkan dalam pelaksanaan mekanisme ini. Perusahaan-perusahaan AMDK yang terdapat di sekitar lokasi penelitian berpotensi untuk berperan sebagai pembeli jasa lingkungan air. BPDAS Citarum-Ciliwung berpotensi untuk berperan sebagai fasilitator dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS. Namun, potensi peranan ini juga harus dipertimbangkan dengan tingkat ketertarikan pihak ini terhadap mekanisme pembayaran jasa lingkungan air yang berlangsung Tingkat kepentingan dan pengaruh para pihak Kepentingan (interest) terhadap tujuan mekanisme merupakan atribut yang penting untuk diinvestigasi dari para pihak. Kepentingan ini mendukung tujuan (para pihak juga menginginkan apa yang coba dicapai oleh mekanisme) atau kebalikannya (Groenendjik 2003). Kepentingan dari masing-masing pihak kemudian diidentifikasi dan dianalisis. Kepentingan (interest) dari tiap para pihak yang diidentifikasi tersaji pada Tabel 17. Tabel 17 Kepentingan (interest) masing-masing pihak Para Pihak KT Saluyu KT Garuda Ngupuk Kepentingan (Interest) Pihak primer 1. Pendampingan kepada KT 2. Peningkatan kesejahteraan 3. Hutan tetap lestari 4. Pemilihan sub usaha yang sesuai dengan masyarakat 1. Peningkatan kesejahteraan 2. Kepercayaan untuk mengelola bantuan 3. Program baru yang dijalankan sebagai penerapan mekanisme Potensi dampak terhadap proyek * -/+ -/ /+ -/+ - Prioritas kepentingan relatif* 1 1

19 46 Tabel 17 (Lanjutan) Para Pihak KSM Cinagara Asri Pemanfaatpemanfaat air Perusahaan AMDK BB TNGGP Forpela TNGGP ESP-USAID RCS Kepentingan (Interest) 1. Pemahaman mengenai program yang dijalankan 2. Kompensasi untuk masyarakat yang melakukan penanaman 3. Peningkatan kualitas SDM 1. Kebutuhan air terpenuhi 2. Pelestarian kawasan TNGGP 3. Peninjauan pemanfaaat lain 4. Ikut serta dalam usaha penyelamatan lingkungan 1. Kebutuhan air terpenuhi 2. Ikut serta dalam mekanisme 1. Monitoring secara berkala 2. Kontribusi para pemanfaat 3. Kelestarian kawasan TNGGP 4. Kesejahteraan masyarakat desa penyangga Pihak sekunder 1. Pemahaman menyeluruh terhadap mekanisme 2. Kesejahteraan masyarakat desa penyangga 3. Bantuan sosialisasi mekanisme dari BB TNGGP 4. Kontribusi dari pemanfaat 5. Kejelasan peran masing-masing pihak 1. Lembaga independent yang mengatur mekanisme 2. Program berjalan baik 1. Payung hukum yang jelas terkait mekanisme 2. Dukungan program yang sinergis dengan visi misi RCS YBUL 1. Aplikasi energi terbarukan untuk masyarakat pedesaan 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui energi terbarukan Mapala UI Dirjen PJLKKHL Dinas PSDA Kab. Bogor Dinas ESDM Kab. Bogor 1. Penguatan KT di kedua desa 2. Kesejahteraan masyarakat meningkat 1. Optimalisasi pemanfaatan jasa lingkungan air di kawasan konservasi 1. Memfasilitasi pengelolaan sumberdaya air 2. Mengembalikan kondisi dan fungsi sungai sebagai sumber air untuk menunjang daya dukung lingkungan 3. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dan peran swasta 1. Peningkatan kemandirian masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan energi 2. Peningkatan upaya konservasi lingkungan dan perlindungan masyarakat Potensi dampak terhadap proyek * -?? + + -/ /+ -/+ + -/+ - -/+? + -/ / /+ Prioritas kepentingan relatif* / ? + -/

20 47 Tabel 17 (Lanjutan) Para Pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor BPDAS Citarum- Ciliwung Kepentingan (Interest) 1. Optimalisasi perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam 2. Peningkatan pengetahuan, sikap, keterampilan SDM 1. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan pengelolaan DAS 2. Pengembangan model pengelolaan Potensi dampak terhadap proyek * +? Prioritas kepentingan relatif* DAS Keterangan : Tanda positif (+), negatif (-), tidak jelas (-/+), dan tidak diketahui (?) diisi pada kolom potensi dampak, sedangkan kolom tingkat kepentingan relatif diisi dengan skala 0-5 berdasarkan kebijakan dan tujuan mekanisme (Groenendjik 2003). Tabel 17 menunjukkan bahwa terdapat banyak kepentingan para pihak yang belum diakomodasi oleh mekanisme yang ada. Kepentingan para pihak yang dapat terakomodasi oleh mekanisme yang ada umumnya berkaitan kesesuaian antara program kerja para pihak dan mekanisme yang ada. Kepentingan yang berkaitan dengan hasil yang diharapkan dari mekanisme, seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat, belum terakomodasi secara jelas. Hal ini mengindikasikan hasil dari mekanisme yang berjalan belum terukur secara jelas. Selanjutnya, dimasukkan pula atribut lainnya yaitu pengaruh (influence) dan tingkat kepentingan (importance). Masing-masing pihak memiliki atribut yang berbeda dan dianalisis tergantung pada situasi dan tujuan analisis. Groenendjik (2003) mendefinisikan pengaruh (influence) sebagai kewenangan para pihak untuk mengontrol keputusan apa yang dibuat, untuk memfasilitasi penerapannya atau untuk menggunakan tekanan yang mempengaruhi mekanisme secara negatif. Pengaruh mungkin saja diartikan sebagai tingkatan orang, kelompok, atau organisasi yang dapat membujuk atau memaksa pihak lain dalam membuat keputusan dan mengikuti beberapa tindakan. Tingkat kepentingan (importance) mengindikasikan prioritas yang diberikan untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan para pihak pada mekanisme (Groenendjik 2003). Oleh karena itu, tingkat kepentingan merujuk pada masalah, kebutuhan, dan kepentingan para pihak yang merupakan prioritas dari mekanisme. Tingkat pengaruh dan kepentingan dari masing-masing pihak tersaji pada Gambar 11. +? 3 3

21 48 Gambar 11 Diagram matriks tingkat kepentingan (importance) dan pengaruh (influence) dari masing-masing pihak. Gambar 11 merupakan pemetaan para pihak berdasarkan tingkat pengaruh dan kepentingan. Pemetaan tersebut didasarkan pada hasil skoring (Lampiran 10). Groenendjik (2003) menyatakan bahwa kuadran A, B, dan C merupakan pihak kunci yang dapat mempengaruhi mekanisme secara signifikan. Implikasi masingmasing kuadran pada Gambar 12 yaitu: 1. Kuadran A mengimplikasikan para pihak dengan tingkat kepentingan tinggi terhadap mekanisme tetapi memiliki pengaruh yang rendah. Pihak-pihak yang terdapat dalam kuadran ini adalah KT Saluyu, KT Garuda Ngupuk, dan KSM Cinagara Asri, para pemanfaat air, perusahaan AMDK, ESP- USAID, dan RCS. Penyedia jasa (KT Saluyu, KT Garuda Ngupuk, dan KSM Cinagara Asri) dan pembeli jasa (pemanfaat air dan perusahaan AMDK), memiliki tingkat kepentingan yang tinggi terhadap mekanisme. Hal ini dikarenakan pihak-pihak tersebut merupakan subyek dari mekanisme yang ada. Selain itu, mekanisme ini merupakan cara untuk mengakomodasi kebutuhan

22 49 (kepentingan) mereka. Namun, di sisi lain, pihak-pihak tersebut tidak memiliki pengaruh yang tinggi terhadap mekanisme. Pihak-pihak ini bukan merupakan pengatur regulasi mekanisme. Mereka tidak dapat mengupayakan tindakan apapun apabila mekanisme ini mengalami gangguan dalam pelaksanaannya. ESP-USAID dan RCS memiliki kepentingan tinggi karena pihak ini merupakan inisiator dalam pembentukan mekanisme yang ada. Sama halnya dengan penyedia dan pembeli jasa, pihak ini memiliki tingkat pengaruh yang rendah. Walaupun pihak ini merupakan inisiator pembentukan mekanisme, tetapi pihak ini bukan merupakan pengatur regulasi mekanisme. Groenendjik (2003) menyebutkan pihak-pihak dalam kuadran ini memerlukan inisiatif khusus untuk melindungi kepentingan mereka. 2. Kuadran B mengimplikasikan para pihak dengan tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap keberhasilan mekanisme. Pihak-pihak yang terdapat pada kuadran ini adalah BB TNGGP, Forpela TNGGP, Dirjen PJLKKHL, Dinas PSDA, Distanhut, dan BPDAS Citarum- Ciliwung. Pihak-pihak dalam kuadran ini merupakan pembuat dan pengatur regulasi terhadap mekanisme yang ada. Regulasi merupakan titik awal dari penerapan mekanisme. Tingkat kepentingan pihak yang berada di kuadran ini juga tergolong tinggi terhadap mekanisme. Kepentingan pihak yang berada di kuadran ini secara umum berkaitan dengan program pelestarian lingkungan (DAS maupun kawasan taman nasional) dan pemberdayaan masyarakat yang terakomodasi dari mekanisme ini. Untuk membentuk kerjasama efektif dalam mendukung mekanisme, sebaiknya pihak yang terlibat langsung dengan mekanisme membangun hubungan kerja dengan pihak-pihak ini (Groenendjik 2003). 3. Kuadran C mengimplikasikan para pihak yang memiliki pengaruh tinggi tetapi tidak memiliki kepentingan terhadap mekanisme. Pihak yang terdapat pada kuadran ini adalah Dinas ESDM. Pihak ini memiliki tingkat pengaruh yang tinggi tetapi memiliki tingkat kepentingan yang rendah. Dalam kaitannya dengan tingkat kepentingan, pihak ini tidak memiliki hubungan langsung dengan mekanisme. Namun, kedudukan dinas ini sebagai lembaga pemerintahan, memiliki kewenangan untuk membuat dan mengatur regulasi. Apabila kepentingan pihak ini tidak sejalan dengan mekanisme yang ada, pihak

23 50 ini dapat menjadi sumber resiko yang signifikan (Groenendjik 2003). Oleh karena itu, dibutuhkan monitoring dan manajemen terhadap pihak ini. 4. Para pihak pada kuadran D memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah terhadap mekanisme. Pihak yang terdapat pada kuadran ini adalah YBUL dan Mapala UI. Pihak ini bukanlah subyek dari mekanisme yang berlangsung. Pihak ini hanya berperan sebagai fasilitator dan donor serta tidak memiliki kepentingan khusus terhadap mekanisme. Pihak ini juga tidak memiliki pengaruh yang kuat terhadap mekanisme. Dapat dikatakan, pihak ini berada di luar mekanisme yang berjalan. Pihak ini mungkin memerlukan monitoring dan evaluasi namun dengan prioritas yang rendah (Groenendjik 2003) Hak dan kewajiban para pihak Hak dan kewajiban para pihak dilihat berdasarkan dokumen terkait dan hasil wawancara terhadap para pihak. Dokumen terkait yang diacu antara lain Naskah Kesepahaman Pengelolaan PLTMH, rencana aksi pembangunan model desa konservasi melalui pengembangan desa produktif unggulan secara terpadu dan berkelanjutan, AD/ART Forpela TNGGP, MoU Pemanfaat air dengan TNGGP, dan MoU kemitraan pemanfaatan air antara Forpela TNGGP dengan BB TNGGP. Pengacuan terhadap dokumen-dokumen tersebut dikarenakan dalam mekanisme ini, belum terdapat perjanjian langsung antara anggota kelompok-kelompok tani dengan pemanfaat-pemanfaat air. Berdasarkan Naskah Kesepahaman Pengelolaan PLTMH, masyarakat desa Tangkil menyepakati hal-hal berikut: 1. Mendukung dan menjadikan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) sebagai upaya mendorong upaya konservasi sumberdaya air yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat lokal. 2. Menyepakati nilai iuran/kontribusi/kompensasi dari hasil pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro sebesar Rp ,-/bulan masingmasing pintu (rumah). Dana tersebut akan diperuntukkan untuk kegiatan pengelolaan dan perawatan perangkat PLTMH (turbin, dinamo) dan bangunan fisik pendukungnya (bendungan, saluran air, bak penampungan, jaringan listrik, dan rumah turbin).

24 51 3. Menunjuk dua orang warga masyarakat kampung Gunung Batu yang diperuntukkan untuk pengelolaan dan perawatan perangkat PLTMH yang ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan dan musyawarah bersama. Selain berdasarkan naskah kesepahaman pengelolaan PLTMH, anggota KT Saluyu, KT Garuda Ngupuk desa Tangkil, KSM Cinagara Asri desa Cinagara juga menyepakati untuk mendukung dan menjadikan rencana aksi pembangunan model desa konservasi melalui pengembangan desa produktif unggulan secara terpadu dan berkelanjutan sebagaimana terlampir sebagai salah satu acuan dalam penyusunan, perencanaan, pengembangan dan pembangunan daerah yang disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada. Kesepakatan ini tercantum dalam MoU antara Forpela TNGGP dengan enam MDK tentang Pengembangan Desa Produktif Unggulan Bagi Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Melalui kedua kesepakatan tersebut anggota KT Saluyu dan KT Garuda Ngupuk desa Tangkil, serta KSM Cinagara Asri desa Cinagara berkewajiban untuk mengelola bantuan yang diberikan dan mendukung pembangunan MDK. Hak masyarakat memang tidak secara langsung terungkap dari kedua kesepakatan tersebut. Namun, jika dilihat dari kedua kesepakatan tersebut, anggota ketiga KT tersebut memiliki hak untuk menerima bantuan PLTMH dan mengembangkan desa Tangkil dan Cinagara sebagai desa produktif unggulan untuk peningkatan ekonomi mereka. Selain anggota kelompok tani, pemanfaat-pemanfaat air baik yang sudah terdaftar menjadi anggota Forpela TNGGP ataupun belum terdaftar memiliki hak dan kewajiban sesuai dengan AD/ART Forpela TNGGP dan MoU Pemanfaat air dengan TNGGP. Hak dan kewajiban para pemanfaat air tersebut tersaji pada Tabel 18.

25 52 Tabel 18 Pihak yang terlibat Pemanfa at air* Pemanfa at air* Hak dan kewajiban pemanfaat air berdasarkan AD/ART Forpela TNGGP dan MoU dengan BB TNGGP Hak** Kewajiban** Keterangan - Hak mendapatkan fasilitas dari dewan pengurus - Hak memilih dan dipilih sebagai pengurus - Hak menyampaikan pendapat - Hak mengikuti rapat tahunan Forpela TNGGP - Memanfaatkan air yang bersumber dari kawasan TNGGP - Memasang dan memelihara instalasi air - Memperoleh dukungan administrasi dan perizinan untuk pelaksanaan kegiatan yang telah dirancang bersama - Bersama-sama BB TNGGP melakukan pengamanan instalasi air yang dipasang di dalam kawasan - Membayar iuran anggota - Menjaga citra Forpela TNGGP - Mematuhi AD/ART Forpela TNGGP - Mendukung pelaksanaan program Forpela TNGGP - Menyusun rencana kerja - Melaksanakan rencana kerja yang telah ditetapkan - Memberikan sebagian air yang dimanfaatkan kepada masyarakat sekitarnya - Membantu secara partisipatif dalam upaya perlindungan dan pelestarian kawasan TNGGP dalam bentuk: 1) melaporkan setiap pelanggaran/gangguan terhadap kawasan TNGGP yang ditemui, dilihat, dan/atau didengar kepada petugas TNGGP; 2) bersama-sama petugas TNGGP ikut serta melakukan pengawasan dan pengamanan terhadap gangguan kawasan TNGGP; 3) menyebarluaskan informasi tentang upaya konservasi; 4) menanam pohon jenis lokal TNGGP dalam rangka perlindungan tata air di kawasan TNGGP - Melaporkan hasil kegiatan secara tertulis tiap enam bulan kepada BB TNGGP - Wajib menjadi anggota Forpela TNGGP *Sudah terdaftar menjadi anggota Forpela TNGGP **Tercantum dalam Anggaran Dasar Forpela TNGGP *Belum terdaftar menjadi anggota Forpela TNGGP dan memiliki MoU dengan BB TNGGP **Tercantum dalam MoU antara Pemanfaat Air dengan BB TNGGP Sumber: AD/ART Forpela TNGGP (2006) dan MoU antara BB TNGGP dengan desa Pasir Buncir (2008). Tabel 18 menggambarkan adanya perbedaan hak dan kewajiban pemanfaat air dikarenakan status keanggotaan dalam Forpela TNGGP yang berbeda. Pemanfaat yang telah menjadi anggota Forpela TNGGP memiliki hak dan kewajiban sebagai anggota sebuah organisasi. Pemanfaat air yang belum menjadi anggota Forpela TNGGP memiliki hak dan kewajiban terhadap BB TNGGP

26 53 selaku pihak yang memberikan izin pemanfaatan air. BB TNGGP dan Forpela TNGGP memiliki hak dan kewajiban yang tercantum dalam MoU kemitraan pemanfaatan air. Hak dan kewajiban tersebut tersaji pada Tabel 19. Tabel 19 Hak dan kewajiban BB TNGGP dan Forpela TNGGP berdasarkan MoU kemitraan tentang pemanfaatan air dari kawasan TNGGP No. Pihak yang terlibat 1 BB TNGGP 2 Forpela TNGGP Hak - Mendapat dukungan dari Forpela TNGGP dalam rangka kegiatan: 1) Pengkajian dan pengembangan pemanfaatan air dari kawasan TNGGP; 2) Pengamanan, rehabilitasi, dan konservasi, di kawasan TNGGP; 3) Pelaksanaan kegiatan yang menunjang pelestarian TNGGP dan peningkatan peran serta masyarakat; 4) Sosialisasi dan penyuluhan KSDAE kepada masyarakat di daerah penyangga TNGGP; 5) Memperkuat kapasitas para pemanfaat air yang berasal dari kawasan TNGGP dalam rangka mendukung program pelestarian kawasan. - Memanfaatkan hasil kegiatan kemitraan ini - Dapat memberi rekomendasi bagi calon pemanfaat air kepada BB TNGGP - Dapat menggunakan iuran anggota dan sumber pendanaan lainnya yang tidak mengikat dalam rangka pelaksanaan RKL dan RKT Sumber: MoU kemitraan BB TNGGP dan Forpela TNGGP (2008) Kewajiban - Menilai dan mengesahkan RKL dan RKT - Memfasilitasi kegiatan pengembangan pemanfaatan air dari kawasan TNGGP - Melakukan pembinaan dan evaluasi terhadap kegiatan Forpela TNGGP - Menyusun RKL dan RKT - Melaksanakan RKL dan RKT yang telah disahkan - Mengkoordinir dan memungut iuran dari anggota Forpela TNGGP - Memberikan dukungan kepada BB TNGGP dalam setiap program yang tercantum pada hak BB TNGGP - Berkoordinasi dengan BB TNGGP dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan program yang tercantum pada hak BB TNGGP - Melaporkan secara tertulis setiap hasil kegiatan Forpela TNGGP Selain berdasarkan MoU dan Naskah kesepahaman yang dibuat, hak dan kewajiban masing-masing pihak juga dilihat berdasarkan hasil wawancara. Hasil wawancara mendifinisikan para pihak beserta hak dan kewajiban masing-masing

PES Development MEMBANGUN KEMITRAAN DALAM PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT

PES Development MEMBANGUN KEMITRAAN DALAM PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT PES Development MEMBANGUN KEMITRAAN DALAM PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT FORUM PEDULI AIR TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO (FORPELA) Sekretariat:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jasa Lingkungan Jasa lingkungan definisikan sebagai keseluruhan konsep sistem alami yang menyediakan aliran barang dan jasa yang bermanfaat bagi manusia dan lingkungan yang

Lebih terperinci

http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I.

http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I. 3/21/14 http://www.jasling.dephut.go.id DIREKTORAT PJLKKHL-DITJEN PHKA KEMENTERIAN KEHUTANAN R.I. OUTLINE : 1. PERMENHUT NOMOR : P.64/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMANFAATAN AIR DAN ENERGI AIR DI SUAKA MARGASATWA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa

I. PENDAHULUAN. kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan asset multi guna yang tidak saja menghasilkan produk seperti kayu, rotan, getah, dan lain-lain, tetapi juga memiliki nilai lain berupa jasa lingkungan.

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES Nomor : 21 Tahun : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MEKANISME PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT (Studi Kasus Desa Tangkil dan Cinagara) RAKHMI WALIDAINI

MEKANISME PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT (Studi Kasus Desa Tangkil dan Cinagara) RAKHMI WALIDAINI MEKANISME PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, JAWA BARAT (Studi Kasus Desa Tangkil dan Cinagara) RAKHMI WALIDAINI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

Lebih terperinci

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *

Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Pada akhir masa sidang III lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan salah satu RUU usul inisatif DPR mengenai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat dan merupakan sumber air yang penting bagi masyarakat di sekitarnya yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU 137 Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU No Amanat pertauran perundang-undangan 1 Mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 persen dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA Menimbang : a. b. BUPATI BIREUEN, bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.19/Menhut-II/2004 TENTANG KOLABORASI PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, 1 BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG KELEMBAGAAN PENGELOLAAN IRIGASI (KPI) DI KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS, Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 21

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa sektor pertanian mempunyai peran yang sangat strategis

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR : 02 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH, Menimbang : a. bahwa air mempunyai fungsi sosial dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1230, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Kelompok Tani Hutan. Pembinaan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.57/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN KELOMPOK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa hutan disamping

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR RANCANGAN (Disempurnakan) BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR, Menimbang : a. bahwa fungsi irigasi memegang peranan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu komponen penting pendukung

Lebih terperinci

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN Lampiran Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.16/Menhut-II/2011 Tanggal : 14 Maret 2011 PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung

PENDAHULUAN. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung PENDAHULUAN Ekosistem penghasil beragam produk dan jasa lingkungan keberlanjutan kehidupan. Ekosistem /SDAL memiliki nilai guna langsung dan tidak langsung Nilai guna langsung pangan, serat dan bahan bakar,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013

2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA 2.1. Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2013 2.1.1 Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN 1 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.39/Menhut-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT SETEMPAT MELALUI KEMITRAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI 1 / 70 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan

I. PENDAHULUAN. Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Register 19 semula ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 67/Kpts-II/1991 tanggal 31 Januari 1991 tentang Rencana

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 369 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Selama tahun 1990-2009 terjadi pengurangan luas hutan SWP DAS Arau sebesar 1.320 ha, mengakibatkan kecenderungan peningkatan debit maksimum, penurunan debit minimum

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.150, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. PNPM Mandiri. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.16/MENHUT-II/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan sistem irigasi serta untuk

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menyelenggarakan otonomi,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Panduan wawancara untuk masyarakat a. Pertanyaan umum

Lampiran 1 Panduan wawancara untuk masyarakat a. Pertanyaan umum LAMPIRAN 71 72 Lampiran 1 Panduan wawancara untuk masyarakat a. Pertanyaan umum 1. Apakah mata pencaharian utama dan sampingan Bapak/Ibu saat ini? 2. Berapa jumlah tanggungan Bapak/Ibu? 3. Apakah pendidikan

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A Rencana Strategis dan Rencana Kinerja Tahun 2014 1. Visi Untuk melaksanakan tugas dan fungsi serta menjawab tantangan lingkungan stratejik yang dihadapi, Dinas Kean mempunyai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 15 Tahun : 2012 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IRIGASI

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009

PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 1 TAHUN 2009 DRAFT-4 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa pertanian mempunyai

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN SALINAN BUPATI KEPULAUAN SELAYAR PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

PERJANJIAN KERJASAMA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR / ENERGI AIR

PERJANJIAN KERJASAMA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR / ENERGI AIR PERJANJIAN KERJASAMA PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN AIR / ENERGI AIR ANTARA BALAI /BALAI BESAR... DENGAN PERUSAHAAN... Balai / Balai Besar Nomor... Perusahaan Nomor... Pada hari ini... tanggal... bulan...

Lebih terperinci

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Berdasrkan Tim Studi PES RMI (2007) program Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL) DAS Brantas melibatkan beberapa

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK PEMBAHASAN UMUM Temuan yang dibahas dalam bab-bab sebelumnya memperlihatkan bahwa dalam menghadapi permasalahan PBK di Kabupaten Kolaka, pengendalian yang dilakukan masih menumpu pada pestisida sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI DONGGALA. KEPUTUSAN BUPATI DONGGALA Nomor : /0377/BLHD/2013 TENTANG

BUPATI DONGGALA. KEPUTUSAN BUPATI DONGGALA Nomor : /0377/BLHD/2013 TENTANG SALINAN BUPATI DONGGALA KEPUTUSAN BUPATI DONGGALA Nomor : 188.45/0377/BLHD/2013 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM MASYARAKAT HULU SUNGAI DESA POWELUA KECAMATAN BANAWA TENGAH KABUPATENDONGGALA BUPATI DONGGALA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR : 08 TAHUN 2017 TENTANG PENGANEKARAGAMAN PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

TABEL 4.1 KETERKAITAN VISI, MISI DAN STRATEGI DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

TABEL 4.1 KETERKAITAN VISI, MISI DAN STRATEGI DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TABEL 4. KETERKAITAN VISI, MISI DAN STRATEGI DINAS ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Visi Pengelolaan energi dan mineral yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perubahan sistem pemerintahan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 143, 2001 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2001 TENTANG I R I G A S I PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional (TN) Gunung Merapi ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional. BAB XVII DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Bagian Kesatu Susunan Organisasi Pasal 334 Susunan organisasi Dinas Kehutanan dan Perkebunan terdiri dari: a. Kepala Dinas; b. Sekretaris, membawahkan: 1. Sub Bagian

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa keberadaan sistem irigasi beserta keberhasilan pengelolaannya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 28 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendukung keberhasilan pembangunan pertanian yang

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi

BAB 5 PENUTUP 5.1 Temuan Studi BAB 5 PENUTUP Bab penutup ini akan memaparkan temuan-temuan studi yang selanjutnya akan ditarik kesimpulan dan dijadikan masukan dalam pemberian rekomendasi penataan ruang kawasan lindung dan resapan air

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, Menimbang: a. bahwa untuk pengembangan dan pengelolaan

Lebih terperinci

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 677/Kpts-II/1998 jo Keputusan Menteri

Lebih terperinci

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MEMTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1451 K/10/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENYELENGGARAAN TUGAS PEMERINTAHAN DI BIDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 958, 2013 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kemitraan Kehutanan. Masyarakat. Pemberdayaan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENHUT-II/2013 TENTANG PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 52 TAHUN 2002 TENTANG PEDOMAN PROGRAM INTENSIFIKASI PEMBUDIDAYAAN IKAN (INBUDKAN) DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : bahwa

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka menunjang ketahanan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 4 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012

DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 I. UNDANG-UNDANG DAFTAR PERATURAN Versi 31 Agustus 2012 1. Undang-undang Republik Indonesia No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Hukum Undang-undang Acara Pidana (KUHP) 2. Undang-undang Republik Indonesia No.5

Lebih terperinci

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB)

KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) KERANGKA DAN STRATEGI PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG DALAM PROGRAM KARBON HUTAN BERAU (PKHB) Menimbang berbagai faktor utama yang menghambat pengelolaan hutan lindung secara efektif, maka pengelolaan hutan

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBERDAYAAN HIMPUNAN PETANI PEMAKAI AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN IRIGASI PARTISIPATIF (PIP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai keberlanjutan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN DAN SARAN 221 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Tingkat partisipasi petani sekitar hutan dalam mengelola hutan kemiri rakyat tergolong rendah dan bersifat parsial atau tidak ideal, di mana hanya dua tahapan partisipasi

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2015 JUDUL:

LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2015 JUDUL: LAPORAN PENELITIAN KELOMPOK BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL TAHUN 2015 JUDUL: PENYEDIAAN AIR BERSIH:STUDI PERAN PEMERINTAH, PEMERINTAH DAERAH, SWASTA DAN MASYARAKAT DI PROVINSI JAWA BARAT DAN SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

.000 WALIKOTA BANJARBARU

.000 WALIKOTA BANJARBARU SALINAN.000 WALIKOTA BANJARBARU PERATURAN WALIKOTA BANJARBARU NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, URAIAN TUGAS DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KOTA BANJARBARU DENGAN

Lebih terperinci