BAB 1 PENDAHULUAN. Ada tiga sifat bahasa yang harus diutamakan yaitu bahasa sebagai sistem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN. Ada tiga sifat bahasa yang harus diutamakan yaitu bahasa sebagai sistem"

Transkripsi

1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada tiga sifat bahasa yang harus diutamakan yaitu bahasa sebagai sistem tanda atau sistem lambang, sebagai alat komunikasi, dan digunakan oleh kelompok manusia atau masyarakat.selain itu, bahasa juga merupakan bunyi suara, bersifat arbitrer, manusiawi, berhubungan dengan suara dan pendengaran, konvensional dan bersistem(sibarani, R1992:3). Pendapat Sibarani tentang bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi tentu memiliki beragam penafsiran, salah satunya adalah komunikasi yang baik antara penutur dengan petutur.hal yang diperlukan ketika proses percakapan berjalan dengan lancar adalah sikap sopan dan santun antar sesama mitra tutur. Selain itu bahasa juga memiliki norma sosiokultural yang menghendaki agar manusia bersikap santun dalam berinteraksi dengan sesamanya.(ismari dalam Lutfiyatin, mengatakan bahwa hal penting yang berkenaan dengan keberhasilan pengaturan interaksi sosial melalui bahasa adalah strategi-strategi yang mempertimbangkan status penutur dan mitra tutur.keberhasilan penggunaan strategi-strategi ini menciptakan suasana kesantunan yang memungkinkan transaksi sosial berlangsung tanpa mempermalukan penutur dan mitra tutur. 1

2 2 Sebagaimana juga diungkapkan oleh Keith Allan dalam Rahardi (2005:52) bahwa agar proses komunikasi penutur dan petutur dapat berjalan dengan baik dan lancar, mereka haruslah dapat saling bekerja sama. Ia berpendapat bahwa bekerja sama yang baik di dalam proses bertutur itu, salah satunya dapat dilakukan dengan berprilaku sopan kepada pihak lain. Sehubungan dengan itu, ia menyatakan bahwa berperilaku sopan itu dapat dilakukan dengan cara memperhitungkan muka si penutur di dalam kegiatan bertutur. Ketika sesorang mengujarkan imperatif, memperhitungkan muka petutur juga sangat penting dilakukan, di samping juga muka penutur sendiri.disebutkan bahwa dalam komunikasi interpersonal, muka seseorang selalu dalam keadaan terancam.untuk itulah digunakan sopan dan santun ketika berbahasa. Imperatif adalah bentuk perintah untuk kalimat atau verba yang menyatakan larangan atau keharusan melaksanakan perbuatan (KBBI, 2005:427). Dalam bahasa Indonesia, deskripsi satuan lingual imperatif dengan ancangan struktural telah banyak dilakukan linguis. Berkaitan dengan imperatif, Slamet Muljana, Poedja Wijatna, dan Ramlan menggunakan istilah kalimat suruh sementara Mees.Keraf, Alisjahbana, Fokker, dan Moeliono menggunakan istilah kalimat perintah (Rahardi, 2005:1). Berhubungan dengan kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif, menurut Rahardi (2005:6) ditentukan oleh dua faktor utama yaitu penentu-penentu linguistik dan penentu-penentu ekstralinguistik.penentu-penentu yang bersifat linguistik di antaranya ditentukan berbagai macam aspek, seperti panjang pendek tuturan, pemakaian kata, dan atau frasa penanda kesantunan yang berpengaruh terhadap persepsi kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia.Sedangkan

3 3 penentu yang bersifat ekstralingustik menunjuk kepada berbagai aspek luar bahasa yang kemunculannya bersama tuturan berpengaruh terhadap persepsi kesantunan pemakaian tuturan imperatif.aspek-aspek tersebut, misalnya maksud tuturan, waktu dan tempat munculnya tuturan, peserta tutur, dan sebagainya.aspek-aspek itu membentuk sebuah informasi indeksal yang lazim disebut dengan konteks situasi ujar. Penelitian yang mengambil kesantunan berbahasa sebelumnya pernah dilakukan oleh Ratna Juwita (2010) berjudul Kesantunan Imperatif Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unja Angkatan 2006 dalam Berbahasa Indonesia, Maryana (2006) berjudul Nilai Kesantunan dalam Seloko Adat Upacara Perkawinan di Kabupaten Muaro Jambi, dan Fitriani (2006) berjudul Persepsi Kesantunan Direktif Mahasiswa S1 FKIP Unja Angkatan 2004 dalam Berbahasa Indonesia. Meskipun penelitian yang berkenaan dengan kesantunan dan kesantunan imperatif sudah pernah dilakukan, namun sepengetahuan peneliti belum ada penelitian kesantunan imperatif yang datanya adalah bahasa daerah. Padahal Bangsa Indonesia sangat kaya akan bahasa daerah serta kebudayaannya. Setelah mengetahui ketentuan-ketentuan dari kesantunan dalam praktik berbahasa Indonesia, khususnya bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo, penulis berasumsi bahwa anggota masyarakat pengguna bahasa itu akan lebih mudah membina relasi dan menjalin kerja sama di dalam membangun komunikasi dan interaksi dengan sesamanya jika memiliki kesantunan saat proses pertuturan sedang berlangsung.

4 4 Alasan mengapa peneliti memilih Dusun Pauh Agung karena masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo merupakan bagian dari anggota masyarakat yang sebagian besar tidak memahami kesantunan dalam berkomunikasi, khususnya dalam mengujarkan tuturan imperatif. Selain itu, Dusun Pauh Agung juga merupakan dusun penulis yang juga putra daerah asli dusun tersebut. Sebagai masyarakat yang sebagian besar proses komunikasi terjadi di lingkungan dusun, tentu perlu menggunakan bahasa yang sopan supaya tidak terjadi benturan dan perselisihan antar sesama anggota dusun, yang tentu sudah seperti keluarga. Dengan kesopanan akanada suatu anggapan positif dan perasaan bahwa penutur (n) dan petutur (t) sebenarnya sama atau sederajat, sehingga secara langsung petutur yang dalam hal ini masyarakat Dusun Pauh Agung akan merasa lebih dihargai dan lebih tertarik jika masyarakat lainnya mengujarkan kalimat imperatif yang santun. Jadi, sangat tepat jika penulis mencoba meneliti bentuk kesantunan imperatif masyarakat Melayu Dusun Pauh Agung jika dilihat dari proses bertutur dan komunikasi sehari-hari. Proses tersebut seperti antara Suami dengan istri, ibu dengan anak, ayah dengan anak, anak dengan anak, ataupun orang dewasa dengan orang dewasa. Dalam hal ini khususnya daerah pedesaan yang bernama Dusun Pauh Agung. Dusun yang dihuni oleh mayoritas penduduk suku melayu Jambi ini dalam setiap proses komunikasi selalu menggunakan bahasa daerah dan bahkan kebanyakan dari mereka kesulitan untuk memahami atau menafsiran dalam bahasa Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, sebagai upaya untuk memperhatikan banyaknya bentuk kalimat kesantunan imperatif dalam proses komunikasi masyarakat Melayu Jambi di dusun Pauh Agung, maka peneliti mencoba mengembangkan dan

5 5 memaparkan hal-hal atau bentuk-bentuk komunikasi masyarakatmelayu Jambi yang dianggap termasuk ke dalam bentuk kesantunan linguistik tuturan imperatif bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo dan kesantunan pragmatik tuturan imperatif bahasa Melayu Jambi dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo didalam tuturan kesantunan imperatif masyarakat Melayu Jambi. Selain itu informasi mengenai kesantunan imperatif di lingkungan tertentu dirasa perlu karena (1) Bangsa Indonesia adalah bangsa Timur yang mempunyai ciri kesopanan melebihi bangsa barat; terutama dari ramah-tamah bahasanya, (2) kebakuannya, (3) dengan asumsi bahwa bahasa itu bersifat dinamis, terus menerus berubah maka gejala-gejala kebahasaan yang ada sekarang bila tidak didokumentasikan akan menyebabkan kehilangan jejak salah satu unsur bahasa Dilihat dari betapa pentingnya informasi mengenai kesantunan, maka upaya pendokumentasian hal tersebut mutlak dilakukan.pendokumentasian itu dapat dilakukan antara lain dengan penulisan laporan penelitian, penulisan buku, dan literatur tentang kesantunan imperatif, penulisan karya ilmiah seperti skripsi, tesis, disertasi, dan sebagainya. Oleh karena itu diharapkan dengan dilakukan penelitian ini setidaknya dapat mendeskripsikan kesantunan imperatif masyarakat Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo. Kenyataan itulah yang mendorong penulis tertarik untuk mengangkat judul Kesantunan Imperatif dalam Bahasa Melayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo.

6 6 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakahkesantunan linguistik tuturan imperatifbahasamelayu Jambi DusunPauh AgungKabupaten Bungo? 2. Bagaimanakah kesantunan pragmatik tuturan imperatif BahasaMelayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan kesantunan linguistik tuturan imperatifbahasamelayujambi DusunPauh Agung Kabupaten Bungo? 2. Mendeskripsikan kesantunan pragmatik tuturan imperatif BahasaMelayu Jambi Dusun Pauh Agung Kabupaten Bungo? 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis Manfaat Teoretis Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam kajian pragmatik, khususnya mengenai kesantunan Imperatif dalam masyarakat saat proses komunikasi kehidupan sehari-hari dan pelanggaran PK maupun PS didalam kegiatanbertutur.

7 Manfaat Praktis Penelitian ini selain memberikan manfaat teoretis yang telah diuraikan, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat praktis sebagai berikut: 1. Memberikan masukan praktis tentang kesantunan imperatif bagi pendidik untuk memperhatikan bahasa anak disekolah. 2. Sebagai masukan bagi pemerhati bahasa, bahwa bahasa yang beraneka ragam di Indonesia mempunyai perbedaan penafsiran, dan kesantunan saat proses komunikasi berlangsung. 3. Sebagai masukan bagi mahasiswa FKIP Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra yang berminat meneliti tentang bahasa dan tingkat kesantunannya.

8 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat dan Fungsi Bahasa Semua orang mempunyai dan menggunakan bahasa. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Karena, berbahasa adalahsuatu kegiatan yang kita lakukan selama kita hidup. Hal ini harus disadari benar-benar. Jika kita tidak melakukan tindakan berbahasa, maka identitas kita sebagai manusia akan hilang.bahasa mempunyai ciri-ciri utama yang melekat pada diri manusia sebagai pemakainya. Subyakto dan Nababan (1992: 1) Adanya bahasa membuat kita menjadi makhluk yang bermasyarakat (atau makhluk sosial). Kemasyarakatan kita tercipta dengan bahasa, dibina dan dikembangkan dengan bahasa.dari pernyataan tersebut, sedikit simpulan bahwa kemasyarakatan akan tercipta dengan baik apabila setiap makhluk mempunyai modal utama yaitu bahasa. Jika bahasa bisa diasumsikan demikian, maka setiap pengguna bahasa akan menjadi seorang manusia yang dapat berbaur dan berinteraksi dengan sesama. Pada hakikatnya bahasa telah mendapat perhatian besar dari para ahli bahasa sejak dahulu. Jawaban atas pertanyaan, apa yang disebut dengan bahasa? pada dasarnya merupakan upaya untuk mengetahui serta memahami hakikat bahasa. 8

9 9 Dipandang sekilas pintas pertanyaan itu mudah sekali, tetapi kalau direnungi dalamdalam ternyata jawabannya tidak semudah yang disangka orang (Tarigan 1986:2). Fungsi bahasa adalah suatu kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi vital dalam hidup ini. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah satu ciri pembeda utama kita umat manusia dengan makhluk hidup lainnya di dunia ini (Tarigan 1986:3). Setiap masyarakat terlibat dalam komunikasi linguistik, di satu pihak dia bertindak sebagai pembicara dan di pihak lain sebagai penyimak. Dalam komunikasi yang lancar, proses perubahan dari pembicara menjadi penyimak, dari penyimak menjadi pembicara, begitu cepat terasa sebagai suatu peristiwa biasa dan wajar, yang bagi sebagian besar orang tidak perlu dipermasalahkan apalagi dianalisis dan ditelaah. Bahasa mempunyai fungsi-fungsi yang amat penting bagi manusia, terutama fungsi komunikatif. Wadlaugh (Abdul Chaer 2009:33) memaparkan beberapa fungsi bahasa sebagai alat komunikasi seperti yang dijelaskannya berikut ini. Fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut fungsi ekspresif, informasi, eksplorasi, persuasi, dan entertainmen. Fungsi bahasa sebagai sarana informasi adalah untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain. Eksplorasi berguna untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan. Persuasi merupakan penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain. Entertainmen adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan atau memuaskan perasaan orang lain. 2.2 Kesantunan Berbahasa Dalam penilaian kesantunan berbahasa adalah bagaimana kita bertutur dan dengan siapa kita bertutur. Hakikatnya kesantunan berbahasa adalah etika kita dalam bersosialisasi dimasyarakat dengan penggunaan, pemelihan kata yang baik serta memperhatikan di mana, kapan, kepada siapa, dengan tujuan apa kita berbicara secara

10 10 santun. Budaya kita menilai berbicara dengan menggunakan bahasa yang santun akan memperlihatkan sejatinya kita sebagai manusia yang beretika, berpendidikan, dan berbudaya sehingga mendapatkan penghargaan sebagai manusia yang baik. Bersikap atau berbahasa santun dan beretika juga bersifat relatif, tergantung pada jarak sosial penutur dan mitra tutur. Selain itu, makna kesantunan dan kesopanan juga dipahami sama secara umum; sementara itu, kedua hal tersebut sebenarnya berbeda. Istilah sopan merujuk pada susunan gramatikal tuturan berbasis kesadaran bahwa setiap orang berhak untuk dilayani dengan hormat, sementara santun itu berarti kesadaran mengenai jarak sosial (Thomas, 1995:7). Selain pendapat di atas, Brown dan Levinson juga memiliki pandangan sendiri mengenai kesantunan. Pandangan kesantunan Brown dan Levinson yang dikenal dengan pandangan penyelamatan muka (face-saving), telah banyak dijadikan ancangan penelitian. Pandangan ini mendasarkan asumsi pokoknya pada aliran Weber (Weberian School) yang juga diilhami dari konsep muka seorang antropolog Cina bernama Hsien Chin Hu.Selain itu, pandangan kesantunan ini juga didasari oleh konsep muka yang dikembangkan oleh Erving Goffman, yakni bahwa kesantunan atau penyelamatan muka itu merupakan manifestasi penghargaan terhadap suatu masyarakat.menurut Erving Goffman, anggota masyarakat sosial, lazimnya memiliki dua macam jenis muka, yaitu muka negative (negative face) dan muka positif (positif face) (dalam Rahardi, 2005:39). Muka negatif mengacu ke citra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar dihargai dengan jalan membiarkannya bebas melakukan tindankannya atau membiarkan bebas dari keharusan mengerjakan sesuatu.

11 11 Sedangkan muka positif mengacu ke citra diri setiap orang (yang rasional) yang berkeinginan agar apa yang dilakukannya, apa yang dimilikinya, atau apa yang merupakan nilai-nilai yang ia yakini (sebagai akibat dari apa yang dilakukan atau dimilkinya itu) diakui orang lain sebagai suatu hal yang baik, yang menyenangkan, yang patut dihargai, dan seterusnya. Dalam komunikasi interpersonal, muka seseorang selalu dalam keadaan terancam (face-treathened). Brown dan Levinson menyebutnya dengan istilah Face- Treatining (FTA). Untuk mengurangi atau jika dapat menghilangkan ancaman itulah di dalam komunikasi kita tidak mesti selalu mematuhi maksim-maksim Grice, dan kita jadi perlu menggunakan prinsip sopan santun atau sopan santun berbahasa. Prinsip kesantunan adalah peraturan dalam percakapan yang mengatur penutur dan petutur untuk memperhatikan sopan santun dalam bertutur.menurut Leech (1993) prinsip kesantunan menyangkut hubungan antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan pendengar.oleh sebab itu mereka menggunakan strategi dalam mengujarkan suatu tuturan dengan tujuan agar kalimat yang dituturkan santun tanpa menyinggung pendengar. Terdapat tiga macam parameter atau skala pengukur peringkat kesantunan yang sampai saat ini banyak digunakan sebagai dasar acuan dalam penelitian kesantunan.ketiga macam skala itu adalah (1) skala kesantunan menurut Leech, (2) skala kesantunan menurut Brown dan Levinson, dan (3) skala kesantunan menurut Robin Lakoff. 1. Skala Kesantunan Leech

12 12 a) Cost-benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakintuturan tersebut merugikan diri penutur, akan dianggap santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Apabila hal demikian dilihat dari kacamata si mitra tutur dapat dikatakan bahwa semakin menguntungkan diri mitra tutur, akan dipandang semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tuturan itu merugikan diri si mitra tutur akan dianggap semakin santunlan tuturan itu. b) Optioniality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan (option) yang disampaikan penutur si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinkan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut dianggap tidak santun. Berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif di Dusun Pauh Agung, dapat dikatakan bahwa apabila tuturan itu menyajikan banyak pilihan tuturan akan menjadi semakin santunlah pemakaian tuturan imperatif itu. c) Indirectness scale atau skala ketidaklangsungan menunjuk kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. d) Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat status sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu. e) Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan menjadi semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. Dengan perkataan lain, tingkat keakraban hubungan antara penutur dengan mitra tutur sangat menentukan peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur. (Rahardi, 2005:66-68). 2. Skala Kesantunan Brown dan Levinson a) Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra tutur (social distance between speaker and hearer) banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Berkenaan dengan perbedaan umur antara penutur dan mitra tutur, lazimnya didapatkan bahwa semakin tua umur seseorang, peringkat kesantunan dalam bertuturnya akan menjadi semakin tinggi. Orang yang berjenis kelamin wanita, lazimnya memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berjenis kelamin pria. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa kaum wanita cenderung lebih banyak berkenaan dengan sesuatu yang bernilai estetika dalam keseharian hidupnya. Latar belakang sosiokultural seseorang memiliki peran sangat besar dalam menentukan peringkat kesantunan bertutur yang dimilikinya. orang yang memiliki jabatan tertentu di dalam masyarakat, cenderung memiliki peringkat kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang, seperti misalnya petani, pedagang, kuli perusahaan, buruh bangunan, dan pembantu rumah tangga.

13 13 b) Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur (the speaker and hearer relative power) atau seringkali disebut dengan peringkat kekuasaan (power rating) didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, dapat disampaikan bahwa di ruang periksa sebuah rumah sakit, seorang dokter memiliki peringkat kekuasaan lebih tinggi dibandingkan dengan seorang pasien. Sejalan dengan itu, di sebuah jalan raya seorang polisi lalu lintas dianggap memiliki peringkat kekuasaan lebih besar dibandingkan dengan seorang dokter rumah sakit yang pada saat itu kebetulan melanggar peraturan lalu lintas. Sebaliknya, polisi yang sama akan jauh di bawah seorang dokter rumah sakit dalam hal peringkat kekuasaannya apabila sedang berada di sebuah ruang periksa rumah sakit. c) Skala peringkat tindak tutur atau sering disebut rank rating atau lengkapnya thedegree of imposition associated with the required expenditure of goods of service didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya. Sebagai contoh, dalam situasi yang sangat khusus, bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertemu yang wajarakan sebagai tidak tahu sopan santun dan bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur. Namun demikian, hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam situasi yang berbeda. Misalnya, pada saat di suatu kota terjadi kerusuhan dan pembakaran gedung-gedung dan perumahan, orang berada di rumah orang lain atau rumah tetangganya bahkan sampai pada waktu yang tidak ditentukan, tidak akan dianggap melanggar norma kesopanan. (Rahardi, 2005:68-70). 3. Skala Kesantunan Robin Lakoff a) Skala formalitas (formality scale), dinyatakan bahwa agar peserta tutur dapat merasa nyaman dan betah dalam kegiatan bertutur, tuturan yang digunakan tidak boleh bernada memaksa atau tidak boleh berkesan angkuh. b) Skala ketidaktegasan (hesytanci scale) atau sering disebut skala pilihan (optionality scale) menunjukkan bahwa agar penutur dan mitra tutur dapat saling merasa nyaman dalam bertutur, pilihan-pilihan dalam bertutur harus diberikan oleh kedua belah pihak. Orang tidak diperbolehkan bersikap terlalu tegang dan terlalu kaku di dalam kegiatan bertutur karena akan dianggap tidak santun. c) Skala kesamaan atau kesekawanan menunjukkan bahwa agar dapat bersikap santun, orang haruslah bersikap ramah dan selalu mempertahankan persahabatan antara pihak yang satu dengan pihak lain. (Rahardi, 2005:70). Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, dapat memberikan gambaran terkait pengukuran skala kesantunan dalam kegiatan bertutur.jika norma-norma dalam tradisi lokal menanamkan kesantunan dalam berbahasa, mungkin belum terjadi pemilahan antara kesopanan (deference) dan kesantunan (politeness). Leech (1983) membagi Prinsip Kesantunan menjadi 6, seperti yang ditulisnya berikut ini.

14 14 (1) Maksim Kebijaksanaan Kurangi kerugian orang lain. Tambahi keuntungan orang lain. (2) Maksim Kedermawanan Kurangi keuntungan diri sendiri. Tambahi pengorbanan diri sendiri. (3) Maksim Penghargaan Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada orang lain. (4) Maksim Kesederhanaan Kurangi pujian pada diri sendiri. Tambahi cacian pada diri sendiri. (5) Maksim Pemufakatan Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. (6) Maksim Simpati Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain. Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain. 2.3 Imperatif Beberapa ahli tata bahasa menggunakan istilah lain yang pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan istilah kalimat imperatif, diantaranya Alisjahbana dan Gorys

15 15 Keraf yang menggunakan istilah kalimat perintah. Alisjahbana (Rista Noermala sari, 1978:1) mengartikan kalimat perintah sebagai ucapan yang isinya memerintah, memaksa, menyuruh, mengajak, meminta, agar orang yang diperintah itu melakukan apa yang dimaksudkan di dalam perintah. Gorys Keraf (1991) banyak menjelaskan kalimat perintah bahasa Indonesia dalam karya ketatabahasaannya. Ia mendefinisikan kalimat perintah sebagai kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan sesuatu seperti yang diinginkan orang yang memerintah itu. Rahardi (2005:71) menyatakan bahwa kalimat imperatif mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kalimat imperatif dalam bahasa Indonesia itu kompleks dan bervariasi. Rahardi (2005:87) mengatakan wujud kesantunan imperatif mencakup dua macam hal, yaitu (1) wujud formal imperatif atau struktural dan (2) wujud pragmatik imperatif atau nonstruktural. Wujud pragmatif imperatif adalah realisasi maksud imperatif menurut makna pragmatiknya. Makna tersebut dekat hubungannya dengan konteks situasi tutur yang melatarbelakangi munculnya tuturan imperatif itu. Konteks mencakup banyak hal, seperti lingkungan tutur, nada tutur, peserta tutur, dan aspek-aspek konteks situasi tutur lain. Menurut Rahardi (2005:118) terdapat dua hal pokok berkaitan dengan pemakaian tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia.Kedua hal pokok tersebut adalah kesantunan linguistik tuturan imperatif dan kesantunan pragmatik tuturan imperatif.

16 Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Kesantunan linguistik tuturan imperatif merupakan kesantunan dalam mengujarkan ujaran imperatif yang dapat dilihat atau diperhatikan dari segi bahasa atau lingual yang digunakannya.adapun bentuk kesantunan linguistik tuturan imperatif adalah dalam bentuk pemakaian kata, frasa, dan kalimat. Rahardi (2005:118) mengatakan bahwa kesantunan lingustik tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia mencakup empat hal, yaitu panjang-pendek tuturan, urutan tutur, intonasi dan isyarat-isyarat kinesik, dan pemakaian penanda kesantunan Panjang-Pendek Tuturan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Terdapat semacam ketentuan tidak tertulis bahwa pada saatmenyampaikan maksud tertentu dalam bertutur, orang tidak diperbolehkan secara langsung mengungkapkan maksud tuturannya. Orang yang terlalu langsung dalam menyampaikan maksud tuturannya akan dianggap sebagai orang yang tidak santun dalam bertutur. Secara umum, semakin panjang sebuah tuturan, akan semakin santunlah tuturan itu. Sebaliknya, semakin pendek sebuah tuturan, akan cenderung semakin tidak santunlah tuturan itu. Karena panjang-pendeknya tuturan berhubungan sangat erat dengan masalah kelangsungan dan ketidaklangsungan dalam bertutur.selanjutnya, kelangsungan dan ketidaklangsungan tuturan itu berkaitan

17 17 dengan masalah kesantunan (Rahardi, 2005:119).Berkenaan dengan itu, contohcontoh tuturan berikut dapat dipertimbangkan sebagai ilustrasi. (1) Arsip surat kontrak itu! (2) Ambil arsip surat kontrak itu! (3) Ambilkan arsip surat kontrak itu! (4) Tolong ambilkan arsip surat kontrak itu! Situasi Ujar: Tuturan 1,2,3, dan 4 dituturkan oleh seorang direktur kepada sekretarisnya dalam situasi yang berbeda-beda pada saat mereka bersama-sama bekerja di ruang direktur. Tuturan di atas masing-masing memiliki jumlah kata dan ukuran panjangpendek yang tidak sama. Tuturan (1) terdiri dari empat kata, tuturtan (2) terdiri dari lima kata, tuturan (3) terdiri dari lima kata, namun kata ambil pada tuturan (2) berubah menjadi ambilkan yang lebih panjang wujudnya daripada bentuk ambil. Tuturan (4) terdiri dari enam kata dan merupakan tuturan yang terpanjang dari tuturan-tuturan imperatif yang disebutkan di atas. Tuturan (1) secara linguistik berkadar kesantunan paling rendah, sedangkan tuturan (4) berkadar kesantunan paling tinggi. Tuturan (1) memiliki konotasi makna keras, tegas, dan kasar karena ciri kelangsungan yang melekat di dalamnya sangat tinggi.konotasi makna yang keras, kasar, dan langsung itu berangsur-angsur semakin mengecil pada tuturan (2), (3), dan tuturan (4).Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa semakin panjang sebuah tuturan menjadi semakin santunlah sebuah tuturan itu.

18 18 Dari uraian yang disampaikan, dapat dikatakan bahwa penanda kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatifbahasa Indonesia dapat diidentifikasi dari panjangpendeknya wujud tuturan imperatif itu. Apabila seorang penutur dapat memperpanjang tuturannya dalam bertutur, tentu saja dengan makna dasar yang tidak berubah dari makna sebelumnya, penutur itu akan dikatakan sebagai orang yang santun Urutan Tutur sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Pada kegiatan bertutur yang sesungguhnya, orang selalu mempertimbangkan apakah tuturan yang digunakan itu tergolong sebagai tuturan santun ataukah tuturan tidak santun.ada kalanya tuturan yang digunakan itu kurang santun dan dapat menjadi jauh lebih santun ketika tuturan itu ditata kembali urutannya. Dalam wacana panjang, urutan tutur sebuah tuturan itu relatif lebih mudah diidentifikasi dibandingkan dengan urutan tutur pada urutan pendek.dalam tuturan pendek, urutan tutur itu dapat diidentifikasi keberadaanya walaupun memang tidak semudah pada wacana panjang. Berkenaan urutan tutur sebagai penentu kesantunan linguistik tuturan imperatif seperti telah diuraikan di depan, contoh tuturan berikut dapat dicermati. (5) Ruangan ini akan digunakan untuk pertemuan pukul tepat. Bersihkan dulu meja itu! (6) Cepat! Bersihkan dulu meja itu! Ruangan ini akan digunakan untuk pertemuan pukul tepat Situasi ujar:

19 19 Tuturan (5) dan tuturan (6) dituturkan oleh seorang direktur kepada sekretarisnya di dalam sebuah ruangan yang segera akan digunakan untuk rapat. Kedua tuturan itu berbeda dalam urutan tuturannya. Tuturan (5) dan tuturan (6) mengandung maksud yang sama. Namun demikian, kedua tuturan itu berbeda dalam hal peringkat kesantunannya.tuturan (5) lebih santun dibandingakan dengan tuturan (6) karena untuk menyatakan maksud imperatifnya, tuturan itu diawali terlebih dahulu dengan informasi lain yang melatarbelakingi imperatif yang dinyatakan selanjutnya. Kemunculan tuturan yang berbunyi ruangan ini akan digunakan untuk pertemuan pukul tepat mendahului tuturan imperatif yang berbunyi Bersihkan dulu meja itu! Cepat! dapat merendahkan kadar imperatif tuturan itu secara keseluruhan. Urutan tutur yang demikian berkaitan erat dengan masalah kelangsungan dan ketidaklangsungan tuturan.tuturan yang langsung itu berkadar kesantunan rendah, sedangkan tuturan yang tidak langsung berkadar kesantunan tinggi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tuturan imperatif yang diawali dengan informasi nonimperatif di depannya memiliki kadar kesantunan lebih tinggi dibandingkan dengan tuturan imperatif yang tanpa diawali informasi nonimperatif. (Rahardi,2005:122) Intonasi dan Isyarat-isyarat Kinesik sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Apabiladicermati dengan lebih seksama, tuturan yang disampaikan penutur kepada mitra tutur dalam kegiatan bertutur itu terdengar seperti bergelombang. Hal demikian disebabkan oleh alunan gelombang bunyi yang dituturkan itu tidak sama

20 20 kadar kejelasan tuturannya pada saat diucapkan. Pada suatu saat, ada seperti yang dipanjangkan, ada yang diberhentikan sementara, dan ada pula yang diberhentikan lama.semua dapat berbeda-beda tergantung dari konteks situasi tuturnya (Rahardi, 2005:122). Intonasi adalah tinggi-rendahnya suara, panjang-pendek suara, keras lemah suara, jeda, irama, dan timbre yang menyertai tuturan.intonasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni intonasi yang menandai berakhirnya suatu kalimat atau intonasi final, dan intonasi yang berada ditengah kalimat atau intonasi nonfinal.intonasi berfungsi untuk memperjelas maksud tuturan.oleh karena itu, intonasi dapat dibedakan lagi menjadi intonasi berita, intonasi Tanya, dan intonasi seruan.intonasi seruan itu sendiri masih dapat diperinci menjadi intonasi perintah, ajakan, permintaan, permohonan, dan sebagainya (Sunaryati, 1998 dalam Rahardi, 2005:123). Disamping intonasi, kesantunan penggunaan tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia juga dipengaruhi oleh isyarat-isyarat kinesik yang dimunculkan lewat bagian-bagian tubuh penutur. Sistem paralinguistik yang bersifat kinesik itu dapat disebutkan diantaranya sebagai berikut: (1) ekspresi wajah, (2) sikap tubuh, (3) gerakan jari-jemari, (4) gerakan tangan, (5) ayunan lengan, (6) gerakan pundak, (7) goyangan pinggul, (8) gelengan kepala. Isyarat-isyarat kinesik memiliki fungsi sama dalam menuturkan imperatif, yakni sama-sama berfungsi sebagai pemertegas maksud tuturan (Rahardi, 2005:123). (7) Kirim surat ini! #

21 21 Situasi Ujar: Tuturan di atas dituturkan dengan intonasi yang halus, dengan wajah tersenyum, muka ramah, sambil tangan memberikan surat tersebut. (8) Kirim surat ini secepatnya dan jangan sampai terlambat lagi! / / # Situasi Ujar: Tuturan di atas diucapkan dengan intonasi keras, wajah sangat tidak bersahabat, sambil melemparkan surat itu. (9) Dikirim saja surat ini secepatnya dan jangan sampai terlambat lagi! / / # Situasi Ujar: Tuturan itu diucapkan dengan intonasi sangat keras, kasar, muka marah, sambil menunjuk surat tersebut dengan sikap yang menakutkan dan sangat tidak bersahabat. Dari ketiga contoh tuturan di atas dapat dilihat denga jelas bahwa jika dilihat dari jumlah konstituen katanya, tuturan (7) berjumlah paling sedikit. Jika mengabaikan aspek intonasi dan tidak memperhitungkan sistem paralinguistik kinesik yang digunakan dalam bertutur, tuturan (7) akan dianggap sebagai tuturan paling tidak santun. Sebaliknya, tuturan (9) akan dikatakan tuturan yang sangat santun karena disamping tuturan tersebut panjang, tuturan itu juga diungkapkan dalam bentuk pasif. Namun demikian, karena tuturan-tuturan itu dituturkan dengan intonasi keras dan tegas, tuturan yang panjang itu dapat berubah menjadi tuturan yang bermakna sangat keras, sangat tegas, dan sangat tidak santun.jadi, dapat dikatakan bahwa intonasi dan sistem paralinguistik yang sifatnya kinesik memegang peranan

22 22 sangat penting di dalam menentukan tinggi rendahnya tingkat kesantunan pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia Penanda Kesantunan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Secara linguistik, kesantunan dalam pemakaian tuturan imperatif bahasa Indonesia sangat ditentukan oleh muncul atau tidak munculnya ungkapan-ungkapan penanda kesantunan. Dari bermacam-macam penanda kesantunan itu dapat disebutkan beberapa sebagai berikut: tolong, mohon, silakan, mari, ayo, biar, coba, harap, hendaknya, hendaklah, -lah, sudi kiranya, sudi apalah kiranya (Rahardi, 2005:125). 1) Penanda kesantunan Tolong sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Penggunaan penanda kesantunan Tolong dapat memperhalus maksud tuturan imperatif yang dituturkan oleh seseorang dengan mitra tutur.secara maksud dan tujuan penyampaian, penanda kesantunan tolong semata-mata tidak hanya dianggap sebagai imperatif yang bermakna perintah saja tetapi juga dapat dianggap imperatif bermakna permintaan. Perhatikan contoh berikut. (10a) Susun acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang! (10b) Tolong susun acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang! Dapat dilihat bahwa tuturan (10b) memiliki kadar kesantunan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tuturan (10a). Namun, apabila tuturan (10b) dibandingkan

23 23 dengan tuturan yang berdietesis pasif seperti tuturan (10c) dan (10d) berikut, tututan itu memiliki kadar kesantunan yang lebih rendah. (10c) Tolong disusun acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang! (10d) Tolong disusun saja acara pertemuan dengan Romo Bono nanti siang! 2) Penanda Kesantunan Mohon sebagai Penanda Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Tuturan imperatif yang dilekati penanda kesantunan Mohon pada bagian awalnya akan dapat menjadi lebih santun. Seringkali juga didapatkan bahwa pemakaian penanda kesantunan mohon itu digunakan bersama unsur lain, misalnya kiranya atau sekiranya. Perhatikan contoh berikut. (11a) Terima hadiah buku ini! (11b) Mohon diterima hadiah buku ini! (11c) Mohon (se)kiranya dapat diterima hadiah buku ini! Secara berurutan, ketiga tuturan di atas memiliki peringkat kesantunan berbedabeda.tuturan (11a) memiliki peringkat kesantunan paling rendah apabila dibandingkan dengan tuturan-tuturan yang lainnya.perlu dicatat bahwa kata mohon sebagai penanda kesantunan, seringkali digunakan dalam bentuk pasif dimohon pada ragam formal.dengan demikian, bentuk yang digunakan adalah konstruksi imperatif pasif seperti tampak pada contoh tuturan (12), (13), dan tuturan (14) berikut ini. (12) Dimohon bapak Direktur Akademik berkenan membuka rapat bulanan pada kesempatan ini!

24 24 (13) kepada Bapak Direktur Akademik dimohon berkenan membuka rapat bulanan pada kesempatan ini! (14) Sebentar lagi para wisudawan akan segera memasuki ruang wisuda. Hadirin dimohon berdiri! 3) Penanda Kesantunan Silakan sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Tuturan imperatif yang bagian awalnya dilekati penanda kesantunan silakanakan dapat menjadi lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang tanpa menggunakan penanda kesantunan. Dengan digunakannya penanda kesantunan silakan, tuturan imperatif itu akan dapat memiliki makna persilaan. Perhatikan contoh berikut. (15) Tutup jendela dekat tempat tidur itu! (15a) Silakan tutup jendela dekat tempat tidur itu! (15b) Silakan ditutup jendela dekat tempat tidur itu! Situasi Ujar: Tuturan (15), (15a), dan (15b) dituturkan oleh seorang ayah kepada anaknya saat senja sudah mulai tiba di dalam situasi tuturan yang berbeda-beda. Dari ketiga tuturan di atas, dapat dilihat bahwa tuturan (15) merupakan tuturan yang paling rendah tingkat kesantunannya.bentuk yang lebih santun dapat dilihat pada tuturan (15a) dan tuturan (15b). 4) Penanda Kesantunan mari sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif

25 25 Bentuk marimemiliki peringkat keformalan lebih tinggi daripada ayo atau yo. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tuturan imperatif yang dilekati penanda kesantunan marimemiliki peringkat kesantunan lebih tinggi daripada tuturan imperatif yang dilekati penanda kesantunan ayoatau yo. Perhatikan contoh berikut. (16) Makan! (16a) Mari makan! (16b) Ayo makan! (16c) Yo, makan! atau Makan yuk! Situasi Ujar: Tuturan di atas diungkapkan oleh seorang Ibu kepada anaknya dalam situasi tuturan yang berbeda-beda. Sebagai imperatif yang bermakna ajakan, tuturan seperti pada (16) dapat dikatakan lebih jarang tingkat kemunculannya dalam pertuturan.biasanya, tuturan itu muncul apabila yang dimaksud adalah imperatif suruh dan imperatif perintah.dengan demikian, bentuk seperti pada tuturan (16) berkadar kesantunan lebih rendah daripada tuturan-tuturan yang lainnya.tuturan (16a) lebih santun dibandingkan dengan tuturan (16c) dan (16d).Dalam situasi yang tidak formal, tuturan seperti pada (16c) dan (16d) cenderung lebih sering muncul dan dengan mudah ditemukan dalam praktik keseharian bertutur.

26 26 5) Penanda Kesantunan Biar sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Penanda kesantunan biar, biasanya digunakan untuk menyatakan makna imperatif permintaan izin.perhatikan contoh berikut. (17) Biarkan aku saja yang membukakan pintu itu! (17a) Aku meminta kepadamu supaya kamu mengizinkan aku membukakan pintu itu! (18) Aku saja yang membukakan pintu itu! Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang anak kepada ibunya pada saat tengah malam ada orang yang mengetuk pintu di rumahnya.pada saat itu, tidak ada yang berani membukakan pintu karena semua merasa takut dan curiga. Sebagai anak laki-laki yang tertua, ia minta izin untuk membukakan pintu si pengetuk pintu tersebut. Untuk membuktikan bahwa tuturan (17) pada contoh di atas memiliki makna permintaan izin, tuturan itu dapat diubahujudkan sehingga menjadi tuturan (17a).Sama-sama mengandung makna permintaan izin, tetapi tuturan (17) jauh lebih santun dibandingkan dengan tuturan (18).Dikatakan demikian karena tuturan (18) itu mengandung makna pemaksaan kehendak kepada mitra tutur. 6) Penanda Kesantunan Ayo sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Dengan digunakannya kata ayo di awal tuturan, makna imperatif yang dikandung di dalam tuturan itu akan dapat berubah menjadi imperatif ajakan. Sama-

27 27 sama berfungsi menuntut tindakan yang sama, namun makna imperatif mengajak jauh lebih santun. Perhatikan contoh berikut. (19) Ayo, minum dulu! Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang ibu kepada anaknya yang menolak untuk minum susu. Dengan mengucapkan tuturan sambil melakukan tindakan, yakni minum susu, diharapkan sang anak mau minum susu seperti ibunya. (20) minum dulu! Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang Ibu yang sedang marah kepada anaknya yang selalu menolak minum obat pada saat ia sedang sakit. Pada tuturan (19) terkandung makna bahwa tindakan minum itu tidak dilakukan sendiri oleh si mitra tutur, melainkan dilakukan bersama-sama oleh penutur dan mitra tutur. Kegiatan yang sama, yakni minum pada tuturan (20) tidak dilakukan bersama dengan si penutur, melainkan dilakukan sendiri oleh si mitra tutur. Tuturan (19) dapat dikatakan lebih santun dibandingkan dengan tuturan (20) karena pada tuturan (19) terkandung maksud penyelamatan muka. Tindakan penyelamatan itu dilakukan dengan cara menghindari unsur paksaan, seperti yang terdapat di dalam tuturan (20).

28 28 7) Penanda Kesantunan Coba sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Dengan digunakannya kata coba pada tuturan imperatif akan menjadikan tuturan tuturan tersebut bermakna lebih halus dan lebih santun dari pada tuturan imperatif yang tanpa menggunakan kata coba. (21) Coba bersihkan dulu! Situasi ujar: Dituturkan oleh seorang ayah kepada anaknya yang baru saja menjatuhkan sesuatu dan mengotori lantai rumahnya. Sebagai ayah yang sungguh bijaksana, ia sama sekali tidak memerahi anaknya yang masih kecil itu, tetapi menyuruhnya utuk membersihkan kotoran itu. (22) Bersihkan dulu! Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang ayah yang sedang marah kepada anaknya yang berkali-kali menumpahkan dan memecahkan sesuatu di lantai rumahnya.tuturan itu dituturkan dengan penuh nuansa kejengkelan. Makna imperatif yang terkandung dalam tuturan (21) lebih halus dan santun daripada makna imperatif pada tuturan (22). 8) Penanda Kesantunan Harap Sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Penenda kesantunan harap yang diletakkan pada bagian awal tuturan imperatif akan dapat memperhalus tuturan itu.

29 29 (23) Datang tepat waktu! Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang pimpinan kepada bawahannya yang biasa datang terlambat kalau menghadir undangan rapat.tutran ini disampaikan dengan nuansa kejengkelan karena hal itu sudah sangat sering terjadi. (24) Harap para dosen datang tepat waktu! Situasi Ujar: Dituturkan oleh seorang direktur kepada para dosen dalam suatu rapat dosen di sebuah perguruan tinggi.tuturan itu ditujukan kepada banyak orang dengan tidak menunjuk orang tertentu. Tuturan (23) merupakan perintah atau suruhan yang sangat tegas dan keras apabila ditunjukkan kepada orang tertentu.tuturan (24) tidak lagi bermakna imperatif perintah atau suruhan karena di bagian awalnya telah diletakan penanda kesantunan harap. 9) Penanda Kesantunan Hendak (lah/nya) sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Tuturan yang mengandung penanda kesantunan hendaknya atau hendaklah dapat memperhalus makna tuturan imperati.perhatikan contoh berikut. (25) Datang tepat waktu! (26) Hendaknya datang tepat waktu! (27) Hendaklah datang tepat waktu! Situasi Ujar:

30 30 Tuturan-tturan di atas disampaikan oleh seorang pimpinan kepada bawahannya dalam situasi tutur yang berbeda-beda. Tuturan (25) memiliki kadar tuntutan yang sangat tinggi. Karena memiliki kadartuntutan sangat tinggi, dengan senidirinya kadar kesantunan tuturan itu menjadi rendah.pada tuturan (26) dan (27) dengan ditambahkannya penanda kesantunan hendaknya dan hendaklah, tuturan tersebut dapat menjadi lebih halus dari pada tuturan (25). 10) Penanda Kesantunan Sudi Kiranya/Sudilah kiranya/sudi apalah kiranya sebagai Penentu Kesantunan Linguistik Tuturan Imperatif Pemakaian penanda kesantunan sudi kiranya, sudilah kiranya atau sudi apalah kiranya, sebuah tuturan imperatifyang bermakna perintah itu akan menjadi lebih halus konotasi maknanya. (28) Sudilah kiranya, Bapak datang untuk membicarakan rencana pertunangan anakanak kita yang sudah terlanjur saling mencintai. (29) Sudi apalah kiranya Ibu berkenan datang menyelesaikan urusan perselisihan Antik dengan pacar Antik yang tidak pernah mau mengerti kesulitanku ini. (30) Mohon Bapak sudi kiranya berkenan membantu mengusahakan biaya penelitian untuk penyusunan disertasi ini. Penanda kesantunan sudi apalah kiranyapada tuturan (29) memiliki ciri arkais.bentuk itu lebih santun dibandingkan dengan bentuk sudi kiranya pada tuturan (30) dan sudilah kiranya pada tuturan (28).Penanda-penanda kesantunan dalam

31 31 tuturan-tuturan di atas, semuanya berfungsi sebagai penentu kesantunan tuturan imperatif yang bermakna permohonan Kesantunan Pragmatik Tuturan Imperatif Kesantunan pragmatik tuturan imperatif merupakan kesantunan dalam mengujarkan ujaran imperatif secara pragmatik.pragmatik sebagaimana kita tahu, mengkaji maksud penutur dalam menuturkan sebuah satuan lingual tertentu pada sebuah bahasa dengan mempertimbangkan komponen situasi ujar untuk dapat memahami makna yang disampaikannya. Menurut Rahardi (2005:134) makna pragmatik imperatifdapat diungkapkan dalam tuturan deklaratif dan dapat juga diungkapkan dalam tuturan interogatif.adapun bentuk kesantunan pragmatik tuturan imparatif adalah dalam bentuk kata, frasa, dan kalimat Kesantunan Pragmatik dalam Tuturan Deklaratif Digunakannya tuturan deklaratif untuk menyatakan makna pragmatik imperative, dapat mengandung makna ketidaklangsungan yang cukup besar.rahardi mengatakan bahwa semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, maka tuturan itu menjadi semakin santun.kesantunan pragmatik imperatif pada tuturan deklaratif dapat dibedakan menj di beberapa macam yang satu persatu diuraikan sebagai beikut. 1) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Suruhan Di dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya, penutur cenderung menggunakan tuturan non-imperatif untuk menyatakan makna pragmatik

32 32 imperatif.demikian pula untuk menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan, penutur dapat menggunakan tuturan yang berkonstruksi deklratif.tuturan dengan konstruksi deklaratif banyak digunakan untuk menyatakan makna pragmatik imperatif suruhan karena dengan tuturan itu muka si mitra tutur dapat terselamatkan.perhatikan contoh berikut. (31) Dosen : Tugas menterjemahkan surat-surat bisnis sekarang ini tidak dapat dikerjakan tanpa menggunakan kamus. Situasi Ujar: Tututran ini disampaikan oleh seorang dosen bahasa Inggris kepada para mahasiswanya di dalam kelas pada saat mengajar penerjemahan. (32) Direktur : Surat peringatan untuk membuat kesalahan itu harus secepatnya disampaikan kepada yang bersangkutan. Sekretaris : Baik, Pak. Situasi Ujar: Tuturan itu disampaikan oleh seorang direktur kepada sekretarisnya di dalam ruang kerja direktur. 2) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Ajakan Makna imperatif ajakan sering dituturkan dengan menggunakan tuturan inperatif dengan penanda kesantunan mari dan ayo. Namun dalam kegiatan bertutur yang sesungguhnya, makna pragmatic imperatif ajakan ternyata banyak diwujudkan dengan menggunakan tuturan yang berkontruksi deklaratif.pemakaian tuturan yang demikian, lazimnya memiliki ciri ketidaklangsungan sangat tinggi.adapun wujud

33 33 kesantunan pragmatik imperatif ajakan dalam tuturan deklaratif itu dapat dilihat pada contoh sebagai berikut. (33) Istri : Mas, nanti sore tidak usah jadi pergi ke tempat teman Mas, ya. Dalam arisan nanti sore itu, semua akan berangkat dengan suaminya. Suami : Ya nanti aku bias juga. Situasi Ujar: Tuturan itu disampaikan oleh seorang istri kepada suaminya pada waktu akan berangkat arisan bersama ke rumah temannya. (34) Anak (berumur sekitar 6 tahun) : Bapak, bapak kampanye PPP bagus lho. Tapi aku takut kalau lihat sendiri. Bapak : Waduh,..Bapak baru banyak pekerjaan.nanti sebentar lagi, ya. Situasi Ujar: Tuturan ini merupakan percakapan antara seorang anak dengan bapaknya pada saatsaat kampanye menjelang pemilihan umum. (36) Dosen A : Pak, nanti aku jadi mau ke Gramedia. Jadi, mau beli bukunya Romo Mangun, ya, nanti. Dosen B : O, ya, nanti kita ketemu di sana saja. Situasi Ujar: Tuturan ini disampaikan oleh seorang dosen kepada teman dosennya pada sebuah kampus perguruan tinggi. Pada mulanya mereka berencana akan pergi ke toko buku Gramedia bersama-sama.

34 34 3) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Permohonan Makna tuturan imperative permohonan secara linguistik, dapat diidentifikasi dari munculnya penanda kesantunan mohon. Selain itu, makna imperatif permohonan dapat pula diungkapkan dengan menggunakan bentuk pasif dimohon. Penggunaanbentuk pasif itu lazimnya digunakan dalam kesempatan-kesempatan formal dan seremonial. Di dalam komunikasi keseharian yang sesungguhnya, seringkali makna imperatif memohon diungkapkan dalam bentuk deklaratif, maksud imperatif memohon menjadi tidak terlalu kentara dan dapat dipandang lebih santun. (36) Seorang guru : Bapak Kepala, nanti siang banyak Bapak dan Ibu guru yang akan pergi melayat ke Solo. Kepala Sekolah : Baik, rapatnya kita tunda saja dulu. Situasi Ujar: Tuturan ini disampaikan di dalam ruang guru pada sebuah sekolah oleh salah seorang guru kepada kepala sekolah.saat ini, ada salah seorang family dari guru sekolah tersebut yang meninggal dunia. (37) Seorang siswa : Pak, dengan permohonan maaf kami terpaksa mengatakan bahwa untuk bulan ini Bapak dan Ibu kami belum dapat melunasi uang sekolah. Bapak Guru : Baik, katakana pada Bapak dan Ibu bahwa mereka tidak usah terlalu memikirkan uang sekolahmu dulu.

35 35 Situasi Ujar: Tuturan itu meupakan cuplikan percakapan antara seorang siswa yang cukup pandai dan pemberani dengan seorang guru wali di sekolahnya. Saat itu, ia dan keleuarganya sedang menghadapi masalah finasial yang cukup berat sehingga tidak dapat membayar kewajiban keuangannya. 4) Tuturan Deklaratif yang Menyatakan Makna Pragmatik Imperatif Persilaan Tuturan imperative yang menyatakan makna persilaan, biasannya ditandai oleh penanda kesantunansilakan.untuk maksud-maksud tertentu yang lebih formal dan seremonial, sering digunakan bentuk pasif dipersilakan.namun, di dalam komunikasi keseharian, seringkali ditemukan bahwa makna pragmatik imperatif persilaan diungkapkan dengan menggunakan tuturan yang berkonstruksi deklaratif. (38) Seorang Murid SLTA : Permisi,..permisi pak,..permisi. Kepala Sekolah : Ya. Situasi Ujar: Tuturan itu terjadi pada saat seorang siswa datang menghadap Bapak kepala sekolah. (39) Mahasiswa : Maaf Pak, apakah kami dapat datang kerumah untuk menyerakan bab I dan bab II sekaligus? Dosen Pembimbing : Baik. Jam lima saya ada di rumah. Situasi Ujar: Tuturan itu merupakan cuplikan percakapan antara seorang mahasiswa dengan dosen pembimbing di sebuah perguruan tinggi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku yang relevan dengan kajian penulisan. Hal ini dikarenakan hasil dari suatu karya ilmiah haruslah

Lebih terperinci

IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA

IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA IMPERATIF DALAM BAHASA INDONESIA : PENANDA-PENANDA KESANTUNAN LINGUISTIKNYA Abstraksi Terdapat empat pemarkah kesantunan linguistik (linguistic politeness) tuturan imperatif dalam bahasa Indonesia. Keempat

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep

Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto, Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia... 9 Bentuk Tuturan Imperatif Bahasa Indonesia dalam Interaksi Guru-Siswa di SMP Negeri 1 Sumenep Andriyanto Bahasa Indonesia-Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

ABSTRACT: Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif. maksim penghargaan, maksim kesederhanaan,

ABSTRACT: Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif. maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, ABSTRACT: KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF MAHASISWA KELAS A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM RIAU ANGKATAN 2007 Oleh: Rika Ningsih This research

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi bersifat arbitrer yang dipergunakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat utama dalam komunikasi dan memiliki daya ekspresi dan informatif yang besar. Bahasa sangat dibutuhkan oleh manusia karena dengan bahasa manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan,

BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga pada pemilihan kata-kata dan kalimat-kalimat yang digunakan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri individu yang beretika adalah individu tersebut santun berbahasa. Santun berbahasa adalah bagaimana bahasa menunjukkan jarak sosial diantara para

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sebelum melakukan penelitian, ada beberapa sumber kajian yang dijadikan acuan dari penelitian ini yaitu hasil penelitian sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Austin (dalam Nadar, 2009: 11) pada dasarnya pada saat seseorang

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Austin (dalam Nadar, 2009: 11) pada dasarnya pada saat seseorang 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Tutur Menurut Austin (dalam Nadar, 2009: 11) pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu seseorang menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa pada prinsipnya merupakan alat untuk berkomunikasi dan alat untuk menunjukkan identitas masyarakat pemakai bahasa. Masyarakat tutur merupakan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap suku-suku pasti memiliki berbagai jenis upacara adat sebagai perwujudan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan

BAB I PENDAHULUAN. sedang mengalami perubahan menuju era globalisasi. Setiap perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi. Berbahasa berkaitan dengan pemilihan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. seseorang menggunakan kata-kata kerja promise berjanji, apologize minta

BAB II LANDASAN TEORI. seseorang menggunakan kata-kata kerja promise berjanji, apologize minta BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Tutur Austin dalam Nadar (2009: 10) menyatakan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pada waktu seseorang menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38).

BAB 1 PENDAHULUAN. Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fungsi bahasa secara umum adalah komunikasi (Nababan, 1993: 38). Komunikasi merupakan suatu hal penting dalam membangun relasi antarindividu. Dengan adanya

Lebih terperinci

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN

KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF DALAM KOMUNIKASI ANTARA PENJUAL HANDPHONE DENGAN PEMBELI DI MATAHARI SINGOSAREN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat

I. PENDAHULUAN. satu potensi mereka yang berkembang ialah kemampuan berbahasanya. Anak dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taman kanak-kanak merupakan salah satu sarana pendidikan yang baik dalam perkembangan komunikasi anak sejak usia dini. Usia empat sampai enam tahun merupakan masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam penulisan proposal skripsi ini peneliti mengumpulkan data-data dari penelitian lapangan, baik dari buku-buku maupun skripsi yang sudah ada. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam berbahasa diperlukan kesantunan, karena tujuan berkomunkasi bukan hanya bertukar pesan melainkan menjalin hubungan sosial. Chaer (2010:15) mengatakan

Lebih terperinci

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 KESANTUNAN IMPERATIF DALAM PIDATO M. ANIS MATTA: ANALISIS PRAGMATIK SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah HERU SUTRISNO

Lebih terperinci

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA ANTARA SANTRI DENGAN USTAD DALAM KEGIATAN TAMAN PENDIDIKAN ALQUR AN ALAZHAR PULUHAN JATINOM KLATEN

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA ANTARA SANTRI DENGAN USTAD DALAM KEGIATAN TAMAN PENDIDIKAN ALQUR AN ALAZHAR PULUHAN JATINOM KLATEN REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA ANTARA SANTRI DENGAN USTAD DALAM KEGIATAN TAMAN PENDIDIKAN ALQUR AN ALAZHAR PULUHAN JATINOM KLATEN NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA DI KALANGAN MAHASISWA DALAM BERINTERAKSI DENGAN DOSEN DAN KARYAWAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-I Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,

BAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.

Lebih terperinci

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI

BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan manusia. Bahasa adalah alat

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan manusia. Bahasa adalah alat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan bahasa dengan manusia sangat erat, sebab tumbuh dan berkembangnya bahasa senantiasa bersama dengan berkembang dan meningkatnya kegiatan, peradaban kebudayaan

Lebih terperinci

REALISASI KESANTUNAN PRAGMATIK IMPERATIF KUNJANA RAHARDI DALAM RUBRIK SURAT PEMBACA PADA MAJALAHCAHAYAQU

REALISASI KESANTUNAN PRAGMATIK IMPERATIF KUNJANA RAHARDI DALAM RUBRIK SURAT PEMBACA PADA MAJALAHCAHAYAQU REALISASI KESANTUNAN PRAGMATIK IMPERATIF KUNJANA RAHARDI DALAM RUBRIK SURAT PEMBACA PADA MAJALAHCAHAYAQU Netty Nurdiyani Politeknik Negeri Semarang nettynurdiyani@ymail.com Abstrak Surat pembaca merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pembelajaran Bahasa Indonesia Sejak diberlakukannya kurikulum 1984 dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru harus menerapkan pendekatan komunikatif. Dengan pendekatan komunikatif

Lebih terperinci

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA

KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA KESANTUNAN MENOLAK DALAM INTERAKSI DI KALANGAN MAHASISWA DI SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI Oleh EKANA FAUJI A 310 080 133 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 1 UNIVERSITASS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat paling penting dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Masyarakat menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi BAB II KERANGKA TEORI Kerangka teori ini berisi tentang teori yang akan digunakan dalam penelitian ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi tindak tutur;

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pengertian metode menurut Mardalis (2010, hlm. 24) adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian. Di dalam penelitian bahasa umumnya harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zeta_Indonesia btarichandra Mimin Mintarsih, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Zeta_Indonesia btarichandra Mimin Mintarsih, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini media sosial twitter banyak digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk memperoleh informasi maupun untuk berkomunikasi. Pengguna

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kesopanan Berbahasa Kesopanan berbahasa sangat diperlukan bagi penutur dan petutur. Menurut Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property associated with

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejatinya, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi antarsesama. Akan tetapi, tidak jarang bahasa juga digunakan oleh manusia sebagai sarana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat berperan penting di samping bahasa tulis. Percakapan itu terjadi apabila

I. PENDAHULUAN. sangat berperan penting di samping bahasa tulis. Percakapan itu terjadi apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Taman kanak-kanak merupakan salah satu sarana pendidikan yang baik dalam perkembangan komunikasi anak sejak usia dini. Usia empat sampai enam tahun merupakan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cara pengungkapan maksud dan tujuan berbeda-beda dalam peristiwa berbahasa. Sebagian orang menggunakan bahasa lisan atau tulisan dengan menggunakan kata-kata yang jelas

Lebih terperinci

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI TINDAK TUTUR DAN KESANTUNAN BERBAHASA DI KANTIN INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI Oleh: Latifah Dwi Wahyuni Program Pascasarjana Linguistik Deskriptif UNS Surakarta Abstrak Komunikasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunikasi dapat dilakukan oleh manusia melalui bahasa. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana, yaitu bahasa tulis dan bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan suatu aktivitas yang tidak dapat dipisahkan atau dihindari dari kehidupan manusia. Chaer (2010:11) menyatakan bahasa adalah sistem, artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang.

BAB I PENDAHULUAN. Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Definisi mengenai kalimat memang telah banyak ditulis orang. Pendefinisian kalimat, baik segi struktur, fungsi, maupun maknanya banyak ditemukan dalam buku-buku tata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal 1 I. PENDAHULUAN Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal yang menjadi latar belakang pemilihan topik penelitian, termasuk mensignifikasikan pemilihan topik penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Menurut

BAB II KAJIAN TEORI. pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Menurut 11 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Tindak Tutur Bahasa merupakan alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam setiap komunikasi manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku.setiap suku memiliki acara adat yang berbeda-beda dalam upacara adat perkawinan, kematian dan memasuki rumah baru.dalam

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN. Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Tesis ini membahas tentang pelanggaran maksim-maksim prinsip kerjasama dan prinsip kesopanan dalam drama seri House M.D. di mana tuturantuturan dokter Gregory House

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi atau interaksi sosial. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat

Lebih terperinci

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA Oleh: Tatang Suparman FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2008 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian : MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia satu dengan lainnya. Manusia pasti menggunakan bahasa untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial diharuskan saling berkomunikasi dan memberikan informasi kepada sesama. Dalam hal ini, keberadaan bahasa diperlukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan

BAB I PENDAHULUAN. pendapat dari seorang penutur kepada mitra tutur. mengemukakan pendapat, yang perlu diperhatikan bukan hanya kebahasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memperlakukan bahasa sebagai alat komunikasi. Keinginan dan kemauan seseorang dapat dimengerti dan diketahui oleh orang lain melalui bahasa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat agar terjalin suatu kehidupan yang nyaman. komunitas selalu terlibat dalam pemakaian bahasa, baik dia bertindak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan proses interaksi manusia satu dengan yang lainnya. Komunikasi bertujuan memberikan informasi atau menyampaikan pesan kepada mitra tutur.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia umumnya mempunyai bidang keahlian untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Keahlian itu sangat ditekankan pada arah dan tujuan pembentukan emosional. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang paling utama bagi manusia. Chaer (2010:11) menyatakan bahasa adalah sistem, artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti saat melakukan penelitian di Sekolah Dasar 5

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti saat melakukan penelitian di Sekolah Dasar 5 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV ini akan diberikan pemaparan mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti saat melakukan penelitian di Sekolah Dasar 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kegiatan komunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Manusia sebagai makhluk individual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis penelitian, data dan sumber data, pengembangan instrumen, prosedur pengumpulan data, dan prosedur pengolahan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 324 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Penelitian ini berjudul Strategi Tindak Tutur Direktif Guru dan Respons Warna Afektif Siswa dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Kajian pragmatik dan implikasinya

Lebih terperinci

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pikiran kita. Dengan demikian bahasa yang kita sampaikan harus jelas dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbahasa adalah kebutuhan utama bagi setiap individu dalam kehidupan. Bahasa pada dasarnya dapat digunakan untuk menyampaikan maksud yang ada di dalam pikiran kita.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi antarmanusia. Manusia berbahasa setiap hari untuk berkomunikasi. Berbahasa adalah suatu kebutuhan, artinya berbahasa merupakan

Lebih terperinci

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR

PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR PELANGGARAN PRINSIP SOPAN SANTUN PADA DIALOG ACARA MATA NAJWA EPISODE MELIHAT KE TIMUR Oleh: Nanang Maulana Email: abiemaulana7@gmail.com Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mathla ul Anwar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan kunci utama dalam berkomunikasi. Tanpa bahasa manusia akan sulit berinteraksi dan berkomunikasi dengan sesamanya. Selain itu bahasa juga menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan suatu sistem,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seseorang ketika berbicara tidak lepas dari penggunaan bahasa. Pengertian bahasa menurut KBBI (2007:88) adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunkaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari yang digunakan oleh manusia. Dengan bahasa seseorang juga dapat menyampaikan pikiran dan perasaan secara tepat

Lebih terperinci

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN

Jurnal Sasindo Unpam, Volume 3, Nomor 3, Desember 2015 PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN PELANGGARAN PRINSIP-PRINSIP KESOPANAN PADA MEMO DINAS DI SALAH SATU PERGURUAN TINGGI DI BANTEN Dhafid Wahyu Utomo 1 Bayu Permana Sukma 2 Abstrak Di ranah formal, seperti di perguruan tinggi, penggunaan

Lebih terperinci

Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik

Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik Prinsip Kerjasama Dan Kesantunan Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Dengan Pendekatan Saintifik I Made Rai Arta 1 Abstrak Tulisan ini memuat kajian prinsip kerjasama dan kesantunan yang berorientasi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesamanya. Hal ini karena fungsi bahasa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Baryadi (2005: 67) sopan santun atau tata krama adalah salah satu wujud penghormatan seseorang kepada orang lain. Penghormatan atau penghargaan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakangPenelitian Bahasa adalah hasil budaya suatu masyarakat berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks, karenaujarantersebutmengandung pemikiran-pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa tulis salah satu fungsinya adalah untuk berkomunikasi. Bahasa tulis dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia mempunyai dua peran dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, yaitu sebagai pemberi informasi dan sebagai penerima informasi. Komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak tutur merupakan suatu bentuk tindakan dalam konteks situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi oleh penuturnya. Bahasa dipisahkan menjadi dua kelompok besar, yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Sebagaimana yang

Lebih terperinci

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya

diperoleh mempunyai dialek masing-masing yang dapat membedakannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan sosial kemasyarakatan, santun berbahasa sangat penting peranannya dalam berkomunikasi. Tindak tutur kesantunan berbahasa harus dilakukan oleh semua pihak untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KESANTUNAN IMPERATIF DALAM TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AT TAUBAH: KAJIAN PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan

ANALISIS KESANTUNAN IMPERATIF DALAM TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AT TAUBAH: KAJIAN PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan ANALISIS KESANTUNAN IMPERATIF DALAM TERJEMAHAN ALQURAN SURAT AT TAUBAH: KAJIAN PRAGMATIK NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk

BAB I PENDAHULUAN. kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menyadari bahwa manusia adalah makhluk sosial, maka dalam kesehariannya manusia saling membutuhkan interaksi dengan sesama untuk melangsungkan hidup mereka.

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar.

BAB I PENDAHULUAN. dan situasi tidak resmi akan memberikan kesan menghormati terhadap keadaan sekitar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sarana komunikasi yang dijadikan sebagai perantara dalam pembelajaran. Penggunaan bahasa sesuai dengan kedudukannya yaitu pada situasi resmi

Lebih terperinci

KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW

KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW KESANTUNAN BERBAHASA POLITISI DALAM ACARA TALK SHOW Syamsul Arif Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Kesantunan berbahasa merupakan hal yang penting dalam kegiatan berkomunikasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang dimiliki oleh manusia. Pada dasarnya bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan manusia untuk

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA

UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA UPAYA PENINGKATAN KESADARAN PEDAGANG KAKI LIMA DI SEPANJANG PANTAI PADANG DALAM HAL KESANTUNAN BERBAHASA UNTUK KEMAJUAN PARAWISATA Gusdi Sastra dan Alex Dermawan Fak. Sastra Universitas Andalas Abstrak

Lebih terperinci

STRATEGI KESANTUNAN PADA PESAN SINGKAT (SMS) MAHASISWA KE DOSEN

STRATEGI KESANTUNAN PADA PESAN SINGKAT (SMS) MAHASISWA KE DOSEN STRATEGI KESANTUNAN PADA PESAN SINGKAT (SMS) MAHASISWA KE DOSEN Sri Mulatsih Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dian Nuswantoro Semarang ABSTRACT Kesantunan berbahasa merujuk pada keaadaan yang menunjukkan

Lebih terperinci

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER

REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER REALISASI KESANTUNAN BERBAHASA PADA PERCAKAPAN SISWA KELAS IX SMP NEGERI 3 GEYER NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

KESANTUNAN IMPERATIF BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VII

KESANTUNAN IMPERATIF BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VII Muhammad Saleh, Baharman / Kesantunan Imperatif Buku Teks Bahasa Indonesia Sekolah Menengah Pertama Kelas VII 562 KESANTUNAN IMPERATIF BUKU TEKS BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA KELAS VII 1 Muhammad

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesantunan berbahasa merupakan aspek penting dalam kehidupan untuk menciptakan komunikasi yang baik di antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan berbahasa memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (6) definisi operasional. Masing-masing dipaparkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. (6) definisi operasional. Masing-masing dipaparkan sebagai berikut. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dipaparkan subbab-subbab yaitu, (1) latar belakang, (2) fokus masalah, (3) rumusan masalah, (4) tujuan penelitian, (5) manfaat penelitian dan (6) definisi operasional. Masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, hal tersebut kiranya tidak perlu diragukan lagi. Bahasa tidak hanya dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa dapat menjalin hubungan yang baik, dan dapat pula merusak hubungan diantaranya adalah hubungan sosial dapat terlihat dalam aktifitas jual beli dipasar. Keharmonisan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dengan bahasa memungkinkan manusia saling berhubungan dan berkomunikasi. Seperti pendapat yang dikemukakan

Lebih terperinci

WUJUD KESANTUNAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DI KELAS

WUJUD KESANTUNAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DI KELAS WUJUD KESANTUNAN BAHASA INDONESIA DALAM INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR DI KELAS Erniati SMP Negeri 2 Kei Kecil Jalan Pesisir Timur Desa Elar MalukuTenggara Email: erniati.iwa@gmail.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Chaer (2011: 1) mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem lambang berupa bunyi, bersifat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia sebagai alat komunikasi, untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia sebagai alat komunikasi, untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa berperan penting bagi kehidupan manusia sebagai alat komunikasi, untuk menjalankan segala aktivitas. Bahasa juga sebagai salah satu aspek tindak tutur yang terkait

Lebih terperinci

Artikel Publikasi KESANTUNAN DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI NONFORMAL DI KALANGAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI SWASTA SE-RAYON SURAKARTA

Artikel Publikasi KESANTUNAN DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI NONFORMAL DI KALANGAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI SWASTA SE-RAYON SURAKARTA Artikel Publikasi KESANTUNAN DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI NONFORMAL DI KALANGAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI SWASTA SE-RAYON SURAKARTA Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa menunjukkan cermin pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian kesantunan bertutur dialog tokoh dalam film Sang Kiai karya Rako Prijanto, ditemukan tuturan yang menaati maksim-maksim kesantunan bertutur yang

Lebih terperinci

IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS. Tinjauan Pragmatik. Skripsi

IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS. Tinjauan Pragmatik. Skripsi IMPLIKATUR PERCAKAPAN MAHASISWA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS ANDALAS Tinjauan Pragmatik Skripsi diusulkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Diajukan oleh: Ardison 06184023 JURUSAN SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial dan anggota masyarakat memerlukan bahasa sebagai media komunikasi untuk berinteraksi dengan makhluk lainnya untuk mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, perkawinan, tindak tutur, dan konteks situasi. Keempat konsep ini perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia akan selalu berinterasi dengan orang lain. Dalam melakukan interaksi manusia harus menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi.

Lebih terperinci