TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007"

Transkripsi

1 TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh EMI FITRIYA HARAHAP DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN Program Kekhususan Perdata Dagang FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Oleh EMI FITRIYA HARAHAP Departemen Hukum Keperdataan Program Kekhususan Perdata Dagang Ketua Departemen Hukum Keperdataan (Prof. Dr. TAN KAMELLO, SH., MS.) NIP Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II (AZWAR MAHYUZAR, SH.) (AFLAH, SH., M. Hum.) NIP NIP FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta ala. Yang telah memberikan nikmat kehidupan, kesehatan, dan kekuatan sehingga skripsi yang berjudul Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara) dapat penulis selesaikan. Tak lupa shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan ajaran islam, sehingga kita dapat keluar dari zaman kegelapan dan kebodohan. Dibalik terselesaikannya skripsi ini, ada banyak pihak yang telah membantu, membimbing, dan memberikan semangat kepada penulis. Untuk itu, penulis haturkan rasa terimakasih yang amat sangat kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M. Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH., MS., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Ibu Puspa Melati, SH., selaku Ketua Program Kekhususan Perdata Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH., CN., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi di kampus yang kita cintai ini.

4 5. Bapak Azwar Mahyuzar, SH., selaku Dosen Pembimbing I, yang begitu peduli dan sangat perhatian dalam membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Ibu Aflah, SH., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II, yang telah memberikan saran atas judul skripsi ini. Serta dengan sabar dan teliti membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis. 7. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing, mendidik dan membekali penulis dengan ilmu pengetahuan. Serta Seluruh Staf Administrasi yang telah membantu segala urusan administrasi penulis (B Anto, B Harun, K Fitri, B Armen, K Yuni, K Juli, dll). 8. Pimpinan, Staf, dan Pegawai PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara yang telah banyak membantu selama penulis melakukan riset (Pak Hasri, Pak Imam, Pak Simamora, Pak Rifa i, Pak Zulkifli, Pak Supardi, Pak Suroso, Pak Yudi, Pak Sinaga, Pak Wagiman, dll. Dan buat Bang Raja, makasih banyak ya... jasa abang tak terlupakan). 9. Guru-guru penulis, dari TK hingga SMA, yang dengan sabar mendidik penulis agar menjadi anak yang pintar dan berguna bagi nusa dan bangsa. 10. Rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum USU, khususnya stambuk Teman-teman asramaku di SMA Titian Teras Jambi. Kebersamaan kita selama tiga tahun sangat berkesan. Terima kasih atas dukungan kalian selama ini. Khusus kepada kedua orang tua saya, Ibrahim Harahap dan Warsilah. Merekalah yang telah membesarkan dan mendidik saya agar mampu menjalani

5 kehidupan dengan berani, bijaksana, jujur, dan peduli terhadap sesama. Mereka memiliki peran sangat penting dan tak terhingga. Rasanya ucapan terimakasih saja tidak akan pernah cukup untuk menggambarkan wujud penghargaan saya. Untuk motivator hidup saya, Almarhum Abang Agus Salim Harahap, A. Md. Yang telah banyak berkorban untuk penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Maklumlah akal tak sekali datang, kunjung tak sekali tiba. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkannya. Amiiin Ya Rabbal Alamin Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Medan, 21 Maret 2009 Penulis Emi Fitriya Harahap

6 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii ABSTRAK... iii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan... 1 B. Permasalahan... 5 C. Tujuan dan Manfaat... 5 D. Tinjauan Kepustakaan Pengertian Tanggung Jawab Pengertian Penumpang Pengertian Pengangkut Pengertian Kereta Api E. Metode Penelitian F. Keaslian Penulisan G. Sistematika Penulisan BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGANGKUTAN MELALUI KERETA API A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan B. Sejarah Perkeretaapian... 29

7 1. Sejarah Perkeretaapian di Indonesia Sejarah Perkeretaapian di Sumatera Utara C. Gambaran Umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Status Badan Hukum PT. KAI (Persero) Struktur Organisasi Tujuan Penyelenggaraan Perkeretaapian Visi dan Misi PT. KAI (Persero) Tarif Angkutan Kereta Api D. Jenis-jenis Perjanjian Pengangkutan Melalui Kereta Api BAB III TANGGUNG JAWAB PT. KAI TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UU NO. 23 TAHUN 2007 A. Penyelenggaraan Pengangkutan Oleh PT. Kereta Api B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Penyelenggaraan Pengangkutan Melalui Kereta Api C. Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang BAB IV PENYELESAIAN PEMBERIAN GANTI RUGI OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) KEPADA PENUMPANG A. Risiko yang Timbul Dalam Penyelenggaraan Pengangkutan B. Faktor Penghambat Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. KAI... 75

8 C. Pelaksanaan Klaim Ganti Rugi oleh Penumpang kepada Pengangkut D. Peranan Asuransi Terhadap Risiko dalam Perjanjian Pengangkutan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

9 TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 (Studi Pada PT. Kereta api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara) ABSTRAK Fungsi dan peranan pengangkutan sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan berpengaruh pada berbagai aspek. Dari aspek hukum, dalam pengoperasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan. Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut. Baik orang/penumpang maupun barang secara massal. Maka pengangkutan melalui kereta api memegang peranan penting. Meskipun demikian, tak dapat disangkal kemungkinan adanya risiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang ataupun pengirim barang. Judul dalam skripsi ini adalah TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA). Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah Bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara terhadap penumpang dan Bagaimanakah penyelesaian pemberian ganti rugi oleh PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara kepada penumpang terhadap risiko yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api. Metode penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan Yuridis Normatif. Sumber bahan hukum yang digunakan meliputi sumber bahan hukum Primer, sekunder, dan bahan Non Hukum, sedangkan metode pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan cara Studi Kepustakaan, Studi Lapangan. Metode analisa bahan hukum yang di gunakan adalah metode deskriptifkualitatif yang disimpulkan dengan metode deduktif.hasil dari penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan Perjanjian pengangkutan tertuang dalam bentuk karcis pada umunya didasari oleh adanya pelaksanaan pengangkutan itu sendiri. Pelaksanaan tanggung jawab PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara terhadap penumpang dilakukan berdasarkan perjanjian pengangkutan. PT. KAI bertanggung jawab terhadap kerugian yang dialami penumpang sepanjang kerugian itu merupakan akibat langsung atau tidak langsung dari penyelenggaraan kereta api. Dalam hal terjadi kecelakaan, yang menyebabkan penumpang luka-luka, cacat ataupun meninggal dunia PT. KAI telah mengasuransikannya kepada PT. Jasa Raharja (Persero). Maka dalam hal ini penumpang akan mendapatkan ganti rugi dari PT. Jasa Raharja sebesar nilai

10 kerugian yang dibatasi sejumlah maksimum asuransi. Dalam hal ini, syarat mutlak yang harus dipenuhi adalah tiket penumpang.

11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya teknologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan dengan meningkatnya taraf hidup manusia dan kebutuhannya yang semakin kompleks. Salah satu kebutuhan tersebut yakni sarana transportasi/pengangkutan yang memadai. Seperti yang kita ketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lima pulau besar. Yakni Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian. Yang mana, jarak antara satu pulau dengan pulau yang lain tidaklah dekat. Oleh karena itu dibutuhkan alat transportasi yang memadai. Dengan sarana transportasi yang memadai, jarak antara satu tempat dan tempat lainnya terasa semakin dekat dan tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Fungsi dan peranan pengangkutan sangat penting dalam kehidupan masyarakat dan berpengaruh pada berbagai aspek. Baik sosial, politis, hukum dan ekonomi. Dari aspek hukum, dalam pengoperasian dan pemilikan alat angkutan diperlukan ketentuan hukum mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab serta perasuransian apabila terjadi kecelakaan. Kemajuan dibidang transportasi/pengangkutan mendorong pengembangan ilmu hukum baik perundang-undangan maupun kebiasaan yang berlaku dibidang pengangkutan. Sesuai atau tidaknya undang-undang pengangkutan yang berlaku sekarang dengan kebutuhan masyarakat. Hal ini tergantung dari penyelenggaraan

12 pengangkutan tersebut. Demikian juga perkembangan hukum kebiasaan, seberapa banyak perilaku yang timbul sebagai kebiasaan dalam pengangkutan tergantung dari penyelenggaraan pengangkutan. Perkembangan dalam pengangkutan ini diikuti oleh kebijaksanaan pemerintah. Terbukti dengan adanya revisi/perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat. Salah satu Undang-Undang dalam bidang pengangkutan yang mengalami revisi adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 47 yang direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 65 (selanjutnya disingkat UUKA). Dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992, karena Undang-Undang tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat, perkembangan zaman, serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Adanya revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 diharapkan semakin memacu Perkeretaapian Indonesia untuk mengoptimalkan pelayanan kepada pengguna jasa, sekaligus menempatkan keselamatan sebagai prioritas utama. Tentang pengangkutan, kita mengenal ada tiga jenis pengangkutan yaitu pengangkutan melalui darat, pengangkutan melalui laut, dan pengangkutan melalui udara. Pada pengangkutan melalui darat, dapat dikelompokkan lagi menjadi dua jenis yaitu pengangkutan dengan kendaraan bermotor (jalan raya) dan pengangkutan dengan kereta api.

13 Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus, terutama dalam kemampuannya untuk mengangkut. Baik orang/penumpang maupun barang secara massal. Adapun sifat dari pemakaian kereta api yaitu hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, mempunyai faktor keamanan yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien dibandingkan dengan moda transportasi jalan raya untuk angkutan jarak jauh dan untuk daerah yang padat lalu lintasnya, seperti angkutan perkotaan. Sarana pengangkutan dengan bus untuk penumpang, dan truk untuk barang dinilai kurang memadai. Maka pengangkutan melalui kereta api memegang peranan penting. Meskipun demikian, tak dapat disangkal kemungkinan adanya risiko yang menimbulkan kerugian pada penumpang ataupun pengirim barang. Terhadap semua akibat yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan, Pengangkut bertanggung jawab sepenuhnya. Baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya. Seperti yang tercantum pada Pasal 1366 KUH Perdata yaitu : Setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Selanjutnya dalam Pasal 1367 KUH Perdata dinyatakan bahwa : Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya.

14 Pengangkutan orang melalui kereta api diatur dalam UUKA Bab XI bagian kedua, Pasal 130 sampai dengan Pasal 138. Pada Pasal 132 UUKA dinyatakan : (1) Penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengangkut orang yang telah memiliki karcis. (2) Orang yang telah memiliki karcis berhak memperoleh pelayanan sesuai dengan tingkat pelayanan yang dipilih. (3) Karcis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanda bukti terjadinya perjanjian angkutan orang. Pasal 133 ayat (1) UUKA, menyatakan sebagai berikut : Dalam penyelenggaraan pengangkutan orang dengan kereta api, Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib: a. Mengutamakan keselamatan dan keamanan orang; b. Mengutamakan pelayanan kepentingan umum; c. Menjaga kelangsungan pelayanan pada lintas yang ditetapkan; d. Mengumumkan jadwal perjalanan kereta api dan tarif angkutan kepada masyarakat; dan e. Mematuhi jadwal keberangkatan kereta api. Dari ketentuan kedua pasal di atas, dapat diketahui bahwa dalam penyelenggaraan pengangkutan orang melalui kereta api, Pengangkut berkewajiban mengangkut orang/penumpang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Mengingat pentingnya peranan transportasi melalui kereta api, dan betapa besarnya tanggung jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai pengangkut (selanjutnya disingkat PT. KAI). Penulis tertarik untuk mengadakan penelitian di PT. KAI, yaitu PT. KAI Divisi Regional I Sumatera Utara. Sesuai dengan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis mengambil judul : TANGGUNG JAWAB PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) TERHADAP

15 PENUMPANG MENURUT UU NOMOR 23 TAHUN 2007 (STUDI PADA PT. KERETA API (PERSERO) DIVISI REGIONAL I SUMATERA UTARA) B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah bentuk tanggung jawab PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara terhadap penumpang? 2. Bagaimanakah penyelesaian pemberian ganti rugi oleh PT. KAI (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara kepada penumpang terhadap risiko yang timbul dalam penyelenggaraan pengangkutan melalui kereta api? C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang. b. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian pemberian ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI terhadap penumpang, jika mengalami kerugian akibat penyelenggaraan angkutan PT. KAI. 2. Manfaat Penulisan a. Bagi Penulis Melalui penulisan skripsi ini penulis dapat menambah pengetahuan serta pengalaman dan merupakan suatu kesempatan untuk mengimplementasikan teori-teori yang selama ini diperoleh di bangku kuliah. Khususnya menyangkut tentang tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang, dalam bidang hukum pengangkutan.

16 b. Bagi PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi PT. KAI dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap penumpang sehingga nantinya para penumpang kereta api memiliki kepercayaan penuh terhadap PT. KAI. c. Bagi Ilmu Pengetahuan Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk perbandingan segala teori-teori perkuliahan, serta menambah arsip kepustakaan yang ada guna dijadikan pedoman serta perbandingan dalam penulisan skripsi selanjutnya. D. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Tanggung Jawab Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, tanggung jawab berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan dan sebagainya). 1 Tanggung jawab penyelenggara prasarana perkeretaapian diatur dalam UUKA, Bab VI bagian kedelapan Pasal 87 sampai dengan 89. Pada Pasal 87 UUKA dinyatakan sebagai berikut : (1) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga atas kerugian 1 W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka), 1985, hal

17 sebagai akibat kecelakaan yang disebabkan kesalahan pengoperasian prasarana perkeretaapian. (2) Tanggung jawab Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian kepada Penyelenggara Sarana Perkeretaapian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan perjanjian kerja sama antara Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian dan Penyelenggara Sarana Perkeretaapian. (3) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggung jawab kepada pihak ketiga atas kerugian harta benda, luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh penyelenggaraan prasarana perkeretaapian. (4) Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian bertanggungjawab terhadap Petugas Prasarana Perkeretaapian yang mengalami luka-luka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian prasarana perkeretaapian. (5) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. Sedangkan tanggung jawab penyelenggara sarana perkeretaapian, diatur dalam UUKA, Bab XI bagian kedelapan Pasal 157 sampai dengan 160. pada Pasal 157 UUKA dinyatakan sebagai berikut : (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian bertanggung jawab terhadap pengguna jasa yang mengalami kerugian, lukaluka, atau meninggal dunia yang disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. (2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai sejak pengguna jasa diangkut dari stasiun asal sampai dengan stasiun tujuan yang disepakati. (3) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan kerugian yang nyata dialami. (4) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian tidak bertanggung jawab atas kerugian, lukaluka, atau meninggalnya penumpang yang tidak disebabkan oleh pengoperasian angkutan kereta api. Tanggung jawab dari penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian wajib diasuransikan. Hal ini telah ditegaskan dalam UUKA Bab XII Pasal 166 sampai dengan Pasal 171. Pasal 166 UUKA menyatakan sebagai berikut : Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap Penyelenggara Sarana Perkeretaapian dan pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87.

18 Selanjutnya, Pasal 167 UUKA menyatakan : (1) Penyelenggara Sarana Perkeretaapian wajib mengasuransikan tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 dan Pasal 158. (2) Besarnya nilai pertanggungan paling sedikit harus sama dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada pengguna jasa yang menderita kerugian sebagai akibat pengoperasian kereta api. Dalam hal tanggung jawab pengangkut kereta api terhadap penumpang, H.M.N. Purwosutjipto menguraikannya sebagai berikut : a. Pengangkut kereta api, berdasarkan perjanjian pengangkutan, bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh penumpang dalam jangka waktu pengangkutan, kecuali kalau pengangkut dapat membuktikan bahwa kerugian itu terjadi diluar kesalahannya dan diluar perbuatan buruhnya; b. Gangguan teknis, terlambat berangkat atau terlambat datang, tidak menimbulkan hak menuntut ganti kerugian; c. Penumpang yang terlambat masuk kereta api, tidak mempunyai hak untuk mendapat ganti harga karcis; d. Penumpang tidak berhak untuk mendapat kembali harga karcis, bila dia salah masuk ke dalam kereta api yang lain (pasal 27 BVS) Pengertian Penumpang (Passanger). Kata penumpang berasal dari kata tumpang. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia penumpang berarti orang yang menumpang (kereta, mobil, kapal, dsb) untuk penumpang (bukan untuk mengangkut barang). Menumpang berarti ada (terletak, tertaruh) di atas sesuatu. 3 Jika ditinjau dari segi perjanjian pengangkutan, maka penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan atas dirinya yang diangkut. Dalam hal ini, penumpang memiliki dua status yaitu : 4 2 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 3, (Jakarta : Djambatan), 1984, hal W.J.S. Poerwadarminta, Op. Cit, hal Catatan kuliah Hukum Pengangkutan, Agustus 2008.

19 a. Sebagai subyek hukum pengangkutan, karena dia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. b. Sebagai obyek hukum pengangkutan, karena dia adalah muatan yang diangkut Adapun kriteria penumpang antara lain : 5 a. Orang yang berstatus sebagai pihak didalam perjanjian pengangkutan. b. Wajib membayar biaya angkutan. c. Penumpang adalah pemegang dokumen angkutan. Seperti karcis, dll. Penumpang harus memenuhi syarat perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Bagi penumpang dibawah umur, yaitu anak-anak. Mereka dapat membuat perjanjian pengangkutan menurut kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan masyarakat ialah fungsi dan tujuan pengangkutan. Anak-anak sekolah naik angkot atau bus kota untuk mencapai tujuan, yaitu tiba dengan selamat di sekolah atau di rumah masing-masing. 6 5 Ibid. 6 Abdulkadir Muhammad, Hukum pengangkutan Niaga, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), 1998, hal. 51.

20 Pada hakikatnya, anak-anak mengadakan perjanjian pengangkutan itu mendapat kuasa (restu) dari orang tuanya atau walinya. Jadi, yang bertanggung jawab itu adalah orang tua atau wali yang mewakili anak-anak itu. Hal ini tidaklah menyimpang dari Undang-Undang (Pasal 1320 KUH Perdata) melainkan sesuai dengan Undang-Undang. 7 Dalam UUKA Pasal 1 butir 12 menyatakan bahwa pengguna jasa adalah setiap orang dan/atau badan hukum yang menggunakan jasa kereta api, baik untuk angkutan orang maupun barang. Dari bunyi pasal tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengguna jasa adalah penumpang atapun pengirim barang. 3. Pengertian Pengangkut (Carrier). Kata pengangkut berasal dari kata angkut yang berarti mengangkat dan membawa. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia pengangkut ialah orang yang mengangkut; alat (kapal dsb) untuk mengangkut. 8 Pengangkut pada pengangkutan darat dengan kereta api adalah PT. KAI (Persero), yang di dalam UUKA disebut penyelenggara prasarana perkeretaapian dan penyelenggara sarana perkeretaapian. Penyelenggara prasarana perkeretaapian adalah pihak yang menyelenggarakan prasarana perkeretaapian. Sedangkan penyelenggara sarana perkeretaapian adalah badan usaha yang mengusahakan sarana perkeretaapian umum. 9 7 Ibid. 8 W.J.S. Poerwadarminta, Op. Cit, hal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Tentang Perkeretaapian, Pasal 1 Butir

21 Dalam KUH Dagang tidak dijumpai definisi pengangkut pada umumnya. Yang ada hanyalah pengangkut laut, yakni Pasal 466 dan Pasal 521 KUH Dagang. Menurut H.M.N. Purwosutjipto pengangkut pada umumnya adalah orang, yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. 10 Dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan niaga, pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau penumpang. Singkatnya, pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan niaga. Penyelenggara pengangkutan niaga dapat berstatus BUMN, BUMS, dan perseorangan yang berusaha di bidang jasa pengangkutan niaga. 11 Adapun kriteria dari pengangkut antara lain : 1. Perusahaan penyelenggara angkutan; 2. Menggunakan alat pengangkut mekanik; 3. Penerbit dokumen angkutan Pengertian Kereta Api Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia kereta ialah kendaraan yang beroda (biasanya ditarik oleh kuda), sedangkan kereta api ialah kendaraan yang ditarik dengan lokomotip, berjalan di atas rel. 13 Dalam UUKA Pasal 1 ayat (2) Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana 10 H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit, hal Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal Ibid. 13 W. J. S. Poerwadarminta, Op. Cit, hal. 490.

22 perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Selanjutnya dalam Pasal 1 ayat (7) Jalan rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalannya kereta api. Dan dalam ayat (9), Sarana perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di jalan rel. Sistem angkutan kereta api (rel atau baja) meliputi atas alat angkut (vehicles) yaitu lokomotif, kereta penumpang, gerbong barang dan gerbong peti kemas, jalan (ways) yaitu jalan/rel, bantalan/track, jembatan, signals, navigasi, telekomunikasi, ruang kontrol, dan palang pintu, terminal yaitu stasiun, gudang dan depo (bengkel). 14 Menurut Sution Usman Adji, dkk. Yang dimaksud peralatan dari kereta api antara lain terdiri dari lokomotif, gerbong barang, kereta penumpang dan peralatan penunjang, sedang peralatan basisnya antara lain : jalan kereta api (rel, bantalan balas), jembatan, gedung stasiun, peralatan sinyal, peralatan telekomunikasi dan berbagai peralatan lainnya. 15 Peranan kereta api penumpang pada akhir-akhir ini mulai meningkat kembali, bukan saja antar kota, tetapi juga di daerah perkotaan yang lalu lintasnya padat. Kereta penumpang adalah fasilitas operasi yang menerima kemajuan teknologi yang cukup pesat. Untuk melayani angkutan dalam kota atau di sekitarnya, kereta penumpang yang dilengkapi dengan tenaga penggerak yang 14 M. Nur Nasution, Manajemen Transportasi, (Jakarta : Ghalia Indonesia), 2004, hal Sution Usman Adji, Hukum pengangkutan di Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta), 1990, hal. 138.

23 sering dioperasikan pada angkutan dalam kota, seperti kereta listrik (KRL) dan kereta diesel (KRD). 16 Menurut jenisnya, kereta api terdiri dari : 1. Kereta api kecepatan normal; 2. Kereta api kecepatan tinggi; 3. Kereta api monorel; 4. Kereta api motor induksi linear; 5. Kereta api gerak udara; 6. Kereta api levitasi magnetik; 7. Trem; dan 8. Kereta gantung. 17 Menurut fungsinya, kereta api terdiri dari: 1. Perkeretaapian umum; dan 2. Perkeretaapian khusus. 18 Ad. 1. Perkeretaapian umum Perkeretaapian umum merupakan satu kesatuan sistem perkeretaapian yang disebut tatanan perkeretaapian nasional dan harus terintegrasi dengan moda transportasi lainnya. Perkeretaapian umum terdiri dari perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota, yang meliputi : 16 M. Nur Nasution, Op. Cit, hal Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Op. Cit, Pasal Ibid, Pasal 5-6.

24 a. Perkeretaapian nasional; b. Perkeretaapian provinsi; dan c. Perkeretaapian kabupaten/kota. Ad. 2. Perkeretaapian khusus Perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Menurut kegunaannya, kereta api terbagi atas dua jenis yaitu : 1. Kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut barang (gerbong barang). 2. Kereta api yang digunakan khusus untuk mengangkut penumpang (gerbong penumpang). 19 Setiap kereta api yang akan dioperasikan, wajib memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian. Penyelenggara sarana perkeretaapian yang mengoperasikan sarana perkeretaapian tidak memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian, dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, pembekuan izin, dan pencabutan izin operasi. 20 Persyaratan mengenai kelaikan sarana perkeretaapian diatur dalam pasal 96 sampai dengan 97 UUKA. Begitu juga dengan prasarana perkeretaapian yang akan dioperasikan, wajib memenuhi persyaratan kelaikan yang berlaku bagi setiap jenis prasarana 19 Bahan Kuliah, Pengangkutan Darat dengan Kereta Api, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007, Op. Cit, Pasal

25 perkeretaapian. Persyaratan kelaikan prasarana perkeretaapian meliputi persyaratan teknis, yang terdiri dari persyaratan sistem dan persyaratan komponen. Dan persyaratan operasional, yaitu persyaratan kemampuan prasarana perkeretaapian sesuai dengan rencana operasi perkeretaapian. 21 Untuk menjamin kelaikan sarana dan prasarana perkeretaapian, wajib dilakukan pengujian dan pemeriksaan. Pengujian dilakukan oleh pemerintah dan dapat dilimpahkan kepada badan hukum atau lembaga yang mendapat akreditasi dari pemerintah. Sedangkan pemeriksaan wajib dilakukan oleh penyelenggara pengangkutan perkeretaapian. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, Dimana penulis melakukan inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan suatu bidang hukum tertentu. Dan pendekatan yuridis, dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan, penerapan (implementasi) peraturan perundang-undangan tersebut dalam masyarakat, atau untuk mengetahui penerapan hukum dalam masyarakat secara empiris. 2. Jenis Data Jenis data yang digunakan ialah data sekunder dan didukung data primer. Data primer diperoleh dari penelitian di lapangan yang berupa hasil wawancara dengan responden dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara. 21 Ibid, Pasal 67.

26 Data sekunder diperoleh dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa peraturan perundangundangan yang dibuat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang antara lain: UU No. 23 Tahun 2007, KUH Perdata, KUH Dagang dan peraturan pelaksana lainnya. b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum berupa informasi yang diperoleh dari buku-buku referensi, hasil penelitian, makalah, majalah, situs internet, dan pendapat para ahli yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat dalam penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dari bahan hukum sekunder ini ialah untuk memberikan penjelasan dari bahan hukum primer. c. Bahan hukum tersier, yang berupa kamus umum dan kamus hukum. 3. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisa data yang diperlukan untuk mendukung penulisan skripsi ini adalah : a. Penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu dengan cara mengumpulkan bahan-bahan melalui studi kepustakaan, buku-buku referensi, peraturan perundang-undangan, majalah-majalah hukum, situs internet, diktat dan juga catatan kuliah serta informasi lain yang dipandang perlu dan mempunyai hubungan atau kaitan dengan judul skripsi ini. b. Penelitian di lapangan (Field Research), untuk memperoleh bahanbahan aktual yang berkaitan dengan skripsi ini. Penulis mengadakan

27 wawancara secara langsung dengan pihak PT. KAI Divisi Regional I Sumatera Utara. 4. Analisis Data Setelah data sekunder dan data primer diperoleh, kemudian penulis menganalisisnya secara kualitatif. Baik data yang berasal dari bahan hukum primer, sekunder, tersier maupun hasil wawancara dengan narasumber. Kemudian data tersebut diperiksa, dipilih, diatur dan disusun secara sistematis sehingga diperoleh gambaraan mengenai permasalahan yang diteliti. Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu penulis akan menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus dalam upaya menjawab permasalahan. F. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini didasarkan oleh ide, gagasan dan pemikiran dari penulis. Yang dalam pembuatannya, penulis melihat dasar-dasar yang telah ada. baik melalui literatur yang diperoleh dari perpustakaan maupun media-media lain. Sepanjang pengetahuan penulis dan berdasarkan informasi yang diperoleh dari perpustakaan, hingga saat ini belum ada skripsi yang mengangkat judul Tanggung Jawab PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut UU Nomor 23 Tahun 2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara). Oleh karena itu, penulisan skripsi ini terjamin keasliannya. Kalaupun ada pendapat atau kutipan dalam penulisan skripsi ini, semata-mata dijadikan

28 pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan dalam menyempurnakan skripsi ini. G. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini penulis menguraikannya dalam 5 (lima) bab. Setiap bab terbagi lagi dalam sub bab yang mempunyai hubungan satu sama lainnya. Dengan demikian dapat dicegah kesimpangsiuran yang mengakibatkan kesulitan untuk mengartikan dan menelaah isi skripsi ini. Adapun isi dari skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Di dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, keaslian penulisan serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGANGKUTAN MELALUI KERETA API Dalam bab ini diuraikan tentang pengertian perjanjian pengangkutan, sejarah perkeretaapian, gambaran umum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara, dan jenis-jenis perjanjian pengangkutan melalui kereta api.

29 BAB III : TANGGUNG JAWAB PT. KAI (PERSERO) TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UU NOMOR 23 TAHUN 2007 Dalam bab ini diuraikan tentang penyelenggaraan pengangkutan oleh PT. KAI, hak dan kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pengangkutan kereta api, dan tanggung jawab PT. KAI terhadap penumpang. BAB IV : PENYELESAIAN PEMBERIAN GANTI RUGI OLEH PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) KEPADA PENUMPANG Pada bab ini diuraikan mengenai Risiko yang Timbul Dalam Penyelenggaraan Pengangkutan, Faktor Penghambat Pelaksanaan Tanggung Jawab PT. KAI, Pelaksanaan Klaim Ganti Rugi oleh Penumpang kepada Pengangkut, Peranan Asuransi Terhadap Risiko dalam Perjanjian Pengangkutan BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini. pada bab ini akan disimpulkan hasil uraian mulai dari Bab I sampai dengan Bab IV dengan singkat dan sistematis, sebagai jawaban dari permasalahan. Dan terakhir ditutup dengan saran-saran yang merupakan buah fikiran penulis setelah menguraikan permasalahan yang timbul sesuai dengan judul skripsi ini.

30 BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PENGANGKUTAN MELALUI KERETA API E. Pengertian Perjanjian Pengangkutan Perjanjian pengangkutan merupakan suatu aspek yang penting diperhatikan dalam penyelenggaraan pengangkutan. Dalam membicarakan tanggung jawab pengangkut terlebih dahulu adanya perjanjian, karena tanggung jawab itu timbul sebagai akibat dari adanya perjanjian diantara para pihak. Pengertian perjanjian secara umum diatur dalam Buku III Bab kedua Bagian kesatu Pasal 1313 KUH Perdata, yaitu Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

31 Menurut Subekti, Perjanjian adalah Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 22 Menurut Wirjono Prodjodikoro, bahwa perjanjian adalah Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 23 Setiap orang bebas mengadakan perjanjian apa saja, baik yang sudah diatur atau belum diatur dalam undang-undang. Tetapi kebebasan tersebut dibatasi oleh tiga hal yaitu tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban umum, dan tidak bertentangan dengan kesusilaan (azas kebebasan berkontrak). 24 Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sebagaimana bunyi pasal tersebut, maka para pihak harus mematuhi isi dari perjanjian yang dibuatnya. Karena setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak mengenai hal tertentu, perjanjian itu akan mengikat. Dan sejak saat itu lahirlah hubungan hukum antara para pihak yang membuat perjanjian. 22 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT. Intermasa), 1979, hal Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perdjandjian, (Bandung : Vorkink), hal Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), 1990, hal. 225.

32 Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak haruslah memenuhi persyaratan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu berdasarkan pasal 1320 KUH Perdata. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut : 1. Adanya kesepakatan diantara para pihak mengenai apapun yang diperjanjikan diantara para pihak. 2. Kecakapan; yang membuat perjanjian harus mempunyai kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Hal tertentu, yaitu bahwa setiap perjanjian harus mempunyai objek perjanjiannya. 4. Kausa yang halal berarti tujuan dari perjanjian itu harus halal atau tidak bertentangan dengan hukum. 25 Pengangkutan diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Proses pengangkutan merupakan gerakan dari tempat asal, darimana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan, kemana kegiatan pengangkutan diakhiri. 26 Ditinjau dari segi keperdataan, hukum pengangkutan ialah keseluruhan peraturan-peraturan, didalam dan diluar kodifikasi (KUH Perdata dan KUH Dagang) yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubunganhubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan atau orang-orang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan- 25 H. Sadikin, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, (Departemen Hukum dan HAM RI : Badan Pembinaan Hukum Nasional), 2004, hal Muchtarudin Siregar, Beberapa Masalah Ekonomi dan Management Pengangkutan, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), 1990, hal. 3.

33 perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjianperjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan pengangkutan. 27 Hukum pengangkutan merupakan bagian dari hukum dagang (perusahaan) yang termasuk dalam bidang hukum keperdataan. Dilihat dari segi susunan hukum normatif, bidang hukum keperdataan adalah subsistem tata hukum nasional. Dengan demikian, hukum pengangkutan adalah bagian dari subsistem tata hukum nasional. Asas-asas tata hukum nasional adalah juga asas-asas hukum pengangkutan. 28 Hukum pengangkutan selalu berwujud ketentuan undang-undang dan perjanjian yang dibuktikan oleh dokumen tertulis. Bentuk tertulis selalu berupa kaidah yang menjadi pedoman perilaku pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Disamping kaidah tertulis ada pula kaidah tidak tertulis yang berupa kebiasaan dalam pengangkutan yang diikuti oleh pihak-pihak karena praktis dan adil dalam mencapai tujuan pengangkutan. 29 Perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. 30 Terjadinya perjanjian pengangkutan didahului oleh serangkaian perbuatan penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance) yang dilakukan oleh pengangkut dan pengirim/penumpang secara timbal balik. Serangkaian perbuatan tersebut tidak ada pengaturan rinci dalam undang-undang, melainkan hanya dengan 27 Soekardono, Hukum Dagang Indonesia Jilid II, (Jakarta : Rajawali), 1986, hal Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, hal Ibid, hal Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : PT. Intermasa), 2003, hal. 221.

34 pernyataan persetujuan kehendak sebagai salah satu unsur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. 31 Menurut H.M.N. Purwosutjipto Perjanjian pengangkutan adalah Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim/penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, dan atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim/penumpang mengikatkan diri 32 untuk membayar uang angkutan. Dengan memperhatikan definisi diatas, maka pengertian perjanjian pengangkutan adalah sama dengan pengertian perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata, dimana adanya persetujuan antara dua orang atau lebih secara timbal balik. Hanya dalam pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan pengertian perjanjian secara umum, sedangkan dalam perjanjian pengangkutan mengkhususkan pada hal pengangkutan. 33 Menurut Soekardono, perjanjian pengangkutan adalah : Sebuah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau/dan orang ke tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya (pengirimpenerima; pengirim atau penerima; penumpang) berkeharusan untuk 34 menunaikan pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut. Perjanjian pengangkutan bersifat timbal balik, artinya kedua belah pihak baik pengangkut maupun pengirim/penumpang masing-masing mempunyai kewajiban sendiri-sendiri. Kewajiban pengangkut ialah menyelenggarakan pengangkutan barang/orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Jika tidak selamat, menjadi tanggung jawab pengangkut. Sedangkan 31 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal H.M.N. Purwosutjipto, Op. Cit, hal Sution Usman Adji, Op. Cit, hal R. Soekardono, Op. Cit, hal.8.

35 kewajiban pengirim/penumpang, membayar uang angkutan sebagai kontra prestasi dari penyelenggaraan pengangkutan yang dilakukan oleh pengangkut. 35 Apabila antara kedua belah pihak telah tercapai kesepakatan terhadap halhal pokok yang mereka kehendaki bersama, mengandung arti bahwa pihak yang satu, yaitu pengangkut telah menyanggupi untuk memenuhi permintaan pihak yang lain, yaitu orang/penumpang yang memakai jasa angkutan untuk mengangkut orang dari tempat asal ke tempat tujuan yang telah ditentukan, dan penumpang telah menyanggupi untuk membayar ongkos angkutan. Meskipun perjanjian pada hakekatnya sudah diliputi oleh pasal-pasal dari hukum perjanjian dalam BW (KUH Perdata), akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud untuk kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan, yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut. Dalam perjanjian pengangkutan, terdapat asas-asas yang merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi para pihak. Oleh Abdulkadir Muhammad asas-asas tersebut diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : 1) Yang bersifat publik; dan 2) Yang bersifat perdata. 37 Ad. 1. Asas hukum pengangkutan yang bersifat publik Asas-asas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang H. M. N. Purwosutjipto, Op. Cit, hal Ibid. 37 Abdulkadir Muhammad, Op. Ct, hal.16.

36 berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak pemerintah (penguasa). Asas-asas tersebut antara lain : a) Asas manfaat Setiap pengangkutan harus dapat memberikan nilai guna yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat, dan pengembangan perikehidupan yang berkeseimbangan bagi warga negara. b) Usaha bersama dan kekeluargaan Penyelenggaraan usaha pengangkutan dilaksanakan untuk mencapai cita-cita dan aspirasi bangsa yang dalam kegiatannya dapat dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat dan dijiwai semangat kekeluargaan. c) Adil dan merata Penyelenggaraan pengangkutan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada segenap lapisan masyarakat, dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. d) Keseimbangan Penyelenggaraan pengangkutan harus dengan keseimbangan yang serasi antara sarana dan prasarana, antara kepentingan pengguna dan penyedia jasa, antara kepentingan individu dan masyarakat, serta antara kepentingan nasional dan internasional, e) Kepentingan umum

37 Penyelenggaraan pengangkutan harus lebih mengutamakan kepentingan pelayanan umum bagi masyarakat luas. f) Keterpaduan Pengangkutan harus merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling mennunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar moda pengangkutan. g) Kesadaran hukum Pemerintah wajib menegakkan dan menjamin kepastian hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara Indonesia agar selalu sadar dan taat kepada hukum dalam penyelenggaraan pengangkutan. h) Percaya pada diri sendiri Pengangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepribadian bangsa. i) Keselamatan penumpang Pengangkutan penumpang harus disertai dengan asuransi kecelakaan. Ad. 2. Asas hukum pengangkutan yang bersifat perdata Asas-asas yang bersifat perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak

38 yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Asas-asas tersebut antara lain : a) Konsensual Pengangkutan tidak diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan kesepakatan pihak-pihak. Tetapi untuk menyatakan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah ada harus dibuktikan dengan atau didukung oleh dokumen angkutan. b) Koordinatif Pihak-pihak dalam pengangkutan mempunyai kedudukan setara atau sejajar, tidak ada pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain. Walaupun pengangkut menyediakan jasa dan melaksanakan perintah penumpang/pengirim barang,pengangkut bukan bawahan penumpang/pengirim barang. Pengangkutan adalah perjanjian pemberian kuasa. c) Campuran Pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa, penyimpanan barang, dan melakukan pekerjaan dari pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis perjanjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian pengangkutan. d) Retensi Pengangkutan tidak menggunakan hak retensi. Penggunaan hak retensi bertentangan dengan tujuan dan fungsi pengangkutan.

39 Pengangkut hanya mempunyai kewajiban menyimpan barang atas biaya pemiliknya. e) Pembuktian dengan dokumen Setiap pengangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angkutan. Tidak ada dokumen angkutan berarti tidak ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan dengan angkutan kota (angkot) tanpa tiket/karcis penumpang. Adapun sifat dari hukum perjanjian pengangkutan, terdapat beberapa pendapat. Yaitu : a) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala. Pendapat ini dianut oleh Polak, Molenggraaff, Volmar, dan Soekardono. Perjanjian yang bersifat pelayanan berkala ini diatur dalam Pasal 1601 KUH Perdata. b) Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah perjanjian pemborongan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1601 huruf b KUH Perdata, yang menentukan bahwa pemborongan pekerjaan adalah perjanjian, dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan. c) Sifat perjanjian pengangkutan adalah campuran. Yaitu campuran antara perjanjian melakukan pekerjaan (pelayanan secara berkala dan perjanjian penyimpanan (bewaargeving)).

40 F. Sejarah Perkeretaapian 1. Sejarah Perkeretaapian di Indonesia. 38 Sejalan dengan diberlakukannya sistem tanam paksa, produksi hasil perkebunan di Indonesia khususnya Pulau Jawa meningkat dengan pesat. Transportasi dengan menggunakan pedati ditarik sapi dan kerbau tidak lagi memadai untuk mengangkut hasil perkebunan yang melimpah. Usaha untuk memperbaiki transportasi pernah dilakukan dengan mendatangkan onta dari Timur Tengah, tetapi tidak berhasil karena banyak onta yang mati. Maka dari itu, timbul pemikiran untuk membangun jalan rel guna memenuhi kebutuhan tersebut. Hadirnya kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan rel di desa Kemijen pada 17 Juni 1864, oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet Van Den Beele yang diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P De Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung sepanjang 25 Km dengan lebar spur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada 10 Agustus Tanggal 10 April 1869 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan Staats Spoorwegen (selanjutnya disingkat SS) dan membangun lintasan Batavia-Bogor. Tahun 1878, Perusahaan Negara ini membuka jalur Surabaya-Pasuruan-Malang, cah%20sipil%20ugm.htm, Diakses Tanggal 6 Februari 2009.

41 dan 1879 membuka jalur Bangil-Malang. Pembangunan terus berjalan hingga ke kota-kota besar seluruh Jawa terhubung oleh jalur kereta api. Di luar Jawa, tahun 1876, SS juga membangun jalur Ulele-Kutaraja (Aceh). Selanjutnya lintasan Palu Aer-Padang (Sumatera Barat) tahun sepanjang 291 Km. Lintasan Teluk Betung-Prabumulih (Sumatera Selatan) dibangun antara tahun Tahun 1923 membangun jalur Makasar- Takalar (Sulawesi). 2. Sejarah Perkeretaapian di Sumatera Utara. 39 Perkeretaapian di Sumatera Utara diawali oleh perusahaan swasta Belanda pada 17 Juli 1886 yang bernama Deli Spoorweg Maatchscapay (DSM). Hingga tahun 1931, panjang lintas mencapai 17 Km yang menghubungkan Labuhan dengan Kota Medan. Pembukaan rute ini dilandasi dengan motif utamanya untuk membawa hasil perkebunan dari pedalaman ke pelabuhan Belawan. Pada masa pendudukan Jepang ( ) semua kereta api di Indonesia berada di bawah pendudukan Jepang. Untuk daerah Sumatera Utara di bawah pemerintahan Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 perkeretaapian di Sumatera Utara dikembalikan kepada DSM sampai masa dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik Belanda kepada penguasa militer daerah Sumatera Utara (14 Desember 1957, dasar SK Panglima T dan T1 No. PM/KP TS/045/12/97). 39 Data dari PT. Kereta Api (Persero) Divisi Regional I Sumatera Utara, Urusan Humas, Sejarah Singkat Perkeretaapian di Sumatera Utara. Hari Kamis tanggal 5 maret 2009.

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan tak dapat dipungkiri, hal ini ditandai dengan berkembangnya tekhnologi transportasi dan telekomunikasi. Perkembangan tersebut sejalan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

JULIANA ROSALI HARAHAP

JULIANA ROSALI HARAHAP PERJANJIAN KREDIT SINDIKASI SEBAGAI SARANA PEMBIAYAAN BANK (STUDI PADA PT. BANK SUMUT MEDAN) S K R I P S I Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup pada era modern seperti sekarang ini, mengharuskan manusia untuk melakukan sesuatu dengan cara cepat dan mudah. Salah satu hal yang ingin dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI KERETA API. Jepang kita bisa melihat sejarah pengangkutan. 19 Pada tahun 1800 alat angkut

BAB II RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI KERETA API. Jepang kita bisa melihat sejarah pengangkutan. 19 Pada tahun 1800 alat angkut BAB II RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI KERETA API A. Sejarah Perkeretaapiaan Pada masa penjajahan Belanda hingga setelah pada masa penjajahan Jepang kita bisa melihat sejarah pengangkutan. 19

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian dan Fungsi Pengangkutan Istilah pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti mengangkut dan membawa, sedangkan istilah pengangkutan dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI. A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) BAB III PELAKSANAAN BATAS USIA PENSIUN PEGAWAI EKS DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DI PT.KAI A. Profil Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero) 1. Sejarah PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Kehadiran kereta api

Lebih terperinci

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur

Dengan adanya pengusaha swasta saja belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal ini antara lain karena perusahaan swasta hanya melayani jalur-jalur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia pembangunan meningkat setiap harinya, masyarakat pun menganggap kebutuhan yang ada baik diri maupun hubungan dengan orang lain tidak dapat dihindarkan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. KUH Perdata di mana PT KAI sebagai pengangkut menyediakan jasa untuk mengangkut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pengangkutan 1. Dasar Hukum Pengangkutan Pengangkutan kereta api pada dasarnya merupakan perjanjian sehingga berlaku Pasal 1235, 1338 KUH Perdata di mana PT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian a. Pengertian Umum Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Perikatan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan dari orang lain. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi alat penghubung pengangkutan antar daerah, untuk pengangkutan orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sarana transportasi massal saat ini menjadi sangat penting karena letak Indonesia yang begitu luas serta dikelilingi lautan. Transportasi tersebut akan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN. A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN A. Pengertian Pengangkutan Dan Hukum Pengangkutan 1. Pengertian Pengangkutan Beberapa ahli, memberikan pengertian mengenai pengangkutan di antaranya: a. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, dimana dunia memasuki era gobalisasi, sektor ekonomi dan perdagangan pada khususnya mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam dunia perdagangan soal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan

BAB I PENDAHULUAN. Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Faktor kemajuan teknologi saat ini bisa dikatakan berkembang dengan sangat signifikan sesuai dengan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Perkembangan teknologi merambah

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI KERETA API

BAB II RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI KERETA API BAB II RUANG LINGKUP PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI KERETA API A. Sejarah perkeretaapian Menurut kamus umum bahasa Indonesia, kereta api adalah kendaraan yang beroda yang ditarik dengan lokomotif, berjalan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB PO. CV. SUMBER REZEKI TERHADAP PENGIRIM DALAM PERJANJIAN PENGIRIMAN BARANG DI KOTA JAMBI SKRIPSI Disusun

Lebih terperinci

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT A. Perjanjian Pengangkutan Dalam Penyelenggaraan pengangkutan sangat diperlukan adanya suatu Perjanjian, dimana perjanjian merupakansumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan manusia, alat transportasi terdiri dari berbagai macam yaitu alat transportasi darat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan moda transportasi massal yang murah, efisien, dan cepat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melihat dari gambaran Indonesia yang sangat luas dan menjadi salah satu penduduk terbanyak di dunia sudah pantas bila masyarakat Indonesia sangat membutuhkan moda transportasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. hanya satu, yaitu PT. Pos Indonesia (Persero). Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jasa pengiriman paket dewasa ini sudah menjadi salah satu kebutuhan hidup. Jasa pengiriman paket dibutuhkan oleh perusahaan, distributor, toko, para wiraswastawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. kelancaran arus lalu lintas penduduk dari dan kesuatu daerah tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan karena wilayahnya meliputi ribuan pulau. Kondisi geografis wilayah nusantara tersebut menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang

BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG. A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 16 BAB II KAJIAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Sejarah dan Pengertian Pengangkutan Barang 1. Sejarah Pengangkutan Barang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sekarang ini pengangkutan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia.peranan itu makin menentukan sehubungan dengan makin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dalam menjalani kehidupannya, masyarakat tidak dapat dipisahkan dari transportasi.

Lebih terperinci

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: UU NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Lalu lintas adalah gerak kendaraan, orang, dan hewan di jalan;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. musibah. Manusia dalam menjalankan kehidupannya selalu dihadapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan ini manusia selalu dihadapkan dengan dua kejadian yaitu kejadian yang terjadi secara terencana dan kejadian yang muncul secara

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN DARAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN DARAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN 22 BAB II RUANG LINGKUP HUKUM PENGANGKUTAN DARAT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN A. Sejarah Pengangkutan 1. Sejarah Perkeretaapiaan Sejarah hukum pengangkutan bisa kita

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II. SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia

BAB II. SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia BAB II SEKILAS TENTANG PT. KERETA API (Persero) A. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA didesa Kemijen Jumat tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang paling sederhana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan individu untuk melakukan proses interaksi antar sesama merupakan hakikat sebagai makhluk sosial. Proses interaksi tersebut bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri atas perairan laut, sungai, dan danau.diatas teritorial daratan dan perairan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan geografis Indonesia yang merupakan negara kepulauan, dengan beribu-ribu pulau besar dan kecil berupa daratan dan sebagian besar perairan yang terdiri atas perairan

Lebih terperinci

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 69/1998, PRASARANA DAN SARANA KERETA API *35899 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 69 TAHUN 1998 (69/1998) TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api; PP 81/1998, LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 81 TAHUN 1998 (81/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai

GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BAB II GAMBARAN UMUM GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Bab dua berisi sejarah serta perkembangannya, visi, misi, struktur organisasi, dan tugas dalam hal ini PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Penyelenggaraan. Pengusahaan. Angkutan Multimoda. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 8 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN. menyelenggarakan pengangkutan barang semua atau sebagian secara time charter BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT, PENUMPANG DAN KECELAKAAN 2.1. Pengangkut 2.1.1. Pengertian pengangkut. Orang yang melakukan pengangkutan disebut pengangkut. Menurut Pasal 466 KUHD, pengangkut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang

I. PENDAHULUAN. oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengangkutan merupakan salah satu bidang kegiatan yang sangat vital. Hal ini disebabkan oleh keadaan geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1998 TENTANG PRASARANA DAN SARANA KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah No. 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan, pelabuhan adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelabuhan merupakan simpul transportasi laut yang menjadi fasilitas penghubung dengan daerah lain untuk melakukan aktivitas perdagangan. Pelabuhan memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan

BAB I PENDAHULUAN. strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan salah satu sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkukuh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM. yang mengangkut, (2) alat (kapal, mobil, dsb) untuk mengangkut. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM 2.1 Pengangkut 2.1.1 Pengertian pengangkut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah pengangkut adalah (1) orang yang mengangkut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan

BAB I PENDAHULUAN. pembayaran biaya tertentu untuk pengangkutan tersebut 2. Kedudukan pengirim dan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pengangkutan dalam dunia perdagangan, merupakan sarana yang penting dimana dengan adanya angkutan akan memudahkan pendistribusian barang/jasa dari produsen ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

JURNAL TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. KERETA API INDONESIA TERHADAP KERUGIAN PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN KERETA API. Diajukan Oleh :

JURNAL TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. KERETA API INDONESIA TERHADAP KERUGIAN PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN KERETA API. Diajukan Oleh : JURNAL TANGGUNG JAWAB HUKUM PT. KERETA API INDONESIA TERHADAP KERUGIAN PENUMPANG AKIBAT KECELAKAAN KERETA API Diajukan Oleh : BENEDICTUS BISMO BINTANG PRAKOSA NPM : 110510601 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju

BAB I PENDAHULUAN. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan sangat vital karena sebagai suatu penunjang penting dalam maju mundurnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk mencapai tujuan dan menciptakan maupun menaikan utilitas atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan, dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau-pulau besar maupun kecil, yang terhubung oleh selat dan laut. Pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, manusia selalu berusaha untuk memperoleh kesejahteraan, baik kesejahteraan jasmani maupun kesejahteraan rohani. Namun di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus

BAB I PENDAHULUAN. transportasi merupakan salah satu jenis kegiatan pengangkutan. Dalam. membawa atau mengirimkan. Sedangkan pengangkutan dalam kamus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang hampir setiap orang menggunakan alat transportasi untuk mereka bepergian, pada dasarnya penggunaan alat transportasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia, pengangkutan memiliki peranan yang sangat penting. Demikian juga halnya dalam dunia perdagangan, bahkan pengangkutan memegang peranan yang mutlak,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Dalam perjalanan sejarahnya, angkutan kereta api di tanah air membuktikan peranannya yang berarti pada sektor perhubungan disamping menunjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA. pengangkutan barang dari tempat asal ke tempat tujuan dengan lebih efektif dan 30 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN MULTIMODA 2.1. Pengertian Angkutan Multimoda Dengan dikenalnya sistem baru dalam pengangkutan sebagai bagian dari perekonomian saat ini yaitu pengangkutan multimoda

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 22-2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1992 (ADMINISTRASI. PERHUBUNGAN. Kendaraan. Prasarana. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah

BAB I PENDAHULUAN. signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi membawa dampak yang signigfikan terhadap sistem ekonomi global dewasa ini. Teknologi telah membawa kontribusi yang begitu domain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pada sektor transportasi dan informasi dewasa ini menyebabkan meningkatnya transaksi perdagangan luar negeri. Transaksi perdagangan luar negeri atau yang

Lebih terperinci

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan

BAB III. Penutup. A. Kesimpulan. 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan BAB III Penutup A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh PT. KAI tidak dijalankan dengan maksimal oleh PT. KAI. PT. KAI tidak mengganti kerugian atas barang yang hilang karena kecelakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan kodrat alam, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup bersama sama dengan manusia lain. Atau dengan kata lain manusia tidak dapat hidup

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG. 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG. 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) BAB III GAMBARAN UMUM PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DAOP IV SEMARANG 3.1 Sejarah Berdirinya PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) Berdirinya PT. Kereta Api Indonesia (Persero) ditandai dengan pencangkulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pelaksanaan pembangunan di Indonesia yang sasaran utamanya dibidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan merupakan salah satu sektor pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele.

BAB I PENDAHULUAN. Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan KA di desa Kemijen, Jum'at tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan

BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG. atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan BAB II PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG A. Perjanjian dan Pengangkutan Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Dengan jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras yang merupakan hasil pengolahan dari padi merupakan sumber karbohidrat tertinggi dibandingkan dengan jenis pangan lainnya, maka tidak heran beras paling banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM TANGGUNG JAWAB CV. PO. AYU TRANSPORT SUNGAI PENUH-JAMBITERHADAP PENUMPANG SKRIPSI DisusunSebagai Salah SatuSyaratUntukMemperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam zaman modern ini segala sesuatu memerlukan kecepatan dan ketepatan, maka jasa angkutan udara sangatlah tepat karena ia merupakan salah satu transportasi

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT

TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA RUMAH DINAS ANTARA KARYAWAN PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO) DIVISI REGIONAL II SUMATERA BARAT DENGAN PIHAK KETIGA SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan

BAB III PROFIL PERUSAHAAN. (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan 1 BAB III PROFIL PERUSAHAAN 3.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT. Kereta Api (persero) adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa transportasi pengankutan penumpang dan barang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia dalam suatu masyarakat, sering menderita kerugian akibat suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya dicuri,

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG)

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN BARANG MENGGUNAKAN KAPAL PETI KEMAS MELALUI LAUT (STUDI KASUS PT. MERATUS LINE CABANG PADANG) A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki berbagai kebutuhan yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 13, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1992 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa transportasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang

I. PENDAHULUAN. berlaku pada manusia tetapi juga pada benda atau barang. Perpindahan barang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia saat ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan perekonomian Indonesia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-1 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH C-2 LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH 1. Angkutan kereta api adalah kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. 2. Awak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PENGANGKUTAN, TANGGUNG JAWAB HUKUM DAN PENGIRIMAN BARANG 1.1 Hukum Pengangkutan 2.1.1 Pengertian Pengangkutan Dalam dunia perniagaan masalah pengangkutan memegang peranan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2001 TENTANG KEBANDARUDARAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang untuk menyalurkan atau mendistribusikan barang yang dihasilkan agar

BAB I PENDAHULUAN. barang untuk menyalurkan atau mendistribusikan barang yang dihasilkan agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia perdagangan, pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat lain bukanlah suatu hal yang baru. Hal ini sering dilakukan oleh produsen barang untuk

Lebih terperinci

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan

BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN. A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN A. Pengertian Perjanjian Pengangkutan dan Asas-Asas Pengangkutan Menurut Hukumnya Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas

Lebih terperinci