PEMBAHARUAN SUBSTANSI HUKUM PENGADAAN TANAH YANG BERKEADILAN THE REFORM OF LEGAL SUBSTANCES OF FAIR LAND PROVISION. Oleh: Ade Arif Firmansyah *)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBAHARUAN SUBSTANSI HUKUM PENGADAAN TANAH YANG BERKEADILAN THE REFORM OF LEGAL SUBSTANCES OF FAIR LAND PROVISION. Oleh: Ade Arif Firmansyah *)"

Transkripsi

1 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014), pp PEMBAHARUAN SUBSTANSI HUKUM PENGADAAN TANAH YANG BERKEADILAN THE REFORM OF LEGAL SUBSTANCES OF FAIR LAND PROVISION Oleh: Ade Arif Firmansyah *) ABSTRACT Land is one of the important natural resources for humanbeing sustainability. Relation both of them is not only a place for life, but also it is providing resources for life. Thus, the government policy on land for development must be managed wisely today and for future. The policy includes also life provision for development. One of the government actions, the provision of it must be fair. It based on the principle that it must be protected by law, right to property or right of having it guaranteed by the constitution. Both for the owner and people in real cultivate the land without having certain rights given by the constitution will be protected. Keywords: Legal Substances,Land Provision, Fair. PENDAHULUAN Pembangunan yang dilaksanakan oleh negara pada dasarnya dilakukan untuk kepentingan bangsa dan negara, dengan manfaat sebesar-besarnya pada kesejahteraan rakyat. Pembangunan mempunyai bentuk dan jenis beragam, salah satunya adalah pembangunan untuk memenuhi public good atau untuk kepentingan umum (public purpose), 1 dalam konteks ini pembangunan dilakukan dengan membangun infrastruktur tertentu yang ditujukan untuk kepentingan umum. Pembangunan infrastruktur bagi kepentingan umum tersebut membutuhkan tanah sebagai lokasi yang akan digunakan untuk pembangunan. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi kelangsungan hidup umat manusia. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah mengenai tanah untuk kepentingan pembangunan harus dikelola secara cermat pada masa sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Kebijakan mengenai tanah termasuk juga *) Ade Arif Firmansyah, S.H.,M.H adalah Legal drafter Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hak Asasi Manusia (PKKP-HAM) Fakultas Hukum Universitas Lampung. 1 Naskah Akademik Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, DPR-RI, Jakarta, 2010, hlm 1. ISSN:

2 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah dalam hal pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan/umum. Pada dasarnya Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat dilakukan dengan cara mengajukan permohonan pencabutan hak atas tanah kepada presiden. Ketentuan pencabutan hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda Benda Yang Ada Di Atasnya, Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya, dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya. Kedua, pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat juga dilakukan dengan cara pelepasan hak atas tanah. Pelepasan hak atas tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang pelaksanaannya masih merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Presiden 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, serta Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Ketiga, pengadaan tanah untuk kepentingan umum dapat juga dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak, dengan ketentuan tanah yang diperlukan luasnya tidak lebih dari satu hektar. 2 Tahun Pasal 20 Perpres No. 36 Tahun 2005 juncto Pasal Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3

3 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Terdapat perbedaan yang mendasar dari ketiga cara pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum yang dilakukan oleh pemerintah tersebut. Pada pengadaan tanah dengan pencabutan hak atas tanah atau pelepasan hak atas tanah, pemerintah bertindak dalam konteks hukum publik. Pada proses ini terdapat kedudukan hukum yang tidak setara antara pemerintah dengan masyarakat pemilik hak atas tanah. Pemerintah tentu saja memiliki posisi tawar yang lebih kuat berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam konteks pencabutan hak atas tanah dan pelepasan hak atas tanah jika dibandingkan dengan posisi tawar masyarakat pemilik tanah. Pada proses pengadaan tanah dengan jual beli/tukar menukar, Pemerintah bertindak dalam konteks hukum privat, dimana kedudukan hukum dan posisi tawar antara pemerintah dan pemerintah dengan masyarakat pemilik hak atas tanah cenderung lebih setara dan seimbang. Pengadaan tanah yang merupakan proses pilihan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, apakah akan menggunakan pencabutan, pelepasan atau jual beli perlu dilakukan pembaharuan dari sisi substansi hukumnya. Pembaharuan perlu dilakukan terkait pada pilihan pengadaan tanah oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam konteks hukum publik dengan cara pencabutan dan pelepasan, sedangkan dari sisi privat dengan cara jual beli tidak menjadi persoalan karena posisi yang lebih koordinatif antara pemerintah dan masyarakat pemilik tanah. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk menguraikan lebih lanjut tentang pembaharuan substansi hukum pengadaan tanah dalam bingkai humanisme yang berkeadilan dalam konteks hukum administrasi, agar proses pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih humanis dan berkeadilan dengan mengedepankan aspek perlindungan hukum bagi masyarakat. Berdasarkan apa yang telah penulis petakan di atas, maka permasalahan yang akan dipecahkan dalam tulisan ini adalah: (1) Bagaimanakah aspek kewenangan dan prosedural dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum? (2) Bagaimanakah pembaharuan substansi hukum pengadaan tanah dalam bingkai humanisme yang berkeadilan? 331

4 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah PEMBAHASAN 1) Kerangka Teori Hukum dalam Kewenangan Beberapa teori hukum 3 yang penulis gunakan sebagai pisau analisis dalam tulisan ini adalah: teori kewenangan, teori asas umum prosedur, teori perlindungan hukum, dan teori economics analysis of law. Konsep teori kewenangan, menurut Philipus M. Hadjon mengemukakan bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga sumber, yaitu: atribusi, delegasi, dan mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan negara oleh undang-undang dasar, kewenangan delegasi dan mandat adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan. 4 Kewenangan akan melahirkan perbuatan pemerintahan. Untuk itu perlu juga memaparkan mengenai perbuatan pemerintahan (bestuurhandeling). Perbuatan pemerintah merupakan perbuatan materiil dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh penguasa dalam menjalankan fungsi pemerintahan. Demi menjamin dan memberikan landasan hukum bahwa perbuatan pemerintahan (bestuurhendeling) 5 yang dilakukan oleh pemerintah sebagai suatu perbuatan yang sah (legitimate and justified), dapat dipertanggungjawabkan (accountable and responsible) dan bertanggung jawab (liable), maka setiap perbuatan pemerintahan itu harus berdasarkan atas hukum yang adil, bermartabat dan demokratis. 6 Terkait denganm teori asas umum prosedur, bertumpu atas tiga landasan utama hukum administrasi, yaitu: asas negara hukum, asas demokrasi dan asas instrumental. Asas negara hukum dalam prosedur utamanya berkaitan dengan perlindungan hak-hak dasar, misalnya hak untuk tidak menyerahkan dokumen yang sifatnya privacy, hak untuk tidak menyebutkan namanya atau identitas 3 Menurut Kelsen, teori hukum (legal theory) adalah teori umum tentang hukum positif yang menggunakan metode pemahaman yuristik yang khas secara murni. Metode yuristik adalah suatu cara memandang hukum sebagai penentuan normatif dari pertanggungjawaban yang dapat digambarkan dengan sebuah skema umum tentang perkaitan normatif antara kondisi-kondisi dan konsekuensi-konsekuensi antara perilaku benar dan salah. Bernard Arief Sidharta, Teori Murni Tentang Hukum, dalam Lili Rasjidi dan Arief Sidharta, Filsafat Hukum: Mazhab dan Refleksinya, Bandung, Remaja Rosdakarya Philipus M. Hadjon, Disampaikan pada Pidato pengukuhan Guru besar di UNAIR 10 Oktober 1994, hlm 4. 5 Terdapat perbedaan pendapat dari para ahli hukum tata negara dan administrasi negara tentang pengertian istilah bestuurhandelingen. Ada yang mengartikannya sebagai tindakan pemerintahan (Kuntjoro Purbopranoto, Djenal Hoesen Koesoemahatmadja dan Hadjon) dan ada yang mengartikannya sebagai perbuatan pemerintahan (E. Utrecht). 6 Winahyu, Peranan Hukum Dalam Pertanggungjawaban Perbuatan Pemerintahan (Bestuurhandeling) Suatu Kajian Dalam Kebijakan Pembangunan Hukum, Jurisprudence, Vol. 1, No. 2, September 2004, hlm

5 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). lainnya sehubungan dengan keberatan yang diajukan terhadap suatu permohonan pihak lain atau atas suatu rancangan keputusan tata usaha negara. 7 Asas demokrasi dalam prosedur berkenaan dengan asas keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Asas keterbukaan mewajibkan pemerintah untuk secara aktif memberikan informasi kepada masyarakat tentang suatu permohonan atau suatu tindak pemerintahan dan mewajibkan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat atas hal yang diminta. Keterbukaan pemerintahan memungkinkan peranserta masyarakat dalam pengambilan keputusan. 8 Asas instrumental meliputi asas efisiensi (doelmatigheid:daya guna) dan asas efektivitas (doeltreffeinheid: hasil guna). Dewasa ini mungkin masih banyak prosedur dibidang pemerintahan yang masih belum berdaya guna dan berhasil guna. Dalam hubungan itu deregulasi dibidang pemerintahan khususnya menyangkut prosedur pemerintahan masih sangat dibutuhkan. 9 Sementara teori perlindungan hukum, menurut Philipus M. Hadjon, dengan tindak pemerintahan sebagai titik sentral, (dikaitkan dengan perlindungan hukum bagi rakyat), dibedakan dua macam perlindungan hukum yaitu: perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. 10 Sedangkan teori economics analysis of law, dikemukakan oleh Richard Posner akan digunakan untuk memetakan social cost dan transactional cost yang terjadi dalam pengadaan tanah. Analisis ekonomi adalah menentukan pilihan dalam kondisi kelangkaan (scarcity). Dalam hubungannya dengan positive analysis dari hukum, analis akan bertanya bila kebijaksanaan (hukum) tersebut dilaksanakan, prediksi apa yang dapat kita buat yang mempunyai akibat ekonomi. 7 Op cit, Philipus M. Hadjon, Pidato Pengukuhan Guru Besar, hlm 6. 8 Ibid, hlm 6. 9 Ibid, hlm Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm

6 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah Orang akan memberikan reaksi terhadap insentif atau disinsentif dari kebijaksanaan (hukum) tersebut. 11 2) Kewenangan dan Prosedur dalam Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum Pengadaan tanah yang dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perbuatan pemerintahan. Di dalam negara hukum, perbuatan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum (asas legalitas). Asas legalitas menurut Sjachran Basah, 12 berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif. Secara umum, dalam melakukan aktifitasnya pemerintah melakukan dua macam perbuatan yaitu perbuatan biasa (feitelijkehandelingen) dan perbuatan hukum (rechtshandelingen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah perbuatan dalam kategori kedua, rechtshandelingen. Perbuatan hukum pemerintahan adalah perbuatan yang dilakukan oleh badan atau pejabat tata usaha negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. Perbuatan hukum publik dalam pengadaan tanah dilakukan dengan cara pelepasan hak atas tanah dan pencabutan hak atas tanah. Dengan pelepasan hak dan pencabutan hak tersebut, pemerintah maupun pemerintah daerah menggunakan wewenang yang dimilikinya dalam konteks perbuatan hukum publik. Perbuatan hukum privat dalam pengadaan tanah dilakukan dengan cara jual beli/tukar menukar atau cara lain yang disepakati oleh kedua belah pihak (pemerintah atau pemerintah daerah dengan masyarakat pemilik hak atas tanah). Cara privat tersebut hanya dilaksanakan dengan kualifikasi tertentu, yaitu untuk pengadaan tanah dalam skala kecil dengan luas tanah yang dibutuhkan tidak lebih dari satu hektar. Untuk lebih jelasnya, pengadaan tanah oleh 11 Economics analysis of law adalah penerapan prinsip-prinsip ekonomi sebagai pilihan-pilihan rasional untuk menganalisa persoalan hukum. Richard Posner, Economics analysis of law, Boston, Toronto, London Litle, Brown and Company. Dalam Erman Rajagukguk, Butir-Butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, Jakarta, 2011, hlm Iskatrinah, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik, Litbang Pertahanan Indonesia, Balitbang DepHan

7 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). pemerintah untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam konteks perbuatan hukum publik maupun hukum privat dapat dilihat pada ragaan satu. Kewenangan yang merupakan basis bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam melakukan perbuatan pemerintahan akan menentukan keabsahan dari tindakan pemerintahan tersebut. Dalam konteks pengadaan tanah untuk kepentingan umum, kewenangan pemerintah didasarkan pada Pasal 6 UU No 2 Tahun sedangkan kewenangan pemerintah daerah diperoleh berdasarkan Pasal 21 dan 22 UU No. 32 Tahun 2004, baik pemerintahan daerah provinsi maupun pemerintahan daerah kabupaten/kota diberikan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerahnya. Berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007, Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu sub bidang urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan begitu jelaslah bahwa pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota dapat melakukan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Untuk lebih jelasnya, penjabaran dari sub bidang urusan pengadaan tanah untuk kepentingan umum tersebut dapat dilihat pada tabel satu. Tabel 1. Sub Bidang Urusan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum No Pemerintahan Daerah Provinsi (Lintas Kabupaten/Kota) Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota 1. Penetapan lokasi. Penetapan lokasi. 2. Pembentukan panitia pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pembentukan panitia pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 3. Pelaksanaan penyuluhan. Pelaksanaan penyuluhan. 4. Pelaksanaan inventarisasi. Pelaksanaan inventarisasi. 5. Pembentukan Tim Penilai Tanah (khusus DKI). Pembentukan Tim Penilai Tanah. 6. Penerimaan hasil penaksiran nilai tanah dari Lembaga/Tim Penilai Tanah. Penerimaan hasil penaksiran nilai tanah dari Lembaga/Tim Penilai Tanah. 7. Pelaksanaan musyawarah. Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian. Pelaksanaan musyawarah. Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian. 8. Pelaksanaan pemberian ganti kerugian. Pelaksanaan pemberian ganti kerugian. 9. Penyelesaian sengketa bentuk dan besarnya ganti kerugian. Penyelesaian sengketa bentuk dan besarnya ganti kerugian. 10. Pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota. Pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota. Sumber: Lampiran PP No. 38 Tahun 2007, (data diolah). 13 Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan oleh Pemerintah. 335

8 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah Berdasarkan tabel satu, pengadaan tanah untuk kepentingan umum juga merupakan kewenangan pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan lingkup pemerintahannya masing-masing, mulai dari proses penetapan lokasi hingga proses pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota. Meskipun demikian, pada dasarnya kewenangan tersebut diperoleh dari negara berdasarkan hukum serta peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah dalam penyelenggaraan berbagai urusan pemerintahan daerah termasuk kewenangan pengadaan tanah untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No. 38 Tahun 2007 merupakan kewenangan yang sifatnya delegasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rezim hukum pemerintahan daerah. Begitu juga wewenang pemerintah daerah dalam pengadaan tanah yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961 untuk pencabutan hak atas tanah dan UU No. 2 Tahun 2012 untuk pelepasan hak atas tanah merupakan wewenang yang sifatnya delegasi dari pemerintah pusat (presiden) sebagai penyelenggara pengadaan tanah untuk kepentingan umum kepada pemerintah daerah dalam konteks rezim hukum sektoral dibidang pertanahan. Kewenangan pemerintah daerah dalam pengadaan tanah dalam rezim hukum pemerintahan daerah merupakan kewenangan yang berkaitan dengan wewenang sebagai daerah otonom, sedangkan kewenangan pengadaan tanah dalam rezim hukum sektoral di bidang pertanahan berkaitan dengan prinsip-prinsip prosedural pengadaan tanahnya. Prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum melalui pencabutan hak atas tanah dapat dilakukan dengan acara biasa maupun acara untuk keadaan yang sangat mendesak, jika dikaitkan dengan aspek kesepakatan terhadap masyarakat yang haknya dicabut dapat diketahui bahwa tidak ada proses musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak dalam pengadaan tanah tersebut, yang ada hanya tindakan sepihak dari pemerintah daerah yang mencabut hak atas tanah dan/atau benda-benda yang ada di atasnya Pasal 2-3 UU No. 20 Tahun 1961.

9 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Dari aspek ganti kerugian, jika yang berhak atas tanah dan/atau benda-benda yang haknya dicabut itu tidak bersedia menerima ganti kerugian yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Presiden karena dianggapnya jumlahnya kurang layak, maka yang bersangkutan dapat mengajukan banding kepada pengadilan tinggi yang daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah dan/ benda tersebut, agar pengadilan itulah yang menetapkan jumlah ganti-kerugiannya. 15 Prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum dengan cara pelepasan hak atas tanah jika dikaitkan dengan aspek kesepakatan dan ganti kerugian terhadap masyarakat yang berhak berdasarkan ketentuan UU No. 2 Tahun 2012, diatur dengan ketentuan sebagai berikut: 16 a) Lembaga pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari penilai disampaikan kepada lembaga pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. Sebagaimana telah penulis jelaskan sebelumnya ketika membahas kewenangan pemerintah daerah dalam pengadaan tanah. Pada fase musyawarah penetapan ganti kerugian ini seharusnya juga diatur mengenai sarana hak advokasi masyarakat dengan pendampingan dari mereka yang lebih mengerti tentang pengadaan tanah, 17 agar kedudukan lembaga pertanahan sebagai lembaga publik sedapat mungkin berimbang dengan kedudukan masyarakat dengan adanya hak advokasi tersebut, meskipun pada dasarnya kedudukan lembaga pertanahan sebagai lembaga publik tentu tidak akan sama dengan kedudukan masyarakat. b) Hasil kesepakatan dalam musyawarah menjadi dasar pemberian ganti kerugian kepada pihak yang berhak yang dimuat dalam berita acara kesepakatan. 15 Ibid, Pasal Pasal UU No. 2 Tahun Dapat berupa advokasi dari lembaga swadaya masyarakat atau akademisi. 337

10 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah c) Jika tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian. d) Pengadilan negeri memutus bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya pengajuan keberatan. e) Pihak yang keberatan terhadap putusan pengadilan negeri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja dapat mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mahkamah Agung wajib memberikan putusan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan kasasi diterima. Jika masyarakat yang berhak, menerima putusan pengadilan negeri tentang bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian maka tidak perlu mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. f) Putusan pengadilan negeri/mahkamah Agung yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap menjadi dasar pembayaran ganti kerugian. g) Jika pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, tetapi tidak mengajukan keberatan dalam waktu yang telah ditentukan, karena hukum pihak yang berhak dianggap menerima bentuk dan besarnya ganti kerugian. Prosedur pengadaan tanah untuk kepentingan umum dengan cara pelepasan hak atas tanah yang telah dipetakan di atas jika dikaitkan dengan aspek kesepakatan terhadap masyarakat yang hak atas tanahnya akan dilepaskan, sudah mengakomodir proses musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak dalam pengadaan tanah tersebut, cara ini lebih baik jika dibandingkan dengan pencabutan hak atas tanah. Dari aspek ganti kerugian, hal ini ditetapkan setelah musyawarah dilakukan oleh kedua belah pihak. Jika terjadi keberatan setelah dilakukan musyawarah penetapan ganti kerugian, terbuka jalur bagi masyarakat untuk menyalurkannya hingga tahap kasasi pada Mahkamah Agung, namun setelah tahapan tersebut dilewati masyarakat harus menerima keputusan Mahkamah Agung sebagai dasar penetapan ganti rugi. Dari mekanisme tersebut dapat dikatakan prosedur pelepasan hak atas tanah 338

11 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). menafikan asas instrumental berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas dalam pengadaan tanah, namun sangat mengakomodir asas negara hukum dan asas keterbukaan karena menghormati hakhak dasar masyarakat yang berhak atas tanah dengan mengakui proses musyawarah dalam pelepasan hak atas tanah tersebut dan memberikan jalur hukum pengajuan keberatan. 3) Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah dalam Bingkai Humanisme yang Berkeadilan Hak untuk dilindungi oleh hukum, hak memiliki harta benda ataupun mempunyai hak milik merupakan hak asasi yang diakui dan diatur dalam UUD Baik bagi pemilik hak atas tanah maupun bagi masyarakat yang secara nyata menggarap tanah tanpa memiliki alas hak tertentu dijamin oleh konstitusi akan mendapatkan perlindungan hukum. Hak untuk dilindungi oleh hukum, memiliki harta benda ataupun mempunyai hak milik tersebut diatur dalam: a) Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. b) Pasal 28G ayat (1): Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. c) Pasal 28H ayat (4): Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun. d) Pasal 28I ayat (4): Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. Melandaskan pemikiran pada ketentuan-ketentuan perlindungan hak asasi manusia yang diatur dalam UUD 1945 tersebut di atas, maka proses pengadaan tanah haruslah mampu untuk melindungi masyarakat yang tanahnya akan digunakan untuk pembangunan bagi kepentingan umum. 339

12 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah Setelah penulis menganalisis ketentuan-ketentuan pasal peraturan perundang-undangan yang mengatur substansi pengadaan tanah untuk kepentingan umum dengan teori kewenangan, asas umum prosedur, perlindungan hukum dan economic analysis of law yang telah dipersiapkan sebelumnya, 18 maka penulis dapat menggambarkan karakter substansi hukum pengadaan tanah sebagaimana disajikan pada ragaan dua. Pada arena pencabutan hak atas tanah, karakter kewenangan pemerintah daerah adalah delegasi. Dari aspek prosedur pengadaan tanahnya, karakter negara hukum yang berbentuk pengakuan hak-hak masyarakat dan karakter demokrasi yang berbentuk keterbukaan, mendapat porsi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan karakter instrumental yang berbentuk efisiensi dan efektivitas yang mendapatkan porsi lebih besar. Pada pencabutan hak atas tanah, transactional cost yang berbentuk pembayaran ganti kerugian dapat ditekan sekecil mungkin sehingga social cost yang berbentuk perlawanan-perlawanan masyarakat dan kondisi keterpurukan sosial ekonomi masyarakat pemilik tanah pasca pengadaan tanah berpotensi membesar. Titik tolak pencabutan hak atas tanah lebih cenderung pada aspek kepastian hukum untuk melegitimasi reduksi terhadap hakhak masyarakat yang berhak, dengan hanya memberikan bentuk perlindungan hukum yang represif, sehingga derajat perlindungan hukumnya cenderung tidak humanis dan tidak berkeadilan. Pada pelepasan hak atas tanah, karakter kewenangan pemerintah daerah adalah delegasi. Dari aspek prosedur pengadaan tanahnya, karakter instrumental yang berbentuk efisiensi dan efektivitas mendapat porsi yang lebih kecil jika dibandingkan dengan karakter negara hukum yang berbentuk pengakuan hak-hak masyarakat, dan karakter demokrasi yang berbentuk keterbukaan, yang mendapat porsi lebih besar. Pada pelepasan hak atas tanah, social cost yang berbentuk perlawananperlawanan masyarakat dan kondisi keterpurukan sosial ekonomi masyarakat pasca pengadaan tanah dapat ditekan sekecil mungkin, namun transactional cost yang berbentuk pembayaran ganti kerugian cenderung akan membesar. Titik tolak pelepasan hak atas tanah lebih cenderung pada aspek keadilan hukum untuk penghormatan dan pemenuhan hak-hak masyarakat yang berhak, Analisis terutama dilakukan terhadap UU No. 20 Tahun 1961 dan UU No. 2 Tahun 2012.

13 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). dengan memberikan bentuk perlindungan hukum yang preventif dan represif sehingga derajat perlindungan hukumnya mulai mengarah pada sisi yang lebih humanis dan berkeadilan. Menelaah lebih lanjut sisi perlindungan hukum sebagai bentuk humanisasi substansi hukum pengadaan tanah dalam mekanisme pengadaan tanah dengan pencabutan hak sebagaimana diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961, PP No. 39 Tahun 1973 Inpres No. 9 Tahun 1973, sama sekali tidak memberikan perlindungan hukum yang sifatnya preventif, karena dalam pengaturannya sama sekali tidak menyediakan akses bagi masyarakat untuk menyatakan pendapat atau keberatannya dalam proses pengadaan tanah. Namun, cara pencabutan hak atas tanah memberikan perlindungan hukum yang sifatnya represif untuk mengajukan banding kepada pengadilan tinggi yang daerah kekuasaannya meliputi tempat letak tanah dan/benda tersebut jika tidak bersedia menerima ganti kerugian yang telah ditetapkan dalam surat keputusan Presiden karena dianggap jumlahnya kurang layak. Oleh karena itu, menurut penulis UU No. 20 Tahun 1961 beserta peraturan turunannya lebih baik dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi karena cenderung tidak humanis dan berkeadilan. Mekanisme pengadaan tanah dengan pelepasan hak sebagaimana diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012, Perpres No. 36 Tahun 2005, Per Ka. BPN No. 3 Tahun 2007, telah mengakomodir perlindungan hukum yang bentuknya preventif yaitu: terdapatnya mekanisme konsultasi publik serta upaya keberatan mengenai rencana lokasi pembangunan dan upaya keberatan kepada lembaga pertanahan atas hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Selain perlindungan hukum preventif yang telah di jelaskan di atas, terdapat juga perlindungan hukum yang bentuknya represif yaitu: masyarakat yang berhak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara terhadap penetapan lokasi pembangunan, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan tata usaha negara, mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terhadap putusan pengadilan negeri mengenai ganti rugi. Pengadaan tanah dengan pelepasan hak atas tanah yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 cenderung lebih melindungi hak-hak masyarakat dengan mengintegrasikan bentuk perlindungan 341

14 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah hukum yang preventif dan represif jika dibandingkan dengan cara pengadaan tanah dengan pencabutan hak atas tanah yang diatur dalam UU No. 20 Tahun 1961 yang hanya memberikan perlindungan hukum represif. Meskipun demikian, perlindungan hukum represif yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2012 berkenaan dengan penetapan ganti kerugian belum sepenuhnya memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang berhak karena kerancuan penggunaan istilah keberatan. Istilah yang digunakan ketika tidak terjadi kesepakatan dalam musyawarah mengenai ganti kerugian adalah keberatan yang diajukan kepada pengadilan negeri, sedangkan pada sarana perlindungan hukum represif terhadap penetapan lokasi pembangunan, istilah yang digunakan adalah gugatan bukan keberatan. Keberatan dalam hukum administrasi merupakan salah satu bentuk upaya administratif yang dapat ditempuh terhadap suatu keputusan tata usaha negara. Ada dua macam upaya administratif, yaitu banding administratif dan prosedur keberatan. Dalam hal penyelesaiannya dilakukan oleh instansi yang sama, yaitu badan atau pejabat tata usaha negara yang mengeluarkan keputusan tata usaha negara, maka prosedur yang ditempuh disebut keberatan. Dalam hal penyelesaiannya dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain, maka prosedur itu disebut banding administratif. 19 Keberatan yang diajukan kepada pengadilan negeri jelaslah tidak termasuk upaya administratif karena penyelesaiannya tidak dilakukan oleh instansi yang sama. Selain itu, keberatan sendiri tidak dikenal dalam pengajuan perkara di pengadilan negeri, yang ada adalah permohonan atau gugatan. Istilah keberatan yang digunakan dalam konteks penetapan ganti kerugian akan menimbulkan kerancuan yang berakibat melemahkan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam pengadaan tanah. Penggunaan istilah keberatan dapat menjadikan ditolaknya pengajuan sengketa tersebut oleh pengadilan negeri dengan alasan tidak memiliki kompetensi untuk menyelesaikan prosedur keberatan, sehingga masyarakat akan sangat dirugikan dengan penolakan sengketa tersebut. Kalaupun keberatan dipersamakan dengan permohonan tentulah tidak tepat, karena keberatan dilandasi adanya sengketa sedangkan permohonan tidak. Berdasarkan kondisi tersebut, perlu Philipus M Hadjon, et all. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gajah Mada University Press hlm

15 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). dilakukan perubahan pada substansi UU No. 2 Tahun 2012 agar menjadi lebih humanis dan berkeadilan. Dari pemetaan karakter substansi hukum pengadaan tanah yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa substansi hukum pengadaan tanah masih harus diperbaharui agar menjadi lebih humanis dan berkeadilan sebagai bagian dari pembaharuan sistem hukum nasional. Menurut Barda Nawawi Arief, 20 ruang lingkup pembangunan sistem hukum nasional dapat mencakup pembangunan substansial (substansi hukum/legal substance), pembangunan struktural (struktur hukum/legal structure), dan pembangunan kultural (budaya hukum/legal culture). Dengan begitu, pembaharuan substansi hukum pengadaan tanah juga merupakan salah satu bentuk pembaharuan sistem hukum nasional. Terlepas dari sisi substansi pengaturan pengadaan tanah dalam peraturan perundangundangan, seharusnya pemerintah dan pemerintah daerah dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus sedapat mungkin mengakomodir kepentingan masyarakat pemilik hak atas tanah dan penggarap tanah sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi mereka. Diharapkan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat antara pemerintah atau pemerintah daerah dengan masyarakat dalam pengadaan tanah, baik pembangunan maupun penghormatan hak asasi manusia dapat berjalan harmonis dan seiringan. KESIMPULAN Dari uraian dan pembahasan di atas, dapat ditarik simpulan bahwa aspek kewenangan dan prosedural melandasi perbuatan pemerintahan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Kewenangan pemerintah dalam pengadaan tanah dilandaskan pada UU No. 20 Tahun 1961 dan UU No. 2 Tahun 2012, sedangkan kewenangan pemerintah daerah dalam pengadaan tanah merupakan kewenangan delegasi dari pemerintah yang didasarkan pada dua rezim hukum, yaitu: rezim hukum pemerintahan daerah (UU No. 32 Tahun 2004 dan PP No Barda Nawawi Arief, Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia), Pustaka Magister, Semarang, 2012, hlm

16 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah Tahun 2007) dan rezim hukum sektoral bidang pertanahan (UU No. 2 Tahun 2012). Dari sisi prosedural, pencabutan hak atas tanah tidak mengatur adanya proses musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak dalam pengadaan tanah. Ganti kerugian ditetapkan secara sepihak oleh pemerintah. Sedangkan dengan cara pelepasan hak atas tanah sudah mengatur adanya proses musyawarah untuk mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak dalam pengadaan tanah. Ganti kerugian ditetapkan setelah musyawarah dilakukan oleh kedua belah pihak (pemerintah dan masyarakat). Substansi hukum pengadaan tanah harus diperbaharui untuk mewujudkan proses pengadaan tanah yang lebih humanis dan berkeadilan. Pembaharuan dapat dilakukan dengan mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi ketentuan UU No. 20 Tahun 1961 beserta peraturan turunannya yang berkarakter represif karena tidak mengakomodir dengan baik aspek perlindungan hukum, humanisme dan keadilan. Pembaharuan juga perlu dilakukan terhadap UU No. 2 Tahun 2012 terkait penggunaan istilah keberatan dalam proses penetapan ganti kerugian agar tidak menimbulkan multi tafsir, sehingga karakternya menjadi lebih responsif (humanis dan berkeadilan) serta dapat lebih melindungi hak masyarakat yang terkait dengan proses pengadaan tanah. DAFTAR PUSTAKA Barda Nawawi Arief, 2012, Pembangunan Sistem Hukum Nasional (Indonesia), Pustaka Magister, Semarang. Bernard Arief Sidharta, 1994, Teori Murni Tentang Hukum. Dalam Lili Rasjidi dan Arief Sidharta. Filsafat Hukum: Mazhab dan Refleksinya. Bandung. Remaja Rosdakarya. DPR-RI. Naskah Akademik Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Jakarta Erman Rajagukguk, 2011, Butir-Butir Hukum Ekonomi, Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi. Jakarta. 344

17 Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Kanun Jurnal Ilmu Hukum Ade Arif Firmansyah No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Iskatrinah, 2004, Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Baik. Litbang Pertahanan Indonesia. Balitbang DepHan. Philipus M. Hadjon, et all., 1994, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gajah Mada University Press. Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia. PT Bina Ilmu. Surabaya., 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Dalam Mewujudkan Pemerintahan Yang Bersih. disampaikan pada pidato pengukuhan Guru besar di UNAIR 10 Oktober. Richard Posner. Economics analysis of law, Boston Toronto. London Litle, Brown and Company. Winahyu. Peranan Hukum Dalam Pertanggungjawaban Perbuatan Pemerintahan (Bestuurhandeling) Suatu Kajian Dalam Kebijakan Pembangunan Hukum. Jurnal Jurisprudence. Vol. 1 No Peraturan Perundang-Undangan: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda Benda Yang Ada Di Atasnya. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian Oleh Pengadilan Tinggi Sehubungan Dengan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang 345

18 Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 63, Th. XVI (Agustus, 2014). Pembaharuan Substansi Hukum Pengadaan Tanah yang Berkeadilan Ade Arif Firmansyah Ada Di Atasnya. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Sebagaimana Telah Diubah Dengan Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. 346

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali I. PEMOHON Abd. Rahman C. DG Tompo Kuasa Hukum DR. Saharuddin Daming. SH.MH., berdasarkan surat kuasa khusus

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

Reformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Reformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Reformasi Peraturan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Peraturan Pendukung Lainnya Oleh M. Noor Marzuki Direktur Pengadaan Tanah Wilayah I Badan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN DAN PENCABUTAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN DAN PENCABUTAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN DAN PENCABUTAN HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PROTECTION AGAINST THE LAW OF LAND RIGHTS IN PROCUREMENT AND CANCELLATION RIGHTS

Lebih terperinci

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. - 235 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh :

FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN. Oleh : 41 FREIES ERMESSEN DALAM KONSEP NEGARA KESEJAHTERAAN Oleh : Gusti Ayu Ratih Damayanti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar Mataram Abstract In principle, there were two forms of

Lebih terperinci

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

- 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. - 308 - I. PEMBAGIAN URUSAN AN PERTANAHAN SUB 1. Izin Lokasi 1. Penetapan kebijakan nasional mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria izin lokasi. 2.a. Pemberian izin lokasi lintas provinsi. b.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya pembangunan dan hasil-hasilnya, maka semakin meningkat pula BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pembangunan Nasional yang dilaksanakan dalam rangka memenuhi amanat Pembukaan UUD 1945, dari tahun ke tahun terus meningkat. Bersamaan dengan itu jumlah penduduk

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA D A F T A R I S I DAFTAR ISI... i DAFTAR DIAGRAM... ii DAFTAR LAMPIRAN...iii Bab I. KETENTUAN UMUM... I - 1 A. Dasar Hukum...I - 1 B. Tujuan...I

Lebih terperinci

EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012

EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 PERSPEKTIF Volume 22 No. 1 Tahun 2017 Edisi Januari EKSISTENSI BERLAKUNYA PENCABUTAN HAK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 Urip Santoso Dosen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN & ANALISIS Yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah pengaturan berkenaan dengan ganti rugi dalam pengadaan tanah berdasarkan peraturan yang ada. Dalam BAB ini akan dipaparkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan negara dengan perantaraan pemerintah harus berdasarkan hukum. 1 Penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Tanah adalah salah satu harta yang sangat berharga di muka bumi ini, yang dalam sepanjang sejarah peradaban umat manusia tak henti-hentinya memberikan problemaproblema

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 88/PUU-XII/2014 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

DIKLAT PENGADAAN TANAH KATA PENGANTAR

DIKLAT PENGADAAN TANAH KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Modul Diklat Pengadaan Tanah. Modul ini disusun agar peserta diklat dapat mempelajari

Lebih terperinci

PERBANDINGAN GANTI RUGI DAN MEKANISME PERALIHAN HAK MENURUT PERATURAN PRESIDEN NOMOR 65 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012

PERBANDINGAN GANTI RUGI DAN MEKANISME PERALIHAN HAK MENURUT PERATURAN PRESIDEN NOMOR 65 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 PERBANDINGAN GANTI RUGI DAN MEKANISME PERALIHAN HAK MENURUT PERATURAN PRESIDEN NOMOR 65 TAHUN 2006 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 Aristya Windiana Pamuncak, SH., LLM, MH. 1 awp188@ums.ac.id ABSTRACT

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com

FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH. sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com FUNGSI SOSIAL HAK ATAS TANAH sumber gambar: flickr.com dan yahoo.com I. PENDAHULUAN Pembangunan merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjadi salah satu indikator pertumbuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014 PERSOALAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN PEMBANGUNAN 1 Oleh : Angelia Inggrid Lumenta 2 ABSRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 50/PUU-X/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 50/PUU-X/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 50/PUU-X/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum I. PEMOHON 1. Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) diwakili

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PROVINSI KALIMANTAN BARAT PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMBAS, Menimbang : Mengingat : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah

BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM. A. Defenisi Pengadaan Tanah 28 BAB II PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM A. Defenisi Pengadaan Tanah Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk memperoleh tanah untuk berbagai kegiatan pembangunan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA HASIL PANSUS FINAL 9-05-09_26-5-09 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 I. PEMOHON Suta Widhya KUASA HUKUM JJ. Amstrong Sembiring, SH. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Prosedur

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan dan Kewenangan Wakil Kepala Daerah dalam Menandatangani Produk Hukum Daerah Ditinjau dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 084 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERSIAPAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA

BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA 2014 BEBERAPA CATATAN TENTANG NASKAH AKADEMIK RUU HAK ATAS TANAH DAN RUU PENGADILAN AGRARIA MARHAENDRA WIJA ATMAJA FGD PENYUSUNAN RUU DARI DPD RI TENTANG HAK ATAS TANAH DAN PENGADILAN AGRARIA DISELENGGARAKAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 33/PUU-X/2012 Tentang Pembatasan Kekuasaan dan Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia I. PEMOHON Erik.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon. II. POKOK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS TANAH HAK MILIK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALUR MASS RAPID TRANSIT ( MRT

PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS TANAH HAK MILIK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALUR MASS RAPID TRANSIT ( MRT JURNAL PELAKSANAAN PEMBERIAN GANTI RUGI ATAS TANAH HAK MILIK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN JALUR MASS RAPID TRANSIT ( MRT ) DI LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN Diajukan oleh: RALPH POLUAN NPM : 110510719

Lebih terperinci

SISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam *

SISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam * SISTEM BARU PENGADAAN TANAH DAN TANTANGAN PROGRAM PEMBANGUNAN PRESIDEN BARU Oleh: Chairul Umam * Pendahuluan Sebentar lagi kita akan memiliki presiden baru hasil pemilihan presiden 2014. Banyak visi dan

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM BAGI MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7 A. Ancaman Disintegrasi 1. Ancaman bermula dari kesenjangan antar daerah Adanya arus globalisasi, batas-batas negara kian tipis, mobilitas faktor produksi semakin tinggi, tidak

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 126/PUU-XIII/2015 Yurisprudensi Mahkamah Agung Mengenai Bilyet Giro Kosong I. PEMOHON Henky Setiabudhi Kuasa Hukum Wahyudhi Harsowiyoto, SH dan Mario Tanasale, SH., para

Lebih terperinci

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI

PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DALAM KONTEKS PERKEMBANGAN KOMPETENSI PERADILAN TATA USAHA NEGARA RI Prof. Dr. HM. LAICA MARZUKI, S.H. PENDAHULUAN Pemberlakuan

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah I. PEMOHON 1. Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo, sebagai Pemohon I; 2. Edi Kuswanto, sebagai Pemohon

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 104, 2011 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5248) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan I. PEMOHON Nina Handayani selanjutnya disebut sebagai Pemohon; Kuasa Hukum: Dr. Youngky Fernando, S.H.,M.H,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIII/2015 Pengumuman Terhadap Hak Cipta Yang Diselenggarakan Pemerintah I. PEMOHON Bernard Samuel Sumarauw. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH REGULASI MEKANISME PENGAWASAN PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH norma-normappkn8ekelompok5.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

BAB V. PENUTUP. (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu:

BAB V. PENUTUP. (dua) permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu: BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian dan kajian tentang Konstruksi Hukum Penguasaan Tanah Negara dalam Sistem Hukum Tanah Nasional maka diajukan jawaban terhadap 2 (dua) permasalahan yang

Lebih terperinci

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia

Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Peraturan Daerah Syariat Islam dalam Politik Hukum Indonesia Penyelenggaraan otonomi daerah yang kurang dapat dipahami dalam hal pembagian kewenangan antara urusan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara

Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Praktek Beracara di Pengadilan Tata Usaha Negara Bagian Pertama : Gugatan Oleh Ayi Solehudin Pendahuluan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) merupakan salah satu pilar peradilan dari empat peradilan yang

Lebih terperinci

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia,

PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebagaimana besar kehidupan manusia bergantung pada tanah. Tanah dinilai sebagai suatu harta

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 A. Latar Belakang Keluarnya SEMA No. 7 Tahun 2014 Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON - Edwin Hartana Hutabarat ---------------------------- selanjutnya disebut Pemohon.

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PP.05.01 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah adalah elemen sangat penting bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai Negara agraris karena sebagian besar penduduknya adalah petani yang

Lebih terperinci