BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Stewardship theory dan TPB (Theory of Planned Behavior). Teori stewardship

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Stewardship theory dan TPB (Theory of Planned Behavior). Teori stewardship"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A. Grand Theory Grand theory yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah Stewardship theory dan TPB (Theory of Planned Behavior). Teori stewardship menjelaskan mengenai situasi manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuantujuan individu melainkan lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi (Donaldson dan Davis, 1991). Postulat dasar stewardship theory adalah manajer selalu bertindak sedemikian rupa untuk memaksimalkan kepentingan perusahaan dan lingkungan bisnis kontemporer yang memaksa manajemen menuju bisnis yang bertanggung jawab secara etis, inovatif, tapi menguntungkan (Podrug, 2011). Stewardship theory memiliki filosofi yang sedikit berbeda dengan agency theory (teori keagenan). Menurut Jensen dan Meckling (1976), agency theory menjelaskan tentang hubungan antara agen (manajer) dengan prinsipal (pemegang saham) yang dapat menjadi konflik akibat perbedaan kepentingan (Mahendra dan Mutmainah, 2013), sedangkan stewardship theory menggambarkan kondisi dimana manajemen tidaklah termotivasi oleh tujuantujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi (Davis, Schoorman,dan Donalson, 1997). Asumsi penting yang mendasari stewardship theory adalah bahwa perilaku dari manajer selaras dengan kepentingan principal. Disini stewardship theory 13

2 14 menempatkan nilai yang lebih besar pada konvergensi tujuan antara pihak terlibat dalam tata kelola perusahaan dari pada kepentingan agen (Van Slyke, 2006). Teori ini berguna untuk menjelaskan bahwa steward (pelayan) akan termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik bagi principal (majikannya). Oleh karena itu juga tepat digunakan untuk penelitian pada organisasi sektor publik seperti Direktorat Jenderal Pajak. UKI selaku steward berfungsi sebagai auditor internal atas pengelolaan pajak dan memastikan bahwa praktik perpajakan di Indonesia dilaksanakan sesusai dengan Undang-Undang perpajakan yang berlaku di Indonesia, sehingga secara tidak langsung UKI dapat dikatakan sebagai pelayan (steward) bagi rakyat selaku prinsipal pemilik sumber daya. TPB (Theory of Planned Behavior) adalah teori yang dikembangkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975). TPB merupakan teori sebab akibat yang mengasumsikan bahwa perilaku sosial manusia di bawah tekanan dan dapat diprediksi berdasarkan niat (intention). TPB mengasumsikan tingkah laku individu ditampilkan karena alasan tertentu, yaitu bahwa individu tersebut berpikir tentang konsekuensi tindakannya dan mengambil keputusan secara hati-hati untuk mencapai hasil tertentu dan menghindari hal-hal lain (Widyarini, 2009). Teori TPB menyatakan bahwa perilaku individu ditentukan oleh untuk apa individu-individu ingin melakukan sesuatu (sikap), apa yang individu pikirkan akan mereka lakukan (aturan sosial), apa yang bisa individu

3 15 bisa lakukan (kebiasaan), dan konsekuensi atas perilaku yang individu pikirkan. Menurut TPB, intensi (niat) merupakan komponen yang penting penting dalam menbentuk suatu perilaku individu, dan lebih penting daripada sikap (Widyarini, 2009). Ada 3 faktor dalam TPB yang dapat menentukan niat seseorang, yaitu sikap pribadi, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Sikap pribadi merupakan evaluasi baik positif maupun negatif seorang individu terhadap perilaku tertentu. Norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975). Perceived behavioral control merupakan persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya sehubungan dengan perilaku tertentu (Ajzen, 2005). Gambar 1. Theory of Planned Behaviour (Ajzen, 2005) Perilaku petugas UKI dalam melaksanakan tugas sebagai auditor internal yang ditunjukkan melalui perilaku: independensi, integritas, kompetensi, obyektivitas, dan kerahasiaan tidak boleh bertentangan dengan

4 16 tujuan-tujuan organisasi yang telah ditetapkan, karena UKI bertugas untuk memastikan pelaksanaan SPI di Direktorat Jendral Pajak telah berjalan dengan baik. Peranan UKI sangat besar bagi kepentingan rakyat karena tugas UKI juga terkait dengan dengan pencegahan awal kasus-kasus fraud terutama korupsi yang beberapa tahun terakhir terjadi di Direktorat Jendral Pajak yang sangat merugikan rakyat sebagai prinsipal. B. Variabel Dependen dan Variabel Independen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas audit, sedangkan variabel independennya adalah independensi, integritas, kompetensi, obyektivitas, kerahasiaan dan sementara budaya Jawa sebagai variabel moderasi. 1. Kualitas Audit Kualitas audit merupakan salah satu topik yang penting dalam profesi audit karena jika auditor mampu mendeteksi dan melaporkan salah saji material yang ada, maka proses audit dianggap lebih berkualitas (Mohamed dan Habib, 2012). Boynton, Raymon, dan Kell (2006) berpendapat bahwa kualitas layanan oleh auditor sangat penting untuk memastikan bahwa profesi ini bertanggung jawab kepada klien, orangorang, dan peraturan. Definisi kualitas audit, menurut De Angelo (1981), adalah probabilitas seorang auditor menemukan dan melaporkan adanya pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Definisi tersebut sering diartikan bahwa kualitas menemukan dipengaruhi oleh kualitas

5 17 pengetahuan auditor (kompetensi) sementara tindakan melaporkan salah saji dipengaruhi oleh independensi auditor. Lee, Liu, dan Wang (1999) mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor tidak akan melaporkan laporan audit dengan opini wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan yang mengandung kekeliruan material. Kualitas audit juga berarti laporan mengenai kelemahan pengendalian intern dan kepatuhan, merahasiakan informasi terlarang, respon pejabat berwenang, distribusi laporan audit dan tindak lanjut rekomendasi (Badjuri, 2012). GAO (Government Acountability Office) mendefiniskan kualitas audit sebagai kepatuhan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Samelson, et. al, 2006). Kualitas auditor, menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/05/M. PAN/03/2008, adalah auditor yang melaksanakan tupoksi dengan efektif, dengan cara mempersiapkan kertas kerja pemeriksaan, melaksanakan perencanaan, koordinasi dan penilaian efektifitas tindak lanjut audit, serta konsistensi laporan audit. Selanjutnya, Mihret dan Yismaw s (2007) menyatakan bahwa kualitas audit internal ditentukan oleh fungsi dari tingkat keahlian staf, ruang lingkup layanan yang diberikan dan sejauh mana audit telah direncanakan dengan baik, dilaksanakan dan dikomunikasikan. Deis dan Giroux (1992) yang meneliti kualitas audit di sektor publik menjelaskan bahwa KAP (Kantor Akuntan Publik) besar akan

6 18 menyajikan kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan KAP yang kecil. Lebih lanjut, Deis dan Giroux (1992) menjelaskan empat hal yang berhubungan dengan kualitas audit, yaitu lama waktu pemeriksaan, jumlah klien, kondisi keuangan klien, dan review yang dilakukan oleh pihak ketiga. Widagdo, Lesmana, dan Irwandi (2002) meneliti atribut kualitas audit KAP menunjukkan pengalaman, pemahaman industri klien, responsif kebutuhan klien, ketaatan standar, komitmen, dan keterlibatan komite audit berpengaruh terhadap kepuasan klien. SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), yang dikeluarkan IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) tahun 1994 menyatakan bahwa kriteria mutu auditor mencakup mutu profesional yang meliputi independensi, integritas dan obyektivitas. Dalam Peraturan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Nomor 01 tahun 2007 tentang SPKN lampiran 3 SPKN disebutkan bahwa : Besarnya manfaat yang diperoleh dari pekerjaan pemeriksaan terletak pada efektifitas penyelesaian yang ditempuh oleh entitas yang diperiksa. Manajemen entitas yang diperiksa bertanggung jawab menindaklanjuti rekomendasi serta menciptakan dan memelihara suatu proses dan sistem informasi untuk memantau status tindak lanjut atas rekomendasi pemeriksa. Knechel, Krishnan, Pevzner, Shefchik dan Velury (2012) menjelaskan audit dikatakan baik jika audit dilaksanakan melalui perencanaan proses audit yang baik oleh auditor yang termotivasi dan terlatih, auditor memahami ketidakpastian yang melekat dalam proses audit dan auditor dapat memahami kondisi yang ada pada klien. Efendy (2010) menyatakan audit yang berkualitas adalah audit yang dapat ditindaklanjuti oleh auditee, yang diciptakan mulai awal audit sampai

7 19 pelaporan dan pemberian rekomendasi. Lebih lanjut, Efendy (2010) menjelaskan indikator yang digunakan untuk mengukur kualitas audit antara lain: kualitas proses audit (keakuratan temuan, kejelasan laporan, dan manfaat audit) apakah pelaksanaan audit dilakukan sesuai prosedur audit, cermat, dan mempertahankan skeptisme auditor. Kualitas audit, menurut Sukriah (2009), adalah kualitas auditor yang diperlihatkan melalui laporan hasil audit yang dapat dipercaya dan diandalkan sesuai dengan standar yang berlaku. Lebih lanjut, Sukriah (2009) menggunakan dua instrumen untuk mengukur kualitas audit, yaitu kesesuaian audit dengan standar audit dan kualitas laporan hasil audit. 2. Independensi Independensi auditor telah lama dipandang sebagai pendorong utama peran auditor (Alzeban dan Gwiliam, 2014). Independensi, menurut APB (The Auditing Practices Board) Ethical Standard (2011), adalah kebebasan dari situasi dan hubungan yang membuatnya memberikan kemungkinan informasi yang wajar kepada pihak ketiga dan memberikan kemungkinan bahwa obyektivitas terganggu atau bisa terganggu. Independensi didefinisikan sebagai kebebasan dari konflik kepentingan yang mengancam obyektivitas, dengan kata lain situasi di mana ancaman terhadap obyektivitas dapat dikelola sejauh risiko jasa audit internal tidak efektif dapat diterima dan dikendalikan (Christopher, Sarens, dan Leung, 2009). Independensi auditor dibagi dalam dua bentuk, yaitu: independence in fact dan independence in appearance, sebagaimana dikatakan oleh Irmawan et al. (2013) adalah sebagai berikut ini.

8 20 a. Independence in Mind Keadaan pikiran yang memungkinkan kinerja auditor tidak dipengaruhi oleh pengaruh yang membahayakan pertimbangan profesional, sehingga memungkinkan seorang individu untuk bertindak sesuai dengan integritas, obyektivitas dan skeptisme profesional. b. Independence in Appearance Keadaan yang tidak memungkinkan pihak ketiga mempunyai informasi wajar, memiliki pengetahuan tentang informasi yang relevan sehingga dapat untuk menyimpulkan bahwa integritas, obyektivitas, atau skeptisisme profesional organisasi audit atau anggota tim audit telah dikompromikan. US GAO (2011) menyatakan bahwa ancaman terhadap independensi dapat terjadi karena berbagai hubungan dan keadaan. US GAO (2011) mengidentifikasi ancaman terhadap independensi auditor terdiri dari hal berikut ini. a. Self interest threats, yaitu ancaman yang disebabkan oleh kepentingan keuangan. b. Self review threats, yaitu ancaman kesalahan hasil evaluasi auditor. c. Bias threats, yaitu ancaman terhadap auditor yang menghasilkan konflik politik, ideologi, sosial, atau konflik lain sehingga posisinya tidak objektif.

9 21 d. Familiarity threats, yaitu ancaman yang berhibungan dengan manajemen atau karyawan yang menyebabkan auditor mengambil posisi yang tidak objektif. e. Undue influence threats, yaitu ancaman tekanan dari luar yang mempengaruhi kemampuan auditor untuk membuat penilaian independen dan obyektif. f. Management participation threats, yaitu ancaman yang timbul dari peran manajemen yang harus diikuti oleh auditor. g. Structural threats, yaitu ancaman timbul dari penempatan organisasi audit dalam badan pemerintah yang berpengaruh pada kemampuan organisasi audit untuk melakukan pekerjaan dan melaporkan hasil obyektif. Independensi auditor terhadap pengungkapan masalah pengendalian internal dapat dipengaruhi ikatan ekonomi antara auditor dengan klien karena auditor dapat mengabaikan masalah demi mendapatkan insentif (Zhang, Zhou, dan Zhou, 2007). Auditor independen tidak hanya berkewajiban mempertahankan fakta bahwa ia independen, namun ia harus pula menghindari keadaan yang dapat rmenyebabkan pihak luar meragukan sikap independensinya (SPAP, 2011). Sementara Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan RI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dalam standar umum menyatakan bahwa semua hal yang terkait dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa harus bebas dalam sikap mental dan

10 22 penampilan dari gangguan pribadi, gangguan ekstern, dan gangguan organisasi. a. Gangguan Pribadi (SPKN, 2007) adalah berikut ini. 1) Memiliki hubungan pertalian darah. 2) Memiliki kepentingan keuangan pada entitas atau program yang diperiksa. 3) Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terkahir. 4) Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa. 5) Terlibat baik dalam kegiatan obyek pemeriksaan. 6) Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program sehingga pelaksanaan pemeriksaan berat sebelah. b. Gangguan Ekstern (SPKN, 2007) adalah berikut ini. 1) Pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup pemeriksaan secara tidak semestinya. 2) Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur pemeriksaan atau pemilihan sampel pemeriksaan. 3) Pembatasan waktu yang tidak wajar 4) Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi auditor.

11 23 5) Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi auditor. 6) Wewenang untuk menolak dan mempengaruhi pertimbangan auditor. c. Gangguan Organisasi (SPKN, 2007) adalah berikut ini. Terkait Independensi Organisasi dalam lampiran 2 SPKN dijelaskan bahwa independensi organisasi dipengaruhi oleh kedudukan, fungsi, dan struktur organisasi. Dalam hal melakukan pemeriksaan, organisasi pemeriksa harus bebas dari hambatan independensi. 3. Integritas Menurut Code of Ethics The Institute of Internal Auditors (IIA, 2009), integritas auditor internal dibangun berdasarkan kepercayaan sehingga menjadi dasar dalam melaksanakan penilaian secara jujur, tekun, dan bertanggung jawab. Lebih lanjut, IIA (2009) menyebutkan bahwa internal audit dilarang untuk ikut dalam kegiatan illegal atau tindakan yang tidak sesuai dengan profesi dan organisasi, serta mengharuskan internal audit menghormati dan berkontribusi bagi tujuan yang sah dan etis organisasi. Netherland Court of Audit (NCA) dalam The Concept of Integrity menyebutkan bahwa integritas berasal dari bahasa latin intangere yang berarti tidak tersentuh, yang mengacu pada kondisi kebajikan, tidak korup, dan utuh. Integritas, menurut The Auditing Practices Board (APB) Ethical Standard (2011), merupakan prasyarat

12 24 bagi semua orang yang bertindak menyangkut kepentingan publik yang berkaitan dengan kualitas seperti: keadilan, kejujuran, keberanian, kejujuran intelektual dan kerahasiaan. Integritas adalah kepatuhan tanpa kompromi untuk kode nilai-nilai moral, dan menghindari penipuan, kemanfaatan, kepalsuan, atau kedangkalan apapun (Mutchler, 2003). US GAO (2011) menyatakan bahwa kepercayaan masyarakat pada pemerintah diperkuat oleh bagaimana auditor melaksanakan tanggung jawab profesionalnya dengan integritas. Lebih lanjut, US GAO (2011) menjelaskan bahwa integritas mengacu pada bagaimana auditor melakukan pekerjaan mereka dengan sikap yang obyektif, berdasarkan fakta, non-partisan, dan non-ideologis berkaitan dengan entitas yang diaudit dan pengguna laporan auditor. Menurut BPKP (2008), dalam Modul Kode Etik dan Standar Audit terkait dengan integritas, auditor diharapkan untuk melaksanakan pekerjaaanya dengan teliti, jujur, dan bertanggung jawab secara penuh. Selain itu, auditor dituntut untuk selalu setia baik secara profesi maupun organisasi. Lebih lanjut, BPKP (2008) menyatakan bahwa auditor diharapkan selalu menjaga visi, misi dan citra organisasi, mengikuti segala peraturan yang berlaku, serta dituntut untuk dapat bekerjasama, saling membimbing, dan mengingatkan sesama auditor dalam pelaksanaan tugas audit. Sukriah et al. (2009) menyatakan bahwa integritas mewajibkan auditor untuk selalu bersikap jujur, transparan, berani, bijaksana, dan bertanggung jawab dalam pelaksanaan audit. Lebih

13 25 lanjut, Sukriah et al. (2009) menggunakan keempat indikator tersebut untuk mengukur integritas auditor. 4. Kompetensi The Concise Oxford English Dictionary, dalam Hassal (1996), mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan untuk melakukan tugas" dan (kepentingan) sebagai "kecukupan sarana untuk hidup" yang mengacu pada kecerdasan, pendidikan, dan pelatihan untuk menambah nilai melalui kinerja. Sebagaimana dikatakan oleh Mutchler (2003), kompetensi berasal dari "persiapan yang panjang dan intensif, termasuk instruksi dalam keterampilan dan metode serta prinsip-prinsip ilmiah yang mendasari keterampilan dan metode," dan komitmen untuk "melanjutkan studi. Maclure dan Norris dalam Hassal (1996) membedakan empat pendekatan utama untuk kompetensi sebagai berikut ini. a. Kompetensi didasarkan pada deskripsi tindakan, perilaku atau hasil dalam bentuk yang mampu ditampilkan, observasi dan penilaian. b. Kompetensi dipandang sebagai kelompok kemampuan yang bersamasama terkait secara konseptual. c. Kompetensi adalah struktur kognitif dalam kemampuan umum yang tidak tetap, tetapi memiliki potensi untuk berkembang. d. Kompetensi ditentukan oleh aktor dalam situasi tertentu, yaitu situasional yang spesifik. Code of Ethics IIA (2009) menyebutkan bahwa auditor internal harus menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang

14 26 diperlukan dalam pelaksanaan jasa audit internal. Lebih lanjut, IIA (2009) menyebutkan bahwa auditor internal akan melakukan layanan audit internal sesuai dengan International Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, serta harus terus meningkatkan kemampuan, efektivitas, serta kualitas layanan mereka. Christiawan (2002) menyatakan bahwa kompetensi berhubungan dengan pendidikan dan pengalaman. Schmidt, Daniel, dan Hunter (1988) menunjukkan adanya bukti empiris adanya hubungan antara pengalaman dengan kinerja seseorang yang dimoderasi dengan kompleksitas pekerjaan dan lama pengalaman. Bonner (1990) menyatakan bahwa pengetahuan yang berhubungan dengan spesifikasi pekerjaan dapat meningkatkan kinerja auditor, meskipun hanya dalam penentuan risiko analitis. BPKP (2008) menjelaskan bahwa seorang auditor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan kompetensinya dengan banyak mengikuti seminar dan pelatihan baik secara mandiri maupun penugasan. US GAO (2011) menegaskan bahwa kompetensi diperoleh dari dari pendidikan dan pengalaman. Kompetensi, menurut GAO (2011), tidak selalu diukur berdasarkan berapa tahun pengalaman audit, karena pengukuran kuantitatif tidak akurat mencerminkan jenis pengalaman dalam jangka waktu tertentu dengan kata lain kompetensi diperoleh melalui komitmen untuk belajar dan pemgembangan diri di kehidupan sosial auditor. Dalam melaksanakan audit, auditor harus mempunyai mutu

15 27 personal yang baik, pengetahuan yang memadai, serta keahlian khusus yang berkaitan dengan auditor (Sukriah et al. 2009). 5. Obyektivitas Mutchler (2003) mendefinisikan obyektivitas sebagai keadaan pikiran dimana bias tidak mempengaruhi assesment, judgement, dan decision. SA 1100 (IIA, 1999) menyatakan bahwa obyektivitas adalah sikap mental yang tidak bias yang memungkinkan auditor internal untuk melakukan penugasan sedemikian rupa sehingga mereka meyakini hasil pekerjaan mereka dan meyakini tidak ada kompromi. Standar Atribut 1120 (IIA, 2009) menyatakan bahwa obyektivitas individual sebagai auditor internal harus memiliki sikap tidak memihak dan menghindari konflik kepentingan, serta harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data atau informasi audit. Setiap auditor harus menghindari setiap hubungan yang bersifat subjektif atau yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tidak layak terhadap pertimbangan profesionalnya (SPAP, 2011). Menurut Code of Ethics IIA (2009), auditor internal tidak boleh berpartisipasi dalam setiap kegiatan atau hubungan yang dapat mengganggu atau dianggap mengganggu penilaian mereka. Lebih lanjut IIA (2009) menyatakan bahwa auditor internal tidak boleh menerima apapun yang dapat mengganggu atau dianggap merusak penilaian profesional mereka.

16 28 Pada tingkat individu terdapat tujuh ancaman terhadap obyektivitas auditor internal (Steward et al. 2010) yaitu sebagai berikut ini. a. Self review adalah auditor internal melakukan ulasan atas pekerjaannya sendiri. b. Social pressure adalah auditor internal mendapatkan tekanan dari auditee atau orang lain dalam tim audit. c. Economic interest, misalnya, berasal dari pembayaran insentif dari pemeriksaan pekerjaan seseorang yang memiliki kekuatan untuk mempengaruhi kerja auditor internal atau gaji. d. Personal relationship adalah auditor internal mempunyai hubungan keluarga atau teman dengan auditee. e. Familiarity, yaitu dihasilkan dari hubungan jangka panjang dengan auditee termasuk pernah bekerja di unit yang diaudit. f. Cultural racial, and gender, yaitu timbul dalam organisasi multinasional ketika auditor bias atau tidak memiliki pemahaman tentang budaya dan adat istiadat setempat. g. Cognitive bias, yaitu akibat praduga atau adopsi perspektif psikologis tertentu saat melakukan audit. Auditor harus memberikan penilaian yang seimbang pada semua kondisi yang relevan, tidak dipengaruhi oleh keperntingan pribadi atau golongan dalam pengambilan keputusan (BPKP, 2008). Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 tentang

17 29 Standar Audit APIP menyatakan auditor harus memiliki sikap netral, tidak bias, serta menghindari konflik dalam pelaksanaan audit. Sukriah et al. (2009) menggunakan dua indikator untuk mengukur obyektivitas auditor, yaitu bebas dari benturan kepentingan dan pengungkapan sesuai fakta. 6. Kerahasiaan Menurut Code of Ethics IIA (2009), auditor internal menghormati nilai dan kepemilikan informasi yang mereka terima dan tidak mengungkapkan informasi tanpa otoritas yang tepat kecuali ada kewajiban hukum untuk melakukannya. Kode Etik Profesi Akuntan Publik yang diterbitkan IAPI (2008), menuliskan bahwa: setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, tidak boleh mengungkapkan informasi kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien, kecuali diwajibkan oleh ketentuan hukum yang berlaku. BPKP (2008), dalam Modul Kode Etik dan Standar Audit terkait dengan kerahasiaan, menyatakan auditor harus berhati-hati dalam menggunakan semua informasi serta tidak mengungkapkannya tanpa persetujuan yang memadai. Ardelean (2013) menuliskan bahwa dengan kerahasiaan auditor tidak akan membocorkan segala informasi klien yang diperoleh ketika melakukan audit kepada pihak lain. IFAC (2006) juga menegaskan bahwa seorang profesional harus menjaga kerahasiaan dalam lingkungan sosial, termasuk adanya pengungkapan karena ketidak hati-

18 30 hatian, khususnya kepada rekan kerja non tim audit ataupun keluarga dekat. 7. Budaya Jawa Pengertian budaya, menurut Koentjoroningrat (1981), adalah semua gagasan dan hasil karya manusia yang diperoleh melalui kebiasaan dengan belajar serta hasil dari budi pekerti. Budaya Jawa terkenal sebagai budaya adiluhung yang mempunyai nilai luhur mulai dari etika dan sopan santun di dalam rumah dan publik, cara berbicara, berpendapat, berpakaian, makan, memperlakukan orang lain dan sebagainya (Sartini, 2009). Di Indonesia, budaya Jawa mendominasi kehidupan berbangsa dan bernegara karena lebih dari 45 % seluruh masyarakat Indonesia adalah orang Jawa, sehingga memberi warna tersendiri dalam perkembangan bangsa dan negara melalui aktivitas budaya, bisnis, sosial dan politik di Indonesia (Magnis-Suseno, 1984). Menurut Greetz (1982), terdapat dua prinsip yang yang paling menentukan pola kehidupan sosial dalam masyarakat Jawa. Prinsip yang pertama mengharuskan setiap manusia hendaknya bersikap sedemikian rupa hingga tidak menimbulkan konflik, dan prinsip yang kedua menuntut manusia dalam berbicara dan membawa diri selalu menunjukkan rasa hormat terhadap seseorang sesuai dengan kedudukanya. Dua prinsip tersebut selanjutnya oleh Magnis Suseno disebut dengan principle of conflict avoidance dan principle of respect.

19 31 a. Prinsip penghindaran konflik (principle of conflict avoidance) bertujuan untuk menciptakan dan mempertahankan keselarasan sosial, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan pertentangan dalam masyarakat, atau dengan kata lain disebut rukun (Sawarjuwono dan Poerhadiyanto, 2002). Rukun adalah keadaan ideal yang diharapkan dapat dipertahankan dalam semua hubungan sosial, dalam keluarga, dalam rukun tetangga, di desa, dalam setiap pengelompokkan tetap (Magnis Suseno 1984). Kerukunan, menurut pandangan Jawa, lebih menitikberatkan pada bagaimana untuk tidak mengganggu keselarasan yang sudah ada, bukan penciptaan keadaan keselarasan sosial (Endaswara, 2013). Lebih lanjut, Endaswara (2013) menjelaskan bahwa saat terjadi konflik orang Jawa berusaha untuk bersikap tenang tanpa mengatakan apapun untuk menghindari konflik. Kemudian, saat bersikap, orang Jawa cenderung akan mengeluarkan pendapatnya dengan suara yang rendah dan tenang. b. Prinsip saling menghormati (principle of respect) berdasarkan keyakinan bahwa semua hubungan sosial masyarakat mengikuti kaidah hierarkis, karena sistem hierarki bernilai baik pada dirinya sendiri, dan kewajiban moral timbul untuk menjaga sistem hierarki ini dan memunculkannya dipermukaan (Sawarjuwono dan Poerhadiyanto, 2002). Prinsip ini sebaiknya diakui oleh semua orang dengan membawa diri sesuai dengan tuntutan sosial (Magnis Suseno, 1984). Principle of respect dalam budaya Jawa bermakna bahwa setiap orang

20 32 dalam cara bicara dan membawa diri selalu harus menunjukkan sikap hormat terhadap orang lain (Endraswara, 2013). Kedua prinsip ini lahir dari kondisi lingkungan geografis pulau Jawa yang kemudian membentuk karakter sosial masyarakat Jawa pada umumnya (Hendrawati, 2011). Inti dari budaya Jawa ini juga menunjukkan orang Jawa lebih memilih bersikap mencari aman dan mendukung orang lain demi menjaga harmoni sosial, yang di dalamnya meliputi cara hidup yang rukun (Leiwakabessy, 2010). Bagi auditor yang berlatar belakang budaya Jawa, kedua prinsip tersebut akan membentuk nilai-nilai maupun sikap auditor yang akan mempengaruhi perilaku etisnya. Larkin (2000), dalam Nugrahaningsih (2005), menyatakan bahwa kemampuan untuk dapat mengidentifikasi perilaku etis dan tidak etis sangat berguna dalam semua profesi termasuk auditor. Apabila seorang auditor melakukan tindakan-tindakan yang tidak etis, maka hal tersebut akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor itu (Khomsiyah dan Indriantoro, 1998). 8. Unit Kepatuhan Internal Pengertian UKI menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 32/KMK. 09/2013 tentang Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan adalah unit kerja yang terdapat pada masing-masing eselon yang ditunjuk atau memiliki tugas untuk membantu manajemen dalam melaksanakan pemantauan pengendalian intern. Lebih lanjut, berdasarkan KMK Nomor 32/KMK.09/2013, UKI berada pada tiga level organisasi sebagai berikut ini.

21 33 a. UKI tingkat eselon I yang selanjutnya disebut UKI-EI membantu manajemen dalam melaksanakan pemantauan pengendalian intern pada tingkat eselon I; b. UKI tingkat wilayah yang selanjutnya disebut UKI-W membantu manajemen dalam melaksanakan pemantauan pengendalian intern pada tingkat wilayah; c. UKI tingkat pelayanan/operasional yang selanjutnya disebut UKI-P membantu manajeman dalam melaksanakan pemantauan pengendalian intern pada tingkat kantor pelayanan/operasional. Pelaksanaan proses pengendalian internal di Direktorat Jendral Pajak dimulai tahun 2012 sesuai dengan KEP-238/PJ/2012 tentang Penerapan Pengendalian Intern Direktorat Jendral Pajak yang salah satunya menjadi awal terbentuknya UP3I (Unit Pelaksana Pemantauan Pengendalian Intern) yang sekarang berubah menjadi UKI. Menurut KEP- 238/PJ/2012, UP3I terdiri dari berikut ini. a. Kepala UP3I yang terdiri dari: 1) Untuk tingkat kantor pusat adalah Direktur KITSDA (Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur) 2) Untuk tingkat kantor wilayah adalah Kepala Bagian Umum 3) Untuk tingkat KPP adalah Kepala Subagian Umum b. Anggota UP3I terdiri dari: 1) Untuk tingkat kantor pusat adalah P3I (Pelaksana Pemantauan Pengendalian Intern) pada Subdirektorat Kepatuhan Internal Direktorat KITSDA

22 34 2) Untuk tingkat kantor wilayah adalah P3I pada kantor wilayah 3) Untuk tingkat KPP adalah P3I pada KPP Pemantauan di Direktorat Jendral Pajak mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Berdasarkan pedoman COSO (Commite of Sponsoring Organizations on the Treadway Commision) pendekatan pemantauan dilakukan melalui on-going monitoring (pemantauan berkelanjutan/ pengawasan melekat) dan separate evaluations (evaluasi terpisah).pemantauan on-going monitoring dilakukan oleh atasan langsung terhadap pelaksana tugas, sedangkan separate evaluations merupakan pemantauan yang dilakukan oleh UP3I yang sekarang berubah menjadi UKI. Berdasarkan KEP-238/PJ/2012 Evaluasi terpisah oleh UP3I dilaksanakan melalui dua cara, yaitu berikut ini. a. Pemantauan Pengendalian Utama, yaitu kegiatan untuk memastikan apakah pengendalian utama yang ditetapkan dalam suatu kegiatan telah berjalan dengan menggunakan perangkat pemantauan yang telah disusun. b. Pemantauan Efektivitas Implementasi dan Kecukupan Rancangan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan untuk memastikan efektivitas pelaksanaan dan kecukupan rancangan pengendalian dalam mendukung pencapaian tujuan kegiatan. UKI di Direktorat Pajak terbentuk pada akhir tahun Berdasarkan Surat Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi

23 35 Sumber Daya Aparatur Nomor S-625/PJ.11/2012 tentang masa transisi UP3I ke UKI, pada bulan November 2012, tugas pemantauan masih dilaksanakan oleh UP3I. Kemudian, pada bulan Desember 2012 dan Januari 2013, kegiatan pemantauan serta pembuatan laporan pemantauan pengendalian dilakukan oleh UKI dibantu oleh UP3I. UKI melaksanakan tugas pemantuan setelah bulan Februari sampai sekarang, seiring dengan diterbitkannya PMK-167/PMK.01/2012, PMK-171/PMK.01/2012, PMK- 172/PMK.01/2012, PMK-173/PMK.01/2012, PMK-174/PMK.01/2012 tentang Penambahan tugas Kepatuhan Internal pada Instansi Vertikal dan UPT (Unit Pelaksana Teknis), fungsi Seksi Pemeriksaan yang awalnya hanya bertugas melaksanakan tugas-tugas administratif pemeriksaan sekarang ditambah dengan fungsi sebagai UKI. Diawal terbentuknya, UKI masih melaksanakan pemantauan sama dengan yang dilakukan UP3I. Memasuki tahun 2015 mulai januari 2015, UKI sudah tidak dibawah seksi pemeriksaan, tetapi masuk ke Sub Bagian Umum berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jendral Pajak. Sehubungan dengan terbentuknya UKI, maka pada tahun 2013 berdasarkan S 259/PJ.11/2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas Unit Kepatuhan Internal pada Instansi Vertikal dan Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak, tugas UKI Direktorat Jendaral Pajak baik di instansi vertikal maupun UPT didasari atas RPT (Rencana Pemantauan Tahunan) yang disusun oleh Direktur Kitsda dan disetujui

24 36 oleh Dirjen Pajak. Tugas UKI sesuai dengan S-250/PJ.11/2013 tentang Penyampaian RPT di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak tahun 2013 (penjelasan lebih lengkap dapat dilihat dalam lampiran 9, hal 187) antara lain berikut ini. a. Melakukan pemantauan pengendalian intern b. Melakukan pemantauan manajemen risiko c. Melakukan pemantauan kinerja karyawan berupa kepatuhan kode etik dan disiplin pegawai d. Melakukan pemantauan tindak lanjut hasil pengawasan e. Perumusan rekomendasi perbaikan proses bisnis Berdasarkan peraturan S 649/PJ.11/2014 tentang RPT UKI di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak tahun 2015, maka proses pemantauan yang dilakukan oleh UKI untuk pemantauan pada tahun 2015 berdasarkan pada RPT tahun Secara keseluruhan, RPT tahun 2015 sama dengan tahun 2014 sesuai dengan S-637/PJ.11/2013 (penjelasan lebih lengkap dapat dilihat dalam lampiran 10, hal. 190). Perbedaannya terletak pada daftar kegiatan perangkat pemantauan pengendalian utama. Daftar perangkat pemantauan pengendalian utama dalam rangka peningkatan pengendalian intern di lingkungan Direktorat Pajak untuk tahun 2015 sesuai dengan S 649/ PJ.11/2014 tentang RPT UKI di Lingkungan Direktorat Jendral Pajak tahun 2015 yang dapat dilihat dalam lampiran 8 (hal 184).

25 37 C. Pengembangan Hipotesis 1. Pengaruh Independensi terhadap Kualitas Audit Independensi adalah sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan pihak lain, tidak tergantung orang lain (Mulyadi, 2002). Arrens et al. (2006) mendefiniskan ndependensi sebagai cara pandang yang tidak bias dalam melaksanakan audit, evaluasi hasil audit, dan pelaporan hasil temuan audit. Auditor internal berada dalam situasi yang unik sebagai penyedia jasa assurance dalam layanan organisasi dan konsultasi kepada manajer, sehingga menimbulkan perdebatan karena memiliki potensi untuk menempatkan auditor internal dalam situasi konflik (Stewart et al. 2010). Penelitian Ahmad dan Taylor (2009) menunjukkan bahwa ambiguitas peran dan konflik peran secara signifikan berhubungan negatif dengan komitmen independensi. Lebih lanjut, Ahmad dan Taylor (2009) tidak menemukan hubungan yang signifikan antara komitmen independensi dan konflik peran yang timbul sebagai assurance dan konsultasi auditor internal di Malaysia. Hasil penelitian Christiawan (2002), Alim et al. (2012), Mansouri et al. (2009), Kharimatuti dan Hadiprayitno (2012), Khadafi et al. (2014), Bhuwana (2014), Zein (2014), Halim et al. (2014), dan Dwi Cahyono et al. (2015) menyimpulkan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sebaliknya, penelitian Sukriah et al. (2009), Mabruri dan Winarna (2010), Efendy (2010), Wardoyo et al. (2011), Badjuri (2012), Quena dan Rahman (2012), Tjun-tjun et al.

26 38 (2012), Rusvitaniady dan Pratomo (2014) menunjukan independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, karena jika auditor mampu bertindak independen dan tidak dipengaruhi oleh pihak-pihak lain yang mungkin memiliki kepentingan maka hasil auditnya akan baik pula. Hal ini sesuai SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik), oleh IAI tahun 1994 yang menyatakan bahwa mutu audit salah satunya ditentukan oleh independensi auditor. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Zhang, Zhou, dan Zhou (2007) bahwa Independensi auditor terhadap pengungkapan masalah pengendalian internal dapat dipengaruhi ikatan ekonomi antara auditor dengan klien karena auditor dapat mengabaikan masalah demi mendapatkan insentif. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 1 : Independensi berpengaruh langsung dan positif terhadap kualitas audit 2. Pengaruh Integritas terhadap Kualitas Audit Integritas merupakan suatu kepribadian yang yang harus dimiliki auditor yang dilandasi kejujuran, bijaksana, bertanggung jawab, dan keberanian dalam melaksanakan tugas audit (BPKP, 2008). Integritas menuntut pemeriksa selalu memperhatikan prinsip independensi dan obyektivitas (SPKN, 2007).

27 39 Hasil penelitian Mabruri dan Winarna (2010), Badjuri (2012), Quena dan Rahman (2012), Bhuwana (2014), Dwi Cahyono et al. (2015), Juniarso (2015) menunjukan integritas berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sebaliknya Sukriah et al. (2009) menunjukan integritas tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa integritas berpengaruh positif terhadap kualitas audit, karena jika auditor memiliki integritas artinya auditor dapat dipercaya dalam melaksanakan penilaiannya dan akan bersikap secara jujur, bertanggung jawab serta obyektif, berdasarkan fakta, non-partisan, dan non-ideologis berkaitan dengan entitas yang diaudit dan pengguna laporan auditor (US GAO, 2011). Dengan demikian, hasil auditnya juga akan berkualitas baik. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 2 : Integritas berpengaruh langsung dan positif terhadap kualitas audit 3. Pengaruh Kompetensi terhadap Kualitas Audit Kompetensi seorang auditor merupakan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan pengalaman dalam melaksanakan penugasan audit (BPKP, 2008). Penelitian Bonner (1990) menyatakan bahwa pengetahuan tugas yang spesifik membantu kinerja auditor melalui komponen pemilihan dan pembobotan bukti pada saat penentuan risiko analitis. Hasil penelitian Christiawan (2002) menunjukkan bahwa kemampuan auditor untuk menemukan suatu kesalahan dipengaruhi oleh pengalaman sehingga perlunya dilaksanakan training untuk meningkatkan kemampuan auditor.

28 40 Hasil penelitian Christiawan (2002), Alim et al. (2007), Halimah, et al. (2009), Mansouri et al. (2009), Sukriah et al. (2009), Efendy (2010), Badjuri (2012), Tjun-tjun et al. (2012), Kharismatuti dan Hadiprajitno (2012), Bhuwana (2014), Halim et al. (2014), Rusvitaniady dan Pratomo (2014), Zein (2014), Dwi Cahyono et al. (2015), dan Juniarso (2015) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas hasil audit. Sebaliknya, penelitian Wardoyo et al. (2011) menghasilkan hal yang berbeda, yaitu kompetensi tidak berpengaruh terhadap kualitas hasil audit. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, karena jika seorang audit memiliki kompetensi yang memadai dalam melakukan tugasnya maka hasil pekerjaanya juga akan baik. Hal ini sesuai dengan penjelasan Code of Ethics IIA (2009), bahwa auditor internal harus menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang diperlukan dalam pelaksanaan jasa audit internal. Pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman tersebut merupakan unsur pembentuk kompetensi. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 3 : Kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit 4. Pengaruh Obyektivitas terhadap Kualitas Audit Pada Practice Advisories dalam standar 1120 (2009) dinyatakan bahwa auditor internal harus memiliki sikap yang tidak memihak, tidak bias, dan menghindari konflik kepentingan. Obyektivitas dalam diri auditor internal adalah sikap mental yang memungkinkan untuk

29 41 melakukan keterlibatan sedemikian rupa, sehingga mereka memiliki keyakinan yang jujur dan tidak ada kompromi atas kualitas audit (Steward et al. 2010). Auditor dituntut untuk menjunjung tinggi ketidak-berpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data atau informasi audit (BPKP, 2008). Pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia menyatakan bahwa setiap auditor harus dapat mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Hasil penelitian Halimah et al. (2009), Sukriah et al. (2009), Mabruri dan Winarna (2010), Quena dan Rohman (2012), Rusvitaniady dan Pratomo (2014), dan Dwi Cahyono et al. (2015) menunjukkan bahwa obyektivitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Sebaliknya, Badjuri (2012), Bhuwana (2014), Juniarso (2015) menunjukan hal yang berbeda, yaitu obyektivitas tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa obyektivitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit, karena jika seorang audit mampu bersikap obyektif atau tidak bias maka hasil audit yang dilakukannya akan bersifat jujur dan apa adanya. Seperti dinyatakan dalam Standar Atribut 1120 (IIA, 2009) menxyatakan bahwa auditor harus memiliki sikap tidak memihak dan menghindari konflik kepentingan, serta harus menjunjung tinggi ketidakberpihakan profesional dalam mengumpulkan, mengevaluasi, dan memproses data atau informasi audit. Dengan demikian auditor terhindar dari sikap subjektif dan dapat

30 42 memberikan pertimbangan profesionalnya secara layak (SPAP, 2011) dan pada akhirnya kualitas auditnya baik pula. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 4 : Obyektivitas berpengaruh positif terhadap kualitas audit 5. Pengaruh Kerahasiaan terhadap Kualitas Audit PER/04/M.PAN/03/2008 menyatakan bahwa auditor dituntut menghormati nilai dan kepemilikan informasi dan dilarang mengungkapkan informasi tanpa persetujuan yang memadai, kecuali diharuskan oleh peraturan. Auditor akan bekerja secara profesional, jika mereka menjaga prinsip kerahasiaan yang akan berpengaruh terhadap kualitas laporan hasil audit yang dibuatnya (Erina et al. 2012). Peraturan BPK No 1 tahun 2007 mengungkapkan bahwa adakalanya suatu informasi dilarang diungkapkan kepada publik dalam laporan hasil audit, tetapi harus mengungkapkan sifat informasi tersebut yang menyebabkan tidak dilaporkan. Dalam peraturan BPK No 2 Tahun 2011 juga memberikan pertimbangan ditetapkannya kerahasiaan dalam pelaksanaan audit untuk wajib menjaga kerahasiaaan hasil audit kepada pihak yang tidak berkepentingan. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa menjaga kerahaasiaan akan berpengaruh positif terhadap kualitas audit, karena sesuai dengan Peraturan BPK No 1 tahun 2007 adakalanya suatu informasi dilarang diungkapkan kepada publik dalam laporan hasil pemeriksaan. Auditor

31 43 wajib menjaga kerahasiaaan hasil pemeriksaannya kepada pihak yang tidak berkepentingan. Kerahasiaan menurut IAPI (2008) menyatakan bahwa setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, kecuali terdapat kewajiban mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum. IAPI (2008) menjelaskan bahwa informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga. Lebih lanjut, IAPI (2008) menjelaskan bahwa setiap praktisi harus menjaga prinsip kerahasiaan dalam lingkungan sosialnya, serta waspada terhadap kemungkinan pengungkapan yang tidak sengaja. Hasil penelitian yang dilakukan Erina et al. (2012) dan Junairso (2015) menunjukkan bahwa kerahasiaan berpengaruh positif terhadap kualitas audit. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 5 : Kerahasiaan berpengaruh positif terhadap kualitas audit 6. Pengaruh Independensi Secara Tidak Langsung Melalui Obyektivitas terhadap Kualitas Audit Selain diduga memiliki pengaruh secara langsung, pengaruh independensi terhadap kualitas audit juga dapat melalui obyektivitas. Seorang auditor internal yang independen akan cenderung bersikap obyektif karena auditor tidak akan terpengaruh oleh gangguan-gangguan baik internal (pribadi), eksternal dan organisasi. Gangguan internal dapat

32 44 berupa hubungan pertalian darah, kerjasama, kepentingan keuangan dan sebagainya. Gangguan eksternal dapat berupa pihak-pihak luar yang dapat mempengaruhi keputusan auditor, pembatasan baik waktu dan sumber daya yang disediakan organisasi auditor, serta ancaman pergantian auditor atas ketidaksetujuan isi laporan hasil auditor. Sedangkan gangguan organisasi terkait dengan kedudukan, fungsi dan struktur organisasinya. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa independensi berpengaruh positif secara tidak langsung melalui obyektivitas terhadap kualitas audit, karena apabila seorang auditor terbebas dari gangguangangguan sebagaimana disebutkan Peraturan Badan Pemeriksaan Republik Indonesia No. 01 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, maka ia akan bersikap obyektif dan akan meningkatkan kualitas auditnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 6 : Independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit, melalui obyektivitas 7. Pengaruh Integritas Secara Tidak Langsung Melalui Obyektivitas terhadap Kualitas Audit Menurut definisinya, integritas adalah kepatuhan tanpa kompromi untuk kode nilai-nilai moral, dan menghindari penipuan, kemanfaatan, kepalsuan, atau kedangkalan apapun (Mutchler, 2003). Lebih lanjut, US GAO (2011) menjelaskan bahwa integritas mengacu pada bagaimana auditor melakukan pekerjaan mereka dengan sikap yang obyektif,

33 45 berdasarkan fakta, non-partisan, dan non-ideologis berkaitan dengan entitas yang diaudit dan pengguna laporan auditor. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa integritas berpengaruh positif secara tidak langsung melalui obyektivitas terhadap kualitas audit, karena dari definisi diatas, terlihat bahwa integritas yang dimiliki seorang auditor akan melahirkan sikap yang obyektif yang kemudian akan mempengaruhi kualitas auditnya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 7 : Integritas berpengaruh positif terhadap kualitas audit, melalui obyektivitas. 8. Pengaruh Interaksi Obyektivitas dan Budaya Jawa terhadap Kualitas Audit Terkait penelitian perilaku etis auditor dengan budaya Jawa sebagai pemoderasi, SPAP (2011) menyatakan bahwa salah satu prinsip dasar perilaku etis menurut etika profesi yang dapat menunjang kinerjanya adalah prinsip obyektivitas. Permenpan No : PER/04 /M. PAN /03/2008 tentang Kode Etik APIP juga menyatakan bahwa prinsip obyektivitas merupakan salah satu prinsip perilaku dan kode etik yang harus dijunjung tinggi oleh APIP yang dapat menentukan kualitas audit. Budaya masyarakat Jawa yang cenderung menghindari konflik dan menjunjung tinggi rasa penghormatan dapat memberikan dampak negatif maupun positif. Dampak negatif dapat terjadi jika hasil audit ditemukan banyak penyimpangan atau bersifat merugikan klien dan disaat bersamaan klien

34 46 atau pihak yang diaudit merupakan senior atau pimpinan dalam struktur keorganisasian. Namun demikian, hal ini dapat dihindari jika auditor mampu menempatkan dirinya dengan baik. Konflik tetap dapat dihindari melalui cara penyampaian penyimpangan hasil audit dengan menggunakan kata-kata atau pemilihan waktu yang lebih tepat. Cara ini dikenal dengan istilah tata Krama dan suba sita (Poerhadiyanto dan Sawarjuwono, 2002). Dengan menjunjung tinggi kedua hal tersebut, sikap obyektif sebaliknya tetap dapat dijaga dengan baik tanpa harus berkonfrontasi dengan pihak lain. Selain itu, dampak positif budaya Jawa terhadap obyektivitas juga dapat terjadi jika hasil audit sebenarnya tidak menemukan adanya penyimpangan. Auditor yang memegang teguh budaya Jawa akan menyampaikan hasil tersebut apa adanya tanpa ada tendensi untuk melakukan penyimpangan terhadap laporan agar terhindar konflik dengan klien. Penelitian Hendrawati (2011) menyatakan rasa kebersamaan serta kekeluargaan yang mengedepankan penghindaran konflik dan menjunjung rasa respect (saling menghormati) dapat mengurangi kualitas audit. Budaya ewuh pakewuh akan mengakibatkan sistem pengendalian intern suatu organisasi menjadi tidak efektif, meskipun dalam kondisi tertentu menimbulkan sikap asersif yang hati-hati dari bawahan terhadap pimpinan (Soeharjono, 2011). Lebih lanjut, Rozai (2015) menjelaskan bahwa budaya ewuh pakewuh berpengaruh negatif terhadap profesionalisme APIP, semakin tinggi APIP menjunjung tinggi budaya ewuh pakewuh,

35 47 menyebabkan profesionalisme APIP menjadi menurun. Berdasarkan penjelasan diatas memberikan kesempatan untuk menggunakan budaya Jawa sebagai variabel moderasi antara variabel obyektivitas terhadap kualitas audit. Dalam penelitian ini dihipotesiskan bahwa interaksi obyektivitas dan budaya Jawa berpengaruh negatif terhadap kualitas audit, karena auditor internal bertugas untuk mengaudit rekan kerja serta pimpinan dalam organisasi, sehingga adakalanya seorang auditor internal yang menjunjung tinggi dua prinsip budaya Jawa dalam hal ini prinsip menghindari konflik dan saling menghormati diduga akan berpengaruh negatif terhadap kualiatas hasil auditnya. Budaya Jawa yang kental dengan ewuh pakewuh, rikuh, tenggang rasa cenderung membuat auditor internal memilih sikap mencari aman dan menjaga harmoni sosial akan memperlemah kualitas audit yang dihasilkan. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H 8 : Interaksi obyektivitas dan budaya Jawa berpengaruh negatif terhadap kualitas audit.

36 48 D. Model Penelitian Berdasarkan hipotesis di atas maka model penelitian dilihat pada Gambar 1 berikut ini: Independensi Kerahasiaan Budaya Jawa Obyektivitas Kualitas Audit Integritas Kompetensi Gambar 2. Model Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kode etik yang relevan (De Angelo, 1981). akuntabilitas dan tranparasi kinerja sektor publik. Berdasarkan Transparency

BAB I PENDAHULUAN. kode etik yang relevan (De Angelo, 1981). akuntabilitas dan tranparasi kinerja sektor publik. Berdasarkan Transparency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Audit adalah suatu proses sistematik untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Atribusi Menurut Fritz Heider pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan

BAB I PENDAHULUAN. dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Ikatan Akuntan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien (De Angelo, 1981). Deis dan Groux

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory. BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Agensi Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory. Pihak kepala unit organisasi berperan

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL MUKADIMAH Dalam melaksanakan fungsi audit internal yang efektif, Audit Internal berpedoman pada persyaratan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Standar Pelaksanaan Fungsi Audit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu: Batubara (2008) melakukan penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Kualitas Audit Sebagaimana dijelaskan oleh De Angelo (dalam Mulyadi, 2009), bahwa kualitas audit adalah probabilitas di mana seorang auditor menemukan dan

Lebih terperinci

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga

2 Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengga BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1041, 2014 KEMENKOPOLHUKAM. Kode Etik. Auditor. Aparat Pengawas Intern Pemerintah. PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM, DAN KEAMANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998)

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam melakukan audit (Mulyadi dan Puradiredja, (1998) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik atau auditor merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. atas kinerja perusahaan melalui pemeriksaan laporan keuangan. Laporan BAB I PENDAHULUAN Pada bagian pendahuluan menjelaskan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. A. Latar Belakang Masalah Akuntan publik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan (Mulyadi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Gangguan Pribadi Merupakan suatu gangguan terhadap pemeriksa, bila sikap kebebasan (independen) dalam pemeriksaan dalam melaksanakan tugasnya tidak ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat. yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu

BAB I PENDAHULUAN. besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk. penyelenggaraan pemerintahan seharusnya didukung dengan suatu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN, KEPUTUSAN INSPEKTUR JENDERAL KEMENTERIAN PERDAGANGAN NOMOR : /IJ-DAG/KEP/01/2017 TENTANG KODE ETIK AUDITOR INTERN PEMERINTAH INDONESIA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntan publik merupakan profesi kepercayaan masyarakat. Dari profesi akuntan publik, masyarakat mengharapkan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan masing-masing. Pengertian laporan keuangan menurut Pernyataan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi akuntansi keuangan menunjukkan kondisi keuangan dan hasil usaha suatu perusahaan yang digunakan oleh para pemakainya sesuai dengan kepentingan masing-masing.

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan (principal) dan manajer (agent). Menurut Einsenhardt (1989) teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. perusahaan (principal) dan manajer (agent). Menurut Einsenhardt (1989) teori BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah dalam mengelola negara sangat memerlukan biaya atau dana yang sangat besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Atribusi Menurut Fritz Heider sebagai pencetus teori atribusi, teori atribusi merupakan teori yang menjelaskan tentang perilaku seseorang. Teori atribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). tanggungjawab profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). tanggungjawab profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mazsalah Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat kehandalan laporan keuangan perusahaan sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 7 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori Agensi (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) menjelaskan mengenai hubungan agensi dengan menggunakan metamorfosa dari sebuah kontrak. Agensi teori bertujuan

Lebih terperinci

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan )

PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan ) PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL PT NUSANTARA PELABUHAN HANDAL TBK ( Perseroan ) Piagam Audit Internal ini disusun dengan mengacu pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 56/POJK.04/2015 Tahun 2015 tanggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Pendidikan Fenomena mengenai kualifikasi personel pemeriksaan ini memang menjadi masalah dalam Badan Pengawasan Daerah. Seharusnya seorang pemeriksa mempunyai wawasan

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG

MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : PER/04/M.PAN/03/2008 TENTANG KODE ETIK APARAT PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 11 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Teori Sikap dan Perilaku Etis Sikap adalah keadaan dalam diri manusia yang menggerakan untuk bertindak, menyertai manusia

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL Latar Belakang Unit Audit Internal unit kerja dalam struktur organisasi Perseroan yang dibentuk untuk memberikan keyakinan yang memadai dan konsultasi yang bersifat independen dan

Lebih terperinci

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk Piagam Audit Internal PT Astra International Tbk Desember 2010 PIAGAM AUDIT INTERNAL 1. Visi dan Misi Visi Mempertahankan keunggulan PT Astra International Tbk dan perusahaanperusahaan utama afiliasinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian dari Ivan dan Nurul ini mengenai Faktor-faktor yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian dari Ivan dan Nurul ini mengenai Faktor-faktor yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Ivan dan Nurul (2015) Penelitian dari Ivan dan Nurul ini mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara (Studi

Lebih terperinci

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk

Piagam Audit Internal. PT Astra International Tbk PT Astra International Tbk Agustus 2016 PIAGAM AUDIT INTERNAL I. Visi & Misi Visi Misi Visi 2020 Menjadi Kebanggaan Bangsa Grup Astra diakui memiliki standar kelas dunia dalam hal tata kelola perusahaan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Profesi seorang akuntan publik merupakan salah satu profesi kepercayaan bagi para pihak yang berkepentingan, di antaranya adalah kreditor, investor, pemilik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. hubungan antara agent dengan principal. Hubungan teori keagenan mucul

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. hubungan antara agent dengan principal. Hubungan teori keagenan mucul BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keanggenan (Agency Theory) adalah teori yang menjelaskan hubungan antara agent dengan principal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Akuntansi Keuangan (SAK) atau Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini, audit terhadap laporan keuangan sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan laporan keuangan selain digunakan untuk memberikan informasi tentang keadaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pada bagian kajian pustaka dan hipotesis penelitian akan diuraikan teoriteori yang menjadi landasan dalam penelitian dan ditentukan hipotesis penelitian berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengawasan Intern Pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui bahwa suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu negara yang dikelola oleh pemerintahan selalu mencakup penggunaan dana yang cukup besar jumlahnya untuk melaksanakan aktivitas pemerintahan. Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT

- 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - LAMPIRAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 7 /SEOJK.03/2016 TENTANG STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK PERKREDITAN RAKYAT - 2 - PEDOMAN STANDAR PELAKSANAAN FUNGSI AUDIT INTERN BANK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kualitas audit termasuk salah satu jasa yang sulit untuk diukur secara objektif, tidak ada definisi yang pasti mengenai kualitas audit. Kualitas audit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai kinerja auditor yang dapat dijadikan sebagai referensi peneliti dalam melakukan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien (Deangelo, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam sistem akuntansi klien (Deangelo, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kualitas Hasil Pemeriksaan Kualitas audit diartikan sebagai probabilitas seorang auditor dalam menentukan dan melaporkan penyelewengan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh

BAB II KAJIAN PUSTAKA. variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Agusti dan Pratistha (2013) membuktikan melalui penelitiannya bahwa variabel kompetensi, independensi, dan profesionalisme memiliki pengaruh signifikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi akuntansi merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk pengambilan keputusan bagi investor di pasar modal. Informasi akuntansi tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkatnya permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan antar perusahaan sekarang ini sangat meningkat, terlebih lagi semakin meningkatnya permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh perusahaan terutama di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah k ti e g n e m r a d e k es na k u b M, O ZC LI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Profesi auditor telah menjadi sorotan masyarakat dalam beberapa tahun terakhir, terutama pada perusahaan go public yang harus memberikan informasi berupa laporan

Lebih terperinci

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N

P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N P E M E R I N T A H K O T A M A D I U N INSPEKTORAT Jl. Letjend Panjaitan No.17 Madiun, Kode Pos 63137 Jawa Timur Telepon ( 0351 ) 458322 Faximili (0351) 458322 e-mail: inspektorat@madiunkota.go.id KEPUTUSAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Profesionalisme Profesi dan profesionalisme dapat dibedakan secara konseptual. Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa kriteria,

Lebih terperinci

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI Irtama 2016 1 Irtama 2016 2 SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIAGAM AUDIT INTERN 1. Pengawasan internal adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pengendalian mutu. Selanjutnya De Angelo (1981) mendefinisikan audit quality

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. pengendalian mutu. Selanjutnya De Angelo (1981) mendefinisikan audit quality BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kualitas Audit Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Profesi akuntan publik memiliki peranan penting dalam melakukan audit laporan keuangan dalam suatu organisasi dan merupakan profesi kepercayaan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai

BAB1 PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien sesuai BAB1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengawasan Intern Pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui bahwa suatu instansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan suatu pengawas intern untuk meminimalisir penyimpangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 (pasal 24) pengawasan terhadap urusan pemerintahan di daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah

Lebih terperinci

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal

1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal Piagam Audit Intern 1.0 PENDAHULUAN 2.0 VISI 3.0 MISI 1.1. Dasar/ Latar Belakang Penyusunan Piagam Audit Internal a. Peraturan Bank Indonesia No.1/6/PBI/1999 tanggal 20 September 1999 tentang Penugasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan auditor yang demikian penting dan strategis dalam berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. Peranan auditor yang demikian penting dan strategis dalam berkembangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peranan auditor yang demikian penting dan strategis dalam berkembangnya masyarakat kedepan, diperlukan karakter auditor yang profesional. Jasa audit keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas audit merupakan bagian yang sangat penting dalam menyajikan laporan hasil audit. Agar pemerintah puas dengan pekerjaan seorang auditor maka diperlukan sikap-sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan daerah. Pemerintah harus melakukan reformasi dalam segala aspek pengelolaan keuangan daerah. Salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Fritz Heiderteori sebagai pencetus teori atribusi berpendapat bahwa atribusi merupakan teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Fritz Heiderteori sebagai pencetus teori atribusi berpendapat bahwa atribusi merupakan teori 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Atribusi Fritz Heiderteori sebagai pencetus teori atribusi berpendapat bahwa atribusi merupakan teori yang menjelaskan

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk

Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk Piagam Unit Audit Internal ( Internal Audit Charter ) PT Catur Sentosa Adiprana, Tbk Pendahuluan Piagam Audit Internal ( Internal Audit Charter ) adalah dokumen formal yang berisi pengakuan keberadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa tahun terakhir sangat berarti bagi profesi akuntan khususnya para auditor. Munculnya beberapa kasus mengenai profesi auditor di awal abad ini mempengaruhi

Lebih terperinci

ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI

ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI INSPEKTORAT JENDERAL ATURAN ETIKA DAN PERILAKU APARAT PENGAWAS INTERN DI LINGKUNGAN KEMENRISTEKDIKTI INTEGRITAS, PROFESIONAL, SEJAHTERA Budaya Kerja Pola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu organisasi. Profesi ini dikenal masyarakat melalui jasa audit yang disediakan

BAB I PENDAHULUAN. suatu organisasi. Profesi ini dikenal masyarakat melalui jasa audit yang disediakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntan publik merupakan profesi yang berlandaskan kepercayaan dari masyarakat yang berperan penting dalam melakukan audit laporan keuangan suatu organisasi.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan suatu alat. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia bisnis, perusahaan yang dapat bertahan adalah perusahaan yang memiliki konsisten tinggi dalam menjalankan kinerjanya. Untuk melihat konsistensi dari kinerja

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Jensen dan Meckling

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. manajemen selaku agen dengan pemilik selaku principal. Jensen dan Meckling BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori Keagenan (Agency Theory) menjelaskan adanya konflik antara manajemen selaku agen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi informasi laporan keuangan yang diperoleh, ditambah dengan

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi informasi laporan keuangan yang diperoleh, ditambah dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Audit judgment merupakan suatu pertimbangan atas persepsi dalam menanggapi informasi laporan keuangan yang diperoleh, ditambah dengan faktor-faktor dari dalam diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara yang dikelola oleh pemerintah mencakup dana yang cukup besar jumlahnya. Pertanggungjawaban atas penggunaan dana untuk penyelenggaraan pemerintahan seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka mewujudkan perekonomian yang modern, para pimpinan atau manajemen perusahaan dituntut untuk dapat mengelola perusahaannya secara lebih efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar, karena beberapa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN ORISINALITAS... iii KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencoba mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi di segala bidang.

BAB I PENDAHULUAN. mencoba mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Semua pihak termasuk pemerintah mencoba mengatasi

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang

: Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Lampiran 9 : Tabel Distribusi Kuesioner pada KAP di Jakarta dan Tangerang : Kuesioner : Hasil Uji Deskriptif : Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu : penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Akuntansi sektor publik merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas

BAB I PENDAHULUAN. bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Auditor independen ialah merupakan suatu akuntan publik yang bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas keuangan komersial maupun non

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Audit 2.1.1 Pengertian Kualitas Audit Menurut De Angelo (1981) dalam Watkins et al (2004) mendefinisikan kualitas sebagai kemungkinan dimana or akan menemukan dan melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang dianggap sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang dianggap sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Profesi akuntan publik merupakan salah satu profesi yang dianggap sangat penting dalam dunia bisnis. Seorang akuntan publik diharapkan banyak orang untuk dapat meletakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan intern yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) terdiri dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. akuntan publik kewajarannya lebih dapat dipercaya dibandingkan laporan keuangan yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pembangunan manusia merupakan salah satu indikator bagi kemajuan suatu negara. Suatu negara dikatakan maju bukan saja dihitung dari pendapatan domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja pemerintah saat ini menjadi sorotan masyarakat. Hal tersebut diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai demonstran-demonstran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik kewajarannya lebih dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu manfaat dari jasa akuntan publik adalah memberikan informasi yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan keuangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance

BAB I PENDAHULUAN. meyakini kualitas pekerjaannya. Dalam penyelenggaraanya good governance BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap profesi harus mampu membangun kepervayaan masyarakat agar martabat dan kualitas jasa professionalnya dapat terjaga. Untuk membangun kepercayaan masyarakat, maka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Auditing sektor publik memiliki peran penting dan strategis dalam perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Melalui auditing sektor publik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kualitas Pelaksanaan Audit Internal Audit secara umum memiliki unsur penting yang diuraikan Mulyadi (2009:9) yaitu antara lain sebagai berikut: 1. Suatu

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER

INTERNAL AUDIT CHARTER Halaman : 1 dari 5 I. PENDAHULUAN Tujuan utama Piagam ini adalah menentukan dan menetapkan : 1. Pernyataan Visi dan Misi dari Divisi Satuan Kerja Audit Intern (SKAI) Bank Woori Saudara 2. Tujuan dan ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. Nepotisme). Banyaknya kasus korupsi yang terjadi akhir-akhir ini menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, permasalahan yang sering dihadapi oleh suatu lembaga pemerintahan salah satunya adalah tindakan KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme). Banyaknya

Lebih terperinci

PT Wintermar Offshore Marine Tbk

PT Wintermar Offshore Marine Tbk PT Wintermar Offshore Marine Tbk ( Perusahaan ) Piagam Audit Internal I. Pembukaan Sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 yang ditetapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Pengertian Audit Pengertian auditing menurut Arens (2010) yaitu : The accumulation and evaluation of evidence about information to

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa demokrasi saat ini, pemerintah dituntut untuk semakin transparan dan akuntabel terhadap pengelolaan dana keuangan negara. Semakin tingginya permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perusahaan digunakan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan yang didirikan, baik besar maupun kecil pada umumnya mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh laba. Laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penelitian. Kjian teori berfungsi sebagai kerangka acuan dan sudut pandang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam penelitian. Kjian teori berfungsi sebagai kerangka acuan dan sudut pandang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori adalah dasar berpikir yang bersumber dari suatu teori yang relevan dan dapat digunakan sebagai tuntunan untuk memecahkan permasalahan dalam penelitian.

Lebih terperinci

Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu

Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu Kompetensi Auditor Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Auditor Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama Pengendalian Mutu tedi last 08/17 1. KOMPETENSI AUDITOR Auditor secara kolektif

Lebih terperinci

Pedoman Audit Internal (Internal Audit Charter) Lampiran, Surat Keputusan, No:06/FMI-CS/III/2017 Tentang Penetapan Kepala Unit Audit Internal

Pedoman Audit Internal (Internal Audit Charter) Lampiran, Surat Keputusan, No:06/FMI-CS/III/2017 Tentang Penetapan Kepala Unit Audit Internal 1. Definisi a) Audit Internal adalah suatu kegiatan pemberian keyakinan dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Auditor independen ialah merupakan suatau akuntan publik yang

BAB I PENDAHULUAN. Auditor independen ialah merupakan suatau akuntan publik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Auditor independen ialah merupakan suatau akuntan publik yang bersertifikat atau kantor akuntan publik yang melakukan audit atas entitas keuangan komersial maupun non

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa. Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) bertugas

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI FAKLULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS GUNADARMA. Disusun Oleh : : Eko Aprianto Nugroho NPM :

ETIKA PROFESI FAKLULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS GUNADARMA. Disusun Oleh : : Eko Aprianto Nugroho NPM : ETIKA PROFESI Disusun Oleh : Nama : Eko Aprianto Nugroho NPM : 21409668 Kelas : SMTM01-06 FAKLULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK MESIN UNIVERSITAS GUNADARMA 2011 ETIKA PROFESI AKUNTANSI I. Pengertian

Lebih terperinci