BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata spiritual berasal dari bahasa Latin yaitu spiritusyang berarti hembusan atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kata spiritual berasal dari bahasa Latin yaitu spiritusyang berarti hembusan atau"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Spiritual Care Defenisi Spiritual Kata spiritual berasal dari bahasa Latin yaitu spiritusyang berarti hembusan atau bernafas, kata ini memberikan makna segala sesuatu yang penting bagi hidup manusia. Seseorang dikatakan memiliki spirit yang baik jika orang tersebut memiliki harapan penuh, optimis dan berfikir positif, sebaliknya jika seseorang kehilangan spiritnya maka orang tersebut akan menunjukkan sikap putus asa, pesimis dan berfikir negatif (Blais et al, 2002 ; Roper, 2002). Terdapat berbagai defenisi spiritual menurut sudut pandang masingmasing. Mahmoodishan (2010) dan Vlasblom (2012) mendefenisikan spiritualitas merupakan konsep yang luas, sangat subjektif dan individualis, diartikan dengan cara yang berbeda pada setiap orang. Spiritualitas adalah kepercayaan seseorang akan adanya Tuhan, dan kepercayaan ini menjadi sumber kekuatan pada saat sakit sehingga akan mempengaruhi keyakinannya tentang penyebab penyakit, proses penyembuhan penyakit dan memilih orang yang akan merawatnya (Blais et al, 2002; Hamid, 2008). Defenisi lain menyatakan bahwa spiritualitas merupakan bagian inti dari individu yang tidak terlihat dan memberikan makna dan tujuan hidup serta hubungan dan keterikatan dengan Yang Maha Tinggi yaitu Tuhan (Dewit- Weaver, 2001 dalam McEwen, 2003). Spiritualitas berbeda dengan agama, spiritualitas merupakan konsep yang lebih luas yang bersifat universal dan pribadi 8

2 9 sedangkan agama merupakan bagian dari spiritualitas yang terkait dengan budaya dan masyarakat (McEwen, 2003) Spiritual Care Spiritual Care adalah praktek dan prosedur yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien (Cavendish et al, 2003). Menurut Meehan (2012) spiritual care adalah kegiatan dalam keperawatan untuk membantu pasien yang dilakukan melalui sikap dan tindakan praktek keperawatan berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yaitu mengakui martabat manusia, kebaikan, belas kasih, ketenangan dan kelemahlembutan. Chan (2008) dan Mc Sherry & Jamieson (2010) mengatakan bahwa spiritual care merupakan aspek perawatan yang integral dan fundamental dimana perawat menunjukkan kepedulian kepada pasien. Spiritual care berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang ramah dan simpatik, mendengarkan dengan penuh perhatian dan memberikan kekuatan pada pasien dalam menghadapi penyakitnya (Mahmoodishan, 2010). Spiritual care tidak mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang agamannya melainkan memberi kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan nilai-nilai dan kebutuhan mereka, dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya ( Souza et al, 2007 dalam Sartori, 2010). Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa spiritual care adalah praktek dan prosedur keperawatan yang dilakukan perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien berdasarkan nilai-nilai keperawatan spiritual yang berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang ramah dan simpatik, mendengarkan dengan

3 10 penuh perhatian, memberi kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan kebutuhan pasien, memberikan kekuatan pada pasien dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang agamannya Kebutuhan Spiritual Setiap manusia memiliki dimensi spiritual dan semua pasien memiliki kebutuhan spiritual dan kebutuhan ini menonjol pada saat keadaan stres emosional, sakit, atau bahkan menjelang kematian. Oleh karena itu perawat harus sensitif akan kebutuhan spiritual pasien dan berespon dengan tepat. Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien dapat meningkatkan perilaku koping dan memperluas sumber-sumber kekuatan pada pasien (Kozier et al, 2004). Hamid (2008) mengatakan bahwa kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, adanya rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberi dan mendapat maaf. Speck (2005, dalam Sartori, 2010) menggambarkan kebutuhan spiritual sebagai bagian penting dari kehidupan kita yang dapat membantu kita untuk mengatasi kondisi kita, menemukan makna dan tujuan, serta harapan dalam hidup. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hodge et al (2011) menemukan enam kebutuhan spiritual pasien yaitu : a. Makna,tujuan, dan harapan hidup Merupakan kebutuhan untuk memahami peristiwa dalam kehidupan secara keseluruhan. Pasien membutuhkan penjelasan tentang penyakitnya, mengapa penyakit ada pada dirinya, dengan adanya penjelasan diharapkan pasien tidak

4 11 putus asa, berfikir positif, mensyukuri berkat Tuhan, fokus pada hal-hal yang baik,membuat hidup menjadi lebih berarti. Kebutuhan akan makna, tujuan, dan harapan erat kaitannya dengan kebutuhan akan hubungan dengan Tuhan. b. Hubungan dengan Tuhan Bagi pasien hubungan dengan Tuhan menjadi kebutuhan yang sangat penting yang dapat membantu mereka menghadapi masa-masa sulit, memberikan rasa yang utuh tentang makna dan tujuan serta memberikan harapan untuk masa kini, masa depan, dan masa akhirat. Perilaku yang ditunjukkan pasien adalah memohon, komunikasi dengan Tuhan, menerima kehendak Tuhan, menerima rencana Tuhan, percaya bahwa Tuhan yang menyembuhkan penyakitnya, yakin akan kehadiran Tuhan pada masa-masa perawatan penyakitnya dan pasien percaya Tuhan yang memelihara dan mengawasi mereka. c. Praktek spiritual Pasien mempunyai keinginan untuk terlibat dalam kegiatan ibadah secara rutin. Dengan kegiatan ibadah pasien berharap dapat meningkatkan hubungan dengan Tuhan sehingga dapat mengatasi segala cobaan yang mereka hadapi. Kegiatan yang dilakukan oleh pasien adalah berdoa, membaca kitab suci, pelayanan keagamaan, mendengar musik rohani dan membaca buku yang bertema rohani. d. Kewajiban agama Hal ini berhubungan dengan tradisi agama pasien misalnya adanya makanan yang halal dan tidak halal, kematian dan proses penguburan yang harus dihormati.

5 12 e. Hubungan interpersonal Selain hubungan dengan Tuhan, pasien juga membutuhkan hubungan dengan orang lain, termasuk hubungan dengan kaum ulama. Kebutuhan ini meliputi : mengunjungi anggota keluarga, menerima doa orang lain, meminta maaf, menerima dukungan, dihargai dan dicintai orang lain. f. Hubungan dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya Pasien berharap memiliki interaksi dengan perawat dan tenaga kesehatan lainnya. Pasien membutuhkan para tenaga kesehatan memiliki ekspresi wajah yang ramah, kata-kata dan bahasa tubuh yang baik, menghormati, empati, peduli, memberikan informasi tentang penyakitnya secara lengkap dan akurat, dan mendiskusikan tentang pilihan pengobatan. Narayanasamy (1991, 2001 dalam McSherry, 2006) mengatakan bahwa kebutuhan spiritual pasien adalah kebutuhan akan makna dan tujuan, kebutuhan akan cinta dan hubungan yang harmonis,kebutuhan akan pengampunan, kebutuhan akan sumber pengharapan dan kekuatan, kebutuhan akan kreativitas, kebutuhan akan kepercayaan, kebutuhan untuk mengekspresikan keyakinan pribadi, kebutuhan untuk mempertahankan praktek spiritual, dan keyakinan pada Tuhan atau dewa. Penjelasan lebih rinci terkait kebutuhan spiritual pasien menurut Narayanasamy (1991, 2001 dalam McSherry,2006) : a. Kebutuhan akan makna dan tujuan Kita semua memiliki kebutuhan untuk mengidentifikasi makna dan tujuan hidup kita, hal ini membantu kita menemukan motivasi atau tujuan hidup kita.

6 13 b. Cinta dan hubungan yang harmonis Tanpa adanya cinta dan hubungan yang harmonis dengan orang lain misalnya pasangan kita atau teman dekat, kita akan merasa sendiri dan kehilangan sentuhan, rasa aman dan cinta. c. Kebutuhan akan pengampunan. Dalam kehidupan kita pasti akan mengalami hal-hal yang dapat mengganggu dan adanya konflik. Akibatnya kita marah dan merasa bersalah, yang dapat mengakibatkan gangguan fisik, psikologis, sosial, dan kesejahteraan spiritual. Untuk menjaga keseimbangan ini, kita mencoba untuk menyelesaikan konflik dalam hidup kita dengan cara memaafkan dan dimaafkan. d. Kebutuhan akan kreativitas Kemampuan untuk menemukan makna, ekspresi dan nilai dalam aspek kehidupan seperti kegiatan sastra, seni, dan musik yang berasal dari kreativitas setiap individu memberikan ekspresi, makna, serta sarana komunikasi. Kreativitas akan menciptakan emosi seseorang dan perasaan yang indah dalam bentuk kreasi. e. Kebutuhan akan kepercayaan Individu akan merasa terisolasi dan diabaikan ketika kehilangan kepercayaan. Kepercayaan merupakan dasar untuk membangun persahabatan dan membina hubungan dengan orang lain. f. Kebutuhan untuk mengekspresi keyakinan pribadi Dalam kehidupan, ada kebutuhan yang mendasar untuk mengekspresikan keyakinan pribadi seseorang. Ketidakmampuan untuk mengekspresikan keyakinan pribadi dapat menyebabkan frustasi dan akhirnya permusuhan.

7 14 g. Kebutuhan untuk mempertahankan praktek spiritual Kegiatan akan kebutuhan ini adalah berdoa, menghadiri kebaktian gereja, mesjid atau kuil. Selama periode sakit atau dirawat inap, pasien berharap kebutuhan ini tetap terpenuhi. h. Keyakinan pada Tuhan atau dewa Hal ini merupakan dimensi penting dari spiritual untuk beberapa individu. Mereka yakin akan adanya kekuatan dari Tuhan atau dewa yang menciptakan dunia. Dalam mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien, perawat harus memiliki pemahaman dasar tentang kebutuhan spiritual pasien, menghormati setiap keinginan pasien, menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pasien bukan mempromosikan agama, perawat harus memahami spiritual mereka sendiri sebelum mereka memenuhi kebutuhan spiritual pasien, memiliki komitmen dan benar-benar berusaha untuk memahami kebutuhan pasien. Kebutuhan spiritual pasien dapat diketahui perawat dengan mendengarkan secara aktif apa yang disampaikan atau dikeluhkan oleh pasien melalui terciptanya komunikasi yang efektif dan pengamatan terhadap pasien (Sartori, 2010) Distres Spiritual Monod (2012) menyatakan distres spiritual muncul ketika kebutuhan spiritual tidak terpenuhi, sehingga dalam menghadapi penyakitnya pasien mengalami depresi, cemas, dan marah kepada Tuhan. Distres spiritual dapat menyebabkan ketidakharmonisan dengan diri sendiri, orang lain, lingkungan dan Tuhannya (Mesnikoff, 2002 dalam Hubbell et al, 2006).

8 15 Kozier (2004) juga mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan distres spiritual seseorang meliputi masalah-masalah fisiologis antara lain diagnosis penyakit terminal, penyakit yang menimbulkan kecacatan atau kelemahan, nyeri, kehilangan organ atau fungsi tubuh atau kematian bayi saat lahir, masalah terapi atau pengobatan antara lain anjuran untuk transfusi darah, aborsi, tindakan pembedahan, amputasi bagian tubuh dan isolasi, masalah situasional antara lain kematian atau penyakit pada orang-orang yang dicintai, ketidakmampuan untuk melakukan praktek spiritual (Carpenitto, 2002 dalam Kozier et al, 2004). Karakteristik pasien yang mengalami distres spiritual menurut Dover (2001) antara lain: pasien putus asa, tidak memiliki tujuan dalam hidupnya, menganggap dirinya dijauhi Tuhan, dan tidak melakukan kegiatan ibadah. Ketika sakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual dapat membantu seseorang untuk sembuh. Selama sakit atau kehilangan, misalnya saja, individu merasa kurang mampu untuk merawat diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain. Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang terjadi, dan dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan terasing. Untuk itu diharapkan perawat mengintegrasikan perawatan spiritual kedalam proses keperawatan (Potter & Perry, 2004) Kesehatan/Kesejahteraan Spiritual Kesehatan spiritual atau disebut juga kesejahteraan spiritual adalah rasa keharmonisan, saling adanya kedekatan antara diri sendiri dengan orang lain, alam, dan dengan kehidupan yang tertinggi. Rasa keharmonisan ini tercapai ketika

9 16 seseorang menemukan adanya keseimbangan antara nilai, tujuan, dan keyakinan mereka akan hubungannya dengan diri sendiri dan orang lain (Potter & Perry, 2004). Ellison (1983 dan Pilch 1988 dalam Kozier et al, 2004) mendefenisikan kesehatan spiritual adalah suatu cara hidupyang penuh makna, berguna, menyenangkan dan bebas untuk memilih setiap ada kesempatan yang sesuai dengan nilai-nilai spiritual. Manusia memelihara dan meningkatkan spiritualnya dengan berbagai cara, ada yang memfokuskan pada pengembangan dirinya sendiri yaitu dialognya dengan Tuhan melalui doa, meditasi, melalui mimpi, berkomunikasi dengan alam, atau melalui ekspresi dibidang seni seperti drama, musik dan menari, sementara yang lain lebih memfokuskan pada dunia luar yaitu dengan mencintai orang lain, melayani orang lain, gembira, tertawa, terlibat dalam pelayanan keagamaan, persahabatan dan aktivitas bersama, rasa haru, empati, pengampunan, dan harapan (Kozier et al, 2004). Hasil penelitian Dover (2001) dan Monod (2012) menyimpulkan ketika penyakit menyerang seseorang maka kesehatan spiritualnya dapat membantu untuk sembuh karena yakin semua usaha yang dilakukannya akan berhasil, pasien mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya, dan tidak menyerah dengan penyakitnya Peran Perawat Dalam Spiritual Care Dahulu spiritual carebelum dianggapsebagai suatu dimensinursing Therapeutic, tetapi dengan munculnya Holistic Nursing maka Spiritual care menjadi aspek yang harus diperhatikan dan pengkajian kebutuhan spiritual pasien berkembang dan dikenal sebagai aktivitas-aktivitas legitimasi dalam domain

10 17 keperawatan (O Brien, 1999). Perawat merupakan orang yang selalu hadir ketika seseorang sakit, kelahiran, dan kematian. Pada peristiwa kehidupan tersebut kebutuhan spiritual sering menonjol, dalam hal ini perawat berperan untuk memberikan spiritual care (Cavendish, 2003). Balldacchino (2006) menyimpulkan bahwa perawat berperan dalam proses keperawatan yaitu melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana dan implementasi keperawatan serta melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi klinis/pendidikan, serta menjaga masalah etik dalam keperawatan. Peran perawat dalam proses keperawatan terkait dengan spiritual caredijelaskan sebagai berikut : Pengkajian kebutuhan spiritual pasien Pengkajian spiritual menurut Kozier et al (2004) terdiri dari pengkajian riwayat keperawatan dan pengkajian klinik. Pada pengkajian riwayat keperawatan semua pasien diberikan satu atau dua pertanyaan misalnya apakah keyakinan dan praktek spiritual penting untuk anda sekarang?, bagaimana perawat dapat memberikan dukungan spiritual pada anda?. Pasien yang memperlihatkan beberapa kebutuhan spiritual yang tidak sehat yang beresiko mengalami distres spiritualharus dilakukan pengkajian spiritual lebih lanjut. Kozier menyarankan pengkajian spiritual sebaiknya dilakukan pada akhir proses pengkajian dengan alasan pada saat tersebut sudah terbangun hubungan saling percaya antara perawat dan pasien. Untuk itu diharapkan perawat meningkatkan sensitivitasnya, dapat menciptakan suasana yang menyenangkan

11 18 dan saling percaya, hal ini akan meningkatkan keberhasilan pengkajian spiritual pasien. Pertanyaan yang diajukan pada pasien saat wawancara untuk mengkaji spiritual pasien antara lain : adakah praktik keagamaan yang penting bagi anda?, dapatkah anda menceritakannya pada saya?, bagaimana situasi yang dapat mengganggu praktik keagamaan anda?, bagaimana keyakinan anda bermanfaat bagi anda?, apakah cara-cara itu penting untuk kebaikan anda sekarang?, dengan cara bagaimana saya dapat memberi dukungan pada spiritual anda?, apakah anda menginginkan dikunjungi oleh pemuka agama di rumah sakit?, apa harapanharapan anda dan sumber-sumber kekuatan anda sekarang?, apa yang membuat anda merasa nyaman selama masa-masa sulit ini?. Pada pengkajian klinik menurut Kozier et al (2004) meliputi : a. Lingkungan yaitu apakah pasien memiliki kitab suci atau dilingkungannya terdapat kitab suci atau buku doa lainnya, literatur-literatur keagamaan, penghargaan keagamaan, simbol keagamaan misalnya tasbih, salib dan sebagainya diruangan? Apakah gereja atau mesjid mengirimkan bunga atau buletin?. b. Perilaku yaitu apakah pasien berdoa sebelum makan atau pada waktu lainnya atau membaca literatur keagamaan? Apakah pasien mengalami mimpi buruk dan gangguan tidur atau mengekspresikan kemarahan pada Tuhan? c. Verbalisasi yaitu apakah pasien menyebutkan tentang Tuhan atau kekuatan yang Maha Tinggi, tentang doa-doa, keyakinan, mesjid, gereja, kuil, pemimpin spiritual, atau topik-topik keagamaan? Apakah pasien menanyakan tentang

12 19 kunjungan pemuka agama? Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya akan kematian? d. Afek dan sikap yaitu apakah pasien menunjukkan tanda-tanda kesepian, depresi, marah, cemas, apatis atau tampak tekun berdoa? e. Hubungan interpersonal yaitu siapa yang berkunjung? Apakah pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah ada pemuka agama yang datang? Apakah pasien bersosialisasi dengan pasien lainnya atau staf perawat?. Hamid (2008) mengatakan bahwa pada dasarnya informasi awal yang perlu dikaji secara umum adalah sebagai berikut : a. Afiliasi agama : partisipasi pasien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif atau tidak, jenis partisipasi dalam kegiatan agama. b. Keyakinan agama atau spiritual, mempengaruhi : praktek kesehatan yaitu diet, mencari dan menerima terapi, ritual atau upacara agama, persepsi penyakit yaitu hukuman, cobaan terhadap keyakinan, dan strategi koping. c. Nilai agama atau spiritual, mempengaruhi : tujuan dan arti hidup, tujuan dan arti kematian, kesehatan dan pemeliharaannnya, hubungan dengan Tuhan,diri sendiri dan orang lain. Pedoman pengkajian spiritual menurut Craven & Hirnle (1995, dalam Hamid, 2008) mencakup empat area yaitu konsep tentang Tuhan, sumber harapan dan kekuatan, praktek agama dan ritual, hubungan antara keyakinan spiritual dan kondisi kesehatan. Pertanyaan yang dapat diajukan perawat untuk memperoleh informasi tentang pola fungsi spiritual pasien sebagai data subjektif antara lain, sebagai berikut : apakah agama atau Tuhan merupakan hal yang penting dalam

13 20 kehidupan anda? Kepada siapa anda biasanya meminta bantuan? Apakah anda merasa bahwa kepercayaan (agama) membantu anda? Jika ya, jelaskan bagaimana dapat membantu anda? Apakah sakit atau kejadian penting lainnya yang pernah anda alami telah mengubah perasaan anda terhadap Tuhan? Mengapa anda di rumah sakit? Apakah kondisi sakit telah mempengaruhi cara anda memandang kehidupan? Apakah penyakit anda telah mempengarui hubungan anda dengan orang yang paling berarti dalam kehidupan anda? Apakah kondisi sakit yang anda alami telah mempengaruhi cara anda melihat diri anda sendiri? Apakah yang paling anda butuhkan saat ini? Dalam mengkaji spiritual pada anak, Craven & Hirnle (1995, dalam Hamid, 2008) membuat pertanyaan sebagai berikut : bagaimana perasaanmu ketika dalam kesulitan? Selain kepada orang tua kepada siapa engkau meminta perlindungan ketika sedang merasa takut? Apa kegemaran yang dilakukan ketika sedang merasa gembira atau sedih? Engkau tahu siapa Tuhan itu? Pengkajian data objektif dilakukan perawat melalui observasi. Hal-hal yang perlu diobservasi adalah apakah pasien tampak kesepian, depresi, marah, cemas, agitasi, atau apatis? Apakah pasien tampak berdoa sebelum makan, membaca kitab suci, atau buku keagamaan? Apakah pasien sering mengeluh, tidak dapat tidur, mimpi buruk dan berbagai bentuk gangguan tidur lainnya, atau mengekspresikan kemarahannya terhadap agama? Apakah pasien menyebut nama Tuhan, doa, rumah ibadah, atau topik keagamaan lainnya? Apakah pasien pernah meminta dikunjungi oleh pemuka agama? Apakah pasien mengekspresikan ketakutannya terhadap kematian, konflik batin tentang keyakinan agama,

14 21 kepedulian tentang hubungan dengan Tuhan, pertanyaan tentang arti keberadaannnya didunia, arti penderitaan? Siapa pengunjung pasien? Bagaimana pasien berespon terhadap pengunjung? Apakah pemuka agama datang menjenguk pasien? Bagaimana pasien berhubungan dengan pasien yang lain dan dengan tenaga keperawatan? Apakah pasien membawa kitab suci atau perlengkapan sembahyang lainnya? Apakah pasien menerima kiriman tanda simpati dari unsur keagamaan?. Menurut Smyt (2011) pengkajian spiritual pasien dimulai dari pasien atau keluarga pasien dengan cara mendengarkan dan melalui pengamatan termasuk interaksi pasien dengan perawat, keluarga dan pengunjung lainnya, pola tidur, gangguan fisik, dan tekanan emosional. Hasil penelitian Leeuwen et al (2006) menyimpulkan bahwa pengkajian spiritual pasien terbatas pada satu atau dua pertanyaan yaitu apakah pasien merupakan bagian dari komunitas keagamaan atau apakah pasien ingin bertemu dengan pemuka agamanya. Namun dalam beberapa situasi perawat bertanya lebih mendalam misalnya tentang pandangan spiritual pasien atau bagaimana pasien mengatasi suatu kondisi yang sedang dihadapi. Pada pasien tertentu perawat mengakui bahwa pengkajian spiritual dengan wawancara tidak perlu dilakukan, hanya melalui observasi saja, perawat berfikir pasien yang sekarat tidak etis untuk dilakukan wawancara. Perawat dapat mengkaji dan memperoleh kebutuhan spiritual pasien jika komunikasi yang baik sudah terjalin antara perawat dan pasien, sehingga perawat dapat mendorong pasien untuk mengungkapkan hal-hal yang terkait kebutuhan spiritual (Sartory, 2010).

15 Merumuskan Diagnosa Keperawatan O Brien (1998, 69) mengatakan bahwa peran perawat dalam merumuskan diagnosa keperawatan terkait dengan spiritual pasien mengacu pada distresspiritual yaitu spiritual pain, pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa bersalah (spiritual guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss), putus asa (spiritual despair). Distres spiritualselanjutnya dijabarkan dengan lebih spesifik sebagai berikut : a. Spiritual pain Spiritual painmerupakan ekspresi atau ungkapan dari ketidaknyamanan pasien akan hubungannya dengan Tuhan. Pasien dengan penyakit terminal atau penyakit kronis mengalami gangguan spiritual dengan mengatakan bahwa pasien merasa hampa karena selama hidupnya tidak sesuai dengan yang Tuhan inginkan, ungkapan ini lebih menonjol ketika pasien menjelang ajal. b. Pengasingan diri (spiritual alienation) Pengasingan diri diekspresikan pasien melalui ungkapan bahwa pasien merasa kesepian atau merasa Tuhan menjauhi dirinya. Pasien dengan penyakit kronis merasa frustasi sehingga bertanya : dimana Tuhan ketika saya butuh Dia hadir? c. Kecemasan (spiritual anxiety) Dibuktikan dengan ekspresi takut akan siksaan dan hukuman Tuhan, takut Tuhan tidak peduli, takut Tuhan tidak menyukai tingkahlakunya. Beberapa budaya meyakini bahwa penyakit merupakan suatu hukuman dari Tuhan karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan semasa hidupnya.

16 23 d. Rasa bersalah (spiritual guilt) Pasien mengatakan bahwa dia telah gagal melakukan hal-hal yang seharusnya dia lakukan dalam hidupnya atau mengakui telah melakukan hal-hal yang tidak disukai Tuhan. e. Marah (spiritual anger) Pasien mengekspresikan frustasi, kesedihan yang mendalam, Tuhan kejam. Keluarga pasien juga marah dengan mengatakan mengapa Tuhan mengijinkan orang yang mereka cintai menderita. f. Kehilangan (spiritual loss) Pasien mengungkapkan bahwa dirinya kehilangan cinta dari Tuhan, takut bahwa hubungannya dengan Tuhan terancam, perasaan yang kosong. Kehilangan sering diartikan dengan depresi, merasa tidak berguna dan tidak berdaya. g. Putus asa (spiritual despair) Pasien mengungkapkan bahwa tidak ada harapan untuk memiliki suatu hubungan dengan Tuhan, Tuhan tidak merawat dia. Secara umum orang-orang yang beriman sangat jarang mengalami keputusasaan. Diagnosa keperawatan terkait kebutuhan spiritual menurut NANDA (2012) antara lain: a) distress spiritual yang berhubungan dengan konflik nilai, isolasi oleh orang lain, rasa takut, terpisah dari komunitas keagamaan, b) cemas yang berhubungan dengan ancaman kematian, perubahan status kesehatan, c) keputusasaan yang berhubungan dengan kehilangan keyakinan kepada Tuhan, diabaikan oleh keluarga.

17 Menyusun rencana keperawatan Rencana keperawatan membantu untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam diagnosa keperawatan. Rencana keperawatan merupakan kunci untuk memberikan kebutuhan spiritual pasien dengan menekankan pentingnya komunikasi yang efektif antara pasien dengan anggota tim kesehatan lainnya, dengan keluarga pasien, atau orang-orang terdekat pasien. Memperhatikan kebutuhan spiritual pasien memerlukan waktu yang banyak bagi perawat dan menjadi sebuah tantangan bagi perawat disela-sela kegiatan rutin di ruang rawat inap, sehingga malam hari merupakan waktu yang disarankan untuk untuk berkomunikasi dengan pasien (Govier, 2000). Pada fase rencana keperawatan, perawat membantu pasien untuk mencapai tujuan yaitu memelihara atau memulihkan kesejahteraan spiritual sehingga kepuasan spiritual dapat terwujud. Rencanaan keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA (2012) meliputi : a.mengkaji adanya indikasi ketaatan pasien dalam beragama, mengkaji sumbersumber harapan dan kekuatan pasien, mendengarkan pendapat pasien tentang hubungan spiritual dan kesehatan, memberikan privasi, waktu dan tempat bagi pasien untuk melakukan praktek spiritual, menjelaskan pentingnya hubungan dengan Tuhan, empati terhadap perasaan pasien, kolaborasi dengan pemuka agama, meyakinkan pasien bahwa perawat selalu mendukung pasien. b. Menggunakan pendekatan yang menenangkan pasien, menjelaskan semua prosedur dan apa yang akan dirasakan pasien selama prosedur, mendampingi pasien untuk memberikan rasa aman dan mengurangi rasa takut, memberikan

18 25 informasi tentang penyakit pasien, melibatkan keluarga untuk mendampingi pasien, mengajarkan dan menganjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi, mendengarkan pasien dengan aktif, membantu pasien mengenali situasi yang menimbulkan kecemasan, mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan persepsi. c. Membantu pasien untuk beradaptasi terhadap perubahan atau ancaman dalam kehidupan, meningkatkan hubungan interpersonal pasien, memberikan rasa aman Implementasi keperawatan Perawat dapat menggunakan empat alat/instrumen spiritual untuk membantu perawat dalam melaksanakan spiritual care yaitu perawat perlu mendengarkan pasien, perawat perlu hadir setiap saat untuk pasien, kemampuan perawat untuk menerima apa yang disampaikan pasien, dan menyikapi dengan bijaksana keterbukaan pasien pada perawat. Perawat perlu menyadari bahwa memberikan spiritual care bukan hanya tugas dari pemuka agama, oleh karena itu perawat juga harus mengenali keterbatasan pada diri sendiri dan harus bekerjasama dengan disiplin ilmu lain seperti pembimbing rohani yang ada di rumah sakit, sehingga dapat berperan penting dalam memberikan dukungan terhadap kebutuhan spiritual pasien (Govier, 2000). Penelitian Cavendish (2003) dan Narayanasamy (2004) menyimpulkan bahwa kegiatan perawat dalam implementasi spiritual pasien adalah antara lain : mendukung spiritual pasien, pendampingan/kehadiran, mendengarkan dengan aktif, humor, terapi sentuhan, meningkatkan kesadaran diri, menghormati privasi,

19 26 dan menghibur misalnya dengan terapi musik. Kozier et al (2004) mengatakan bahwa perawat perlu mempertimbangkan praktek keagamaan tertentu yang akan mempengaruhi asuhan keperawatan, seperti keyakinan pasien tentang kelahiran, kematian, berpakaian, berdoa, dan perawat perlu mendukung spiritual pasien. Kehadiran menurut Zerwekh (1997 dalam Kozier et al, 2004) diartikan bahwa perawat hadir dan menyatu dengan pasien. Osterman dan Schwartz-Barcott (1996 dalam Kozier et al, 2004) mengidentifikasi empat cara pendampingan untuk pasien yaitu presensi yakni ketika perawat secara fisik hadir tetapi tidak fokus pada pasien, presensi parsial yakni ketika perawat secara fisik hadir dan mulai berusaha fokus pada pasien, presensi penuh yakni ketika perawat hadir disamping pasien baik secara fisik, mental maupun emosional, dan dengan sengaja memfokuskan diri pada pasien, presensi transenden yakni ketika perawat hadir baik secara fisik, mental, emosional, maupun spiritual. Membantu berdoa atau mendoakan pasien juga merupakan salah satu tindakan keperawatan terkait spiritual pasien. Berdoa melibatkan rasa cinta dan keterhubungan. Pasien dapat memilih untuk berpartisipasi secara pribadi atau secara kelompok dengan keluarga, teman atau pemuka agama. Pada situasi ini peran perawat adalah memastikan ketenangan lingkungan dan privasi pasien terjaga. Keadaan sakit dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk berdoa. Pada beberapa rumah sakit pasien dapat meminta perawat untuk berdoa dengan mereka dan ada yang berdoa dengan pasien hanya bila ada kesepakatan antara pasien dengan perawat. Karena berdoa melibatkan perasaan yang dalam, perawat

20 27 perlu menyediakan waktu bersama pasien setelah selesai berdoa, untuk memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaannya (Kozier et al, 2004). Menurut Kozier et al (2004) perawat perlu juga merujuk pasien kepada pemuka agama. Rujukan mungkin diperlukan ketika perawat membuat diagnosa distres spiritual, perawat dan pemuka agama dapat bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien. McSherry (2010) mengatakan bahwa dalam implementasi perawat harus peduli, penuh kasih, gembira, ramah dalam berinteraksi, dan menghargai privasi Evaluasi Untuk melengkapi siklus proses keperawatan spiritual pasien, perawat harus melakukan evaluasi yaitu dengan menentukan apakah tujuan telah tercapai. Hal ini sulit dilakukan karena dimensi spiritual yang bersifat subjektif dan lebih kompleks. Membahas hasil dengan pasien dari implementasi yang telah dilakukan tampaknya menjadi cara yang baik untuk mengevaluasi spiritual care pasien (Govier, 2000). Hasil penelitian Narayanasamy (2004) mengatakan bahwa pada tahap evaluasi perawat menilai bagaimana efek pada pasien dan keluarga pasien dimana diharapkan ada efek yang positif terhadap pasien dan keluarganya, misalnya pasien dan keluarganya mengungkapkan bahwa kebutuhan spiritual mereka terpenuhi, mengucapkan terimakasih karena sudah menyediakan pemuka agama.

21 Standar Operasional Prosedur (SOP) Spiritual Care Penelitian Baldacchino (2006) dan Cavendish et al (2003) menemukan jika perawat melakukan kegiatan spiritual care, jenis dan frekwensi dari intervensi tidak diketahui karena spiritual care jarang bahkan tidak pernah didokumentasikan. Menurut Broten (1997 dalam Cavendish et al (2003) mengatakan beberapa perawat tidak mendokumentasikan kegiatan spiritual care karena tidak ada petunjuk pelaksanaan. Cavendish et al (2003) mengungkapkan bahwa dalam memberikan spiritual care pada pasien, perawat dapat menggunakan petunjuk pelaksanaan Nursing Interventions Classification (NIC) Labels. Kegiatan perawat dalam memberikan spiritual care dikategorikan menjadi 10 kategori yaitu: fasilitasi pertumbuhan spiritual, dukungan spiritual, kehadiran, mendengarkan dengan aktif, humor, sentuhan, terapi sentuhan, peningkatan kesadaran diri, rujukan, dan terapi musik. Sepuluh kategori tersebut akan diuraikan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Standar Operasional Prosedur Spiritual Care berdasarkan Nursing Interventions Classification (NIC) Labels NO NIC Label Perencanaan NIC Pelaksanaan NIC 1. Fasilitasi pertumbuhan spiritual a. Mendorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya b. Mendorong pasien melakukan praktek spiritual c. Mendukung pasien aktif dalam kegiatan keagamaan d. Mendorong pasien meningkatkan hubungan a. Menanyakan pasien tentang perasaannya b. Mendorong pasien berdoa c. Mendoakan pasien d. Mendorong keluarga, kerabat berdoa bersama pasien e. Meminta keluarga, kerabat agar membantu memenuhi kebutuhan spiritual pasien

22 29 NO NIC Label Perencanaan NIC Pelaksanaan NIC dengan keluarga, orang lain dan pemuka agama e. Mempromosikan hubungan dengan orang lain untuk kegiatan keagamaan f. Menciptakan lingkungan yang nyaman f. Meminta keluarga, kerabat peduli dengan spiritual pasien g. Memberikan kartu ucapan pada pasien h. Menyediakan lingkungan yang nyaman i. Merujuk kepemuka agama j. Menyediakan tempat berdoa pasien dengan pemuka agama 2 Dukungan spiritual a. Mendorong pasien melakukan kegiatan keagamaan, jika diinginkan b. Mendorong pasien menggunakan sumber daya spiritual jika diinginkan c. Menyediakan artikel keagamaan d. Menfasilitasi pasien menggunakan meditasi, doa, ritual dan tradisi agama lainnya e. Mendengarkan dengan aktif f. Meyakinkan pasien bahwa perawat mendukung pasien 3. Kehadiran a. Menunjukkan sikap menerima b. Mengungkapkan secara verbal bahwa perawat empati terhadap pengalaman pasien c. Membangun kepercayaan dan hal a. Mengingatkan pasien untuk ibadah b. Mengantar pasien ibadah c. Menawarkan spiritual care d. Menanyakan apakah pasien dan keluarga butuh pemuka agama e. Menyediakanartikel keagamaan f. Mengijinkan pasien untuk meditasi, berdoa, dan ritual lainnya g. Mendengarkan dengan aktif ungkapan pasien tentang perasaannya h. Menghibur pasien i. Mendiskusikan tentang penyakit dan kematian a. Mengakui pasien sebagai individu yang unik b. Berbicara dengan keluarga pasien c. Menawarkan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga d. Penguatan melalui sentuhan

23 30 positif d. Mendengarkan keprihatinan pasien e. Menyentuh pasien :memeluk,membelai, berpegangan tangan e. Bertindak sebagai advokat : NO NIC Label Perencanaan NIC Pelaksanaan NIC 4. Mendengarkan dengan aktif untuk mengungkapkan keprihatinan a. Menetapkan tujuan untuk berinteraksi b. Menunjukkan kesadaran dan kepekaan terhadap emosi pasien c. Mendorong pasien untuk merefleksikan sikap, pengalaman masa lalu dengan situasi saat ini 5. Humor Membuat cerita lucu sehingga pasien gembira 6. Sentuhan Memegang tangan pasien untuk memberikan dukungan emosional 7. Terapi Memegang tangan pasien sentuhan dengan lembut 8. Peningkatan Membantu pasien untuk Kesadaran diri mengidentifikasi sumber motivasi 9. Rujukan Mengidentifikasi asuhan keperawatan/kesehatan yang dibutuhkan pasien 10. Terapi musik Memfasilitasi partisipasi aktif pasien, misalnya memainkan alat musik atau bernyanyi jika hal ini diinginkan dan layak Perawat hadir secara fisik untuk membantu keluarga dan pasien a. Membiarkan pasien bercerita tentang pasien sendiri b. Mendorong pasien untuk selalu semangat c. Melakukan diskusi tentang hal-hal yang tidak pasti Membuat humor dengan cerita lucu Memegang tangan pasien Menyampaikan energy positif melalui sentuhan Menyampaikan pada pasien tentang keyakinan yang positif Mengidentifikasi kebutuhan spiritual pasien Menyanyikan lagu-lagu rohani bersama pasien untuk menenangkan pasien 2.4. Peran manajer perawat dalamspiritual care Menurut Amankwa et al (2009) peran manajer perawat dalam menyediakan spiritual care bagi pasien tergantung pada beberapa faktor, tetapi

24 31 tujuan akhirnya hanya dapat dicapai ketika manajer perawat memahami tentang spiritual care dan menanamkan sikap dan nilai-nilai kepada orang-orang dalam hal ini perawat yang dipimpinnya, untuk itu peran manajer perawat adalah melakukan advokasi dalam pembuatan kebijakan untuk staf perawat terkait dengan peningkatan pelayanan spiritual care oleh perawat karena penyediaan spiritual care bagi pasien rawat inap merupakan salah satu area yang membutuhkan pengembangan kebijakan oleh manajer perawat. Manajer perawat juga berperan memberikan bimbingan dan dukungan atau motivasi bagi perawat, bertanggungjawab untuk memimpin perawat dalam melaksanakan spiritual care dan menciptakan lingkungan perawatan yang mendukung intervensi spiritual care bagi pasien,jika manajer perawat melaksanakan program-program kegiatan spiritual care, maka staf perawat akan mendapatkan arah yang jelas terkait spiritual care (McSherry, 2010; Jenkins, 2010; Mehaan, 2012; Battey 2012). Sebaliknya jika manajer perawat tidak diberikan kekuasaan yang cukup oleh rumah sakit dan manajer perawat memaksakan perawat untuk melakukan apapun untuk rumah sakit tanpa mempertimbangkan kesejahteraan mereka akibatnya perawat merasa rendah diri, tidak berdaya dan merasa diabaikan (Fen Wu dan Ying Lin, 2011). Amankwaa (2009) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi persepsi manajer perawat tentang peran mereka dalam menyediakan spiritual care. Faktor internal terdiri dari persepsi manajer perawat tentang spiritual care terkait dengan keagamaan, manfaat spiritual care sebagai ukuran kenyamanan, intervensi spiritual care oleh pemuka agama, perasaan yang

25 32 tidak nyaman, kepribadian manajer perawat misalnya sifat, kebutuhan, dan skilnya, dan kebijakan tentang holistic spiritual. Faktor eksternal yaitu tidak adanya pengawasan, tidak ada pendidikan dan pelatihan spiritual care, pengaruh dari tren profesi yaitu holistic care, dan job description yang tidak jelas. Hasil penelitian Amankwaa (2009) merekomendasikan empat hal untuk meningkatkan peran manajer perawat dalam memberikan spiritual care : a. Menyertakan aspek spiritualitas dalam pelatihan kepemimpinan Harus ada pedoman yang menjelaskan tentang manfaat spiritual care untuk pasien. Manajer perawat dapat melaksanakan perannya melalui pendidikan dan pelatihan. b. Mendukung staf Spiritual care harus menjadi perawatan yang rutin. Manajer perawat memiliki kemampuan untuk mengembangkan kebijakan terkait spiritual care. Manajer perawat harus mendukung staf perawat, karena memberikan spiritual care dapat meningkatkan hubungan antara perawat dengan pasien dan meningkatkan hasil perawatan sehingga menghasilkan kepuasan bagi pasien dan perawat. c. Advokasi untuk penilaian spiritual. Banyak alat penilaian spiritual dapat ditemukan dalam literatur dan harus digunakan untuk menilai kebutuhan unik dari semua pasien. Penilaian spiritual pasien adalah meminta perawat untuk menanyakan tentang sumber dukungan bagi pasien, konsekuensi yang berhubungan dengan penyakit saat ini, dan masalah pengobatan. Dengan adanya komunikasi antara perawat dan pasien, maka perawat

26 33 dapat menemukan cara untuk mendukung pasien selama dirawat inap dan memenuhi kebutuhan holistik dan spiritual pasien. d. Sertakan pendidikan spiritual care dalam orientasi keperawatan Diskusikan kebijakan yang berhubungan dengan perawatan holistik dan spiritual serta meninjau instrumen penilaian spiritual. Mengorientasikan perawat baru dengan harapan bahwa perawatan spiritual merupakan perawatan yang rutin untuk memenuhi spiritual pasien. Hal ini juga menekankan pentingnya spiritual care sebagai komponen dari holistic nursing. Menurut Patelarou ( 2012) bahwa perawat membutuhkan hubungan yang positif dengan manajer perawat agar mereka dapat bekerja dengan efektif dan melaksanakan tugas mereka sehari-hari. Sementara itu manajer perawat mengharapkan perawat dapat menjadi sumber informasi didalam membantu manajer perawat dalam kegiatan memenuhi kebutuhan spiritual pasien (Meehan, 2012) 2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam memberikan spiritual care Aspek spiritual sangat berperan penting bagi kesehatan, kesejahteraan, dan kualitas hidup manusia. Dengan demikian, maka pemberian spiritual care merupakan hal yang harus dilakukan perawat agar dapat membantu memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien.namun perawat selalu merasa kesulitan dalam memberikan spiritual care pasien. Menurut Mc Sherry (2006) faktor-faktor yang mempengarui perawat dalam dalam memberikan spiritual care dibagi dua yaitu faktor intrinsik terdiri

27 34 dari ketidakmampuan perawat berkomunikasi, ambiqu, kurangnya pengetahuan tentang spiritual, hal yang bersifat pribadi, dan takut melakukan kesalahan, faktor ekstrinsik terdiri dari organisasi dan manajemen, hambatan ekonomi berupa kekurangan perawat, kurangnya waktu, masalah pendidikan perawat. Faktor intrinsik dan ekstrinsik dijelaskan sebagai berikut : a. Ketidakmampuan perawat untuk berkomunikasi. Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif dapat mengakibatkan pasien tidak mampu mengungkapkan kebutuhan spiritualnya, sedangkan ada tidaknya kebutuhan spiritual pasien dapat diketahui perawat dari pasien itu sendiri, hal ini akan berakibat pula pada ketidakmampuan perawat menilai atau menafsirkan keadaan, hal ini akan mengakibatkan pasien dan perawat putus asa, situasi ini tidak mudah diatasi, karena tidak ada solusi yang mudah. Perawat dapat mencoba mengatasi keadaan ini dengan berbagai tehnik untuk mencoba menemukan apa yang menjadi kebutuhan spiritual pasien. b. Ambigu Ambigu muncul ketika perawat berbeda keyakinan dengan pasien yang dirawatnya. Hal ini dapat mengakibatkan rasa tidak aman, sehingga perawat menghindar dari keadaan ini. McSherry (1998) mengatakan ambigu mencakup kebingungan perawat, takut salah, dan menganggap spiritual terlalu sensitif dan merupakan hak pribadi pasien. c. Kurangnya pengetahuan tentang spiritual care Ambigu juga dapat muncul ketka perawat tidak mengetahui tentang spiritual care. Ozbasaran et al (2011) dan Hubbell et al (2006) mengatakan bahwa

28 35 persepsi perawat tentang spiritual caredapat menjadi penghalang perawat dalam memberikan spiritual care. Jika mereka percaya bahwa pemberian spiritual care adalah ibadah maka persepsi ini akan secara langsung mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengatasi kebutuhan spiritual pasien. Kozier et al (2004) mengatakan bahwa perawat yang memperhatikan spiritualitas dirinya dapat bekerja lebih baik dalam merawat pasien yang memiliki kebutuhan spiritual. Untuk dapat memberikan spiritual care pada pasien, penting untuk menciptakan kondisi yang nyaman akan spiritualitas diri sendiri. Spiritual perawat itu sendiri juga merupakan faktor yang mempengaruhi pemberian spiritual care, karena hal ini dapat digunakan sebagai strategi dalam intervensi dan kekuatan yang mendukung ditempat kerja. Persepsi perawat terhadap spiritualitas secara langsung dapat mempengaruhi bagaimana mereka berperilaku, bagaimana menangani pasien, dan bagaimana berkomunikasi dengan pasien pada saat perawat memberikan spiritual care(mahmoodishan, 2010). d. Hal yang bersifat pribadi Perawat berpendapat bahwa spiritual merupakan hal yang bersifat pribadi, sehingga sulit untuk ditangani oleh perawat. Dalam mengekspresikan kebutuhan spiritualnya pasien mengharapkan tersedianya ruangan atau kamar yang tenang dimana pasien dapat dengan tenang menceritakan tentang masalah-masalah pribadinya (McSherry, 1998) e. Takut melakukan kesalahan Perawat merasa takut jika apa yang dilakukannya merupakan hal yang salah, dalam situasi yang sulit hal ini dapat mengakibatkan penolakan dari pasien.

29 36 f. Organisasi dan manajemen Jika profesi perawat akan memberikan perawatan spiritual yang efektif, maka manajemen harus mampu mengatasi hambatan ekstrinsik. Manajemen harus bertanggungjawab dan mendukung pemberian spiritual care. g. Hambatan ekonomi berupa kekurangan perawat, kurangnya waktu, masalah pendidikan Merupakan hambatan terbesar dalam memberikan spiritual care. McSherry (1998) dan Sartory (2010) menyimpulkan bahwa hambatan ekonomi termasuk didalamnya adalah kekurangan perawat, waktu dan masalah pendidikan, dimana perawat mengungkapkan bahwa mereka kurang percaya diri dalam memberikan spiritual carekarena kurangnya wawasan dan pengetahuan. Hasil penelitian Wong (2008) menemukan bahwa perawat dengan tingkat pendidikan sarjana lebih baik dalam memberikan spiritual care, oleh karena itu pendidikan mempunyai pengaruh yang positif terhadap pemberian spiritual care oleh perawat kepada pasien (Fen Wu dan Ying Lin, 2011). Pendidikan keperawatan mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan perawat untuk memberikan spiritual care. Hasil penelitian Hubbell (2006) mengatakan bahwa perawat mengakui pendidikan tentang spiritual care yang mereka terima selama pendidikan tidak memadai dan spiritual care terintegrasi dengan pendidikan dasar mereka sehingga kompetensi perawatpun berkurang. Selain beberapa faktor diatas masih ada faktor lainnya yaitu karakteristik perawat mencakup perbedaan gender, pengalaman kerja, status perkawinan (Chan,

30 ; Fen Wu dan Ying Lin, 2011; Highfield, Taylor, & Amenta, 2000 dalam Mc Ewan, 2003). Fen Wu dan Ying Lin (2011) mengatakan bahwa wanita lebih baik dalam mengekspresikan wajah mereka, berempati terhadap perasaan-perasaan orang lain. Para wanita diyakini menjadi pengasih dan penyayang, cepat merasa iba dan menghibur orang lain serta sensitif pada kebutuhan-kebutuhan orang lain. Keistimewaan-keistimewaan ini dianggap sebagai karakter perawat sampai saat ini. Fen Wu dan Ying Lin (2011) juga menyimpulkan bahwa perawat yang berpengalaman tahun memiliki nilai yang tinggi tentang spiritual caredaripada perawat yang memiliki pengalaman kurang dari 3 tahun. Chan (2008) mengemukakan bahwa perawat yang sudah menikah memiliki tingkat persepsi terkait spiritual care yang cukup tinggi Landasan Teori Holistic Nursing Model yang paling komprehensif yang tersedia untuk memandu perawatan kesehatan adalah bio-psiko-sosio-spiritual. Pada model holistik, semua penyakit memiliki tanda dan gejala bio-psiko-sosio-spiritual. Dimensi spiritual dalam model bio-psiko-sosio-spiritual menggabungkan spiritualitas dalam konteks yang luas yaitu nilai-nlai, makna, dan tujuan hidup (Dossey, 2005). Holistic Nursingadalah cara yang paling lengkap untuk konsep dan praktek keperawatan profesional dimana Holistic Nursingbertujuan untuk tercapainya keseimbangan atau harmoni antara tubuh, pikiran, dan jiwa

31 38 yangberfungsi untuk kesejahteraan, masing-masing saling berhubungan dan masing-masing mempengaruhi yang lain (Dossey, 2005) Memahami Spiritualitas Salah satu hambatan untuk menggabungkan spiritualitasdalam perawatan holistik adalahkurangnya kemampuan masyarakat untuk mendiskusikan dan mengekspresikan hal-halroh atau jiwa. Memang banyak pembahasanspiritualitas dalam keperawatan dan literatur kesehatan lainnya menunjukkan nilai-nilai dan perspektif mengenai Sang Pencipta, hubungan dengan orang lain dandunia, pengalaman penderitaan, doa, dansejenisnya. Karena spiritualitas adalah esensisetiap orang dan tidak terbatas pada perspektif agama tertentu, perawat perlu berusaha untuk terbuka kepada pasien sehingga memungkinkan pasien untuk mengekspresikan spiritualnya. Perawat perlu mengenali persepsi, harapan dan pengalaman pasien tentang spiritualnya dalam perawatan kesehatan. Banyak orang kurang memahami antara agama dan spiritual mereka sendiri. Praktek Holistic Nursing mengakui bahwa agama dan spiritualitasberbeda dan menghormati bagaimana pasien mengekspresikan spiritual mereka (Dossey, 2005) Elemen Spiritual Dossey (2005) mengatakan bahwa manusia mengekspresikan pengalaman spiritual mereka terkait hubungan mereka dengan Tuhan, alam,orang lain, dan diri sendiri yang disebut dengan elemen spiritual. Elemen spiritual dijelaskan sebagai berikut :

32 39 a. Hubungan dengan Tuhan Kita tidak mampu menjelaskan tentang hal-hal yang lebih besar dan lebih kuat diluar diri kita. Pikiran rasional kita tidak bisa memahami Tuhan, dan katakata yang digunakan untuk membicarakan tentang Tuhan masih kurang. Tuhan jauh dari konsep apapun yang dipikirkan manusia. Konsep tentang Tuhan yang dikembangkan oleh pikiran rasional bersifat pribadi atau kelompok. Keterhubungan dengan Tuhan melibatkan hal-hal seperti doa, ritual, kedamaian dan ketenangan. Ajaran tradisi keagamaan memberikan berbagai perspektif yang berbeda oleh karena itu dalam memberikan spiritual care perlu memahami bagaimana orang mencari dan merasakan hubungan dengan Tuhan dan hambatan yang mereka hadapi. b. Hubungan dengan alam Pengungkapan spiritual melalui rasa keterhubungan dengan alam dan lingkungan. Hewan-hewan seperti burung dan ikan serta mahluk lainnya dibumi memberikan makna dan sukacita bagi manusia. Menyadari semua bentuk kehidupan dibumi, misalnya burung-burung, lebah dengan bunga-bunga menggambarkan keajaiban dari berbagai bentuk kehidupan yang sangat memberikan pengalaman spiritual. Manusia termasuk dalam untaian jaringan kehidupan di bumi, dengan demikian, apa yang terjadi pada bumi dan lingkungan akan mempengaruhi manusia dan sebaliknya. Banyak manusia mengalami adanya hubungan dengan Tuhan melalui alam. Manusia sering mengekspresikan perasaannya tentang ciptaan Tuhan saat mereka sedang berjalan dipantai, duduk dibawah pohon, melihat matahari

33 40 terbenam, mendengarkan suara air yang mengalir, dan merawat tanaman. Alam dapat menjadi sumber kekuatan, inspirasi, dan kenyamanan, yang semuanya merupakan atribut dari spiritual. c. Hubungan dengan orang lain Spiritualitas diketahui dan dialami dengan adanya suatu hubungan yang ditandai dengan adanya kenyamanan, dukungan, konflik, dan perselisihan. Manusia mengekspresikan spiritualitas melalui ikatan. Spiritualitas dibentuk dan dipelihara melalui pengalaman seseorang yang dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat. Masyarakat, baik formal maupun informal memberikan kesempatan untuk mengekspresikan spiritual. Manusia sering membicarakan tentang spiritual melalui hubunganhubungan yang dibinanya, baik hubungan yang harmonis maupun yang tidak. Berada bersama orang lain dengan cara mencintai dan mendukung, hubungan yang sulit dan menyakitkan dengan keluarga,teman, dan kenalan merupakan sebuah ekspresi dari spiritualitas. Hubungan yang memerlukan penyembuhan misalnya memberikan dukungan dan kenyamanan merupakan hal yang penting dalam spiritualitas. Spiritualitas mencakup hubungan baik suka dan duka, dan spiritualitas mengajarkan perdamaian jika suatu hubungan rusak. Ketidakharmonisan suatu hubungan akan menimbulkan rasa putus asa yang mengakibatkan kesendirian dan akhirnya menimbulkan distres spiritual. Hubungan spiritual dengan orang lain dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari antara lain : saat sukacita, kesedihan, ritual, seksualitas, doa, bermain, kemarahan, perdamaian, dan kepedulian.

34 41 d. Hubungan dengan diri sendiri Spiritualitas menanamkan kesadaran yang terus menerus tentang pentingnya menjadi diri sendiri. Kemampuan untuk berada dalam kesadaran akan tubuh-jiwa dan pikiran adalah elemen penting dari hubungan dengandiri sendiri yang memungkinkanmereka untuk menerima semua aspek dari diri mereka sendiritanpa menghakimi. Spiritualitas dapat ditunjukkan melalui tindakan seperti membantu orang lain, berkebun, menghibur, menjenguk yang sakit,merawat keluarga, menghabiskan waktu denganteman-teman, berjalan-jalan, meluangkan waktu untuk diri sendiri, dan menciptakan tempat ibadah untuk diri sendiri dan orang lain. e. Memandang Spiritual sebagai masalah kehidupan Masalah-masalah spiritual adalah "masalah kehidupan" yang tidak dapat diukur.hal-hal yang berhubungan dengan misteri, cinta, penderitaan, harapan, pengampunan, rahmat, perdamaian, dan doa merupakan domain spiritual. Penjelasan lebih rinci terkait domain spiritualsebagai berikut : a. Misteri Misteri melekat pada pengalaman manusia sehingga melekat pada spiritualitas. Misteri digambarkan sebagai sesuatu yang sulit diartikan dan dijelaskan. Spiritualitas mendukung dan mendorong manusia untuk bertanya dan mencari tau ketika seseorang dihadapkan dengan suatu misteri, dan menemukan misteri tentang perjalanan spiritual mereka merupakan bagian penting dari spiritual care.

BAB 1 PENDAHULUAN. keterampilan, kemampuan dan norma norma, menyediakan layanan spesifik,

BAB 1 PENDAHULUAN. keterampilan, kemampuan dan norma norma, menyediakan layanan spesifik, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keperawatan sebagai suatu profesi membutuhkan pendidikan yang berkesinambungan bagi anggotanya, memiliki cabang pengetahuan termasuk keterampilan, kemampuan dan norma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

PENGALAMAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL ISLAM PADA PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) SKRIPSI

PENGALAMAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL ISLAM PADA PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) SKRIPSI PENGALAMAN PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL ISLAM PADA PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Ajar Skripsi Oleh : DIANA PUSPA WARDHANI 22020113120034

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan, baik di Negara maju maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan yang semakin responsiv

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara mandiri dan mengatur sendiri kebutuhannya sehingga individu. membutuhkan orang lain (Potter & Perry, 2005).

BAB 1 PENDAHULUAN. secara mandiri dan mengatur sendiri kebutuhannya sehingga individu. membutuhkan orang lain (Potter & Perry, 2005). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit merupakan pengalaman di mana kita merasa diri tidak nyaman dan terasing dari lingkungan dan sesama. Dalam situasi seperti ini setiap orang yang menderita sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan yang dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah

BAB I PENDAHULUAN. pasien dalam merawat pasien. Dengan demikian maka perawatan dan spiritual telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aspek Spiritual itu sendiri pada tahun tahun awal praktek keperawatan telah menjadi sentral dari perawatan bahkan lebih dari satu abad yang lalu Florence Nightingale

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun. 1992, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menurut Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun. 1992, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992, perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. TBC, AIDS, leukemia, dan sebagainya (Fitria, 2010). ketakutan, ansietas, kesedihan yang menyeluruh (Potter & Perry, 2005). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Munculnya berbagai macam penyakit yang mengancam jiwa menjadi tantangan dunia, termasuk Indonesia. Hal ini ditandai dengan fenomena temuan terjadinya peningkatan penyakit,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN )

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN ) LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN ) A. PENGERTIAN Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang terus-menerus dimana seorang individu tidak melihat ada alternative

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh berespons terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain karena

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh berespons terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawat memandang klien sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang utuh berespons terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain karena gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORISTIS

BAB II TINJAUAN TEORISTIS BAB II TINJAUAN TEORISTIS 2.1 Perilaku Caring 2.1.1 Pengertian Caring Perawat Menurut Carruth, dalam Nurachmah (2001) asuhan keperawatan yang bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 1. Pengertian Peran 1.1 Peran Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem. Peran dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perilaku pada seseorang. Selain itu, individu mengalami keterbatasan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perilaku pada seseorang. Selain itu, individu mengalami keterbatasan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dampak sakit dan hospitalisasi menyebabkan perubahan peran, emosional, dan perilaku pada seseorang. Selain itu, individu mengalami keterbatasan melakukan aktivitas secara

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah spiritualitas diturunkan dari kata Latin yaitu spiritus, yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah spiritualitas diturunkan dari kata Latin yaitu spiritus, yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Spiritualitas 2.1.1 Defenisi Spiritualitas Istilah spiritualitas diturunkan dari kata Latin yaitu spiritus, yang berarti meniup atau bernafas. Spiritualitas mengacu pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000). Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Menurut Roper (2002) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. emosional, penyakit fisik atau kematian (Hamid, 2000). Erb, Blais & Wilkinson, 1995). Menurut Roper (2002) menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan untuk mencari arti dan tujuan hidup, kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta rasa keterikatan, kebutuhan untuk memberikan

Lebih terperinci

ASPEK SPIRITUAL DALAM KEPERAWATN Oleh: Ibrahim Rahmat, SKp.,SPd.,M.Kes.

ASPEK SPIRITUAL DALAM KEPERAWATN Oleh: Ibrahim Rahmat, SKp.,SPd.,M.Kes. ASPEK SPIRITUAL DALAM KEPERAWATN Oleh: Ibrahim Rahmat, SKp.,SPd.,M.Kes. A. PENGERTIAN Aspek spiritual meliputi 3 komponen dasar yaitu: spiritual (keyakinan spiritual), kepercayaan dan agama. 1. Spiritual,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen sumber daya manusia pada suatu organisasi merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas, dengan memperbaiki sumber daya manusia, meningkatkan pula kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural. Ini menjadi prinsip keperawatan bahwa asuhan keperawatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan bukan saja terlepas dari penyakit, karena individu yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan bukan saja terlepas dari penyakit, karena individu yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan kondisi yang positif dalam tubuh manusia. Kesehatan bukan saja terlepas dari penyakit, karena individu yang terbebas dari penyakit mungkin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia bersifat

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN. : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN Judul Penelitian : Hubungan Pelayanan Spiritual Yang Diberikan Perawat Dengan Kepuasan Pasien Diabetes melitus Nama Peneliti : Rina Rahmadani Sidabutar Nomor

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program pendidikan Ners menghasilkan perawat ilmuwan (Sarjana

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Program pendidikan Ners menghasilkan perawat ilmuwan (Sarjana BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pendidikan Profesi Ners Program pendidikan Ners menghasilkan perawat ilmuwan (Sarjana Keperawatan) dan profesional (Ners = First Profesional Degree ) dengan sikap, tingkah

Lebih terperinci

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014 1 Pelayanan keperawatan kesehatan di rumah merupakan sintesa dari keperawatan kesehatan komunitas dan keterampilan teknikal tertentu yang

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara 12 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, berbagai macam inovasi baru bermunculan dalam dunia kesehatan. Dewasa ini dunia kesehatan semakin mengutamakan komunikasi dalam

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik (Delgado, 2005; Kelly, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pentingnya dengan melayani kebutuhan fisik (Delgado, 2005; Kelly, 2004). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Spiritual 1. Definisi Spiritualitas Menurut Florance Nightingale, spiritualitas adalah suatu dorongan yang menyediakan energi yang dibutuhkan untuk mempromosikan

Lebih terperinci

Kalender Doa Januari 2016

Kalender Doa Januari 2016 Kalender Doa Januari 2016 Berdoa Bagi Wanita Cacat Berabad abad beberapa masyarakat percaya bahwa wanita cacat karena kutukan. Bahkan yang lain percaya bahwa bayi yang lahir cacat bukanlah manusia. Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Spiritualitas merupakan sesuatu yang di percayai oleh seseorang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Spiritualitas merupakan sesuatu yang di percayai oleh seseorang dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Spiritualitas merupakan sesuatu yang di percayai oleh seseorang dalam hubungan nya dengan kekuatan yang lebih tinggi (Tuhan), yang menimbulkan suatu kebutuhan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organisme hidup saling berinteraksi. Dalam memberikan asuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. organisme hidup saling berinteraksi. Dalam memberikan asuhan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik memiliki makna bahwa manusia adalah makhluk yang utuh atau menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2016

HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2016 HUBUNGAN PERILAKU CARING PERAWAT TERHADAP KEPUASAN PASIEN DI RUANGAN PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN TAHUN 2016 Suriani Ginting Jurusan Keperawatan Poltekkes Medan Abstrak Caring adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa

Kepekaan Reaksi berduka Supresi emosi Penundaan Putus asa Keputusasaan (Hopelessness) Pengertian Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat keterbatasan atau tidak adanya alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pendidikan profesi Ners disebut juga sebagai proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Program pendidikan profesi Ners disebut juga sebagai proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pendidikan profesi Ners disebut juga sebagai proses pembelajaran klinik. Pada saat proses tersebut adanya rasa takut pada mahasiswa ketika mahasiswa berbuat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Komunikasi merupakan jalan utama untuk mengekspresikan maksud dari pikiran seseorang. Salah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan holistik adalah pemberian asuhan keperawatan untuk. kesejahteraan bio-psiko-sosial dan spiritual individu, keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan holistik adalah pemberian asuhan keperawatan untuk. kesejahteraan bio-psiko-sosial dan spiritual individu, keluarga dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan holistik adalah pemberian asuhan keperawatan untuk kesejahteraan bio-psiko-sosial dan spiritual individu, keluarga dan masyarakat. Keperawatan holistik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP KEBUTUHAN SPIRITUAL Pengertian Kebutuhan Spiritual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP KEBUTUHAN SPIRITUAL Pengertian Kebutuhan Spiritual BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP KEBUTUHAN SPIRITUAL 2.1.1 Pengertian Kebutuhan Spiritual Kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau mengembalikan keyakinan dan rnemenuhi kewajiban

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bio-psiko-sosio-spritual-kutural. Asuhan keperawatan yang diberikan harus

BAB I PENDAHULUAN. bio-psiko-sosio-spritual-kutural. Asuhan keperawatan yang diberikan harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi bio-psiko-sosio-spritual-kutural. Asuhan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini perkembangan keperawatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang sangat pesat menuju perkembangan keperawatan sebagai profesi. Proses ini merupakan proses

Lebih terperinci

Ibm PELATIHAN ASUHAN SPIRITUAL BAGI PERAWAT DI RSI SITI HAJAR MATARAM TAHUN Irwan Hadi 1), Sopian Halid 2), Dian Istiana 3) STIKES YARSI Mataram

Ibm PELATIHAN ASUHAN SPIRITUAL BAGI PERAWAT DI RSI SITI HAJAR MATARAM TAHUN Irwan Hadi 1), Sopian Halid 2), Dian Istiana 3) STIKES YARSI Mataram Ibm PELATIHAN ASUHAN SPIRITUAL BAGI PERAWAT DI RSI SITI HAJAR MATARAM TAHUN 2016 Irwan Hadi 1), Sopian Halid 2), Dian Istiana 3) STIKES YARSI Mataram ANALISIS SITUASI Pentingnya Spiritualitas dalam kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu organisasi atau perusahaan kualitas produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan menggunakan produk tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan sebagai bagian intergral dari pelayanan kesehatan, ikut menentukan mutu dari pelayanan kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu keperawatan adalah suatu ilmu yang mempelajari pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Pemenuhan dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Empati 2.1.1 Definisi Empati Empati merupakan suatu proses memahami perasaan orang lain dan ikut merasakan apa yang orang lain alami. Empati tidak hanya sebatas memasuki dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Pasien 2.1.1. Definisi Kepuasan Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia (2005) adalah puas ; merasa senang; perihal (hal yang bersiap puas, kesenangan, kelegaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stres lingkungan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lanjut usia (lansia) merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia. Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Keperawatan 1. Pengertian perawat Perawat (nurse) berasal dari bahasa latin yaitu kata nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Menurut Kusnanto (2003), perawat adalah seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu system. Peran merujuk kepada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu system. Peran merujuk kepada BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.2.1 Peran Keluarga Peran adalah seperangkat tingkah lalu yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam satu system. Peran merujuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138) digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di Indonesia. Pergeseran tersebut terjadi dari penyakit menular menjadi penyakit degeneratif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ruhani serta bersifat unik karena memiliki berbagai macam kebutuhan sesuai

BAB I PENDAHULUAN. ruhani serta bersifat unik karena memiliki berbagai macam kebutuhan sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk biologi, psikologi, dan spiritual yang utuh, dalam arti bahwa manusia merupakan satu kesatuan dari aspek jasmani dan ruhani serta bersifat unik

Lebih terperinci

BAB I. tertentu akan tetapi keperawatan adalah profesi (Potter & Perry, 2007). sejak tahun 1984 diakui sebagai suatu profesi (Nursalam, 2006).

BAB I. tertentu akan tetapi keperawatan adalah profesi (Potter & Perry, 2007). sejak tahun 1984 diakui sebagai suatu profesi (Nursalam, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan bukanlah sekumpulan keterampilan-keterampilan spesifik, juga bukan seorang yang dilatih hanya untuk melakukan tugas-tugas tertentu akan tetapi keperawatan

Lebih terperinci

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH Wagner-Modified Houts Questionnaire (WMHQ-Ed7) by C. Peter Wagner Charles E. Fuller Institute of Evangelism and Church Growth English offline version: http://bit.ly/spiritualgiftspdf

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Praktik Kolaboratif Definisi praktik kolaboratif menurut Jones (2000) dalam Rumanti (2009) adalah proses komunikasi interprofesional dan pembuatan keputusan yang mempertimbangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang

BAB I PENDAHULUAN. selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia pada umumnya memiliki harapan dengan memiliki tubuh yang selalu sehat, dan dijauhkan dari berbagai penyakit, tetapi pada kenyataannya yang terjadi

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King

PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King PEMBAHASAN Gambaran Model Konseptual Keperawatan Menurut Imogene M. King Imogene M. King mengawali teori ini melalui studi literatur dalam keperawatan, ilmu-ilmu perilaku terapan, diskusi dengan beberapa

Lebih terperinci

FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp.

FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp. FILOSOFI, KONSEP HOLISTIK & PROSES KEPERAWATAN KEGAWATAN & KEKRITISAN Oleh: Sri Setiyarini, SKp. Definisi Keperawatan Dawat Darurat: Pelayanan profesional yg didasarkan pada ilmu kqperawatan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana,

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam segala proses kehidupan komunikasi merupakan hal paling pokok. HAM (Hubungan Antar Manusia) bisa terjadi tidak lain karena adanya sistem komunikasi. Berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Ensiklopedi Amerika mengartikan perilaku sebagai suatu aksireaksi organism terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kompetisi di sektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kompetisi di sektor kesehatan. Persaingan antar rumah sakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi yang sedang kita hadapi dibidang kesehatan, menimbulkan secercah harapan akan peluang meningkatnya pelayanan kesehatan. Hal ini juga berdampak dan menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016 Jl. Jend. A. Yani No.52 Telp. (0725) 49200, Fax. (0725) 41928 Kota Metro, Kode Pos 34111 KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT BERSALIN ASIH NOMOR : 096/SK-Dir/RSB-A/II/2016 TENTANG KEBIJAKAN HAK PASIEN DAN KELUARGA

Lebih terperinci

TUJUAN WAWANCARA MEDIS

TUJUAN WAWANCARA MEDIS WAWANCARA MEDIS Mengumpulkan sebanyak mungkin informasi dari pasien mengenai keadaan penyakitnya (awal dan riwayat) Bagian terpenting dalam proses diagnosa dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa globalisasi ini, arus informasi dari satu tempat ke tempat lain semakin cepat, sehingga masyarakat dengan mudah memperoleh informasi yang diinginkan tanpa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus

BAB I PENDAHULUAN. pengelola, pendidik, dan peneliti (Asmadi, 2008). Perawat sebagai pelaksana layanan keperawatan (care provider) harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawat merupakan tenaga kesehatan yang berinteraksi secara langsung dengan pasien, mempunyai tugas dan fungsi yang sangat penting bagi kesembuhan serta keselamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Klien dalam perspektif keperawatan merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah kesehatan dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini peneliti akan menguraikan mengenai teori-teori sebagai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini peneliti akan menguraikan mengenai teori-teori sebagai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini peneliti akan menguraikan mengenai teori-teori sebagai pendukung dalam penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu: 2.1. Perilaku 2.1.1. Defenisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Konsep Caring Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir, berperasaan dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. Caring dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL MODUL KEPERAWATAN JIWA I NSA : 420 MODUL KEPUTUSASAAN DISUSUN OLEH TIM KEPERAWATAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL UNIVERSITAS ESA UNGGUL FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JAKARTA A. KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam keadaan stabil dari ekuibrium internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kesatuan dari aspek jasmani dan rohani serta memiliki sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu kesatuan dari aspek jasmani dan rohani serta memiliki sifat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk biologis, psikologidan spiritual merupakan salah satu kesatuan dari aspek jasmani dan rohani serta memiliki sifat yang unik, oleh Karena itu manusia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik Menurut Machfoedz, (2009) Komunikasi terapeutik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam

Lebih terperinci