B. Rini Heryanti, Dewi Tuti Muryati (dosen Fakultas Hukum USM) ABSTRAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "B. Rini Heryanti, Dewi Tuti Muryati (dosen Fakultas Hukum USM) ABSTRAK"

Transkripsi

1 ISSN PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA SEMARANG DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (dosen Fakultas Hukum USM) ABSTRAK Ketidakseimbangan posisi antara pelaku usaha dengan konsumen merupakan faktor yang dapat memicu adanya sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang ada di setiap kabupaten/kota dengan tugas dan kewenangannya diharapkan dapat menjadi suatu lembaga yang dapat menyelesaikan sengketa konsumen dan pelaku usaha dengan cepat, murah dan sederhana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK dalam penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 tahun1999 tentang Perlindungan Konsumen serta keberadaan BPSK kota Semarang dalam mengakomodir kebutuhan konsumen kota Semarang dalam penyelesaian sengketanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yuridis sosiologi, untuk meneliti norma-norma hukum yang mengatur mengenai perlindungan konsumen berkaitan dengan pelaksanaan dan tugas BPSK kota Semarang. Hasil penelitian, cara penyelesaian BPSK kota Semarang sudah sesuai dengan Pasal 45 ayat 1 dan ayat 2(UUPK). Namun dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya BPSK kota Semarang belum optimal hal ini dikarenakan BPSK Kota Semarang mengalami kesulitan dalam hal pemanggilan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, dan belum adanya kesepahaman dengan penyidik (POLRI). BPSK kota Semarang belum dapat mengakomodir kebutuhan konsumen kota Semarang, hal ini dikarenakan kurangnya sosialisasi, minimnya dana operasional, saran prasarana dari Pemerintah Daerah, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang masih kurang. Kata kunci : UU Perlindungan Konsumen, BPSK, sengketa konsumen. A.PENDAHULUAN Perdagangan bebas sekarang ini telah membuka pintu seluas-luasnya bagi masuknya berbagai macam barang antar negara. Hal ini tentu akan mempunyai dampak positf maupun dampak negatif bagi masyarakat di negara penerima pemasaran barang tersebut. Dampak positif yang ada yakni, masyarakat/konsumen dapat memenuhi semua kebutuhannya akan barang/jasa dengan mudah dan sesuai kemampuannya, sedangkan dampak negatifnya masyarakat/konsumen dapat menjadi objek aktivitas pelaku usaha untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya dengan memproduksi barang secara masal karena bantuan alat-alat/teknologi canggih tanpa memikirkan kepentingan, keselamatan, keamanan, konsumen. Ketimpangan-ketimpangan ini akan memicu timbulnya sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, konsumen ada pada posisi tawar yang tidak seimbang (the inequality of bargaining power). Kalau kita perhatikan di sekeliling kita, sering terjadi adanya kasus-kasus yang menimpa konsumen sehingga banyak konsumen yang dirugikan bahkan sampai kehilangan nyawanya, sebut saja kasus makanan atau susu yang mengandung melamin atau yang mengandung bakteri, biskuit beracun, penjualan makanan atau obat yang sudah daluwarsa, belum lagi pemakaian obat-obat kimia dalam makanan yang melebihi ambang batas, sampai pada kasus-kasus yang memakai high technology, seperti e-commerce, ATM, kartu kredit dan J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 1-1

2 lain sebagainya. Namun banyak kasuskasus yang muncul dan tidak terdengar lagi hilang begitu saja. Banyaknya konflikkonflik yang berkembang terus ini dan tidak dapat diselesaikan dengan baik tentu pada akhirnya akan menimbulkan suatu sengketa antar konsumen dan pelaku usaha. Berkaitan dengan masalah penyelesaian sengketa konsumen, dalam Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 23 telah diatur bahwa, apabila pelaku usaha menolak dan /atau tidak memberi tanggapan dan /atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka konsumen diberikan hak untuk menggugat pelaku usaha, dan menyelesaikan perselisihannya yang timbul melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, atau dengan cara mengajukan gugatan kepada badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Berdasarkan Keppres Nomor.90/2001 telah terbentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen/BPSK (tahap I), hingga saat ini telah terbentuk 22 BPSK di setiap kabupaten/kota. Diharapkan dengan terbentuknya BPSK ini dapat menjadi tumpuan konsumen untuk menyelesaikan sengketanya dengan pelaku usaha secara cepat, sederhana dan murah. Namun demikian masih perlu dipertanyakan apakah BPSK sudah dapat / mampu menjawab harapan konsumen dalam mencari keadilan, mengingat tidak sedikit sengketa konsumen yang hanya nilai kerugiannya kecil. B. PERUMUSAN MASALAH. Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang timbul adalah, 1. Bagaimana pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Konsumen (BPSK) kota Semarang dalam penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang- Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen? 2. Apakah keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Semarang sudah dapat mengakomodir kepentingan konsumen dalam menyelesaikan sengketa? 3. Apa hambatan-hambatan yang dihadapi oleh BPSK kota Semarang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta bagaimana cara penyelesaiannya? C. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan tentang konsumen dan pelaku usaha. Di Indonesia melalui Undang- Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, konsumen diartikan Setiap orang yang memakai barang dan/ jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Konsumen yang dimaksud dalam Undang-Undang ini adalah konsumen akhir bukan konsumen antara (konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya). a. Hak dan kewajiban konsumen Konsumen Indonesia mendapatkan perlindungan hukumnya dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, perlindungan hukum yang didapatkannya bukan saja perlindungan dalam fisik saja melainkan sampai hak-hak lainnya yang bersifat abstrak, seperti yang terdapat dalam Pasal 4 UUPK meliputi : a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan /atau jasa, b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, 2 Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 c. hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa, d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan /atau jasa yang digunakan, e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, f. konsumen, g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas terlihat bahwa masalah keamanan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Oleh sebab itu pelaku usaha dalam memproduksi barang maupun jasa harus memperhatikan akan hal ini, sebab jika terjadi peredaran barang dan jasa yang tidak layak untuk dikonsumsi konsumen, maka konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi, kompensasi sampai ganti rugi. Namun disamping hak yang diberikan, konsumen juga harus mematuhi kewajibannya yang meliputi: a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan, b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa, c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati, d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa konsumen secara patut. b. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha. Dasar dari timbulnya suatu transaksi adalah, kalau ada minimal dua pihak yang saling membutuhkan untuk memenuhi kelengkapan barang atau jasa yang dibutuhkan dalam kehidupannya, dua belah pihak yang dimaksud yaitu konsumen dan pelaku usaha. Menurut Pasal 1 ayat (3) UUPK yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah, Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi Penjelasan dari Pasal ini menyebutkan bahwa pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan, korporasi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain. Hukum Perlindungan Konsumen tidak saja melindungi hak dan kepentingan konsumen saja, melainkan pelaku usaha juga diperhatikan hak dan kewajibannya, hal ini diatur dalam Pasal 6 UUPK Disamping hak yang diberikan pada pelaku usaha, pelaku usaha juga dituntut oleh undang-undang untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya. Hak dan kewajiban pelaku usaha yang diharuskan oleh UUPK ini merupakan kebalikan dari hak dan kewajiban dari konsumen. Kewajiban pelaku usaha ini diatur dalam Pasal 7 UUPK. 2. Pengertian tentang Sengketa Konsumen. Menurut AZ. Nasution, sengketa konsumen dapat diartikan sebagai setiap perselisihan antar konsumen dan penyedia J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 1-3

4 barang dan/atau jasa pelaku usaha dalam hubungan hukum antara satu sama lain mengenai produk tersebut. 1 Sedangkan Shidarta mengemukakan bahwa sengketa konsumen pada dasarnya merupakan sengketa berkenaan dengan pelanggaran hak-hak konsumen, yang lingkupnya mencakup segi hukum keperdataan, pidana maupun tata negara. 2 Sengketa konsumen terjadi karena adanya ketidakpuasan konsumen terhadap suatu produk atau kerugian yang dialami konsumen karena penggunaan atau pemakaian barang atau jasa. Dengan demikian sengketa konsumen disebabkan oleh adanya kerugian yang disebabkan cacat tubuh (personal injury), cacat fisik (injury to the produk it self), dan kerugian ekonomi (pure economic loss). Pertama, cacat tubuh adalah kerugian yang melekat pada diri konsumen sebagai akibat mengkonsumsi suatu produk. Kedua, cacat fisik adalah kerugian yang diderita akibat rusaknya produk atau tidak berfungsinya produk yang sudah dibeli, misalnya adanya kerusakan mesin sejak awal pembelian. Ketiga, kerugian ekonomi adalah kerugian yang langsung berkaitan dengan produk yang dibelinya, yang muncul ketika produk itu tidak sesuai dengan tingkat performance yang diharapkan. 3 Dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak diketemukan secara tegas mengenai arti batasan sengketa konsumen, namun istilah ini dapat diketemukan dalam beberapa pasal yang ada dalam UUPK, yaitu dalam Bab X tentang Penyelesaian Sengketa Pasal 45. Jika dikaitkan dengan Pasal 23 UUPK maka dapat disimpulkan bahwa, pengertian sengketa konsumen adalah sengketa antara 1 AZ Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2000, hlm Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, 2000, hlm Khotibul Umam, Penyelesaian Sengketa Di luar Pengadilan, Pustaka Yuda, Yogyakarta, 2010, hlm 89. konsumen dan pelaku usaha karena pelaku usaha menolak, dan /atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana diatur dalam Pasal 19 Undang- Undang Perlindungan Konsumen. 3. Tata cara penyelesaian sengketa konsumen dan badan penyelesaian sengketa konsumen Untuk mengadukan tuntutannya/ gugatan kepada pelaku usaha, konsumen dapat melakukannya melalui jalur litigasi (pengadilan) maupun non litigasi (di luar jalur pengadilan.). Pasal yang mendasari hal ini adalah Pasal 45 dari UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Untuk menggugat dengan cara litigasi yaitu melalui pengadilan yang berada di lingkungan peradilan umum sedangkan cara non litigasi dapat dilakukan melalui Alternatif Resolusi Masalah (ARM) di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Direktorat Perlindungan Konsumen. a. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah institusi non struktural yang memiliki fungsi sebagai Institusi yang menyelesaikan permasalahan konsumen di luar Pengadilan secara murah, cepat, dan sederhana. Keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa pemerintah membentuk badan penyelesaian sengketa konsumen di daerah tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, sedangkan tugas dan kewenangan BPSK diatur dalam Pasal 52 UUPK yaitu, a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara mediasi, konsiliasi, atau arbitrase, 4 Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

5 b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen, c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku, d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini, e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen, g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang ini, i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud di angka g dan h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK, j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan, k. memutuskan dan menetapkan ada/atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen, l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen, m. menjatuhkan saksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. Disamping bertugas menyelesaikan masalah sengketa konsumen, BPSK juga bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen berupa, 1. memberikan penjelasan kepada konsumen atau pelaku usaha tentang hak dan kewajibannya masing-masing, 2. memberikan penjelasan tentang bagaimana menuntut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen dan juga pelaku usaha, 3. memberikan penjelasan tentang bagaimana bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa konsumen. Dalam penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, BPSK berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap bukti surat, dokumen, bukti barang, hasil uji laboratorium, dan buktibukti lain, baik yang diajukan oleh konsumen maupun oleh pelaku usaha. D.TUJUAN PENELITIAN. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menjelaskan mengenai tugas dan wewenang BPSK kota Semarang dalam penyelesaian sengketa konsumen. Sedangkan secara khusus penelitian ini diperuntukkan; a. Mengetahui pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Konsumen (BPSK) kota Semarang dalam penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. b. Memberi gambaran tentang keberadaan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dalam mengakomodasi kepentingan konsumen untuk menyelesaikan sengketa. c. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Semarang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta cara penyelesaiannya. E. MANFAAT PENELITIAN. a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Semarang serta pengambil kebijakan berkaitan dengan pelaksanaan tugas, wewenang, untuk J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 1-5

6 lebih dapat memberikan pelayanan yang baik kepada para pihak yang bersengketa. b. Diharapkan dari hasil penelitian ini juga dapat memberikan masukan kepada Pemerintah kota Semarang untuk lebih berkomitmen pada pembentukan BPSK kota Semarang dalam mengemban tugas dan kewajibannya. F. METODE PENELITIAN Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis yang dilakukan secara kualitatif dengan paradigma induktif verifikatif, karena objek penelitian ini adalah normanorma hukum yang mengatur mengenai perlindungan konsumen berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK kota Semarang, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Metode penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara purposive dengan mengambil sample BPSK kota Semarang. Sedangkan metode pengumpulan data menggunakan data primer yang diperoleh dengan metode wawancara dengan responden, dan data sekunder diambil dari peraturan-peraturan yang meliputi Undang- Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Keppres No.90 tahun 2001 tentang Pembentukan BPSK, SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350 /MPP/Kep/12/2001. Kemudian hasil data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif yaitu dengan menganalisis data yang didasarkan pada teori, konsep atau peraturan perundang-undangan, sehingga diharapkan akan memperoleh gambaran yang jelas mengenai pokok permasalahan yang diteliti. G. HASIL PENELITIAN 1. Pelaksanaan tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen kota Semarang dalam penyelesaian sengketa konsumen. a. Penyebab terjadinya sengketa konsumen di kota Semarang. Penyebab terjadinya sengketa konsumen di kota Semarang dikarenakan adanya sifat konsumerisme yang tinggi dari konsumen Semarang, pelaku usaha tidak jujur dalam memberikan informasi kepada konsumen, penawaran hadiah yang tidak fair, pelaku usaha mengabaikan isi sari Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) dan sebagian besar konsumen tidak mengerti keberadaan UUPK. b. Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Konsumen (BPSK) kota Semarang dalam Penyelesaian Sengketa konsumen. Berdasarkan Pasal 45 ayat 1 Undang- Undang Perlindungan Konsumen, setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. Lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang dimaksud dalam Pasal 45 ayat 1 ini antara lain adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Kemudian di Pasal 49 ayat 1 dinyatakan Pemerintah membentuk Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) di Daerah Tingkat II untuk penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. BPSK kota Semarang merupakan salah satu badan penyelesaian sengketa konsumen yang dibentuk oleh Pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.90 Tahun 2001 tertanggal 21 Juli 2001, untuk tahap pertama ini telah dibentuk sebanyak 10 (sepuluh) BPSK dan untuk tahap ke dua berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 2004 dibentuk 14 (empat belas) BPSK, tahap ke 3 (tiga) berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.18 Tahun 2005 dibentuk 4 (empat) BPSK. Untuk sementara ini BPSK yang sudah mempunyai anggota 6 Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

7 dan diangkat berdasarkan keputusan Menteri Perdagangan berjumlah 22 BPSK. 4 Adapun mengenai keanggotaan BPSK kota Semarang diatur dalam Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 429/M-DAG/KEP/8/2008 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Semarang dan Kota Palembang untuk periode tahun BPSK merupakan Lembaga non sruktural yang berkedudukan di kabupaten dan kota mempunyai fungsi menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan diharapkan dapat mempermudah mempercepat dan memberikan suatu jaminan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak perdatanya kepada pelaku usaha yang tidak benar. Sesuai dengan ketentuan Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-Undang Perlindungan Konsumen jo SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan R.I No.350/MPP/Kep/12/ 2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang BPSK tugas dan wewenang BPSK tercantum pada Pasal 3. Dari hasil penelitian yang dilakukan, selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 kasus yang masuk ke BPSK kota Semarang sebanyak 19 pengaduan. Dari 19 (sembilan belas) kasus sengketa yang masuk diselesaikan dengan cara mediasi 8 (delapan) kasus, 3 (tiga) kasus diselesaikan dengan cara konsiliasi, 1 (satu) kasus diselesaikan dengan konsultasi dan 7 (tujuh) kasus diselesaikan sendiri antar pelaku usaha dan konsumen di luar BPSK Kota Semarang. Jenis kasus yang masuk pada BPSK kota Semarang yakni undian berhadiah, leasing, pembelian barang, perumahan dan jasa. Penyelesaian kasus sengketa antara pelaku usaha dan konsumen yang diselesaikan di luar BPSK (dengan cara damai) diperbolehkan oleh UUPK seperti yang ada pada penjelasan dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen Pasal tj enpdn.depdag.id/index.php?page-=bpsk ayat (2) menyatakan bahwa penyelesaian sengketa konsumen yang dipilih secara sukarela oleh para pihak yakni dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan, dan tidak menutup kemungkinan adanya upaya penyelesaian sengketa secara damai yang ditempuh oleh kedua belah pihak, yang dimaksud upaya damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Sedangkan cara mediasi dan konsiliasi yang ditempuh oleh BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen diatur dalam Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) UUPK serta Pasal 28 sampai dengan Pasal 31 SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan R.I No.350/MPP/Kep/ 12/2001. Terhadap penyelesaian sengketa konsumen yang masuk, telah diselesaikan dengan cara konsiliasi dan mediasi serta konsultasi oleh BPSK kota Semarang, ketika sebuah penyelesaian telah tercapai selanjutnya akan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh para pihak dan kemudian dikuatkan dengan keputusan BPSK yang ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis BPSK kota Semarang yang bertindak sebagai konsiliator dan mediator, penyelesaiannya harus dilaksanakan dalam jangka waktu 21 (dua puluh satu ) hari kerja paling lama, sedangkan terhadap cara penyelesaian sengketa konsumen yang dilakukan dengan cara arbitrase, BPSK kota Semarang akan mengeluarkan putusan yang ditandatangani oleh ketua dan anggota majelis. Jangka waktu penyelesaiannya diupayakan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja harus sudah selesai (hasil riset yang dilakukan kasus pengaduan BPSK kota Semarang tidak tampak masalah yang diselesaikan dengan cara arbitrase selama kurun waktu tersebut, namun pada tahun-tahun sebelumnya BPSK kota Semarang pernah menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen dengan cara J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 1-7

8 arbitrase). Putusan majelis tersebut untuk selanjutnya diberitahukan oleh ketua BPSK secara tertulis kepada konsumen dan pelaku usaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan dibacakan dan dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak putusan BPSK diberitahukan, konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan BPSK. Hal ini tercantum dalam Pasal 41 SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan R.I No.350/MPP/Kep/12/2001 serta Pasal 56 UUPK. BPSK Kota Semarang telah melaksanakan sesuai dengan aturan tersebut dan apabila dalam pelaksanaan putusan tersebut terjadi pelaku usaha tidak melaksanakannya, maka BPSK Kota Semarang dapat melaporkan pelaku usaha ke Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) atau penyidik POLRI untuk ditindaklanjuti ( Pasal 56 ayat 4 UUPK), karena putusan BPSK merupakan bukti permulaan yang cukup bagi penyidik untuk melakukan penyidikan. 5 Batasan waktu yang ada pada ke dua cara penyelesaian sengketa ini sangatlah baik dan menguntungkan konsumen dalam rangka melindungi konsumen yang sebagian besar pada posisi lemah serta untuk menekan membengkaknya biaya dan pelaku usaha lebih diuntungkan jika jangka waktunya singkat. BPSK kota Semarang belum pernah melebihi waktu yang telah ditentukan dalam undang-undang untuk penyelesaian sengketa, karena dihitung sejak masa sidang pertama. Dari hasil penelitian yang telah disebutkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa BPSK kota Semarang dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya untuk menyelesaikan sengketa konsumen sudah sesuai dengan yang diatur dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan SK. 5 BPSK kota Semarang, Hasil wawancara, 12 Januari Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/2001, khususnya memenuhi Pasal 52 (a, b, e, f, g, h, j, k, l, m) Undang-Undang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 3 (a, b, e, f, g, h, j, k, l, m). Hal-hal lain yang ditemukan dalam penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang BPSK kota Semarang yakni dalam hal melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang- Undang Perlindungan Konsumen dan meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli atau setiap orang yang tidak bersedia memenuhi panggilan BPSK, BPSK kota Semarang mengalami kesulitan hal ini dikarenakan belum adanya kesepahaman antar penyidik (POLRI) dan BPSK kota Semarang tentang hal tersebut, penyidik selalu mempermasalahkan dasar hukum pemanggilan tersebut, padahal didalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah dinyatakan dengan jelas bahwa BPSK berwenang untuk meminta bantuan kepada penyidik.sebenarnya yang dimaksud dengan Penyidik menurut Pasal 59 Undang- Undang Perlindungan Konsumen tidak hanya Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia saja, tetapi juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang perlindungan konsumen diberi kewenangan khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang berlaku. Dengan demikian BPSK kota Semarang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya belum bisa memenuhi Pasal 52 (d, i) UUPK dan Pasal 3 (d, g, i) SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.350/MPP/Kep/12/ Badan Penyelesaian sengketa Konsumen kota Semarang dalam mengakomodasi kepentingan konsumen. 8 Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

9 Keberadaan BPSK kota Semarang sejak tahun 2001 hingga kini sudah mulai dikenal warga kota Semarang, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya pengaduan konsumen yang masuk dan menyelesaikan sengketanya pada BPSK kota Semarang. Tercatat dalam data BPSK kota Semarang, dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 terdapat 41 (empat puluh satu) kasus yang masuk pada BPSK kota Semarang, Memang kalau dilihat dari kuantitas sengketa konsumen yang masuk tidak begitu banyak, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk kota Semarang yang pada tahun 2009 sebanyak ( satu juta lima ratus tujuh ribu delapan ratus dua puluh enam) jiwa. 6 Ada kekhawatiran dari masyarakat kalau menyelesaikan sengketanya dengan pelaku usaha lewat BPSK akan dikenai biaya yang besar dan waktu penyelesaiannya lama, hal ini sebenarnya tidaklah demikian, sebab BPSK merupakan badan pemerintah yang mempunyai tugas memberi pelayanan kepada masyarakat. 7 Disamping itu sebagian masyarakat kota Semarang dalam menyelesaikan sengketanya dilakukan dengan cara menulis di media masa yang dianggap lebih cepat direspon oleh pelaku usaha. Apabila dikaitkan dengan tujuan diadakannya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pembentukan BPSK ini adalah merupakan perwujudan kepedulian pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada warganya. Sehingga sangatlah tepatlah pembentukan badan ini karena mempermudah masyarakat mencari keadilan, dengan prinsip yang dipunyai BPSK dalam penyelesaian sengketa yakni cepat, murah dan sederhana. Berdasarkan uraian hasil penelitian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan BPSK kota Semarang belum sepenuhnya diketahui konsumen kota 7 Hasil wawancara dengan Yuni Widiati selaku anggota BPSK kota Semarang, 28 Januari Semarang, sehingga belum sepenuhnya dapat mengakomodir kepentingan konsumen kota Semarang dalam menyelesaikan sengketanya. 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Semarang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya serta cara penyelesaiannya. Tugas dan wewenang BPSK pada intinya adalah menangani dan menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dengan cara mediasi, konsiliasi dan arbitrase; memberikan konsultasi; melakukan pengawasan; melaporkan kepada penyidik; menerima pengaduan; meneliti dan memeriksa; memanggil pelaku usaha; menghadirkan saksi dan ahli; meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan saksi; meneliti surat dokumen; menetapkan ada atau tidaknya kerugian konsumen; memberikan putusan; menjatuhkan sanksi administrasi. BPSK kota Semarang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha masih menghadapi beberapa kendala yang ada. Berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara dengan anggota BPSK, hambatan/kendalakendala yang ada yakni, - Kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPSK maupun pemerintah kota, hal ini dikarenakan minimnya dana operasional BPSK - Dukungan sarana dan prasarana dari pemerintah kota kecil serta kurangnya dukungan dari instansi yang terkait. - Kualitas dan kuantitas SDM yang masih kurang. Untuk itu BPSK kota Semarang melakukan upaya-upaya yakni, memberikan penyuluhan-penyuluhan pada organisasi-organisasi, ibu-ibu PKK, menjalin kerjasama dengan Perguruan Tinggi diwujudkan dalam bentuk diskusi, seminar, J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 1-9

10 mengundang para akademisi untuk berdialog dengan konsumen dan pelaku usaha agar ada persamaan persepsi dalam memahami UUPK. Mengajukan penambahan dan operasional ke APBD. 4.Simpulan Belum semua tugas dan wewenang BPSK kota Semarang dapat dilaksanakan dengan baik, hal ini dikarenakan ada beberapa hambatan yang ada dalam BPSK baik secara intern maupun eksteren, khususnya mengenai Pasal 52 huruf d dan i UUPK jo SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.350/MPP/Kep/12/ 2001 belum dapat dilaksanakan dengan baik. Cara penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, BPSK kota Semarang telah dilakukan sesuai dengan Pasal 45 ayat 1dan ayat 2 serta penjelasan Pasal 45 UUPK. Namun keberadaan BPSK kota Semarang belum sepenuhnya dapat mengakomodir kepentingan konsumen di kota Semarang. DAFTAR PUSTAKA. Buku Hadi Setia Tunggal, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Jakarta : Haruarindo, Husni Syawal dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung : Mandar Maju, 2000 Miru, Ahmadi dan Yudo. Hukum Perlindungan Konsumen. Raja Grafindo Persada : Jakarta, Nasution, Az. Konsumen dan Hukum. Pustaka Sinar Harapan : Jakarta, Rajagukguk, Erman. Hukum Perlindungan Konsumen. Mandar Maju : Bandung, Sudaryatmo. Hukum & Advokasi Konsumen. Citra Aditya Bakti : Bandung,1999. Suherman, Ade Maman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, Ghalia Indonesia : Jakarta, Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia : Jakarta, Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. Grasindo : Jakarta, Shofie,Yusuf. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Teori & Praktek Penegakan Hukum. Citra Aditya Bakti : Bandung, Tri Siwi Kristiyanti, Celina.Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika : Jakarta, Umam Khotibul, Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Pustaka Yustisia :Yogyakarta, Widjaya, Gunawan dan Yani. Hukum tentang Perlindungan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta, Undang-Undang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakarta Pusat, Kota Jakarta Barat, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Jogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, Kota Makasar. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan BPSK. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 605/MPP/Kep/8/2002 tentang Pengangkatan Anggota BPSK kota Makassar, 10 Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Berdasarkan Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

11 Palembang, Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Medan. Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 429/M-DAG/Kep/8/2008 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Semarang, dan Kota Palembang. J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 1-11

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh : FAUZUL A FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR kamis, 13 April 2011 BAHASAN Keanggotaan Badan Penyelesaian sengketa konsumen Tugas dan wewenang badan penyelesaian

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.291, 2017 KEMENDAG. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/2017 TENTANG BADAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan

Lebih terperinci

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) oleh: I Putu Iwan Kharisma Putra I Wayan Wiryawan Dewa Gede Rudy Program Kekhususan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA

PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI KOTA LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 178 TAHUN : 2014 PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGANN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA MELALUI MEDIASI DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA DENPASAR Oleh : I Gst. Ayu Asri Handayani I Ketut Rai Setiabudhi Bagian Hukum

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN SECARA MEDIASI TERHADAP PRODUK CACAT DALAM KAITANNYA DENGAN TANGGUNG JAWAB PRODUSEN Oleh : I Gede Agus Satrya Wibawa I Nengah Suharta Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Berdasarkan dari data-data yang telah penulis peroleh dari penelitian ini,

BAB IV PENUTUP. 1. Berdasarkan dari data-data yang telah penulis peroleh dari penelitian ini, BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berdasarkan dari data-data yang telah penulis peroleh dari penelitian ini, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa efektifitas penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan

Lebih terperinci

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi

Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi Strategi Perlindungan Konsumen Teekomunikaasi Oleh : M. Said Sutomo Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur Disampaikan : Dalam Pelatihan Wartawan Telekomunikasi Diselenggarakan PT.

Lebih terperinci

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ( B P S K ) KABUPATEN KARAWANG Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG 41315 Telp. (0267) 8490995 Fax. (0267) 8490995 P U T U S A N Nomor : / BPSK KRW / VIII / 2013 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/jasa yang dapat dikonsumsi. Bahkan dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya

PERLINDUNGAN KONSUMEN. Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya PERLINDUNGAN KONSUMEN Business Law Semester Gasal 2014 Universitas Pembangunan Jaya MENGAPA KONSUMEN DILINDUNGI??? 2 ALASAN POKOK KONSUMEN PERLU DILINDUNGI MELINDUNGI KONSUMEN = MELINDUNGI SELURUH BANGSA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hak dan Kewajiban Konsumen 1. Pengertian Konsumen Konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer itu

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI

Lebih terperinci

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama

Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Hukum Perlindungan Konsumen yang Berfungsi sebagai Penyeimbang Kedudukan Konsumen dan Pelaku Usaha dalam Melindungi Kepentingan Bersama Agustin Widjiastuti SH., M.Hum. Program Studi Ilmu Hukum Universitas

Lebih terperinci

PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG

PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG I. LATAR BELAKANG Sesuai dengan amanat pembangunan perdagangan yang dijabarkan dalam arah pembangunan nasional jangka panjang dan jangka menengah,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE. Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto, PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI ONLINE Oleh : Rifan Adi Nugraha, Jamaluddin Mukhtar, Hardika Fajar Ardianto, rifan4n@gmail.com ABSTRAK Tulisan ini membahas mengenai perlindungan hukum

Lebih terperinci

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP :

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG. Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP : SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMAKAI LAYANAN OPERATOR SELULAR TELKOMSEL CABANG PADANG (Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum) Oleh : FADLI ZAINI DALIMUNTHE BP : 07 140 165

Lebih terperinci

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG Oleh : Imam Budi Santoso, S.H.,MH. & Dedi Pahroji, S.H.,MH. A. Pendahuluan Hukum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta Dalam transaksi jual beli, biasanya pelaku usaha telah mempersiapkan perjanjian yang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana KEKUATAN HUKUM PUTUSAN SECARA MEDIASI DALAM KASUS ALAT PIJAT (SLIMING DIGIT) YANG MENGALAMI KERUSAKAN DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KOTA DENPASAR Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau biasa disingkat dengan UUPK dan mulai diberlakukan pada tanggal 20 April UUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan aktivitas masyarakat banyak menyebabkan perubahan dalam berbagai bidang di antaranya ekonomi, sosial, pembangunan, dan lain-lain. Kondisi ini menuntut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999

BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 BAB II PROSES PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENURUT UU NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. UNDANG UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 1. Latar belakang UU nomor 8 tahun 1999 UUPK ibarat oase di

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. PERLINDUNGAN KONSUMEN ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 PERLINDUNGAN KONSUMEN setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang

Lebih terperinci

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UU PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib bertanggung jawab memberikan ganti kerugian kepada konsumen smartphone ilegal. Namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI (Studi Kasus Tentang Penyelesaian Sengketa Antara Penumpang dan Maskapai Penerbangan di BPSK Kota Semarang) JURNAL PENELITIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: 1. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai 96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. 1. Kebebasan pilihan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Kota Bandung dapat berjalan efektif

Lebih terperinci

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Penerapan Klausula Baku Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Oleh: Firya Oktaviarni 1 ABSTRAK Pembiayaan konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh: Wahyu Simon Tampubolon, SH, MH Dosen Tetap STIH Labuhanbatu e-mail : Wahyu.tampubolon@yahoo.com ABSTRAK Konsumen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat sehingga, memberikan peluang bagi pelaku usaha sebagai produsen

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ABSTRAK HAERANI Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar e-mail : haeranizain@yahoo.com Penyelesaian sengketa konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1035, 2017 OMBUDSMAN. Laporan. Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Perlindungan Konsumen Pengertian perlindungan konsumen menurut Pasal 1 UUPK adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekayaan budaya dan etnis bangsa

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 301/MPP/Kep/10/2001 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 301/MPP/Kep/10/2001 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 301/MPP/Kep/10/2001 TENTANG PENGANGKATAN, PEMBERHENTIAN ANGGOTA DAN SEKRETARIAT BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen 1. Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). 15 Pengertian tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam era pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sekarang ini, transaksi jual beli barang dan jasa semakin meningkat keberadaannya, dimana dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KONSUMEN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nurmardjito (Erman Rajagukguk, dkk, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari begitu banyak investor yang menanamkan modalnya Indonesia.

Lebih terperinci

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya

Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya Undang Undang Perlindungan Konsumen : Kebaharuan dalam Hukum Indonesia dan Pokok- Pokok Perubahannya Oleh: Prof. Dr. Jamal Wiwoho, S.H., M.Hum. Universitas Sebelas Maret (Dosen S2, S2, dan S3 Fakultas

Lebih terperinci

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Undang Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memajukan industri

Lebih terperinci

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis

STIE DEWANTARA Perlindungan Konsumen Bisnis Perlindungan Konsumen Bisnis Hukum Bisnis, Sesi 8 Pengertian & Dasar Hukum Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PELALAWAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PELALAWAN, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI)

Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter. Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Hubungan Kemitraan Antara Pasien dan Dokter Indah Suksmaningsih Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) Pelayanan Kesehatan Memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau merupakan hak dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan

BAB I PENDAHULUAN. maupun hukum tidak tertulis. Hukum yang diberlakukan selanjutnya akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki sistem hukum. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara hal yang sangat diperlukan adalah ditegakkannya

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017 TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN KONSUMEN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Sarah E. Sidiki 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

Lebih terperinci

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan

1. Pelaksanaan Perlindungan yang Diberikan kepada Konsumen Atas. Penggunaan Bahan-Bahan Kimia Berbahaya dalam Makanan Dikaitkan 74 BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PENGGUNAAN BAHAN- BAHAN KIMIA BERBAHAYA DALAM MAKANAN YANG BEREDAR DI MASYARAKAT DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN

Lebih terperinci

PERANAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

PERANAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN PERANAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ROLE OFCONSUMERDISPUTE SETTLEMENTBOARD(BPSK) OFCONSUMERDISPUTE SETTLEMENT Josef Purwadi Setiodjati, Bambang Hermoyo

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015 TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA ERHADAP PENGEDARAN MAKANAN KADALUWARSA MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1999 1 Oleh: Christian Audy Manopo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia BAB 4 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK ATAS PEMADAMAN LISTRIK OLEH PT. PLN (PERSERO) DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 4.1. Permasalahan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 KAJIAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN BAKU ANTARA KREDITUR DAN DEBITUR MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh : Glen Wowor 2 ABSTRAK Penelitian ini dialkukan bertujuan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI UTARA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN DAN PEREDARAN BAHAN BERBAHAYA YANG DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan pada khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci