PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI (Studi Kasus Tentang Penyelesaian Sengketa Antara Penumpang dan Maskapai Penerbangan di BPSK Kota Semarang) JURNAL PENELITIAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Disusun Oleh : SELVIA RIZKY MAHARANI NIM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2017

2 PERLINDUNGAN KONSUMEN PENUMPANG PESAWAT TERBANG TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI (Studi Kasus Tentang Penyelesaian Sengketa Antara Penumpang dan Maskapai Penerbangan di BPSK Kota Semarang) Oleh : SELVIA RIZKY MAHARANI Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam menyelesaikan perkara kehilangan barang bagasi antara penumpang dan maskapai penerbangan, serta untuk mengetahui kendala apa sajakah yang ditemui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Semarang dalam menyelesaikan kasus tersebut. BPSK adalah sebuah lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang bebas biaya serta jauh dari formalitas layaknya pengadilan sehingga sengketa dapat diselesaikan dengan lebih cepat. Salah satu keberhasilan BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen terlihat dalam penyelesaian perkara kehilangan barang bagasi antara Herlina Sunarti dan PT Lion Mentari Airlines di tahun Herlina Sunarti, penumpang maskapai Lion Air yang kehilangan kopernya saat menggunakan jasa maskapai tersebut, berhasil memenangkan tuntutan ganti ruginya sebesar Rp (dua puluh lima juta rupiah). Jumlah ini memang tidak setara dengan kerugian materiil yang dideritanya, namun jauh lebih besar daripada jumlah yang ditawarkan pihak Lion Air sebesar Rp (tiga juta rupiah. Berdasarkan penelitian yang bersifat yuridis sosiologis, Penulis menyimpulkan bahwa BPSK Kota Semarang telah menjalankan perannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa yang efisien, cepat, murah dan profesional sesuai amanat UUPK. Meski demikian, dalam melaksanakan perannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa, BPSK terkendala oleh inkonsistensi dalam UUPK yang menyatakan sifat putusan arbitrase BPSK final dan mengikat namun masih membuka kesempatan untuk mengajukan keberatan atas putusan tersebut ke Pengadilan Negeri. Dari kesimpulan tersebut, Penulis menyarankan diberikan kewenangan yang lebih terhadap lembaga BPSK terutama di dalam eksekusi putusan-putusannya dan sosialisasi eksistensi kepada konsumen di daerah hukumnya. 1

3 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang manusia senantiasa membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia masih sangat sederhana, dikenal sistem tukar menukar atau barter yang dipakai untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari. Dengan menggunakan sistem barter, seorang petani penghasil beras dapat memperoleh telur dari seorang peternak ayam. Seiring dengan kemajuan peradaban manusia, muncul sebuah sistem baru dalam perdagangan yaitu dengan menggunakan uang sebagai alat tukar. Tidak diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menggunakan uang sebagai alat tukar, namun dengan lahirnya sistem ini perdagangan di antara manusia menjadi semakin maju dan berkembang. Perdagangan adalah transaksi jual beli yang dilakukan antara penjual (produsen) dan pembeli (konsumen). Jual beli dapat terjadi bila terdapat pertemuan antara penawaran dan permintaan atas suatu barang maupun jasa. Dalam sebuah transaksi jual beli terdapat hubungan antara pihak penjual dan pembeli yang menimbulkan sebuah akibat hukum yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sehingga jual beli merupakan sebuah bentuk perjanjian. 1 Dalam merumuskan suatu perjanjian diperlukan keseimbangan kedudukan dari para pihak. Hal ini dimaksudkan agar para pihak dalam perjanjian berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang mereka inginkan dalam perjanjian. 2 BPSK sebagai salah satu mekanisme out of court settlement dinilai cukup efektif dalam menyelesaikan sengketa konsumen dengan pelaku usaha. Menurut Srie Agustina, Direktur Pemberdayaan Konsumen Ditjen Standarisasi dan Pemberdayaan Konsumen Kementerian Perdagangan, penyelesaian di luar pengadilan memakan waktu lebih cepat, murah, dan prosesnya sederhana. 3 1 Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. 2 Heniyatun, Aspek Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Perjanjian Baku, Fakultas Hukum UniversitasMuhammadiyah Malang, hlm diselesaikan-di-luarpengadilandiakses pada10 November

4 Tercatat sebanyak kasus yang masuk ke BPSK sejak diberlakukannya UUPK. Dari jumlah tersebut hanya 15 sampai 17 kasus yang berlanjut hingga ke tingkat kasasi. Salah satu contoh kasus sengketa konsumen yang berhasil diselesaikan BPSK adalah penanganan aduan penumpang pesawat yang kehilangan barang bagasi. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana peran BPSK Kota Semarang dalam menyelesaikan perkara kehilangan barang bagasiantara Penumpang dan Maskapai Penerbangan? 2. Kendala apa sajakah yang ditemui oleh BPSK Kota Semarang dalam menangani perkara kehilangan barang bagasiantara Penumpang dan Maskapai Penerbangan? TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Subjektif Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi. 2. Tujuan Objektif Secara objektif penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam ilmu hukum perdata terutama hukum perlindungan konsumen di Indonesia. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah yuridis sosiologis, artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding), dan kemudian menuju pada identifikasi (problem-identification) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution). 4 Dalam penelitian ini fakta yang terjadi adalah sengketa konsumen penumpang pesawat yang kehilangan barang bagasi danyang akan diidentifikasi yaitu peran BPSK Kota Semarang dalam penyelesaikan sengketa tersebut. 4 Soejono Sukanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, hlm. 10 3

5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peran BPSK Kota Semarang dalam menyelesaikan Perkara Kehilangan Barang Bagasi antara Penumpang dan Maskapai Penerbangan Salah satu kasus yang ditangani Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah Putusan Nomor 605K/Pdt.Sus/BPSK/2012 di mana PT. Lion Mentari Airlines selaku pelaku usaha yang bersengketa dengan konsumen yakni Herlina Sunarti. Di mana Herlina Sunarti selaku konsumen dari PT. Lion Mentari Airlines telah mengajukan gugatan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Semarang atas kehilangan tas merk Polo seberat 12 kilogram miliknya saat ia menumpang pesawat milik PT. Lion Mentari Airlines dari Jakarta menuju ke Semarang. Atas gugatan tersebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Semarang menjatuhkan putusan Nomor 12/BPSK/Smg/Put/Arbitrase/ X/2011 yang mengabulkan gugatan Herlina Sunarti tersebut. Namun pihak pelaku usaha yakni PT. Lion Mentari Airlines keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Semarang tersebut dan mengajukan keberatan atas putusan tersebut kepada Pengadilan Negeri Semarang. Dan atas keberatan pelaku usaha tersebut Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan Putusan Nomor 02/Arbitrase/ 2011/PN.Smg yang pada pokoknya menyatakan bahwa permohonan pelaku usaha PT. Lion Mentari Airlines tidak dapat diterima. Atas putusan Pengadilan Negeri Semarang tersebut pelaku usaha PT. Lion Mentari Airlines juga merasa keberatan sehingga mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia yang pada akhirnya di dalam amar putusan Kasasinya, Mahkamah Agung Republik Indonesia menyatakan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi pelaku usaha PT. Lion Mentari Airlines tersebut. Berdasarkan Kasus tersebut peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam penyelesaian kasus sengketa konsumen tidak lepas dari latar belakangterbentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang merupakan suatu perhatian pemerintah terhadap warga masyarakat demi terciptanya keadilan yang merata disegala golongan masyarakat.terkhusus bagi konsumen yang merasa dirugikan akibat penggunaan produk/barang 4

6 pelaku usaha. Karena sengketa yang terjadi antara konsumen dan pelaku usaha ini biasanya memiliki nilai nominal yang kecil sehingga terkadang masyarakat enggan untuk mengajukannya ke Pengadilan Negeri karena tidak sebanding dengan nilai harga barang dengan harga biaya perkara dengan besarnya kerugian yang akan dituntut. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada dasarnya dibentuk karena adanya kecenderungan masyarakat yang segan untuk beracara di pengadilan karena posisi konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha. Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam penyelesaian sengketa sengketa konsumen yakni agar sengketa antara konsumen dengan pelaku dapat diselesaikan secara tepat, mudah, dan murah dan cepat karena penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen harus sudah diputus dalam tenggang waktu 21 hari kerja, dan tidak dimungkinkan banding yang dapat memperlama proses penyelesaian perkara. Mudah karena prosedur administratif dan proses pengambilan keputusan yang sangat sederhana, dan dapat dilakukan sendiri oleh para pihak tanpa diperlukan kuasa hukum. Murah karena biaya persidangan dibebankan sangat ringan dan dapat terjangkau oleh konsumen. Jika putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat diterima oleh kedua belah pihak, maka putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bersifat final dan mengikat, sehingga tidak perlu diajukan ke pengadilan. Dengan demikian, maka terciptanya penyelesaian sengketa konsumen secara tepat, mudah dan murah menjadi tolak ukur tercapainya tujuan dari dibentuknya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Berdasarkan Pasal 54 Ayat (3) Undang-undang Perlindungan Konsumen, putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai hasil dari penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi, mediasi dan arbitrase, bersifat final dan mengikat. Pengertian final berarti penyelesaian sengketa telah selesai dan berakhir. Sedangkan kata mengikat mengandung arti memaksa dan sebagai sesuatu yang harus dijalankan oleh pihak yang diwajibkan untuk itu. 5

7 Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat dibedakan atas 2 jenis putusan yaitu: a. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa dengan cara konsiliasi atau mediasi. Putusan dengan cara konsiliasi atau mediasi pada dasarnya hanya mengkukuhkan isi perjanjian perdamaian, yang telah disetujui dan ditandatangani oleh kedua belah pihak yang bersengketa. b. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan cara arbitrase. Putusan ini seperti halnya putusan perkara perdata, memuat duduknya perkara dan pertimbangan hukumnya Putusan Majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sedapat mungkin didasarkan atas musyawarah untuk mencapai mufakat, namun jika telah diusahakan namun tidak mencapai kata mufakat, maka putusan diambil dengan suara terbanyak (voting), hal ini berdasarkan Pasal 39 Kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001. Hasil penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi atau mediasi dibuat dalam perjanjian tertulis yang ditandatangani oleh konsumen dan pelaku usaha, selanjutnya dikuatkan dengan putusan majelis. Keputusan majelis dalam konsiliasi dan mediasi tidak memuat saksi administratif, sedangkan hasil penyelesaian sengketa konsumen ditandatangani oleh Ketua dan Anggota Majelis. Keputusan majelis dalam arbitrase dapat memuat sanksi administratif (Pasal 37 ayat (5) Kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001). Berdasarkan Pasal 38 Kepmenperindag No. 350/MPP/12/2001 Majelis wajib memutuskan sengketa konsumen tersebut selambatlambatnya dalam waktu 21 hari kerja terhitung sejak gugatan diterima Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Setelah putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diberitahukan, selambat-lambatnya dalam 7 hari kerja sejak putusan dibacakan, konsumen dan pelaku usaha yang bersengketa wajib menyatakan menerima atau menolak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. 6

8 Apabila konsumen dan atau pelaku usaha menolak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maka mereka dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari kerja terhitung sejak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen diberitahukan. Sebaliknya apabila konsumen dan pelaku usaha menerima putusan tersebut maka pelaku usaha wajib menjalankan putusan tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 7 hari kerja sejak menyatakan menerima putusan tersebut. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang tidak diajukan keberatan oleh pelaku usaha, dimintakan penetapan fiat eksekusinya kepada pengadilan negeri di tempat tinggal konsumen yang dirugikan. Pelaku usaha yang menolak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, tetapi tidak mengajukan keberatan setelah melampaui batas waktu untuk menjalankan putusan, maka dianggap menerima putusan. Putusan final dan mengikat pada Pasal 54 ayat (3) diartikan sebagai sudah tidak adanya upaya hukum lanjutan baik itu berupa banding maupun kasasi. Namun ada Pasal 56 ayat (2) yang menyebutkan bahwa para pihak yang yang tidak menerima putusan itu bisa mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri. Dilihat dari ketentuan-ketentuan pasal tersebut jelas terjadi ketidaksesuaian pasal yang satu dengan pasal yang lainnya. Hal ini mengakibatkan putusan BPSK menjadi tidak efektif, kembali lagi berdasarkan atas asas kepastian hukum yang diterima oleh konsumen yang notabene telah dirugikan oleh pelaku usaha karena dengan adanya keberatan atas putusan BPSK tersebut, maka akan memakan waktu yang panjang untuk dilaksanakannya putusan itu. Meskipun pencantuman pasal mengenai keberatan tidak dituliskan di dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen tetap saja secara manusiawi orang-orang yang berperkara pasti akan menempuh upaya hukum apapun untuk bisa memenangkan dirinya. 7

9 Berdasarkan Pasal 56 Ayat (2) Undang-undang Perlindungan Konsumen disebutkan bahwa apabila konsumen atau pelaku usaha menolak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dapat mengajukan keberatan di Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan tersebut. Jika hal itu terjadi, maka akan memperpanjang waktu penyelesaian sengketa konsumen sekaligus menambah beban biaya yang harus ditanggung oleh para pihak. Hal ini sedikit bertentangan dengan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang final dan mengikat tersebut, sehingga dengan demikian ketentuan Pasal-Pasal tersebut saling kontradiktif dan menjadi tidak efesien. Sebagai maskapai penerbangan yang mempunyai posisi tawar yang lebih tinggi akan tidak mengalami kesulitan mengenai pembiayaan karena memang mempunyai kekuatan finansial yang cukup, akan tetapi lain halnya dengan konsumen, posisi tawar yang lemah menyebabkan penumpang cenderung merasa kesulitan jika harus berlawanan dengan pelaku usaha. Dengan demikian, maka penyelesaian sengketa menjadi tidak efektif karena harapan dari pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk dapat menjalankan proses beracara yang bersifat cepat, mudah (sederhana) dan murah masih sulit tercapai. Sehingga efektivitas dari pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menyelesaikan sengketa konsumen menjadi diragukan. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan dalam penyelesaian sengketa yang dilaksanakan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen relatif murah dan dapat dijangkau oleh penumpang yang sebagian besar yang memiliki tingkat keuangan yang masih rendah. Dan prosedur administrasi pada Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen juga sederhana dan tidak berbelit-belit, karena tata cara yang dilaksanakan tidak terlalu formil seperti yang biasa dilaksanakan di pengadilan, akan tetapi lebih bersifat dan bernuansa kekeluargaan. 8

10 Analisis : Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis juga menyimpulkan bahwa peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen terhadap penyelesaian sengketa konsumen dibagi atas 2 (dua) sudut pandang yang pertama berdasarkan sudut pandang penumpang bahwa putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sudah efektif dilihat dari proses beracara yang mudah, cepat, dan murah. Sedangkan jika dilihat dari sudut padang peraturan pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah tidak efektif hal ini karena pada Pasal 54 Undang- Undang Perlindungan Konsumen ayat (3) menegaskan bahwa putusan Majelis BPSK itu bersifat final. Final dapat diartikan sebagai suatu putusan yang telah berkekutan hukum tetap, sehingga terhadapnya tidak dapat diajukan upaya banding dan kasasi. Kembali timbul kerancuan tentang kata final dan mengikat dari pasal tersebut, dengan dibukanya kesempatan kepada para pihak yang merasa dirugikan oleh Keputusan BPSK untuk mengajukan keberatan pada peradilan umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) UUPK, Sehingga dapatlah disimpulkan bahwa putusan BPSK tersebut masih belum final. Sementara pengertian kata "mengikat" dalam pasal tersebut adalah putusan itu wajib dilaksanakan. Sifat pelaksanaan putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat dilihat dari 2 aspek yaitu dari proses beracaranya karena proses beracara yang mudah, cepat, dan murah dan dari pelaksanaan putusannya karena terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang bersifat final masih dimungkinkan adanya upaya keberatan di peradilan umum. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang telah menjalankan peran sebagai lembaga penyelesaian sengketa dan lembaga konsultasi perlindungan konsumen dalam sengketa kehilangan barang bagasi antara Penumpang dan Maskapai Penerbangan dalam kasus ini adalah Herlina Sunarti dan PT.Lion Mentari 9

11 Airlines. Dalam menjalankan perannya sebagai lembaga penyelesaian sengketa, BPSK Kota Semarang mengedepankan pemenuhan asas keadilan dan kemanfaatan dibandingkan asas kepastian hukum. Hal ini terlihat dari penyimpangan yang dilakukan BPSK Kota Semarang terhadap ketentuan Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 yang mengatur besaran ganti rugi atas kehilangan bagasi tercatat milik penumpang. BPSK Kota Semarang juga telah mengimplementasikan ketentuan UUPK yang menegaskan pembentukan BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa konsumen yang efisien, cepat, murah, dan profesional. Hal ini dibuktikan dengan pembebasan biaya perkara serta fleksibilitas dalam proses pembuktian. Sedangkan peran sebagai lembaga konsultasi dilaksanakan BPSK Kota Semarang dengan memberikan konsultasi perlindungan konsumen kepada Herlina Sunarti sebelum memasuki tahap sidang di BPSK dan ketika menghadapi upaya hukum keberatan dan kasasi yang diajukan oleh pihak PT.Lion Mentari Airlines. B. Kendala Yang Dihadapi Oleh Bpsk Kota Semarang Dalam Menyelesaikan Perkara Kehilangan Barang Bagasi Antara Penumpang Dan Maskapai Penerbangan. 1. Kendala kelembagaan dan keterbatasan wewenang dapat ditinjau dari kompleksnya peran yang diberikan untuk badan Penyelesaian Sengketa Konsumen sehingga menimbulkan kendala pada tahap pelaksanaannya, dalam hal ini dapat diuraikan mengenai peran yang diberikan kepada Badan Penyelesaian sengketa konsumen yaitu : peran sebagai penyedia jasa penyelesaian sengketa sebagai mediator, konsiliator, arbiter, peran sebagai konsultan masyarakat atau public defender, peran sebagai administrative regulator atau sebagai pengawas dan pemberi sanksi, peran ombudsman, ajudicator atau pemutus. Berdasarkan pasal 52 Undang-undang Perlindungan Konsumen jo. SK Menperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 adalah: (a). melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi dan 10

12 abitrase. (b). Memberikan konsultasi mengenai perlindungan konsumen (c) melakukan pengawasan terhadap pencatuman klausula baku (d). Melaporkan kepada penyidik jika terjadi pelanggaran Undang-undang perlindungan konsumen. (e). Menerima pengaduan tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen terhadap terjadinya pelanggaran perlindungan konsumen. (f). Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen. (g). Memanggil pelaku usaha yang diduga melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. (h). Memanggil saksi-saksi atau saksi ahli atau setiap orang yang diduga mengetahui pelanggaran mengenai perlindungan konsumen. (i). Meminta bantuan kepada penyidik untuk menghadirkan saksi, saksi ahli, atau setiap orang pada butir g dan butir h yang tidak bersedia memenuhi panggilan dari Badan penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). (j). Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat dokumen atau bukti lain guna penyelidikandan/atau pemeriksaan. (k). Memutuskan dan menetapkan ada tidaknya kerugian di pihak penumpang (l). Memberitahukan putusan kepada maskapai penerbangan yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen (m). Menjatuhkan sanksi administratif kepada maskapai penerbangan yang melanggar ketentuan undang-undang perlindungan konsumen. 2. Kendala eksekusi putusan berdasarakan pasal 54 ayat (3) UU Perlindungan Konsumen, putusan BPSK dari hasil konsiliasim arbitrase, dan mediasi bersifat final dan mengikat. Suatu putusan yang tidak mungkin lagi umtuk dilakukan upaya hukum dinyatakan sebagai keputusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti. Berdasarkan prinsip demikian, putusan BPSK mestinya harus dipandang sebagai putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Namun bandingkan dengan pasal 56 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Para pihak ternyata masih bisa mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan putusan BPSK. Hal ini bertentangan dengan sifat putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat. 11

13 Analisis : Kendala-kendala yang dihadapi oleh BPSK Kota Semarang dalam menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen tidak lepas dari keterbatasan wewenang yang dimilikinya sebagai sebuah lembaga penyelesaian sengketa. Pertama, tidak adanya upaya paksa yang dapat dilakukan oleh BPSK misalnya dengan melakukan penjemputan terhadap pelaku usaha yang tidak memenuhi panggilan BPSK. UUPK memberi wewenang kepada BPSK untuk meminta bantuan penyidik dalam mengadirkan pelaku usaha, namun dalam praktik upaya ini sering menemui jalan buntu karena permohonan BPSK tidak mendapat tanggapan dari penyidik. Kedua, mengenai pemilihan metode penyelesaian sengketa. Kepmenperindag No. 350/MPP/Kep/12/2001 mengatur bahwa penyelesaian sengketa konsumen oleh BPSK baik melalui cara konsiliasi, mediasi, maupun arbitrase dilakukan atas dasar pilihan dan persetujuan konsumen dan pelaku usaha. Meski demikian, tidak terdapat jalan keluar seandainya pelaku usaha tidak mau menyepakati satupun dari ketiga metode penyelesaian sengketa tersebut. Akibatnya banyak konsumen yang kecewa karena pelaku usaha memanfaatkan celah tersebut dan menolak menyelesaikan sengketa di BPSK. Ketiga, mengenai eksekusi putusan BPSK. Meskipun putusan Majelis BPSK bersifat final dan mengikat, namun tidak terdapat kekuatan eksekutorial pada putusan tersebut. Akibatnya, pelaksanaan putusan sangat bergantung pada itikad baik pelaku usaha untuk menjalankannya. Tidak ada kendala yang berarti dalam proses penyelesaian sengketa kehilangan barang bagasiantara Herlina Sunarti dan PT.Lion Mentari Airlines karena PT.Lion Mentari Airlines bersifat kooperatif selama proses penyelesaian sengketa. Kendala yang ditemui BPSK Kota Semarang dalam perkara ini adalah inkonsistensi pengaturan dalam UUPK mengenai sifat putusan Majelis BPSK. Meskipun dinyatakan sebagai putusan yang final dan mengikat, nyatanya terdapat celah untuk mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat atas putusan BPSK tersebut. Akibatnya, meskipun BPSK telah memenangkan Herlina Sunarti, namun pihak PT.Lion Mentari Airlines mengajukan keberatan dan kasasi sehingga proses pembayaran ganti rugi sempat terhambat. 12

14 DAFTAR PUSTAKA Heniyatun, Aspek Perlindungan Hukum Bagi Konsumen dalam Perjanjian Baku, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang. Soejono Sukanto, 1982, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press. diselesaikan-di-luarpengadilandiakses pada10 November 2016 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 jo. Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2000 tentang Angkutan Udara. Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 301/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian Anggota dan Sekretariat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 13

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, seorang manusia senantiasa membutuhkan kehadiran manusia yang lain. Pada masa dahulu ketika kehidupan manusia masih sangat

Lebih terperinci

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK

BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK BAB III KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PRAKTEK A. Penyelesaian Sengketa Oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen 1. Ketentuan Berproses Di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 350/MPP/Kep/12/2001 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Lebih terperinci

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG

OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG OPTIMALIASI PERAN DAN FUNGSI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KABUPATEN KARAWANG Oleh : Imam Budi Santoso, S.H.,MH. & Dedi Pahroji, S.H.,MH. A. Pendahuluan Hukum

Lebih terperinci

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh : FAUZUL A FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JAWA TIMUR kamis, 13 April 2011 BAHASAN Keanggotaan Badan Penyelesaian sengketa konsumen Tugas dan wewenang badan penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen

BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN. A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen BAB II MEKANISME PERMOHONAN PENYELESAIAN DAN PENGAMBILAN PUTUSAN SENGKETA KONSUMEN A. Tata Cara Permohonan Penyelesaian Sengketa Konsumen Konsumen yang merasa hak-haknya telah dirugikan dapat mengajukan

Lebih terperinci

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN XII) PROSEDUR PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.291, 2017 KEMENDAG. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06/M-DAG/PER/2/2017 TENTANG BADAN PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK

PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Yati Nurhayati ABSTRAK PENEGAKAN HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN MELALUI PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Yati Nurhayati ABSTRAK Permasalahan perburuhan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha atau antara para pekerja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat sehingga, memberikan peluang bagi pelaku usaha sebagai produsen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Pengertian Perlindungan Konsumen Undang-Undang No 9 Tahun 1999 berjudul Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dan bukan Undang-Undang tentang Konsumen. menyebutkan pengertianpengertian

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M P U T U S A N No. 605 K/Pdt.Sus-BPSK/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus tentang keberatan atas putusan

Lebih terperinci

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER

J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER J U R N A L H U K U M A C A R A P E R D A T A ADHAPER Vol. 1, No. 1, Januari-Juni 2015 Eksistensi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam Memutus Sengketa Konsumen di Indonesia Hanum Rahmaniar Helmi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. efektif hanya dalam kondisi jika Pelaku Usaha dan Konsumen mempunyai 96 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan. 1. Kebebasan pilihan penyelesaian sengketa melalui konsiliasi atau mediasi atau arbitrase di Badan Penyelesaian Sengketa Kota Bandung dapat berjalan efektif

Lebih terperinci

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN

KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KEKUATAN HUKUM PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA SMALL CLAIM COURT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN Oleh: Daniel Mardika I Gede Putra Ariyana Hukum Perdata Fakultas

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar

POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) HAERANI. Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar POLITIK HUKUM PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) ABSTRAK HAERANI Fakultas Hukum Universitas Islam Al-Azhar e-mail : haeranizain@yahoo.com Penyelesaian sengketa konsumen merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 LAMPIRAN : Keputusan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia Nomor : Kep-04/BAPMI/11.2002 Tanggal : 15 Nopember 2002 Nomor : Kep-01/BAPMI/10.2002 Tanggal : 28 Oktober 2002 PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Pelaksanaan Pengawasan Pencantuman Klausula Baku oleh BPSK Yogyakarta Dalam transaksi jual beli, biasanya pelaku usaha telah mempersiapkan perjanjian yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terbukti turut mendukung perluasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang dan/jasa yang dapat dikonsumsi. Bahkan dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI TERCATAT MILIK PENUMPANG

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI TERCATAT MILIK PENUMPANG TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP KEHILANGAN BARANG BAGASI TERCATAT MILIK PENUMPANG (STUDI KASUS : PUTUSAN BPSK KOTA SEMARANG NO 12/BPSK- SMG/PUT-ARBITRASE/X/2011 TENTANG GUGATAN HERLINA SUNARTI

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.

PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. PENYELESAIAN SENGKETA KLAIM ATAS HILANGNYA BAGASI TERCATAT ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 820 K/PDT/2013) Oleh: Lina Liling Fakultas Hukum Universitas Slamet

Lebih terperinci

BAB IV. A. Kekuatan Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen

BAB IV. A. Kekuatan Hukum Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Bagi Konsumen BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG KEKUATAN PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB III. PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PERKARA NO.227/Pdt.G/2015/PN.Blb. 1. Para Pihak Dalam Perjanjian Perdamaian

BAB III. PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PERKARA NO.227/Pdt.G/2015/PN.Blb. 1. Para Pihak Dalam Perjanjian Perdamaian BAB III PERJANJIAN PERDAMAIAN DALAM PERKARA NO.227/Pdt.G/2015/PN.Blb A. Posisi Kasus 1. Para Pihak Dalam Perjanjian Perdamaian Sengketa berawal dari didaftarkannya gugatan permohonan keberatan terhadap

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum

PPHI H. Perburuhan by DR. Agusmidah, SH, M.Hum 1 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL (PPHI) Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lebih terperinci

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N

Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG Telp. (0267) Fax. (0267) P U T U S A N BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN ( B P S K ) KABUPATEN KARAWANG Jl. Jend. Ahmad Yani No.30 KARAWANG 41315 Telp. (0267) 8490995 Fax. (0267) 8490995 P U T U S A N Nomor : / BPSK KRW / VIII / 2013 Tanggal

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2.

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1. Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2. PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2

PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 PROSES PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN JURUS MENGHINDARI BIAYA PERKARA 1 Oleh: Agus S. Primasta, S.H. 2 Abstraksi Perselisihan Hubungan Industrial yang sebelumnya diatur didalam UU No.22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN LEASING KENDARAAN BERMOTOR MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) Supriyanto & Triwanto ABSTRAK

MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN LEASING KENDARAAN BERMOTOR MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) Supriyanto & Triwanto ABSTRAK MEKANISME PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN LEASING KENDARAAN BERMOTOR MELALUI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) Supriyanto & Triwanto ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan hendak mengkaji

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK)

PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) PENGATURAN UPAYA HUKUM DAN EKSEKUSI PUTUSAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) oleh: I Putu Iwan Kharisma Putra I Wayan Wiryawan Dewa Gede Rudy Program Kekhususan Hukum Keperdataan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang seharusnya dimiliki dan diakui oleh pelaku usaha 2. Oleh karena itu, akhirnya naskah

Lebih terperinci

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm Page 1 of 38 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR

BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR BAB III UPAYA HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK SEBELUM MASA KONTRAK BERAKHIR 3.1. Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan hubungan kerja oleh majikan adalah jenis PHK yang sering terjadi,

Lebih terperinci

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB III PERAN DAN FUNGSI LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL A. Bipartit Sebagai Mekanisme Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta

JURNAL. Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta JURNAL Peran BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) dalam Menyelesaikan Sengketa Konsumen Melalui Proses Mediasi di Yogyakarta Diajukan oleh : Edwin Kristanto NPM : 090510000 Program Studi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara

BAB V PENUTUP. 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kebutuhan masyarakat akan kendaraan bermotor saat ini mudah diperoleh dengan cara leasing. Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 3/Mei/2017 KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAJELIS BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN BERSIFAT FINAL DAN MENGIKAT DALAM SENGKETA ANTARA KONSUMEN DENGAN PELAKU USAHA 1 Oleh : Sandhy The Domaha 2 ABSTRAK Pemberlakuan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara

2017, No Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1035, 2017 OMBUDSMAN. Laporan. Penerimaan, Pemeriksaan, dan Penyelesaian. Pencabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENERIMAAN,

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa Gede Rudy Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana KEKUATAN HUKUM PUTUSAN SECARA MEDIASI DALAM KASUS ALAT PIJAT (SLIMING DIGIT) YANG MENGALAMI KERUSAKAN DI BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN KOTA DENPASAR Oleh : Made Dwi Pranata A.A. Sri Indrawati Dewa

Lebih terperinci

Melawan

Melawan JAWABAN TERMOHON KEBERATAN terhadap Keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan atas Putusan Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kabupaten Probolinggo Nomor 06/AK/BPSK/426.111/2014 antara

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA KONSUMEN DAN PELAKU USAHA MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TAMI RUSLI Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung, Jl. ZA Pagar Alam No. 26 Bandar Lampung Abstract Elementary

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan BAB II LANDASAN TEORI A. Kekuatan Hukum Putusan BPSK Dalam Menjamin Perlindungan Hukum Konsumen Perlindungan konsumen adalah upaya yang terorganisir yang didalamnya terdapat unsur-unsur pemerintah, konsumen

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.

PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt. PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM PENYELESAIAN SENGKETA FIDUSIA (Analisis Putusan MA Nomor 589 K/Pdt.Sus/2012) JURNAL PENELITIAN Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penerapan prinsip cepat dalam penyelesaian sengketa ketenagakerjaan (sengketa hubungan industrial) di Indonesia belum terlaksana sebagaimana mestinya, padahal prinsip

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG

PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG PROFIL BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) KOTA MALANG I. LATAR BELAKANG Sesuai dengan amanat pembangunan perdagangan yang dijabarkan dalam arah pembangunan nasional jangka panjang dan jangka menengah,

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Mahkamaa P U T U S A N Nomor 354 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada

Lebih terperinci

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia

No. 42 Tahun 1999, TLN No. 3821, ps. 6 huruf a. Perlindungan hukum..., Dea Melina Nugraheni, FHUI, 2009 Universitas Indonesia BAB 4 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN LISTRIK ATAS PEMADAMAN LISTRIK OLEH PT. PLN (PERSERO) DITINJAU DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 4.1. Permasalahan

Lebih terperinci

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI

TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI TUGAS KELOMPOK HUKUM ASURANSI NAMA: GITTY NOVITRI (2013200009) VICKY QINTHARA (2013200108) PRINCESSA YASSENIA ANI KAROLINA (2013200108) KELAS: B DOSEN: TETI MARSAULINA, S.H., LL.M. 2016 0 I. KASUS POSISI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Produsen/Pelaku Usaha dan satu subjek hukum berperan sebagai pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam era pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia sekarang ini, transaksi jual beli barang dan jasa semakin meningkat keberadaannya, dimana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era baru perlindungan konsumen di Indonesia sebagai salah satu konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai dengan lahirnya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak, BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK III.1 Sejarah Pengadilan Pajak Pada permulaan abad ke-20 (dua puluh), perdagangan di negeri jajahan Belanda yakni Hindia-Belanda semakin berkembang seiring dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) 55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Ojek Online (GO-JEK) Pada perkembangannya GOJEK telah resmi beroperasi di 10 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LAYANAN PENYELESAIAN SENGKETA PENGADAAN

Lebih terperinci

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999 Oleh : Aryani Witasari,SH.,M.Hum Dosen Fakultas Hukum UNISSULA Abstrak Arbitrase sebagai salah

Lebih terperinci

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Undang-undang Yang Terkait Dengan Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh; Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGENAAN DENDA KETERLAMBATAN PEMBERITAHUAN PENGGABUNGAN ATAU PELEBURAN BADAN USAHA DAN PENGAMBILALIHAN SAHAM PERUSAHAAN KOMISI

Lebih terperinci

RATIO LEGAL PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI DAERAH PADIMUN LUMBAN TOBING ABSTRAK

RATIO LEGAL PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI DAERAH PADIMUN LUMBAN TOBING ABSTRAK RATIO LEGAL PEMBENTUKAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DI DAERAH PADIMUN LUMBAN TOBING ABSTRAK Perlindungan konsumen merupakan hal yang cukup baru dalam dunia peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta

2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008

Lebih terperinci