Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen"

Transkripsi

1

2 Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen (Level Of Knowledge About The Preparation Of Pregnant Women Face Primigravid Labor In Primary Health Care Kedawung I District Sragen) Danik Dwiyanti Akademi Kebidanan YAPPI Sragen danikdwiyanti@ymail.com Abstract: Keywords: Abstrak 5

3 Kata Kunci: I. PENDAHULUAN Kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Sekarang ini secara umum sudah diterima bahwa setiap kehamilan membawa risiko bagi ibu. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya, serta dapat mengancam jiwanya. Dari wanita hamil di Indonesia, sebagian besar akan mengalami komplikasi atau masalah Kesehatan yang dilaksanakan pada tahun 1997 menyatakan bahwa dari tahun , 2% wanita dengan kelahiran hidup mengalami komplikasi (Fadlun & Feryanto, 2014). Kehamilan risiko tinggi merupakan suatu kehamilan yang memiliki risiko lebih besar dari biasanya, baik bagi ibu maupun bayinya, yang akan menyebabkan terjadinya penyakit atau kematian sebelum maupun sesudah persalinan. Untuk menentukan suatu kehamilan berisiko tinggi atau tidak, perlu dilakukan penilaian terhadap wanita hamil guna mengetahui adanya ciri-ciri yang menyebabkan ia dan janinnya lebih rentan terhadap penyakit atau kematian, keadaan atau ciri tersebut dinamakan faktor risiko. Kematian ibu biasanya terjadi karena tidak mempunyai akses ke pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, terutama pelayanan kegawatdaruratan tepat waktu yang dilatarbelakangi oleh terlambat mengenal tanda bahaya dan mengambil keputusan, terlambat mencapai fasilitas kesehatan, serta terlambat mendapatkan pelayanan di fasilitas kesehatan (Musbikin, 2010). Wanita yang hamil pertama kali hanya mengetahui sedikit mengenai proses yang terjadi pada dirinya, mengapa terjadi berbagai perubahan, serta bagaimanakah kehamilan dan persalinan dapat berjalan normal. Kurangnya pengetahuan dan kesiapan akan apa yang dihadapi dalam persalinan dapat mengakibatkan rasa cemas dan takut, sehingga masa kehamilan kurang menyenangkan, bahkan dapat mempersulit persalinan. Mengingat hal-hal tersebut, apabila di dalam proses persalinan tidak disertai persiapan maka persalinan tidak dapat berjalan menyenangkan (Nolan, 2004). Persalinan merupakan titik kulminasi dari kehamilan, yaitu titik tertinggi dari seluruh persiapan yang telah dilakukan. Hal ini sangat dan tentunya setiap ibu hamil mengharapkan persalinan yang lancar dan menyenangkan. Jika setiap ibu hamil telah mengetahui selukbeluk persalinan, maka dalam menghadapi proses persalinan ibu tidak merasa begitu sakit dan justru menikmati persalinan. Kesiapan dalam menghadapi persalinan sangat tergantung pada pengetahuan ibu tentang persalinan, pengetahuan tersebut bisa didapat saat ibu melakukan ANC. Pada ibu yang sering melakukan kunjungan telah diberitahukan perkiraan tanggal persalinan, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri saat persalinan tiba. Karena sewaktu waktu mereka merasakan tanda tanda persalinan seperti perut sakit disertai dengan keluarnya lendir bercampur darah, ibu dapat segera ke tenaga kesehatan untuk mendapatkan pertolongan persalinan yang aman (Stoppard, 2007). 6

4 Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen didapatkan bahwa pada bulan Juli-Desember 2010 kunjungan ANC sebanyak 97 orang yang meliputi ibu hamil Multigravida dan Primigravida. Terdiri dari Primigravida 45 orang (46,39%) dan Multigravida 52 orang (53,61%). Sedangkan data yang didapat dari Puskesmas Karang Malang, didapatkan bahwa pada bulan Juli- Desember 2010 kunjungan ANC sebanyak 87 orang yang meliputi ibu hamil Primigravida 37 orang (42,53%) dan Multigravida 50 orang (57,47%). Setelah dilakukan wawancara dan menjawab pertanyaan dari kuesioner yang diberikan kepada responden di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen dari 8 orang ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan 3 orang diantaranya dalam kategori baik tentang apa persiapan persalinan, sedangkan 5 orang diantaranya dalam kategori kurang tentang apa persiapan persalinan. Sedangkan dari Puskesmas Karang Malang dari 8 orang ibu hamil primigravida 5 orang diantaranya dalam kategori baik dan 3 orang diantaranya dalam kategori kurang tentang apa persiapan persalinan. Berdasarkan dari hasil wawancara dan menjawab pertanyaan dari kuesioner tentang persiapan dalam menghadapi persalinan yang diberikan kepada responden di Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen dari 8 orang ibu hamil primigravida 3 orang diantaranya sudah mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang, sedangkan 5 orang diantaranya belum mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang. Sedangkan dari Puskesmas Karang Malang dari 8 orang ibu hamil primigravida 5 orang diantaranya sudah mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang dan 3 orang diantaranya belum mempersiapkan persiapan persalinan dengan matang. II. METODE PENELITIAN Lokasi penelitian ini adalah Puskesmas Kedawung I, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Sragen. Penelitian dilakukan Januari- Agustus Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional deskriptif dengan metode pendekatan Cross Sectional. Tehnik sampel yang digunakan dengan teknik total sampling. Subyek penelitian yang digunakan yaitu ibu-ibu hamil primigravida sebanyak 30 responden. Metode pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Analisa Data dengan menggunakan univariate. III. HASIL PENELITIAN Berikut adalah hasil penelitian setelah dilakukan olah data. Gambar 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Berdasarkan Gambar 1 menunjukan bahwa responden yang terbanyak mempunyai tingkat pendidikan SMA yaitu 12 responden (40%). Gambar 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan 7

5 Berdasarkan Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (IRT) yaitu sebesar 21 responden (89,99%). Tabel 1. Tingkat pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan Pendidikan di Puskesmas Kedawung I Tingkat Pengetahuan Pendidikan SMP Baik Cukup Kurang Jumlah F f f 10 (33,33%) 1 (3,33%) 0 11 (36,66%) SD 1 (3,33%) 1 (3,33%) 2 (6,66%) 4 (13,33%) SMA 12 (40%) (40%) PT 3 (9,99%) (9,99%) Jumlah 26 (86,66%) 2 (6,66%) 2 (6,66%) 30 (100%) Berdasarkan tabel 1 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan pendidikan responden yang paling banyak adalah responden yang berpendidikan SMA dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 12 responden (40%). Tabel 2. Tingkat pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Kedawung I Tingkat Pengetahuan Baik Cukup Kurang Jumlah Pekerjaan IRT F f f 18 (59,99%) 1(3,33%) 2(6,66%) 21(69,99%) Swasta 6 (20%) 0 0 6(20%) Wiraswasta 2 (6,66%) 0 0 2(6,66%) Tani 1 (3,33%) 0 0 1(33,33%) Jumlah 27 (89,99%) 1(3,33%) 2(6,66%) 30(100%) Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan berdasarkan pekerjaan responden yang paling banyak adalah responden yang mempunyai pekerjaan ibu rumah tangga (IRT) dengan tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 18 responden (59,99%). Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan yang paling banyak adalah tingkat pengetahuan baik yaitu sebanyak 26 responden (86,66%). Gambar 3. Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan IV. IV. PEMBAHASAN Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil

6 Primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan di Pusksmas Kedawung I mempunyai tingkat pengetahuan yang baik sebanyak 26responden (86,66%). Pengetahuan, (knowledge) adalah Hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Mubarak, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan merupakan kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya, yang berbeda sekali dengan kepercayaan (beliefs), takhayul (superstilions) dan penerangan-penerangan yang keliru (misinformation) (Soekanto, 2005). Faktor yang mempengaruhi pengetahuan adalah pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalamam, kebudayaan sekitar dan informasi (Mubarak, 2007). Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. (Mubarak, 2007). Berbagai pekerjaan seseorang berdasarkan kemampuan yang bisa dilihat dari masing masing orang serta pengalaman pekerjaan yang luas dan bisa mempengaruhi pengetahuan orang sesuai dengan pekerjaan yang ditekuninya (Hendra, 2008). Dalam penelitian ini, sebagian besar responden bekerja sebagai IRT. Meskipun sebagai IRT sesorang dapat juga mendapatkan pengetahuan atau informasi melalui berbagai media seperti surat kabar, TV maupun radio sehingga dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Selain faktor umur dan pendidikan, faktor sosial ekonomi yang berkaitan dengan pekerjaan juga mempengaruhi ibu dalam mempersiapkan menghadapi persalinan yang akan dihadapi nanti yang sesuai dengan kemampuannya. Pekerjaan mempengaruhi seseorang untuk mempunyai tingkat pengetahuan yang baik. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan (Hendra, 2008). Pendidikan adalah suatu kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal (Notoatmodjo, 2010). Pendidikan berarti bimbingan yang di berikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan informasi dan nilai nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, et al, 2007). Dalam penelitian ini, responden yang berpendidikan SMA tingkat pengetahuannya lebih baik dari pada yang berpendidikan dibawah SMA. Pada umumya seseorang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi 9

7 maka pengetahuannya akan lebih baik pula. Pendidikan mempengaruhi terhadap daya tangkap seseorang terhadap informasi yang didapat. V. SIMPULAN Simpulan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan ibu hamil primigravida tentang persiapan menghadapi persalinan di Puskesmas Kedawung I dalam kategori baik. DAFTAR PUSTAKA Fadlun dan Feryanto, A Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hendra, (2008). Pengetahuan. Available online: com/.10 Desember Jam 16.00WIB. Mubarak, Wahid iqbal et.al (2007). Promosi Kesehatan. Graha Ilmu: Yogyakarta Musbikin, I Panduan Bagi Ibu Hamil dan Melahirkan. Yogyakarta : Mitra Pustaka. Nolan, Mary, (2004). Kehamilan Dan Kelahiran. Arcan: Jakarta. Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta: Jakarta. Stoppard, M (2007). Kehamilan dan Panduan Mempersiapkan Kelahiran Untuk Calon Ibu dan Ayah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Soekanto. (2005). Sosiologi Suatu Pengantar. 10

8 Pengaruh Perendaman Larutan Tomat (Solanum lycopersicum L.) Terhadap Penurunan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Kerang Darah (Anadara granosa) The Effect of Soaking Solution Tomato (Solanum lycopersicum L.) With The Decreasing Level of Heavy Metals Lead (Pb) and Cadmium (Cd) On Mussels Blood (Anadara granosa) Akademi Farmasi Theresiana Semarang Maria Mita Susanti 1, Margareta Retno Priamsari 2 mytha_via84@yahoo.com ABSTRACT. Keywords ABSTRAK 11

9 Kata kunci I. PENDAHULUAN Kerang darah hidup dengan cara membenamkan diri di pantai pada substrat lumpur dan pasir, merupakan makhluk feeder (memperoleh makanan dengan cara menyaring air) dan suka menetap di suatu tempat, karena pergerakannya yang lambat. Cara hidup yang menetap menyebabkan akumulasi kandungan logam berat di dalam tubuh kerang darah (Darmono, 2001; Oemarjati, 1990). Logam berat yang sering ditemukan dalam kerang darah yaitu kadmium (Cd) dan Timbal (Pb). Cd dan Pb adalah bahan pencemar dalam air yang berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah pertambangan. Peningkatan kadar Cd dan Pb di dalam kerang darah semakin meningkat sejalan dengan proses industrialisasi yang semakin berkembang (Achmad, 2004; Widowati et.al, 2008). Menurut Wulandari dkk (2009) kandungan logam berat Cd dalam kerang darah yang ditemukan di sekitar muara Banjir Kanal Timur mencapai 1,6770 mg/kg dan menurut Ardy.C (2010) rata rata kadar logam berat Pb dalam kerang hijau sebesar 3,0762 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar logam berat pada kerang melebihi syarat yang diperbolehkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No 7387 : 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan yaitu di bawah 1 ppm untuk Cd dan 1,5 ppm untuk Pb. Informasi dan pengetahuan masyarakat yang masih kurang mengenai pengolahan biota laut salah satunya adalah kerang darah menyebabkan masih tingginya kandungan logam berat Cd dan Pb, sehingga perlu dilakukan upaya untuk menurunkan kadar Cd dan Pb dalam kerang darah. Logam berat dapat diturunkan kadarnya dengan zat yang disebut dengan sekuestran. Menurut Jones (1999) tomat merupakan buah yang memiliki kandungan asam sitrat yang tinggi karena jumlah asam sitrat dan malat dalam buah tomat adalah 60% dari total asam organik yang terkandung. Asam sitrat dapat berfungsi sebagai sekuestran yaitu zat yang dapat mengikat logam pada makanan, sehingga toksisitas logam dapat berkurang (Sarwono, 2001). Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh perendaman larutan tomat ( L.) terhadap penurunan kadar logam berat kadmium (Cd) dan Timbal (Pb) pada kerang darah ( ). II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Variabel bebas pada penelitian ini adalah konsentrasi larutan tomat (15%, 25% dan 50%) dan lama perendaman (15 menit dan 30 menit).variabel terikat pada penelitian ini adalah penurunan logam Pb dan Cd. a. Perendaman Kerang Darah dalam Larutan Tomat Ditimbang daging kerang darah 100 g masukkan ke dalam cawan porselin, ditambahkan larutan tomat dengan konsentrasi 15%, 25% dan 50%. Masing masing dilakukan perendaman selama 15 menit dan 30 menit. Daging kerang darah setelah direndam dilakukan pencucian, 12

10 tidak lebih dari 3 kali pencucian (Izza dkk., 2014). b. Preparasi Sampel dengan Destruksi Kering Sampel kerang darah yang sudah dicuci diblender, ditimbang sebanyak 10 g dalam cawan porselin dan dipanaskan di atas hot dengan suhu 250 C selama 2 jam sampai kering. Sampel kering dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 550 C selama 8 jam sampai menjadi abu. Abu di dalam cawan porselin ditambahkan 2 ml HNO 3 65% dan diencerkan dengan aquadest. Hasil destruksi disaring menggunakan kertas saring Whatman No. 40 ke dalam labu takar 50,0 ml dan ditepatkan sampai tanda batas dengan aquadest (SNI :2011). c. Pembuatan Larutan Baku Standart Pb Larutan standar Pb disiapkan dalam beberapa titik konsentrasi yaitu 0,1 mg/l; 0,2 mg/l; 0,5 mg/l; 1,0 mg/l; 2 mg/l dan 5 mg/l. Absorbansi larutan standar Pb dan sampel dibaca dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 283,3 nm. dilakukan replikasi sebanyak tiga kali (SNI :2011). III. HASIL PENELITIAN a. Kadar Pb dan Cd Dalam Kerang Berdasarkan hasil analisis kadar logam berat Cd sebelum dilakukan perendaman yaitu 1,27 mg/kg sedangkan untuk logam Pb sebesar 0,9603 mg/kg. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah masih di atas NAB yang ditentukan BPOM (2009). b. Penurunan Kandungan Logam Berat Pb dan Cd Dalam Kerang Penurunan kadar logam berat Pb dan Cd dilakukan dengan perendaman kerang yang digunakan yaitu 15 %, 25 %, dan 50 %, sedangkan lama perendaman yaitu 15 menit dan 30 menit. Penentuan kadar Pb dan Cd dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. Hasil penurunan kadar Cd dalam kerang darah setelah dilakukan perendaman disajikan pada Gambar 1. d. Pembuatan Baku Standart Cd Larutan standar Pb disiapkan dalam beberapa titik konsentrasi yaitu 0,1 mg/l; 0,2 mg/l; 0,5 mg/l; 1,0 mg/l; 2 mg/l dan 5 mg/l. Absorbansi larutan standar Pb dan sampel dibaca dengan alat Spektrofotometer Serapan Atom pada panjang gelombang 228,8 nm. e. Analisis Kadar Logam Pb dan Cd Penentuan kadar Pb dan Cd dilakukan dengan penyiapan larutan standar dan larutan sampel. Larutan standar 0,1 mg/l; 0,5 mg/l; 1,0 mg/l; dan 2,0 mg/l dan 5 mg/l diinjeksikan pada burner secara bergantian, kemudian alat secara otomatis akan mencetak kurva kalibrasi larutan standar, selanjutnya diinjeksikan larutan sampel pada burner yang masing masing Gambar 1. Penurunan Kadar Cd Dari Gambar 1 terlihat bahwa kadar Cd menggunakan lama perendaman selama 30 menit menunjukkan kadar logam berat Cd mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lama perendaman 15 menit. Hasil penurunan kadar Pb dalam kerang darah setelah 13

11 dilakukan perendaman disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Penurunan Kadar Pb Dari Gambar 2 terlihat bahwa kadar Pb menggunakan lama perendaman selama 30 menit menunjukkan kadar logam berat Pb mengalami penurunan yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan lama perendaman 15 menit. Berdasarkan Gambar 1 dan 2 menunjukkan bahwa perendaman selama 30 menit menghasilkan penurunan terhadap logam berat Pb dan Cd lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman selama 15 menit. c. Pengaruh Perendaman Larutan Tomat Terhadap Penurunan Kadar Pb dan Cd Data penurunan kadar Pb dan Cd diuji normalitas data mengunakan ShapiroWilk diperorel hasil (p>0,05) yang menunjukkan bahwa distribusi data normal. Analisa data kemudian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Anova. Hasil uji Anova disajikan pada Tabel I Tabel I. Pengaruh Penurunan Kadar Pb dan Cd Pb Cd Mean square 0,103 0,138 Sig 0,00 0,00 Berdasarkan Tabel 2 terlihat bawa ada perbedaan pengaruh penurunan kadar Pb maupun Cd (p=0,00). Hal ini menunjukkan bahwa larutan tomat ( L) mampu menurunkan kadar logam berat Pb dan Cd pada kerang darah ( ). IV. PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah masih di atas NAB yang ditentukan BPOM (2009). Tingginya kadar logam berat Pb dan Cd di dalam kerang darah ini dapat dipengaruhi akibat pencemaran di perairan Semarang, karena sampel yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari perairan Semarang. Menurut Bappeda Kota Semarang dan BPS Kota Semarang (2010) bahwa industri yang terdapat di kota Semarang antara lain yaitu industri mebel, furniture, biji plastik, kayu ukiran, air accu, percetakan, farmasi, reparasi kapal, kertas, buku tulis, kabel dan travo, komponen otomotif, sablon, pipa baja, mesin diesel, dan lain lain yang berpotensi menghasilkan buangan limbah jenis logam berat seperti Pb dan Cd. Logam berat yang masuk di perairan akan mengalami pengendapan kemudian terdispersi dan diserap oleh organisme yang tidak bisa di metabolisme, sehingga akan mengalami akumulasi dalam organisme yang hidup di perairan (Puspita dkk, 2012). Umur kerang merupakan indikator terjadinya akumulasi logam berat pada perairan yang telah tercemar logam berat, semakin lama umur kerang semakin tinggi logam berat yang terakumulasi di dalam tubuh kerang darah dan semakin besar ukuran kerang semakin banyak pula jumlah logam berat yang terakumulasi. Kerang darah merupakan biota laut yang memperoleh makanan dengan cara menyaring air dan tinggal menetap di suatu tempat karena pergerakannya yang lambat, sehingga menyebabkan terakumulasinya logam berat Pb dan Cd di dalam tubuh kerang darah. Jenis kerang merupakan indikator yang sangat baik sebagai parameter tingkat pencemaran lingkungan (Darmono, 2001). Berdasarkan hasil analisa menunjukkan bahwa perendaman selama 30 menit menghasilkan penurunan terhadap logam berat Pb dan Cd lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman selama 15 menit. Perbedaan mempengaruhi penurunan kadar Cd dalam daging kerang darah. Hasil menunjukkan bahwa 14

12 lama perendaman, semakin banyak asam sitrat logam sehingga akan menurunkan kadar Cd dan Pb dalam kerang darah. Perlakuan dengan lama perendaman 30 menit lebih efektif menurunkan logam berat jika dibandingkan dengan lama perendaman 15 menit, karena semakin lama waktu kontak antara asam sitrat dengan logam berat, maka semakin banyak pula logam berat yang dapat berikatan dengan asam sitrat membentuk garam sitrat. Penurunan logam berat Cd dan Pb menggunakan larutan tomat memberikan menurunkan logam berat, hal ini dipengaruhi oleh asam sitrat dalam tomat yang berikatan dengan logam Pb dan Cd dalam kerang darah membentuk garam sitrat. Asam sitrat sebagai sekuestran (zat pengikat logam) dapat menurunkan kadar logam berat dalam kerang darah dengan cara merusak ikatan logam protein. Ion logam yang terdapat dalam tubuh organisme hidup hampir semuanya berikatan dengan protein. Asam sitrat tiap molekulnya mengandung gugus karboksil (COOH) dan satu gugus hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Gugus fungsional tersebut yang dapat menyebabkan ion sitrat bereaksi dengan ion logam membentuk garam sitrat.ion sitrat akan mengikat logam sehingga dapat menghilangkan ion logam yang terakumulasi pada kerang sebagai garam sitrat (Setiawan dkk, 2013). Garam karboksilat apabila direaksikan dengan asam akan diperoleh kembali asam karboksilat yang disebut dengan reaksi kebalikan. V. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh perendaman larutan tomat dengan penurunan kadar logam berat Cd dan Pb pada kerang darah (p DAFTAR PUSTAKA Achmad, R., Yogyakarta: Penerbit Andi. Ardy, A., Mifbakhuddin, M., dan Nurullita., Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang. Bappeda Kota Semarang dan Badan Pusat Statistik, Pemerintah Kota Semarang. Semarang. Hal BPOM, Darmono, Indonesia Press.. Jakarta : BSN. SNI Jakarta: Universitas Izza, A.T., Hidayat, N., & Mulyadi, A.F., Brawijaya. Jones., J.B., Jr., CRC Press, Boca Raton, FL... Universitas Oemarjati, Boen S., &Wisnu W., Jakarta: Penerbit UI-Press. Puspita, F., Melannisa, R., & Santoso, B., Universitas Muhammadiyah Surakarta., 15

13 Setiawan, A., Yulianto, B., &Wijayanti, D.P., (2), Standar Nasional Indonesia, SNI :2011. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Widowati, W., Yogyakarta: Penerbit Andi. 16

14 Gambaran Pengetahuan Pasien Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien SC(Sectio Caesaria) Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Mei Tahun 2014 (Picture Of Patients Knowledge Of The Rights An Obligations Of Hospitalized Patients Sc (Sectio Caesaria) In RSUD Dr. Moewardi Surakarta May Year 2014) Bekti Suharto Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Abstract: Keywords Abstrak 17

15 Kata kunci I. PENDAHULUAN Banyak hal lain dalam persetujuan tindakan medis ini belum jelas untuk kalangan dokter dan rumah sakit maupun untuk pasien dan masyarakat pada umumnya. Bagaimana kedudukan hukumnya, apa isi perjanjian ini sudah baik sehingga kepentingan dokter dan rumah sakit seimbang dengan kepentingan pasien dan keluarga. Menurut Permenkes No.290//MENKES/PER/III/2008, persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Berdasarkan Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Pasal 31 mengenai kewajiban pasien yaitu setiap pasien mempunyai kewajiban terhadap rumah sakit atas pelayanan yang diterimanya, dan Pasal 32 mengenai hak pasien yaitu memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien, memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur dan tanpa diskriminasi, memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, dan sebagainya. Pada akhir-akhir ini terjadi beberapa kasus yang bergulir seperti dugaan malpraktik di rumah sakit yang mengakibatkan meninggalnya seorang pasien. Kasus yang paling banyak terjadi adalah pada tindakan pada proses persalinan. Hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan prosedur pelaksanaan sebelum tindakan pasien dan keluarga harus diberi penjelasan tentang resiko/ akibat apa saja yang akan terjadi setelah dilakukan, kemudian harus menandatangi setiap tindakan baik besar maupun kecil. Namun kenyataannya di beberapa rumah sakit terjadi beberapa pelanggaran disiplin seperti dalam penjelasan informasi tentang hak dan kewajiban pasien kurang jelas dan dipahami oleh pasien, sehingga hal ini bisa menyebabkan kejadian salah paham yang berujung pada gugatan kasus malpraktik kepada tenaga kesehatan. Pelanggaran itu umumnya juga terkait dengan pelanggaran hukum, seperti misalnya : melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan ( ), ketidakmampuan tenaga medik untuk menjalankan profesinya, menulis surat keterangan yang tidak sesuai dengan kenyataannya, penelantaran pasien ( ), dan sebagainya. Angka kejadian di Indonesia menurut data survei nasional pada tahun 2007 adalah dari persalinan atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan. Di RSDM angka kelahiran bayi dengan persalinan sectio menempati urutan ke-4 pada laporan 10 besar penyakit rawat inap tahun 2013 yaitu sebanyak pasien. Persalinan dengan memiliki resiko tinggi karena dilakukan pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi transabdominal uterus, sehingga sangat penting pemberian informasi tersebut kepada pasien agar mereka siap menerima apapun 18

16 yang akan terjadi dan tidak akan melakukan gugatan setelah dilakukan tindakan yang sudah disetujui pasien dengan / persetujuan tindakan medis. II. METODE PENELITIAN a. Jenis Penelitian 1. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. 2. Metode yang digunakan yaitu metode observasi dan wawancara. 3. Penelitian ini menggunakan metode. b. Populasi dan Sampel Penelitian Objek penelitian pasien pada bulan Mei Tahun 2014, populasi dan sampel total pasien pada bulan Mei. III. HASIL PENELITIAN Diketahui bahwa dari total 19 pasien yang sudah jelas informasi tentang persetujuan umum sebanyak 16 (84,2%) dan yang belum jelas memperoleh informasi tentang persetujuan umum sebanyak 3 (15,8%), pasien yang sudah memahami informasi berjumlah sebanyak 17 (89,5%) sedangkan yang belum jelas memahami informasi sebanyak 2 (10,5%), pasien yang sudah jelas informasi tentang hak pasien sebanyak 19 (100%) atau total semua pasien, pasien yang sudah jelas memahami informasi tentang kewajiban pasien/ keluarga sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien, pasien yang sudah mendapatkan informasi mengenai persetujuan tindakan medis sebanyak 14 (73,7%) dan yang belum jelas mendapatkan informasi tentang persetujuan tindakan medis sebanyak 5 (26,3%), pasien yang sudah mendapatkan informasi dengan jelas mengenai persetujuan tertulis persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien, pasien yang sudah mendapatkan informasi dengan jelas mengenai penjelasan persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien, pasien yang mendapatkan informasi dengan jelas mengenai risiko sebanyak 17 (89,5%) dan yang belum jelas sebanyak 2 (10,5%), pasien yang sudah jelas mendapatkan informasi dan menandatangani persetujuan dengan kesadaran sendiri sebanyak 19 (100%) atau semua total pasien. IV. PEMBAHASAN 1. Rekam Medis Menurut Permenkes no 269 tentang Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatn dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengoibatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengaturan mengenai rekam medis dapat kita jumpai dalam Pasal 46 ayat ( UU Praktik Kedokteran ) yang mengatakan bahwa setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat rekam medis.arti rekam medis itu sendiri menurut penjelasan Pasal 46 ayat UU Praktik Kedokteran adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. 2. Hukum Kesehatan Menurut Van Der Mijn, hukum kesehatan adalah hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan, meliputi penerapan perangkat hukum perdata, pidana dan tata usaha negara. Dan hukum kesehatan menurut Leenen, Profesor pada mata kuliah hukum kedokteran hukum kesehatan sebagai keseluruhan di bidang kesehatan serta studi ilmiahnya. (Dahlan, 2000) Hak adalah kekuasaan atau kewenangan yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendapatkan 19

17 atau memutuskan untuk berbuat sesuatu. Sedang kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan. Dalam buku Manjemen Mutu Pelayanan Kesehatan (Wijono, 2000), hak pasien yaitu hak pribadi yang dimilki setiap manusia sebagai pasien. Hak dan kewajiban pasien antara lain : Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit, Memperoleh pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur, Memperoleh pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan standar profesi kedokteran, kedokteran gigi, dan tanpa diskriminasi, Memperoleh asuhan keperawatan setara sesuai dengan keinginannya dan sesuai peraturan di rumah sakit, Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginan dan peraturan di rumah sakit, Di rawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar, Meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdapat di rumah sakit tersebut terhadap penyakit yang dideritanya, sepengetahuan dokter yang merawat, Berhak atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang dideritanya termasuk data-data mediknya, Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi :Penyakit yang dideritanya, Tindakan medik apa yang hendak dilakuka, Kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut dan tindakan untuk mengatasinya, Alternative terapi lainnya, Prognosanya, Perkiraan biaya pengobatan. Pasien berhak menyetujui atau memberikan ijin tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengn penyakit yang diderita. Pasien berhak menolak tindakan yagakan dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri setelah memperoleh informasi yang jelas dalam keadaan kritis.pasien berhak didampingi keluarga dalam keadaan kritis. Berhak atas menjalankan ibadah. Berhak atas keamanan dan keselamatan diri. Berhak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya. Berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual. Pasien berkewajiban mentaati segala peraturan dan tata tertib di rumah sakit. Pasien wajib mematuhi segala instruksi dokter dan perawat dalam perawatan. Pasien wajib memberikan informasi dengan jujur dan lengkap tentang penyakit kepada dokter yang merawat. Pasien wajib melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau dokter. Pasien wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau perjanjian yang telah dibuatnya. Hak dan Kewajiban Dokter, meliputi : Berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya, Berhak untuk bekerja menurut standar profesi serta berdasar hak otonomi, Berhak menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku, Menghentikan jasa profesionalnya kepada pasien, Berhak atas privasi (berhak menuntut apabila nama baiknya tercemar oleh pasien), Berhak mendapatkan informasi secara lengkap dari pasien, Berhak memperoleh informasi atau pemberitahuan pertama dalam menghadapi pasien yang tidak puas terhadap pelayanannya. Berhak untuk diperlakukan adil dan jujur, baik oleh rumah sakit maupun pasien, Berhak mendapatkan imbalan jasa berdasarkan peraturan di rumah sakit, Dokter wajib mematuhi peraturan dirumah sakit. Hak dan Kewajiban pemberi pelayanan kesehatan (Provider/Rumah Sakit), meliputi : Provider berhak membuat peraturanperaturan sesuai dengan kondisi yang ada Berhak mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala peraturan rumah sakit, Berhak 20

18 mensyaratkan bahwa pasien harus mentaati segala instruksi yang diberikan dokter kepadanya, Berhak memilih tenaga dokter yang akan bekerja dirumah sakit melalui panitia kredensial, Berhak menuntut pihakpihak yang telah melakukan wanprestasi (termasuk pasien, pihak ketiga dll), Berhak mendapatkan perlindungan hukum, Wajib mematuhi perundangan dan aturan-aturan yang dikeluarkan pihak pemerintah, Wajib memberikan pelayanan kepada pasien tanpa membeda-bedakan suku, ras, agama, sex, dan status sosial pasien, Wajib merawat pasien sebaik-baiknya dengan tidak membeda-bedakan kelas perawatan ( ), Wajib menjaga mutu keperawatan dengan tidak membedakan kelas perawatan ( ), Wajib memberikan pertolongan pengobatan di UGD tanpa meminta jaminan materi terlebih dahulu, Wajib menyediakan sarana dan prasarana umum yang dibutuhkan, Wajib menyediakan sarana peralatan medic sesuai dengan standar, Menjaga agar semua sarana dan peralatan senantiasa dalam keadaan siap pakai ( ), Wajib merujuk kepada rumah sakit yang lain jika rumah sakit tersebut tidak memiliki sarana dan prasarana yang lengkap, Mengusahakan adanya sistem sarana dan prasarana pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana, Wajib melindungi dokter dan memberikan bantuan administrasi dan hukum jika dokter tersebut mendapatkan tuntutan hukum dari pasien atau keluarga, Mengadakan perjanjian tertulis dengan para dokter, Membuat standar dan prosedur tetap baik untuk pelayanan medik, penunjang medik dan non medik. (Rustiyanto, 2009) Hak pasien atas isi rekam medis ini juga ditegaskan dalam Pasal 52 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak: mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3); meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; menolak tindakan medis; dan mendapatkan isi rekam medis. Undang-Undang nomor 23 tahun 1992 diganti dengan Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan belum secara terperinci mengatur tugas dan wewenang perawat serta berbagai hal yang berkaitan dengan keperawatan, sehingga amat diperlukan suatu UU tersendiri yaitu UU Praktik Keperawatan yang dapat menjadi standar praktik dan jaminan terhadap mutu pelayanan keperawatan serta perlindungan hukum bagi perawat, pasien atau masyarakat yang memperoleh pelayanan keperawatan. 3. Unit Rawat Inap Unit rawat inap atau instalasi rawat inap merupakan inti kegiatan rumah sakit yang berfungsi memberikan pelayanan pasien suatu hari atau lebih dengan berbagai jenis didalam suatu ruangan dengan kelas perawatan yang berbeda. Perbedaan ruangan dan kelas tidak menunjukan perbedaan mutu pelayanan namun semata-mata pada jenis dan tarif pelayanan. Unit Rawat Inap juga merupakan pelayanan klinis yang melayani pasien karena keadaannya harus dirawat selama 1 hari atau lebih. Dalam perawatan tersebut dapat terjadi beberapa kemungkinan: harus dilakukan tindakan operasi sehingga harus dirujuk ke kamar bedah, harus ditolong persalinan sehingga harus dirujuk ke kamar bersalin, dan harus dilakukan pengawasan insentif sehingga harus dirujuk dan dirawat di kamar insentif seperti ICU, ICCU, NICU, dan PICU. (Sofari, 2002) 4. Persalinan Sectio Caesaria 21

19 Persalinan sectio caesarea merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500 gr (Mitayani, 2009) Sectio caesarea telah menjadi bagian dari kebudayaan manusia sejak jaman kuno, beberapa referensi tentang sectio caesarea telah ada pada kebudayaan kuno Hindu, Mesir, Yunani, Roma, dan beberapa cerita rakyat dari Eropa. Undang-Undang untuk Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan pasal 15 dalam keadaan darurat sebagai upaya menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) hanya dapat dilakukan : berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut; oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli; dengan persetujuan ibu hamil yang bersngkutan atau suami atau keluarganya; pada sarana kesehatan tertentu. Menurut Solikhah, merupakan cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding depan uterus melalui dinding depan perut. juga diartikan sebagai pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau insisi transabdominal uterus. umumnya dilakukan ketika proses persalinan normal melalui vagina tidak meungkinkan atau karena adanya indikasi medis ataupun nonmedis. Tindakan medis hanya dilakukan ada masalah pada proses kelahiran yang bisa mengancam nyawa ibu dan janin misalnya kehamilan dengan preeklampsi (Judhita, 2009). Berdasar hasil wawancara dengan pasien, dalam penelitian mengenai pengetahuan informasi hak dan kewajiban pasien sc ( ) rawat inap di RSUD Dr. Moewardi diketahui sudah baik dalam menerima informasi. Hal ini terbukti dari pemahaman informasi hak dan kewajiban pasien/ keluarga dengan hasil sebanyak 19 (100%), namun dari itu belum bisa diambil kesimpulan baik secara total karena masih ada pasien yang belum jelas mengenai informasi persetujuan tindakan medis sebanyak 5 (26,3%). Hal ini dipengaruhi oleh usia > 28 tahun cenderung merasa belum jelas dalam menerima penjelasan tentang hak dan kewajiban pasien sc ( ) di RSUD Dr. Moewardi, sehingga bisa mempengaruhi hasil penilaian mutu pelayanan dan rentannya kesalah pahaman yang berakibat keluhan/ gugatan tentang penanganan medis diakhir pelayanan jika dalam perawatan tidak sesuai dengan pemahaman pribadi pasien, karena kurang memahami informasi pada saat awal pendaftaran rawat inap. V. SIMPULAN 1. Informasi hak dan kewajiban pasien untuk general consent persetujuan umum pasien sectio caesaria di RSUD Dr. Moewardi sudah berjalan dengan baik karena petugas memberikan informasi kepada pasien dan keluarga sebelum pasien berobat rawat inap. 2. Dari 19 pasien diketahui jelas dan belum jelas memahami informasi mengenai hak dan kewajiban pasien SC (Sectio Caesaria) sebanyak : a. Informasi tentang persetujuan umum sebanyak 16 (84,2%) jelas dan belum jelas 3 (15,8%), b. Memahami informasi berjumlah 22

20 sebanyak 17 (89,5%) jelas sedangkan yang belum jelas 2 (10,5%), c. Informasi tentang hak pasien sebanyak 19 (100%) jelas atau total semua pasien, d. Memahami informasi tentang kewajiban pasien/ keluarga sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien, e. Informasi mengenai persetujuan tindakan medis sebanyak 14 (73,7%) jelas dan yang belum jelas 5 (26,3%), f. Persetujuan tertulis persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien, g. Persetujuan tindakan medis sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien, h. Informasi mengenai risiko sebanyak 17 (89,5%) jelas dan belum jelas 2 (10,5%), i. Menandatangani persetujuan dengan kesadaran sendiri sebanyak 19 (100%) jelas atau semua total pasien. Muhamad Yaeni Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. Program Studi S1 Keperawatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.Vol Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269/ MENKES/PER/III/2008 Tentang Rekam Medis. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 290/ MENKES/PER/III/2008. Rustiyanto, Ery Ilmu. Yogyakarta. Shofari, Bambang PORMIKI Jawa Tengah. Semarang. Solikhah, Umi Nuha Medika. Yogyakarta Graha 3. Penyebab belum jelasnya informasi adalah pengaruh umur pasien, kurangnya memahami informasi saat membaca, mendengarkan dan sebelum menyetujui persetujuan umum. DAFTAR PUSTAKA Dahlan, Sofwan Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang Djoko wijono, 2000.manajemen mutu pelayanan kesehatan.surabaya : airlangga university Dwi Hastuti Hubungan Pengetahuan Tentang Dengan Kecemasan Ibu Pre Operasi Di Ruang Catleya Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Stikes Kusuma Husada Surakarta, Vol Bandung : Citra Umbara.. 23

21 Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Bebas Pada (Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) Abstract : is Mia Dwi Indah P 1 2 Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo miadwii85@gmail.com, melodinaeswara@gmail.com Keyword : Abstrak 24

22 Kata Kunci : I. PENDAHULUAN Pembangunan keluarga berencana (KB) adalah salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), dalam upaya tersebut diciptakan model keluarga berkualitas dengan sasaran adalah generasi muda usia tahun. Generasi muda ini, disebut generasi berencana (Genre); yaitu generasi yang dapat menunda usia perkawinan dan berperilaku sehat sehingga terhindar dari resiko HIV/AIDS ( )dan NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif Lainnya). Generasi berencana (Genre) ini diharapkan dapat menjadi contoh bagi teman sebayanya. Generasi berencana (Genre) diwadahi dalam sebuah pusat informasi dan konseling remaja (PIK-R) yang dibentuk di sekolah, universitas, dan organisasi kepemudaan,(bkkbn,2012). Perilaku seksual remaja yang tidak sehat dan melewati batas kewajaran, yaitu dari ciuman bibir sampai dengan hubungan seksual merupakan perilaku seksual beresiko. Resiko resiko yang dapat terjadi diantaranya terjangkit penyakit menular seksual (PMS), HIV/AIDS, kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, dan meningkatnya angka kematian ibu (AKI) serta angka kematian bayi (AKB), (Sarwono, 2007). Data BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional ) mencatatkan bahwa setiap tahunnya jumlah kejadian aborsi di Indonesia semakin meningkat yaitu 15 %. Berdasarkan riset pada tahun 2012 oleh BKKBN, diperkirakan setiap tahunnya jumlah aborsi di Indonesia mencapai 2,4 juta jiwa diantaranya terjadi di kalangan remaja, (BKKBN,2014). Perilaku seksual remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain yaitu usia, jenis kelamin, peranan keluarga, pengaruh dari teman sebaya, jumlah uang saku, kurangnya pengetahuan, paparan iklan, pemahaman agama, sumber informasi, gaya hidup, budaya, dan ketidakpastian ekonomi, (Darmasih, 2009). Menurut Morton dan Farhat dalam Dewi (2012) menyatakan bahwa teman sebaya mempunyai kontribusi yang sangat dominan dari aspek pengaruh dan percontohan ( ) dalam perilaku seksual remaja dan pasangannya. Berdasarkan studi pendahuluan di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dengan wawancara dari guru Bimbingan Konseling (BK),pada tahun 2015 didapatkan empat orang siswa yang berpacaran di tempat sepi pada saat gedung sekolah kosong. Kejadian ini berulang pada beberapa bulan kedepan. Penelitian penelitian sebelumnya yang dapat mendukung penelitian ini yaitu penelitian dari Suwarni (2009) tentang monitoring parental dan perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja SMA di Kota Pontianak, dengan hasil bahwa ada pengaruh yang besar pada perilaku teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja di SMA Kota Pontianak. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Maryatun (2013), tentang peran teman sebaya terhadap perilaku seksual pranikah pada remaja di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta, yang memaparkan hasil bahwa peran teman sebaya mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku seksual pranikah pada remaja. Kelompok sebaya memberikan lingkungan dimana remaja dapat melakukan sosialisasi dengan aturan yang ditetapkan oleh mereka 25

23 sendiri. Sehingga mereka akan cenderung lebih banyak di luar rumah bersama teman sebayanya, dan hal inilah yang menjadi salah satu cara mereka menemukan konsep diri, (Depkes RI,2012). Menurut Santrock (2007), bahwa kawan kawan sebaya adalah anak anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkat kematangan yang kurang lebih sama. Parlee dalam Siregar (2010), mengungkapkan bahwa ciri ciri dalam berteman yaitu secara sukarela, unik, kedekatan, dan keintiman. Sehingga, kita perlu memelihara pertemanan agar dapat saling mengenal dan mengerti satu sama lainnya. Teman sebaya mempunyai peran penting yaitu sebagai sumber informasi mengenai keadaan di luar lingkungan keluarga, sumber pengetahuan, dan sumber untuk mengungkapkan ekspresi sebagai identitas diri, (Santrock,2007). Ikatan pertemanan, selain mempunyai peran; juga dapat berfungsi sebagai yaitu memberikan kesempatan seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika melakukan aktivitas, yaitu melalui berteman akan membuat seseorang terasah bakat dan minatnya sehingga mudah mendapatkan kesempatan di lingkungan sosial, yaitu dengan kehadiran teman akan membuat seseorang lebih berarti dalam suatu lingkungan, dukungan ego yaitu apa yang dihadapi seseorang akan dirahasiakan dan dipikirkan oleh orang lain (temannya), yaitu akan membuka kesempatan seseorang untuk mengungkapkan segala kompetensi dan minatnya, yaitu akan tebentuk sikap saling percaya,menghargai, dan menghormati orang lain, (Santrock, 2007). Setiap remaja mempunyai tahapan perkembangan psikososial dan seksual yang terbagi menjadi 3 yaitu masa remaja awal atau dini (11 13 tahun),masa remaja pertengahan (14 16 tahun), dan masa remaja lanjut (17 20 tahun), (Irianto,2014). Pada masa remaja primer yaitu terjadinya haid (menstruasi) pada remaja putri dan terjadinya mimpi basah pada remaja laki laki; dan tanda tanda seks sekunder yaitu terjadinya perubahan suara, tumbuhnya jakun, tumbuhnya kumis; dan pada remaja perempuan terjadi perubahan pada payudara yaitu bertambah ukurannya dan tumbuhnya rambut ketiak dan sekitar kemaluan. Sedangkan, pada perubahan kejiwaan yang berlangsung lebih lambat daripada perubahan menjadi lebih sensitif, agresif, dan reaktif terhadap rangsangan luar yang mempengaruhi; juga perkembangan intelegensi yaitu seorang remaja akan lebih berpikir abstrak, senang memberikan kritik dan mencoba hal hal yang baru, (Kumalasari dan Andhyantoro,2012). Perilaku seksual pada remaja dapat berupa sesuatu yang tidak tampak seperti berfantasi, dan sesuatu yang tampak seperti berpegangan tangan, cium kering dan cium basah, perabaan, berpelukan, masturbasi, oral,, serta, (Imran,2009). Menurut Sarwono (2007), seorang remaja dalam melakukan penyimpangan seksual bebas, dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari dalam diri remaja itu sendiri, antara lain yaitu meningkatnya libido seksualitas yang berkaitan dengan kematangan yang tercermin dari kontrol diri dan emosional. Faktor faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual seorang remaja, antara lain yaitu kurangnya informasi tentang pendidikan seks, adanya orientasi pada pemuasan nafsu, kurangnya komunikasi antara orangtua dengan anak, lingkungan pertemanan, serta adanya penundaan usia perkawinan. Selain kedua faktor tersebut, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang termasuk perilaku seks bebas pada remaja, yaitu faktor predisposisi atau pemudah seperti pendidikan, sikap, motivasi, pengetahuan; faktor pendukung seperti media 26

24 massa dan kualitas pelayanan kesehatan; dan faktor penguat seperti peran teman sebaya, (Notoatmodjo,2007). Apabila seorang remaja melakukan perilaku seks bebas, akan menimbulkan beberapa akibat diantaranya adalah kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), terjangkitnya penyakit menular seksual (PMS) dan HIV/AIDS, konsekuensi psikologis yang menyebabkan psikologis tubuh, (Notoatmodjo,2007). II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada siswa SMK Bina Patria 1 Sukoharjo pada bulan April Mei tahun Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan pendekatan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Tabel 1 Distribusi Frekuensi Responden Pada Variabel Teman Sebaya pada Remaja Kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo No. Peran Teman Sebaya F % 1 Lemah Kuat Total Sumber : Data Primer 2016 Tabel 1 dapat diketahui bahwa peran teman sebaya yang kuat yaitu apabila hasil dari kuesioner adalah lebih dari sama dengan 50% lebih besar (54%) dibandingkan dengan peran teman sebaya yang lemah yaitu apabila hasil dari kuesioner kurang dari 50%. SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dengan teknik sampling. Teknik pengumpulan data dengan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan analisis univariat pada data kategorik yaitu peran teman sebaya dan perilaku seksual bebas. Analisis bivariat menggunakan uji yang hasilnya ditunjukkan dengan nilai p. III. HASIL PENELITIAN Peran teman sebaya, hasil analisa univariat yang didapatkan yaitu peran teman kuat dan peran teman lemah. Sama pada variabel perilaku seksual yang dibagi menjadi tidak melakukan dan melakukan. Kedua variabel tersebut, yaitu peran teman sebaya dan perilaku seksual bebas, hasil analisisnya ditampilkan dalam tabel distribusi frekuensi. Menurut tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar remaja kelas X di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo (53%) melakukan perilaku seksual bebas. Analisa Bivariat pada hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dimulai dengan hasil variabel peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas yangditampilkan dalam tabel sebagai berikut : Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Pada Variabel Perilaku Seksual Bebas pada Remaja Kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo No. Perilaku Seksual Bebas F % 1 Tidak Melakukan Melakukan Total Sumber : Data Primer

25 Tabel 3 Crosstab variabel peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas No. Peran Teman Sebaya Perilaku Seksual Bebas Tidak melakukan % Melakukan % Total 1. Lemah Kuat Total Sumber : Data Primer Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, dilakukan uji, didapatkan hasil nilai p yaitu 0,000 kurang dari 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan peran teman sebaya dengan perilaku seksual bebas pada remaja di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo. IV. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa peran teman sebaya pada siswa kelas X SMK Bina Patria 1 Sukoharjo, kuat. Hasil ini sesuai dengan pembahasan dalam Modul Kesehatan Reproduksi Remaja (2012), bahwa seorang remaja akan cenderung lebih banyak di luar rumah bersama teman sebayanya, untuk mendapatkan konsep diri mereka. Karena pada lingkungan teman sebaya ini, seorang remaja dapat melakukan sosialisasi, dimana aturan telah ditetapkan oleh mereka sendiri. Selain dapat menemukan konsep diri dalam lingkungan teman sebaya, seorang remaja mampu mengungkapkan identitas diri, memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan mendapatkan informasi dari dunia luar karena adanya peran teman sebaya, (Santrock,2007). Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwarni (2009), menemukan bahwa perilaku teman sebaya mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap perilaku remaja. Menurut Sarwono (2007), teman sebaya mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan sosial dan perkembangan diri remaja; hal ini dibuktikan dengan adanya tekanan dari teman sebaya yang sering membuat remaja berperilaku kearah hal hal yang negatif, (Yusuf,2002). Menurut Azwar (2005); bahwa rasa ingin tahu seorang remaja dalam segala hal termasuk perilaku seksual bebas, didorong oleh adanya pengaurh dari teman sebaya agar remaja tersebut dapat diterima di dalam kelompok dengan mengikuti semua norma yang telah dianut oleh teman sebayanya. Seorang remaja mempunyai kecenderungan untuk mempercayai semua informasi dari teman sebayanya tanpa mencari kejelasan sumber informasi tersebut. Karena pada masa remaja, ikatan antara teman sebaya lebih kuat sehingga terkadang dapat menggantikan peran keluarga. Selain itu teman sebaya dianggap mempunyai rasa simpati, pengertian, dan dapat saling berbagi pengalaman, sehingga remaja dapat mempunyai kebebasan tersendiri, (Branstetter,2003). Selain penelitian Suwarni (2009), penelitian ini menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryatun (2013), bahwa remaja yang memperoleh informasi seksualitas dari teman sebaya akan lebih beresiko dalam berperilaku seksual pranikah dibandingkan remaja yang tidak memperoleh informasi seksual pranikah dari teman sebayanya. Seorang remaja yang telah masuk dalam kelompok teman sebaya, mendapatkan bahwa teman sebagai orang yang dapat memberikan simpati dan pengertian karena hampir sama. Proses mencari identitas diri dan kemandirian menyebabkan remaja memilih untuk menghabiskan waktu dengan teman sebayanya. 28

26 Sebagian masyarakat termasuk remaja sendiri, beranggapan bahwa perilaku seksual bebas selalu berhubungan dengan adanya hubungan intim ( ). Tetapi, perilaku seksual yang sering dilakukan pada remaja berupa berfantasi, berpegangan tangan, cium kering (dipipi atau kening), cium basah (dibibir sampai lidah), berpelukan, masturbasi, oral, menempelkan atau menggesekkan alat kelamin, sampai pada bersenggama, (Imran, 2009). Seorang remaja laki laki maupun perempuan menghabiskan waktu dua kali lebih banyak bersama teman sebaya dibandingkan dengan kedua orangtuanya. Seorang remaja pada umumnya tidak bersedia mengakui aktivitas seksualnya pada orangtua ataupun guru kecuali pada teman sebayanya. Karena menurut mereka, teman sebaya lebih dapat menyimpan rahasia, lebih terbuka dalam membicarakan lawan jenis serta dapat memecahkan masalah yang dihadapi dengan orangtua atau keluarganya, (Sarwono, 2007). Perilaku seksual bebas pada remaja mengakibatkan beberapa kejadian yang tidak diinginkan seperti pengguguran kandungan (aborsi), perdarahan, infeksi, kematian, hingga penyebaran penyakit menular seksual AIDS. Selain beberapa hal tersebut, juga dapat mengakibatkan timbulnya perasaan malu, berdosa, bersalah, dan depresi pada diri remaja tersebut, (Notoatmodjo, 2007). Akibat yang ditimbulkan dari perilaku seksual bebas tersebut, terjadi karena kurangnya peran keluarga dalam kehidupan seorang remaja dan remaja tersebut lebih memilih teman sebayanya sebagai sarana dalam mengekspresikan segala keingintahuan juga bakat mereka. Menurut Notoatmodjo (2007), seorang remaja dapat melakukan perilaku seksual bebas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sikap terhadap stimulus sosial yang ada dalam diri remaja, motivasi atau dorongan untuk melakukan perilaku seksual bebas, pengetahuan remaja tentang pendidikan seksual bebas yang sedikit, semakin mudahnya akses informasi, pelayanan kesehatan yang kurang menyentuh tingkat usia remaja, dan peran teman sebaya yang kuat dalam mempengaruhi pola pikir seorang remaja. V. SIMPULAN sebaya dengan perilaku seksual bebas pada remaja kelas X di SMK Bina Patria 1 Sukoharjo. DAFTAR PUSTAKA Azwar,S Pustaka Pelajar Offset.. Yogyakarta: BKKBN diakses tanggal 10 oktober 2015 jam WIB diakses tanggal 10 oktober 2015 jam WIB. Branstetter,S.A NIDAGrant F31 DA : University of Denver Department of Psychology. Damarsih,R Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Depkes RI Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dewi,A Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 29

27 Imran Jakarta:PKBI. Kumalasari I dan Andhyantoro,I Salemba Medika. Jakarta: Maryatun Surakarta. Surakarta: Stikes Aisyiyah Notoatmodjo Jakarta: Rineka Cipta. Santrock Jakarta: Erlangga. Sarwono,S Jakarta: Suwarni,L Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia, Vol.4 No.2. Yusuf,S.L.N Rosdakarya. Bandung: Remaja 30

28 Uji Daya Analgetik Ekstrak Etanol Daun Jinten (Coleus Amboinicus L.) Pada Mencit Dengan Metode Rangsang Kimia (Analgesic Power Test Of Ethanol Extract Of Jinten Leaves (Coleus Amboinicus L.) On Mice With Chemical Stimulation Methods) Ganang Caesar Ramadhan, Siwi Hastuti Poltekkes Bhakti Mulia Sukoharjo Abstract: Jinten Leaf ( This research aims to know the power of ethanol extract of analgesic leaves jinten to the male mice (Mus musculus L.) in the induction of acetic acid. Ethanol extract of jinten leaf retrieval method treatment leaves jinten with a dose of 50 mg/kg, 100 mg/kg, 200 mg/kg body weight, coconut oil 25 ml/kg (control), asetosal and 39 mg/kg body weight (a comparison). The amount of stretching the acetic acid induced mice are used to calculate the percent power analgesic test preparations. Percent with a dose of analgesic power 50, 100, 200 mg/kg body weight respectively are (4.17 ± 0,227)%, (10.86 ± 0,262)% and (22,98 ± 0,246)%. The result is still less than the power with a dose power obtained from the amount of stretching that mice are induced by intraperitoneal acetic acid an interval of 30 minutes after oral induced. The data obtained were analyzed using test. Keywords Abstrak: Daun jinten minyak atsiri. Flavonoid dan polivenol yang ada dalam daun jinten dapat memberikan daya analgetik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun jinten terhadap mencit jantan yang di induksi asam asetat. Pengambilan ekstrak etanol daun jinten menggunakan metode maserasi. Mencit dikelompokan dalam lima kelompok (n=5), masing-masing diberi perlakuan secara oral ekstrak etanol daun jinten dengan dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 200 mg/kg BB, minyak kelapa 25 ml/kg BB (kontrol), dan asetosal 39 mg/kg BB (pembanding). Jumlah geliat mencit yang diinduksi asam asetat digunakan untuk menghitung persen daya analgetik sediaan uji. Persen daya analgetik dengan dosis 50, 100, 200 mg/kg BB berturut-turut adalah (4,17 ± 0,227)%,(10,86 ± 0,262)% dan (22,98 ± 0,246)%. Hasil masih lebih kecil dari daya analgetik asetosal dengan dosis 39 mg/kg BB (33,64 ± 0,122)% yang intraperitoneal selang waktu 30 menit setelah pemberian oral. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan uji. Ekstrak etanol daun jinten dosis 50 mg/kg BB, 100 mg/ p Kata kunci: 31

29 I. PENDAHULUAN Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer, 2001). Intensitas nyeri merupakan gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan obyektif yang paling tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2006). Tanaman tradisional merupakan salah satu modal dasar pembangunan kesehatan nasional, di Indonesia disamping pelayanan formal, pengobatan dengan cara tradisional dan pemakaian obat tradisional masih banyak dilakukan oleh masyarakat secara luas, baik di daerah pedesaan maupun daerah perkotaan. Istilah tanaman obat diartikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman yang digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Banyak orang ber-anggapan penggunaan obat tradisional relatif lebih aman, namun bukan berarti obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat. Agar penggunaannya optimal, perlu diketahui informasi yang memadai tentang kelebihan dan kelemahan serta kemungkinan penyalah-gunaan obat tradisional dan tanaman obat (Ramadhan, 2009). Terdapat berbagai obat tradisional dari tanaman dan telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiatnya. Namun masih banyak tanaman yang belum diketahui kadar analgetiknya, sehingga perlu diteliti lebih lanjut (Cahyadi, 2009). Jinten ( ) merupakan tanaman etnobotani Indonesia yang telah dimanfatkan secara turun-temurun oleh masyarakat Sumatera Utara, terutama ibuibu yang baru melahirkan, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas air susu ibu (ASI) (Santosa and Hertiani, 2005). jinten juga dilaporkan aktif terhadap beberapa bakteri dan (Ragasa., 1999). Secara tradisional, daun jinten digunakan untuk mengobati batuk, infeksi tenggorokan, hidung tersumbat dan penyembuh luka. II. METODE PENELITIAN Untuk mendapatkan ekstrak etanol daun jinten (EEDJ) perlu dilakukan ekstraksi. Ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode maserasi, karena pada penelitian sebelumnya juga menggunakan metode maserasi ekstrak etanol dengan menguji terhadap gel antibakteri pada jerawat. Penyarian yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode maserasi dengan etanol 70% perbandingan (1:5) kemudian ditutup dengan plastik. Dibiarkan selama dua hari terlindung dari cahaya matahari, sambil berulang ulang diaduk, setelah dua hari dalam, kemudian sari diuapkan diatas waterbath sampai etanol menguap semua (Dirjen Binfar and Alkes, 2010). Pada uji aktivitas, mencit dibagi menjadi 5 kelompok sebagai berikut sebelumnya mencit dipuasakan selama jam dengan tetap diberi minum. Kelompok I kontrol negatif diberi minyak kelapa 25 ml/kg BB secara peroral. Kelompok II kontrol positif diberi suspensi asetosal 39 mg/kg BB. Kelompok III EEDJ 50 mg/kg BB. Kelompok IV EEDJ 100 mg/kg BB. Kelompok V EEDJ 200 mg/kg BB. Pemberian sediaan uji masing-masing kelompok secara peroral, 30 menit kemudian hewan uji diberikan larutan asam asetat 100 mg/kg BB secara intraperitoneal. Setelah itu diamati dan dihitung jumlah kumulatif geliat mencit tiap selang waktu 32

30 5 menit selama 1 jam. Nyeri ditandai dengan timbulnya writhing (geliat), yaitu abdomen menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik ke belakang. Pengujian efek analgetik dengan metode geliat ditetapkan dengan menghitung jumlah kumulatif selama 60 menit. Teknik Analisis Data Data penelitian berupa jumlah geliat kumulatif pada masing-masing kelompok perlakuan. Kemudian dihitung daya analgetikanya yang dinyatakan sebagai % daya analgetik (% DA) dengan rumus sebagai berikut: Ket : P = jumlah geliat kelompok perlakuan K = jumlah geliat kontrol negatif III. HASIL Hasil maserasi daun jinten memperoleh dari EEDJ yaitu bentuk ekstrak kental, warna hijau kehitaman, bau khas daun jinten dan rasa getir. Uji pendahuluan pertama dilakukan untuk tersebut didapat kumulatif geliat masing- masing dosis berurutan yaitu 583,6 geliat dan 206 geliat. Uji pendahuluan kedua untuk menentukan kg BB dilihat dari hasil uji Anova satu jalan menunjukkan bahwa waktu induksi asam asetat pada lima menit, 30 menit, dan 60 menit setelah pemberian senyawa uji menunjukan perbedaan dilakukan uji Post Hoc Tests (LSD) diperoleh waktu induksi lima menit dengan 30 menit dan 60 menit. Waktu induksi 30 menit dengan lima Tetapi untuk waktu induksi 30 menit dengan maka Ho diterima tidak ada perbedaan yang waktu induksi 60 menit. Uji pendahuluan ketiga yaitu mengorientasi dosis sediaan EEDJ yang akan digunakan untuk uji aktivitas. Peneliti menggunakan sampel dosis percobaan yaitu Hasil uji analgetik pada mencit yang diinduksi asam asetat, menunjukkan jumlah geliat dan daya analgetik sediaan uji dan kontrol positif yang terlihat pada tabel 1. kontrol negatif yang digunakan adalah minyak kelapa sebagai pelarut sediaan uji. 33

31 Tabel 1. Pengaruh sediaan uji terhadap jumlah geliat mencit yang diinduksi asam asetat Perlakuan No Jumlah Geliat Minyak kelapa kg BB Asetosal Dosis 39 EEDJ Dosis 200 EEDJ Dosis 100 kg BB I 188 II 204 III 175 IV 206 V 184 I 135 Mean ± SEM (%) Daya analgetik (%) Mean ± SEM (%) 191,4 ± 0, ,46 % II ,91 % III ±0,058 30,51 % IV ,69 % V ,64 % I ,42 % II ,45% III ,4±0,073 25,28% IV ,37% V ,40% I ,13 % II 176 8,04 % III ,6±0,031 15,36 % IV 174 9,09 % V ,70 % I 181 5,43 % II 186 2,82 % III ,4±0,009 3,86 % IV 183 4,38 % V 183 4,38 % 33,64±0,122 22,984±0,246 10,864±0,262 4,174±0,227 Kolmogorov-Smirnov Tests dan untuk memberi nilai tentang hasil analisis apabila terdapat perbedaan variabel uji, maka dibuat Ho dan H1. Ho yaitu persen daya analgetik kontrol positif dan ekstrak Etanol daun jinten dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg adalah sama. H1 yaitu persen daya analgetik kontrol positif dan ekstrak Etanol daun jinten dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg sama, jadi Ho diterima. Berdasarkan hasil uji dapat disimpulkan data terdistribusi normal. Uji homogenitas menggunakan Test of diperoleh mempunyai varian yang tidak antara persen daya analgetik ekstrak etanol daun jinten. Selanjutnya dilakukan uji Post Hoc asetosal dengan dosis 100 mg, dan asetosal dengan dosis 200 mg maka Ho ditolak, ada asetosal dengan ekstrak etanol daun jinten. Pemberian dosis 50 mg dengan asetosal dan dosis 50 mg dengan dosis 200 mg memiliki

32 pemberian asetosal dengan ekstrak etanol daun jinten. Pemberian dosis 100 mg dengan pemberian asetosal dengan ekstrak etanol daun jinten. Pemberian dosis 200 mg dengan dosis asetosal, dosis 200 mg dengan 50 mg, dan dosis 200 mg dengan 100 mg memiliki nilai ekstrak etanol daun jinten. yang berupa minyak. EEDJ diujikan ke mencit untuk mengetahui aktivitas analgetiknya. Pada uji aktivitas analgetik, induksi nyeri dilakukan dengan induksi rangsang kimia yang digunakan adalah asam asetat (Putri and Hastuti, 2015). Asam asetat dapat merangsang rasa sakit pada mencit sehingga akan timbul geliat kesakitan pada mencit. Jumlah geliat untuk setiap perlakuan sediaan uji dapat digunakan untuk menentukan daya analgetik sediaan uji. Jumlah geliat berbanding lurus dengan daya analgetiknya. Semakin sedikit jumlah geliat mencit, semakin besar daya analgetiknya, berarti sediaan uji semakin poten. IV. PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun jinten pada mencit jantan galur swiss dengan induksi rangsang kimia. Analgetika adalah obat atau senyawa yang dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri (Priyanto, 2008). Uji daya analgetik daun jinten pada percobaan ini dilakukan karena melihat pemanfaatan tanaman obat di masyarakat masih belum dilakukan secara optimal untuk kesehatan. Daun jinten diambil dari jenis jinten putih (Coleus amboinicus Lour). Bagian daun yang digunakan adalah berwarna hijau, utuh dan masih segar. Setelah dipanen daun segera dikeringkan kedalam oven, agar kandungan air tidak mempengaruhi proses pembusukan. Pengovenan dilakukan dengan oven listrik pada suhu lebih kurang 50ºC sampai menjadi simplisia yang kering agar zat yang terkandung dalam daun tidak mudah rusak. Penyerbukan dilakukan dengan mesin penyerbukan yaitu blender. Penyerbukan ini ditujukan untuk mempermudah proses penarikan zat aktif oleh penyari agar tertarik secara maksimal. Isolasi ekstrak etanol daun jinten dilakukan dengan metode maserasi dengan penyari etanol. Metode ini adalah metode penyarian dengan cara dingin yang murah dan mudah dilaksanakan. Prinsip kerjanya adalah adanya perpindahan zat aktif dari dalam sel ke luar sel karena adanyan perbedaan konsentrasi dan akan terjadi kesetimbangan Adanya pengadukan dan penyarian berulang akan Berdasarkan orientasi dosis asam asetat yang telah dilakukan, peneliti mengunakan tersebut digunakan berdasarkan pertimbangan dari jumlah geliat yang ditimbulkan oleh mencit BB menimbulkan komulatif geliat yang terlalu tinggi. Berdasarkan hasil orientasi penentuan selang waktu pemberian sediaan uji dengan induksi nyeri, pada uji utama dipilih waktu yang dengan waktu induksi 30 menit dan 60 menit antara 30 menit. Hasil orientasi dosis seperti yang terlihat pada gambar 1 menunjukkan bahwa pemberian masih di bawah dari asetosal. Menurut Sirait et al. (1993), adanya aktivitas analgetik dalam bahan uji ditunjukkan dengan jumlah geliat yang lebih sedikit sampai lebih dari 50% dibanding BB menunjukkan adanya jumlah geliat yang lebih sedikit sampai lebih dari 50% dibanding menunjukkan adanya aktivitas analgetik dalam daun jinten. Sehingga peneliti menentukan

33 Gambar 1. Uji pendahuluan dosis sediaan yang digunakan untuk uji aktivitas Variasi dosis ekstrak yang digunakan adalah dosis 50 mg, 100 mg dan 200 mg. Persen daya analgetik dari variasi dosis ekstrak tersebut akan dibandingkan dengan persen daya analgetik kontrol positif yaitu asetosal dan kontrol pelarut yaitu minyak kelapa dengan berdasarkan jumlah geliat yang merupakan reaksi nyeri yang diperlihatkan oleh hewan uji, pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan selang waktu pengamatan setiap 5 menit. Gambar 3 memperlihatkan bahwa percobaan pada mencit dengan kontrol negatif (minyak kelapa) memiliki rata-rata jumlah geliat yang paling besar dibanding dengan percobaan pada mencit dengan variasi dosis ekstrak 50 mg, 100 mg, 200 mg dan juga kontrol positif (asetosal). Pada percobaan variasi dosis ekstrak 200 mg, 100 mg, 50 mg, rata-rata jumlah geliat secara berturut-turut adalah (147,4 ± 0,073); (170,6 ± 0,031); (183,4 ± 0,009). Pada hasil tersebut maka dapat dilihat bahwa pola rata-rata jumlah geliat menurun seiring dengan peningkatan dosis, hal ini disebabkan oleh karena semakin tinggi dosis yang diberikan maka jumlah geliat sebagai tanda nyeri juga semakin menurun. Pada gambar 2 memperlihatkan bahwa kontrol pelarut (minyak kelapa) memiliki daya geliat yang paling tinggi, hal ini sangat relevan karena minyak kelapa tidak memiliki efek analgetik, dan ketika hewan uji merasakan nyeri maka geliat akan semakin bertambah tinggi. Gambar 2. Pengaruh sediaan uji terhadap asetat mencapai puncak ditunjukkan pada menit ke 10-25, kemudian setelah menit ke-30 jumlah geliat menurun hingga menit ke-60 atau mendekati normal, yang artinya antara kontrol positif dengan kontrol negatif mempunyai perbedaan bermakna sehingga pada uji pendahuluan dan perlakuan dilakukan pengamatan jumlah geliat sampai dengan 60 menit. Gambar 4. Presentase daya analgetik EEDJ pada mencit yang diinduksi asam asetat Untuk memperlihatkan gambaran perbandingan persen daya analgetik dari senyawa uji ditunjukan pada gambar 4 dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah persen daya analgetik untuk kontrol positif (asetosal dibandingkan dengan variasi dosis ekstrak 200 mg, 100 mg, 50 mg terhadap mencit yang diinduksi asam asetat berturut-turut adalah (22,98 ± 0,246)%, (10,86 ± 0,262)%, (4,17 ± 0,227)%. EEDJ masih memiliki daya analgetik BB. Hasil data yang diperoleh dari pengujian analgetik selanjutnya dianalisis secara statistik Gambar 3. Jumlah komulatif geliat mencit yang diinduksi asam asetat berdasarkan sediaan uji daya analgetik dari kelima perlakuan yang sebelumnya memenuhi syarat normalitas dan homogenitas. Pada penelitian ini berdasarkan uji statistik

34 sediaan uji dari ekstrak etanol daun jinten antar perlakuan. Hal ini mendukung pengalaman empiris yang dilakukan oleh masyarakat dalam penggunaan daun jinten untuk mengurangi rasa sakit pada luka memar. Daun jinten juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat baru sebagai analgetik. V. SIMPULAN Ekstrak etanol daun jinten (EEDJ) memiliki efek daya analgetik, pada dosis 200, 100, dan terhadap mencit yang diinduksi asam asetat berturut-turut adalah (22,98 ± 0,246)%, (10,86 ± 0,262)%, dan (4,17 ± 0,227)% masih lebih kecil dari daya analgetik asetosal dengan from Coleus amboinicus. Santosa, C. M., & Hertiani, T Kandungan senyawa kimia dan efek ekstrak air daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus, L.) putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi Indonesia. 16 (3): Smeltzer,S.C Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddart. Edisi 8, Vol 2. Jakarta : Buku kedokteran. Sirait, M Penuntun Fitokimia Dalam Farmasi. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Tamsuri A Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Dirjen Binfar dan Alkes Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Cahyadi, R Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Buah Pare (Momordica charantia L) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST). Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro. Priyanto Farmakologi Dasar. Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi. Depok analgetik ekstrak etanol daun saga (Adenanthera pavonina L.) terhadap mencit jantan (Mus Musculus) galur swiss. IJMS. 2(2): Ramadhan, A.N Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Daun Sukun (Artocarpus altilis) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST). Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Semarang : Universitas Diponegoro. Ragasa CY, Sangalang V, Pendon Z dan

35 Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Di Sma Negeri 8 Surakarta Relationship The Parenting Pattern And The Juvenile Delinquency At State Senior Secondary School 8 Surakarta Abstract Sri Sayekti Heni Sunaryanti AKPER Mamba ul Ulum Surakarta Jl. Ringroad Utara Tawangsari, Jebres Mojosongo sri.sayekti.heni.sunaryanti@gmail.com th th Keywords Abstrak 38

36 = Kata kunci I. PENDAHULUAN Remaja atau mempunyai arti yaitu mencakup kematangan mental, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama sekurangkurangnya dalam masalah hak. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, masa ini harus lebih diperhatikan oleh orang tua karena apabila tidak ditanggapi, remaja dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan moral dan etika yang dapat merusak dirinya sendiri. Dalam masa remaja sifat kesadarannya masih (keadaan dimana kesadaran manusia belum tersusun rapi) walaupun isinya sudah banyak (ilmu pengetahuan, perasaan, dan sebagainya). Remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana individu yang berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai saat ini mencapai kematangan seksualnya, individu mengalami perkembangan psikologis dan pola Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Soekanto, 2000). Kenakalan remaja adalah gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh pengabaian sosial. Akhibatnya mereka mengembangkan bentuk perilaku menyimpang (Kartono, 2003). Kenakalan remaja merupakan semua perbuatan yang tidak sesuai atau keluar dari nilai dan norma yang dapat menimbulkan keonaran dan kecemasan sosial dalam masyarakat (Santrock,2002). Pengaruh peran orang tua sebagai pengasuh dirumah sangat memberikan kontribusi terhadap pembentukan kepribadian dan moral anak.remaja yang nakal seringkali berasal dari keluarga-keluarga dimana orang tua jarang memantau anak-anak mereka, memberi sedikit dukungan dan mendisiplinkan mereka secara tidak efektif (Sarwono,2002). Adapun fenomena kenakalan remaja adalah dari remaja di Jawa Barat (Bandung dan Cianjur) dan 877 remaja di Bali (Denpasar dan Gianyar) didapatkan bahwa remaja yang pernah mengendarai kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi di Jawa Barat-urban 22,4 %, sementara di rural 10,6 %. Sebaliknya Bali di urban hanya 18,4 % sedangkan di rural 22,4 %. Pengalaman pernah absent tidak mengikuti pelajaran di sekolah tanpa ijin guru (membolos) di Jawa Barat-urban 51,9 %, rural 33,7 % sebaliknya di Bali-urban 30,1 %, rural 37,1 % dan meninggalkan rumah tanpa ijin orang tua secara berturut-turut dapat dikemukakan sebagai berikut : di Jawa Baraturban 54,4 %, rural 42,3 % sementara di Baliurban 58,4 %, rural 52,7 %. Kenakalan remaja berupa corat-coret dinding baik di propinsi Jawa Barat maupun Bali cukup tinggi juga. Di propinsi Jawa Barat hampir seimbang yaitu untuk urban 26,3 %, sedangkan di rural 23,6 %. Sebaliknya di Bali-urban 31,7 % lebih tinggi daripada di rural 19,6 %. Bentuk kenakalan remaja yang lain kearah kriminalitas, meliputi pemerasan dan pencurian hanya sekitar 2,2 %. Nampaknya di rural agak meningkat yaitu 5,0 %. Sementara di propinsi Bali-urban sekitar 7,2 %, keadaan ini hampir sama dengan di rural yaitu 5,8 %. Pencurian yang dilakukan oleh remaja juga dapat dikemukakan disini, 6,3 % remaja di Jawa Barat-urban pernah melakukannya, sedangkan di rural sedikit meningkat 8,2 %. Lain halnya di Bali, di urban 8,9 % lebih rendah daripada di rural 17,7 % (Sapardiyah, 2000). 39

37 SMA Negeri 8 Surakarta merupakah salah satu sekolah menengah atas yang terdapat di Surakarta. Banyaknya kasus kenakalan remaja ternyata juga terjadi di SMA Negeri 8 Surakarta. Dari daftar pelanggaran dan kenakalan peserta didik di SMA Negeri 8 Surakarta diketahui bahwa angka pelanggaran dan kenakalan peserta didik di tahun 2011/2012. Pada semester ganjil besarnya tingkat kenakalan remaja mencapai 20,08% dan pada semester genap sebesar 18,32%. Namun seiring berjalannya waktu tingkat kenakalan remaja semakin mengalami penurunan yang mana terlihat bahwa jumlah kenakalan di tahun ajaran 2012/2013 pada semester ganjil mencapai 15,15%. Tentunya angka ini bukan angka yang kecil, sehingga diharapkan manajemen SMA Negeri 8 Surakarta terus berusaha untuk menurunkan jumlah pelanggaran dan kenakalan di SMA 8 Surakarta. Adapun jenis pelanggaran dan kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik di SMA Negeri 8 Surakarta adalah pelanggaran yang bersifat internal dan eksternal yaitu merokok, membolos, berbohong, mencuri, melanggar tata tertib sekolah, hal yang menjurus kepada perjudian, pemalakan, membuang sampah sembarangan, keluyuran dan kebut-kebutan. (BK & STP2K SMA Negeri 8 Surakarta, 2012). Pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang dihadapkan pada umumnya (Casmini,2007). Macam pola asuh orang tua menurut Daryono (2004) adalah pola asuh demokrasi dimana kedudukan anak dan orang tua sejajar, mengambil keputusan bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Pola asuh kedua adalah pola asuh otoriter dimana pola asuh jenis ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Anak harus nurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan orang tua. Pola asuh ketiga adalah pola asuh permisif yakni aturan dan ketetapan keluarga ditangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua. Orang tua menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semenamena tanpa pengawasan orang tua. Ia bebas melakukan apa saja yang diinginkan. Pola asuh keempat adalah pola asuh situasional yaitu pola asuh yang diterapkan secara kaku artinya orang tua tidak menerapkan salah satu tipe pola asuh diatas, ada kemungkinan orang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. Remaja menurut WHO adalah suatu masa dimana individu yang berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ini mencapai kematangan seksualnya, individu mengalami dari kanak-kanak menjadi dewasa. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri. Kenakalan adalah suatu kelainan tingkah laku, dan tingkah laku merupakan usaha untuk mendapat kepuasan pribadi, sedang masyarakat dapat menerimanya atau menolaknya (Notosoedirjo, 2002). Dalam proses pencarian jati dirinya seperti dijelaskan diatas, remaja sering melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan dan keluarga inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja. Pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan normanorma yang hidup didalam masyarakatnya (Kartono,2003). Remaja yang nakal itu disebut pula sebagai anak cacat sosial. Mereka menderita cacat mental disebabkan oleh pengaruh sosial yang ada ditengah masyarakat, sehingga perilaku mereka dinilai oleh masyarakat sebagai suatu kelainan dan disebut kenakalan (Kartono, 2003). 40

38 Menurut pendapat Kartono (2003) wujud dari perilaku kenakalan remaja adalah Kebutkebut di jalan yang mengganggu lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri dan orang lain, Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengancam ketentraman lingkungan sekitar, Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku, sehingga kadangkadang membawa korban jiwa, Membolos sekolah lalu menggelandang sepanjan jalan, dan Kriminalitas anak, remaja dan kenakalan seperti mengancam, intimidasi, mencuri. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan remaja adalah pengaruh teman sepermainan, pendidikan, penggunaan waktu luang, uang saku, perilaku seksual, kondisi keluarga yang berantakan ( ), kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, status sosial ekonomi orang tua yang rendah dan penerapan disiplin keluarga yang tidak tepat (Daryono,2004). Indikator kenakalan remaja menurut Sunarwiyati (2005) membagi kenakalan remaja kedalam tiga tingkatan yaitu kenakalan biasa, sedang dan tinggi. II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 Surakarta pada tanggal 10 Maret sampai 10 April Jenis penelitiannya adalah jenis penelitian deskriptif korelatif dengan metode survey analitik yaitu survey atau penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena itu terjadi. Desain yang digunakan adalah di mana variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada obyek penelitian diukur atau dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan) (Notoatmojo, 2005). Teknik sampling yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan yaitu teknik pengambilan sampel secara acak (Notoatmodjo, 2005). Jumlah siswa di SMA Negeri 8 Surakarta tahun ajaran 2012/2013 adalah sebanyak 960 siswa. Dengan menggunakan rumus ukuran sampe penelitian sesuai rumus Notoadmojo (2005) menjadi sebanyak 91 siswa. Pengumpulan data dengan metode angket atau kuesioner. Dalam penelitian ini dapat dijelaskan instrumen kuesioner ada 2 yaitu : kuesioner kenalan remaja dan kuesioner pola asuh orang tua. Teknik perhitungan validitas dalam penelitian ini menggunakan teknik dari (Nursalam, 2008). Berdasarkan hasil uji validitas variabel pola asuh orang tua yang dilakukan pada 30 responden di SMA Negeri 8 Surakarta tanggal 21 Februari 2012 diketahui bahwa nilai r hitung berkisar antara 0,380 0,569 yang lebih besar dari r tabel (0,361), sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh instrumen variabel pola asuh orang tua valid serta dapat digunakan untuk penelitian. Sedangkan untuk variabel kenakalan remaja diketahui bahwa nilai r hitung berkisar antara 0,400 0,630 yang lebih besar dari r tabel (0,361), sehingga dapat dikatakan bahwa seluruh instrumen variabel kenakalan remaja valid serta dapat digunakan untuk penelitian. Untuk melakukan uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan uji statistik ( ). Kuesioner dapat dikatakan lebih dari 0,6. Berdasarkan hasil uji coba diketahui bahwa nilai r 11 untuk variabel pola asuh orang tua sebesar 0,809 dan nilai r 11 untuk variabel kenakalan remaja adalah 0,823. Oleh karena nilai r 11 lebih besar dari 0,600; ini berarti instrumen yang diujicobakan bersifat reliabel (handal). III. HASIL DAN PEMBAHASAN Responden penelitian ini adalah 91 siswa SMA Negeri 8 Surakarta, dengan karakteristik sebagai berikut: 41

39 a. Jenis Kelamin Distribusi frekuensi jenis kelamin responden penelitian dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut: Tabel 1 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase Persentase Komulatif 1. Laki-laki 50 54,9 54,9 2. Perempuan 41 45,1 100,0 Jumlah ,0 Sumber : Data Primer yang diolah Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan data jumlah responden dengan jenis kelamin laki-laki lebih besar jika dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin perempuan. Kenakalan remaja memang sering dan banyak dilakukan oleh laki-laki. Karena laki-laki mempunyai perilaku yang keras dan emosi tinggi. Sehingga bagi sebagian besar siswa laki-laki akan melakukan kenakalan di saat mempunyai masalah terkait dengan keluarga, pacar dan lain sebagainya. Pendekatan secara manusiawi dan pribadi oleh orang tua yang bijaksana akan memberikan dampak yang baik dalam meminimalisir kenakalan remaja. b. Umur Distribusi frekuensi umur responden penelitian dapat dilihat pada tabel dan diagram berikut: Tabel 2 Distribusi Frekuensi Umur Responden No. Umur Responden Jumlah Persentase Persentase Komulatif Tahun 15 16,4 16, Tahun 31 34,1 50, Tahun 18 19,8 70, Tahun 27 29,7 100,0 Jumlah ,0 Sumber : Data Primer yang diolah Selain itu jumlah responden dengan usia 16 tahun menjadi faktor rendahnya tingkat kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Pada usia ini merupakan usia remaja yang masih mencari jati diri. Dalam proses pencarian jati dirinya seperti dijelaskan diatas, remaja sering melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang menimbulkan kekesalan lingkungan dan keluarga inilah yang sering disebut sebagai kenakalan remaja.pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup didalam masyarakatnya (Kartono,2003). Dengan adanya perhatian orang tua secara intensif dengan berbagai contoh perilaku akan memberikan pengertian yang lebih baik dalam berperilaku. c. Asal Tempat Tinggal Distribusi frekuensi asal tempat tinggal responden dapat dilihat pada tabel dan digram berikut: 42

40 Tabel 3 Distribusi Frekuensi Asal Tempat Tinggal Responden No. Asal Tempat Tinggal Responden Jumlah Persentase 1. Pedesaan 45 49,5 49,5 Persentase Komulatif 2. Perkotaan 46 50,5 100,0 Jumlah ,0 Sumber : Data Primer yang diolah Hasil distribusi frekuensi asal tempat tinggal menunjukkan jumlah yang hampir sama antara pedesaaan dan perkotaan. Tapi ada perbedaan jumlah siswa diperkotaan sedikit lebih banyak, sesuai dengan teori Sosiogenis, yaitu teori-teori yang mencoba mencari sumber-sumber penyebab kenakalan remaja pada faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Termasuk dalam teori sosiogenis ini adalah teori dari Mc. Cord, dan teori penyalahgunaan anak (dalam Sarwono, 2001). Healy dan Bronner sarjana Ilmu sosial dari Universitas Chicago yang banyak mendalami sebab-sebab sosiogenis kenakalan remaja sangat terkesan oleh kekuatan kultural dan disorganisasi sosial dikota-kota yang berkembang pesat, dan banyak membuahkan perilaku pada anak, remaja serta pola kriminal pada orang dewasa. Argumen sentral dari teori ini menyatakan bahwa perilaku pada dasarnya disebabkan oleh stimulusstimulus yang ada diluar individu (Sarwono, 2001) Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola asuh orang tua dan tingkat kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. a. Pola Asuh Orang Tua pola asuh orang tua dari siswa SMA Negeri 8 Surakarta. Tabel 4 Pola Asuh Orang Tua dari siswa SMA Negeri 8 Surakarta No. Pola Asuh Orang Tua Jumlah Persentase 1. Permisif 14 15,4 15,4 2. Otoriter 31 34,1 49,5 Persentase Komulatif 3. Demokratis 46 50,5 100,0 Jumlah ,0 Sumber : Data Primer yang diolah Hasil analisis univariat berhubungan dengan pola asuh orang tua didapatkan data pola asuh terbesar adalah demokratis, sebesar 46 responden (50,5%). Pola asuh adalah bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan normanorma yang dihadapkan pada umumnya (Casmini,2007). Pola asuh Demokratis adalah pola asuh dimana kedudukan orang tua dan anak sejajar. Suatu keputusan di ambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberi kepercayaan 43

41 dan dilatih untuk mempertanggungjawabkan segala tindakannya. Akhibat positif dari pola asuh ini anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, bertanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, anak cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, kalau segala sesuatu harus dipertimbangkan antara anak-orang tua. b. Kenakalan Remaja Surakarta. kenakalan remaja pada siswa SMA Negeri 8 Tabel 5 Kenakalan Remaja dari siswa SMA Negeri 8 Surakarta No. Kenakalan Remaja Jumlah Persentase Persentase Komulatif 1. Biasa 41 45,1 45,1 2. Sedang 32 35,2 80,3 3. Tinggi 18 19,7 100,0 Jumlah ,0 Sumber : Data Primer yang diolah Hasil distribusi frekuensi kenakalan remaja di SMA 8 Surakarta terbanyak dalam kategori biasa sebesar 41 siswa (45,1%). Menurut Sunarwiyati S (2005) yang termasuk kategori kenakalan remaja biasa seperti suka berkelahi, suka keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa pamit, berbohong, membuang sampah sembarangan. Hal ini sesuai dengan Laporan Bagian BK&STP2K SMAN 8 Surakarta Tahun 2012, jenis pelanggaran dan kenakalan yang dilakukan oleh peserta didik di SMA Negeri 8 Surakarta adalah pelanggaran yang bersifat internal dan eksternal yaitu merokok, membolos, berbohong, mencuri, melanggar tata tertib sekolah, hal yang menjurus kepada perjudian, pemalakan, membuang sampah sembarangan, keluyuran dan kebutkebutan. Sehingga kategori kenalan remaja yang dilakukan masih dalam kategori biasa. Analisis bivariat dalam penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan alat analisis korelasi Kendall s Tau. Adapun berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 6 Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan Remaja di SMA Negeri 8 Surakarta Pola Asuh Permisif 4 Kenakalan Remaja Biasa Sedang Tinggi 2 8 Kendall s tau b Sig (4,4%) (2,2%) (8,8%) Otoriter 2 (2,2%) 24 (26,4%) 5 (5,5%) -0,520 0,000 Demokratis (38,5%) (6,6%) (5,5%) Sumber : Data Primer yang diolah 44

42 Sedangkan hasil perhitungan korelasi Kendall s Tau diketahui bahwa besarnya nilai adalah -0,520. Hal itu menunjukkan adanya antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Selanjutnya diberlakukan pada populasi dimana sampel dengan menggunakan rumus z hitung dengan taraf kesalahan 5%. Adapun hasilnya adalah -7,300. Harga z hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga z tabel. Untuk uji sehingga menjadi 0,5%. Selanjutnya harga z dapat dilihat pada kurva normal dengan z= 0,495 (0,495 diperoleh dari 0,5-0,005). Pada tabel kurve normal diperoleh nilai z tabel sebesar -2,58. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa z hitung lebih kecil dari z tabel disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Sehingga pola asuh orang tua mempunyai hubungan yang negatif dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Berdasarkan tabel silang hubungan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta diketahui bahwa 8,8% atau 8 orang responden yang mempunyai orang tua dengan pola asuh permisif, tingkat kenakalan remaja termasuk kategori tinggi, 26,4% atau 24 responden yang mempunyai orang tua dengan pola asuh yang termasuk kategori otoriter, tingkat kenakalan remaja termasuk kategori sedang; dan 38,5% atau 35 responden yang mempunyai orang tua dengan pola asuh demokratis, tingkat kenakalan remaja termasuk kategori biasa. Sehingga dapat diketahui adanya kecenderungan bahwa semakin baik pola asuh orang tua, maka tingkat kenakalan remaja semakin rendah dan sebaliknya semakin kurang pola asuh orang tua, tingkat kenakalan remaja termasuk kategori tinggi. Hasil perhitungan dengan menggunakan korelasi Kendall s Tau diketahui bahwa besarnya nilai adalah -0,520.Harga z hitung tersebut selanjutnya dibandingkan dengan harga z tabel kesalahan 1% dibagi 2, sehingga menjadi 0,5%. Selanjutnya harga z dapat dilihat pada kurva normal dengan z= 0,495 (0,495 diperoleh dari 0,5-0,005). Pada tabel kurve normal diperoleh nilai z tabel sebesar -2,58. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa z hitung lebih kecil dari z tabel dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Sehingga pola asuh orang tua mempunyai hubungan yang negatif dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta. Orang tua dengan pola asuh dimana kontrol dan kehangatan yang diberikan kepada remaja sama rendah, dimana orang tua sangat tua yang menerapkan pola asuh ini hanya memberikan sedikit perhatian dan kontrol yang cukup longgar. Mereka cenderung untuk menggunakan sedikit waktu dan energi mereka untuk berinteraksi dengan remaja dan hampir tidak pernah memperhitungkan pendapat remaja dalam membuat keputusan. Orang tua hanya siapa saja orang-orang yang terlibat dalam kehidupan remaja, bahkan dalam kasus yang ekstrim. Orang tua yang menerapkan pola asuh ini hampir tidak memperdulikan lagi keberadaan remajanya. Jika situasi tersebut berlangsung selama terus menerus maka akan membuat remaja bersikap masa bodoh, pasif dan bahkan depresi. Remaja akan memiliki interaksi yang kurang baik dengan orang tua sehingga proses sosialisasi dan internalisasi nilai tidak terjadi. Pola asuh ini akan menghasilkan remaja yang memiliki pengertian bahwa aspek lain dalam kehidupan orang tua lebih penting dari pada 45

43 mereka. Mereka cenderung tidak memiliki kompetensi sosial dan emosi anak, serta memiliki kontrol diri yang rendah. Pola asuh ini yang akan menimbulkan perilaku impulsif, kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat dan timbulnya perilaku menyimpang serta perilaku anti sosial atau kenakalan (Yusuf,2001).Sehingga pola asuh orang tua berpengaruh terhadap kenakalan remaja. Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berada ditengah-tengah masyarakat hanya akan berhasil apabila ada kerjasama dan dukungan penuh dari masyarakat da keluarga (Hamzah B Uno,2008) Hasil penelitian ini relevan dengan penelitian Yeni Diana Sari (2009) Dalam Skripsinya yang berjudul Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Remaja Di SMK Textile Pandaan Pasuruan menyimpulkan bahwa pola asuh yang diberikan orang tua terhadap anak didapatkan bahwa hampir setengah siswa yang mendapatkan pola asuh penelantaran sebanyak 28 orang (37,8%). Siswa mendapatkan pola asuh penyabar sebanyak 20 orang (27%), siswa mendapatkan pola asuh otoriter sebanyak 15 orang (20,3%) dan siswa mendapatkan pola asuh yang demokratis sebanyak 10 orang (14,9%). Sedangkan dari hasil pengujian dengan menggunakan statistik uji tanda dengan tingkat kemaknaan 0,05 diperoleh hasil ada hubungan pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja Melihat hasil penelitian ini maka pola asuh orang tua terhadap anak sebaiknya demokratis untuk meminimalkan kenakalan remaja. Dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa keluarga merupakan salah satu penanggung jawab pendidikan dasar, disamping masyarakat dan pemerintah. Pendidikan dasar yang dimaksud berkenaan dengan keagamaan dan budaya sebagai dasar pembinaan pribadi anak. Oleh karena itu kedudukan keluarga sebagai lembaga pendidikan sangatlah vital, bagi kelangsungan pendidikan generasi muda maupun bagi pembinaan bangsa pada umumnya (Soelaeman, 2001). Kiat-kiat dalam menangani kenakalan remaja disekolah adalah dengan : keteladanan, pendekatan agama&kesehatan, optimalisasi pendidikan moral&pekerti, pendekatan psikologius yang humanis&persuasive, bimbingan dan konseling, tata tertib sekolah, komisi disiplin, kerjasama sekolah,orang tua&lingkungan, pembekalan aspek hukum, menciptakan ruang kelas&lingkungan sekolah yang menyenangkan, menggunakan tindakan preventif dan mengisi waktu luang remaja dengan tindakan yang positif (Ma mur Jamal Asmani, 2011) IV. SIMPULAN Pola asuh orang tua di SMA Negeri 8 Surakarta termasuk kategori demokratis (50,5%), Tingkat kenakalan remaja mempunyai tingkat kenakalan remaja yang termasuk kategori biasa (45,1%). Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan remaja di SMA Negeri 8 Surakarta ( = -0,520; Z hitung = ; p=. Adanya berbagai keterbatasan dan kekurangan dari penelitian ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi Dinas Pendidikan a. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan kepustakaan mengenai pelaksanaan bimbingan pola asuh pada orang tua. b. Menjadi bahan evaluasi dalam penurunan kenakalan remaja. c. Berperan aktif dalam memperbaiki pola asuh orang tua dengan turun ke lapangan dan memberikan penyuluhan pada masyarakat. d. Perlu ditingkatkan kedisiplinan dan perhatian bagi siswa didiknya 46

44 khususnya yang masuk dalam catatan guru BK dengan diberikan sanksi agar laku. 2. Bagi Remaja/ siswa a. Menggali potensi diri untuk mempersiapkan masa depan karena itu merupakan salah satu tugas perkembangan remaja. b. Memanfaatkan waktu luang dengan kegiatan yang lebih positif agar terhindar dari kenakalan remaja yang banyak muncul sebagai akibat dari kegiatan negatif remaja. c. Memilih teman maupun lingkungan yang baik agar kejadian munculnya kenakalan remaja dapat dihindari. 3. Bagi Masyarakat a. Senantiasa aktif dalam mencari informasi tentang pemberian pola asuh yang tepat untuk anak. b. Berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan yang diadakan oleh pemerintah. 4. Bagi Peneliti Lain Lebih meningkatkan penelitian dengan mencari faktor lain yang berpengaruh terhadap kenakalan remaja. 5. Bagi institusi Berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan penelitian, khususnya dalam upaya menurunkan kenakalan remaja. DAFTAR PUSTAKA Bimbingan Konseling&STP2K daftar Pelanggaran Remaja SMAN 8 Surakarta C a s m i n i E m o t i o n a l P a r e n t i n g. Yogyakarta.Pilar Media Daryono,A Hal-hal Yang Mempengaruhi Timbulnya Kenakalan Remaja. h4b13/wordpress.com. Akses 05 Maret 2012 Hamzah B Uno Profesi Kependidikan Problema, Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia.Jakarta. Bumi Aksara Kartono,K Patologi Sosial 2. Jakarta. PT Ma mur Jamal Asmani.2011.Kiat Mengatasi Kenakalan Remajadi Sekolah.Jokjakarta. Diva Press Notoatmodjo,S Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta Pusat. PT Rineka Cipta Notosoedirjo,M Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan. Malang : Universitas Muhammadiyah Nursalam Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Sapardiyah,S Kenakalan Remaja di Propinsi Jawa Barat dan Bali. Center for Research and Development of Health Ecology, NIHRD. php?mod=browse&op=read&id=jkpkbppkgdl- grey-2000-siti-105-kenakalan. Akses 10 Mei Santrock,J.W.2002.Life Span Development (Terjemahan).Boston:Mac Graw-Hill Sarwono,S.W.2002.Psikologi Remaja.Jakarta: Soekanto,S sosiologi Keluarga: Tentang Ihwal Keluarga, Remaja dan Anak.Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia Soelaeman Pendidikan Dalam Keluarga. Bandung.Alfabeta Sunarwiyati,S Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulannya. Yogyakarta: Kanisius Yusuf,S Psikologi Perkembangan Anak Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya Yeni Diana Sari Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Kenakalan Remaja di SMK Textile Pandaan Pasuruan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Universitas Yudharta Pasuruan 47

45 Hubungan Antara Index Masa Tubuh (Imt) Dan Kadar Hemoglobin Dengan Proses Penyembuhan Luka Post Operasi Laparatomi (Body Mass Index And Hemoglobin Level Related To Wound Healing Of Patients Undergoing Laparatomy Surgery) Yuli Widyastuti 1, Risti Widyaningsih 2 Stikes PKU Muhammadiyah Surakarta yuliet_26@yahoo.com Abstract Keywords Abstrak 48

46 Kata Kunci I. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit salah satunya adalah pelayanan tindakan pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi semakin maju, prosedur tindakan pembedahan mengalami kemajuan pesat. Sejumlah peyakit merupakan indikasi untuk dilakukannya tindakan pembedahan. Salah satu tindakan operasi atau pembedahan adalah laparatomi. RSUD dr Moewardi Surakarta merupakan rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi yang lengkap, dimana sebagian besar bedah mayor dilakukan di rumah sakit ini. Dari data rekam medik pasien RSUD dr Moewardi Surakarta pada tahun 2014 diperoleh data rata-rata 556 tindakan pembedahan laparatomi dilakukan setiap bulannya dan total mencapai 6681 operasi laparatomi dilakukakan pada tahun Berdasarkan pembagian luka operasi, tindakan bedah laparatomi merupakan jenis luka operasi bersih terkontaminasi, yaitu jenis operasi yang membutuhkan proses penyembuhan yang lebih lama (Hidayat, 2006). Lama penyembuhan luka laparatomi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti nutrisi, sirkulasi, oksigenasi, obesitas, iskemia, benda asing, penyakit kronis, kebiasaan merokok, dan obat-obatan (Sjamsuhidayat, 2005). Aspek yang mempengaruhi penyembuhan luka salah satunya adalah nutrisi. Nutrisi sangat penting pada pasien yang menderita penyakit kritis atau pasien yang memiliki luka, baik luka akut maupun kronis. Untuk sembuh sebagaimana mestinya, tubuh memerlukan karbohidrat, lemak, protein, mineral, kalori, vitamin, dan hidrasi yang adekuat (Morton, et al 2011). Terdapat 4 indikator untuk menilai status nutrisi individu yaitu Antopometri (IMT, LILA, lingkar kepala, lingkar pinggang), Biokimia (uji specimen darah, urine, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot), Clinical sign (tanda-tanda klinis), Dietary History (riwayat gizi). Studi yang dilakukan oleh Sulastri (2012) dengan judul Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Mawar I RSUD DR Moewardi Surakarta didapat hasil bahwa hemoglobin dengan penyembuhan luka. Penelitian ini untuk mengetahui lebih lanjut hubungan Index Masa Tubuh (IMT) dan kadar Hemoglobin dengan proses penyembuhan luka pada pasien post operasi Laparatomi di RSUD dr Moewardi Surakarta. II. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan studi penelitian deskriptif korelasi dengan desain penelitian cross-sectional. Pengumpulan datanya melalui observasi. Sampel nya adalah seluruh pasien post operasi laparatomi di bangsal Mawar II RSUD Dr Moewardi Surakarta sebanyak 15 orang dan menggunakan teknik accidental sampling. Uji statistik menggunakan Spearman Rank. Instrumen yang digunakan adalah hasil penghitungan IMT, hasil pemeriksaan Haemoglobin dan penyembuhan luka. III. HASIL PENELITIAN Karakteristik Data Umur Tabel 1 Distribusi Umur Kategori Frekuensi % % 20% 13,3% 20% 26,7% Total % 49

47 Tabel 1 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan umur. Distribusi umur cukup merata pada semua kategori umur. Paling sedikit terdapat pada kategori umur tahun ada 2 orang (13,3%). Sedangkan paling banyak terdapat pada kategori umur tahun ada 4 orang (26,7%). Jenis Kelamin Tabel 2 Distribusi Jenis Kelamin Kategori Frekuensi % Laki-laki Perempuan 11 4 Total % 73,3% 26,7% Tabel 2 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan jenis kelamin. Responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (73,3%), sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 4 orang (26,7%). Index Masa Tubuh (IMT) Tabel 3 Distribusi Index Masa Tubuh (IMT) Kategori Frekuensi % Kurang 7 46,7% Normal (18,5-24,9) Berlebih (25-29,9) ,3% 0% Total Tabel 3 memperlihatkan distribusi BB berdasarkan IMT. Responden yang mempunyai Dan 8 orang (53,3%) mempunyai BB normal (18,5-24,9). Hemoglobin Tabel 4 Distribusi Kadar Hemoglobin Kategori Frekuensi % Normal (13-16 g/dl) Anemia Ringan sekali (10-13 g/dl) Anemia Ringan (8-9,9 g/dl) ,7% 53,3% 26,7 % Total Tabel 4 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan kadar hemoglobin. Sebagian besar responden mengalami anemia ringan sekali yaitu ada 7 orang (53,3%), sedangkan responden yang mempunyai kadar hemoglobin normal dan yang mengalami anemia ringan masing-masing ada 4 orang (26,7%). Proses Penyembuhan Luka Tabel 5 Distribusi Proses Penyembuhan Luka Kategori Frekuensi % Infeksi Ringan (1-3) Infeksi Sedang (4-5) Infeksi Berat (5-7) % 33,3% 13,3% Total Tabel memperlihatkan distribusi responden berdasarkan proses penyembuhan luka. Ada 8 orang (53,3%) mengalami infeksi ringan. Sementara ada 2 orang (13,3%) yang mengalami Infeksi berat. 50

48 Analisis Korelasi Spearman Rank Tabel 6 hasil uji Spearman Rank Variabel r hitung p Keterangan IMT dengan Proses Penyembuhan Luka Kadar Hemoglobin dengan Proses Penyembuhan Luka 0,961 0,000 0,691 0,004 berarti h a diterima r hitung >r tabel yang berarti ada hubungan bermakna berarti h a diterima r hitung >r tabel yang berarti ada hubungan bermakna Hasil Tabel di atas, antara IMT dengan proses penyembuhan luka dan kadar hemoglobin dengan proses penyembuhan luka maka Ha diterima yang berarti ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan Proses Penyembuhan Luka. IV. PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden a. Jenis Kelamin dan Umur Karakteristik responden yang diteliti meliputi umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian menujukkan bahwa responden adalah pasien yang berumur 22 tahun hingga umur 63 tahun dengan distribusi yang merata pada rentang umur tersebut. Secara keseluruhan dewasa. Usia merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, karena semakin lanjut usia luka akan semakin lama sembuh karena respon sel dalam proses penyembuhan luka akan lebih lambat. Sementara untuk jenis kelamin, secara umum antara laki-laki dan perempuan tidak ada pengaruh terhadap proses penyembuhan luka. b. Index Masa Tubuh (IMT) Berdasarkan penelitian di atas, dapat diketahui bahwa ada responden yang mengalami penurunan berat seluruh responden di bangsal Mawar II merupakan pasien laparatomi dengan indikasi adanya masa pada abdomen atau tumor intra abdominal. Sehingga seluruh pasien laparatomi dibatasi dalam konsumsi baik makanan maupun minuman. Serta diharuskan melaksanakan puasa sebagai persiapan pre operasi. c. Kadar Hemoglobin Berdasarkan penelitian di atas, sebagian besar responden mengalami anemia atau kadar hemoglobin dibawah angka normal. Observasi kadar hemoglobin dilakukan sebelum operasi laparatomi dilakukan, bukan setelah operasi. Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Sehingga kadar hemoglobin sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka. 2. Hubungan antara Index Masa Tubuh (IMT) dengan proses penyembuhan luka post operasi laparatomi Dari hasil uji statistik antara IMT dengan proses penyembuhan luka, diperoleh nilai p a diterima dan nilai r hitung 0,961 > nilai r tabel 0,506 yang menunjukkan korelasi antara IMT dengan proses penyembuhan luka adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman Rank sebesar 0,961 menunjukkan arah korelasi positif atau searah yang berarti 51

49 semakin baik IMT semakin baik pula proses penyembuhan luka dengan keeratan yang sangat kuat. Seperti yang dikemukakan oleh Boyle (2008) hal-hal yang mempengaruhi penyembuhan luka adalah perfusi jaringan, merokok, gangguan tidur, stress, kondisi medis dan pengobatan, status nutrisi, infeksi, asuhan kurang optimal, serta obesitas. Salah satu cara untuk menilai status nutrisi adalah dengan mengukur IMT (Index Masa Tubuh). IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adipositas dalam tubuh seseorang. IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Lemak memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi membran sel. Asam lemak essensial tidak bisa disintesis oleh tubuh. Sehingga harus didapatkan dari diet keseharian. Peran asam lemak dalam penyembuhan luka masih belum begitu dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan untuk sintesis sel tubuh. Kekurangan lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka. Akan tetapi pasien yang gemuk atau kelebihan lemak dalam tubuh/jaringan dapat meningkatkan resiko infeksi pada luka karena supply darah jaringan adiposa tidak adekuat. Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Said, Tamrin, (2013) yang berjudul Hubungan IMT dan kadar Albumin dengan Lama Penyembuhan Luka dan lama rawat inap pada Pasien Post Operasi Gastrointestinal di RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa dengan penyembuhan luka pada pasien post operasi gastrointestinal. Sehingga dari pembahasan diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa responden yang mempunyai IMT yang baik akan mengalami proses penyembuhan luka yang baik juga. 3. Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Proses Penyembuhan Luka Hasil uji statistik antara kadar hemoglobin dengan proses peyembuhan menunjukka H a diterima dan nilai r hitung 0,691 > nilai r tabel 0,506 yang menunjukkan korelasi antara kadar hemoglobin dengan proses penyembuhan luka adalah bermakna. Nilai korelasi Spearman sebesar menunjukkan arah korelasi positif atau searah yang berarti semakin besar nilai kadar hemoglobin semakin baik pula proses penyembuhan luka dengan keeratan korelasi kuat Seperti yang dikemukakan oleh Cuningham (2006) hemoglobin (Hb) merupakan komponen utama dari sel darah merah yang mentransport oksigen. Pembentukan hemoglobin membutuhkan suplai protein yang adekuat dalam membentuk asam amino. Nilai hemoglobin membantu dalam mengkaji kapasitas oksigen darah dan berguna untuk diagnosa hidrasi. Penurunan hemoglobin (Hb) dalam darah (anemia) akan mengurangi tingkat oksigen arteri dalam kapiler dan mengganggu perbaikan jaringan. Oksigen sangat berperan penting dalam proses penyembuhan luka, karena tidak ada jaringan baru yang dibentuk tanpa suplai oksigen dan nutrient (Boyle, 2008). Seperti penelitian yang dilakukan oleh Sulastri (2012) dengan judul Hubungan Kadar Hemoglobin dengan Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea (SC) di Ruang Mawar I RSUD DR Moewardi Surakarta. Dari penelitian tersebut didapat hasil bahwa ada hubungan antara kadar hemoglobin dengan proses penyembuhan luka. 52

50 V. SIMPULAN dengan kadar proses penyembuhan luka di bangsal Mawar II RSUD Dr Moewardi Surakarta ditandai dengan nilai r hitung 0,961 > r tabel 0,506 dengan arah korelasi positif dan tingkat keeratan sangat kuat. Dan ditandai dengan nilai diterima. a Hemoglobin dengan proses penyembuhan luka di bangsal Mawar II RSUD Dr Moewardi Surakarta ditandai dengan nilai r hitung 0,691 > r tabel 0,506 dengan arah korelasi positif dan tingkat keeratan kuat. Dan ditandai dengan nilai diterima. a DAFTAR PUSTAKA Boyle, Maureen Pemulihan Luka. Jakarta : EGC Cunningham, F. (2006). Obstetri Williams. Jakarta : EGC Hidayat Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika Morton, Patricia Gonce., fontaine, Dorsie.,Carolyn, M., Hudak., Gallo, Barbara Keperawatan Kritis Volume 2. Jakarta : EGC Sulastri Hubungan Kadar Hemolobin dengan Luka Post Sectio Caecarea (SC) di Ruang Mawar I RSUD Dr Moewardi Surakarta. org Sjamsuhidayat.2005.Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC Said, S, Taslim, N, Bahar Burhanuddin Hubungan IMT dan kadar Albumin berhubungan dengan Penyembuhan luka. Pusat peneliyian Gizi dan kesehatan, Universitas Hasanuddin, Makasar. Makasar

51 Gambaran Tingkat Pengetahuan Remaja Putri Tentang Gangguan Siklus Menstruasi Siswi Kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen (Description of Level Of Knowledge of Adolescent Disorders Menstrual Cycle Grader XI SMK PGRI District Karangmalang Sragen) Aprilica Manggalaning Murti Akademi Kebidanan YAPPI Sragen Abstract: Keywords: Abstrak: Kata Kunci: 54

52 I. PENDAHULUAN Masa remaja adalah masa transisi yang dan psikis (Widyastuti, dkk, 2009). Batasan usia remaja menurut WHO adalah 12 sampai 24 tahun. Menurut Depkes RI adalah antara 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Dan menurut BKKBN adalah 10 sampai 19 tahun (Widyastuti, dkk, 2009). Masa remaja (usia tahun) adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa pubertas, merupakan masa transisi yang emosi dan psikis (Pinem, 2009). Memasuki masa remaja, anak-anak perempuan biasanya mulai mendapat haid yang membuktikan seorang remaja telah berubah menjadi wanita dewasa (Sibagariang, dkk, 2010a). Pada masa remaja terjadi suatu banyak perubahan, termasuk didalamnya pertumbuhan organ-organ reproduksi (organ seksual) sehingga tercapai kematangan yang ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi (Widyastuti, dkk, 2009). Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti munculnya tanda-tanda sebagai berikut: 1) Tanda-tanda seks primer Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber. Sebagai tanda kematangan organ reproduksi pada perempuan adalah datangnya haid (Widyastuti, dkk, 2009). Haid atau menstruasi merupakan peluruhan dinding rahim yang terdiri dari darah dan jaringan tubuh (Sibagariang, dkk, 2010a). 2) Tanda-tanda seks sekunder: a. Rambut : tumbuhnya rambut kemaluan itu terjadi setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap dan agak keriting. b. Pinggul : Pinggul pun menjadi berkembang, membesar dan membulat. Hal ini sebagai akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak dibawah kulit. c. Payudara : Seiring pinggul membesar, maka payudara juga membesar dan putting susu menonjol. Hal ini terjadi secara harmonis sesuai pula dengan berkembang dan makin besarnya kelenjar susu sehingga payudara menjadi lebih besar dan lebih bulat. d. Kulit : Seperti halnya laki-laki juga menjadi lebih kasar, lebih tebal, poripori membesar. Tetapi kulit pada wanita tetap lebih lembut. e. Kelenjar lemak dan kelenjar keringat : menjadi lebih aktif. Sumbatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama masa haid. f. Otot : Menjelang masa puber, otot semakin membesar dan kuat. Akibatnya akan membentuk bahu, lengan dan tungkai kaki. g. Suara : Suara berubah semakin merdu. Suara serak jarang terjadi pada wanita. (Widyastuti, dkk, 2009). Menstruasi merupakan siklus bulanan yang normal pada wanita. Siklus menstruasi biasanya dimulai pada wanita muda umur tahun (menarche) yang terus berlanjut sampai umur tahun (menopouse) tergantung pada berbagai faktor (Saryono & Sejati, 2009). Interval antar periode menstruasi bervariasi Siklus menstruasi normal umumnya tetap setiap 28 hari, tetapi interval hari masih dianggap normal kecuali siklusnya sangat tidak teratur (Benson, 2008). 55

53 Terjadinya menstruasi sangat bervarisi. Setelah tahun pertama dan seterusnya siklus haid akan menjadi teratur. Dengan datangnya haid, berarti system reproduksi sudah berfungsi mengadakan reproduksi atau sudah mampu menghasilkan keturunan (Pinem 2009). Gangguan siklus menstruasi diantaranya polimenorea yaitu siklus menstruasi lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari), oligomenorea yaitu siklus menstruasi lebih panjang (lebih dari 35 hari) dan amenorea yaitu keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya tiga bulan berturut-turut (Wiknojosastro, dkk, 2007a). Pengamatan perjalanan siklus menstruasi setiap wanita adalah penting, agar dapat diusahakan pengaturan siklus apabila terjadi gangguan proses menstruasinya (Saryono & Sejati, 2009). Salah satunya yaitu oligomenorea menyerang 16,7% remaja dan terjadi biasanya pada tahun pertama sesudah menarke. Berdasarkan data kunjungan poliklinik ginekologi remaja di beberapa rumah sakit tahun 2004 menunjukkan adanya gangguan siklus menstruasi yang cukup besar. Di RS Dr. Karyadi Semarang tercatat gangguan siklus menstruasi sebesar 22,52%, sedangkan di RS Sanglah Bali tercatat gangguan siklus menstruasi sebesar 20,14%. Gangguan tersebut meliputi irregularitas haid dan amenorea (Said, 2006). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dapat diketahui bahwa dari hasil wawancara terhadap 10 siswi SMK PGRI Karangmalang Sragen, terdapat 7 siswi pernah mengalami gangguan siklus menstruasi dan 3 siswi belum pernah mengalami gangguan siklus menstruasi. Tingkat pengetahuan beberapa siswi tersebut diantaranya 4 siswi dalam kategori cukup dan 6 siswi kategori kurang. Peneliti juga melakukan wawancara terhadap 10 siswi SMK Negeri I Sragen, terdapat 5 siswi pernah mengalami gangguan siklus menstruasi dan 5 siswi belum pernah mengalami gangguan siklus menstruasi dengan tingkat pengetahuan 4 siswi dalam kategori cukup dan 6 siswi dalam kategori kurang. Kebanyakan remaja tidak memiliki pengetahuan yang akurat tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas. Selain itu mereka juga tidak memiliki akses terhadap pelayanan dan informasi kesehatan reproduksi. Informasi biasanya hanya dari teman dan atau media, yang biasanya sering tidak akurat (Widyastuti, dkk, 2009). Dengan pengetahuan yang dimiliki tentang gangguan siklus menstruasi maka gangguan siklus tersebut dapat dihindari dengan menghilangkan penyebabnya dan apabila masih terjadi gangguan siklus menstruasi remaja tahu bagaimana cara penanganannya. Jumlah remaja di Kabupaten Sragen adalah jiwa yang terdiri dari remaja laki-laki jiwa (50,73%) dan remaja perempuan jiwa (49,27%). Jumlah remaja di Kecamatan Karangmalang Kabupaten Sragen adalah jiwa yang meliputi remaja lakilaki jiwa (50,59%) dan remaja perempuan jiwa (49,41%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen, 2010). II. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif (Dantes, 2012). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu penelitian pada beberapa populasi yang diamati pada waktu yang sama (Hidayat, 2011). Dalam penelitian ini populasinya adalah semua siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen yang berjumlah 210 siswi. Dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, ialah pengambilan 56

54 sampel sedemikian rupa sehingga setiap unit dasar (individu) mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagian sampel. Besarnya sampel apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua. Dan apabila subyeknya besar dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih. Dalam penelitian ini diambil sampel 20% dari populasi yang ada berdasarkan kemampuan peneliti dalam segi sarana, waktu dan dana, luas sempitnya wilayah pengamatan penelitian dan besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti jumlah sampel yang digunakan adalah 42 siswi/responden. Instrument yang digunakan yaitu angket atau kuesioner. Uji validitas yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Sedangkan uji reliabilitas dilakukan dengan cronbach s alpha. Skala ordinal yang digunakan peneliti untuk pengukuran variabel, yaitu himpunan yang beranggotakan menurut ranking, urutan (order), pangkat atau jabatan. Dengan menggunakan skala tersebut memungkinkan peneliti untuk mengurutkan responden dari tingkat paling rendah ke tingkat paling tinggi menurut atribut tertentu dengan kategori baik, cukup, kurang (Saryono, 2008). Penilaian dilakukan dengan cara pemberian skor, yaitu setiap jawaban benar mendapat skor 1 (satu), sedangkan jawaban yang salah diberi skor 0 (nol) (Suyanto dan Salamah, 2009). Bentuk pernyataan dalam kuesioner ada dua tipe yaitu pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif jika jawabannya benar maka nilainya adalah 1 (satu), dan apabila jawabannya salah maka nilainya 0 (nol). Pernyataan negatif jika jawabannya salah maka nilainya 1 (satu), dan apabila jawabannya benar maka nilainya 0 (nol) (Suyanto dan Salamah, 2009). Hasil jawaban responden yang telah diberi pembobotan dijumlahkan dan kemudian dipersentasikan. Dalam penelitian ini analisis yang dilakukan adalah analisis univariate, yaitu untuk menggambarkan karakteristik responden yang diteliti atau variabel yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi (Sibagariang, dkk, 2010). Variabel yang di analisis secara univariate dalam penelitian ini adalah variabel pengetahuan yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan remaja tentang gangguan siklus menstruasi. Hasil disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk melihat karakteristik responden dan tingkat pengetahuan responden dengan kiteria baik, cukup, kurang. III. HASIL PENELITIAN Gambaran umum tempat penelitian : Penelitian ini dilaksanakan di SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen yang didirikan pada tanggal 10 November 1938 dan beralamat di jalan Candi Baru, desa Plumbungan, kecamatan Karangmalang, kabupaten Sragen. SMK ini berada diatas tanah seluas m2 dengan batas sebelah utara desa Teguh Jajar, sebelah selatan desa Sungkul, sebelah barat desa Teguhan dan sebelah timur desa Ndedekan. Sebagai sarana penunjang keberhasilan pendidikan tersedia ruang kelas, laboratorium bahasa, laboratorium computer, laboratorium multimedia, perpustakaan, ruang praktek Teknik Komputer Jaringan (TKJ) dan tata boga, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang TU, ruang usaha kesehatan sekolah (UKS), ruang BP/BK, ruang OSIS dan Pramuka, koperasi, ruang ibadah, aula, kantin, toilet, gudang, ruang penjaga sekolah dan unit produksi. SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen yang memiliki beberapa program keahlian yaitu Keuangan, Administrasi, Perkantoran, Tata Boga dan TKJ. SMK ini terdiri dari siswa sebanyak 38 jiwa dan siswi sebanyak 660 jiwa berdasarkan data tahun Dengan tenaga pendidik terdiri dari 48 orang guru dan 14 orang tenaga kependidikan. 57

55 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen, maka didapatkan hasil yang akan peneliti sajikan dalam bentuk narasi dan Gambar. Hasil penelitian ini didasarkan pada data yang telah diperoleh dari data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari responden melalui pembagian dan pengisian kuesioner. Kemudian hasil pengumpulan data melalui kuesioner mengenai tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen dengan subjek penelitian sebanyak 42 responden, diperoleh hasil sebagai berikut: 14,29% 0,00% 85,71% Dari Gambar 2 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan macam-macam gangguan siklus menstruasi dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sejumlah 22 responden (52,38%). 50,00% 4,76% 45,24% Baik Cukup Kurang Gambar 3. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan tanda-tanda gangguan siklus menstruasi. Baik Cukup Kurang Gambar 1. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi. Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sejumlah 36 responden (85,71%). Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan tanda-tanda gangguan siklus menstruasi dari 42 responden paling banyak memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sejumlah 21 responden (50%). 45,24% 2,38% 52,38% Baik Cukup Kurang Gambar 2. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan macam gangguan siklus menstruasi. Gambar 4. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan penyebab gangguan siklus menstruasi. Dari Gambar 4 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang

56 gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan penyebab gangguan siklus menstruasi dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori cukup yaitu sejumlah 22 responden (52,38%). yaitu sejumlah 36 responden (85,71%). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010). 52,38% 23,81% 23,81% Umumnya siklus haid terjadi sekitar 28 hari, meski tidak selalu. Terkadang siklus terjadi setiap 21 hari hingga 35 hari. Namun sebagian perempuan memiliki siklus haid yang tidak normal (Ahira, 2010). Baik Cukup Kurang Gambar 5. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi berdasarkan penanganan gangguan siklus menstruasi. Dari Gambar 5 dapat diketahui bahwa tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen berdasarkan penanganan gangguan siklus menstruasi dari 42 responden mayoritas memiliki pengetahuan dalam kategori kurang yaitu sejumlah 22 responden (52,38%). IV. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka berikut ini akan disajikan pembahasan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen, sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan yaitu berdasarkan macam-macam, tandatanda, penyebab dan penanganan gangguan siklus menstruasi. B e r d a s a r k a n G a m b a r 1 t i n g k a t pengetahuan remaja putri tentang gangguan siklus menstruasi khususnya siswi kelas XI SMK PGRI Karangmalang Kabupaten Sragen dapat diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan cukup Siklus yang normal mempunyai interval waktu hari dan berlangsung 2-7 hari. Rata-rata tampon berisi darah sebanyak 5 ml, dan rata-rata duk berisi 5 sampai 15 ml darah sebelum perlu diganti. Perubahan interval atau lamanya haid penting. Polimenorea (metroragia) adalah perdarahan yang irregular atau terlalu sering (Rayburn, 2001). Secara umum pengetahuan responden tentang gangguan siklus menstruasi sudah cukup baik. Responden memperoleh pengetahuan tentang gangguan siklus menstruasi dari pendidikan di sekolah dan buku-buku membahas tentang gangguan siklus menstruasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yaitu, faktor pendukung yang mempengaruhi pengetahuan seseorang diantaranya pendidikan yang berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya (Mubarak, 2011). Berdasarkan Gambar 2 jawaban responden untuk sebelas pertanyaan tentang macammacam gangguan siklus menstruasi dapat diketahui bahwa sebagian besar mempunyai pengetahuan cukup yaitu sejumlah 22 responden (52,38%). 59

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 2 - Juli 2016

IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 2 - Juli 2016 Pengaruh Perendaman Larutan Tomat (Solanum lycopersicum L.) Terhadap Penurunan Kadar Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) Pada Kerang Darah (Anadara granosa) The Effect of Soaking Solution Tomato (Solanum

Lebih terperinci

Gambaran Pengetahuan Pasien Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien SC(Sectio Caesaria) Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Mei Tahun 2014

Gambaran Pengetahuan Pasien Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien SC(Sectio Caesaria) Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Mei Tahun 2014 Gambaran Pengetahuan Pasien Terhadap Hak dan Kewajiban Pasien SC(Sectio Caesaria) Rawat Inap Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Mei Tahun 2014 (Picture Of Patients Knowledge Of The Rights An Obligations Of

Lebih terperinci

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen

Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen IJMS Indonesian Journal On Medical Science Volume 3 No 2 - Juli 216 Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Primigravida Tentang Persiapan Menghadapi Persalinan Di Puskesmas Kedawung I Kabupaten Sragen (Level Of

Lebih terperinci

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Bebas Pada (Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) Abstract :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta Milenium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. serta Milenium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional serta Milenium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan meluncurkan

Lebih terperinci

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi:

Pada UU No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran khususnya pada pasal 52 juga diatur hak-hak pasien, yang meliputi: Hak dan Kewajiban Pasien Menurut Undang-Undang Menurut Declaration of Lisbon (1981) : The Rights of the Patient disebutkan beberapa hak pasien, diantaranya hak memilih dokter, hak dirawat dokter yang bebas,

Lebih terperinci

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL. SURAT KEPUTUSAN No. : Tentang PANDUAN HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DIREKTUR RS Menimbang : a. Bahwa untuk mengimplementasikan hak pasien dan keluarga di

Lebih terperinci

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM

HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN, PERAWAT, RUMAH SAKIT DASAR HUKUM 1. UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan 2. PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan 3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 647/Menkes/SK/IV/2000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90% diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB, 2013). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA

HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA HUBUNGAN KEINTIMAN KELUARGA DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D3 KEBIDANAN POLTEKKES BHAKTI MULIA ABSTRACT Chusnul Chotimah Dosen Prodi D3 Kebidanan Politeknik Kebidanan Bhakti

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA PENELITIAN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA Sutarmi*, Mardiana Zakir** WHO memperkirakan resiko klematian akibat kehamilan dan persalinandi usia 15 sampai 19 tahun 2 kali

Lebih terperinci

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon

Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Serambi Saintia, Vol. V, No. 1, April 2017 ISSN : 2337-9952 Kesehatan Reproduksi Remaja Putri di SMA Negeri 2 Takengon Maya Maulida Fitri 1, Masyudi 2 1,2) Fakultas Kesehatan Masyarakat USM Email: masyudi29@gmail.com

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN

PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN PANDUAN TENTANG PEMBERIAN INFORMASI HAK DAN TANGGUNG JAWAB PASIEN DI RSUD Dr. M. ZEINPAINAN A Tujuan Sebagai proses pemberian informasi kepada pasien agar pasien memahami hak dan kewajibannya sebagai pasien

Lebih terperinci

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau

mengenai seksualitas membuat para remaja mencari tahu sendiri dari teman atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa peralihan yang terjadi pada remaja melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana remaja menjadi labil

Lebih terperinci

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN

60 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume VII Nomor 1, Januari 2016 ISSN: PENDAHULUAN PENDAHULUAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS Eny Pemilu Kusparlina (Akademi Kebidanan Muhammadiyah Madiun) ABSTRAK Pendahuluan: Angka aborsi di

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SEKSUAL TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP SEKS BEBAS PADA REMAJADI SMK NEGERI 1 BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh: DELYANA 201410104149 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN ABSTRAK

PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN ABSTRAK PERBEDAAN PENGETAHUAN REMAJA SEBELUM DAN SETELAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG ABORSI DI SMPN 1 MULAWARMAN BANJARMASIN 1 AKBID Sari Mulia Banjarmasin 2 STIKES Sari Mulia Banjarmasin *E-mail : Citramustika28@gmail.com

Lebih terperinci

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2)

Dewi Puspitaningrum 1), Siti Istiana 2) P R O S I D I N G ISBN:978-602-8047-99-9 SEMNAS ENTREPRENEURSHIP Juni 2014 Hal:209-217 PERBEDAAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA SEBELUM DAN SESUDAH DILAKUKAN PENYULUHAN TENTANG PENCEGAHAN SEKS BEBAS DI SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP WANITA USIA SUBUR DENGAN PENCEGAHAN KISTA OVARIUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI KOTA JAMBI TAHUN 2014 Sri Mulyati Akademi Keperawatan Prima Jambi Korespondensi penulis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKEM SLEMAN TAHUN 2015

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKEM SLEMAN TAHUN 2015 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN PADA REMAJA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAKEM SLEMAN TAHUN 15 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : Novi Erlina Setyawati 1411417 PROGRAM

Lebih terperinci

Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi di Kota Cimahi

Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi di Kota Cimahi ISBN 978-979-3541-50-1 IRWNS 2015 Hubungan Karakteristik Remaja dengan Pengetahuan Remaja Mengenai Kesehatan Reproduksi di Kota Cimahi Wisdyana SPWP 1, Tri Setiowati 2 1 STIKES A. Yani Cimahi-40533 Indonesia

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016 NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Desi Maritaning Astuti 1610104430 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini.

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini. STUDI DISKRIPTIF TENTANG GAYA PACARAN SISWA SMA KOTA SEMARANG. Asih Nurul Aini Dewi Elliana*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang Korespondensi : elliana_dewi@yahoo.com ABSTRAK Masa remaja adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG

HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG HUBUNGAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) DENGAN SIKAP TERHADAP ABORSI DI KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG Eni Fitrotun Imbarwati*) Dewi Elliana*) *)Akademi kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti mengalami masa-masa remaja. Remaja di definisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja adalah periode perkembangan seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa

BAB I PENDAHULUAN. sehingga memunculkan masalah-masalah sosial (sosiopatik) atau yang biasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini merupakan era globalisasi dimana sering terjadi perdagangan manusia, budaya luar dengan mudahnya masuk dan diadopsi oleh masyarakat sehingga memunculkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seksual yang berisiko di kalangan remaja khususnya remaja yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa hasil penelitian bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin

BAB I PENDAHULUAN. kelompok umur tahun dengan total jiwa, jenis kelamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization remaja merupakan mereka yang berada pada tahap transisi antara anak-anak dan dewasa pada rentang usia 10-19 tahun dan menurut Badan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS PRIMIPARA TENTANG MEMANDIKAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI LULUT BANJARMASIN ABSTRAK

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS PRIMIPARA TENTANG MEMANDIKAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI LULUT BANJARMASIN ABSTRAK Hidayah et al., Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Primipara.. GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS PRIMIPARA TENTANG MEMANDIKAN BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI LULUT BANJARMASIN 1 AKBID Sari Mulia

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Tika Febriyani*, Ahmad Syahlani 1, Agus Muliyawan 2 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin 2 AKBID Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sejatinya adalah harapan semua bangsa, negara-negara yang memiliki remaja yang kuat serta memiliki kecerdasan spiritual,intelektual serta emosional yang kuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PEREMPUAN DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KUA WILAYAH KERJA KECAMATAN PURBOLINGGO

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PEREMPUAN DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KUA WILAYAH KERJA KECAMATAN PURBOLINGGO HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PEREMPUAN DENGAN KEJADIAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KUA WILAYAH KERJA KECAMATAN PURBOLINGGO Andesia Maliana Akademi Kebidanan Gemilang Husada andesia.maliana@yahoo.com

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI Dian Pratitis, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan merupakan masa dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin. Lama hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid

Lebih terperinci

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan

Yusnidar 1*) ABSTRAK. 1. Pendahuluan PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWI KELAS X DAN XI TENTANG KEGIATAN PUSAT INFORMASI KONSELING KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA (PIK-KRR) DI MAN 1 MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2015 Yusnidar 1*) 1 Dosen Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN SUMBER INFORMASI DENGAN UPAYA PENCEGAHAN HIV/AIDS PADA REMAJA KOMUNITAS ANAK JALANAN DI BANJARMASIN TAHUN 2016 Noorhidayah 1, Asrinawaty 2, Perdana 3 1,2,3 Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

GAMBARAN SIKAP PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO

GAMBARAN SIKAP PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO GAMBARAN SIKAP PASIEN TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO Tina Ferawati 1, Sri Sugiarsi 2, Sri Wahyuningsih 3 Mahasiswa APIKES Mitra Husada Karanganyar 1,

Lebih terperinci

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29,

PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA SISWA SMA NEGERI 1 PALU Oleh: Rizal Haryanto 18, Ketut Suarayasa 29, 9 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menilai bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, dan aktivitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014

HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014 HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSEPSI REMAJA PUTRI, DAN PERAN KELUARGA DENGAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) DI SMA NEGERI 8 KOTA JAMBI TAHUN 2014 Herlina 1, *Resli 2 1 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 Menunjukkan AKI yang sangat signifikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AKI (Angka Kematian Ibu) merupakan salah satu indikator yang peka terhadap kualitas dan aksesibilitas fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan Survei Demografi dan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA Oleh M. Kusumastuty 1, O. Cahyaningsih 2, D.M. Sanjaya 3 1 Dosen Prodi D-III Kebidanan STIKES

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENOPAUSE PADA IBU USIA TAHUN DI DESA DUYUNGAN SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN

TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENOPAUSE PADA IBU USIA TAHUN DI DESA DUYUNGAN SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG MENOPAUSE PADA IBU USIA 4-4 TAHUN DI DESA DUYUNGAN SIDOHARJO KABUPATEN SRAGEN Dwi Asihani, Sutrismi Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar Belakang: Data dari Badan Pusat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015.

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP BIDAN DENGAN PELAKSANAAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015 Oleh : Suyanti ABSTRAK Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang

Lebih terperinci

FAKTOR PEMILIHAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA TANPA INDIKASI MEDIS DI RSU BUNDA THAMRIN MEDAN

FAKTOR PEMILIHAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA TANPA INDIKASI MEDIS DI RSU BUNDA THAMRIN MEDAN FAKTOR PEMILIHAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA TANPA INDIKASI MEDIS DI RSU BUNDA THAMRIN MEDAN Intan Salfariani M*, Siti Saidah Nasution** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara **Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu mengalami proses dalam kematangan mental, emosional,

Lebih terperinci

Ria Yulianti Triwahyuningsih Akademi Kebidanan Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat, Indonesia

Ria Yulianti Triwahyuningsih Akademi Kebidanan Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat, Indonesia GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN BERDASARKAN UMUR DAN PARITAS DI RSUD. INDRAMAYU DI RUANG POLI KEBIDANAN PERIODE JANUARI 2016 Ria Yulianti Triwahyuningsih Akademi Kebidanan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 2, Oktober 2014 ISSN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PENELITIAN KONSEP DIRI PADA WANITA PEKERJA SEKSUAL YANG MENGALAMI PENYAKIT MENULAR SEKSUAL Ade Septia Lumban Gaol*, Hernawilly**, Gustop Amatiria ** Penyakit menular seksual (PMS) adalah salah satu penyakit

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian No.169, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Reproduksi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5559) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2014

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN

TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN TINGKAT PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG BENDUNGAN SALURAN ASI DI BPM SUWARNI SIDOHARJO SRAGEN Endang Rusdjianti, Iga Puput Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK Latar Belakang: ASI merupakan makanan terbaik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Pengertian Peran 1.1 Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu

BAB I PENDAHULUAN. goncangan dan stres karena masalah yang dialami terlihat begitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi seseorang dari masa anakanak untuk menuju masa dewasa. Remaja memiliki keunikan dalam tahap pertumbuhan dan perkembangannya yang pesat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

Kata kunci : tingkat pengetahuan hak dan kewajiban pasien atas informasi medis. Kepustakaan : 17 ( )

Kata kunci : tingkat pengetahuan hak dan kewajiban pasien atas informasi medis. Kepustakaan : 17 ( ) TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN ATAS INFORMASI MEDIS PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR Yani 1, Sri Sugiarsi 2, Rohmadi 2 Mahasiswa APIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa disertai dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masa remaja merupakan masa yang membutuhkan perhatian dan perlindungan khusus. 1 Remaja merupakan individu berusia 10-19 tahun yang mengalami transisi dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World Health Organization (WHO) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT DI KEBAYANAN TERSO DESA KANDANGSAPI JENAR

TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT DI KEBAYANAN TERSO DESA KANDANGSAPI JENAR TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR TENTANG PEMERIKSAAN INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT DI KEBAYANAN TERSO DESA KANDANGSAPI JENAR Andriyani Puji Hastuti, Nafiisah Akademi Kebidanan YAPPI Sragen ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja maupun tidak sengaja (Pudiastuti, 2011). Berbagai bentuk. penyimpangan perilaku seksual remaja cenderung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. sengaja maupun tidak sengaja (Pudiastuti, 2011). Berbagai bentuk. penyimpangan perilaku seksual remaja cenderung mengalami 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada wanita remaja usia 14-19 tahun yang merupakan akibat perilaku seksual baik sengaja maupun tidak sengaja (Pudiastuti,

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina

Hospital by laws. Dr.Laura Kristina Hospital by laws Dr.Laura Kristina Definisi Hospital : Rumah sakit By laws : peraturan Institusi Seperangkat peraturan yang dibuat oleh RS (secara sepihak) dan hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan,dapat

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 1, April 2015 ISSN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 PENELITIAN HUBUNGAN PERUBAHAN FISIK USIA REMAJA DENGAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWI KELAS 7 Vivin Sabrina Pasaribu*, El Rahmayati*, Anita Puri* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes Tanjungkarang *Dosen

Lebih terperinci

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017

GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017 GAMBARAN MEDIA INFORMASI, PENGARUH TEMAN, TEMPAT TINGGAL DENGAN PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DI KOTA PALEMBANG TAHUN 2017 Risa Devita* 1, Desi Ulandari 2 1,2 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah,

Lebih terperinci

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN :

Volume 3 No. 1 Maret 2012 ISSN : HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TM III TENTANG PERSIAPAN PERSALINAN DENGAN PROGRAM JAMPERSAL DI BPM SRI HANDAYANI WELAHAN JEPARA Ummi Haniek 1 INTISARI Salah satu di antara beberapa penyebab terlambatnya

Lebih terperinci

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG OPERASI SECTIO CAESAR

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG OPERASI SECTIO CAESAR PENELITAN GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG OPERASI SECTIO CAESAR DI BKIA RUMAH SAKIT WILLIAM BOOTH SURABAYA Ilham*, Eny**, Herliana*** Akademi Keperawatan William Booth Surabaya Abstrak Sebagian

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG ISPA DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Arina Futtuwah An-nisa *, Elvine Ivana Kabuhung 1, Bagus Rahmat Santoso 2 1 Akademi Kebidanan Sari Mulia Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarche sampai menopause. Permasalahan dalam kesehatan reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. menarche sampai menopause. Permasalahan dalam kesehatan reproduksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan perempuan, terutama kesehatan yang berkaitan dengan fungsi reproduksi kini menjadi perhatian dunia. Masalah kesehatan reproduksi tidak hanya menyangkut kehamilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS Rahmadhiana Febrianika *), Bagoes Widjanarko **), Aditya Kusumawati ***) *)Mahasiswa Peminatan PKIP FKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya. (Depkes, 2010) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh : DYAH ANGGRAINI PUSPITASARI SKRIPSI PERBEDAAN PERILAKU PENCARIAN INFORMASI, PENGETAHUAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT ATAS (SLTA) NEGERI DAN SWASTA DI KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal

BAB I PENDAHULUAN. kecanduan narkoba dan ujung ujungnya akan terinfeksi HIV Aids dengan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja Indonesia banyak yang memiliki prestasi tinggi baik itu dari segi akademis maupun non akademis. Sudah banyak pemuda indonesia yang mengharumkan nama indonesia

Lebih terperinci

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN Dwi Wahyu Wulan S, SST., M.Keb Prodi Kebidanan Bangkalan Poltekkes Kemenkes Surabaya dwwulan1@gmail.com ABSTRAK Setiap jam terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini di Indonesia 62 juta remaja sedang tumbuh di tanah air. Artinya satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka adalah calon generasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. melakukan penelitian tentang Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sikap Remaja Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bernama Corah Julianti/105102061 adalah mahasiswa Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa dimana anak sudah meninggalkan masa kanakkanaknya menuju dunia orang dewasa. Literatur mengenai remaja biasanya merujuk pada kurun usia 10-19

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), definisi remaja (adolescence) adalah periode usia antara 10 sampai 19 tahun. Sementara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan pesat baik fisik, psikologis maupun intelektual. Pola karakteristik pesatnya tumbuh kembang ini

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA DENGAN UPAYA MEMPERSIAPKAN MASA PUBERTAS PADA ANAK Agnes Candra Dewi, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

Kata kunci : pengetahuan, sikap ibu hamil, pemilihan penolong persalinan.

Kata kunci : pengetahuan, sikap ibu hamil, pemilihan penolong persalinan. HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER III TENTANG PEMILIHAN PENOLONG PERSALINAN DI PUSKESMAS BERUNTUNG RAYA BANJARMASIN Ika Mardiatul Ulfa 1, Hariadi Widodo 2, Siti Zulaiha 2 1 AKBID Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi dokter merupakan profesi yang mempunyai tujuan mulia bagi masyarakat, karena tujuan dasar ilmu kedokteran adalah meringankan sakit, penderitaan fisik, psikis,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 6 SURAKARTA Febry Heldayasari Prabandari *, Tri Budi Rahayu Program Studi D3 Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

KAJIAN PELAKSANAAN REKAM MEDIS GIGI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KOTA PONTIANAK

KAJIAN PELAKSANAAN REKAM MEDIS GIGI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KOTA PONTIANAK KAJIAN PELAKSANAAN REKAM MEDIS GIGI RAWAT JALAN DI PUSKESMAS KOTA PONTIANAK Sri Rezki Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Pontianak ABSTRAK Latar Belakang: Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan

Lebih terperinci

KEPUASAN IBU HAMIL TERHADAP PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN

KEPUASAN IBU HAMIL TERHADAP PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN KEPUASAN IBU HAMIL TERHADAP PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) OLEH BIDAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGORESAN Winarni Dosen STIKES Aisyiyah Surakarta Prodi D III Kebidanan Latar belakang ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Casmini (2004) istilah adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah (2008), remaja adalah

Lebih terperinci