BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan percepts itu untuk mengenali dunia (Atkinson, 2005 : 276).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan percepts itu untuk mengenali dunia (Atkinson, 2005 : 276)."

Transkripsi

1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Persepsi 1. Definisi Persepsi Persepsi adalah penelitian bagaimana kita mengintegrasikan sensasi ke dalam percepts (hasil dari proses perceptual) objek, dan bagaimana kita selanjutnya menggunakan percepts itu untuk mengenali dunia (Atkinson, 2005 : 276). Persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, member, serta meraba (kerja indra) di sekitar kita. Wiliam James mengatakan, persepsi adalah suatu pengalaman yang terbentuk berupa data-data yang didapat melalui indra, hasil pengolahan otak dan ingatan (Widayatun, 1999 : 110). 2. Proses Terjadinya Persepsi Pertama terjadinya persepsi adalah karena adanya obyek/stimulus yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indra (obyek tersebut menjadi perhatian panca indra), kemudian stimulus/ obyek perhatian tadi dibawa ke otak. Dari otak terjadi adanya jawaban (response) adanya stimulus, berupa kesan atau response dibalikkan ke indra kembali berupa Tanggapan atau persepsi atau hasil kerja indra berupa pengalaman hasil pengolahan otak. Proses terjadinya persepsi ini perlu fenomena, dan yang terpenting fenomena dari persepsi ini adalah perhatian. Persepsi bisa terjadi dengan sendirinya. Setiap manusia dalam persepsi selalu berbeda. Ada 4 hal yang sangat berpengaruh terhadap persepsi yaitu persepsi dalam belajar yang berbeda, kesiapan mental, kebutuhan dan motivasi, dan persepsi gaya berpikir yang berbeda (Widayatun, 1999) 6

2 Konsep Perilaku dan Perubahan Perilaku 1. Definisi Perilaku Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Aktivitas tersebut ada yang dapat diamati secara langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organism terhadap lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari (Kholid, 2012 : 17). Skiner (1938) dalam Notoadmojo (2005) mendefinisikan bahwa perilaku sebagai respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia terjadi melalui proses: respons, sehingga teori ini disebut dengan teori Organisme Stimulus S-O-R. Selanjutnya, teori skinner menjelaskan ada dua jenis respons yaitu : a. Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut dengan elicting stimuli, karena menimbulkan reaksi-reaksi yang relative tetap. b. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Berdasarkan beberapa teori di atas, dapat diuraikan bahwa perilaku adalah keseluruhan (totalitas) keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan eksternal (Kholid, 2012)

3 8 2. Pengelompokkan Perilaku. Berdasarkan teori SOR tersebut, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi: a. Perilaku tertutup (covert behavior): Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih belum dapat diamati oleh orang lain (dari luar) secara jelas. b. Perilaku terbuka (Overt behavior): Perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati oleh orang dari luar atau observable behavior. Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organism atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk dua macam, yakni: a. Bentuk pasif, adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. b. Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap adalah merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih bersifat terselubung dan disebut covert behavior. Sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respons terhadap stimulus (practice) adalah merupakan overt behavior (Kholid, 2012 : 18-19). 3. Dasar- dasar perubahan perilaku Istilah dan pengertian dalam kehidupan sehari hari adalah sedemikian umumnya, sehingga hampir tidak ada segi kehidupan yang tidak berkaitan dengan masalah

4 9 perilaku. Ada variasi yang sangat luas antara beberapa pakar yang berupaya mengenali dan menghimpun bahan-bahannya untuk membentuk apa yang biasa disebut sebagai ilmu perilaku. Namun teori-teori itu kemudian berkembang untuk menjelaskan bagaimana unsure-unsur perilaku tadi berproses dan berubah menuju ke perilaku hidup yang mendukung cara hidup sehat (Budioro,2001) (Kholid, 2012 : 22). Menurut Notoatmojo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan juga diperoleh dari pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain terpenting bagi terbentuknya tindakan seseorang (Kholid, 2012 : 23). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. (overt behaviour) (Notoatmodjo,2007 : 139). Perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan (Sunaryo, 2004). Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan perilaku setiap hari,

5 10 sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang (Kholid, 2012 : 23). Sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tampak. Azwar (1995) menyatakan sikap merupakan kesiapan untuk berreaksinya terhadap suatu objek dengan cara tertentu, bentuk reaksinya dengan positif dan negative sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati dan menghindari situasi, benda, orang, kelompok, dan kebijaksanaan social (Atkinson dkk,1993) dalam Azwar (1995) menyatakan bahwa sekalipun diasumsikan bahwa sikap merupakan predisposisi evaluasi yang banyak menentukan cara individu bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan sering kali jauh berbeda. Hal ini karena tindakan nyata ditentukan tidak hanya oleh sikap, akan tetapi oleh berbagai factor eksternal lainnya. Sikap tidaklah sama dengan perilaku, dan perilaku tidaklah selalu mencerminkan sikap seseorang, sebab sering kali terjadi bahwa seseorang memperlihatkan tindakan yang bertentangan dengan sikapnya. Sikap seseorang dapat berubah dengan diperolehnya tambahan informasi tentang objek tertentu, melalui persuasi serta tekanan dari kelompok sosialnya (Sarwono, 1993) (Kholid, 2012 : 23-24). Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus social. Newcomb, salah seorang ahli psikologis social, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,

6 11 dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan presdiposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,2007 : ). Perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respons (Skinner, dalam Notoatmojo 2005). Perilaku tersebut dibagi lagi dalam tida domain yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor dan tindakan (keterampilan). Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat terjadi melalui proses belajar. Belajar diartikan sebagai proses perubahan perilaku yang didasari perilaku terdahulu. Dalam proses belajar ada tiga unsure pokok yang saling berkaitan, yaitu masukan (input), proses, dan keluaran (output) (Notoatmojo, 2003) Individu atau masyarakat dapat mengubah perilakunya bila dipahami faktor-faktor yang berpengaruh terhadap berlangsungnya dan berubahnya perilaku tersebut (Kholid,2012 : 24). Dari uraian perubahan perilaku diatas, hal yang sangat mendasari proses perubahan tersebut adalah pengetahuan dari seseorang tersebut, berikut merupakan proses tingkat dan cara mendapatkan pengetahuan : 1. Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan yaitu: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsang yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.

7 12 b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Orang telah paham terhadap objek atau materi yang harus dapat dijelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. c. Aplikasi (Aplication) Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya ialah dapat menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang telah diberikan. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain. Kempuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggunakan dan menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Menentukan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun suatu formasi-formasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteris yang telah ada.

8 13 2. Cara-cara memperoleh pengetahuan Dari berbagai macam cara yang telah digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Cara tradisional atau nonalamiah Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh kebenaran pengetahuan, sebelum ditemukannya metode ilmiah atau metode penemuan secara sistemik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini antara lain: 1) Cara coba salah (trial and error) Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradabab. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, maka akan dicoba dengan kemungkinan yang lain. 2) Cara kekuasaan atau otoritas Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai aktivitas tanpa terlebih dulu menguji atau membuktikan kebenaran, bak berdasarkan fakta empiris ataupun berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat tersebut menganggap bahwa apa yang dikemukakannya adalah benar. 3) Berdasarkan pengalaman pribadi Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan pada masa lalu. Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat,menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dari pengalaman dengan benar diperlukan berpikir kritis dan logis.

9 14 4) Melalui jalan pikiran Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah menggunakan jalan pikirannya, baik melalui induksi maupun deduksi. Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan itu melalui pernyataan-pernyataan khusus pada umum. Deduksi adalah proses pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum ke khusus. b. Cara Modern atau Ilmiah Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada saat ini lebih sistematik, logis, dan ilmiah. Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung dan membuat pencatatan-pencatatan terhadap semua fakta sehubungan dengan objek penelitiannya. 3. Pengetahuan Sebagai Determinan Terhadap Perubahan Perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai factor. Pada realitasnya sulit dibedakan dalam menentukan perilaku karena dipengaruhi oleh factor lainnya, yaitu antara lain factor pengalaman, keyakinan, sarana fisik, sosiobudaya masyarakat, dan sebagainya sehingga proses terbentuknya pengetahuan dan perilaku ini dapat dipahami seperti yang dikemukakan sesuai teori Green Lawrence (1980), secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni factor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non-behaviour causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga faktor: a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

10 15 b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku seseorang yang bersangkutan. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan perilaku seseoarang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari seseorang. Disamping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dari memperkuat terbentuknya pengetahuan dan perilaku (Kholid, 2012 : 28) Perilaku Kesehatan 1. Definisi Perilaku Kesehatan Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelyanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (A.Kholid, 2012 : 29) 2. Klasifikasi Perilaku Kesehatan 1). Perilaku pemeliharaan kesehatan Perilaku tentang bagaimana seseorang menanggapi rasa sakit dan penyakit yang bersifat respons internal (berasal dari dalam dirinya) maupun eksternal (dari luar dirinya), baik respons pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap), maupun aktif (praktik) yang dilakukan sehubungan dengan sakit dan penyakit (Sunaryo, 2004).

11 16 Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit (A.Kholid,2012 : 29). Perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek antara lain: a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan disini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relative, maka orang yang sehat pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin. c. Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman (A.Kholid, 2012 : 29). 2) Perilaku pecarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencairan pengobatan. Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan/atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri sampai mencari pengobatan ke luar negeri (Kholid, 2012 : 30). 3) Perilaku kesehatan lingkungan Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimna seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya. Dengan demikian, lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya sendiri, keluarga, dan masyarakatnya (Kholid, 2012 : 30).

12 17 Menurut Becker (1979) Sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (1997) bahwa klasifikasi perilaku kesehatan adalah : 1. Perilaku kesehatan (health behavior) yaitu perilaku individu yang ada kaitannya dengan promosi kesehatan, pencegahan, kebersihan diri, memilih makanan, dan sanitasi (Sunaryo, 2004:18). Perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini mencakup antara lain: a. Makan dengan menu seimbang b. Olahraga teratur c. Tidak merokok d. Tidak minum-minuman keras dan narkoba e. Mengendalikan stress f. Perilaku atau gaya hidup yang positif bagi kesehatan (Kholid, 2012:31). 2. Perilaku sakit ( illness behavior), yaitu semua aktivitas yang dilakukan oleh individu yang merasa sakit untuk mengenal keadaan kesehatan atau rasa sakitnya, pengetahuan dan kemampuan individu untuk mengenal penyakit, pengetahuan dan kemampuan individu tentang penyebab penyakit, dan usahausaha untuk mencegah penyakit (Sunaryo, 2004 : 18). Perilaku sakit mencakup respons seseorang tehadap sakit dan penyakit, persepsinya tehadap sakit, pengetahuan tentang: penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit, dan sebagainya (Kholid, 2012 : 32). 3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior). Dari segi sosiologi, orang sakit mempunyai peran, yang mencakup hak-hak orang sakit dan kewajiban sebagai orang sakit. Hak dan kewajiban ini harus

13 18 diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarganya, yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit. Perilaku ini meliputi: a. Tindakan untuk memperoleh kesembuhan. b. Mengenal fasilitas pelayanan penyembuhan penyakit yang layak. c. Mengetahui hak dan kewajiban orang sakit (Kholid, 2012 : 32) Kanker Serviks 1. Definisi Karsinoma serviks merupakan kelainan neoplasma gana yang berasal dari perubahan metaplasia dan displasia dari epitel serviks uteri. Neoplasma ini pada umumnya timbul di daerah perbatasan antara ektoserviks (porsio) dan endoserviks (kanalis servikalis) (Nindya, 2009 : 34). Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi perempuan yang merupakan pintu masuk kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (organ V). Kanker ini biasa terjadi pada perempuan berumur diatas 45 tahun, tetapi beberapa data menemukan kasus ini juga dialami perempuan yang berumur tahun (kalyanamitra, 2012). Kanker leher rahim atau yang disebut juga sebagai kanker serviks merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh HPV atau Human Papilloma Virus onkogenik, mempunyai persentase yang cukup tinggi dalam menyebabkan kanker serviks, yaitu sekitar 99,7% (Tilong, 2012 : 12). 2. Etiologi Kanker Serviks Penyebab utama timbulnya kanker serviks adalah infeksi HPV risiko tinggi atau HPV onkogenik yaitu HPV yang mengandung protein yang menyababkan

14 19 terjadinya kanker (onkoprotein). Telah diidentifikasi sebanyak 20 tipe yang menjadi penyebab kanker serviks, tetapi paling banyak (70%) kankr serviks disebabkan tipe 16 dan 18. Virus Human Papilloma (HPV) adalah kelompok virus yang terdiri dari 150 jenis virus yang dapat menginfeksi sel-sel pada permukaan kulit. Ada 30 hingga 40 jenis HPV yang menyababkan penyakit kelamin. Beberapa jenis HPV menyebabkan kulit pada kelamin. Jenis lain menyebabkan kanker serviks jenis HPV ( 16, 18, 31, 33, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, dan 69) yang menyebabkan kanker disebut HPV risiko tinggi yang ditularkan melalui sex. Tipe yang paling bahaya adalah jenis HPV 16 dan 18 yang menyebabkan 70% penyakit kanker serviks. Sedangkan HPV yang tidak menyababkan kanker disebut HPV risiko rendah ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui hubungan seksual (kulit ke kulit) seperti vaginal, anal, ataupun oral. Penularan HPV pada umumnya melalui hubungan seksual (90%), dan 10% penularan terjadi non hubungan seksual. Hubungan sex yang tidak aman, terutama pada usia muda, membuat infeksi HPV lebih memungkinkan. Selain itu perempuan yang memiliki banyak pasangan seks (atau yang berhubungan seks dengan laki-laki yang telah memiliki banyak mitra) memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan HPV. Banyak perempuan mungkin memiliki HPV dari berbagai tipe, tapi sangat sedikit (2%) dari perempuan ini akan menderita kanker serviks. Sistem kekebalan tubuh berperan besar untuk melawan virus HPV dan infeksi dapat hilang tanpa pengobatan. Tetapi ada beberapa perempuan, infeksi virus tetap berlangsung dan

15 20 dapat menyebabkan kanker serviks. HPV terutama ditemukan pada perempuan usia muda. Kondom kurang membantu melindungi terhadap HPV sekalipun digunakan dengan benar. Tapi HPV masih dapat ditularkan satu orang ke orang lain dengan cara kontak kulit-ke-kulit yang terinfeksi HPV dan daerah tubuh yang tidak tertutup oleh kondom (Nurwijaya, 2010 : 27-29). 3. Manifestasi Kanker Serviks Pada fase pra kanker serviks, sering penderita tidak mengalami gejala atau tanda yang khas. Namun sering ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: a) Keluar cairan encer dari vagina (keputihan). b) Perdarahan setelah senggama yang kemudian dapat berlanjut menjadi perdarahan yang abnormal. c) Timbulnya perdarahan setelah masa menopause. d) Pada fase invasive dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau, dan dapat bercampur darah. e) Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis. f) Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya. g) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rectum) terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal atau timbul gejalagejala akibat metastasis jauh (Aminati, 2013 : 71-72).

16 21 Sel-sel tidak normal berkembang menjadi kanker serviks, maka muncul gejala sebagai berikut: a) Pedarahan pada vagina dan tidak normal. Hal ini dapat ditandai dengan perdarahan di antara periode menstruasi yang regular, periode menstruasi yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, perdarahan setelah hubungan seksual atau pemeriksaan panggul. b) Rasa sakit saat berhubungan seksual. c) Jika kanker berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala-gejala seperti berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul, punggung dan tungkai, keluar air kemih dan tinja dari vagina, patah tulang (Aminati, 2013:74-75). Kanker leher rahim pada stadium dini sering tidak menunjukkan gejala atau tanda tanda yang khas. Boleh jadi tidak ada gejala sama sekali atau dapat juga keluar keputihan, sampai perdarahan sesudah senggama. Kanker leher rahim yang telah lanjut sering memberikan gejala: a) Perdarahan sesudah senggama. b) Keluar keputihan atau cairan encer dari vagina. c) Perdarahan saat menopause. d) Pada tahap lanjut dapat keluar cairan kekuning-kuningan berbau dan dapat bercampur darah (BKKBN, 2008). 4. Klasifikasi Klinis Kanker Serviks Sistem yang umumnya digunakan untuk pembagian stadium kanker serviks adalah sistem yang diperkenalkan oleh International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Pada sistem ini, angka romawi 0 sampai IV

17 22 menggambarkan stadium kanker. Semakin besar angkanya maka kanker semakin serius dan dalam tahap lanjut. 1. Stadium 0, Stadium ini disebut juga carcinoma in situ (CIS). Tumor masih dangkal, hanya tumbuh di lapisan serviks. 2. Stadium I, Kanker telah tumbuh dalam serviks, namun belum menyebar kemanapun. Stadium I dibagi menjadi: a. Stadium IA1, tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop. Kedalamanya kurang dari 3 mm dan besarnya kurang dari 3mm dan besarnya kurang dari 7mm. b. Stadium IA2, tidak dapat melihat kanker tanpa mikroskop. Kedalamannya 3-5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm. c. Stadium IB1, dapat melihat kanker dengan mata telanjang. Ukuran tidak lebih besar dari 4 cm. d. Stadium IB2, dapat melihat kanker dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 4 cm. 3. Stadium II, Kanker berada di bagian dekat serviks tapi bukan di luar panggul. Stadium II dibagi menjadi: a. Stadium IIA, kanker meluas sampai ke atas vagina, tapi belum menyebar ke jaringan yang lebih dalam dari vagina. b. Stadium IIB, kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum sampai ke dinding panggul. 4. Stadium III, kanker telah menyebar ke jaringan lunak sekitar vagina dan serviks sepanjang dinding panggul. Mungkin dapat menghambat aliran urin ke kandung kemih.

18 23 5. Stadium IV, pada stadium ini, kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh, seperti kandung kemih, rectum, atau paru-paru. Stadium IV dibagi menjadi: a. Stadium IVA, kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih dan rectum. b. Stadium IVB, kanker telah menyebar ke organ yang lebih jauh, seperti paru-paru (Aminati, 2013 : 64-65) 5. Pencegahan Kanker Serviks Kanker serviks dapat dicegah. Tahap awal kanker serviks dan kondisi pra-kanker serviks hampir 100% dapat disembuhkan. Bentuk yang paling umum kanker serviks dimulai dengan perubahan dalam sel-sel serviks. Jika perubahannya ini dideteksi cukup dini, pengobatan dapat mulai segera untuk mencegah kanker serviks berkembang. Ada dua pencegahan, pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer adalah pencegahan faktor penyebab kanker serviks yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV baik dengan cara menghindari faktorfaktor yang menyebabkan infeksi HPV dan melakukan vaksin HPV (Nurwijaya, 2010 : 72). 1. Pencegahan Primer Pencegahan primer adalah sebuah pencegahan awal kanker yang utama. Hal ini untuk menghindari factor resiko yang dapat dikontrol. Cara-cara pencegahan primer adalah sebagai berikut: a) Tundalah hubungan seksual sampai usia diatas remaja. b) Batasi jumlah pasangan. c) Menolak berhubungan seksual dengan yang mempunyai banyak pasangan. d) Menolak berhubungan seksual dengan orang yang terinfeksi genital warts. e) Hubungan seksual yang aman. Kondom tidak memproteksi infeksi HPV. f) Jika anda menolak maka hentikan merokok.

19 24 2. Pencegahan Sekunder Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan cara uji pap smear dengan teratur (Aminati, 2013 : 109). Ada beberapa hal yang bias diubah dan beberapa hal lagi yang tidak bias diubah dalam hal risiko Kanker Leher Rahim. Hal yang tidak bias diubah seperti jenis kelamin (perempuan) dan usia (31 hingga 60 tahun). Namun hal yang bias diubah seperti gaya hidup. Beberapa tips di bawah ini bias memperkecil risiko terkena kanker leher rahim: 1. Hindari hubungan seksual pada usia muda/remaja 2. Hanya melakukan hubungan seksual secara sehat (Pasangan tetap). 3. Pertimbangkan penggunaan kondom jika hubungan berisiko. 4. Segera berhenti kebiasaan menggunakan tembakau/ merokok. 5. Segera berhenti kebiasaan menggunakan tembakau/ merokok. 6. Diet yang mengandung cukup asam folat, beta karoten dan vitamin C. 7. Untuk deteksi dini kanker serviks bias dilakukan dengan pemeriksaan papsmear secara berkala (sekali setahun). Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang mudah dan relatif murah dengan cara mengambil lender serviks, kemudian doperiksa oleh dokter ahli patologi (Tapan, 2005). 6. Faktor Lain Yang Meningkatkan Risiko Terjadinya Kanker Serviks. 1. Merokok. Perempuan yang merokok dua kali kemungkinan terkena kanker serviks dari pada yang tidak merokok. Merokok sumber banyak bahan kimia beracun yang menyebabkan kanker ke paru-paru. Zat berbahaya ini dibawa dalam aliran darah keseluruh tubuh ke organ lain juga. Dalam suatu penelitian ditemukan zat tembakau dalam lender serviks wanita yang merokok.

20 25 2. Infeksi HIV. HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus penyebab AIDS. Virus ini tidak sama dengan HPV. Ini juga bisa menjadi factor risiko kanker serviks. Setelah terkena infeksi HIV dan menderita penyakit AIDS, membuat sistem kekebalan tubuh wanita kurang mampu melawan infeksi HPV dan kanker dini. 3. Infeksi Chlamydia dan herpes simplex tipe 2 (keduanya adalah jenis penyakit kelamin yang menular). Klamidia adalah jenis bakteri yang dapat menginfeksi organ seks perempuan. Penyebaran berlangsung ketika berhubungan seks. Seorang wanita mungkin tidak tahu bahwa dia terinfeksi atau tidak sama sekali kecuali jika ia melakukan uji klamidia ketika melakukan uji panggul. Beberapa studi menunjukkan bahwa perempuan yang pernah terinfeksi ataupun sedang terinfeksi klamidia saat ini berisiko tinggi terkena kanker serviks. Infeksi jangka panjang dapat menyebabkan masalah serius lainnya. 4. Berpenghasilan rendah. Perempuan miskin berisiko tinggi terkena kanker serviks. Asupan gizi dan nutrisi yang tidak memadai hingga kekebalan tubuhnya lemah melawan virus. Juga karena merekan tidak mampu membayar perawatan kesehatan yang baik, seperti Pap Smear secara teratur. 5. DES (dietilstilbestrol). DES adalah obat hormone yang digunakan antara tahun 1940 dan 1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran. Anak-anak perempuan yang mengkonsumsi obat ini ketika mereka hamil memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker vagina dan serviks (Aminati, 2013 : 29-30).

21 Deteksi Dini Pap Smear 1. Konsep Pemeriksaan Ginekologi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan ginekologi: 1. Dalam melakukan pemeriksaan secara etik harus di dampingi Pada gadis masih perawan Ibunya ikut serta dalam proses pemeriksaan. Menghindari pemeriksaan dalam apalagi dengan spekulum.pemeriksaan speculum, dapat dilakukan dengan speculum hidung (yang kecil) Dapat dilakukan dengan narkosa. 2. Keluhan utama yang menyebabkan datang memeriksakan diri. a) Perdarahan. b) Keputihan. c) Ingin mempunyai anak. d) Terdapat benjolan di daerah abdomen. e) Terlambat datang bulan. f) Nyeri. g) Keinginan untuk memeriksakan diri dengan tujuan ingin memeriksakan KB yang sedang dipakai dan ingin melakukan pemeriksaan Pap smear. 3. Syarat ruangan pemeriksaan ginekologi a) Ruangan tertutup dengan penerangan yang cukup. b) Seorang pembantu tenaga medis wanita yang menuntun persiapan pemeriksaan. c) Peralatan yang terbatas, tetapi memenuhi segala keperluan pemeriksaan. d) Sedapat mungkin terdapat toilet.

22 27 4. Anamnesa Tujuan : Melakukan penggalian tentang keluhan utama yang berkaitan dengan penyakit lainnya, seperti : hubungan dengan sejarah pengalaman obstetric, ginekologi, dan menstruasi. Anamnesa tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Penyakit terdahulu seperti penyakit terdahulu yang pernah di derita, operasi yang pernah dijalani, keberhasilan pengobatan b. Penyakit ginekologi seperti penyakit apa saja yang pernah diderita, apakah pernah ada operasi ginekologi, bagaimana keberhasilan pengobatannya, apakah mempunyai keterangan tentang penyakit. c. Riwayat obstetrik seperti apakah pernah hamil, melahirkan, dan berapa banyak jumlah anak, bagaimna keadaan sesudah hamil, apakah memakai metode KB, metode apa, berapa lama dan apakah terjadi penyulit. d. Riwayat menstruasi seperti umur menarch, siklus menstruasi (Manuaba, 2001). 2. Definisi Pap Smear Pemeriksaan pap smear adalah salah cara pemeriksaan sel leher rahim yang dapat mengetahui perubahan perkembangan sel leher rahim, sampai mengarah pada pertumbuhan sel kanker (Yatim, 2008). Pap Smear atau uji Pap adalah pemeriksaan sitologi serviks, diperkenalkan pada tahun 1974 yang terbukti menurunkan insidens dan frekuensi mortalitas kanker serviks dari menjadi kasus tiap tahun. Sistem Bathesda di gunakan paling sering untuk mengelompokkan hasil Pap smear. Serviks divisualisasi dan spatula kayu digunakan untuk mengerok bagian ektoserviks. Sel ini dipulaskan pada kaca slide.

23 28 Cytobrush dimasukkan ke tulang serviks lalu dirotasikan. Sel-sel endoserviks yang didapat, dipulas tipis ke atas slide dan diberikan fiksasi (Morgan, 2009). 3. Manfaat Pap Smear Manfaat Pap Smear secara rinci dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Diagnosis dini keganasan Pap Smear berguna dalam mendeteksi dini kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium. b. Perawatan ikutan dari keganasan Pap Smear berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapat kemoterapi dan radiasi. c. Interpretasi hormonal perempuan Pap Smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkunan keguguran pada hamil muda. d. Menentukan proses peradangan Pap Smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi bakteri dan jamur (Manuaba, 2001) 4. Perempuan yang perlu melakukan Pap Smear. Rekomendasi terbaru dari American Collage of Obstetricions and gynecologist adalah melakukan pemeriksaan pelvis dan penapisan pulasan pap smear setiap tahun bagi semua perempuan yang telah aktif secara seksual atau telah berumur 21 tahun. Setelah tiga kali atau lebih secara berturut-turut hasil pemeriksaan tahunan ternyata normal, uji pap dapat dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas kebijakan dokter ( Price, 2006).

24 29 Menurut The American Cancer Society 2013, pap smear untuk saat ini direkomendasikan untuk usia 21 tahun sampai 65 tahun dan metode deteksi dini yang saat ini disukai perempuan usia tahun adalah vaksinasi HPV dan pemeriksaan pap smear. Pemeriksaan dilakukan setiap 1 tahun (peralatan pap smear konvensional), bila 3 kali berturut-turut hasil normal pemeriksaan dapat dilakukan dengan 3 tahun sekali (The American Cancer Society, 2013) Menurut informasi yang diperoleh, kaum yang perlu melakukan Pap Test ini adalah : a. Perempuan yang menikah dibawah 20 tahun., b. Perempuan yang telah menikah dan berusia 30 tahun atau lebih, c. Perempuan yang telah melahirkan lebih dari 3 kali, d. Perempuan yang belum bias menghentikan kebiasaan merokok termasuk jika pasangannya juga perokok. e. Peserta KB yang sudah lebih dari 5 tahun (terutama dengan kontrasepsi hormonal atau IUD ) f. Mereka yang mengalami senggama perdarahan setiap kali melakukan senggama atau mengalami keputihan kronis (Tapan, 2005). Pap Smear ini dapat dilakukan pada: a. Semua perempuan usia 18 tahun atau telah melakukan hubungan seksual. b. Bila telah tiga kali pap smear dan hasilnya normal maka pemeriksaan akan lebh jarang. c. Perempuan yang telah dilakukan pengangkatan rahim. d. Perempuan yang monepause masih dibutuhkan pemeriksaan uji pap (Aminati, 2013 : 109).

25 30 5. Persiapan Pemeriksaan Pap Smear Untuk memperoleh hasil optimal, seorang perempuan yang akan melakukan pemeriksaan pap s smear tentu harus melakukan persiapan dengan baik dan benar. Beberapa hal yang dianjurkan sebelum melakukan Pap s Smear adalah: a. Tidak melakukan hubungan intim, minimal 3 hari sebelum tes. b. Tidak sedang menggunakan obat minum (oral) atau pervagina dalam jangka waktu minimal 3hari sebelumnya. c. Pil KB tidak perlu diberhentikan. Tetapi perlu diberitahu kepada dokter/ para medis yang akan melakukan pemeriksaan. d. Tidak dalam keadaan atau sedang haid/ menstruasi (Tapan, 2005). e. Penatalaksanaan Pa Smear Sebelum membuat jadwal untuk Pap smear, berikan konseling kepada pasien. a. Pertengahan siklus menstruasi adalah waktu terbaik untuk Pap smear. b. Pasien tidak diperbolehkan melakukan hubungan seksual selama 24 jam sebelum uji lakukan. c. Pasien harus menahan diri menggunakan krim vagina, supositoria, dan mencuci area vagina selama 1-2 hari. d. Bila terjadi infeksi vagina atau terjangkit HVS, sebaiknya Pap smear ditunda sampai masalah tersebut teratasi. e. Pasien harus menunggu sedikitnya 4-6 minggu setelah abortus yang mengancam, abortus elektif, atau perlahiran. Kadang proses pemyembuhan serviks dapat menyebabkan hasil sel squamosa kembali abnormal (Morgan, 2009)

26 31 Menurut Manuaba (2001), prosedur pemeriksaan Pap Smear adalah: a. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi spekulum bivalve (cocor bebek), spatula Ayre, kaca objek yang telah diberi label atau tanda, dan alkohol 95%. b. Pasien berbaring dengan posisi litotomi. c. Pasang spekulum sehingga tampak jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks uterus, dan kanalis servikalis. d. Periksa serviks apakah normal atau tidak. e. Spatula dengan ujung pendek dimasukkan ke dalam endoserviks, dimulai dari arah jam 12 dan diputar 360 searah jarum jam. f. Sediaan yang telah didapat, dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda dengan membentuk sudut 45 satu kali usapan. g. Celupkan kaca objek ke dalam larutan alkohol 95% selama 10 menit. h. Kemudian sediaan dimasukkan ke dalam wadah transpor dan dikirim ke ahli patologi anatomi (Manuaba, 2001). 7. Hasil Pap Smear. Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap Smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma (CIN), dan sistem Bethesda. Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas (Saviano, 1993), yaitu: a. Kelas I : tidak ada sel abnormal. b. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan.

27 32 c. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang. d. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat. e. Kelas V : keganasan. Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat (Tierner & Whooley, 2002). Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap Semar terdiri dari (Feig, 2001): a. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium. b. CIN II merupakan displasia sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium. c. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium. Klasifikasi Bethesda pertama kali diperkenalkan pada tahun Setelah melalui beberapa kali pembaharuan, maka saat ini digunakan klasifikasi Bethesda Klasifikasi Bethesda 2001 adalah sebagai berikut (Marquardt, 2002): 1. Sel skua mosa a. Atypical Squamous Cells Undetermined Significance (ASC-US) b. Low Grade Squamous Intraepithelial Lesion (LSIL) c. High Grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) d. Squamous Cells Carcinoma 2. Sel glandular a. Atypical Endocervical Cells b. Atypical Endometrial Cells c. Atypical Glandular Cells

28 33 d. Adenokarsinoma Endoservikal In situ e. Adenokarsinoma Endoserviks f. Adenokarsinoma Endometrium g. Adenokarsinoma Ekstrauterin h. Adenokarsinoma yang tidak dapat ditentukan asalnya (NOS) Teori Perilaku yang Aplikatif dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan a.teori Precede-Proceed (Lawrence W. Green) Model Precede-Proceed menyediakan struktur yang komprehensif untuk menilai kesehatan dan kualitas hidup dan kebutuhan yang merancang, melaksankan, dan mengevaluasi promosi kesehatan dan program kesehatan publik lainnya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. PRECEDE (Predisposing, Reinforcing, dan Enabling Constructs dalam Educational Diagnosis dan Evaluation) menguraikan proses perencanaan diagnostik untuk membantu dalam pengembangan sasaran dan fokus program kesehatan masyarakat. PROCEED (Policy, Regulatory, dan Construcs, Organizational dalam Educational dan Environmental, Development) memandu pelaksanaan dan evaluasi program yang dirancang menggunakan PRECEDE. PRECEDE terdiri dari lima langkah atau fase. Tahap pertama, melibatkan penentuan kualitas hidup atau masalah social dan kebutuhan masyarakat tertentu. Tahap kedua, terdiri dri mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesehatan dari masalah dan kebutuhan. Tahap ketiga, melibatkan analisis faktor-faktor penentu perilaku dan linhkungan dari gangguan kesehatan. Pada tahap keempat, factor-

29 34 faktor yang mempengaruhi untuk, memperkuat, dan memungkinkan perilaku dan gaya hidup di identifikasi. Tahap kelima, melibatkan dan memastikan promosi kesehatan, kesehatan pendidikan dan/ atau kebijakan yang berhubungan dengan intervensi terbaik akan cocok untuk mendorong perubahan yang diinginkan dalam perilaku dan lingkungan mereka. PROCEED terdiri dari empat tahap tambahan. Pada tahap keenam, intervensi diidentifikasi dalam tahap lima dilaksanakan. Tahap ketujuh, memerlukan evaluasi proses intervensi. Tahap kedelapan, melibatkan mengevaluasi dampak dari intervensi pada faktor-faktor pendukung perilaku, dan pada perilaku itu sendiri. Tahap kesembilan dan terakhir terdiri evaluasi hasil adalah, menentukan efek akhir dari intervensi pada kesehatan dan kualitas hidup penduduk (Kholid,2012 : 33-34).

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim

BAB II TINJAUAN TEORI. a. Pengertian Kanker Leher Rahim 7 BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teori 1. Kanker Serviks a. Pengertian Kanker Leher Rahim Kanker adalah pertumbuhan abnormal dari suatu sel atau jaringan dimana sel atau jaringan tersebut tumbuh dan

Lebih terperinci

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini?

Kanker Serviks. 2. Seberapa berbahaya penyakit kanker serviks ini? Kanker Serviks Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, penyakit kanker serviks merupakan penyebab utama kematian akibat kanker. Di dunia, setiap dua menit seorang wanita meninggal dunia akibat kanker

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pap smear 2.1.1. Definisi Pap smear Pap smear pertama kali diperkenalkan tahun 1928 oleh Dr. George Papanicolou dan Dr. Aurel Babel, namun mulai populer sejak tahun 1943. Pap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah pertumbuhan sel yang tidak normal atau terus menerus dan tak terkendali, dapat merusak jaringan sekitarnya serta dapat menjalar ke tempat yang jauh dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI

BAB I PENDAHULUAN BAB II ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum kanker serviks diartikan sebagai suatu kondisi patologis, dimana terjadi pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol pada leher rahim yang dapat menyebabkan

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kanker serviks merupakan suatu penyakit keganasan pada leher rahim atau serviks uteri. Kanker ini menempati urutan keempat dari seluruh keganasan pada wanita di dunia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi uraian tentang teori-teori yang berkaitan dengan penelitian. Uraian pada bagian ini dimulai dari konteks atau ruang lingkup penelitian tentang konsep kanker serviks,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik pencegahan kanker servik Terbentuknya praktik terutama pada orang dewasa dimulai domain kognitif (pengetahuan) dalam arti subjek tahu terebih dahulu terhadap stimulus

Lebih terperinci

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim.

Kanker Servix. Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim. Kanker Servix Tentu anda sudah tak asing lagi dengan istilah kanker servik (Cervical Cancer), atau kanker pada leher rahim. Benar, sesuai dengan namanya, kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah

BAB I PENDAHULUAN menyepakati perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konferensi International tentang Kependudukan dan Pembangunan/ICPD (International Confererence on Population and Development) di Kairo tahun 1994 menyepakati perubahan

Lebih terperinci

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya

Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Beberapa Penyakit Organ Kewanitaan Dan Cara Mengatasinya Organ seksual pada wanita, seperti rahim, vagina, dan payudara, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Kadangkala fungsi organ-organ tersebut

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Korelasi stadium..., Nurul Nadia H.W.L., FK UI., Universitas Indonesia BAB 4 HASIL 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM pada tahun 2007. Data yang didapatkan adalah sebanyak 675 kasus. Setelah disaring

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pap Smear 2.1.1. Definisi Pap Smear Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Lebih terperinci

No. Responden: B. Data Khusus Responden

No. Responden: B. Data Khusus Responden KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN TEST IVA PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN TAHUN 2016 A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di seluruh dunia kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketujuh dari seluruh kejadian keganasan pada manusia (Cancer Research United Kingdom, 2010).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi Tingkat Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari Tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. porsio. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda awal keganasan servik. rahim dengan menggunakan mikroskop (Supriyanto, 2010)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. porsio. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda awal keganasan servik. rahim dengan menggunakan mikroskop (Supriyanto, 2010) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pap Smear 2.1.1. Defenisi Pap Smear Tes Pap Smear adalah pemeriksaan sitologi dari serviks dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel serviks atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAP SMEAR 1. Definisi Pap Smear Pap Smear merupakan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pap Smear merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC) diketahui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, kanker menjadi penyebab kematian sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur

BAB XXIV. Kanker dan Tumor. Kanker. Masalah pada leher rahim. Masalah pada rahim. Masalah pada payudara. Masalah pada indung telur BAB XXIV Kanker dan Tumor Kanker Masalah pada leher rahim Masalah pada rahim Masalah pada payudara Masalah pada indung telur Jenis kanker lain yang sering ditemukan Ketika kanker tidak dapat disembuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patogenesis 2.1.1. Diagnosis Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker leher rahim menduduki urutan pertama kejadian kanker ginekologis pada wanita secara keseluruhan di dunia. Di seluruh dunia kanker leher rahim menempati urutan

Lebih terperinci

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN

KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU IBU DALAM PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI POLI GINEKOLOGI RSUD DR PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012 I. INFORMASI WAWANCARA Tanggal Wawancara.../.../... No. Urut Responden...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit tidak menular. Penyakit ini timbul akibat kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat menyerang berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN TEORI

BAB II TINJUAN TEORI BAB II TINJUAN TEORI A. Teori 1. Konsep Dasar Pemeriksaaan Pap Smear a. Pengertian Pap Smear Test Pap Smear diartikan sebagai pemeriksaan epitel porsio dan endoserviks uteri untuk pemantauan adanya perubahan

Lebih terperinci

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS

KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS KANKER PAYUDARA dan KANKER SERVIKS OLEH : Dr. EMI RACHMAWATI. CH PUSAT KLINIK DETEKSI DINI KANKER GRAHA YAYASAN KANKER INDONESIA WILAYAH DKI JL.SUNTER PERMAI RAYA No.2 JAKARTA UTARA 14340 Pendahuluan Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan kesehatan yang menyangkut baik secara fisik, mental dan sosial serta bukan hanya terbatas dari penyakit atau kecacatan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan 1. Konsep Perilaku Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kejadian atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi, perilaku manusia pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan

BAB I PENDAHULUAN. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina. (Emilia, 2010). Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker serviks adalah suatu penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker serviks adalah suatu penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kanker Serviks Kanker serviks adalah suatu penyakit kanker terbanyak kedua di seluruh dunia yang mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa Negara menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks (leher rahim) adalah salah satu kanker ganas yang menyerang wanita. Kanker ini adalah kanker ketiga yang umum diderita oleh wanita secara global

Lebih terperinci

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan :

No. Responden. I. Identitas Responden a. Nama : b. Umur : c. Pendidikan : SD SMP SMA Perguruan Tinggi. d. Pekerjaan : KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN METODE IVA PADA PUS DI WILAYAH PUSKESMAS KELURAHAN KEMANGGISAN KECAMATAN PALMERAH JAKARTA BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut sebagai masa pubertas. Pubertas berasal dari kata pubercere yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa yang begitu penting dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIK MELALUI IVA. Mimatun Nasihah* Sifia Lorna B** ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIK MELALUI IVA. Mimatun Nasihah* Sifia Lorna B** ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN DENGAN PELAKSANAAN DETEKSI DINI KANKER SERVIK MELALUI IVA Mimatun Nasihah* Sifia Lorna B** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di

BAB I PENDAHULUAN. uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan suatu pertumbuhan abnormal dari sel sel serviks uteri. Hal ini masih merupakan masalah yang cukup besar dikalangan masyarakat Di RSDK tahun

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN 20 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Pengambilan Data Data didapatkan dari rekam medik penderita kanker serviks Departemen Patologi Anatomi RSCM Jakarta periode tahun 2004. Data yang didapatkan adalah sebanyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lesi Prakanker 2.1.1 Pengertian Lesi prakanker serviks atau disebut juga lesi intraepitel serviks (cervical intraepithelial neoplasia) merupakan awal dari perubahan menuju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks Insidens kanker di Indoneisa masih belum dapat diketahui secara pasti, karena belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan (Depkes, 2010) Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan merupakan salah satu kanker yang paling sering menyerang wanita di seluruh dunia. Bahkan menurut Badan Kesehatan Dunia, WHO, kanker jenis ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1.Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,

Lebih terperinci

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003): 2.3 macam-macam perilaku kesehatan Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk

Lebih terperinci

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 3, September 2017 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU PEMERIKSAAN IVA (INSPEKSI VISUAL ASAM ASETAT) DALAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS PADA PASANGAN USIA SUBUR Retno Palupi Yonni Siwi (STIKes Surya Mitra Husada Kediri)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Foundation for Woman s Cancer (2013) kanker serviks adalah kanker yang dimulai di leher rahim, bagian dari rahim atau rahim yang membuka ke dalam vagina.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Keluarga Berencana a. Pengertian 1) Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Hanafi Winkjosastro, 2007). Kontrasepsi adalah

Lebih terperinci

Kanker Leher Rahim (serviks)

Kanker Leher Rahim (serviks) Kanker Leher Rahim (serviks) DEFINISI Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam leher rahim/ serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak vagina. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization atau WHO), kanker serviks merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia pada kaum hawa dari

Lebih terperinci

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4

30/10/2015. Penemuan Penyakit secara Screening - 2. Penemuan Penyakit secara Screening - 3. Penemuan Penyakit secara Screening - 4 Pengertian Tujuan dan sasaran Macam-macam bentuk screening Keuntungan Kriteria program skrining Validitas Reliabilitas Yield Evaluasi atau uji alat screening Penemuan Penyakit secara Screening - 2 Adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker leher rahim adalah salah satu keganasan atau neoplasma yang terjadi di daerah leher rahim atau mulut rahim, yang merupakan bagian yang terendah dari rahim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pap smear merupakan salah satu pemeriksaan skrining yang penting untuk mendeteksi adanya karsinoma serviks sejak dini. Pap smear sangat penting di Indonesia mengingat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Papanicolaou smear atau Pap smear adalah metode yang digunakan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pap smear 1.1 Pengertian Pap smear Pap smear pertama kali diperkenalkan pada tahun 1928 oleh dokter Yunani Dr. George N. Papanicolau dan Dr. Aurel Babel, tetapi mulai populer

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks 2.1.1 Definisi Kanker Serviks Kanker leher rahim adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah leher rahim (serviks), yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status

BAB I PENDAHULUAN. awal (Nadia, 2009). Keterlambatan diagnosa ini akan memperburuk status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama bagi masyarakat di seluruh dunia. Kanker yang khusus menyerang kaum wanita salah satunya ialah kanker serviks atau kanker leher

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara. keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kanker serviks adalah kanker tersering nomor tujuh secara keseluruhan, namun merupakan kanker terbanyak ke-dua di dunia pada wanita setelah kanker payudara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. payudara, dan kanker ovarium (Maysaroh, 2013). Salah satu kanker yang

BAB I PENDAHULUAN. payudara, dan kanker ovarium (Maysaroh, 2013). Salah satu kanker yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit yang menjadi ancaman bagi setiap orang. Di antara berbagai jenis kanker, ada beberapa yang khas menyerang pada kaum wanita diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN VARIASI HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR BERDASARKAN BETHESDA SYSTEM PADA PASIEN WANITA DI PATOLOGI ANATOMI RSUP SANGLAH TAHUN 2015

ABSTRAK GAMBARAN VARIASI HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR BERDASARKAN BETHESDA SYSTEM PADA PASIEN WANITA DI PATOLOGI ANATOMI RSUP SANGLAH TAHUN 2015 ABSTRAK GAMBARAN VARIASI HASIL PEMERIKSAAN PAP SMEAR BERDASARKAN BETHESDA SYSTEM PADA PASIEN WANITA DI PATOLOGI ANATOMI RSUP SANGLAH TAHUN 2015 Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan

Perdarahan dari Vagina yang tidak normal. Beberapa masalah terkait dengan menstruasi. Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan BAB XXII Perdarahan dari Vagina yang tidak normal Beberapa masalah terkait dengan menstruasi Perdarahan selama kehamilan atau setelah persalinan Perdarahan setelah aborsi atau keguguran Perdarahan setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemahaman masyarakat tentang seksualitas masih amat kurang sampai saat ini. Kurangnya pemahaman ini amat jelas yaitu dengan adanya berbagai ketidaktahuan yang

Lebih terperinci

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK BUKU PANDUAN KERJA MANUAL KETERAMPILAN KLINIK SISTEM REPRODUKSI PEMERIKSAAN PAPSMEAR Diberikan pada Mahasiswa Semester IV Fak. Kedokteran Unhas Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2017 DAFTAR TILIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya umur harapan hidup sebagai salah satu tujuan pembangunan di Indonesia memberi dampak pada bergesernya pola penyakit. Selain penyakit infeksi, saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

A. Pengetahuan Kanker Serviks NO. PERTANYAAN JAWABAN 1. Kanker leher rahim ( serviks ) merupakan penyakit?

A. Pengetahuan Kanker Serviks NO. PERTANYAAN JAWABAN 1. Kanker leher rahim ( serviks ) merupakan penyakit? Lampiran 1 Kuesioner A. Pengetahuan Kanker Serviks NO. PERTANYAAN JAWABAN 1. Kanker leher rahim ( serviks ) merupakan penyakit? a. Penyakit ganas yang disebabkan oleh bakteri dan menyerang rahim (0) b.

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar

I. PENDAHULUAN. terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks adalah keganasan yang berasal dari epitel pada serviks terutama pada daerah transformasi epitel gepeng serviks. Sebagian besar kanker serviks adalah epidermoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker

BAB I PENDAHULUAN. rahim yaitu adanya displasia/neoplasia intraepitel serviks (NIS). Penyakit kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker leher rahim merupakan penyakit keganasan yang terjadi pada leher rahim. Perjalanan penyakit ini didahului dengan kondisi lesi pra-kanker leher rahim yaitu adanya

Lebih terperinci

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan

Bab II. Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan. Cerita Juanita. Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Bab II Solusi Terhadap Masalah-Masalah Kesehatan Cerita Juanita Apakah pengobatan terbaik yang dapat diberikan? Berjuang untuk perubahan Untuk pekerja di bidang kesehatan 26 Beberapa masalah harus diatasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan

I. PENDAHULUAN. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang sudah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya, sel-sel kanker ini dapat menyebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KANKER SERVIKS Kanker serviks adalah penyakit keganasan primer pada serviks uterus. Dimana serviks adalah bagian dari uterus yang bentuknya silindris, diproyeksikan ke dinding

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau

TINJAUAN PUSTAKA BAB II 2.1. HIV/AIDS Pengertian HIV/AIDS. Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau BAB II 2.1. HIV/AIDS TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1. Pengertian HIV/AIDS Menurut Departemen Kesehatan (2014), HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang

Lebih terperinci

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

5. Sintesis (synthesis), merupakan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. A. Pengertian Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas, baik yang dapat diamati langsung,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan. Kanker Leher Rahim. Dipersembahkan dengan gratis. Oleh: Klinik Umiyah. Jl. Lingkar Utara Purworejo,

Seri penyuluhan kesehatan. Kanker Leher Rahim. Dipersembahkan dengan gratis. Oleh: Klinik Umiyah.  Jl. Lingkar Utara Purworejo, Seri penyuluhan kesehatan Kanker Leher Rahim Dipersembahkan dengan gratis Oleh: Klinik Umiyah www.klinik-umiyah.com Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala kanker leher

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serviks merupakan suatu area pada alat reproduksi wanita yang selnya mudah mengalami perubahan ke arah abnormal. Bahkan pada beberapa wanita dapat berkembang ke arah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Masa Nifas Masa nifas disebut juga masa postpartum yaitu waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi

BAB 1 PENDAHULAN. kanker serviks (Cervical cancer) atau kanker leher rahim sudah tidak asing lagi BAB 1 PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Masalah yang terdapat dalam kesehatan reproduksi salah satunya terjadi pada sistem organ reproduksi.kanker reproduksi meliputi kanker alat kelamin perempuan, kanker

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. kanker yang paling tinggi di kalangan perempuan adalah kanker serviks. yang paling beresiko menyebabkan kematian. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Kanker merupakan salah satu jenis penyakit yang sudah tak asing lagi ditelinga. Berbagai jenis kasus baru ditemukan, namun jenis kasus kanker yang paling tinggi di kalangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan penyakit keganasan yang sebabkan oleh Infeksi Human Pappiloma Virus (HPV) dan menimbulkan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker serviks merupakan masalah kesehatan yang melanda negara negara di dunia termasuk Indonesia. Kanker serviks merupakan kanker terbanyak kedua setelah kanker payudara

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN. Saya bernama Hilda Rahayu Pratiwi / , sedang menjalani

LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN. Saya bernama Hilda Rahayu Pratiwi / , sedang menjalani LEMBAR PENJELASAN KEPADA RESPONDEN Dengan Hormat, Saya bernama Hilda Rahayu Pratiwi / 125102073, sedang menjalani Program Pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Imunisasi 2.1.1. Pengertian Imunisasi Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak diimunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Notoatmodjo 1. Pengertian dalam Lestari Pengetahuan (2015) menyebutkan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan mengindraan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Karsinoma serviks adalah keganasan dari leher rahim yang disebabkan oleh virus HPV (Human Papiloma Virus). Karsinoma serviks menempati peringkat ke2 tersering yang

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kesehatan 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambaran masyarakat Indonesia dimasa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa, dan negara yang ditandai oleh penduduk yang hidup

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2. Sifilis. Epididimitis. Kanker prostat. Keputihan SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 2. Sistem Reproduksi ManusiaLatihan Soal 2.2 1. Kelainan pada sistem reproduksi yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum adalah... Sifilis Epididimitis Kanker prostat Keputihan

Lebih terperinci