Volume IV Nomor 2, April 2013 ISSN:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Volume IV Nomor 2, April 2013 ISSN: 2086-3098"

Transkripsi

1 i

2 JURNAL PENELITIAN KESEHATAN SUARA FORIKES Diterbitkan oleh: FORUM ILMIAH KESEHATAN (FORIKES) Penanggungjawab: Ketua Forum Ilmiah Kesehatan Pemimpin Redaksi: Subagyo, S.Pd, M.M.Kes Anggota Dewan Redaksi: H. Trimawan Heru Wijono, S.K.M, S.Ag, M.Kes H. Sukardi, S.S.T, M.Pd Hj. Rudiati, A.P.P, S.Pd, M.M.Kes Penyunting Pelaksana: Budi Joko Santosa, S.K.M, M.Kes Handoyo, S.S.T Suparji, S.S.T, M.Pd Sekretariat: Hery Koesmantoro, S.T, M.T Ayesha Hendriana Ngestiningrum, S.S.T Sri Martini, A.Md Alamat: Jl. Cemara RT 01 RW 02 Ds./Kec. Sukorejo, Ponorogo Kode Pos: Telepon: Jl. Danyang-Sukorejo RT 05 RW 01 Serangan, Sukorejo, Ponorogo Kode Pos: Telepon: dan Website: dan Terbit setiap tiga bulan, terbit perdana bulan Januari 2010 Harga per-eksemplar Rp ,00 Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume IV Nomor 2 Halaman April 2013 ISSN ii

3 EDITORIAL Salam dari Redaksi Para pembaca yang berbahagia, selamat berjumpa kembali dengan Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Sekarang ini adalah penerbitan Volume IV Nomor 2, alhamdulillah bisa diterbitkan secara tepat waktu. Pada bulan April 2013 ini disajikan sepuluh judul artikel hasil penelitian karya para sejawat dari berbagai penjuru tanah air, antara lain dari Surabaya, Malang, Bandung, Surakarta, dan Medan. Terimakasih kami sampaikan para sejawat yang telah turut serta menumbuhsuburkan jurnal ini hingga saat ini. Semoga kehadiran publikasi ini dapat memperkaya perbendaraan karya ilmiah di tanah air kita, khususnya dalam bidang kesehatan. Jika ingin mendapatkan keterangan lebih jauh, para pembaca dapat menghubungi kami melalui surat, faksimil, telepon, atau . Para pembaca dapat pula menikmati isi jurnal ini melalui publikasi website kami portal garuda dikti, serta portal PDII LIPI. Terimakasih, semoga bisa berjumpa kembali dalam penerbitan berikutnya pada bulan Juli Redaksi PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Kami menerima artikel asli berupa hasil penelitian atau tinjauan hasil penelitian kesehatan, yang belum pernah dipublikasikan, dilengkapi dengan: 1) surat ijin atau halaman pengesahan, 2) jika peneliti lebih dari 1 orang, harus ada kesepakatan urutan peneliti yang ditandatangani oleh seluruh peneliti. Dewan Redaksi berwenang untuk menerima atau menolak artikel yang masuk, dan seluruh artikel tidak akan dikembalikan kepada pengirim. Dewan Redaksi juga berwenang mengubah artikel, namun tidak akan mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Artikel berupa karya mahasiswa (karya tulis ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dsb.) harus menampilkan mahasiswa sebagai peneliti. Persyaratan artikel adalah sebagai berikut: 1. Diketik dengan huruf Arial 9 dalam 2 kolom, pada kertas HVS A4 dengan margin kiri, kanan, atas, dan bawah masing-masing 3,5 cm. 2. Jumlah maksimum adalah 10 halaman, berbentuk softcopy (flashdisk, CD, DVD atau ). Isi artikel harus memenuhi sistematika sebagai berikut: 1. Judul ditulis dengan ringkas dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris tidak lebih dari 14 kata, menggunakan huruf kapital dan dicetak tebal pada bagian tengah. 2. Nama lengkap penulis tanpa gelar ditulis di bawah judul, dicetak tebal pada bagian tengah. Di bawahnya ditulis institusi asal penulis. 3. Abstrak ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris dicetak miring. Judul abstrak menggunakan huruf kapital di tengah dan isi abstrak dicetak rata kiri dan kanan dengan awal paragraf masuk 1 cm. Di bawah isi abstrak harus ditambahkan kata kunci. 4. Pendahuluan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan dan paragraf masuk 1 cm. 5. Metode ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Isi bagian ini disesuaikan dengan bahan dan metode penelitian yang diterapkan. 6. Hasil Penelitian ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Kalau perlu, bagian ini dapat dilengkapi dengan tabel maupun gambar (foto, diagram, gambar ilustrasi dan bentuk sajian lainnya). Judul tabel berada di atas tabel dengan posisi di tengah, sedangkan judul gambar berada di bawah gambar dengan posisi di tengah. 7. Pembahasan ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Pada bagian ini, hasil penelitian ini dibahas berdasarkan referensi dan hasil penelitian lain yang relevan. 8. Simpulan dan Saran ditulis dalam Bahasa Indonesia rata kiri dan kanan, paragraf masuk 1 cm. Simpulan dan saran disajikan secara naratif. 9. Daftar Pustaka ditulis dalam Bahasa Indonesia, bentuk paragraf menggantung (baris kedua dan seterusnya masuk 1 cm) rata kanan dan kiri. Daftar Pustaka mengacu pada Sistim Harvard. Redaksi iii

4 DAFTAR JUDUL No Judul dan Penulis Halaman 1 FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA MALNUTRISI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELAWAN TAHUN Irma Linda 2 PERBEDAAN PERKEMBANGAN BALITA USIA BULAN ANTARA ANAK SULUNG DENGAN ANAK BUNGSU DI DESA PINGKUK KECAMATAN BENDO KABUPATEN MAGETAN TAHUN 2008 Nurlailis Saadah 3 PENGARUH DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI KLINIK BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN JOHOR Suswati, Dewi Meliasari 4 KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN MAHASISWA PADA MATA AJAR ASUHAN KEBIDANAN IV DENGAN TOPIK PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA DI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Kirana Dewi Pertiwi, Sih Rini Handajani, Agus Winarso, Suroso 5 HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KADER POSYANDU TENTANG SISTEM 5 MEJA DENGAN PELAKSANAANNYA DI POSYANDU Ribut Eko Wijanti, Dwi Estuning Rahayu, Iftitah Humul Qoirilia 6 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI DI KLINIK BERSALIN Hj. HENDRAYATNI TAHUN 2012 Nenny Aurelia Parhusip, Tiamin Simbolon 7 HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PASIEN DENGAN KEJADIAN KONJUNGTIVITIS DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG Siti Nurhayati, Ali Hamzah, Ade Tika 8 PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TERHADAP HYGIENE SANITASI MAKANAN (TAHAP PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN) DI INSTALASI GIZI RS.GATOEL MOJOKERTO TAHUN 2012 Soedjarwo, Umi Rahayu, Widyanita Alfaria Aritmatika 9 PANDANGAN IBU TENTANG RESPON SIBLING ANAK USIA 1-5 TAHUN TERHADAP KELAHIRAN ADIK BARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGASEM KABUPATEN KEDIRI Suwoyo, Siti Asiyah, Rumandany 10 HUBUNGAN MUTU LAYANAN ANC DENGAN KEPUASAN PASIEN PERIKSA ANC DI BPS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA KEDIRI Shinta Kristianti, Indah Rahmaningtyas, Ribut Eko Wijanti iv

5 PENDAHULUAN FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA MALNUTRISI PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELAWAN TAHUN Irma Linda (Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan) ABSTRAK Latar belakang: Optimalisasi program ASI eksklusif bukan hal yang baru jika manfaat ASI jauh lebih baik dibandingkan dengan susu formula. Kenyataannya, banyak ibu yang kurang sadar arti pentingnya menyusui (Pertiwi, 2012). Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya malnutrisi pada balita. Metode: Jenis penelitian adalah survei analitik dengan desain cross sectional yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Belawan Kecamatan Medan Belawan sejak bulan Oktober 2012 sampai dengan Desember Populasi dalam penelitian ini adalah balita dengan besar sampel 56 balita. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling. Untuk menganalisis faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya malnutrisi pada balita digunakan uji Chi-Square. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan malnutrisi pada balita dimana nilai 2 hitung > 2 tabel yaitu 6,404 > 5,991, tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan malnutrisi pada balita dimana nilai hasil 2 hitung < 2 tabel yaitu 2,561 < 5,991, dan ada hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan malnutrisi pada balita, dimana nilai 2 hitung > 2 tabel yaitu 6,776 > 5,991. Saran: Diharapkan pada petugas kesehatan di Puskesmas Belawan Kecamatan Medan Belawan dapat meningkatkan pelaksanaan program promosi kesehatan khususnya tentang kebutuhan nutrisi pada balita. Kata Kunci: BBLR, ASI ekslusif, penyakit infeksi, malnutrisi, balita. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) menyebutkan angka kejadian gizi buruk dan gizi kurang pada balita pada tahun 2002 masing-masing meningkat menjadi 8, 3 persen dan 27, 5 persen serta pada tahun 2005 naik lagi menjadi masing-masing 8, 8 persen dan 28 persen. Di dunia, kasus gizi buruk pada anak paling banyak di India, jumlahnya mencapai 100 juta, setelah itu di negara Cina dengan jumlah 40 juta anak. Ditempat lain juga tercatat kasus kurang gizi yaitu Asia sebanyak 50%, di Afrika 30%, dan 20% Amerika Latin (Moris, 2007). Berdasarkan data UNICEF (United Children Foundation) setiap tahunnya anak yang meninggal jiwa, ironisnya 56 % disebabkan karena gizi rendah (gizi kurang dan gizi buruk). kemudian pada tahun 2010 Indonesia menempati urutan kelima di dunia sebagai negara dengan jumlah balita yang menderita gizi kurang terbanyak dengan jumlah balita terhambat pertumbuhannya yaitu sebanyak jiwa. Angka kejadian gizi buruk di Indonesia menduduki peringkat ke 142 dari 170 negara dan terendah di ASEAN. Tahun 2007 lalu tercatat sebanyak 4 juta balita di Indonesia mengalami gizi kurang dan 700ribu anak dalam kategori gizi buruk. Direktorat Bina Gizi, Kementerian Kesehatan, melaporkan hasil pemantauannya menunjukkan pada tahun 2010 tercatat anak balita gizi buruk yang ditemukan dan telah dirawat (Ramdan, 2011). Berdasarkan Depkes RI, (2010), jumlah balita yang menderita gizi kurang terendah di Indonesia adalah Daerah Istimewa Yogyakarta dengan angka prevelansi 10,9%, sedangkan daerah yang memiliki prevelansi gizi kurang tertinggi di Indonesia adalah nusa Tenggara timur dengan angka prevalensi 31,6%, dimana total pencapainya gizi kurang rata-rata nasional pada tahun 2010 sebesar 18,4% (Depkes, 2010). Sementara pada awal tahun 2005, menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), jumlah kasus gizi buruk dan gizi kurang berturut-turut 8,8 persen dan 19,20 persen. Jumlah balita yang menderita gizi kurang dikatakan menurun menjadi 4,6 juta balita. Demikian pula balita yang menderita gizi buruk menurun menjadi 1,2 juta balita, dan balita yang menderita gizi buruk tingkat berat (busung lapar) menurun menjadi balita (Masidu, 2008). 60

6 Sebanyak 2050 anak mengalami gizi kurang selama tahun 2010, tahun 2009 gizi kurang sedikitnya menyerang 2806 anak dan ditemukan 163 anak penderita gizi buruk di Kota Medan, dengan temuan kasus terbanyak ada di Kecamatan Medan Belawan, Medan Labuhan dan Medan Tembung, sedangkan tahun 2010, gizi buruk telah menyerang 170 anak di Medan (Satriadi, 2011). Sesuai laporan dan monitoring yang dilakukan KGM (Kelompok Gizi Masyarakat) Belawan Bahagia, jumlah balita kurang gizi tahun 2009 terdapat 88 balita dan menurun tahun 2010 sebanyak 82 balita. Sedangkan hingga Oktober 2011 terdapat 58 balita, berdasarkan data dari 19 Posyandu yang terdapat pada sejumlah lingkungan di wilayah Kelurahan Belawan Bahagia, sejak Januari hingga akhir Oktober 2011 terdapat 58 balita kurang gizi, Namun memasuki minggu pertama November saat berlangsung kegiatan Posyandu Bawal Kenanga di Lingkungan 19, ditemukan seorang balita ku-rang gizi menjadi penderita gizi buruk (Jurnas, 2011). Pada tahun 2011 kasus tertinggi gizi buruk di Medan adalah Kecamatan Medan Labuhan (12 orang), dan dalam tahun 2011 kota Medan memiliki 124 anak gizi buruk dan 1896 anak gizi kurang, yaitu di 14 kelurahan dari 21 kecamatan di Kota Medan, dimana hampir separuhnya kecamatan di Medan Utara adalah penyumbang gizi buruk tertinggi. Pada tahun 2010 dan 2011, ada 9 kecamatan yang ada di Medan merupakan rawan gizi buruk, tiga diantaranya adalah berasal dari Medan Utara yakni Medan Marelan, Medan Labuhan dan Medan Belawan (Muslim, 2012). Balita yang kurang gizi akan sering terserang sakit, terutama penyakit infeksi akut. Penyakit infeksi kronik yang sering menyerang anak kurang gizi, di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti Indonesia, adalah tuberkulosis paru (TB paru). Hal ini dipicu karena kurangnya kesadaran akan kebersihan (personal hygiene) dan tingginya tingkat endemisitas penyakit ini. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Zein, 2010). Optimisme pemerintah untuk menurunkan prevalensi gizi buruk dan gizi kurang, banyak aspek yang perlu dibenahi salah satunya optimalisasi program Air Susu Ibu (ASI) eksklusif. Bukan hal yang baru jika manfaat ASI jauh lebih baik dibandingkan dengan susu formula. Kenyataannya, banyak ibu yang kurang sadar arti pentingnya menyusui. Padahal, ASI sangat penting untuk menciptakan ketahanan fisik, ketahanan penyakit, serta peningkatan intelegensi. Sosialisasi yang komprehensif tentang manfaat ASI harus digalakkan untuk membangkitkan kembali semangat menyusui para ibu. (Pertiwi, 2012). Anak yang lahir dengan BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), pertumbuhan dan perkembangannya lebih lambat. Keadaan ini lebih buruk lagi jika bayi BBLR kurang mendapat asupan energi dan zat gizi, pola asuh yang kurang baik dan sering menderita penyakit infeksi. Pada akhirnya bayi BBLR cenderung mempunyai status gizi kurang dan gizi buruk. Bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir kurang dari gram, pertumbuhan dan faal (function) dari seluruh anggota badannya belum sempurna dan daya tahan tubuh terhadap bermacam macam rangsangan (iklim, kuman) disekitar masih rendah. (William, 2010 ). Hasil survei pendahuluan yang dilakukan penulis di Puskesmas Belawan tahun ditemukan balita yang mengalami malnutrisi sebanyak 125 balita. Berdasarkan beberapa masalah di atas, perlu dilakukan penelitian Faktor Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Malnutrisi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui Hubungan Berat Badan Lahir dengan terjadinya malnutrisi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan tahun Untuk mengetahui Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan terjadinya Malnutrisi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan tahun Untuk mengetahui Hubungan Penyakit Infeksi dengan terjadinya malnutrisi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan tahun METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang dilakukan adalah survei analitik dengan pendekatan explanatory research serta desain penelitian restrospektif yang bertujuan menganalisis faktor faktor yang berhubungan dengan terjadinya malnutrisi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun Lokasi penelitian ini di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Belawan. Alasan pemilihan lokasi, berdasarkan survei awal ditemukan balita yang mengalami malnutrisi sebanyak 125 balita. Waktu yang digunakan untuk 61

7 penelitian dilakukan mulai bulan Oktober 2012 sampai dengan bulan Desember Populasi penelitian adalah semua balita yang mengalami malnutrisi (gizi kurang) di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun dengan populasi 125 balita. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian balita yang mengalami malnutrisi di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun sebanyak 56 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling yaitu mengambil sampel menggunakan rumus acak sederhana dengan teknik mengundi atau mengacak. Analisis data yang dilakukan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji statistik chi-square (α = 0,05). HASIL PENELITIAN Berat Badan Lahir Berat badan Lahir pada balita malnutrisi di wilayah kerja Puskesmas Belawan Tahun dapat dikelompokkan atas <2500 gram dan >2500 gram dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Malnutrisi Pada Balita Berdasarkan Berat Badan Lahir di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Berat Badan Lahir Jumlah % < 2500 gram 32 57,1 > 2500 gram 24 42,9 Jumlah ,0 Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa mayoritas balita malnutrisi dengan berat badan lahir < 2500 gram (57,1%). Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI eksklusif pada balita malnutrisi di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 2. Distribusi Malnutrisi Pada Balita Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Pemberian ASI Jumlah (%) Eksklusif Ya 16 28,6 Tidak 40 71,4 Jumlah ,0 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui, mayoritas balita malnutrisi tidak diberikan ASI ( 71,4% ). Penyakit Infeksi Penyakit infeksi pada balita malnutrisi di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 3. Distribusi Malnutrisi Pada Balita Berdasarkan Penyakit Infeksi di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Penyakit Infeksi Jumlah (%) Ya 35 62,5 Tidak 21 37,5 Jumlah ,0 Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui, mayoritas balita malnutrisi dengan penyakit infeksi (62,5%). Malnutrisi Pada Balita Malnutrisi pada balita di wilayah kerja Puskesmas Belawan tahun dapat diuraikan sebagai berikut: Tabel 4. Distribusi Malnutrisi Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Balita Malnutrisi Jumlah (%) Berat 26 46,4 Sedang 16 28,6 Ringan 14 25,0 Jumlah ,0 Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui, mayoritas balita malnutrisi dalam kategori berat (46,4%). Hubungan Berat Badan Lahir dengan Malnutrisi pada Balita Hubungan Berat Badan Lahir dengan Malnutrisi pada Balita dapat dilihat pada tabel berikut: 62

8 Tabel 5. Hubungan Berat Badan Lahir dengan Malnutrisi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Berat Badan Lahir <2500 gram >2500 gram Malnutrisi Berat Sedang Ringan 18 (56,25%) 8 (33,33%) Jumlah 26 (46,4%) 10 (31,25%) 6 (25,00%) 16 (28,6%) 4 (12,25%) 10 (41,67%) 14 (25,0%) Jumlah 32 (100%) 24 (100%) 56 (100%) 2 Tabel = 5,991, 2 Hitung = 6,404 Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat malnutrisi secara mencolok antara bayi dengan berat badan lahir <2500 gram dan bayi dengan berat badan lahir >2500 gram. Bayi dengan berat badan lahir <2500 gram, sebagian besar mengalami malnutrisi berat (56,25%), sedangkan bayi dengan berat badan lahir >2500 gram, sebagian besar mengalami malnutrisi ringan (41,67%). Hasil uji statistik dengan uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan malnutirsi dimana 2 hitung > 2 tabel (6,404 > 5,991). Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Malnutrisi pada Balita Hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap malnutrisi pada balita dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 6. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Malnutrisi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Pemberian ASI Eksklusif Ya Tidak Malnutrisi Berat Sedang Ringan 5 (31,25%) 21 (52,50%) Jumlah 26 (46,4%) 5 (31,25%) 11 (27,50%) 16 (28,6%) 6 (37,50%) 8 (20,00%) 14 (25,0%) Jumlah 16 (100%) 40 (100%) 56 (100%) 2 Tabel = 5,991, 2 Hitung = 2,561 Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat malnutrisi secara antara bayi yang mendapat ASI eksklusif dan bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif. Bayi yang mendapat ASI eksklusif, sebagian besar mengalami malnutrisi ringan (37,50%), sedangkan bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, sebagian besar mengalami malnutrisi berat (52,50%). Hasil uji statistik dengan uji chi-square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan malnutirsi, dimana 2 hitung < 2 tabel (2,561 < 5,991). Hubungan Penyakit Infeksi dengan Malnutrisi pada Balita Hubungan penyakit infeksi dengan malnutrisi pada balita dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 7. Hubungan Penyakit Infeksi dengan Malnutrisi pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Belawan Tahun Penyakit Infeksi Ya Tidak Malnutrisi Berat Sedang Ringan 17 (48,57%) 9 (42,86%) Jumlah 26 (46,4%) 13 (37,14%) 3 (14,29%) 16 (28,6%) 5 (14,29%) 9 (42,86%) 14 (25,0%) Jumlah 35 (100%) 21 (100%) 56 (100%) 2 Tabel = 5,991, 2 Hitung = 6,776 Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat malnutrisi secara mencolok antara bayi dengan penyakit infeksi dan bayi tidak dengan penyakit infeksi. Bayi dengan penyakit infeksi, sebagian besar mengalami malnutrisi berat (48,57%), sedangkan bayi tidak dengan penyakit infeksi, sebagian besar mengalami malnutrisi ringan dan berat, masing-masing 42,86%. Hasil uji statistik dengan uji chisquare menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan malnutirsi dimana 2 hitung > 2 tabel (6,776 > 5,991). PEMBAHASAN Hubungan Berat Badan Lahir dengan Malnutrisi pada Balita Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan malnutirsi pada balita. Hal ini sejalan dengan pendapat (Sjahmien, 2009) bahwa faktor yang mempengaruhi status gizi pada anak bersumber dari anak itu sendiri yaitu: jarak lahir terhadap kakaknya, berat badan lahir, laju 63

9 pertumbuhan, pemanfaatan ASI, imunisasi dan penyakit infeksi. Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) akan berdampak yang kurang baik seperti rendahnya daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi, tumbuh kembang tubuh lebih lamban. Berat badan lahir sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan anak selanjutnya, bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram harapan untuk hidup sampai usia 12 bulan hanya 46%. Karena itu pemeliharaan gizi dan pengaturan makanan ibu semasa hamil merupakan periode awal pemeliharaan gizi anak. Berat badan lahir sangat mempengaruhi gizi kurang pada balita, karena berat lahir < 2500 gram akan rentan terhadap penyakit dan pertumbuhannya akan lamban. Pada bayi berat badan lahir rendah fungsi organ tubuh tidak seperti bayi yang berat badannya normal, seperti lambung akan sedikit kapasitasnya dan penyerapan pada usus tidak akurat, sehingga asupan gizi pada bayi tidak tercukupi dan laju metabolisme tidak sama dengan yang normal sehingga bayi akan rentan penyakit. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Malnutrisi pada Balita Hasil uji chi-square menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan malnutrisi pada balita. Sebelum usia enam bulan sistem pencernaan bayi belum dapat mencerna makanan atau minuman selain ASI, sehingga apabila dipaksakan maka bayi berpotensi menderita infeksi terutama pada sistem pencernaan. Anak-anak yang mengalami infeksi sangat mudah mengalami penurunan status gizi. Perilaku pemberian ASI kepada bayi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian gangguan gizi pada bayi dan balita. Formula makan dan minum yang terbaik bagi balita terutama bayi adalah ASI. Kebiasaan menyusui pada bayi, terutama ASI eksklusif akan meningkatkan daya tahan tubuh serta membantu pertumbuhan bayi dan balita. Bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki risiko lebih besar mengalami status gizi kurang/ buruk dibandingakan dengan bayi yang mendapat ASI eksklusif. Hubungan Penyakit Infeksi Terhadap Malnutrisi Pada Balita Hasil uji chi-square menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan malnutirsi pada balita. Menurut Zein (2010), balita yang kurang gizi akan sering terserang sakit, terutama penyakit infeksi akut. Penyakit infeksi kronik yang sering menyerang anak kurang gizi, di negara negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti indonesia, adalah tuberkulosis paru ( TB paru ). Hal ini dipicu karena kurangnya kesadaran akan kebersihan ( personal hygiene ) dan tingginya tingkat endemisitas penyakit ini. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan terjadinya malnutrisi pada balita diperoleh hasil nilai 2 hitung > 2 tabel yaitu 6,404 > 5,991. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan terjadinya malnutrisi pada balita diperoleh hasil nilai 2 hitung < 2 tabel yaitu 2,561 < 5,991. Ada hubungan yang signifikan antara penyakit infeksi dengan terjadinya malnutrisi pada balita diperoleh hasil nilai 2 hitung > 2 tabel yaitu 6,776 > 5,991. Saran Diharapkan pada petugas kesehatan di Puskesmas Belawan Kecamatan Medan Belawan dapat meningkatkan pelaksanaan program promosi kesehatan khususnya tentang kebutuhan nutrisi pada balita. DAFTAR PUSTAKA Arikunto,S, 2010, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Edisi Revisi Cet 14, Rineka Cipta, Jakarta. Ahmaddardiri, , Analisis Sistematis Pemecahan Masalah Kelaparan dan Malnutrisi di Indonesia, Bambang, Status gizi. Depkes, 2010, Profil Kesehatan Sumatera Utara, downloads/profil/prov%20sumut% pdf Fahrudin, 2005, Busung Lapar Dalam Visi Kepemimpinan, 64

10 Hidayat, A. Aziz Alimul, 2011, Ilmu Kesehatan Anak, Salemba Medika, Jakarta. Karwo, B, Jumat, 28 Januari :4, Monitoring dan Evaluasi Penanggulangan Gizi Buruk dan Kurang Pada Balita jatimprov. go.id. Kurniati S, 2010, Tanda Kurang Gizi, Lusa, 2009, Gizi Buruk. Maryuni, A, 2010, Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan, Trans Info Media, Jakarta. Jurnas. Medan, 07 November :56. Ditemukan 58 Balita Kurang Gizi di Belawan Bahari, warta-posyandu/602-ditemukan-58- balita-kurang-gizi-di-belawan-bahari-.html Mitayani. Dan Sartika Wiwi, 2010, Buku Saku Ilmu Gizi, TIM, Jakarta Moehji, S, 2009, Ilmu Gizi 2. Bhatara Niaga Media, Jakarta Moris, 2007, Setiap Hari Anak Anak Mati Akibat Kelaparan Dan Gizi Buruk. Notoatmodjo, S, 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Siswono, 2009, Kurang Gizi Pada Anak. Supariasa N, 2002, Penilaian Status Gizi, EGC, Jakarta Nurachmah, E, 2001, Nutrisi Dalam Keperawatan, CV.Sagung Seto, Jakarta Pemko Medan Anak Tirikan Medan, 2/01/29/pemko-medan-anak-tirikanmedan-utara/ Satriadi. 25 January :38. Medan Gizi Kurang, Zein, Umar, 2010, Ilmu Kesehatan Umum, USU Press, Medan. 65

11 PENDAHULUAN PERBEDAAN PERKEMBANGAN BALITA USIA BULAN ANTARA ANAK SULUNG DENGAN ANAK BUNGSU DI DESA PINGKUK KECAMATAN BENDO KABUPATEN MAGETAN TAHUN 2008 Nurlailis Saadah (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Surabaya) ABSTRAK Latar belakang: Kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu Desa Pingkuk biasanya lebih diprioritaskan memantau pertumbuhan anak dengan melakukan penimbangan berat badan untuk mengetahui status gizi dan kondisi kesehatan fisiknya. Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. Metode: Rancangan penelitian adalah crossectional Populasi penelitian adalah semua balita anak sulung dan anak bungsu usia bulan di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. Sampel diambil dengan proposional simple random sampling sebanyak 28 balita. Data dikumpulkan dengan KPSP, kemudian dianalisis dengan T-test. Hasil: Sebanyak 15 balita usia bulan yang berkedudukan sebagai anak sulung, sebanyak 5 balita (33,3%) adalah perkembangannya tidak normal, dan sebanyak 10 balita (66,7%) perkembangannya normal. Dari 13 balita usia bulan yang berkedudukan sebagai anak bungsu sebanyak 3 balita (23,1%) perkembangannya tidak normal, sedangkan 10 balita (76,9%) perkembangannya normal. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,741 yang berarti tidak ada perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. Dari hasil penelitian ini disarankan pemantau perkembangan balita dilakukan dari usia 3 bulan sampai usia 72 bulan baik pada anak sulung maupun anak bungsu disamping memantau pertumbuhan. Kata kunci: Perkembangan, balita, anak sulung, anak bungsu Latar Belakang Posisi anak dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan khususnya dalam kepribadian. Anak sulung didalam keluarga mempunyai nilai tersendiri, anak sulung dalam keluarga biasanya menjadi pusat perhatian kedua orang tua. Sedangkan anak bungsu adalah anak yang manja karena menjadi pusat perhatian keluarga, baik dari orang tua maupun kakak-kakaknya, terlebih jika kakaknya berbeda usia cukup besar sehingga kedudukan anak bungsu benar-benar menjadi obyek kesenangan anggota keluarga dirumahnya (EYP,2005). Anak bungsu tergolong anak yang sulit untuk berkembang karena mempunyai kakak yang dijadikan model, kerap merasa inferior (rendah diri), tidak sehebat kakak-kakaknya (Kompas Cyber Media,2005). Jumlah balita pada Posyandu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo sampai dengan bulan Februari 2008 tercatat sebanyak 96 balita, dari jumlah tersebut balita usia bulan sebanyak 30 balita (31,2%). Jumlah anak sulung 16 balita (53,3%) dan 14 balita (46,6%) tercatat sebagai anak bungsu dalam keluarga. Dari hasil studi awal yang dilakukan oleh peneliti bulan Februari 2008 yang dilakukan terhadap 6 balita menunjukkan 3 balita (50%) mempunyai perkembangan tidak normal, sedangkan 3 balita (50%) mempunyai perkembangan normal. Balita yang mempunyai perkembangan tidak normal adalah 2 balita (66,6%) anak bungsu dan 1 balita (33,3%) anak sulung. Kegiatan yang dilaksanakan biasanya lebih diperioritaskan untuk memantau pertumbuhan anak dengan melakukan penimbangan berat badan dengan tujuan untuk mengetahui status gizi atau kondisi kesehatan fisiknya. Apabila diketahui pertumbuhan anak terjadi gangguan baru dilakukan upaya-upaya untuk mengatasinya. Sedangkan kegiatan untuk memantau perkembangan anak sesuai dengan usia belum pernah dilakukan oleh petugas maupun orang tuanya. Untuk penilaian perkembangan balita pada Posyandu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo sampai saat ini belum pernah dilakukan baik oleh petugas kesehatan maupun oleh orang tua dengan menggunakan instrumen yang telah dibakukan. 66

12 Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi perkembangan anak sulung usia bulan di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. 2. Mengidentifikasi perkembangan anak bungsu usia bulan di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. 3. Menganalisis perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan tujuan untuk membuktikan adanya perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. Rancangan yang digunakan adalah cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan, pada bulan April Populasi penelitian adalah seluruh balita usia bulan di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan sebanyak 30 balita. Sampel dalam penelitian ini adalah balita usia bulan di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan. Data yang dikumpulkan adalah data tentang perkembangan balita usia bulan yang diperoleh dengan instrumen KPSP yang disesuaikan dengan usia balita yang diteliti. Data diperoleh dengan cara pengamatan langsung pada balita selama 1 (satu) bulan di Desa Pingkuk untuk mengetahui kemampuan apa yang sudah dikuasai oleh balita sesuai dengan usianya serta mengadakan tanya jawab dengan ibu tersebut dengan menggunakan lembar KPSP sesuai dengan usia balita. Apabila penilaian KPSP: 10 atau 9 jawaban Ya berarti perkembangan anak sesuai, apabila penilaian KPSP: 7 atau 8 jawaban Ya berarti meragukan dan anak perlu diperiksa ulang 1 minggu kemudian, dan apabila penilaian KPSP: kurang dari 7 berarti penyimpangan. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif tentang karakteristik ibu meliputi : pekerjaan, dan pendidikan. Karakteristik balita meliputi: usia, jenis kelamin, kedudukan anak dalam keluarga, pengasuh dan perkembangan balita usia bulan anak sulung dan anak bungsu, yang akan disajikan peneliti dengan menggunakan tabel/diagram. Dilanjutkan dengan analisis perbedaan perkembangan pada balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu menggunakan independent sample T-test dengan α = 0,05. HASIL PENELITIAN Jenis kelamin Dari 28 balita usia bulan sebanyak 18 balita (36%) mempunyai jenis kelamin perempuan, sedangkan 10 balita (64%) mempunyai jenis kelamin laki-laki. Usia Dari 28 balita usia bulan sebanyak 3 balita (11%) berusia 13 bulan, dan sebanyak 12 balita (43 %) berusia 15 bulan. Balita yang diteliti rata-rata berusia 13,82 bulan. Balita yang diteliti usia termuda 12 bulan sedangkan tertua 15 bulan. Kedudukan balita usia bulan dalam keluarga Dari 28 balita usia bulan sebanyak 15 balita (54%) mempunyai kedudukan dalam keluarga sebagai anak sulung, sedangkan 13 balita (46%) mempunyai kedudukan dalam keluarga sebagai anak bungsu. Pengasuh Dari 28 balita usia bulan sebanyak 2 balita (7%) diasuh bukan orang tuanya sendiri sedangkan sebanyak 26 balita (93%) diasuh orang tuanya sendiri. Pendidikan ibu Dari 28 ibu yang mempunyai balita usia bulan sebanyak 13 ibu (47%) berpendidikan SMA, ibu yang berpendidikan tinggi sebanyak 4 ibu (14%). Pekerjaan ibu Dari 28 ibu yang mempunyai balita usia bulan sebanyak 14 ibu (50%) pekerja wiraswasta, sedangkan yang bekerja sebagai PNS sebanyak 1 ibu (4%). Perkembangan balita usia bulan anak sulung Dari 15 balita usia bulan yang kedudukan sebagai anak sulung dalam keluarga yang perkembangannya sesuai sebanyak 10 balita (67%) dan yang 67

13 mempunyai perkembangan tidak sesuai sebanyak 5 balita (33%). Perkembangan balita usia bulan anak bungsu Dari 13 balita usia bulan anak bungsu yang mempunyai perkembangan sesuai sebanyak 10 balita (77%) dan mempunyai perkembangan tidak sesuai sebanyak 3 balita (23%). Perbedaan perkembangan anak sulung dan anak bungsu Hasil independent sample t-test adalah p=0,741, nilai ini >α (0,05). Jadi Ho diterima, berarti tidak ada perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan tahun PEMBAHASAN Dari hasil uji statistik untuk menganalisa perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu diperoleh nilai probability (p) sebesar 0,741 > α 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu. Hasil penelitian ini tidak sama dengan yang dilakukan oleh EYP (2005), yang menyatakan bahwa anak sulung dengan anak bungsu ada perbedaan karakter yang mengakibatkan posisi / urutan anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan khususnya pada kepribadian anak. Perkembangan anak sulung dan anak bungsu tidak jauh berbeda karena orang tua sudah menyadari secara penuh mengenai peranan menjadi orang tua, banyaknya pengetahuan dan pengalaman dari orang tua akan membawa akibat tersendiri dalam diri anak. Sedangkan menurut Sahabatnestle (2008), menyatakan bahwa urutan kelahiran sesungguhnya tidak memberikan pengaruh langsung pada kepribadian dan perilaku seorang anak. Akan tetapi lebih ditentukan oleh bagaimana orang tua memberi makna pada urutan kelahiran tersebut. Biasanya juga terkait dengan jenis kelamin anak, pengalaman, pendidikan orang tua, latar belakang budaya dan sosial ekonomi. Dari 6 ibu balita pendidikan SMA yang mempunyai kedudukan sebagai anak sulung dalam keluarga sebanyak 2 balita (33,3%) perkembangannya tidak sesuai, sedangkan sebanyak 4 balita (66,7%) perkembangannya sesuai, sedangkan 7 ibu balita yang mempunyai balita kedudukan sebagai anak bungsu dalam keluarga sebanyak 1 balita (14,3%) perkembangannya tidak sesuai, sedangkan 6 balita (85,7%) perkembangannya sesuai. Dari 4 ibu balita pendidikan Perguruan Tinggi yang mempunyai kedudukan sebagai anak sulung dalam keluarga sebanyak 2 balita (100%) perkembangannya sesuai, sedangkan 2 ibu balita yang mempunyai balita kedudukan sebagai anak bungsu dalam keluarga 2 balita (100%) perkembangannya sesuai. Hal ini sesuai dengan pendapat Soetjiningsih (1995), yang menyatakan bahwa pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam tumbuh kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik maka ibu dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan balita yang baik, serta bagaimana menjaga kesehatan dan merawat balitanya. Balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu mempunyai buku KIA. Melalui buku ini ibu lebih mudah memantau pertumbuhan dan perkembangkan anak sesuai dengan usianya. Demikian pula apa yang harus dilakukan oleh ibu apabila pertumbuhan dan perkembangan anak tidak sesuai dengan apa yang tertera pada buku. Dengan perbedaan tingkat pendidikan tersebut menyebabkan ibu yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah memahami segala sesuatu yang dimaksudkan oleh buku KIA tersebut. Selain tidak membedakan anak sulung dan anak bungsu, sehingga perkembangan balitanyapun baik. Dari 8 ibu balita pekerja wiraswasta yang mempunyai balita kedudukan sebagai anak sulung dalam keluarga sebanyak 2 balita (25%) perkembangannya tidak sesuai, sedangkan sebanyak 6 balita (75%) perkembangannya sesuai, sedangkan 6 ibu balita yang mempunyai kedudukan sebagai anak bungsu dalam keluarga sebanyak 2 balita (33,3%) perkembangannya tidak sesuai, sedangkan 4 balita (66,7%) perkembangannya sesuai. Dari 14 balita usia bulan anak sulung dan anak bungsu yang ibunya bekerja wiraswasta sebanyak 10 balita perkembangannya sesuai. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Dari 15 balita anak sulung usia bulan terdapat 10 balita (66,7%) dengan perkembangan sesuai dan 5 balita (33,3%) dengan perkembangan tidak sesuai 68

14 2. Dari 13 balita anak bungsu usia bulan terdapat 10 balita (76,9%) dengan perkembangan sesuai dan 3 balita (32,1%) dengan perkembangan tidak sesuai 3. Hasil penelitian ditemukan tidak ada perbedaan perkembangan balita usia bulan antara anak sulung dengan anak bungsu di Desa Pingkuk Kecamatan Bendo Kabupaten Magetan Saran 1. Bagi orang tua terutama ibu yang mempunyai anak, disarankan untuk selalu memantau perkembangan anaknya agar anak senantiasa baik. 2. Diharapkan kepada petugas pelayanan kesehatan untuk memberikan penyuluhan kepada ibu tentang pentingnya memantau perkembangan anak dengan menggunakan instrumen KPSP. 3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dikembangkan untuk penelitian lebih lanjut, dan dilakukan lebih dari satu tempat yang berbeda yang belum dilakukan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA rakyat.com/cetak/0503/24/hikmah/lainnya 05.htm (diakses 1 November 2007). Harlock, (1980), Psikologi Perkembangan, Jakarta, PT Erlangga , (2002), Psikologi Perkembangan, Jakarta, PT Erlangga. Nasir, Moh, (1999), Metodologi Penelitian, Jakarta, Galia Indonesia Narendra Moersintowati, (2002), Tumbuh Kembang Anak dan Remaja, buku ajar I, Sagung Seto, Jakarta. Nursalam, (2003), Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika. Notoatmojo S, (2005), Metodologi Penelitian, Yogyakarta, Rineka cipta. Soetjiningsih, (1995), Tumbuh Kembang Anak, Jakarta, EGC. Supartini Yupi, (2004), Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Jakarta. EGC. Adler, Kompas Cyber Media, (2005) Kesehatan: Urutan Kelahiran Berpengaruh pada Pencarian Identitas, Update: Jumat, 20 Mei 2005, 13; 32 WIB. Anonim, Urutan kelahiran & karakter Anak, main/dunia-dancow/tksk_balita.asp?id Anonim, Urutan Kelahiran & personality, 4/.htm/,dakses: tanggal 23 Desember Bambang, Kedudukan anak dalam keluarga, tanggal 23 desember Budiarto, Eko (2002), Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat, Jakarta, EGC. Dep.Kes.RI, (1997), Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Balita, Jakarta EYP, Aji, PR,Jalu, (2005), Bedanya Si sulung dan Si bungsu, http/ 69

15 PENGARUH DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KUNJUNGAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI KLINIK BERSALIN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEDAN JOHOR Suswati (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan) Dewi Meliasari (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan) ABSTRAK Latar belakang: Pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu pintu untuk menurunkan angka kematian ibu. Dengan pemeriksaan kehamilan yang sesuai dengan standar diharapkan dapat menghasilkan kondisi bayi dan ibu yang sejahtera. Pemeriksaan kehamilan yang dilakukan selama ini cenderung lebih menitikberatkan peran dari istri sebagai calon ibu padahal peran suami sebagai calon seorang ayah tidak kalah pentingnya sebagai faktor yang perlu dilihat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik ibu dan dukungan suami terhadap pemeriksaan kehamilan di klinik bersalin wilayah kerja Puskesmas Medan Johor tahun Metode: Jenis penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain cross-sectional, populasi semua ibu hamil yang ada di wilayah Puskesmas Medan Johor, sampel penelitian adalah ibu hamil yang datang ke klinik bersalin untuk memeriksa kehamilannya (86 orang) pengambilan sampel secara accidental sampling, analisis dengan uji chi square dan uji regression logistic.hasil: Hasil uji bivariat, karakteristik ibu hanya pekerjaan yang berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan (p=0,021), dan dukungan suami, dukungan informasional p=0,003, dukungan penilaian/penghargaan p=0,002, dan dukungan emosional p=0,001. Hasil uji multivariat, dukungan emosional adalah variabel yang dominan berpengaruh dengan p=0,002 dan exp (B) 8,447. Saran: Kepada petugas klinik untuk mengikutsertakan para suami dari ibu hamil dalam pemeriksaan kehamilan, mengoptimalkan kembali Suami Siaga dan menambahkan materi dukungan suami dalam program Konseling Pra Pernikahan. Kata kunci: dukungan suami, ANC PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari peningkatan atau penurunan derajat kesehatan. Salah satu indikator derajat kesehatan tersebut adalah Angka Kematian Ibu (AKI). AKI di Indonesia menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun, data SDKI tahun 2007 AKI menunjukkan 228/ KH, sementara target MDGs tahun 2015 diharapkan AKI mencapai 102/ KH. Persoalan kematian ibu yang terjadi disebabkan oleh perdarahan, eklamsia, aborsi dan infeksi. Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena pemberdayaan perempuan yang kurang baik, latar belakang pendidikan perempuan, masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural. Sangat diperlukan upaya peningkatan pelayanan perawatan ibu baik oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Menurut YPKP (Yayasan Pendidikan Kesehatan Perempuan) (2006), ada dua penyebab kematian ibu, yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung mempunyai persentase terbesar di seluruh dunia mencapai 70%, sedangkan di Negara berkembang berkisar 95%. Di Indonesia lebih dari 90% kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung (perdarahan, infeksi dan eklamsi), persalinan lama (lebih dari 12 jam), dan aborsi tidak aman. Upaya menurunkan AKI pada dasarnya mengacu pada intervensi strategi Empat Pilar Safe Motherhood yang salah satunya adalah akses terhadap pelayanan pemeriksaan kehamilan yang mutunya yang masih perlu ditingkatkan terus. Pemeriksaan kehamilan dan tersedianya fasilitas rujukan bagi kasus risiko tinggi dapat menurunkan angka kematian ibu. Petugas kesehatan seyogyanya dapat mengidentifikasi faktorfaktor risiko yang berhubungan dengan usia, paritas, riwayat kehamilan yang buruk, dan perdarahan selama kehamilan. Kematian ibu juga dipengaruhi oleh hal non teknis termasuk kategori mendasar seperti taraf pengetahuan, sikap dan perilaku ibu hamil masih rendah, serta tidak melakukan pemeriksaan kehamilan atau kunjungan ANC (antenatal care) (Prawiroharjdo, 2002). 70

16 Antenatal care (ANC) merupakan unsur penting dalam upaya menurunkan angka kematian ibu maupun perinatal. Ibu yang memeriksakan kehamilannya secara teratur akan berpengaruh terhadap kesehatan ibu dan perkembangan janinnya, serta dapat dilakukan deteksi dini risiko melahirkan BBLR. Namun masih ada anggapan masyarakat bahwa pelayanan antenatal cukup dilakukan setelah mendekati persalinan saja (Istiarti, 2000). Dengan melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan dapat diketahui secara dini adanya kelainan atau komplikasi yang menyertai kehamilan, sehingga penanganan dapat dilakukan dengan tepat untuk mencegah kematian ibu dan janin (Saifuddin, 2002). Hasil dari Seminar Ilmiah Srikandi Kesehatan Sari Husada pada bulan Desember 2011, bahwa diharapkan ANC yang dilakukan adalah merupakan ANC yang berkualitas. Maksudnya adalah ANC yang terfokus, yang terintegrasi dan berdasarkan eviden based. ANC berkualitas tidak hanya terfokus pada keadaan fisik ibu, tetapi salah satu faktor yang penting adalah status emosional ibu hamil. Hasil penelitian menujukkan bahwa gangguan emosional terbukti mempengaruhi perkembangan janin dan bisa berefek jangka panjang. Status emosional ibu bisa berpengaruh terhadap pertumbuhan janin karena adanya peningkatan cortisol, yang terjadi pada ibu hamil yang depresi. Dukungan suami merupakan bentuk peran serta dan hubungan baik yang memberi kontribusi penting bagi kesehatan ibu hamil. Adanya kehadiran orang terdekat dapat mempengaruhi emosional atau efek perilaku bagi ibu dalam menerima kehamilan serta akses terhadap pelayanan kesehatan (Salmah dkk, 2007). Bentuk dukungan suami bisa dalam bentuk sikap ataupun upaya dalam bentuk tindakan, bahkan dalam bentuk emosionalnya. Semua bentuk dukungan suami tersebut sangat berarti dan bermanfaat untuk kelangsungan proses kehamilan sehingga mencapai hasil yang baik. Bentuk kepedulian dan keterlibatan suami dalam menjaga kehamilan isterinya dimanifestasikan dalam tindakan-tindakan seperti memperhatikan gizi/makanan ibu hamil, mengingatkan untuk periksa kehamilan sejak dini, menjaga kesehatan fisik dan mental ibu hamil, berdoa kepada Tuhan, mengusahakan agar persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dan mengikuti tradisi (Beni, 2000). Angka cakupan K4 di Puskesmas Medan Johor mencapai 92% pada tahun 2008, hal ini termasuk kategori pencapaian yang baik. Tetapi selama ini tidak didapatkan data tentang bagaimana dukungan suami dari ibu hamil dalam hal pemeriksaan kehamilan. Tujuan Penelitian Untuk menganalisis pengaruh dukungan suami (dukungan informasional, dukungan penilaian/penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan emosional) terhadap pemeriksaan kehamilan di klinik bersalin wilayah Puskesmas Medan Johor METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Bersalin yang ada di wilayah Puskesmas Medan Johor dan waktu penelitian bulan Juni s/d Oktober 2012, pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus s/d September Desain Penelitian Penelitian ini merupakan studi analitik observasional dengan desain crosssectional. Desain penelitian ini dipilih karena data diambil secara bersamaan dalam satu waktu, selanjutnya dinilai pengaruh antara variabel independen (dukungan suami) terhadap variabel dependen (pemeriksaan kehamilan). Data dikumpulkan langsung oleh peneliti dengan menggunakan alat angket. Instrumen Penelitian Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengisian kuesioner oleh ibu hamil yang datang ke klinik bersalin untuk memeriksakan kahamilannya, dengan terlebih dulu dijelaskan tentang cara pengisian kuesioner tersebut dan ibu mengisi kuesioner kemudian dikumpulkan kembali kepada petugas. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang ada wilayah Puskesmas Medan Johor yang memiliki buku KIA berjumlah 358. Sampel penelitian ini adalah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya di klinik bersalin wilayah puskesmas Medan Johor. Penentuan besar sampel pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (2005). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan accidental sampling, yaitu mengambil sampel dengan cara 71

17 menjaring ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya ke klinik bersalin selama bulan Agustus September Sampel yang diambil adalah ibu hamil yang datang ke klinik bersalin untuk memeriksakan kehamilannya dan hanya satu kali dijadikan responden, untuk memastikannya dengan melihat buku KIA yang dibawa oleh ibu. Teknik Analisa Data Analisa data bertujuan untuk membuktikan apakah ada pengaruh antara variabel independen dan variabel dependen dengan dilakukan analisa menggunakan uji Chi-Square dan dilanjutkan uji regresi logistic dengan tingkat kepercayaan 95% HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden (Ibu) Tabel 1. Distribusi Karakteristik Responden di Klinik Bersalin Wilayah Medan Johor Tahun 2012 Karakteristik Jumlah Persentase Umur 1. Resiko rendah 2. Resiko tinggi Pendidikan 1.Pendidikan tinggi (PT) 2.Pendidikan sedang (SMA sederajat) 3.Pendidikan rendah (SMP, SD) Paritas 1. Paritas rendah 2. Paritas tinggi Bekerja 1. Bekerja 2. Tidak Bekerja ,4 11,6 10,5 77,9 11,6 96,5 3, , ,4 Total Dari Tabel 1 diketahui bahwa proporsi terbesar dari responden kategori umur resiko rendah (20-35 tahun) sebanyak 76 orang (88,4%), termasuk kategori pendidikan sedang (SMA sederajat), sebanyak 67 orang (77,9%), paritas rendah (jumlah anak 3) sebanyak 83 orang (96,5%) dan tidak bekerja yaitu sebanyak 58 orang (67,4%) Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan pada buku KIA yang dimiliki oleh ibu hamil. Buku tersebut selalu dibawa oleh ibu hamil pada saat melakukan pemeriksaan kehamilan, karena perkembangan kondisi ibu dan bayi selama hamil harus terdokumentasi didalam buku tersebut. Pada hasil penelitian ini didapatkan mayoritas ibu yang melakukan pemeriksaan kehamilan termasuk kedalam kategori tidak sesuai standar, yaitu sebanyak 47 responden (54,7%). Tabel 2. Distribusi Pemeriksaan Kehamilan di Klinik Bersalin Wilayah Puskesmas Medan Johor Tahun 2012 Pemeriksaan Kehamilan Sesuai standar Tidak sesuai standar Jumlah Persentase ,3 54,7 Jumlah Dukungan suami Dukungan suami pada variabel ini terdiri atas, dukungan informasional, dukungan penilaian/penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Dari empat subvariabel dukungan diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri atas 7 sampai 9 point penilaian. Dibawah ini adalah distribusi dukungan suami yang terbagi dalam kategori baik dan kurang. Tabel 3. Distribusi Responden berdasarkan Dukungan Suami di Klinik Bersalin Wilayah Puskesmas Medan Johor Tahun 2012 Dukungan Suami Jumlah Persentase Dukungan Informasional Baik 64 74, 4 Kurang 22 25,6 Dukungan penilaian/penghargaan 66 76,4 Baik 20 23,3 Kurang Dukungan Instrumental Baik 69 80,2 Kurang 17 19,8 Dukungan Emosional Baik 67 77,9 Kurang 19 19,8 Total Variabel pemeriksaan kehamilan merupakan variabel dependen yang dilihat 72

18 Pengaruh Dukungan Suami terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Tabel 4. Pengaruh Dukungan Suami terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan di Klinik Bersalin Wilayah Puskesmas Medan Johor Tahun 2012 Dukungan Suami Pemeriksaan Kehamilan Tidak Total sesuai Sesuai Dukungan Informasional 1. Baik 35 40, , ,4 2. Kurang 4 4, , ,6 Dukungan penilaian/penghargaan 1. Baik 36 41, , ,7 2. Kurang 3 3, , ,3 Dukungan instrumental 1. Baik 35 40, , ,2 2. Kurang Dukungan emosional 1. Baik 2. Kurang 4 4, , , , , ,9 2 2, , ,8 Hasil uji statistic chi square untuk variabel dukungan suami terhadap pemeriksaan kehamilan, diperoleh hasil bahwa tiga variabel menunjukkan signifikan karena p value < 0,05, yaitu dukungan informasional p=0,003, dukungan penilaian/penghargaan p=0,002 dan dukungan emosional p=0,001, yang berarti bahwa ada pengaruh antara dukungan informasional, dukungan penilaian/ penghargaan dan dukungan emosional terhadap pemeriksaan kehamilan pada taraf kepercayaan 95%. Untuk mengetahui pengaruh antara semua variabel yang bermakna terhadap pemeriksaan kehamilan, maka dilakukan uji regresi logistik. Tahap pertama adalah dengan melakukan pemilihan model untuk uji regresi logistik. Berdasarkan uji chi square diperoleh bahwa variabel pekerjaan, dukungan informasional, dukungan penilaian/penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan emosional memenuhi syarat untuk masuk kedalam model regresi logistik karena mempunyai nilai p <0,25. Tabel 5. Hasil Uji Regresi logistik Pengaruh Dukungan Suami Terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan di Klinik Bersalin Wilayah Puskesmas Medan Johor Tahun 2012 Variabel Pekerjaan Dukungan informasional Dukungan penilaian/ penghargaan Dukungan emosional Constant B 1,443 1,752 1,688 2,134-1,797 Exp (B) 4,232 5,766 5,406 8,447 0,166 P- Value 0,015 0,016 0,032 0,014 0,002 Tabel diatas merupakan hasil akhir analisis multivariat dengan uji regresi logistik dengan variabel pekerjaan, dukungan informasional, dukungan penilaian/penghargaan dan dukungan emosional memperolah nilai p<0,05, artinya variabel tersebut tidak dikeluarkan dari model dan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan. Berdasarkan nilai coeffisien beta (B) yang tertinggi adalah variabel dukungan emosional yaitu 2,134. Ini menunjukkan bahwa variabel tersebut merupakan variabel yang paling dominan memengaruhi pemeriksaan kehamilan. Besar pengaruh variabel tersebut dapat dilihat pada nilai Exp (B), yaitu 8,447, artinya variabel dukungan emosional mempunyai pengaruh 8 kali terhadap pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil. Hal ini dapat diartikan bahwa ibu yang mempunyai dukungan emosional yang baik dari suami mempunyai peluang 8 kali untuk melakukan pemeriksaan kehamilan dibandingkan dengan ibu yang mendapat dukungan emosional tidak memadai. PEMBAHASAN Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Dari hasil penelitian diketahui bahwa dari 86 responden, sebanyak 39 orang (45,3%) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar dan 47 orang (54,7%) melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan tidak sesuai dengan standar. Pemeriksaan kehamilan atau yang lebih sering disebut antenatal care adalah kegiatan yang diberikan untuk ibu sebelum melahirkan atau dalam masa kehamilan. Pemeliharaan kehamilan merupakan suatu upaya yang dilakukan dalam pemeliharaan terhadap kesehatan ibu dan kandungannya. 73

19 Asuhan kehamilan ini diperlukan karena walaupun pada umumnya kehamilan berkembang dengan normal dan menghasilkan kelahiran bayi yang sehat cukup bulan melalui jalan lahir, namun kadang-kadang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sulit diketahui sebelumnya bahwa kehamilan akan menjadi masalah (Saifuddin, 2001). Berdasarkan hasil penelitian, ternyata lebih banyak yang melakukan pemeriksaan tidak sesuai dengan standar, hal ini disebabkan karena sampel penelitian adalah semua ibu hamil yang datang memeriksakan kehamilannya ke klinik bersalin, tanpa melihat umur kehamilan. Sehingga tidak semua sampel penelitian adalah ibu hamil yang telah masuk kehamilan di trimester ketiga. Pengaruh Dukungan Informasional terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Hasil uji chi square pada variabel dukungan informasional, diperoleh nilai p = 0,003 (< 0,05), yang artinya ada pengaruh dukungan informasional terhadap pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil dengan dukungan informasional baik cenderung melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan sesuai standar, yaitu sebanyak 35 orang (40,7%). Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan suami berupa pemberian informasi tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan, (termasuk tablet fe, Immunisasi TT, buku KIA), jumlah pemeriksaan dan tempat pemeriksaan kehamilan. Secara statistik dukungan informasional berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan yang dilakukan oleh ibu. Dari tabel silang dapat diketahui bahwa ibu hamil yang mendapat dukungan informasional baik mayoritas melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar(40,7%), dan ibu yang mendapat dukungan informasional kurang sangat sedikit sekali melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar (4,7%). Hasil berbeda dikemukakan dari penelitian Fitriani (2011), yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara dukungan informasional terhadap pemeriksaan kehamilan dengan nilai p=0,114. Hasil berbeda juga didapat dari penelitian Maulina (2010), yang menyatakan tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kelengkapan pemeriksaan kehamilan. Besarnya dukungan informasional ditunjukkan pada tabel 4.2, misalnya menyataan ya suami memberi informasi harus periksa hamil (79,1%), suami memberi informasi tentang pentingnya minum tablet besi (70,9%), suami memberii informasi bahwa ibu hamil harus banyak istirahat (89,5%), dan suami memberii informasi harus periksa hamil ke tenaga kesehatan (94,2%). Dari hasil kuesioner tersebut menggambarkan bahwa informasi yang diberikan oleh para suami sangat membantu kepada ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Pengaruh Dukungan Penilaian/ Penghargaan terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Berdasarkan hasil chi square dukungan penilaian/penghargaan terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan, diperoleh nilai p=0,002 (< 0,05), artinya ada pengaruh antara dukungan penilaian/penghargaan terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil dengan dukungan penilaian/penghargaan baik mayoritas melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar, yaitu sebanyak 36 orang (41,9%). Dukungan penilaian/penghargaan dalam penelitian ini adalah upaya darii suami untuk memberikan umpan balik berupa pujian, bimbingan dan perhatian kepada ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Dalam penelitian didapatkan hasil bahwa dari semua pernyataan dalam kuesioner lebih dari 50% menyatakan ya, bahkan pada pernyataan suami menanyakan hasil pemeriksaan pada saat dia tidak ikut mengantar, 84,9% menyatakan ya. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Fitriani (2011) yang menyatakan tidak ada pengaruh antara dukungan penilai/penghargaan terhadap pemeriksaan kehamilan (p=0.064). Hal ini mungkin dipengaruhi oleh lokasii penelitian yang dilakukan karena berhubungan dengan budaya masing-masing. Masyarakat Medan umumnya lebih terbuka bila dibandingkan dengan orang Aceh, yang biasanya mempunyai sifat tertutup, sehingga tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya secara terbuka, bahkan kepada istrinya sendiri. Pengaruh Dukungan Instrumental terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Pada uji chi square variabel dukungan instrumental menunjukkan nilai p=0,058 (> 0,05), yang berarti bahwa tidak ada pengaruh antara dukungan instrumental terhadap pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil 74

20 dengan dukungan instrumental baik lebih banyak yang melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar, sebanyak 35 orang (40,7%). Dukungan instrumental dalam penelitian ini berupa upaya dari suami untuk memberikan bantuan dalam bentuk dana, waktu dan memfasilitasi ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Sehingga dengan didapatkannya dukungan instrumental dari suami, istri melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar yang ada. Hampir pada semua masyarakat Indonesia, tidak terkecuali masyarakat Medan, suami adalah pengambil keputusan yang utama. Oleh karena itu dukungan instrumental dari suami sangat besar dampaknya terhadap keputusan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Hasil berbeda ditunjukkan pada penelitian Fitriani (2011), yang menyatakan ada pengaruh antara dukungan instrumental terhadap pemeriksaan kehamilan. Hal ini mungkin disebabkan karena tidak terlalu jauh perbedaan pada ibu yang mendapatkan dukungan baik antara yang melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar dan yang tidak sesuai standar. Dukungan Emosional terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Berdasarkan hasil uji chi square pada variabel dukungan emosional terhadap pemeriksaan kehamilan diperoleh nilai p=0,001 (< 0,05), artinya ada pengaruh antara dukungan emosional terhadap pemeriksaan kehamilan. Responden dengan dukungan emosional baik cenderung melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar, yaitu sebanyak 37 responden (43,0%). Dukungan emosional dalam penelitian adalah adanya upaya dari suamii untuk membantu kenyamanan dan ketenangan emosi, yang mencakup mendengarkan keluhan, empati, menunjukkan kasih sayang dan motivasi pada ibu dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Penelitian Carter dalam Fitriani (2011), menyatakan bahwa dukungan suami memberikan kontribusi penting bagi kesehatan. Dukungan sosial yang dibutuhkan adalah berupa dukungan emosional yang mendasari tindakan. Dengan dukungan tersebut ibu akan merasa diperhatikan, dicintai, dimuliakan dan dihargai. Adanya kehadiran orang terdekat dapat mempengaruhi emosional atau efek perilaku bagi penerimanya. Dukungan suami selama kehamilan berpengaruh terhadap hasil kehamilan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fitriani (2011), yang menyatakan bahwa dukungan emosional berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan dengan p value 0,025. Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Ercii (2003), social support berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah kunjungan antenatal care. Dukungan sosial yang tidak memadai merupakan hambatan untuk memperoleh pelayanan pemeriksaan kehamilan. Dukungan sosial yang diterima dari keluarga meningkatkan jumlah kunjungan dan ibu hamil melakukan kunjungan lebih awal. Variabel Paling Dominan yang Berpengaruh terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Berdasarkan uji regresi logistik berganda, diketahui variabel independen yang paling berpengaruh terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan adalah dukungan emosional dengan p value 0,002 (p <0,05) dan nilai exp (B) 8,447 yang berartii bahwa ibu hamil yang mendapatkan dukungan emosional yang baik dari suami mempunyai peluang 8 kali untuk melakukan pemeriksaan kehamilan sesuai standar dibandingkan dengan ibu hamil yang mendapat dukungan emosional kurang baik dari suaminya. Menurut Henderson (2005), ada beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan kemampuan wanita dalam beradaptasi dengan kehamilannya., misalnya lingkungan sosial, dukungan sosial dan dukungan dari pemberi asuhan. Dukungan yang diberikan oleh suami dan keluarga dapat mempengaruhi persepsii tentang kehamilan dan tingkat kecemasan yang ibu alami. Dukungan suami adalah bentuk dukungan dan hubungan baik yang mempunyai kontribusi besar bagi kesehatan. Dukungan emosional yang mendasari pemberian dukungan sosial. Adanya orang terdekat dapat mempengaruhi emosional atau efek perilaku bagi penerimanya. Dengan adanya dukungan emosional ibu merasa lebih percaya diri dalam melakukan pemeriksaan kehamilan. Dukungan emosional membuat ibu merasa dihargai, nyaman, aman dan disayangi. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Variabel dukungan suami paling dominan adalah dukungan emosional yang berpengaruh terhadap pemeriksaan kehamilan, dengan p value 0,002 dan nilai 75

21 exp (B) 8,447. Ibu yang mempunyai dukungan emosional yang baik mempunyai peluang 8 kali lebih untuk melakukan kunjungan pemeriksaan kehamilan sesuai standar. Saran Kepada petugas di klinik bersalin untuk lebih mengikut sertakan suami dari ibu hamil pada saat pemeriksaan kehamilan, sehingga suami bisa menjadi suami yang siaga sampai saat melahirkan serta menambahkan materi tentang Dukungan suami menjadi salah satu unsur dalam program Konseling Pra Pernikahan DAFTAR PUSTAKA Admin Peran Suami Dalam Persiapan Persalinan Aman. http/www. Departemen Kesehatan, Indonesia.htm (dikutip tanggal 10 Juli 2009). Beni, R., Keterlibatan Suami pada Masa Kehamilan : Menuju Kesetaraan Gender dalam proses Reproduksi Sehat. Warta Demografi Vol 30 no ( BKKBN. (2004). Diskriminasi Kerja Perempuan, Kekerasan Terhadap Perempuan. http;//www bkkbn.go.id Bahan Pembelajaran Peningkatan Partisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. BKKBN.Jakarta. Caplin, J.P., 2006, Kamus Lengkap Psikologi Alih Bahasa Kartini Kartono, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Depkes RI Upaya Akselerasi Penurunan Angka Kematian Ibu, Depkes RI Jakarta. Sjofiatun, N. (2000). Pengaruh Karakteristik Wanita dan Rumah Tangga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Ibu di Indonesia (Analisis Data SDKI 1997). Thesis. Universitas Indonesia. Manuaba, IBG Ilmu Kebidanan. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta. Muchtar, A Memaknai Hari Ibu dengan Menghormati Hak Reproduksinya. http :// situs.kesrepro. info/gendervaw02.htm (dikutip tanggal 10 Juli 2009). Notoadmodjo, S., (2003). Pendidikan dan Prilaku Kesehatan Masyarakat. PT Rineka Citta. Jakarta , (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Prawiroharjdo., Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal YBP-SP. Jakarta. Sjofiatun, N. (2000). Pengaruh Karakteristik Wanita dan Rumah Tangga Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Ibu di Indonesia (Analisis Data SDKI 1997). Thesis. Universitas Indonesia. Wikjosastro. H, Saifuddin A.B, Rachimhadi.T, (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta , (2002), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta , 1995, Pembangunan Kesehatan Masyarakat di Indonesia, Jakarta , 2001, Yang Perlu Diketahui Petugas Kesehatan Tentang Kesehatan Reproduksi. Depkes RI. Jakarta. Kemalahayati. (2008). Dukungan Suami Terhadap Kesiapan Ibu Primigravida Menghadapi Persalinan di Daerah Pedesaan Langsa Nanggroe Aceh Darussalam. Thesis. Universitas Indonesia. 76

22 KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN MAHASISWA PADA MATA AJAR ASUHAN KEBIDANAN IV DENGAN TOPIK PRE-EKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA DI POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Kirana Dewi Pertiwi (Alumnus Poltekkes Kemenkes Surakarta) Sih Rini Handajani (Poltekkes Kemenkes Surakarta) Agus Winarso (Poltekkes Kemenkes Surakarta) Suroso (Poltekkes Kemenkes Surakarta) ABSTRAK Latar belakang: Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bersifat student centered. Metode PBL terbukti mampu meningkatkan clinical reasoning, knowledge acquisition dan self directed learning (Wood,2003). Tujuan: Penelitian ini bertujuan menganalisis keefektifan pembelajaran PBL terhadap peningkatan pengetahuan mahasiswa pada mata ajar asuhan kebidanan IV dengan topik preeklampsia dan eklampsia. Metode: Penelitian ini merupakan studi quasi eksperiment design dengan rancangan non randomized control group pretest postest design. Teknik pengembilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling. Sampel untuk penelitian eksperimen PBL adalah kelas NRA dengan jumlah mahasiswa 39, sedangkan sampel kontrol adalah kelas NRB dengan jumlah mahasiswa 37. Jenis data yang didapatkan pada penelitian ini adalah data primer dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Analisis data dengan uji Dependen Sample T-test. Hasil: Tingkat pengetahuan responden sebelum penelitian sebagian besar dalam kategori cukup (76,9% kelas NRA dan 70,3% kelas NRB). Setelah diberikan pembelajaran, sebagian besar mahasiswa memiliki pengetahuan berkategori baik (61,5% NRA dan 100% NRB). Simpulan: Pembelajaran dengan metode Problem Based Learning efektif untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa, p-value 0,000 (p<0,05). Kata Kunci: Problem Based Learning, Metode pembelajaran PENDAHULUAN Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang pesat, namun proses pembelajaran mengalami kelambanan dalam pembelajaran. Metode pembelajaran teacher-centered masih diterapkan di Lembaga Pendidikan Tinggi (LPT). Hal ini dapat membentuk karakteristik mahasiswa yang apatis dan menunjukan sikap tidak tertarik terhadap proses pembelajaran. Untuk mengatasinya diperlukan perubahan, dari pendidikan tradisional menjadi sesuatu yang berbeda dan inovatif yaitu paradigma baru menjadi student-centered (Harsono, 2005). Problem Based Learning (PBL) merupakan salah satu strategi pembelajaran yang bersifat student centered. Metode PBL terbukti mampu meningkatkan clinical reasoning, knowledge acquisition dan self directed learning (Wood, 2003). Saat ini di Indonesia telah berdiri lebih dari tujuh ratus institusi pendidikan DIII Kebidanan. Namun, perkembangan Program DIII Kebidanan yang sedemikian pesat nyatanya belum mampu menjawab tantangan kebutuhan bidan yang kompeten. (Anjelia, 2011). Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2007, AKI untuk periode sebesar 228 per kelahiran hidup dengan Case Fatality Rate untuk 50% penyebab kematian tertinggi di Indonesia adalah 0,7% untuk kasus perdarahan, dan 3,6% untuk kasus eklampsia yang ada di rumah sakit (Hernawati, 2011). Salah satu hal yang mempengaruhi adalah strategi pembelajaran yang diterapkan ketika kuliah. Jika metode PBL ini terbukti baik jika diterapkan pada kurikulum kedokteran, maka pembelajaran institusi kesehatan lain seperti kebidanan dan keperawatan juga dirasa perlu untuk mencoba dan mengembangkannya sehingga kajian ini penting untuk dilakukan. Tujuan 1. Mendeskripsikan karakteristik mahasiswa semester V Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta, yang meliputi umur, motivasi, dan tempat tinggal. 2. Mendeskripsikan pengetahuan mahasiswa sebelum dan sesudah pembelajaran Problem Based Learning dan konvensional pada mata ajar asuhan kebidanan IV dengan topik pre-eklampsia dan eklampsia. 3. Menguji efektifitas metode problem based learning (dibandingkan dengan 77

23 metode konvensional) untuk meningkatkan pengetahuan mata ajar asuhan kebidanan IV dengan topik preeklampsia dan eklampsia. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi quasi eksperiment design dengan rancangan non randomized control group pretest postest design. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran Problem Based Learning dan pembelajaran konvensional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang pre-eklampsia. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa nonreguler semester V Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan Surakarta tahun ajaran 2012/2013 yang berjumlah 77 mahasiswa. Sampel dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kelas Non Reguler A dan Non Reguler B yang bersedia menjadi sampel penelitian. Teknik pengembilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling.. sehingga jumlah sampel untuk penelitian eksperimen PBL adalah kelas NRA dengan jumlah mahasiswa 39, sedangkan sampel kontrol adalah kelas NRB dengan jumlah mahasiswa 37. Jenis data yang didapatkan pada penelitian ini adalah data primer dengan instrumen penelitian berupa kuesioner. Data disajikan secara deskriptif dalam tabel distribusi frekuensi. Analisis data dengan uji independent Sample T-test. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian tanggal September 2012, dengan responden 76 mahasiswa (39 mahasiswa kelas Non Reguler A (NRA) dan 37 mahasiswa kelas Non Reguler B (NRB) adalah sebagai berikut: Umur Tabel 1. Distribusi Umur Responden Umur Kelas NRA (PBL) Kelas NRB (Konvensional) f % f % 19 tahun 9 23,0% 7 18,9% 20 tahun 26 66,7% 25 67,6% 21 tahun 3 7,7% 4 10,8 % 22 tahun 1 2,6 % 0 0% 26 tahun 0 0% 1 2,7% Total % % Dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa kelas NRA berusia 20 tahun (66,7 %) dan 19 tahun (23%) dan sebagian besar mahasiswa kelas NRB berusia 20 tahun (67,7%) dan 19 tahun (18,9%). Minat Tabel 2. Distribusi Frekuensi Minat Responden Mengikuti Kuliah Minat Kelas NRA (PBL) Kelas NRB (Konvensional) f % f % Pilihan Sendiri 38 97,4% 32 86,5 % Pilihan Orang Lain 1 2,6% 5 13,5 % Total % % Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa kelas NRA (97,4%) dan kelas NRB (86,5%) mengikuti kuliah di kebidanan karena minat sendiri. Tempat Tinggal Tabel 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tempat Tinggal Tempat Tinggal Kelas NRA (PBL) Kelas NRB (Konvensional) f % f % Asrama 8 20,5% 2 5,4% Kos 23 59,0% 28 75,7% Rumah Keluarga 8 20,5% 7 18,9% Total % % Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa kelas NRA tinggal di kos, yaitu 23 mahasiswa (59%) dan sebagian besar mahasiswa kelas NRB tinggal di kos, yaitu 28 mahasiswa (75,7%). Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Diberikan Pembelajaran Tabel 4. Pemusatan dan Penyebaran Data Responden Sebelum dan Setelah Diberikan Pembelajaran PBL Setelah PBL Konvensional Pemusatan Penyebaran Sebelum PBL Konvensional Mean 54,68 47,59 67,92 76 Median Modus Standar 8,2 11,95 8,5 7,2 Deviasi Maksimum Minimun Kelas Problem Based Learning Nilai pre-test rata-rata kelas NRA (PBL) adalah 54,68 dengan standar deviasi 8,2. 78

24 Nilai maksimum kelas NRA (PBL) adalah 73 dan nilai minimumnya 40. Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Kelas NRA Sebelum dan Setelah Diberikan Pembelajaran PBL Pengetahuan Sebelum Setelah PBL PBL f % f % Baik Cukup Kurang Total Dari Tabel 5 diketahui bahwa pengetahuan mahasiswa sebelum diberikan pembelajaran dengan strategi PBL paling banyak pada kategori cukup, yaitu 30 responden (76,9%). Mahasiswa yang berpengetahuan kurang yaitu 3 responden (7,7%) dan berpengetahuan baik 6 responden (15,4%). Setelah diberikan pembelajaran sebagian besar mahasiswa berpengetahuan dengan kategori baik, yaitu 24 mahasiswa (61,5%), berpengetahuan cukup 15 responden (38,5%) dan tidak ada yang berpengetahuan kurang. Kelas Konvensional Nilai pre-test rata-rata kelas NRB (Konvensional) adalah 47,6 dengan standar deviasi 11,96. Nilai maksimum kelas NRB (Konvensional) adalah 73 dan nilai minimumnya 30. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Kelas NRB Sebelum dan Setelah Pembelajaran Konvensional Pengetahuan Sebelum Setelah PBL PBL f % f % Baik Cukup Kurang Total Dari Tabel 6 diketahui bahwa pengetahuan mahasiswa sebelum diberikan pembelajaran dengan strategi konvensional paling banyak pada kategori cukup, yaitu 26 responden (70,3%), sedangkan setelah diberikan pembelajaran seluruh mahasiswa berpengetahuan dengan kategori baik (100%). Keefektifan Pembelajaran Terhadap Pengetahuan Mahasiswa Problem Based Learning Uji normalitas data pre dan post pembelajaran PBL menunjukan bahwa data berdistribusi normal dengan nilai signifikasi Shapiro-Wilk pre PBL 0,056 (p>0,05) dan nilai signifikansi post PBL 0,87 (p>0,05). Sehingga analisis yang digunakan adalah analisis parametrik uji dependen t-test. Tabel 10 Hasil Uji Statistik Keefektifan Pembelajaran PBL terhadap Pengetahuan Responden Kelas NRA Independen t-test IK 95% Sig. Mean t df Upper Lower (2-tailed) -13,237-11,333-15,140-14, ,000 Dari nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rerata nilai mahasiswa yang bermakna sebelum dan sesudah pembelajaran PBL. Perbedaan rerata ini sebesar 13,237% dengan interval kepercayaan 11,333-15,140 pada taraf 95%. Konvensional Uji normalitas data pre dan post pembelajaran konvensional menunjukan bahwa data berdistribusi tidak normal dengan nilai signifikasi Shapiro-Wilk pre konvensional 0,04 (p<0,05) dan nilai signifikansi post konvensional 0,049 (p<0,05). Sehingga analisis yang digunakan adalah analisis non-parametrik uji Wilcoxon test. Tabel 11 Hasil Uji Statistik Keefektifan Pembelajaran Konvensional terhadap Pengetahuan Responden Kelas NRB Pre Post Konvensional Wilcoxon test N Negative 0 Positif 37 Ties 0 Total 37 Pre-post Konvensional Z -5,309 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,000 79

25 Hasil Uji Wilcoxon menunjukan bahwa 100% mahasiswa mengalami peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah pembelajaran. Nilai signifikansi 0,000 (p<0,05) sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan sesudah pembelajaran konvensional. PEMBAHASAN Sebagian besar mahasiswa semester V berusia 20 tahun (NRA = 66,7% dan NRB = 67,6%), memiliki minat dari diri sendiri untuk mengikuti kuliah (NRA = 97,4% dan NRB = 86,5%) dan tinggal di kos (NRA = 59% dan NRB = 75,7%). Pertambahan umur seseorang mempengaruhi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa (Mubarak 2007). Sebagian besar mahasiswa semester V berusia 20 tahun (66,7% NRA dan 67,7% NRB) dan 19 tahun (23 % NRA dan 18,9% NRB). Hal ini disebabkan karena kebanyakan input mahasiswa berasal dari lulusan SMA. Kedewasaan berpikir dan usia yang masih muda diharapkan mahasiswa menjadi lebih mudah untuk menerima informasi baru. Minat merupakan kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu yang menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam (Mubarak, 2007). Sebagian besar mahasiswa kelas NRA dan NRB memiliki minat dari diri sendiri untuk mengikuti perkuliahan di jurusan kebidanan (97,4% kelas NRA dan 86,5% kelas NRB). Minat dapat menjadikan mahasiswa lebih tekun dan akhirnya memperoleh pengetahuan yang lebih dalam. Menurut penelitian Yuliati (2011) ada pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi mahasiswa yang diberi perlakuan dengan metode Problem Based Learning dan konvensional. Tempat tinggal merupakan salah satu unsur lingkungan. Lingkungan dimana kita hidup mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap (Mubarak, 2007). Mahasiswa semester V sebagian besar tinggal di kos (59% kelas NRA dan 75,7% kelas NRB). Tempat tinggal yang kondusif sebagai tempat belajar dapat membentuk sikap mahasiswa yang lebih rajin dan giat belajar. Pengetahuan Responden Sebelum dan Sesudah Sebelum Diberikan Pembelajaran Peneliti membagikan handout yang berupa informasi tentang materi kuliah preeklampsia dan eklampsia 4 hari sebelum kegiatan pre-test agar mahasiswa memiliki bahan belajar yang sama sebelum mengikuti perkuliahan. Selain itu, tujuan pemberian informasi sebelum pre-test adalah memberikan kemudahan mahasiswa untuk memperoleh informasi sehingga diharapkan dapat mempercepat mahasiswa dalam memiliki pengetahuan yang baru. Ketegori pengetahuan responden sebelum penelitian sebagian besar dalam kategori cukup (76,9% kelas NRA dan 70,3% kelas NRB). Beberapa mahasiswa ada yang berpengetahuan baik dan kurang. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa pengetahuan seseorang terhadap obyek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan mahasiswa dapat dipengaruhi oleh proses belajar mandiri. Mahasiswa yang masih dalam kategori kurang dapat disebabkan karena proses belajar mandiri sebelum perkuliahan yang belum maksimal. Sedangkan beberapa mahasiswa yang memiliki nilai baik dapat dikarenakan belajar mandiri lebih banyak dari yang lain atau telah mempunyai pengalaman sebelumnya. Sesudah Diberikan Pembelajaran Kategori pengetahuan mahasiswa setelah diberikan pembelajaran meningkat. Sebagian besar mahasiswa memiliki pengetahuan berkategori baik (61,5% NRA dan 100% NRB). Sedangkan 38,5 mahasiswa kelas NRA dalam kategori cukup dan tidak ada yang berkategori kurang. Kenaikan pengetahuan mahasiswa dikarenakan adanya proses belajar selama pembelajaran sehingga nilai post-test lebih baik daripada nilai pre-test. Hal ini sesuai dengan teori yang dipaparkan oleh Notoatmojo (2007), dimana belajar ialah proses memperoleh sesuatu yang baru, yang semula belum diketahui, sekarang menjadi diketahui, yang dahulu belum dimengerti sekarang dimengerti. Belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi (Gagne cit Mubarak, 2007). 80

26 Keefektifan Pembelajaran Terhadap Pengetahuan Mahasiswa Problem Based Learning Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan pembelajaran dengan metode PBL, 76,9% mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang pre-eklampsia dan eklampsia dengan kategori cukup. Setelah peneliti bersama tim memberikan materi tentang pre-eklampsia dan eklampsia dengan metode pembelajaran PBL, pengetahuan mahasiswa kelas NRA meningkat menjadi kategori baik 61,5% dan berkategori cukup 38,5%. Hasil perhitungan dengan uji Paired Sample T-test dalam penelitian ini menunjukkan responden yang diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan metode PBL mengalami peningkatan skor pengetahuan secara statistik (pvalue=0,000). Hasil ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan metode PBL dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pre-eklampsia dan eklampsia. Peningkatan pengetahuan mahasiswa secara statistik bermakna bahwa responden memahami materi dan mampu menyerap materi yang diberikan pada saat pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa responden telah menyimpan pengetahuan yang diberikan pada saat perlakuan (Sullivan et al, 1998). Selain dapat meningkatkan pengetahuan, pembelajaran PBL juga mampu membuat peserta didik mempunyai kemampuan adaptasi, problem solving, membuat pertimbangan yang rasional melakukan pendekatan yang menyeluruh dan universal, mengembangkan empati, dan bekerja dalam tim (Kushartanti, 2007). Hal ini disebabkan karena mahasiswa PBL dikelompokkan dalam kelompok kecil yang berisi 4-5 orang dan dihadapkan pada suatu masalah. Kelompok kecil tersebut didampingi oleh seorang fasilitator dari tim peneliti yang tugasnya mengarahkan, memberi saran, dan menjaga diskusi tetap berada dalam topik tetapi tidak memberikan informasi karena informasi harus didapatkan sendiri oleh mahasiswa. Keefektifan berbagai metode pengajaran disarikan dalam bentuk piramida pembelajaran Edgar Dale (1954) yang dikembangkan berdasarkan evidence oleh Bligh (1998). Metode pembelajaran di dasar piramid lebih efektif, yaitu dengan saling membagi informasi di antara peserta didik (teach each other) dengan retensi 90%, belajar dengan melakukan praktik langsung (75%) dan diskusi kelompok (50%). Aktivitas-aktivitas inilah yang dijalankan selama proses PBL. Dalam pembelajran PBL dilakukan diskusi dan saling memberikan informasi (teach each other) sesama peserta didik, praktek langsung menyelesaikan kasus, dan diskusi. Aktifitas-aktifitas inilah yang menurut Kushartanti (2007) merupakan upaya-upaya intelektual pada pembelajaran PBL yang dapat membuat mahasiswa memiliki level yang lebih tinggi dalam taksonomi Bloom, yaitu sampai pada tahapan aplikasi, bagaimana menggunakan pengetahuan, mendemonstrasikan, dan mempraktikannya. Pendekatan "Problem Based Learning" merupakan metode yang menggunakan materi yang bersifat kontekstual yang berupa kasus dunia nyata. Kasus kontekstual ini berhubungan dengan penelitian Thornburg (1984) tentang retensi yang antara lain mengatakan bahwa retensi akan lebih baik pada materi yang bersifat kontekstual. Hal ini diperkuat dengan penelitian Santoso (2006) yaitu dalam kurun waktu dua minggu setelah dilaksanakan PBL kompetensi aspek-aspek keterampilan mahasiswa meningkat dan pada nilai ujian tulis tidak menurun secara signifikan. Pendekatan ini sangat tepat digunakan sebagai strategi mengajar pada mata kuliah terapan yang bertujuan untuk membantu mahasiswa agar siap memasuki dunia kerja maupun praktek lahan. Sebagai calon bidan, mahasiswa diharapkan mampu memahami berbagai konsep dasar yang menjadi pegangan untuk memecahkan masalah/kasus di dunia nyata yang bahkan belum pernah ditemui sebelumnya, serta lebih siap untuk terjun di lahan. Hal ini sangat sesuai dengan proses PBL yang dituturkan Wood (2004) yaitu pelajar didorong untuk menggabungkan berbagai informasi. Pada tahap awal mereka perlu mengecek apakah informasi yang mereka dengar atau baca itu benar dan mencoba untuk menggabungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sebelumnya sudah mereka miliki (konsolidasi). Dengan kemampuan konsolidasi mereka lebih percaya diri tentang apa yang sudah mereka pahami dan dapat berbagi dengan teman lain atau bahkan dapat mengembangkannya. Sehingga pada akhirnya mahasiswa memiliki kemampuan menyelesaikan masalah. Hasil penelitian Fartena (2005) juga menunjukan bahwa mahasiswa yang belajar dengan metode PBL memiliki sikap dan pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa yang diajar dengan cara konvensional. 81

27 Konvensional Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum diberikan pembelajaran dengan metode konvensional, 70,3% mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang preeklampsia dan eklampsia dengan kategori cukup. Setelah peneliti bersama dengan tim memberikan materi pre-eklampsia dan eklampsia dengan metode pembelajaran konvensional, pengetahuan mahasiswa kelas NRB meningkat menjadi kategori baik 100%. Peningkatan kategori pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pembelajaran tersebut dapat terjadi karena sebelum diberikan pembelajaran, sebagaian besar mahasiswa memiliki pengetahuan sebatas pengertian pre-eklampsia dan eklampsia saja. Setelah mendapat pembelajaran, mahasiswa mengetahui materi pre-eklampsia dan eklampsia meliputi banyak hal, yaitu pengertian, teori patofisiologi, perubahan organ dan sistem faal tubuh yang penting, pencegahan, diagnosis, perawatan, sikap terhadap kehamilan, dan pemberian obat pada perawatan pre-eklampsia eklampsia. Hasil perhitungan dengan uji Paired Sample T-test dalam penelitian ini menunjukkan responden yang diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan metode konvensional mengalami peningkatan skor pengetahuan secara statistik (p-value=0,000). Kondisi ini mengindikasikan bahwa pembelajaran dengan metode konvensional dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang pre-eklampsia dan eklampsia. Piramida Edgar Dale menggambarkan bahwa kuliah metode konvensional yang memiliki retensi paling rendah, yaitu 5%. Hal ini dikarena umumnya mahasiswa mencatat dan mengulanginya sesaat sebelum ujian, menyimpan dalam ingatan jangka pendek untuk mengerjakan ujian dan melupakan apa yang sudah mereka pelajari dalam waktu singkat (Wood, 2004). Menurut Emilia (2008), meskipun keefektifan ceramah sebagai metode pendidikan hanya memiliki retensi 5%, akan tetapi penggunaan metode ceramah dapat ditingkatkan keefektivitasannya bila digabung dengan program audiovisual yang mendukung. Selain itu, keuntungan metode ceramahdiskusi (konvensional) adalah mudah digunakan, dapat menyampaikan informasi, mempengaruhi pendapat, merangsang pikiran dan kritis. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karakteristik responden: sebagian besar responden berusia 20 tahun (66,7% NRA dan 67,7% NRB) dan 19 tahun (23 % NRA dan 18,9% NRB). Sebagian besar responden (97,4% kelas NRA dan 86,5% kelas NRB). memiliki minat dari diri sendiri untuk mengikuti perkuliahan di jurusan kebidanan Sebagian besar responden tinggal di kos (59% kelas NRA dan 75,7% kelas NRB). Tingkat pengetahuan responden sebelum penelitian sebagian besar dalam kategori cukup (76,9% kelas NRA dan 70,3% kelas NRB). Setelah diberikan pembelajaran, sebagian besar mahasiswa memiliki pengetahuan berkategori baik (61,5% NRA dan 100% NRB). Sedangkan 38,5 mahasiswa kelas NRA dalam kategori cukup dan tidak ada yang berkategori kurang. Pembelajaran dengan metode PBL efektif untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa. Nilai p-value 0,000 (p<0,05). Saran Bagi mahasiswa DIV pendidik dan dosen agar menjadikan penelitian ini sebagai bahan pertimbangan salah satu metode pembelajaran student center learning, sehingga dapat mengembangkan metode belajar yang efektif untuk mengajarkan suatu mata kuliah kepada mahasiswa. Penelitian tindakan kelas perlu untuk dikembangkan karena penerimaan mahasiswa terhadap suatu mata kuliah berbeda-beda, salah satu faktor yang mempengaruhi adalah metode pembelajaran yang digunakan. Bagi mahasiswa diharapkan mahasiswa tertarik dengan metode pembelajaran PBL sehingga dapat menerapkan untuk mata kuliah lain. Dengan melaksanakan metode PBL yang 7 langkah, mahasiswa diharapkan memiliki kemauan berfikir kritis, rajin mencari sumber informasi sendiri dan mengembangkan forum diskusi. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian eksperimen yang tidak hanya mengukur pengetahuan tetapi juga keterampilan dan pengukuran dilakukan hingga retensi pengetahuan. Faktor/fasilitas yang dapat mempengaruhi pembelajaran konvensional dan PBL lebih dikendalikan, antara lain tutor, referensi, jaringan internet, dan ruangan yang kondusif. 82

28 DAFTAR PUSTAKA Anjelia, L.O. 2011, Pendidikan Kebidanan Tumbuh Pesat Namun Kebutuhan Bidan berkualitas Masih Belum Terpenuhi, Universitas Padjajaran, Bandung, dari : diunduh tanggal 21 Maret 2011 Bligh D.A. 1998, What's the Use of Lectures, Intellect, Exeter Emilia, Ova. 2008, Promosi Kesehatan dalam Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi, Pustaka Cendekia, Yogyakarta Fartena, S. 2005, Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa dalam Pembelajaran Mata Kuliah KB-Kesehatan Reproduksi Sebelum dan Sesudah Metode PBL (Problem Based Learning) pada Akademi Kebidanan di Jawa tenggah dan Jawa Timur, (Tesis). Program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Harsono. 2005, Kearifan dalam Transformasi Pembelajaran : dari Teacher-centered ke Student-centered Learning, in Seminar Implementasi Nilai Kearifan dalam Proses Pembelajaran Berorientasi Student-Centred Learning, UGM, 30 November 2004, Yogyakarta Hernawati, I. 2011, Analisis Kematian Ibu di Indonesia, in Pertemuan Teknik Kesehatan Ibu, Bandung, 6 April 2011 Santoso, S. 2006, Efektivitas pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan Kompetensi Mahasiswa pada Mata Ajaran Asuhan Kebidanan Kehamilan Lanjut dan Pascapersalinan, (Tesis). Program Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Sullivan, P.H. (ed.). 1998, Profiting from Intellectual Capital, John Wiley, New York Thornburg, H.D. 1984, Learning Theory, Instruction Psychology, West Publishing Company, St Paul Wood, D., et al. 2003, ABC of Learning and Teaching in Medicine, London : BMJ books, dari : diunduh tanggal 22 Maret 2011 Wood EJ., 2004, Problem Based Learning : Exploiting Knowledge of How People Learn to Promote Effective Learning. Diunduh dari pada tanggal 11 Oktober Yuliati, N. 2011, Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Ditinjau dari Motivasi Belajar Mahasiswa Terhadap Prestasi Belajar dalam Materi Etika Profesi di Fakultas Kedokteran Gigi IIK Kediri, (Tesis). Magister Kedokteran Keluarga Universitas Sebelas Maret, Surakarta Kushartanti, B.M.W. 2007, Pendekatan Problem Based Learning dalam Pembelajaran Praktik Kerja Lapangan Terapi Fisik, Diunduh dari e/view/221 pada tanggal 11 oktober 2012 Mubarak, W.I., et al. 2010, Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan, Graha Ilmu, Yogyakarta Notoatmodjo, S. 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka cipta, Jakarta Notoatmodjo, S. 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Rineka cipta, Jakarta Rusmono. 2012, Strategi Pembelajaran dengan Problem Based Learning Itu Perlu, Ghalia Indonesia, Bogor 83

29 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KADER POSYANDU TENTANG SISTEM 5 MEJA DENGAN PELAKSANAANNYA DI POSYANDU Ribut Eko Wijanti (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) Dwi Estuning Rahayu (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) Iftitah Humul Qoirilia (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRACT Objective: The Objective of this research is to know the relationship between the posyandu cadre s knowledge and the implementation of five table system in each of posyandu in Sidomulyo Village Semen Sub district. Method: The method which is used in this research is cross sectional analytic. The population of this research is all posyandu cadre in Sidomulyo Village with the total 28 and then just only 26 of them who is stipulated by using propotionate stratified random sampling and the sample technique used is simple random sampling technic. The collection of data is carried out by using closed quessionare to identify the posyandu cadre knowledge and observation sheet to report and know detailly about the implementation of five table system in each posyandu. After all data is collected then it is being tabulated and tested by using Spearman Rho Formula. Result: The research result shown that the posyandu cadre s knowledge about five table system and its implementation in posyandu can be categorized enough. And also there are relationship between the posyandu cadre s knowledge with the implementation of five table system in each posyandu in Sidomulyo Village. Suggestion: By this research, We do hope the posyandu cadre be able to improve their knowledge about the five table system in each posyandu so that they can give optimal services. Keywords: Knowledge, Posyandu cadre, five table system. Latar Belakang Peningkatan kualitas pelayanan posyandu bertujuan untuk menjangkau semua lapisan masyarakat. Peningkatan kualitas pelayanan kader posyandu menjadi tonggak penting yang harus diperhatikan. Dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman, diharapkan kader posyandu tahu proses tatalaksana posyandu yang efektif, kondisi kesehatan balita dan deteksi dini kasus gizi buruk pada balita (Irma Handayani, 2010). Posyandu mempunyai tujuan utama yaitu menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (AKI) termasuk ibu hamil, melahirkan dan nifas, karena Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih cukup tinggi, meskipun dari tahun ke tahun sudah dapat diturunkan (Cahyo Ismawati,dkk, 2010). Secara idealnya layanan posyandu meliputi pemantauan pertumbuhan balita, pendidikan atau penyuluhan gizi, serta pemberian makanan tambahan, kesehatan ibu dan anak, pengontrolan terhadap diare, imunisasi serta keluarga berencana. Secara pelaksanaan pelayanan tersebut dilakukan dengan konsep lima meja yaitu 1) meja pendaftaran balita dan ibu hamil, 2) meja penimbangan balita, 3) meja pencatatan buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KMS (Kartu Menuju Sehat), 4) meja penyuluhan dan 5) meja pelayanan kesehatan (Budi Rahaju, 2007). Untuk meja I sampai IV kegiatan dilaksanakan oleh kader posyandu dan untuk meja V dilaksanakan oleh petugas kesehatan di antaranya dokter, bidan, dan juru imunisasi.sebelum melaksanakan tugas tersebut, yaitu tugas dari meja I sampai meja IV para kader terlebih dahulu mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan oleh Puskesmas dan sektor terkait guna menghindari terjadinya kesalahan dalam melaksanakan tugasnya, agar tugas yang diemban oleh para kader posyandu dapat terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan, maka petugas kesehatan harus terus melakukan pembinaan khususnya menyangkut teknis pelaksanaanya (Antoabadi, 2010). Tidak semua posyandu mau melakukan konsep 5 meja tersebut dengan berbagai alasan mulai dari keterbataan sarana danprasarana hingga keterbatasan sumber daya manusia, khususnya untuk pelaksanaan meja penyuluhan dan layanan kesehatan. Meja penyuluhan banyak yang tidak berjalan karena kurangnya 84

30 pengetahuan, kepercayaan diri kader dan kurang menguasai materi dalam melakukan penyuluhan gizi dan kesehatan (Trias, 2007), sehingga aktifitas pendidikan gizi menjadi macet. Akhirnya balita yang datang hanya ditimbang, dicatat hasil penimbangan di KMS kemudian mengambil jatah PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan pulang tanpa dimaknakan. Balita yang sudah selesai mendapatkan imunisasi lengkap tidak mau lagi datang di posyandu, karenamerasa tidak memperoleh manfaat apa-apa (Cahyo Ismawati,dkk, 2010). Sedangkan hambatan untuk pelaksanaan meja kelima adalah ketergantungan terhadap staff medis dari pihak Puskesmas yang tidak selalu dapat hadir setiap pelaksanaan posyandu, sehingga fungsi posyandu lebih mengarah kepada monitoring kesehatan dan gizi dan bukan memberikan layanan medis. Menurut tingkat perkembangannya di Indonesia pada tahun 2010 tercatat ada unit posyandu yang tersebar diseluruh Indonesia.Di Kabupaten Kediri ada 1715 posyandu yang tersebar diseluruh Wilayah Kabupaten Kediri dengan jumlah kader seluruhnya 8290 orang (Laporan Dinkes Kabupaten Kediri, 2010). Data yang didapat dari Puskesmas Semen Kabupaten Kediri pada tahun 2010 menunjukkan ada 56 Posyandu di Wilayah Puskesmas Semen dan dengan jumlah kader 280 orang. Berdasarkan studi pendahuluan di Wilayah Desa Sidomulyo terdapat 6 posyandu yaitu Posyandu Suro,Posyandu Jabang Utara, Posyandu Jabang Selatan, Posyandu Klepu, Posyandu Klodran. Untuk Posyandu Suro, Posyandu Jabang Selatan, Posyandu Klepu dan Posyandu Klodran masing-masing memiliki 5 kader, sedangkan untuk Posyandu Wonorejo dan Posyandu Jabang Utara hanya memiliki 4 kader posyandu, keseluruhan kader yang sudah mendapat pelatihan 90%. Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk mengambil penelitian dengan judul Hubungan pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 meja dengan pelaksanaan di masing-masing meja di Posyandu Wilayah Desa Sidomulyo. Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian Rumusan masalah yang disampaikan yaitu Adakah hubungan antara pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 meja dengan pelaksanaan di masingmasing meja di Posyandu Wilayah Desa Sidomulyo? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan kader tentang sistem 5 meja dengan pelaksanaan di masing-masing meja di Posyandu Wilayah Desa Sidomulyo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai masukan untuk menyusun rencana program revitalisasi posyandu. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi adalah kader posyandu di Wilayah Desa Sidomulyo sebanyak 28 orang. Sampel dihitung menggunakan rumus n =. N. 1 + N.d 2 diperoleh 26 orang. Sampel diambil secara propotionate stratified random sampling pada masing-masing posyandu sehingga diperoleh: Posyandu Suro = 5/28 x 26 = 5 Posyandu Jabang Utara = 4/28 x 26 = 3 Posyandu Jabang Selatan = 5/28 x 26 = 5 Posyandu Klepu = 5/28 x 26 = 5 Posyandu Klodran = 5/28 x 26 = 5 Posyandu Wonorejo = 4/28 x 26 = 3 Penelitian dilaksanakan di Posyandu Wilayah Desa Sidomulyo (6 Posyandu) kecamatan Semen kabupaten Kediri pada tanggal 1-8 Juni Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner tertutup yang berisi pertanyaan mengenai pengetahuan kader tentang sistem 5 meja dan lembar observasi dalam bentuk cheklist yang diisi peneliti dari hasil pengamatan tentang pelaksanaan di masing-masing meja. Analisa data dengan korelasi tata jenjang (Spearman rho) HASIL PENELITIAN Data pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 meja, dan pelaksanaan sistem 5 meja di masing-masing meja disajikan pada tabel berikut. Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Sistem 5 Meja Pengetahuan Jumlah Persentase Baik Cukup Kurang ,5% 50,0% 11,5% Jumlah % 85

31 Tabel 2. Distribusi Pelaksanaan Sistem 5 Meja oleh Kader Posyandu Pelaksanaan Jumlah Persentase Baik Cukup Kurang ,8% 61,5% 7,7% Jumlah % Hasil uji hubungan pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 Meja dengan pelaksanaan di masing-masing meja diperoleh ρ hitung = 0,589 dengan interval kepercayaan 95%, harga ρ tabel didapatkan 0,392 (ρ hitung > ρ tabel). Artinya ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 meja dengan pelaksanaannya di posyandu Wilayah Desa Sidomulyo Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Sidomulyo Kecamatan Semen Kabupaten Kediri terhadap 26 kader sebagai responden diketahui 10 orang (38,5%) memiliki pengetahuan baik, 13 orang (50,0%) berpengetahuan cukup dan yang berpengetahuan kurang baik sebanyak 3 orang (11,5%). Kader yang mempunyai pengetahuan baik ada 10 orang (38,5%). Hal ini karena mereka aktif dalam mengikuti pelatihan kader, sering mengikuti pembinaan kader, aktif dalam kegiatan posyandu, sehingga banyak informasi yang diperolehnya, serta sebagian besar dari mereka sudah menjadi kader lebih dari 5 tahun, disamping itu ada juga yang lulusan dari SMA dan Perguruan Tinggi. Dikemukakan oleh Nursalam (2003) dalam Wawan dan Dewi(2010) bahwa faktor yang mempengaruhi pengetahuan salah satunya yaitu pendidikan karena pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Sebagian besar kader mempunyai pengetahuan cukup yaitu 13 orang (50,0%), hal ini dikarenakan terlihat sebagian dari mereka ada yang lulusan dari SMP, sehingga informasi yang diperoleh kurang dimengerti dan dipahami, dan juga kemungkinan dipengaruhi oleh faktor usia yang rata-rata diatas 35 tahun. Kader tersebut juga aktif dalam kegiatan posyandu maupun pelatihan namun pendidikan dan usia yang mereka miliki sangat berpengaruh terhadap pengetahuan. Nursalam (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010) mengatakan pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan, dan apabila seseorang yang semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Kader yang mempunyai pengetahuan kurang ada 3 orang (11,5%). Diketahui bahwa ada kader yang masih lulusan dari Sekolah Dasar, dan usianya relatif sudah tua juga, kader tersebut tidak mengikuti pembinaan dan pelatihan sehingga membuat pengetahuan mereka kurang. Sebagian kader ada juga yang bekerja sehingga membuat mereka lebih mengutamakan bekerja mencari uang daripada mengikuti pelatihan maupun kegiatan posyandu. Nursalam (2003) dalam Wawan dan Dewi (2010) bahwa pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Irma Handayani (2010) berpendapat bahwa untuk menjadikan posyandu yang berkualitas perlu terus ditunjang dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman, sehingga diharapkan kader posyandu tahu proses tata laksana posyandu yang efektif. Dua puluh enam responden yang memiliki pelaksanaan baik pada masingmasing meja sebanyak 8 orang (30,8%), pelaksanaan cukup sebanyak 16 orang (61,5%) dan 2 orang (7,7%) mempunyai pelaksanaan kurang. Hasil observasi yang dilakukan pada saat posyandu ada 8 orang (30,8 %) yang melaksanakan mejanya dengan baik karena mereka yang sering mengikuti pelatihan maupun pembinaan sehingga mereka mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang baik, namun mayoritas pada setiap posyandu yang pelaksanaan mejanya baik yaitu meja 1, meja 2, dan meja 3. Pada meja 4 pelaksanaan penyuluhan masih kurang hal ini dikarenakan kader yang bertugas di meja 4 kadang membantu pada meja 1, meja 2, dan meja 3. Sesuai pendapat Trias (2007) untuk pelaksanaan meja penyuluhan banyak yang tidak berjalan karena kurangnya pengetahuan, kepercayaan diri kader dan kurang menguasai materi dalam melakukan penyuluhan gizi dan kesehatan sehingga aktifitas pendidikan gizi menjadi macet. Terdapat 16 orang (61,5%) yang melaksanakan sistem 5 meja dengan cukup baik, hal ini karena kader masih cukup aktif dalam kegiatan posyandu dan sering mengikuti pelatihan maupun pembinaan kader. Namun apa yang diperoleh dari pembinaan maupun pelatihan tersebut masih sering diabaikan dan tidak diterapkan dalam kegiatan posyandu. Disamping itu tidak 86

32 didukung oleh sarana dan prasarana serta tempat yang memadai untuk kegiatan sistem 5 meja di posyandu. Budi Rahaju (2007) menyebutkan syarat dasar untuk terlaksananya posyandu agar berfungsinya secara baik setiap posyandu harus tersedia seperti meja dan kursi, timbangan dacin dan tiang penyangga, celana atau sarung timbangan, sistem informasi posyandu, daftar hadir kader, buku kegiatan, paket pertolongan gizi (oralit, vitamin A, kapsul yodium, tablet fe), sarana penyuluhan (lembar balik, buku pegangan kader, KMS atau buku KIA), bahan penyuluhan, alat peraga, sarana PMT. Kader yang pelaksanaan pada masingmasing meja masih kurang ada 2 kader (7,7%) karena sebagian besar mereka melaksanakan meja tidak sesuai dengan prosedur sistem 5 meja, misalnya pada meja 1 kader hanya meminta buku KMS balita kemudian mendaftar balita dalam buku register kemudian langsung dipersilahkan menuju meja 2. Pada meja 2 kader melakukan pengecekan bandul dan menimbang balita sampai jarum tegak lurus. Pada meja 3 kader hanya menulis buku KMS balita kemudian menghubungkan dari bulan kemarin, untuk meja 4 kader hanya memberi jatah PMT tanpa memberikan penjelasan apa-apa pada balita maupun ibu hamil. Padahal menurut Budi Rahaju (2007) Secara pelaksanaan pelayanan posyandu dilakukan dengan konsep lima meja yaitu meja pendaftaran balita dan ibu hamil, meja penimbangan balita, meja pencatatan buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) dan KMS (Kartu Menuju Sehat), meja penyuluhan dan meja pelayanan kesehatan. Analisa data Spearman rho menunjukkan ρ hitung lebih besar dari ρ tabel. Jadi ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 meja dengan pelaksanaan. Karena ada hubungan maka arah korelasinya positif (+) yakni makin baik pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 meja, maka makin baik pula pelaksanaannya di posyandu. Penelitian menunukkan lebih dari setengah kader di Desa Sidomulyo mempunyai pengetahuan cukup dan pelaksanaan dimasing-masing meja juga cukup. Hal ini ditunjukkan dari kader yang melaksanakan mejanya dengan cukup baik mereka yang sering mengikuti pelatihan dan sebagian ada yang lulusan SMA/PT sehingga masih mudah menerima informasi. Namun dalam pelaksanaan, sistem 5 meja tetap kurang diperhatikan khususnya pada meja 4 (penyuluhan), hampir semua posyandu melaksanakannya hanya sebatas memberi makanan tambahan kemudian balita dipulangkan. Menurut Budi Rahaju,dkk (2007) menyebutkan bahwa pelayanan meja 4 dilakukan tidak hanya memberi makanan tambahan, tetapi masih banyak kegiatan lain yang perlu dilakukan pada meja 4 diantaranya: memberi penyuluhan kepada ibu, sesuai dengan hasil pencatatan di buku KIA/KMS serta pengamatan terhadap anaknya, penyuluhan tidak hanya diberikan kepada balita yang tidak naik atau turun timbanganya, tetapi juga yang timbangannya naik pun perlu diberi penyuluhan untuk dapat menjaga kesehatanya, di meja 4 kader dapat melakukan rujukan ke tenaga kesehatan seperti bidan,atau Puskesmas pada kasuskasus yang perlu dirujuk, topik penyuluhan yang diberikan sesuai dengan permasalahan yang ada, kader juga dapat memberikan penyuluhan gizi, atau pertolongan dasar, (misalnya pemberian makanan tambahan, vitamin A, oralit), berikan pujian pada balita atau ibunya, bila mereka rajin menimbang dan bagus hasil timbangannya atau perkembangannya. Irma Handayani (2010) mengungkapkan bahwa perlu diupayakan peningkatan kualitas pelayanan posyandu untuk menjangkau semua lapisan masyarakat, maka peningkatan kualitas layanan kader posyandu menjadi tonggak penting yang harus diperhatikan. Jadi apabila kader posyandu sudah memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai kegiatan posyandu serta apabila kader posyandu sudah melaksanakan perannya sebagai kader maka kualitas pelayanan posyandu juga akan semakin baik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dari penelitian ini adalah lebih dari setengah responden memiliki tingkat pengetahuan cukup tentang sistem 5 meja dan lebih dari setengah responden memiliki kategori cukup dalam pelaksanakan sistem 5 meja. Ada hubungan pengetahuan kader posyandu tentang sistem 5 meja dengan pelaksanaannya di posyandu Wilayah Desa Sidomulyo Kecamatan Semen Kabupaten Kediri. Saran yang disampaikan, kader diharapkan mampu meningkatkan pengetahuannya dengan cara aktif dalam mengikuti pembinaan maupun pelatihanpelatihan kader yang disampaikan oleh Puskesmas ataupun Dinas Kesehatan, sehingga pelaksanaan sistem 5 meja bisa berjalan secara optimal. 87

33 DAFTAR PUSTAKA Antoabadi. (2010)Keaktifan kader posyandu < d in 3 February 2011 at a.m Ari, Setiawan dan Saryono. (2010) Metodologi Penelitian Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika Aziz, Alimul Hidayat. (2007) Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika Budi, Rahaju, dkk. (2007) Buku Pegangan Kader Posyandu. Surabaya: Dinkes Propinsi Jawa Timur Cahyo, Ismawati, dkk. (2010). Posyandu dan Desa Siaga. Yogyakarta : Nuha Medika Data Posyandu Tahun 2010 tentang Data Jumlah Posyandu dan Kader di Kabupaten Kediri. (2010). Kediri : Dinkes Kabupaten Kediri Soekidjo, Notoatmodjo. (2003) Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. (2002) Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Suharsimi, Arikunto. (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta Trias. (2007) Posyandu. < multiply.com/journal/item/4>accessed in 3 February 2011 at a.m Wawan dan Dewi. (2010) Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika Zulkifli. (2003) Posyandu dan kader kesehatan< ed in 3 February 2011 at a.m Departemen Kesehatan RI. (2009) Undang- Undang R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Surabaya: Depkes R.I. (2006) Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu. Jakarta : Depkes R.I Eny Retna.A dan Sriati R. (2009) Asuhan Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Nuha Medika Irham, Machfoedz. (2008) Metodologi Penelitian. Yogyakarta : Fitramaya Irma, Handayani. (2010) Gambaran pengetahuan dan sikap kader dalam kegiatan Posyandu di Kelurahan Urug Kota Tasikmalaya< com/2010/08/15/> accessed in 3 February 2011 at a.m Niken, Meilani,dkk, (2009) Kebidanan Komunitas. Yogyakarta : Fitramaya Nursalam. (2008) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :Salemba Medika R.Fallen dan R.Budi. (2010) Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Nuha Medika Saifuddin, Azwar. (2010) Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar 88

34 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG PEMBERIAN ASI DENGAN KEJADIAN BENDUNGAN ASI DI KLINIK BERSALIN Hj. HENDRAYATNI Tahun 2012 Nenny Aurelia Parhusip (Alumnus Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan) Tiamin Simbolon (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Medan) ABSTRAK Latar belakang: Setelah wanita melahirkan, akan terjadi proses laktasi dimana payudara akan memproduksi ASI sebanyak mungkin. Namun terkadang Ibu sering mengabaikan atau kurang mengetahui untuk memberikan ASI kepada bayi sehingga payudara penuh, bengkak, sakit dan terjadilah bendungan ASI. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Ibu Postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember Mei Metode: Jenis penelitian bersifat analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah Ibu Postpartum sebanyak 40 orang yang bersalin di Klinik Hj. Hendrayatni. Data yang digunakan adalah data primer. Metode disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Pengolahan data dilakukan dengan program SPSS untuk mengetahui sejauh mana Hubungan pengetahuan Ibu Postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 40 Ibu, 29 (72,5%) Ibu diantaranya mengalami bendungan ASI. Berdasarkan pengetahuan Ibu mayoritas Tidak Baik sebanyak 19 (47,5%) Ibu. Dan pemberian ASI mayoritas Tidak baik sebanyak 18 (45%) Ibu. Uji chi square pengetahuan Ibu Postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI diperoleh p = 0,041 sehingga lebih kecil dari (α) = 0,05 dan nilai chi-square hitung = 13,150. Simpulan: Sehingga menunjukkan adanya hubungan pengetahuan Ibu Postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI. Saran: Diharapkan Ibu Postpartum lebih meningkatakan pengetahuan tentang pemberian ASI agar mencegah terjadinya bendungan ASI. Kata kunci: Pengetahuan, postpartum, Pemberian ASI, Bendungan ASI PENDAHULUAN Latar Belakang ASI mengandung semua nutrisi penting yang diperlukan untuk tumbuh kembang bayi, serta antibodi yang bisa membantu bayi membangun sistem kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya. Sesungguhnya, lebih dari 100 jenis zat gizi terdapat dalam ASI. Diantaranya ialah AA, DHA, taurin, dan spingomyelin yang tidak terkandung dalam susu sapi (Yuliarti, 2010). World Health Organization (WHO) pada tahun 2001 menyatakan bahwa pemberian ASI diberikan mulai bayi lahir sampai usia 6 bulan disebut dengan pemberian ASI secara eksklusif. Setelah ASI eksklusif 6 bulan tersebut bayi tetap diberi ASI sampai usia 2 tahun seiring dengan pengenalan makanan bayi. Sebuah analisis oleh Hellen tahun 2002, menerangkan bahwa memberikan ASI selama 6 bulan dapat menyelamatakan 1,3 juta jiwa diseluruh dunia, termasuk 22% nyawa yang melayang setelah kelahiran. Sementara itu, menurut United Nations Children s Funds (UNICEF), menyatakan bahwa kematian bayi di Indonesia dan 10 juta kematian anak balita di dunia setiap tahun bisa dicegah melalui pemberian ASI eksklusif selama enam bulan sejak sejam pertama setelah kelahirannya tanpa memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi. (Prasetyono, 2009). Dan saat ini, jumlah Ibu yang memberikan ASI kepada bayinya sampai berumur 6 bulan masih rendahnya, yaitu kurang dari 2 % dari jumlah total Ibu melahirkan. Hal tersebut lebih disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain karena pengetahun Ibu tentang pentingnya ASI masih rendah, tata laksana Rumah Sakit yang salah, dan banyaknya Ibu yang mempunyai pekerjaan diluar rumah. (Yuliarti, 2010). Setelah wanita melahirkan, akan terjadi proses laktasi dimana payudara akan memproduksi ASI sebanyak mungkin. Namun terkadang Ibu sering mengabaikan atau kurang mengetahui untuk memberikan ASI kepada bayi sehingga payudara penuh, bengkak, sakit dan terjadilah bendungan ASI. Pembengkakan ini terjadi karena ASI tidak disusui secara adekuat sehingga sisa ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. (Anggraini, 2010). Menurut SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2002 cakupan ASI eksklusif 6 bulan menurun dari 42,4% menjadi 36,5%. Sedangkan penggunaan 89

35 susu formula meningkat tiga kali lipat dari 10,8% menjadi 32,5% dan tanpa disadari hal ini memicu terjadinya bendungan ASI. Menurut Balai Pengobatan Swasta (BPS) hampir 50 % Ibu post partum mengalami bendungan ASI (Primadasa, 2007). Berdasarkan hasil survei awal peneliti yang dilakukan pada tanggal 28 Februari 2012 di Klinik bersalin Hj. Hendrayatni, terdapat 24 Ibu Postpartum pada bulan Februari Berdasarkan Tanya jawab yang peneliti lakukan kepada 8 orang Ibu Postpartum didapat 6 orang Ibu Postpartum yang kurang mengetahui tentang pemberian ASI dan mengalami bendungan ASI. Mereka mengatakan pada keadaan ini seringkali menghentikan proses menyusui karena payudaranya terasa sakit. Mereka juga menganggap jika payudara mengalami masalah, maka harus menghentikan menyusui bayinya karena rasa sakit yang dialami dan agar tidak menularkan penyakit kepada bayinya tersebut. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui hubungan pengetahuan Ibu postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember 2011 Mei METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini bersifat analitik, yaitu untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI melalui uji hipotessa dengan rancangan penelitian cross sectional. Populasi penelitian ini adalah Ibu yang masih dalam masa postpartum dan menyusi bayinya bersalin di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni. Pada bulan Desember 2011 Mei 2012 sebanyak 40 orang. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Pengertian ASI di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember 2011`- Mei 2012 Pengetahuan Ibu Tentang Definisi ASI Frekuensi % Sangat Baik Baik 6 15 Tidak Baik 8 20 Sangat Tidak Baik 4 10 Total Tabel 2. Distribusi Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Manfaat ASI di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember Mei 2012 Pengetahuan Ibu Tentang Manfaat ASI Frekuensi % Sangat Baik 6 15 Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total % Tabel 3. Distribusi Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Komposisi ASI di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember 2011`- Mei 2012 Pengetahuan Ibu Tentang Komposisi ASI Frekuensi % Sangat Baik Baik 8 20 Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total % Tabel 4. Distribusi Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Teknik Menyusui di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember 2011`- Mei 2012 Pengetahuan Ibu Tentang Teknik Menyusui Frekuensi % Sangat Baik Baik 11 27,5 Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total % Tabel 5. Distribusi Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Waktu Menyusui di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember Mei 2012 Pengetahuan Ibu Tentang Waktu Menyusui Frekuensi % Sangat Baik 6 15 Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik 2 5 Total % Tabel 6. Distribusi Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Perawatan Payudara di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember Mei 2012 Pengetahuan Ibu Tentang Perawatan Payudara Frekuensi % Sangat Baik 4 10 Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik 13 32,5 Total % 90

36 Tidak mengalami Pengetahuan Ibu Mengalami Pengetahuan Ibu Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total Volume IV Nomor 2, April 2013 ISSN: Tabel 7. Distribusi Bendungan ASI pada Ibu Postpartum di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember Mei 2012 Bendungan ASI Frekuensi % Mengalami TIdak Mengalami Total % Tabel 8. Distribusi Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Pemberian ASI di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember Mei 2012 Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian ASI Frekuensi % Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total % Tabel 9. Hubungan Pengetahuan Ibu Postpartum Tentang Pemberian ASI dengan Kejadian Bendungan ASI di Klinik Bersalin Hj. Hendrayatni Periode Desember Mei 2012 Bendungan ASI Pemberian ASI Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total Sangat Baik Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik Total Berdasarkan Tabel 1 di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data, ditemukan bahwa pengetahuan Ibu tentang pengertian ASI terrtinggi adalah kategori sangat baik 22 orang (55%) dan terendah adalah kategori sangat tidak baik sebanyak 4 orang (10%). Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data ditemukan bahwa pengetahuan Ibu tentang manfaat ASI tertinggi adalah kategori Baik 19 orang (47,5%) dan terendah adalah kategori tidak baik sebanyak 12 orang (30%). Berdasarkan Tabel 3 di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data ditemukan bahwa pengetahuan Ibu tentang komposisi ASI tertinggi adalah kategori Sangat Tidak Baik 15 orang (37,5%) dan terendah adalah kategori Sangat Baik sebanyak 7 orang (17,5%). Berdasarkan Tabel 4 di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data ditemukan bahwa pengetahuan Ibu tentang Teknik Menyusui tertinggi adalah kategori Tidak Baik 14 orang (35%) dan terendah adalah kategori Sangat Baik sebanyak 3 orang (7,5%). Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data ditemukan bahwa pengetahuan Ibu tentang Waktu Menyusui tertinggi adalah kategori Baik dan Tidak Baik sebanyak 16 orang (40%) dan terendah adalah kategori Sangat Tidak Baik sebanyak 2 orang (5%). Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data ditemukan bahwa pengetahuan Ibu tentang Perawatan Payudara tertinggi adalah kategori Tidak Baik 16 orang (40%) dan terendah adalah kategori Sangat Baik sebanyak 4 orang (10%). Berdasarkan Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa dari 40 responden didata, ditemukan tertinggi mengalami bendungan ASI sebanyak 29 orang (72,5%) dan terendah tidak mengalami bendungan ASI sebanyak 11 orang (27,5). Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data ditemukan bahwa Pemberian ASI tertinggi adalah kategori Baik 18 orang (45%) dan terendah adalah kategori Sangat Tidak Baik sebanyak 1 orang (2,5%). Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat dari 40 responden yang di data ditemukan bahwa Ibu yang mengalami bendungan ASI mayoritas berpengetahuan Tidak Baik dan pemeberian ASI Tidak Baik juga, sedangkan Ibu yang tidak mengalami bendungan ASI mayoritas berpengetahuan Sangat Baik dan pemberian ASI Baik juga. Hasil uji chi square terhadap pengetahuan Ibu Postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI kemudian diperoleh hasil probabilitas = 0,041 sehingga lebih kecil dari (α) = 0,05 dan nilai chi-square = 13,150. Ini berarti hipotesis nol ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Ibu tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI. 91

37 PEMBAHASAN Dari analisa data pada tabel 1 diketahui bahwa dari 40 Ibu, mayoritas berpengetahuan Sangat baik sebanyak 22 orang (55%), dan minoritas Sangat Tidak Baik 4 orang (10%). Air Susu Ibu (ASI) bukan minuman. Namun, ASI merupakan satu-satunya makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat gizi yang dibutuhkan bayi. Selain itu, secara ilmiah ASI dibekali enzim pencerna susu sehingga organ pencernaan bayi mudah mencerna dan menyerap gizi ASI (Arif, 2009). ASI Eksklusif adalah makanan terbaik yang harus diberikan kepada bayi karena di dalamnya terkandung hamper semua zat gizi yang dibutuhkan oleh bayi. (Yuliarti, 2010). Dalam hal pengetahuan Ibu tentang pengertian ASI masih ada Ibu yang berpengetahuan tidak baik dan sangat tidak baik. Dan menurut asumsi penulis hal ini menyebabkan kurang nya pemberian ASI kepada bayi sehingga terjadi pembendungan ASI kepada Ibu. Dari analisa data pada tabel 2 diketahui bahwa dari 40 Ibu mayoritas berpengetahuan Baik sebanyak 19 orang (47,5%), dan minoritas berpengetahuan Sangat Tidak baik sebanyak 3 orang (7,5%). Manfaat ASI mendatangkan keuntungan bagi bayi, ibu, keluarga, masyrakat, dan Negara. Sebagai makanan bayi yang paling sempurna, ASI mudah dicerna dan diserap karena mengandung enzim pencernaan. ASI juga dapat mencegah penyakit iinfeksi lantaran mengandung zat penangkal penyakit, yakni immunoglobulin. ASI bersifat praktis, mjudah diberikkan kepada bayi, murah serta bersih. (Prasetyono, 2009) Manfaat ASI untuk mengurangi resiko kanker payudara mungkin jarang diketahui orang. Pada tahun 2000, penelitian di 6 negara berkembang yang melibatkan 147 orang ibu menunjukkan bahwa minimal 20 % Ibu yang menyusui akan terhindar dari bendungan ASI yang kemudian berkembang menjadi kanker payudara. (Yuliarti, 2010). Dari hasil penelitian ini masih ada Ibu yang berpengetahuan Tidak baik dan Sangat Tidak Baik. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan Ibu tentang manfaat ASI sehingga masih banyak Ibu yang tidak menyusui bayinya. Sesuai dengan teori yang di atas bahwa Ibu yang tidak menyusukan bayi nya akan bisa mengalami bendungan ASI. Dari analisa data pada tabel 3 diketahui bahwa dari 40 Ibu mayoritas berpengetahuan Sangat Tidak Baik sebanyak 15 orang (37,5%), dan minoritas Sangat baik sebanyak 7 orang (17,5%). ASI mengandung berbagai macam unsure-unsur yang berguna untuk pertumbuhan bayi antara lain : kolostrum, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. (Budiasih, 2008). Banyak sekali zat gizi yanga da di dalam ASI sehingga makanan ajaib tersebut tidak boleh dilewatkan. Dimana ASI mengandung 88, 1% air, sehingga ASI yang diminum bayi selama pemberian ASI Ekslusif sudah mencukupi kebutuhan bayi dan sesuai dengan kesehatan bayi. Selain itu, ASI juga mengandung bahan larut yang rendah. Bahan larut tersebut terdiri dari 3,8% lemak, 0,9% protein, 7 % laktosa dan 0,2% bahan-bahan lainnya. (Yuliarti, 2010). Dari hasil penelitian ini ditemukan tingginya presentase Ibu yang berpengetahuan Sangat Tidak Baik dapat diketahui memberiakan kerugian bagi banyak bayi dan juga Ibu sesuai dengan teori yang diatas yang menyatakan bahwa ASI mengandung unsur-unsur pokok seperti lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan zat kekebalan tubuh. Dari analisa data pada tabel 4 diketahui bahwa dari 40 Ibu mayoritas berpengetahuan Tidak Baik sebanyak 14 orang (35%), dan minoritas berpengetahuan Sangat Baik sebanyak 3 orang (7,5%). Teknik dalam menyusui sangat berperan dalam menentukan kesuksesan dalam menyusui di antaranya yang perlu diperhatikan ialah : posisi bayi saat menyusu dan perlekatan mulut bayi pada payudara, karena bila teknik menyusui Ibu salah, maka bayi tidak dapat menghisap ASI secara efektif, sehingga bayi menjadi malas menyusu dan payudara akan penuh. (Ramaiah, 2007) Dari hasil penelitian ini bahwa Ibu postpartum memiliki presentasi tertinggi berpengetahuan Tidak baik. Sehingga Ibu tidak memperhatikan teknik menyusui bayi dengan benar dan sebahagian mengamali bendungan ASI. Dari analisa data pada tabel 5 diketahui bahwa dari 40 Ibu mayoritas berpengetahuan Baik dan Tidak Baik sebanyak 16 orang (40%), dan minoritas berpengetahuan Sangat Tidak Baik sebanyak 2 orang (5%). Pemberian ASI sebaiknya tidak dijadwalkan (on demand) kapan pun bayi membutuhkan ASI, Ibu harus siap memberikan ASI nya sampai bayi merasa puas menyusu. (Khasanah, 2011) 92

38 Dari hasil penelitian ini, bahwa Ibu yang memiliki pengetahuan Tidak Baik dan Sangat Tidak Baik tentang waktu menyusui akan menyusui bayinya dengan waktu yang tidak baik yang kemudian akan lebih cenderung mengalami bendungan ASI dibandingkan dengan Ibu yang menyusui dengan waktu menyusui yang tepat karena sudah mengetahui tentang waktu menyusui yang baik. Dari analisa data pada tabel 6 diketahui bahwa dari 40 Ibu mayoritas berpengetahuan Tidak Baik sebanyak 16 orang (40%), dan minoritas berpengetahuan Sangat Baik sebanyak 4 orang (10%). Perawatan payudara bisa dilakukan secara sederhana. Kegiatan ini bisa dilakukan saat mandi dan setelah mandi. Bila putting susu dan aerola kering dan pecah-pecah, gunakna pelembab ringan atau minyak baby oil untuk menjaga kesehatan dan kelembapannya. Sehingga mencegah putting lecet dan bengkak. (Kristiyanasari, 2009) Faktor yang menyebabkan terjadinya bendungan ASI ialah posisi bayi pada payudara salah sehingga proses menyusui tidak benar dan juga disebabkan oleh perawatan payudara pada saat menyusui yang kurang diperhatikan. (Nugroho, 2011) Dari analisa tabel 7 diketahui bahwa dari 40 responden, ibu postpartum. Terdapat 29 (72,5%) Ibu yang mengalami kejadian bendungan ASI dan 11 (27,5%) Ibu yang tidak mengalami. Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri dan kadang-kadang disertai dengan kenaikan suhu badan. Menurut hasil penelitian bahwa payudara penuh sering terjadi. Bila Ibu tidak menyusui secara eksklusif, dimana Ibu tidak menyusukan bayinya setiap bayi membutuhkan. Sementara produksi ASI tetap berlangsung, akibatnya payudara akan penuh dengan ASI. Bila tidak langsung diberikan kepada bayi maka inilah menjadi bendungan ASI (Prawirohardjo, 2008) Faktor-faktor yang menyebabkan bendungan ASI adalah bayi tidak menyusu dengan kuat, posisi bayi pad apayudara salah sehingga proses menyusui tidak benar, serta terdapat putting susu yang datar atau terbenam (Taufan, 2011) Dari analisa data pada tabel 8 diketahui bahwa dari 40 Ibu mayoritas pemberian ASI Baik dan Tidak Baik sebanyak 18 orang (45%), dan minoritas Sangat Tidak Baik sebanyak 1 orang (2,5%). Alasan pemberian ASI kepada bayi karena ASI mengandung manfaat dan kelebihan, diantaranya ialah menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi, misalnya infeksi saluran pencernan (diare), infeksi saluran pernafasan dan infeksi telinga. ASI juga bias menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit non-infeksi, seperti alergi, obesitas, kurang gizi dan asma. Selain itu, ASI dapat pula meningkatkan IQ dan EQ anak. Sebagian besar pertumbuhan dan perkembangan bayi ditentukan oleh pemberian ASI. Pemberian ASI dapat mengurangi tingkat kematian bayi yang dikarenakan berbagai penyakit yang menimpanya, serta mempercepat pemulihan bila sakit dan membantu menjarangkan kelahiran. (Presetyono, 2009) Hal ini dapat menjelaskan bahwa pengetahuan Ibu dapat menjadi faktor terjadinya bendungan ASI. Ibu yang berpengetahuan baik tentang ASI maka pemberian ASI menjadi baik dan resiko terjadinya bendungan ASI dapat dicegah. Namun jika pengetahuan Ibu tidak baik apalagi sangat tidak baik maka pemberian ASI juga Tidak baik, hal inilah dapat menjadi akibat terjadinya bendungan ASI. Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa dari 40 Ibu Postpartum, 29 diantaranya mengalami Bendungan ASI dimana pengetahuan Ibu mayoritas dikategorikan berpengetahuan Tidak Baik sebanyak 17 (58,6%) dan juga pemberian ASI mayoritas dikategorikan Tidak Baik sebanyak 18 (62,1%) Ibu. Sedangakan Ibu yang tidak mengalami bendungan ASI mayoritas berpengetahuan Baik sebanyak 5 (45,5%) Ibu dan juga pemberian ASI mayoritas Baik sebanyak 8 (72,7%) Ibu. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan Ibu tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI. Menurut asumsi penulis ASI Ekslusif erat kaitannya dengan pemberiaan ASI karena pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola piker dan perilaku Ibu. Hal ini sesuai juga dengan pendapat (Notoatmojo, 2003) bahwa pengetahuan beberapa tingkat yaitu tahu dalam aarti hanya sebatas mengetahui, memahami yaitu mampu menjelaskan, analisa yaitu mampu menganalisa yang diketahuinya, dan sintesis yaitu mampu menyusun formula baru. Oleh karena itu sangat perlu diberikan pendidikan kesehatan mengenai pemberian ASI yang berkesinambungan sehingga Ibu Postpartum mampu memahami dan mengaplikasikan serta dapat menganalisa 93

39 keuntungan menyusui dan segera menyusui bayinya dengan baik dan menjaga kesehatan payudara Ibu untuk mencegah terjadinya bendungan ASI. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan penelitian adalah: 1) Ada hubungan antara pengetahuan Ibu postapartum dengan pemberian ASI, 2) Ada hubungan antara pengetahuan Ibu Postapartum dengan kejadian bendungan ASI, 3) Ada hubungan antara pengetahuan Ibu Postapartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI. Berdasarkan kesimpulan penelitian disarankan agar, 1. Diharapkan bagi Ibu untuk mengetahui dan lebih meningkatkan pengetahuan pentingnya ASI Ekslusif diberikan kepada bayi dengan mencari informasi yang lebih dari bidan atau dokter, media elektronik, media cetak, dan di tempat pelayanan kesehatan yang dapat diperoleh secara gratis, 2. Diharapkan tenaga kesehatan khususnya bidan sebaiknya dapat memberikan pelayanan yang sebaik mungkin dalam pemeberian informasi kesehatan tentang ASI dan memeberikan penyuluhan kesehatan pada Ibu postpartum tentang pemberian ASI 3. Meningkatkan adanya keterbatasan dalam penelitian ini diharapkan dapat melakukan penelitian selanjutnya pada aspek yang lebih luas dengan metode lebih lengkap untuk menyempurnakan penelitian ini, khususnya Hubungan pengetahuan Ibu postpartum tentang pemberian ASI dengan kejadian bendungan ASI. DAFTAR PUSTAKA Arif, Nurhaeni, 2009, Panduan Ibu Cerdas (ASI dan Tumbuh kembang Bayi), Penerbit Media Pressindo. Yogyakarta. Anggraini, Yetti, 2010, Asuhan Kebidanan Masa Nifas, Penerbit Pustaka Rinama, Yogyakarta. Budiasih Kun Sari, 2008, Handbook Ibu Menyusui, Penerbit Karya Kita, Bandung. Hidayat, AAA, 2009, Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta. Kristiyanasari, Weni, 2009, ASI, Menyusui dan SADARI, Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta. Marimbi, Hanum, 2010, Tumbuh Kembang, Status Gizi, dan Imunisasi Dasar Pada Balita, Penerbit Nuha Medika. Notoatmodjo, Soekidjo, 2003, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta., 2010, Metode Penelitian Kesehatan, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Nugroho, Taufan, 2011, ASI dan Tumor Payudara, Penerbit Nuha Medika, Yogyakarta. Primadasa N, 2007, Penerapan ASI Eksklusif, 16 April Prasetyono, Sunar, 2009, Buku Pintar ASI Eksklusif, Penerbit Diva Press, Yogyakarta. Prawirohardjo, Sarwono, 2008, Ilmu Kebidanan, Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Ramaiah, Savitri, 2007, ASI dan Menyusui, Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. Roesli, Hj Utami, 2009, Mengenal ASI Eksklusif, Penerbit Trubus Agriwidya. Jakarta. Sulistyawati, Ari, 2009, Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas, Penerbit Andi, Yogyakarta. Varney, Kriebs, J.M., Gegor, 2008, Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Penerbit ECG, Jakarta. Walsh, Linda, 2008, Buku Ajar Kebidanan Komunitas, Penerbit EGC, Jakarta. Yuliarti, Nurheti, 2010, Keajaiban ASI, Penerbit Andi, Yogyakarta. Khasanah, Nur, 2011, ASI atau Susu Formula Ya?, Penerbit Diva Press, Jakarta. 94

40 HUBUNGAN ANTARA PERILAKU PASIEN DENGAN KEJADIAN KONJUNGTIVITIS DI RUMAH SAKIT MATA CICENDO BANDUNG Siti Nurhayati Ali Hamzah (Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bandung) Ade Tika ABSTRAK Latar belakang: Angka kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung tahun 2008 s/d 2009 cukup tinggi, selalu masuk ke dalam 10 besar penyakit dan cenderung menunjukkan peningkatan yaitu dari 7176 orang pasien pada tahun 2008 meningkat menjadi 7228 pada tahun Berdasarkan hasil wawancara dengan pasien konjungtivitis sebagian besar responden berperilaku kurang baik diantaranya: tidak cuci tangan dulu sebelum/sesudah memegang mata yang sakit, menggunakan handuk secara bersama-sama, menggunakan sapu tangan bergantian, dan menggunakan bantal/sarung bantal bersama-sama dengan anggota keuarga yang lain. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung tahun Metode: Jenis penelitian adalah case control. Besar sampel adalah 85 kasus dan 170 control dengan teknik pengambilan sampel purposive non random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, analisis data menggunakan uji chi scquare. Hasil: Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara perilaku: mencuci tangan sebelum/sesudah memegang mata yang sakit, menggunakan handuk secara bersama, mengunakan sapu tangan bergantian, menggunakan bantal/sarung bantal secara bersama dengan derajat hubungan rendah serta nilai odds ratio 3,347. Saran: berdasarkan hasil penelitian tersebut maka disarankan pada petugas pelayanan kesehatan lebih meningkatkan dalam memberikan konseling dan pengetahuan terutama dalam hal berperilaku khususnya pada penderita konjungtivitis dan umumnya pada seluruh pasien yang datang dan berobat ke RS Cicendo Bandung. Kata kunci: konjungtivitis, perilaku PENDAHULUAN Latar belakang Konjungtivitis merupakan penyakit infeksi pada conjungtiva mata yang disebabkan oleh bakteri atau virus, menyerang berbagai tingkat usia, dan sangat mudah menular terutama melalui tangan yang dicuci kurang bersih atau melalui benda yang telah digunakan oleh seseorang yang mengalami mata merah. (Sidarta Ilyas, 1998; Chaerani, 2006; Indriana, 2012). Menurut Susilo (2008) penularan penyakit konjungtivitis bisa terjadi melalui sentuhan dengan penderita atau sesuatu yang telah dipakai oleh penderita, seperti tissue/ sapu tangan, penggunaan handuk secara bersama dengan penderita atau berenang bersama penderita dan melalui cairan dari mulut atau hidung penderita (seperti ketika batuk dan bersin). Data dari Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun (2009) menyatakan bahwa persentase penyakit yang sering terjadi pada masyarakat yaitu ISPA (33,36%), Penyakit kulit (23,97%), Diare (3,72%), dan Konjungtivitis (2,16%). ( data-kasus-penyakit-di-prov-jawa-barat -22-februari-2010.html. Diperoleh pada tanggal 17 November 2009). Sedangkan data yang penulis dapatkan dari Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung tahun 2008 dan 2009 angka kejadian konjungtivitis ini cenderung menunjukkan peningkatan yaitu dari 7176 orang pasien pada tahun 2008 meningkat menjadi 7228 pada tahun Berkaitan dengan konjungtivitis, salah satu faktor yang berhubungan dengan penularan dari satu pasien kepada pasien lain adalah faktor perilaku pasien. Menurut Bloom dalam Notoatmodjo, (2003), perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Berkenaan dengan faktor perilaku yang dapat menyebabkan penyakit konjungtivitis, (Sidarta Ilyas, 1998; Chaerani, 2006; Indriana, 2012) menyatakan bahwa sumber penularan konjungtivitis adalah cairan yang keluar dari mata yang sakit yang mengandung bakteri atau virus. Tangan yang terkontaminasi cairan infeksi dapat menjadi media penularan, misalnya melalui jabatan tangan. Bisa pula melalui cara tidak langsung, misalnya tangan yang terkontaminasi memegang benda yang kemudian terpegang oleh orang lain, penggunaan handuk secara bersama-sama, penggunaan sapu tangan/tissue secara 95

41 bergantian, dan penggunaan bantal/sarung bantal secara bersama-sama. Berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan cara wawancara kepada 10 orang pasien konjungtivitis yang datang dan berobat ke Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung diperoleh data bahwa 5 orang (50%) dari mereka umumnya tidak biasa cuci tangan dulu sebelum dan sesudah memegang mata yang sakit, menggunakan handuk secara bersama-sama yaitu sebanyak 2 orang (20 %), menggunakan sapu tangan bergantian yaitu sebanyak 1 orang (10 %), dan menggunakan bantal/sarung bantal bersama-sama yaitu sebanyak 2 orang (20 %). Merujuk pada fenomena di atas peneliti tertarik untuk meneliti tentang Hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung tahun Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah hubungan antara Perilaku Pasien Dengan Kejadian Konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Tahun 2010? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1) mengidentifikasi gambaran perilaku pasien sebelum dan sesudah menderita konjuntivitis (pada kelompok kasus) dan perilaku pasien yang menderita sakit mata selain conjungtivitis (kelompok kontrol) yang meliputi: kebiasaan cuci tangan, penggunaan handuk secara bersama- sama, penggunaan sapu tangan secara bergantian dan penggunaan bantal/sarung bantal secara bersama- sama, 2) mengidentifikasi gambaran kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dan 3) mengidentifikasi hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Infeksi Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, dilaksanakan dari tanggal 26 Juli 2010 sampai dengan tanggal 3 Agustus Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasional yaitu untuk mengetahui hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung, terutama lebih fokus menyoroti perilaku pasien sebelum dan sesudah menderita penyakit konjungtivitis, dengan rancangan case control. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Sedangkan variabel nya yaitu: perilaku pasien sebagai variabel independent, dan kejadian kongtivitis sebagai variabel dependent. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita konjungtivitis yang datang berobat ke Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung dalam satu tahun terakhir (tahun 2009) yaitu sebanyak 7228 atau ratarata 602 orang pasien per bulan. Sedangkan sampel nya terdiri dari 2 kelompok yaitu: 1) sampel kasus adalah sebagian pasien yang datang ke Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung karena menderita konjungtivitis yang berjumlah 85 orang pasien, dan 2) sampel kontrol adalah pasien yang menderita penyakit mata selain konjungtivitis yang berjumlah 170 orang pasien, dengan menggunakan teknik non random sampling: purposive sampling, sehingga jumlah sampel secara keseluruhan adalah 255 pasien. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang didapat langsung dari responden (sampel) melalui angket/kuasioner dan lembar observasi. Angket/ Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket terstruktur berbentuk pilihan dimana angket dibuat dengan tegas dan konkret dengan jawaban yang telah disediakan, yang didalamnya terdapat beberapa pertanyaan yang menjadi kritikal point. Sedangkan lembar observasi berdasarkan pada hasil pemeriksaan fisik dokter dengan melihat tanda dan gejala pasien yang menderita penyakit konjugtivitis tersebut. Lembar observasi ini menggunakan format baku yang ada di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung. Untuk instrumen angket dibuat oleh peneliti sendiri dengan berpedoman pada teori, definisi operasional dan deskripsi dari setiap kisi-kisi yang dibuat. Sebelum dipergunakan, instrumen sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan nilai validitasnya yaitu antara sampai dengan 0.856, dan reliabilitasnya adalah Sebelum data diolah dan dianalisa, peneliti terlebih dahulu melakukan editing, cleaning, coding dan analizing. Analisa yang digunakan pada penelitian ini adalah: 1) analisa univariat, meliputi gambaran perilaku pasien sebelum dan sesudah menderita conjungtivitis serta perilaku pasien sebelum dan sesudah menderita sakit mata selain conjungtivitis dengan menggunakan distribusi frekuensi, 2) analisa bivariat: untuk menguji hubungan antara ke dua variabel 96

42 dengan uji koefisien contingensi dari Chi square. HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Perilaku Pasien Konjungtivitis Secara Umum di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Perilaku Pasien Frekuensi Persentase Beresiko Tidak Beresiko % 17.6% Total % Gambaran perilaku pasien pada kelompok kasus menunjukan bahwa hampir seluruh (82,4 %) responden perilakunya beresiko terjadi konjungtivitis dan sebagian kecil (17,6 %) responden perilakunya tidak beresiko. Distribusi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 2 Distribusi Frekuensi Perilaku Pasien Konjungtivitis Berdasarkan Kritikal Poin di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Perilaku pasien Beresiko Tidak Beresiko Jumlah F % F % Sebelum 53 62, ,6 85 Mencuci Tangan sakit mata Sesudah 48 56, ,5 85 sakit mata Menggunakan Sebelum 28 32, ,1 85 handuk sakit mata secara Sesudah 53 62, ,6 85 bersama sakit mata Menggunakan Sebelum 49 57, ,4 85 sakit mata saputangan Sesudah 37 43, ,5 85 bergantian sakit mata Menggunakan Sebelum 42 49, ,6 85 bantal/ sakit mata sarung 62 72, ,1 85 Sesudah bantal sakit mata bersama Untuk memperjelas tentang perilaku yang beresiko pada kelompok kasus, berikutnya akan dipaparkan perilaku pasen yang dianggap sebagai kritikal point untuk terjadinya conjungtivitis, yaitu sebagian besar responden memiliki perilaku yang beresiko terkena konjungtivitis yaitu tidak mencuci tangannya dengan sabun setelah memegang mata yang sakit (56,5%), sebagian besar responden menggunakan handuk bersama dengan anggota keluarga yang lain sesudah sakit mata (62.4%), hampir sebagian responden (43,5%) menggunakan saputangan secara bergantian sesudah sakit mata, dan sebagian besar responden (72,9%) menggunakan sarung bantal bersama/ bergantian sesudah sakit mata sedangkan sisanya mereka tidak memiliki kebiasaankebiasaan yang beresiko untuk terjadinya konjungtivitis. Untuk lebih jelas distribusinya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 3. Distribusi Frekuensi Perilaku Pasien Yang Menderita Penyakit Mata Selain Konjungtivitis (Kelompok Control) di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Perilaku Pasien Frekuensi Persentase Beresiko Tidak Beresiko ,2% 41,8% Total ,0% Sedangkan gambaran perilaku pasen pada kelompok kontrol menunjukan bahwa pada pasien yang menderita penyakit mata selain konjungtivitis (kelompok control) tampak bahwa sebagian besar (58,2 %) responden perilakunya beresiko terjadi konjungtivitis dan hampir sebagian (41,8 %) responden perilakunya tidak beresiko. Distribusi secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Perilaku Pasien (Kelompok Kontrol) di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Berdasarkan Kritikal Poin Perilaku pasien Beresiko Tidak Beresiko Jumlah F % F % Sebelum 74 43, ,5 170 Mencuci sakit mata % % Tangan Sesudah % % 170 sakit mata Menggunakan Sebelum 83 48, ,2 170 handuk sakit mata % % secara Sesudah 64 37, ,4 170 bersama sakit mata % % Menggunakan Sebelum 73 42, ,1 170 sakit mata % % saputangan Sesudah 49 28, ,2 170 bergantian sakit mata % % Menggunakan Sebelum 52 30, ,4 170 bantal/ sakit mata % % sarung 82 48, ,8 170 Sesudah bantal % % sakit mata bersama Untuk memperjelas tentang perilaku yang beresiko pada kelompok kontrol, berikutnya akan dipaparkan perilaku pasen yang dianggap sebagai kritikal point untuk terjadinya conjungtivitis, yaitu pada pasien yang sakit mata selain konjungtivitis (kelompok control) memiliki kebiasaan yang tidak beresiko untuk terkena konjungtivitis yaitu sebagian besar responden (60,0%) 97

43 biasa mencuci tangannya dengan sabun sesudah memegang mata yang sakit, kemudian sebagian besar (57,1%) dari mereka tidak biasa menggunakan handuk dengan anggota keluarga lain sesudah sakit mata (62,4%), sebagian besar (71,2%) dari mereka tidak biasa menggunakan saputangan secara bergantian sesudah sakit mata, dan tidak biasa menggunakan sarung bantal bersama/ bergantian sebelum sakit mata (51,8%) tidak biasa menggunakan sarung bantal bersama/ bergantian sesudah sakit mata, sedangkan sisanya dari mereka memiliki kebiasaan yang beresiko untuk terjadinya konjungtivitis. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 5 Distribusi Frekuensi pasien yang menderita penyakit mata baik konjungtivitis maupun selain konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo BandungTahun 2010 Kejadian konjungtivitis f % Penderita konjungtivitis (kelompok kasus) 85 33% Penderita bukan konjungtivitis % (kelompok kontrol) Total % Selanjutnya untuk melihat distribusi frekuensi perbandingan antara pasien konjungtivitis dan non konjungtivitis sampel dari penelitian adalah hampir sebagian responden (33%) menderita konjungtivitis dan sebagian besar (67%) adalah kelompok control, seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 6 Hubungan Antara Perilaku Pasien Dengan Kejadian Konjungtivitis di Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Perilaku Pasien Kejadian konjungtivitis Terjadi Tidak Terjadi Konjungtivitis Konjungtivitis (kelompok (kelompok kasus) kontrol) Beresiko 70 (82,4%) 99 (58,4%) Tidak Beresiko 15 (17,6%) 71 (41,6%) Jumlah 85 (100%) 170 (100%) P-Value= 0,000, C/cmax= 0,234 OR= 3,347 Berikutnya untuk mengetahui hubungan antara variabel perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis dapat dilihat pada Tabel 6. Tampak bahwa seluruh responden (82,4%) yang perilakunya beresiko, mereka mengalami konjungtivitis, dan hampir sebagian responden (41,6%) yang perilakunya tidak memiliki resiko, mereka tidak menderita konjungtivitis tetapi menderita sakit mata yang lain. Selanjutnya berdasarkan pengolahan SPSS versi 17 juga didapatkan nilai P-Value = 0,000 karena nilai P-Value lebih kecil dari 0,05 maka H 0 ditolak, berarti terdapat hubungan antara perilaku pasien dengan terjadinya konjungtivitis Kemudian dari hasil analisa data diatas didapatkan nilai koefisien kontingensi sebesar 0,234 yang artinya derajat hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis dikategorikan kedalam hubungan rendah. Berikutnya dari hasil analisis tersebut didapatkan juga nilai Odd Ratio yaitu 3,347 sehingga hal ini dapat diartikan bahwa responden yang memiliki perilaku beresiko yaitu tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah pegang mata, menggunakan handuk secara bersama, menggunakan saputangan secara bergantian dan menggunakan bantal/ sarung bantal bersama memiliki kemungkinan menderita konjungtivitis sebesar 3,347 kali lebih tinggi dari pada responden yang tidak memiliki perilaku beresiko tersebut. PEMBAHASAN Perilaku Pasien dan Kejadian Konjungtivitis Perilaku kesehatan adalah respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Masyarakat dengan perilaku yang sehat dapat mendukung untuk melakukan pencegahan dan merawat konjungtivitis, sedangkan masyarakat dengan perilaku yang tidak sehat justru akan menjadi penyebab terjadinya konjungtivitis dan sekaligus menyebarkan pada orang lain sehingga akan berdampak pada peningkatan kasus konjungtivitis. Menurut Sidarta Ilyas (1998), Chaerani (2006) dan Indriana (2012), menyatakan bahwa sumber penularan konjungtivitis adalah cairan yang keluar dari mata yang sakit yang mengandung bakteri atau virus. Tangan yang terkontaminasi cairan infeksi dapat menjadi media penularan, misalnya melalui jabatan tangan. Bisa pula melalui cara tidak langsung, misalnya tangan yang terkontaminasi memegang benda yang kemudian terpegang oleh orang lain. Penggunaan kosmetik secara bergantian, demikian juga dengan penggunaan tissue, bantal/sarung bantal, sapu tangan dan handuk. Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti di Rumah Sakit Mata Cicendo 98

44 Bandung didapatkan hampir seluruh responden pada kelompok kasus memiliki kebiasaan yang beresiko untuk terjadinya konjungtivitis, sedangkan pada kelompok kontrol hanya sebagian besar responden yang memiliki perilaku beresiko. Dari 255 orang yang memiliki kebiasaan tidak mencuci tangan baik sebelum maupun sesudah memegang mata yang sakit seluruh responden beralasan karena tidak terbiasa dan merasa tidak perlu cuci tangan. Kemudian pada responden kelompok kasus yang memiliki kebiasaan menggunakan handuk secara bersama baik sebelum/sesudah sakit konjungtivitis hampir sebagian responden beralasan karena merasa malas membawa handuk sendiri. Selanjutnya pada pasien kelompok kasus yang memiliki kebiasaan menggunakan sapu tangan secara bergantian baik sebelum/sesudah sakit mata didapatkan seluruh responden beralasan karena mudah dan praktis serta dari responden yang memiliki kebiasaan menggunakan bantal/sarung bantal secara bersama didapatkan sebagian besar responden beralasan karena kebiasaan sejak lama. Oleh karena itu, hal ini dapat menyebabkan banyaknya angka kejadian konjungtivitis dan mempercepat penularan pada orang lain. Disamping itu Menurut Susilo (2008) penyebab penularan penyakit konjungtivitis adalah: 1) Bila bersentuhan dengan penderita atau sesuatu yang telah dipakai oleh penderita, seperti tissue/ sapu tangan. 2) Penggunaan handuk secara bersama - sama dengan penderita atau berenang bersama penderita. 3) Cairan dari mulut atau hidung penderita (seperti ketika batuk dan bersin). Penyakit konjungtivitis ini lebih banyak disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus sedangkan perilaku berperan sebagai faktor yang berkonstribusi pada proses penularan dalam satu keluarga. Misalnya jika seorang anak tertular dari teman sekolahnya, maka ia dapat saja menulari ibu dan ayahnya serta seluruh keluarganya jika tidak menjaga kebersihan dan kesehatan seluruh anggota keluarga, sehingga penularan dalam keluarga seringkali ditemui. (Wahyuni, 2009). Hubungan Antara Perilaku Pasien Dan Kejadian Konjungtivitis Hasil penelitian ini menunjukan adanya hubungan antara perilaku dengan kejadian konjungtivitis dengan derajat hubungan kategori rendah. Hasil penelitian ini sesuai dengan data hasil penelitian yang dikemukakan oleh Wijaya (2009) berdasarkan hasil Survei Baseline Environmental Services Program tahun 2006 yang menunjukkan bahwa kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun pada waktu - waktu yang penting dalam masyarakat kita masih sangat rendah, Kategori hubungan rendah menandakan bahwa kejadian konjungtivitis tidak hanya dipengaruhi oleh perilaku saja melainkan ada faktor lain yang mempengaruhinya seperti yang telah penulis dapatkan ditinjau dari karakteristik pasiennya didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki dan hampir seluruh responden berusia tahun, kemudian pendidikannya sebagian besar responden tingkat pendidikannya SD/SMP serta sebagian besar responden memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta/buruh. Demikian pula dari hasil analisis tersebut didapatkan Odd Ratio = 3,347 sehingga hal ini dapat diartikan bahwa responden yang memiliki perilaku (tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah pegang mata, menggunakan handuk secara bersama, menggunakan saputangan secara bergantian dan menggunakan bantal/ sarung bantal bersama) memiliki kemungkinan menderita konjungtivitis sebesar 3,347 kali lebih tinggi dari responden yang tidak memiliki perilaku beresiko. Berkaitan dengan hal ini perlu ada upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi makin meluasnya penularan konjungtivitis, seperti yang disampaikan oleh Keiska (2009) yaitu: jangan tidak megang-megang wajah (kecuali untuk keperluan tertentu), dan hindari mengucek-ngucek mata, harus mengganti sarung bantal dan handuk dengan yang bersih setiap hari, hindari berbagi bantal, handuk dan sapu tangan dengan orang lain, mencuci tangan sesering mungkin terutama setelah kontak (jabat tangan, berpegangan, dll) dengan penderita konjungtivitis, kemudian bagi penderita konjungtivitis hendaknya segera membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata, selanjutnya sebelum dan sesudah membersihkan atau mengoleskan obat penderita harus mencuci tangannya bersihbersih, serta usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pada pasien yang menderita konjungtivitis: hampir seluruh responden memiliki perilaku yang beresiko untuk terjadi konjungtivitis dan hanya sebagian kecil responden yang tidak memiliki 99

45 resiko untuk menderita konjungtivitis. Sedangkan pada pasien mata yang menderita sakit mata selain konjungtivitis (kelompok control) hanya sebagian besar dari mereka memiliki perilaku yang beresiko menderita konjungtivitis dan hampir setengahnya tidak memiliki perilaku tidak beresiko terjadinya konjungtivitis. 2. Hampir setengahnya pasien yang berobat ke Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung adalah mereka yang menderita konjungtivitis dan sebagian besar dari mereka yang menderita sakit mata selain konjungtivitis (kelompok control) 3. Terdapat hubungan antara perilaku pasien dengan kejadian konjungtivitis dengan derajat hubungan rendah serta nilai odds ratio 3,347. Saran 1. Diharapkan petugas pelayanan kesehatan lebih meningkatkan pemberian pengetahuan dan melakukan konseling pada pasien conjungtivitis untuk memonitor kesehatan dalam berperilaku mengenai kebiasaan dalam hal cuci tangan, menggunakan handuk, sapu tangan dan bantal/sarung bantal secara bersama pada pasien konjungtivitis untuk meminimalisir terjadinya penyebaran konjungtivitis. 2. Dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti tentang perilaku pasien yang meliputi : kebiasaan cuci tangan, menggunakan handuk, sapu tangan dan bantal/sarung bantal secara bersama. Oleh karena itu, bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk menggali faktor-faktor lain yang berhubungan dengan konjungtivitis seperti faktor lingkungan, cuaca, sarana kesehatan, dan sebagainya yang mempengaruhi terjadi konjungtivitis. DAFTAR PUSTAKA Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung Laporan tahunan Rumah Sakit Mata Cicendo tahun 2008 dan tahun Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, Jakarta: FKUI. Stollery R., Shaw M., and Lee A Opthalmic Nursing, Victoria-Australia: Blackwell Publishing. Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian. Bandung, CV Alfabeta. Annathaya Keishka Sekilas Kojungtivitis , diperoleh pada tanggal 17 November Anonim Perkembangan Kasus Penyakit Provinsi Jawa Barat html. diperoleh pada tanggal 17 November Chaerani Dian Mata Merah Tidak Hanya Mengganggu Secara Pisik. php?id=1954&kd=a, diperoleh pada tanggal 17 November Susilo Joko Konjungtivitis Lebih Dikenal Sebagai Pink eye. diperoleh pada tanggal 17 November Wahyuni Sri, Conjungtivitis dan Daya Tahan Tubuh. Diperoleh pada tanggal 17 November Alimul A Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba medika. Elizabeth J. Corwin Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Indriana N. Istiqomah, Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata, Jakarta: EGC. Notoatmodjo Perilaku Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. 100

46 PENDAHULUAN PERILAKU PENJAMAH MAKANAN TERHADAP HYGIENE SANITASI MAKANAN (TAHAP PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN) DI INSTALASI GIZI RS.GATOEL MOJOKERTO TAHUN 2012 Soedjarwo (Poltekkes Kemenkes Surabaya) Umi Rahayu Widyanita Alfaria Aritmatika ABSTRACT Background: Activity restructuring of food in hospital stressed the realization of security and especially food in a expossure line before consumed by humans. Various forms of services food tried must be able to guarantee the absence of physically, chemistry, and bacteriology that can cause food poisoning. The role of food handler very large as someone who gives food contamination againts. Knowledge, attitude, and the act of a food handler intensely affecting the quality of food. Purpose: Research purposes are assess efforts hygiene sanitation food processing (stage foodstuffs), judging hygiene individuals (personal hygiene), judging knowledge, attitude, and act of food handler in processing food. Method: This research including research observational with the cross sectional approach. Collecting data by interview to obtain data knowledge and observation to obtain data attitudes and action. Population are six food handler. Data obtained by analyzed in descriptive. Result: Research results in food handler behavior get qualified hygiene sanitation of food 97 %, personal hygiene not qualified 34,5%, good knowledge 50 %, the food handler attitude in get good behavior 100 %, the good action food handler 66,7 %, and the enough action 33.3 %. Suggestion: The suggested to make and install stadart operating procedures about behavior hygiene sanitation food at work, put up posters that contains about behavior that should be avoided at the time of work, apply misgiving confirmative for food handler that is not to the rules, increase of knowledge, cooperate with local dept to the supervision of food service. Keywords: food processing, sanitation, hygiene, food handler, behavior Latar Belakang Kegiatan penyehatan makanan di rumah sakit menekankan terwujudnya keamanan dan kebersihan makanan dalam jalur pemajanan sebelum dikonsumsi manusia. Berbagai bentuk pelayanan makanan yang diupayakan harus dapat menjamin tidak adanya pengotoran secara fisik, kimia, dan bakteriologis yang dapat menyebabkan keracunan terhadap pasien yang sedang menjalani perawatan, ataupun terjadinya infeksi nosokomial yaitu penyakit yang terjadi akibat infeksi silang pada diri seseorang akibat adanya faktor lingkungan atau interaksi antara faktor host, agent, environment. Secara umum kuman penyebab penyakit yang ditularkan melalui penjamah makanan antara lain salmonella, streptococcus, virus hepatitis, staphylococcus aureus, clostridium perferingens, botulinum, pseudomonas aerogenusa (Ditjen PPM & PLP 1995). Penyakit yang erat kaitannya dengan penyediaan makanan yang tidak hygienis dan sering terjadi adalah diare, gastroenteritis, dan keracunan. Infeksi dapat terjadi pada saat makanan mulai diolah sampai dilakukan pendistribusian. Peranan penjamah makanan sangat penting dalam menjamin keamanan makanan dalam hal kontaminasi makanan, penularan berbagai macam penyakit dari penjamah makanan yang tidak menjaga kebersihan perorangan, dan penerapan upaya hygiene sanitasi makanan. Pengetahuan, sikap, dan tindakan seorang penjamah makanan akan mempengaruhi kualitas makanan. RS. GatoeL Mojokerto merupakan rumah sakit yang berdiri di bawah naungan PT. Perkebunan Nusantara X (Persero) yang menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. Dari data survey bahwa perilaku penjamah makanan masih kurang, hal ini dapat dilihat dari kurangnya kesadaran dalam pemakaian alat pelindung diri seperti topi, celemek, dan pakaian kerja karena kondisinya yang harus di ganti. Selain itu kesadaran penjamah makanan akan kebersihan peralatan memasak seperti halnya sendok sayur yang diletakkan di tempat yang digunakan untuk memotong dan meracik bahan makanan sehingga di mungkinkan adanya kontaminasi oleh bakteri. Untuk perilaku bersih juga masih kurang, sering kali penjamah makanan mencicipi masakan tidak menggunakan sendok yang bersih dan baru, sehingga dapat mempengaruhi kontaminasi terhadap makanan. Peranan penjamah makanan berperan sangat penting dalam 101

47 hubungan dengan penyakit yang dapat ditimbulkan dari kontaminasi peralatan makan, tempat dan cara menggolah makanan sehingga akan mencemari makanan yang akan dikonsumsi pasien. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku penjamah makanan terhadap hygiene sanitasi makanan di instalasi gizi di RS Gatoel Mojokerto Tahun 2012 METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskripsi yang menggambarkan suatu keadaan objektif mengenai perilaku penjamah makanan pada tahap pengolahan makanan. Objek penelitian adalah penjamah makanan yang ada di ruang Instalasi Gizi (dapur) di RS. Gatoel Mojokerto sebanyak 6 orang. Variabel bebas adalah perilaku penjamah makanan yang terdiri dari pengetahuan, sikap, dan tindakan penjamah makanan. Variabel terikatnya adalah hygiene sanitasi makanan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penilaian Upaya Hygiene Sanitasi Makanan (tahap pengolahan bahan makanan) Hasil penilaian upaya hygiene sanitasi makanan sebagai berikut: Tabel 1. Penilaian Upaya Hygiene Sanitasi Makanan (tahap pengolahan bahan makanan) di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 No Komponen yang dinilai Bobot Skor Observasi 1 Tempat pengolahan 2 20 bahan makanan 2 Lantai Dinding Pintu Langit langit Alat pengolahan 2 20 makanan 7 Penghawaan Cara pengolahan 2 20 makanan Jumlah Persentase 97% Penilaian Hygiene Sanitasi Makanan (tahap pengolahan bahan makanan) di peroleh skor 97%. Hasil observasi dilapangan, dilihat dari kebersihan lantai bahwa masih terdapat bekas jejak alas kaki petugas penjamah makanan dan sebagian permukaan lantai ada yang tidak rata serta beberapa dari lantai terlihat retak. Ditinjau dari kondisi dinding masih terdapat bekas noda dan sudut dinding yang tidak konus, kondisi dinding yang demikian sangat sulit untuk dibersihkan, sedangkan untuk kondisi pintu di instalasi gizi menutup ke arah luar dan tidak dapat menutup dengan sendirinya (otomatis) selain itu tidak dilengkapi dengan peralatan anti serangga, akan tetapi kondisi lantai lebih tinggi dari pada lantai teras dapur. Tersedianya meja kerja tetapi masih ada bekas minyak sisa dari makanan yang selesai di olah, seharusnya meja dilakukan pembersihan khusus karena meja tempat kerja tersebut terbuat dari keramik. Hygiene Perorangan (Personal Hygiene) Penjamah Makanan Hasil penilaian terhadap hygiene perorangan sebagai berikut: Tabel 2. Hygiene Perorangan (Personal Hygiene) Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 No Komponen yang dinilai Bobot Skor Observasi 1 Kepemilikan surat 2 2 keterangan sehat 2 perilaku penjamah 2 14 makanan 3 pakaian kerja 2 6 penjamah makanan Jumlah 6 22 Persentase 38% Penilaian hygiene penjamah makanan di instalasi gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 di peroleh skor 38%, Hal ini dikarenakan penjamah makanan tidak mempunyai sertifikat serta tidak pernah mengikuti kursus hygiene sanitasi makanan. Sehingga penjamah makanan tidak mengerti pentingnya penggunaan alat pelindung diri berupa penutup kepala, dengan alasan penjamah makanan merasa kurang nyaman saat bekerja. Dari observasi selanjutnya telihat penjamah makanan yang memiliki kuku tangan panjang, dimana dengan kuku yang panjang dimungkinkan sebagai sarang berbagai macam kuman penyebab penyakit selain itu dengan memiliki kuku panjang tersebut sangat sulit untuk dibersihkan. Saat bekerja ada beberapa petugas yang menggunakan perhiasan dan petugas 102

48 penjamah makanan tidak dilengkapi dengan alat pelindung sepatu kedap air. Rekapitulasi hasil penilaian pengetahuan penjamah makanan Di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Penilaian Tingkat Pengetahuan Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 Komponen penilaian Responden Tujuan memakai tutup kepala Manfaat mencuci tangan dengan sabun Tujuan memotong kuku Merokok dan makan saat bekerja Sumber pencemaran penting dalam pengolahan makanan Keadaan panca indra pengolah makanan Waktu untuk mencuci tangan dengan sabun Hal yang tidak boleh dilakukan saat mengolah makanan Syarat tempat pengolah makanan Maanfaat mencuci peralatan masak dengan air panas Jenis penyakit yang ditularkan oleh kontaminasi makanan Sebaiknya peralatan pengolahan dalam keadaan Cara penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi Cara pembuangan sampah dapur Dampak membuang sampah yang tidak pada tempatnya Penggolah makanan dikatakan profesional apabila Penggolah makanan harus bebas dari penyakit Sertifikat yang harus dimiliki penggolah makanan Tujuan memiliki sertifikat bagi penggolah makanan Minimal waktu untuk pemeriksaan kesehatan Persentase Total Kriteria B B B C C C Penilaian tingkat pengetahuan di instalasi gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 diperoleh penjamah makanan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 3 responden (50%), untuk pengetahuan cukup sebanyak 3 responden (50%). Untuk pengetahuan yang cukup dikarenakan penjamah makanan tidak pernah mengikuti kursus, pelatihan dan penyuluhan untuk Hygiene Sanitasi Makanan. Penjamah makanan juga tidak memiliki sertifikat kursus hygiene sanitasi makanan sesuai dengan Permenkes RI NO.1096 /PER/VI/2011 tentang Hygiene Sanitasi Jasa Boga. Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kualitas makanan yang dihasilkan karena kurangnya pengetahuan penjamah makanan akan bahaya kontaminasi yang dapat ditimbulkan dari penjamah makanan, cara pengolahan makanan yang kurang baik dan syarat tempat pengolahan makanan. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesembuhan pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Rekapitulasi hasil penilaian sikap penjamah makanan Di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Penilaian Sikap Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 Komponen penilaian Responden Sertifikat kesehatan dimiliki semua pengolah makanan Pemeriksaan kesehatan untuk pengolah makanan dilakukan 6 bulan sekali Pakaian kerja hanya boleh dipakai ditempat kerja Celemek diganti setiap hari Tidak ada alasan untuk tidak memakai tutup kepala Setiap selesai bekerja wajib memelihara kebersihan dan kerapian peralatan Penyimpanan sementara di ruang distribusi perlu dilengkapi tutup Bekerja sambil mengobrol adalah tidak baik Seorang penjamah makanan batuk dapat menyebabkan kontaminasi makanan Mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja adalah perlu meskipun tangan tidak kotor Menggambil tiap jenis makanan menggunakan alat yang bersih Pengolah makanan yang sakit dapat menjadi sumber penularan bagi konsumen makanan Pengetahuan,sikap dan tindakan mempengaruhi kualitas makanan Kulit yang terluka dapat menjadi tempat perkembang biakan mikroorganisme dan sumber kontaminasi Batuk dan bersin di tempat kerja menyebabkan penyakit Persentase Total Kriteria B B B B B B Sikap penjamah makanan di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 semuanya (100%) memiliki sikap baik 103

49 dengan nilai sebesar 66% - 81%. Oleh karena itu sikap yang baik perlu di tunjang dengan adanya tingkat pengetahuan penjamah makanan yang baik. karena hal tersebut dapat mencegah adanya kontaminasi terhadap makanan, selain itu kualitas makanan yang diolah terjamin kebersihan dan kesehatanya. Rekapitulasi hasil penilaian tindakan penjamah makanan Di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Penilaian Tindakan Penjamah Makanan di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun 2012 Komponen penilaian Responden Sehat,tidak sakit (contoh: pilek.sakit kulit,dan tidak sakit mata) Kuku pendek dan bersih Cuci tangan sebelum bekerja Cuci tangan setelah keluar dari kamar mandi Pakaian kerja bersih dan rapi Memakai celemek Memakai tutup kepala Tidak memakai kosmetik dan perhiasan Tidak bicara yang berlebihan saat mengolah makanan Tidak merokok di tempat kerja Tidak makanan di tempat kerja Tidak menggaruk kulit,rambut,lubang hidung,telinga dan sela sela gigi Menutup mulut jika batuk dan bersin Tidak memegang dan mencicipi makanan matang dengan tangan (tanpa alat) Membuang sampah pada tempatnya Persentase Total Kriteria B B B B C C Rekapitulasi penilaian tindakan penjamah makanan di Instalasi Gizi RS.Gatoel Mojokerto Tahun diperoleh data bahwa penjamah makanan yang memiliki tindakan baik sebanyak 4 responden (66,7%) sedangkan untuk tindakan cukup sebanyak 2 responden (33,3%). Untuk tindakan baik diperoleh nilai sebesar dan tindakan cukup sebesar Hasil observasi dilapangan masih terlihat penjamah makanan yang memiliki kuku panjang, kuku yang panjang akan sulit dibersihkan dan dapat menjadi sarang kuman sebaiknya penjamah makanan rutin membersihkan kuku agar selalu bersih, untuk pemakaian tutup kepala masih terlihat penjamah makanan yang tidak memakai tutup kepala, fungsi pemakaian tutup kepala untuk menghindari rambut agar tidak jatuh kedalam makanan, selain itu masih terlihat penjamah makanan yang mencicipi makanan tanpa alat yang bersih dan baru melainkan menggunakan alat yang digunakan untuk mengolah makanan. Dikhawatirkan jika tidak menggunakan alat yang bersih maka makanan yang dimasak akan terkontaminasi makanan dari mulut atau tangan penjamah makanan, sebaiknya di sediakan alat tersendiri untuk mencicipi atau menngambil makanan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hygiene sanitasi makanan (tahap pengolahan makanan) di Instalasi gizi RS.Gatoel Mojokerto tahun 2012 dinyatakan memenuhi persyaratan. Hygiene perorangan pada penjamah makanan tidak memenuhi syarat dapat dilihat dari tingkat pengetahuan 50 % baik, tindakan 60 % baik. Saran Disarankan untuk disusun standart operational procedur tentang penjagaan kesehatan makanan, kesehatan perilaku di tempat kerja, dibuat poster tentang perilaku yang harus dihindarkan ketika bekerja, peningkatan pengetahuan penjamah makanan, dan adanya kerja sama dalam pengawasan pelayanan makanan. DAFTAR PUSTAKA Amsyari, Fuad, Tanpa Tahun. Membangun Lingkungan Sehat. Airlangga Universit Press. Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1204/Menkes/SK/IX/2004,Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah sakit, Jakarta., Direktorat Jendral PPM&PLP, 2003, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 715/Menkes/SK/V/2003, Tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga, Jakarta., Kumpulan Modul Kursus Penyehatan Makanan Bagi Pengusaha 104

50 Makanan dan Minuman. Jakarta: Depkes RI dan Yayasan Pesan., Peraturan Menteri Kesehatan RI No.362/Menkes/PER/IV /1998 Tanggal 8 April 1998 Tentang Perubahan Menteri Kesehatan RI No. 712/Menkes/PER/X/1986 Tentang Persyaratan Kesehatan Jasaboga. Jakarta., Soekidjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rineka Cipta. Edisi Revisi., Permenkes RI NO.1096/Menkes/PER/VI/2011 Tentang Hygiene Sanitasi Jasaboga Sundari, Siti, Perubahan Perilaku Pengolahan Makanan Di Rumah Sakit Melalui Pelatihan Sanitasi (Riset Operasional di Rumkital dan RS Haji Sukolilo), Surabaya,Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. World Health Organization, Surveilan Kesehatan dan Prosedur Manajemen Bagi Petugas Penanganan Makanan. Jakarta, Universitas Indonesia. 105

51 PENDAHULUAN PANDANGAN IBU TENTANG RESPON SIBLING ANAK USIA 1-5 TAHUN TERHADAP KELAHIRAN ADIK BARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGASEM KABUPATEN KEDIRI Suwoyo (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) Siti Asiyah (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) Rumandany (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRACT Background: To a child that will be sister or brother (sibling), new childbirth will evoke reaction/ response that variably. Happened response can in responses postal form positive and also negative one usually subtracted get attention by parent. Population or this research target is age child 1-5 years old that have baby sister (0-28 days). With population amount as much 12 age child 1-5 years old that have baby sister or brother s (0-28 days) at territorial s job of Society Health Center Ngasem of Kediri Regency. To the effect this research is subject to know sibling s response picture child 1-5 years old to the new sister or brother natal territorial s job of Society Health Center Ngasem of Kediri Regency. Method: Method that used in this research is descriptive. Sample take is performed with take saturate sample. Observational data result analyzed by range statistic. Result: Observational result sibling s response picture age 1-5 years old to the new sister or brother natal is a large part (66,67%) having positive response. Suggestion: Health officer or midwife more regular gives attention or counseling for family who has near natal distance possibility its happened negative response or sibling rivalry even can be avoided. Key words:response, Sibling is age 1-5 years old, new sister or brother Latar Belakang Persaingan antar saudara (sibling rivalry), akan dialami oleh semua anak yang akan memiliki adik baru. Kakak akan merasakan kekaguman dan rasa sayang untuk adik baru, tapi juga merasakan kekesalan atau kecemburuan. Perasaan yang bertentangan ini dapat membingungkan anak (Admin,2010). Orang tua yang dulunya memberi perhatian dan kasih sayang secara total kemudian berubah membuat anak bereaksi dengan berbagai cara misalnya mengalami regresi seperti mengompol lagi (Ester, 2006), marah atau melakukan perilaku yang bersifat mencari perhatian (Penny, 2007:414). Selain itu bila orang tua terlalu memberi perhatian kepada bayi, maka anak akan menarik diri atau bisa menjadi agresif (memukul,menggigit) terhadap orang tua maupun bayi (Penny, 2007:414). Berdasarkan Jurnal Penganiayaan Anak Amerika Serikat mengemukakan bahwa 35% anak-anak pernah memukul atau diserang oleh saudaranya (Butler,2006), sebuah penelitian di Jakarta dalam kompas (2009) menyatakan bahwa 70% adik-kakak memang lebih sering bertengkar dari pada dengan temannya. Hal itu wajar namun jika sikap itu selalu muncul akan mengganggu perkembangan anak (Reni, 2008). Pada dasarnya tiap tahap perkembangan mempunyai potensi gangguan perkembangan berbeda-beda (Kristinawati, 2007), angka kejadian keterlambatan perkembangan pada anak adalah 5-10% (NN, 2010). Penelitian di Bandung oleh Samalin (2003) pada 15 ibu yang memperkenalkan bayinya sejak dalam kandungan kepada calon kakak, ada 12 anak (80%) memberikan respon negative dan menolak kehadiran adik bayinya, sedangkan 3 anak (20%) lainnya dapat menerimanya (Samalin, 2003). Sebuah penelitian di Malang Jatim oleh Noviani (2007) menyatakan bahwa 60% orang tua mengetahui bahwa terdapat fenomena slibling rivalry, 56% paham dan 42% orang tua yang dapat menanganinya. Penelitian di Kab. Kediri tepatnya di kecamatan Mojo oleh Ro ufun (2004) pada 15 ibu yang mengetahui fenomena sibling rivalry, 14 ibu ( 93,30 %) menyikapi sibling dengan sikap negative dan 6, 70% yang menyikapi sibling dengan sikap positif, juga disebutkan bahwa aspek negatif ibu tentang respon sibling terhadap bayi baru lahir adalah 86,70 %. Berdasarkan data dinas kesehatan kabupaten Kediri, puskesmas Ngasem 106

52 adalah puskesmas dengan sasaran dan pencapain K4 terbanyak yaitu dengan sasaran bumil dan pencapaian selama satu tahun 1180 bumil (92,8%). Dari data tersebut sekitar 42,8 % merupakan kehamilan multipara. Dengan demikian resiko terjadinya sibling rivalry akan lebih besar. Sedangkan survei pada tanggal 8 februari 2010 di beberapa daerah kecamatan Ngasem telah diperoleh data bahwa ada 8 ibu yang mempunyai anak balita dengan adik yang masih bayi, 5 ibu (62,5%) diantaranya mengaku bahwa tingkah laku anaknya berubah saat kelahiran adiknya. Pertengkaran atau rasa cemburu merupakan sebuah peristiwa alami yang memberikan kontribusi besar terhadap proses belajar sosial anak. Namun, jika perilaku tersebut muncul tanpa adanya pendampingan dari orang tua maka hal tersebut menjadi tidak alamiah lagi atau menjadi tidak sehat sehingga mengganggu perkembangan psikologis anak (Reni, 2008). Reaksi cemburu yang dialami kakak yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan iri dan dengki pada sesama saudara sehingga hubungan adik kakak tidak erat bahkan bisa jadi saling bermusuh (Hanifa, 2009). Dampak yang paling fatal dari sibling rivalry adalah putusnya tali persaudaraan jika kelak orang tua meninggal (Hargianto, 2008). Seiring dengan Perkembangan anak peran penting dari orang tua sangat dibutuhkan (Sanjayamario, 2009). Orang tua adalah kunci bagi munculnya sibling rivalry dan juga berperan memperkecil munculnya hal tersebut. Beberapa peran yang dapat dilakukan adalah antara lain memberikan kasih sayang dan cinta yang adil bagi anak ataupun mempersiapkan anak yang lebih tua menyambut kehadiran adik baru (Setiowati, 2008). Perilaku anak saat munculnya adik baru, sangat menarik untuk diteliti dan ditelaah lebih lanjut. Demikian penulis ingin meneliti mengenai respon sibling anak usia 1-5 tahun terhadap kehadiran adik baru di wilayah kerja puskesmas Ngasem Kab. Kediri. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan frekuensi respon positif oleh sibling anak usia 1-5 tahun terhadap kelahiran adik baru 2. Mendeskripsikan frekuensi respon negatif oleh sibling anak usia 1-5 tahun terhadap kelahiran adik baru METODE PENELITIAN Desain penelitian hakekatnya merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2003:81). Pada penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif yaitu metode penelitian yang digunakan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang respon sibling anak usia 1-5 tahun terhadap kelahiran adik baru di wilayah kerja puskesmas Ngasem Kab. Kediri Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun dengan adik bayi (0-28 hari) di wilayah kerja puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri. Sampel adalah sebagian ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun dengan adik bayi (0-28 hari) di wilayah kerja puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus (Riduwan,2009:64). Pada waktu penelitian peneliti mengambil semua ibu yang mempunyai anak usia 1-5 tahun dengan adik bayi (0-28 hari) untuk dijadikan sebagai sampel. Lokasi penelitian adalah wilayah kerja puskesmas Ngasem Kab. Kediri. Waktu penelitian adalah tanggal 10 s/d 29 Mei Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok (Orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Nursalam, 2003:214).Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah respon sibling anak usia 1-5 tahun terhadap kelahiran adik baru. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan checklist sebagai instrumen penelitian yaitu 16 pernyataan yang terdiri atas 8 pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah melalui Wawancara berstruktur atau terpimpin yaitu dalam wawancara ini pertanyaan diajukan menurut daftar pertanyaan yang telah disusun. Daftar yang dibuat dalam bentuk checklist berisi tentang pernyataan yang berhubungan dengan respon atau perilaku anak usia 1-5 tahun terhadap kelahiran adik barunya. Data yang terkumpul melalui checklist akan dilakukan pengolahan data sebagai berikut. Dari pertanyaan yang tergolong 107

53 dalam kategori respon positif maupun negative yang ada dalam checklist diberikan skor 2 apabila selalu, skor 1 untuk kadang kadang, dan skor 0 untuk tidak pernah. Kemudian untuk masing-masing kategori seluruh jawaban responden dihitung dengan menggunankan rumus: Keterangan: P: Prosentase hasil A: Nilai yang diperoleh B: Nilai yang diharapkan Untuk pernyataan dengan kategori positif dari hasil pengolahan data di atas, kemudian data akan diinterpretasikan ke dalam kualitatif sebagai berikut : 1. Sibling sering memberikan respon positif: 100% - 76% 2. Sibling cukup memberikan respon positif: 75% - 56% 3. Sibling kurang memberikan respon positi: < 56% Untuk pernyataan dengan kategori negatif dari hasil pengolahan data, kemudian data akan diinterpretasikan ke dalam kualitatif sebagai berikut : 1. Sibling sering memberikan respon negatif: 100% - 76% 2. Sibling cukup memberikan respon negatif: 75% - 56% 3. Sibling kurang memberikan respon negatif: < 56% HASIL PENELITIAN Dari penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri tanggal Mei 2010 dengan 12 responden sibling usia 1-5 tahun yang mempunyai adik Baru (0-28 hari) didapatkan hasil sebagai berikut : Respon Sibling P = A/B x 100% Berdasarkan penelitian secara umum gambaran respon sibling anak usia 1-5 tahun dalam kelahiran adik baru ditunjukan pada Tabel 1. Tabel 1. Respon Sibling Anak Usia 1-5 Tahun dalam Kelahiran Adik Baru di Wilayah Kerja Puskesmas Ngasem Kabupaten Kediri No Kriteria Jumlah Persentase 1 2 Positif Negatif ,67 % 33,34 % Jumlah % Berdasarkan Tabel 1, sebagian besar responden (66,67%) memberikan respon positif. PEMBAHASAN Secara umum gambaran respon sibling anak 1-5 tahun dalam kelahiran adik baru sebagian besar (66,67%) responden memberikan respon positif. Data hasil penelitian menunjukan bahwa respon-respon positif yang selalu muncul pada sibling adalah senang dan bahagia saat adik lahir, selalu ingin mendekati adik, mau berbagi dengan adik, membantu tugas kecil untuk adik, merasa bahagia karena mempunyai teman bermain yang baru. Respon positif yang mengatakan merasa senang dan bahagia saat adik lahir dikarenakan sibling merasa bahwa dirinya bisa terlepas dari rasa kesendiriannya. Sebelum memiliki adik, sibling selalu bermain dan lebih banyak menghabiskan waktu sendiri, harapannya setelah memiliki adik baru sibling memiliki teman untuk bermain, yang akan menjadikan suasana bermain menjadi baru pula. Samalin, (2003) mengatakan bahwa salah satu bentuk dari respon positif adalah perasaan senang dan bahagia yang dirasakan sibling karena mendapat teman baru yang cenderung akan memberikan harapan pada sibling bahwa kehadiran adik barunya akan memberikan suasana bermain yang baru. Keinginan untuk selalu dekat dengan adik dan kemauan untuk berbagi dengan adik adalah respon positif yang juga selalu muncul pads semua responden. Reaksi ini merupakan suatu reaksi positif yang ditunjukan sibling supaya sibling tidak merasa tersisih. Sibling mencoba menyesuaikan diri dengan keadaan barunya dengan mendekati dan berbagi kasih sayang, makanan ataupun tempat dengan adiknya. Penny, (2007) berpendapat bahwa proses penyesuaian dalam kelahiran adik bare oleh sibling merupakan usaha sibling menyesuaikan diri dalam cara yang sehat dan positif, belajar dengan kesabaran dan seiring dengan berlalunya waktu, sibling dapat menemukan jalan untuk menyesuaikan diri dengn kelahiran adiknya. Bentuk respon positif lainnya adalah sibling mau membantu tugas kecil untuk adik, yaitu mengambilkan pakaian maupun popok bayi dan sibling selalu ingin ambil bagian pada setiap persiapan untuk adik bare. Dari sini tercermin bahwa seorang sibling mulai mencoba untuk melakukan perannya sebagai kakak. Dengan 108

54 menyertakan sibling merawat adik, memperbolehkan sibling untuk membatu membawakan popok dan menghargai bantuannya akan membantu sibling dalam melaksanakan perannya sebagai seorang kakak. Akan tetapi tidak memaksa sibling membantu jika sibling tidak mau menolong (Admin2, 2010). Dari hasil penelitian, respon negatif yang selalu muncul (100%) adalah sibling tidak pernah bercerita tentang adik barunya kepada orang lain, tidak ingin mendekati adik, tidak mau berbagi dengan adik, tidak mau membantu tugas kecil untuk adik, terdapat perubahan sikap, sibling mengganggu ibu saat menyusui bahkan melarang ibu untuk menyusui adiknya. Sibling menjadi pemurung/ rewel dan terdapat perubahan pola makan dan tidur. Respon-respon negatif dapat juga menunjukan kemunduran perilaku atau kemampuan yang sudah dimilikinya. Seperti sibling yang dulunya sudah bisa buang air kecil ke kamar mandi sendiri kini menjadi mengompol kembali, ingin menghisap dot, ingin makan dari botol maupun memiliki kembali kebiasaan menghisap ibu jari. Hal ini dikarenakan kehadiran seorang saudara barn akan memberikan kontribusi bagi perkembangan sosial dan emosional seorang anak. Apabila kontribusi yang didapat itu dirasakan anak sebagai hal yang memberikan ketidaknyamanan dalam hidupnya/ tekanan maka dengan sendirinya akan menimbulkan respon yang mengganggu perkembangan seorang anak/ sibling (regresi). Setiawan dalam Setiawati dan Zulkaida (2007) mengatakan bahwa dalam perkembangan jiwa terdapat periodeperiode kritis yang berarti bahwa bila periode-periode ini tidak dapat dilalui dengan baik, maka akan timbul gejalagejala yang ditunjukan misalnya keterlambatan (regresi), ketegangan maupun kesulitan dalam penyesuaian diri. Respon negatif lain yang muncul yaitu mengganggu bahkan melarang ibu menyusui bayi, tiba-tiba suka menggigit, mencakar, menendang atau melempar barang, ingin memukul/melukai adik, berpura-pura sakit (sering mengeluh sakit kepala, sakit perut atau keluhan-keluhan fisik lainnya), sibling menjadi pemurung, suka membantah, mudah menangis, mudah tersinggung dan menjadi manja. Ketika seorang anak (sibling) merasa memiliki seorang saingan maka seorang sibling dapat melakukan perilaku atau halhal yang dapat mengarah ke fisik seperti bersikap mencari perhatian dari lingkungan sekitarnya. Seorang sibling juga bisa menjadi seorang anak yang sensitif, menjadi mudah menangis dan tersinggung bahkan bisa menjadi pemurung. Menurut Hurlock dalam Setiawati dan Zulkaida (2007), respon sibing rivalry ada beberapa macam dan salah satunya bersifat langsung yang dapat dimunculkan dalam bentuk perilaku agresif mengarah ke fisik seperti atau usaha yang dapat diterima secara sosial untuk mengalahkan saingannya. Pertengkaran atau rasa cemburu merupakan sebuah peristiwa alami yang memberikan kontribusi besar terhadap proses belajar sosial anak. Namun, jika perilaku tersebut muncul tanpa adanya pendampingan dari orang tua maka hal tersebut menjadi tidak alamiah lagi atau menjadi tidak sehat sehingga mengganggu perkembangan psikologis anak (Reni, 2008). Reaksi cemburu yang dialami kakak yang tidak dikelola dengan baik menimbulkan iri dan dengki pada sesama saudara sehingga hubungan adik kakak tidak erat bahkan bisajadi sating benmusuh (Hanifa, 2009) Selain itu respon-respon yang terjadi dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri anak itu sendiri maupun dari luar. Adanya keinginan anak untuk menggambarkan siapa dirinya, bakat, aktifitas, dan minat maupun menunjukan bahwa mereka berbeda dari saudara kandungnya membuat mereka bereaksi berbeda. Perhatian, disiplin, dan kemampuan reaksi orang tua yang berkurang terhadap dirinya bisa menyebabkan anggapan dari seorang sibling bahwa kedatangan adik bare merupakan suatu ancaman bagi dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Priatna dalam Setiawati dan Zulkaida (2007) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi respon sibling yaitu diantaranya adalah faktor internal yaitu faktor yang tumbuh dan berkembang dalam diri anak itu sendiri seperti temperamen, sikap masingmasing anak mencari perhatian orang tua, perbedaan usia atau jenis kelamin, dan ambisi anak untuk mengalahkan anak yang lain. Semakin jauh jarak usia anak dengan bayi, akan membuat anak mudah menerima kehadiran bayi, urutan kelahiran dalam keluarga, maupun jenis kelamin yaitu jika jenis kelamin berbeda dengan anak maka akan bereaksi berbeda. Faktor eksternal faktor yang disebabkan karena orang tua yang salah dalam mendidik 109

55 anaknya, seperti sikap membandingbandingkan, dan adanya anak emas diantara anak yang lain. Dimana pada tahap perkembangan dari sibling mendapatkan perhatian yang tidak adil dari orang tua. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Respon sibling anak usia 1-5 tahun terhadap kelahiran adik baru sebagian besar memberikan respon positif. Saran 1. Bidan hendaknya lebih sering memberikan perhatian, konseling atau penyuluhan terhadap keluarga dengan jarak kelahiran dekat tentang cara meminimalkan terjadinya respon negatif pada sibling sehingga kemungkinan terjadinya sibling rivalry bisa dihindari. 2. Peneliti selanjutnya mengembangkan penelitian ini mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap responrespon yang akan timbulkan sibling terhadap kelahiran adik baru. DAFTAR PUSTAKA Admin, (2008) Home Page. 4 February 2010, 3:29:27 PM < %20baby.pdf> Beth, Mary. (2006). Tata Laksana Ibu dan Bayi Paska Melahirkan. Jakarta : Prestasi Pustakaraya,(2008). Dunia psikologi. 04 February :42:23 PM < 1/25/kekerasan-orang-tua-pada-anak/> Eccefaw. (2008). Hakuna. February 04, 2010, 3:27:05 <PMhttp://findarticles.com/ p/articles/mi_m0fsz/is_n3_v23/ai_n /?tag=content;col1> Handojo,Jeanne (2008). Indonesia Media Online. February 04, 2010, 3:17:34 < hp?option=com_content&view=article&id =148:adik-kakak-berantem-dipisah-ataudibiarkan&catid=38:tipskeluarga&Itemid=58> Hasan, Ismail. (2009) Kabar Indonesia. 04 February :33:24 PM < 6/pengertian-respon.html> Hidayat, A.Aziz Alimul. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika,(2008). Kabar Indonesia. 05 February :12:22 PM < pil=13&jd=pertengkaran+antar+saudara%2 C+Sehatkah%3F&dn= > February :49:23 PM< kompas.com/read/2010/02/03/ / Anak.Susah.Makan..Sumber.Kecemasan.Ibu> Lansky, (2000) Tips Praktis Untuk Orang Tua. Jakarta: Arcan McCall, (2000). Pertumbuhan Anak Anda di Tahun Pertama. Jakarta: Rineka Notoatmodjo, Sukidjo. (2001). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta Nursalam. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : Sagung Seta < 3?edisi=08392&rubrik=prasekolah> Riduwan. (2009). Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta Samalin, (2003). 123 Sayang Semuanya. Bandung: Kaifa Sanjayamario.(2009). Wordpress. 04 February :24:22 < 9/10/13/peran-orang-tua-terhadapperkembangan-anak-dan-remaja> Setiowati, Reni. Home page :14:04 PM 04 February Suherni, Hesty Widyasih. (2009). Perawatan Masa Nifas. Yogjakarta : Fitramaya Simkin, Penny. (2007). Kehamilan, Melahirkan dan Bayi. Jakarta : Arcan 110

56 PENDAHULUAN HUBUNGAN MUTU LAYANAN ANC DENGAN KEPUASAN PASIEN PERIKSA ANC DI BPS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA KEDIRI Shinta Kristianti (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) Indah Rahmaningtyas (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) Ribut Eko Wijanti (Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Malang) ABSTRACT Background: Quality of service in Private Practice Midwife (PPM) and patient satisfaction leads to customer loyalty. Purpose: The purpose of this study was determine the relationship of quality service with patient satisfaction on ante natal care in Private Practice Midwife of Kediri. Method: Correlational research design using associative with cross sectional approach. The population was all women who carry the ANC in the PPM region of Health Department of Kediri, the sample was mostly women who met the study criteria. Sampling used purposive sampling at 9 PPM with selection using cluster systems based health centers and a random system. Measurement of variables using questionnaires. Data analysis using Chi Square test. Result: The results of this research is that the majority of respondents believed that the quality of ANC services in the town of Kediri is good (63%), and most respondents were satisfied with the services provided on the BPS (83%), but after the analysis of the test results obtained no relationship between service quality and satisfaction of the respondents. Suggestion: Midwives have to improve and maintain the quality of ANC services that have good quality so that it can always give the client satisfaction. Keywords: Quality of Service, Ante Natal Care (ANC), Patient Satisfaction Kualitas pelayanan KIA, seperti halnya kualitas pelayanan secara umum ditentukan dalam 5 dimensi mutu layanan yaitu bukti langsung (tangibles) yaitu penampilan fisik, peralatan, personil dan materi komunikasi, kehandalan (reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat, daya tanggap (responsiveness) yaitu kemauan untuk membantu pasien dan memberikan jasa dengan cepat, jaminan (assurance) yaitu pengetahuan dan kesopanan pemberi layanan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan dan empathy, kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pasien (Parasuraman, 1988 dalam Kotler, 2004). Pelayanan KIA yang didasarkan pada 5 dimensi pelayanan diharapkan akan memberikan muara akhir yaitu kepuasan pasien. Pasien akan terpuaskan jika harapan pasien dapat terpenuhi. Day dalam Tjiptono, (2003) menyatakan bahwa kepuasan konsumen adalah respon terhadap evaluasi kesesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya, termasuk didalamnya adalah produk jasa. Pernyataan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat yang menyatakan bahwa salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka kematian ibu, adalah penyediaan pelayanan maternal dan neonatal yang berkualitas dekat dengan masyarakat difokuskan pada tiga pesan kunci Making Pregnancy Safer, yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas dibutuhkan tenaga kesehatan terampil yang didukung tersedianya sarana dan prasarana yang memadai. (Depkes RI, 2002). Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Azis Slamet Wiyono dan M. Wahyuddin (2007), di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten menunjukkan semua variabel kualitas pelayanan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan konsumen.sedangkan dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Semen kabupaten Kediri terhadap 10 responden, diketahui 80% merasa rentang waktu pelayanan harian kurang lama yaitu hanya antara jam 8 111

57 sampai dengan jam 11 atau 12, 60% merasa waktu tunggu cukup lama dan 50% merasa respon bidan terhadap pelayanan dibutuhkan masih lambat. Selain itu, peneliti juga mengamati fenomena banyak ibu hamil yang tidak memanfaatkan Puskesmas atau Posyandu untuk memeriksakan kehamilan, mereka lebih banyak datang ke BPS, hal ini dimungkinkan karena ibu merasa lebih puas periksa di BPS daripada memanfaatkan fasilitas Puskesmas atau Posyandu. Selain itu masyarakat Kota Kediri termasuk masyarakat transisi atau mengalami perubahan dari suatu masyarakat pedesaan ke arah kebiasaan masyarakat perkotaan. Masyarakat transisi umumnya bersifat suka menerobos, mudah tersinggung, kurang memperhatikan adat dalam bergaul, sikap individual mulai menonjol, dalam mencapai tujuan bersama kurang menjunjung etika gotong royong, rasa saling membutuhkan mulai memudar dan mulai kehilangan nilai dan norma yang asli (Ayu Ahmad, 2011). Begitu pula dengan kepuasan masyarakat terhadap layanan kesehatan, tentunya pasti akan mengalami pergeseran nilai-nilai kepuasan, khususnya kepuasan ibu hamil terhadap layanan ANC pada sarana layanan kebidanan. Dari uraian diatas tampak kesenjangan antara kondisi pelayanan yang seharusnya diberikan ditinjau dari dimensi mutu layanan dengan layanan pemeriksaan kehamilan yang diberikan oleh bidan sebagai provider. Kesesuaian antara mutu layanan yang diberikan dengan harapan pasien maka akan menimbulkan kepuasan pada pasien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan mutu layanan ANC dengan kepuasan pasien ANC di BPS Wilayah Dinas Kesehatan Kota Kediri. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode korelasional asosiatif dengan pendekatan cross sectional, untuk mengetahui hubungan mutu layanan KIA dengan kepuasan pasien ANC di BPS wilayah dinas kesehatan kota Kediri. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1-30 Agustus 2012 di BPS wilayah Dinas Kesehatan Kota Kediri. BPS tempat penelitian dipilih dengan melakukan cluster berdasarkan Puskesmas, adapun di wilayah kota Kediri terdapat 9 Puskesmas, sehingga diambil 9 BPS. Pemilihan 9 BPS menggunakan sistem acak, sehingga diperoleh 1 Puskesmas diwakili 1 BPS. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang melaksanakan ANC di BPS wilayah Dinas Kesehatan Kota Kediri. Sampelnya yaitu sebagian ibu hamil yang melaksanakan ANC di wilayah Dinas Kesehatan Kota Kediri yang memenuhi kriteria inklusi sejumlah 99 orang. Alat ukur yang dipakai adala dengan menggunakan kuesioner. Analisa data secara univariat dan bivariat dengan uji chi Square untuk mendapatkan hubungan bermakna (α=0,05). HASIL PENELITIAN Usia Responden Tabel 1. Distribusi Usia Responden Usia (Tahun) Frekuensi Persentase < > Total Berdasarkan Tabel 1, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berusia tahun, yakni sebesar 86% Pendidikan Responden Tabel 2. Distribusi Pendidikan Responden Pendidikan Frekuensi Persentase SD 6 6 SMP SMA DIPLOMA 4 4 SARJANA Total Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA, yakni sebesar 43% Pekerjaan Responden Tabel 3. Distribusi Pekerjaan Responden Pekerjaan Frekuensi Persentase Ibu Rumah Tangga Swasta Wiraswasta 7 7 PNS 1 1 Total Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerjaan responden adalah sebagai ibu rumah tangga, yakni sebesar 75% Gravida Responden Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden adalah primigravida, yakni sebesar 45% 112

58 Tabel 4. Distribusi Gravida Responden Gravida Frekuensi Persentase Kesatu Kedua Ketiga Keempat 8 8 Total Mutu Layanan ANC di BPS Kota Kediri Tabel 6. Distribusi Jawaban Responden Tentang Akses Terhadap Layanan ANC oleh Bidan di BPS No Pernyataan Ya Tidak 1 Kemudahan menjangkau BPS Jam buka pelayanan panjang Lokasi BPS dapat dilalui 98 1 kendaraan roda 4 4 Biaya pemeriksaan terjangkau Kemudahan memahami informasi yang disampaikan bidan 6 Perlakuan yang baik dari Bidan Efektivitas Tabel 7 Distribusi Jawaban Responden Tentang Efektifitas Layanan ANC Oleh Bidan di BPS Gambar 1. Mutu Layanan ANC di BPS Kota Kediri Tahun 2012 Berdasarkan Gambar 1, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa mutu layanan ANC di BPS Kota Kediri adalah baik, yakni 63%. Kompetensi Teknis Tabel 5 menunjukkan bahwa masih terdapat 1 responden yang menjawab bahwa layanan ANC yang diberikan oleh Bidan di BPS tidak sesuai. Tabel 5. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kompetensi Teknis Bidan No Pernyataan Ya Tidak 1 Kesesuaian pelayanan ANC Keahlian Bidan dalam 99 0 memberikan layanan ANC 3 Pelayanan sesuai kebutuhan Bidan mengetahui kondisi klien 99 0 Akses Terhadap Pelayanan Tabel 6 menunjukkan bahwa terdapat 12 responden yang menjawab bahwa jam buka pelayanan pendek, pelayanan ANC diberikan pada saat jam tertentu saja, tidak selama 24 jam. No Pernyataan Ya Tidak 1 Proses pendaftaran dan 98 1 pelayanan yang tidak rumit 2 kepraktisan dalam 98 1 mendapatkan obat 3 pemeriksaan cepat dan hasil 99 0 tepat 4 Obat sesuai dengan keluhan Nasehat Bidan sesuai dengan kebutuhan 99 0 Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 1 responden yang menjawab bahwa proses pendaftaran dan pelayanan di BPS rumit, hal ini dimungkinkan responden tersebut adalah pasien baru sehingga dia mengalami kebingungan pada saat datang di BPS untuk mendapatkan layanan di BPS. Terdapat 1 responden yang menjawab untuk mendapatkan obat di BPS tidak praktis, dimungkinkan karena responden mendapatkan obat tertentu yang harus di beli di apotik karena tidak tersedia di BPS. Serta terdapat 1 responden yang menjawab bahwa bidan tidak memberikan obat sesuai dengan keluhan responden, hal ini dimungkinkan karena keluhan responden adalah ketidaknyamanan fisiologis selama hamil dan bidan tidak memberikan respon atas keluhan responden tersebut. Kontinuitas Tabel 8 menunjukkan bahwa sejumlah 33 responden menyatakan bahwa Bidan di BPS tidak memberikan layanan ANC pada waktu hari libur. Pada hari libur Bidan tidak menyediakan layanan ANC, namun untuk layanan persalinan di buka selama 24 jam. 113

59 Dan sebanyak 12 responden menyatakan bahwa bidan tidak mengingat keluhan responden pada kunjungan sebelumnya. Tabel 8. Distribusi Jawaban Responden Tentang Kontinuitas Layanan ANC oleh Bidan No Pernyataan Ya Tidak 1 Bidan selalu dapat memberikan layanan, kecuali hari libur 2 Hasil pemeriksaan lalu masih 95 4 tersimpan dengan baik 3 bidan melihat hasil pemeriksaan 98 1 yang lalu 4 Bidan masih ingat keluhan yang lalu 5 Bidan menanyakan vitamin pada kunjungan yang lalu sudah habis atau belum 97 2 Keamanan Tabel 9. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Akses Terhadap Layanan ANC No Pernyataan Ya Tidak 1 Bidan menggunakan sarung tangan dalam memeriksa pasien 2 Peralatan yang digunakan cukup 99 0 bersih 3 Tempat pemeriksaan cukup 99 0 bersih 4 Pasien merasa aman waktu 99 0 diperiksa di tempat tidur 5 Sebelum memeriksa, Bidan 90 0 mencuci tangan dulu 6 Setelah memeriksa, Bidan mencuci tangan 93 6 Tabel 9 menunjukkan bahwa sebanyak 54 responden berpendapat bahwa bidan tidak menggunakan sarung tangan dalam melakukan pemeriksaan ANC, dan 6 responden berpendapat bahwa bidan tidak mencuci tangannya setelah memeriksa pasiennya. menjaga rahasia/privasi responden, dan seluruh responden menyatakan bahwa bidan bersikap ramah dan sopan, bersahabat, komunikatif, menghormati klien dan memberi perhatian pada kliennya. Kenyamanan Tabel 11. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Kenyamanan Layanan ANC oleh Bidan di BPS No Pernyataan Ya Tidak 1 Ruang tunggu nyaman Kebersihan ruang tunggu terjamin Tempat pemeriksaan menjaga 97 3 privasi klien 4 Ruang periksa bersih Waktu tunggu untuk periksa tidak terlalu lama 97 3 Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 3 responden berpendapat bahwa tempat pemeriksaan di BPS tidak menjaga privasi pasien dan waktu tunggu untuk mendapatkan layanan pemeriksaan ANC membutuhkan waktu yang cukup lama hal ini dimungkinkan karena ruang praktek bidan yang kurang memadai dan pasien bidan yang banyak sehingga antriannya cukup panjang. Kepuasan Pasien Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendapat bahwa mereka puas terhadap layanan ANC yang diberikan Bidan di BPS, yakni sebesar 83% Hubungan Antar Manusia Tabel 10. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Hubungan Antar Manusia No Pernyataan Ya Tidak 1 Bidan ramah dan sopan bidan bersikap bersahabat Bidan komunikatif Bidan memberi perhatian pada 99 0 kliennya 5 Bidan menghormati kliennya Bidan menjaga rahasia klien 98 1 Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 1 responden berpendapat bahwa Bidan tidak Gambar 2. Kepuasan Pasien pada layanan ANC di BPS Kota Kediri tahun 2012 Hubungan antara Mutu Layanan ANC dengan Kepuasan Pasien Dari Tabel 12 diketahui bahwa mutu layanan ANC yang baik paling banyak memberikan rasa puas pada responden ketika mendapatkan layanan ANC di BPS 114

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN

GLOBAL HEALTH SCIENCE, Volume 2 Issue 1, Maret 2017 ISSN HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TERHADAP PENTINGNYA PEMERIKSAAN ANTENATAL CARE DI PUSKESMAS NAMTABUNG KEC. SELARU KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT Fasiha (Poltekkes Kemenkes Maluku) ABSTRAK Sistem

Lebih terperinci

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI

Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati 3 INTISARI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG KELUHAN FISIOLOGIS MASA KEHAMILAN DENGAN KETERATURAN FREKUENSI ANTENATAL CARE PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI BPS KARTIYEM KULON PROGO 1 Trisna Ebtanastuti 2, Anjarwati

Lebih terperinci

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU IBU DALAM BERSALIN KE BIDAN Dwi Wahyu Wulan S, SST., M.Keb Prodi Kebidanan Bangkalan Poltekkes Kemenkes Surabaya dwwulan1@gmail.com ABSTRAK Setiap jam terdapat

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG KEHAMILAN RESIKO TINGGI DIPUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN Tika Febriyani*, Ahmad Syahlani 1, Agus Muliyawan 2 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin 2 AKBID Sari

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS KEDUNG MUNDU KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG KEKURANGAN ENERGI KRONIK (KEK) DI PUSKESMAS KEDUNG MUNDU KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG URANGAN ENERGI KRONIK () DI PUSKESMAS KEDUNG MUNDU KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG Shinta Ika Sandhi 1, Asmanah 2 Akademi Kebidanan Uniska Kendal Email: shinta86harnuddin82@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Atik Purwandari, Freike Lumy, Feybe Polak Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado, Jl. R.W. Mongisidi Malalayang II Manado ABSTRAK Latar Belakang

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN PERIKSA KEHAMILAN DI PUSKESMAS 1 TOROH KABUPATEN GROBOGAN

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN PERIKSA KEHAMILAN DI PUSKESMAS 1 TOROH KABUPATEN GROBOGAN HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI TERHADAP KEPATUHAN PERIKSA KEHAMILAN DI PUSKESMAS 1 TOROH KABUPATEN GROBOGAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

STIKES Nani Hasanuddin Makassar 2. STIKES Nani Hasanuddin Makassar 3. STIKES Nani Hasanuddin Makassar

STIKES Nani Hasanuddin Makassar 2. STIKES Nani Hasanuddin Makassar 3. STIKES Nani Hasanuddin Makassar FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEAKTIFAN IBU HAMIL MELAKUKAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN PADA TRIMESTER II DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATUA KOTA MAKASSAR Rini Nari Pasandang 1, Ernawati 2, Sri Wahyuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. dapat terwujud (Kemenkes, 2010). indikator kesehatan dari derajat kesehatan suatu bangsa, dimana kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat secara mandiri agar pencapaian derajat kesehatan

Lebih terperinci

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012

Dinamika Kebidanan vol. 2 no. 1. Januari 2012 HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DALAM PROSES LAKTASI DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KOTA SEMARANG Siti Nadzifah Lingga Kurniati*) *) Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab tingginya angka kematian ibu terutama disebabkan karena faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) berguna untuk menggambarkan status gizi dan kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan terutama untuk ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara berkembang termasuk Indonesia dan merupakan penyebab kematian ibu dan anak

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIA MP ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN PADA TAHUN 2012 JURNAL

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIA MP ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN PADA TAHUN 2012 JURNAL FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMBERIA MP ASI PADA BAYI USIA 6-12 BULAN PADA TAHUN 2012 JURNAL TETY RINA ARITONANG PROGRAM STUDI D III KEBIDANAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

Hikmatul Khoiriyah Akademi Kebidanan Wira Buana ABSTRAK

Hikmatul Khoiriyah Akademi Kebidanan Wira Buana ABSTRAK HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN PERKEMBANGAN BAYI USIA 6-12 BULAN DI KELURAHAN SUMBERSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUMBERSARI BANTUL METRO SELATAN PERIODE FEBRUARI-APRIL TAHUN 2017 ABSTRAK Hikmatul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbaik yang bersifat alamiah. Menurut World Health Organization (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. terbaik yang bersifat alamiah. Menurut World Health Organization (WHO), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Air Susu Ibu (ASI) merupakan hadiah pertama untuk bayi baru lahir dikehidupannya. Untuk bayi baru lahir, ASI adalah makanan utama dan terbaik yang bersifat alamiah.

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN PERDARAHAN POSTPARTUM DI RSU PKU MUHAMMADIYAH BANTUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Laela Yusriana 1610104358 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG DIPLOMA IV FAKULTAS

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN Lampiran I Summary FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI TETANUS TOKSOID PADA IBU HAMIL DI PUSKESMAS TABONGO KECAMATAN TABONGO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013 Cindy Pratiwi NIM 841409080

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG Defi Ratnasari Ari Murdiati*) Frida Cahyaningrum*) *)Akademi kebidanan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA BIDAN DESA PTT DALAM PELAYANAN ANTENATAL DI WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2012

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA BIDAN DESA PTT DALAM PELAYANAN ANTENATAL DI WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2012 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA BIDAN DESA PTT DALAM PELAYANAN ANTENATAL DI WILAYAH KABUPATEN BANYUMAS TAHUN 2012 Anita Widiastuti, Sunarmi & Wiwin Renny Rahmawati Poltekkes Kemenkes Semarang Prodi Keperawatan

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN

PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN PENINGKATAN PERAWATAN KEHAMILAN MELALUI KELAS IBU HAMIL DI PUSKESMAS LAMONGAN Faizatul Ummah.......ABSTRAK....... Perawatan kehamilan yang baik dapat mencegah terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. Kata kunci: BBLR, kualitas, kuantitas, antenatal care. viii

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga ABSTRAK. Kata kunci: BBLR, kualitas, kuantitas, antenatal care. viii ABSTRAK Salah satu penyebab terbesar kematian bayi dan kematian neonatus adalah bayi dengan berat badan yang rendah saat lahir atau yang biasa disebut bayi berat lahir rendah (BBLR). Menurut World Health

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA

Jurnal Keperawatan, Volume IX, No. 2, Oktober 2013 ISSN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA PENELITIAN HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KOMPLIKASI KEHAMILAN PADA PRIMIGRAVIDA Sutarmi*, Mardiana Zakir** WHO memperkirakan resiko klematian akibat kehamilan dan persalinandi usia 15 sampai 19 tahun 2 kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyara kat yang setinggitingginya.

BAB I PENDAHULUAN. berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan masyara kat yang setinggitingginya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari Pembangunan Kesehatan yang tercantum dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% ditentukan dalam tujuan yaitu meningkatkan kesehatan ibu.

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% ditentukan dalam tujuan yaitu meningkatkan kesehatan ibu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Di dunia ini sekitar 500.000 ibu meninggal karena proses kehamilan persalinan dan nifas setiap tahunnya, sebanyak 99% diantaranya di negara yang sedang berkembang, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan

BAB I PENDAHULUAN. menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator penting dalam menilai derajat kesehatan. Kematian Ibu dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal care ini minimum

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal care ini minimum BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pelayanan antenatal care adalah pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai standar pelayanan antenatal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pelayanan antenatal adalah upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun bayi (Depkes, 2007).

Lebih terperinci

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Balita di Kelurahan Baros Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi Siti Hardianti, Sri Janatri janatrisri@yahoo.co.id Abstrak Periode penting dalam tumbuh

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016

HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016 HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM TABLET FE PADA IBU PRIMIGRAVIDA DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI PUSKESMAS TEGALREJO TAHUN 2016 NASKAH PUBLIKASI Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sains

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KEPATUHAN PEMERIKSAAN KEHAMILAN DI BPS ERNAWATI BOYOLALI Dian Pratitis, Kamidah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

Dinamika Kesehatan Vol.6 No. 1 Juli 2015 Rahayu et al.,persalinan Tindakan...

Dinamika Kesehatan Vol.6 No. 1 Juli 2015 Rahayu et al.,persalinan Tindakan... HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN TERHADAP PEMANFAATAN BUKU KIA DI UPT. PUSKESMAS MARTAPURA Yayu Puji Rahayu¹, Mahpolah², Frisca Margaret Panjaitan 1 ¹ STIKES Sari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan kehamilan kembar sebetulnya abnormal yang mungkin terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Keadaan kehamilan kembar sebetulnya abnormal yang mungkin terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seseorang wanita dikatakan hamil secara normal apabila di dalam rahimnya bertumbuh kembang manusia baru. Kehamilan dapat pula terjadi di luar rahim (dinamakan

Lebih terperinci

Siti Rohma Perbasya 1 dan Fitri Ekasari 2 ABSTRAK

Siti Rohma Perbasya 1 dan Fitri Ekasari 2 ABSTRAK PERBEDAAN METODE PENYULUHAN LEAFLET DAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENEMPELAN STIKER PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K) DI DESA NEGLASARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KATIBUNG 2012

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu dan anak penting untuk dilakukan (Kemenkes RI, 2016) Berdasarkan laporan Countdown bahwa setiap dua menit, disuatu

BAB 1 PENDAHULUAN. ibu dan anak penting untuk dilakukan (Kemenkes RI, 2016) Berdasarkan laporan Countdown bahwa setiap dua menit, disuatu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan terhadap

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (2008), pada hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI). Makin tinggi angka kematian ibu disuatu negara maka dapat dipastikan bahwa derajat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN 2014 Nia¹, Lala²* ¹Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Prima

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur

Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Hubungan Pengetahuan dengan Sikap Ibu Hamil tentang Pemanfaatan Kelas Ibu Hamil di Desa Nagrak Kecamatan Cianjur Kabupaten Cianjur Ranti Lestari 1, Budiman 2 1.Dosen Akademi Kebidanan Cianjur Email : Ranti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk. kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk. kehamilan, menegakan secara dini komplikasi kehamilan, dan menetapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan kehamilan adalah pengawasan kehamilan untuk mengetahui kesehatan ibu, menegakan secara dini penyakit yang menyertai kehamilan, menegakan secara dini komplikasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERAN IBU BALITA DALAM PEMBERIAN MAKANAN BERGIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA. Kata Kunci: Peran, ibu balita, gizi, status gizi.

HUBUNGAN ANTARA PERAN IBU BALITA DALAM PEMBERIAN MAKANAN BERGIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA. Kata Kunci: Peran, ibu balita, gizi, status gizi. HUBUNGAN ANTARA PERAN IBU BALITA DALAM PEMBERIAN MAKANAN BERGIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA Erwin Kurniasih, Nurul Hidayah Akademi Keperawatan Pemkab Ngawi ABSTRAK Latar belakang: Gizi bagi balita

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN FREKUENSI KUNJUNGAN ULANG NIFAS DI WILAYAH PUSKESMAS PURWOYOSO KOTA SEMARANG THE CORRELATION BETWEEN HUSBAND S SUPPORT WITH FREQUENCY OF PUERPERIAL REPEATED VISITATION IN

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

1 BAB I PENDAHULUAN. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan indikator penting dari derajat kesehatan masyarakat dan keberhasilan pelayanan kesehatan serta masalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN BIDAN DENGAN PENGGUNAAN PARTOGRAF DI PUSKESMAS PAGADEN PERIODE MARET SAMPAI JULI 2008

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN BIDAN DENGAN PENGGUNAAN PARTOGRAF DI PUSKESMAS PAGADEN PERIODE MARET SAMPAI JULI 2008 11 HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN BIDAN DENGAN PENGGUNAAN PARTOGRAF DI PUSKESMAS PAGADEN PERIODE MARET SAMPAI JULI 2008 Novie E. Mauliku, Nurbaeti, Indrianti Windaningsih ABSTRAK Latar Belakang

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan K4 di Desa Sukarame Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur Tahun

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan K4 di Desa Sukarame Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur Tahun ARTIKEL PENELITIAN Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Cakupan K4 di Desa Sukarame Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur Tahun 2005-2006 Felix Kasim*, Theresia Monica Rahardjo** *SMF Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

Sri Wahyuni, Endang Wahyuningsih ABSTRAK

Sri Wahyuni, Endang Wahyuningsih ABSTRAK EFEKTIVITAS PENYULUHAN KESEHATAN TENTANG PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN P4K PADA IBU HAMIL DI WILAYAH PUSKESMAS KARANGNONGKO KLATEN Sri Wahyuni,

Lebih terperinci

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK HUBUNGAN KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DI DALAM RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS TALAGA KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2016 Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG AMBULASI DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2012

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG AMBULASI DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2012 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG AMBULASI DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2012 Yeti Yuwansyah*, Suyanti**, Aris Wahyuni*** * Dosen Program Studi DIII

Lebih terperinci

Gambaran Dukungan Keluarga Terhadap Kunjungan Masa Nifas

Gambaran Dukungan Keluarga Terhadap Kunjungan Masa Nifas GAMBARAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KUNJUNGAN MASA NIFAS DI PUSKESMAS PEKAUMANBANJARMASIN Kiki Yennita Uthami *, Fitri Yuliana 1, Istiqomah 2 1 STIKES Sari Mulia Banjarmasin 2 AKBID Sari Mulia Banjarmasin

Lebih terperinci

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN

PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN PENGARUH PELATIHAN PEMBERIAN MAKAN PADA BAYI DAN ANAK TERHADAP PENGETAHUAN KADER DI WILAYAH PUSKESMAS KLATEN TENGAH KABUPATEN KLATEN Endang Wahyuningsih, Sri Handayani ABSTRAK Latar Belakang Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) tahun 2005-2025 kesehatan masyarakat merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai untuk mewujudkan bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting di bidang kesehatan yang mendapat perhatian dari berbagai pihak, baik di dalam maupun luar negeri. Meluasnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014

HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014 HUBUNGAN KETUBAN PECAH DINI DENGAN KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR DI RSUD DR. H. MOCH. ANSHARI SALEH BANJARMASIN TAHUN 2014 Laurensia Yunita 1, Faizah Wardhina 2, Husnun Fadillah 3 1 AKBID Sari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satupun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam

Lebih terperinci

GASTER Vol. 11 No. 2 Februari Wahyuningsih Akademi Giri Husada Wonogiri. Abstrak

GASTER Vol. 11 No. 2 Februari Wahyuningsih Akademi Giri Husada Wonogiri. Abstrak PERBEDAAN STATUS EKONOMI DAN DUKUNGAN SUAMI ANTARA KELOMPOK IBU YANG MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF DAN IBU YANG TIDAK MEMBERIKAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS WONOGIRI II Wahyuningsih Akademi Giri Husada Wonogiri

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013

FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI PUSKESMAS JETIS I BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : VERA ANDRIANI NIM: 201210104328

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Hamil Trimester Iii Dalam Persiapan Persalinan

Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Hamil Trimester Iii Dalam Persiapan Persalinan Hubungan Pengetahuan Dengan Perilaku Ibu Hamil Trimester Iii Dalam Persiapan Persalinan Verra Linda Montung 1, Syuul K. Adam 2, Iyam Manueke 3 1. D IV Kebidanan Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal serta melindungi anak dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan terbaik untuk bayi yang mengandung sel darah putih, protein dan zat kekebalan yang cocok untuk bayi. ASI membantu pertumbuhan dan

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ARTIKEL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ARTIKEL LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ARTIKEL HUBUNGAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI (IMD) DENGAN KEBERHASILAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GLOBAL TELAGA KABUPATEN GORONTALO Oleh SRI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang ibu dalam usia reproduktif. Perubahan-perubahan yang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang ibu dalam usia reproduktif. Perubahan-perubahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehamilan, persalinan, dan menyusui merupakan proses alamiah bagi kehidupan seorang ibu dalam usia reproduktif. Perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita selama kehamilan

Lebih terperinci

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MENDERITA KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DI KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MENDERITA KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DI KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU HAMIL YANG MENDERITA KEKURANGAN ENERGI KRONIS (KEK) DI KECAMATAN WONOSALAM KABUPATEN DEMAK Nora Puspita Sari 1. Nuke Devi Indrawati 2. Novita Kumalasari 2 1. Prodi DIII Kebidanan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah nasional yang perlu dan mendapat prioritas utama karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Prakarsa, 2013). meninggal selama atau setelah kehamilan dan persalinan.

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Prakarsa, 2013). meninggal selama atau setelah kehamilan dan persalinan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kematian Ibu (AKI) menjadi indikator penting untuk menilai derajat kesehatan suatu negara, tercatat dalam Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMERIKSAAN KEHAMILAN TRIMESTER I DENGAN KUNJUNGAN K1 MURNI DI BPS HANIK SURABAYA

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMERIKSAAN KEHAMILAN TRIMESTER I DENGAN KUNJUNGAN K1 MURNI DI BPS HANIK SURABAYA HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN IBU TENTANG PEMERIKSAAN KEHAMILAN TRIMESTER I DENGAN KUNJUNGAN K1 MURNI DI BPS HANIK SURABAYA Retno Setyo Iswati Tenaga Pengajar Prodi DIII Kebidanan Universitas PGRI Adi Buana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Berdasarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Berdasarkan 22 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Kesehatan Ibu dan Anak merupakan salah satu prioritas Kementerian Kesehatan dan keberhasilan program KIA menjadi salah satu indikator utama dalam Rencana

Lebih terperinci

Agus Byna 1, Laurensia Yunita 2, Indah Ratna Sari * *Korespondensi Penulis, Telepon : ,

Agus Byna 1, Laurensia Yunita 2, Indah Ratna Sari * *Korespondensi Penulis, Telepon : , HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA - TANDA BAHAYA KEHAMILAN DENGAN KUNJUNGAN KEHAMILAN K4 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI JINGAH BANJARMASIN Agus Byna 1, Laurensia Yunita 2, Indah Ratna Sari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting, dalam upaya meningkatkan hal tersebut khususnya para ibu-ibu hamil dituntut untuk bekerja sama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN TABANAN

HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN TABANAN HUBUNGAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL DI KABUPATEN TABANAN Hesteria Friska Armynia Subratha 1, Ni Wayan Manik Kartiningsih 1 1 Prodi D III Kebidanan, Stikes Advaita

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI ESKLUSIF DI PUSKESMAS 7 ULU PALEMBANG TAHUN 2013

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI ESKLUSIF DI PUSKESMAS 7 ULU PALEMBANG TAHUN 2013 HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DAN STATUS PEKERJAAN IBU DENGAN PEMBERIAN ASI ESKLUSIF DI PUSKESMAS 7 ULU PALEMBANG TAHUN 2013 Susmita Dosen Program Studi Kebidanan STIK Bina Husada ABSTRAK ASI eksklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan menghadapi risiko yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. akan menghadapi risiko yang bisa mengancam jiwanya. Oleh karena itu, setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan ibu hamil adalah salah satu aspek yang penting untuk diperhatikan dalam siklus kehidupan seorang perempuan karena sepanjang masa kehamilannya dapat terjadi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014 HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN IBU SELAMA HAMIL DENGAN KEJADIAN BBLR DI RUMAH SAKIT DR. NOESMIR BATURAJA TAHUN 2014 Wachyu Amelia Dosen STIKES Al-Ma arif Baturaja Program Studi DIII Kebidanan Email: amelia.wachyu@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan bukanlah suatu nilai akhir melainkan lebih merupakan nilai instrumental. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari tercapainya tujuan yang

Lebih terperinci

STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET BESI DI POLINDES BENDUNG JETIS MOJOKERTO.

STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET BESI DI POLINDES BENDUNG JETIS MOJOKERTO. STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN IBU HAMIL DALAM MENGKONSUMSI TABLET BESI DI POLINDES BENDUNG JETIS MOJOKERTO Ika Suhartanti *) ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG Nunung Nurjanah * Tiara Dewi Septiani** Keperawatan Anak, Program Studi Ilmu Keperawatan,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA. Oleh GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU HAMIL TRIMESTER I TENTANG ANTENATAL CARE DIPUSKESMAS JEPON KABUPATEN BLORA Oleh M. Kusumastuty 1, O. Cahyaningsih 2, D.M. Sanjaya 3 1 Dosen Prodi D-III Kebidanan STIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat suatu negara. AKI yang rendah dapat menunjukkan bahwa derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mengurangi mortalitas dan morbiditas anak, Word

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mengurangi mortalitas dan morbiditas anak, Word BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mengurangi mortalitas dan morbiditas anak, Word Health Organization (WHO) merekomendasikan agar Air Susu Ibu (ASI) eksklusif diberikan pada bayi

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat. ZAHRATUN NIDA Mahasisiwi Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh. Inti Sari

Jurnal Kesehatan Masyarakat. ZAHRATUN NIDA Mahasisiwi Kebidanan STIKes U Budiyah Banda Aceh. Inti Sari GAMBARAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PSIKOLOGIS ISTRI SELAMA HAMIL DITINJAU DARI DARI PENGETAHUAN, PENDIDIKAN DAN PEKERJAAN SUAMI TENTANG KEHAMILAN DI POLINDES SAKURA DESA LAM GEU EU KECAMATAN PEUKAN BADA ACEH

Lebih terperinci

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu

Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Campak Pada Bayi Di Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu Indriyati Mantang 1, Maria Rantung 2, FreikeLumy 3 1,2,3 Jurusan Kebidanan Polekkes Kemenkes Manado

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KUNJUNGAN ANC DI PUSKESMAS GALUR 2 KULON PROGO DWI SURYANDARI INTISARI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KUNJUNGAN ANC DI PUSKESMAS GALUR 2 KULON PROGO DWI SURYANDARI INTISARI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KUNJUNGAN ANC DI PUSKESMAS GALUR 2 KULON PROGO DWI SURYANDARI INTISARI Latar Belakang : Angka kematian ibu (AKI) sebagai salah satu indikator kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu.

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan kesehatan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan pada segala bidang dan salah satu bidang yang tidak kalah pentingnya dari bidang lain adalah bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK

Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PANONGAN KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Suharno, S.Kep.,Ners ABSTRAK Pemberian

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGISIAN PARTOGRAF PADA MAHASISWI TINGKAT II AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA BANJARMASIN ABSTRAK

GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGISIAN PARTOGRAF PADA MAHASISWI TINGKAT II AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA BANJARMASIN ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENGISIAN PARTOGRAF PADA MAHASISWI TINGKAT II AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA BANJARMASIN Erni Yuliastuti 1, YP. Rahayu 2, Azizah Yasmin 3 1 Dosen Poltekes Kemenkes Banjarmasin

Lebih terperinci

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil

Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil Pengaruh Promosi Kesehatan Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Hamil Sandra Tombokan 1, Jelly Neltje Bokau 2, Sjenny Olga Tuju 3 1,3. Jurusan Kebidanan Poltekkes Kesehatan

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan, Pendidikan, Paritas dengan Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado

Hubungan Pengetahuan, Pendidikan, Paritas dengan Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado Hubungan Pengetahuan, Pendidikan, Paritas dengan Pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado Nurma Hi. Mabud 1, Jenny Mandang 2, Telly Mamuaya 3 1,2,3 Jurusan Kebidanan Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya

BAB I PENDAHULUAN. positif bagi ibu maupun bayinya dengan cara membina hubungan saling percaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asuhan Antenatal Care (ANC) adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.(yulaikhah, 2010) Tujuan asuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

Lebih terperinci

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE PENELITIAN PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE Andreas A.N*, Titi Astuti**, Siti Fatonah** Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal, ditandai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN K4 DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2014

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN K4 DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2014 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CAKUPAN K4 DI KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN 2014 Oleh: Indah Christiana, S.ST., M.Kes. Ns. Heny Nurma Yunita, S.Kep, MMRS Endah Kusuma Wardani, SST Ns. Masroni, S.Kep

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN An Nadaa, Vol 1 No.2, Desember 2014, hal 72-76 ISSN 2442-4986 FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEKURANGAN ENERGI KRONIS PADA IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI BILU BANJARMASIN The Associated

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI

ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GIZI KURANG PADA BALITA DI DESA BANYUANYAR KECAMATAN KALIBARU BANYUWANGI Firdawsyi Nuzula 1, Maulida Nurfazriah Oktaviana 1, Roshinta Sony Anggari 1 1. Prodi D

Lebih terperinci

Ria Yulianti Triwahyuningsih Akademi Kebidanan Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat, Indonesia

Ria Yulianti Triwahyuningsih Akademi Kebidanan Muhammadiyah Cirebon, Jawa Barat, Indonesia GAMBARAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG TANDA BAHAYA KEHAMILAN BERDASARKAN UMUR DAN PARITAS DI RSUD. INDRAMAYU DI RUANG POLI KEBIDANAN PERIODE JANUARI 2016 Ria Yulianti Triwahyuningsih Akademi Kebidanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penurunan AKB (Angka Kematian Bayi) di Indonesia memang mengalami kemajuan yang cukup bermakna, namun demikian tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong

Lebih terperinci

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III

MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III MOTIVASI DAN KEPATUHAN KUNJUNGAN ANTENATAL CARE (ANC) PADA IBU HAMIL TRIMESTER III (Motivation and Obedience of Antenatal Care (ANC) Visit of 3rd Trimester Pregnant Mother) Ratna Sari Hardiani *, Agustin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir

BAB I PENDAHULUAN. proses selanjutnya. Proses kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses kehamilan, persalinan, nifas, neonatus dan pemilihan metode keluarga berencana merupakan suatu mata rantai yang berkesinambungan dan berhubungan dengan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari)

BAB 1 PENDAHULUAN. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan merupakan suatu momen istimewa yang dinanti oleh pasangan suami istri. Kehamilan merupakan serangkaian proses alamiah yang dialami seorang wanita yaitu mulai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR. Nofi Yuliyati & Novita Nurhidayati Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali

HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR. Nofi Yuliyati & Novita Nurhidayati Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN BERAT BADAN BAYI LAHIR Nofi Yuliyati & Novita Nurhidayati Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK AKB di Indonesia sampai saat ini masih tinggi. Penyebab

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KETERATURAN ANC

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KETERATURAN ANC Jurnal Keperawatan & Kebidanan Stikes Dian Husada Mojokerto HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANC DENGAN KETERATURAN ANC Nuris Kushayati Program Studi Keperawatan, Akademi Keperawatan Dian Husada

Lebih terperinci