: RAFDI AZMI NIM PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR DAN KELAUTAN (PSP2K)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download ": RAFDI AZMI NIM PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR DAN KELAUTAN (PSP2K)"

Transkripsi

1 KAJIAN TATAGUNA LAHAN UNTUK MEMPERKECIL EROSI DI SUB DAS PANINGGAHAN MENGGUNAKAN METODE USLE DAN KAITANNYA DENGAN KEBERLANGSUNGAN SUMBER DAYA AIR DANAU SINGKARAK ARTIKEL Oleh : RAFDI AZMI NIM PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR DAN KELAUTAN (PSP2K)

2 KAJIAN TATAGUNA LAHAN UNTUK MEMPERKECIL EROSI DI SUB DAS PANINGGAHAN MENGGUNAKAN METODE USLE DAN KAITANNYA DENGAN KEBERLANGSUNGAN SUMBER DAYA AIR DANAU SINGKARAK Rafdi Azmi ¹, Isril Berd, ¹, Eni Kamal ¹ Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta ²Jurusan Pengelolaan Sumber Daya Perairan, Pesisir dan Kelautan ABSTRAK Danau Singkarak ini merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat penting dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Laju perubahan pemanfataan lahan di sekitar Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Singkarak khususnya di Sub DAS Paninggahan tentunya akan membawa konsekuensi terhadap menurunnya kuantitas air Danau Singkarak. Berdasarkan analisis citra tahun 2000, 2006 dan 2011 di wilayah Sub DAS Paninggahan terjadi perubahan tataguna lahan, antara lain perubahan fungsi hutan primer dan hutan skunder, sementara penggunanaan lahan untuk pemukiman, pertanian lahan kering campur semak dan semak belukar semakin bertambah luasannya. Perubahan lahan tersebut akan berpengaruh terhadap volume aliran permukaan ( run off), degradasi lahan dan erosi di wilayah Sub DAS Paninggahan. Dari hasil prediksi laju erosi dengan metode USLE, di Sub DAS Paninggahan laju erosinya mencapai 27,15 ton/ha/tahun. Laju erosi tersebut lebih besar dari laju erosi yang diperbolehkan (Edp) yaitu sebesar 2 7,93 ton/ha/tahun. Untuk memperkecil laju erosi tersebut perlu dilakukan arahan modifikasi tataguna lahan. Dari hasil hasil modifikasi tataguna lahan dengan metode USLE, apabila dilakukan modifikasi faktor pengelolaan tanaman (fakor C), maka prediksi erosinya mencapai 3,44 ton/ha/tahun. Apabila hanya dilakukan modifikasi faktor teknik konservasi tanah (faktor P) laju erosinya mencapai 11,93 ton/ha/tahun. Apabila modifikasi dilakukan terhadap kedua faktor tersebut (C dan P) maka laju erosinya pada Sub DAS Paninggahan hanya 2,09 ton/ha/tahun. Untuk menekan laju erosi dan degradasi lahan, hasil penelitian ini merekomendasikan untuk menambah luasan kawasan hutan dan agroforestry. Kata kunci : Rekayasa tataguna lahan, USLE, laju erosi LATAR BELAKANG Danau Singkarak merupakan danau terluas nomor dua di Indonesia setelah Danau Toba dengan luas Ha. Danau ini menampung air dari Sungai Sumani dan Sungai Sumpur dan alirannya keluar melalui Sungai Ombilin yang merupakan anak Sungai Siak. Danau Singkarak terletak di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Danau Singkarak berada pada suatu wilayah Daerah Tangkapan Air yang mencakup 6 wilayah Sub DAS yaitu Sub DAS Sumpur, Sub DAS Partahunan, Sub DAS Paninggahan, Sub DAS Kuok, Sub DAS Imang Gadang, dan Sub DAS Aripan. Keenam Sub DAS tersebut masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Padang Panjang (analisa spasial). Danau Singkarak ini merupakan sumberdaya air yang mempunyai nilai yang sangat penting dari fungsi ekologi, hidrologi serta fungsi ekonomi. Dimana Danau Singkarak mempunyai arti penting

3 bagi daerah sekitarnya. Air danau ini digunakan untuk pembangkit tenaga listrik PLTA Singkarak yang berkapasitas 175 MW untuk melayani kebutuhan listrik bagi 4,4 juta jiwa di Sumatera Barat dan Riau (Aflizar, 2008, dalam BPDAS Indragiri Rokan, 2008), selain itu Danau Singkarak memiliki potensi plasma nuftah ikan Bilih yang cukup. Beberapa tahun lalu ikan Bilih menjadi primadona karena terbuki dapat mengangkat harkat hidup nelayan sebanyak kepala keluarga di selingkar danau (Syandri, 2008 ) dan juga Danau Singkarak telah dikembangkan budidaya perikanan air tawar, sebagai sumber air untuk mengairi sawah-sawah sekitar danau dan juga sebagai obyek pariwisata yang cukup menarik. Sub DAS Paninggahan dengan luas wilayah ,29 ha adalah Sub DAS cukup luas pada daerah tangkapan air (DTA) Danau Singkarak yang merupakan bagian dari hulu DAS Indragiri. Sub DAS Paninggahan sebagai bagian dari DAS Indragiri merupakan DAS prioritas I yang berhilir ke Provinsi Riau melalui Sungai Ombilin dan Indragiri. Secara administratif Sub DAS Paninggahan berada di tiga Kabupaten dan enam Kecamatan diantaranya adalah: 1) Kabupaten Solok, Kecamatan Junjung Sirih dan Kubung dengan luas ,3 Ha, 2) Kabupaten Tanah Datar, Kecamatan Batipuh Selatan dengan luas 33,27 Ha. 3) Kabupaten Padang Pariaman, Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung dengan luas 767,72 Ha. (analisa spasial) Saat ini kondisi pemanfaatan lahan di wilayah Sub DAS Paninggahan mengalami tekanan yang cukup tinggi sebagai akibat dari pembukaan wilayah, pertambangan dan perkebunan. Pemanfaatan lahan yang kurang sesuai dengan kemampuannya dikhawatirkan akan meningkatkan kerusakan lahan yang lebih parah, oleh karena itu diperlukan evaluasi lahan serta kajian erosi tanah untuk mengetahui kemampuan lahan agar dapat dimanfaatkan secara optimal yaitu sesuai dengan karakteristik biogeofisiknya dan terwujudnya kondisi tata air yang baik, tidak terjadi banjir dan kekeringan serta terkendalinya erosi tanah sehingga kesuburan tanah dan produktivitas lahan meningkat. METODE PELAKSANAAN Prediksi tingkat erosi tanah dihitung dengan menggunakan persamaan seperti dikemukakan oleh Wischmeir dan Smith (1978) dalam Asdak (2007), dan dikenal sebagai persamaan USLE : A = R.K.LS.C.P A = Besarnya kehilangan tanah atau erosi (ton/ha/tahun). R = Faktor erosivitas (kj/ha). K = Faktor erodibilitas tanah (ton/kj). LS= Faktor panjang dan kemiringan lereng. C = Faktor penutup tanah dan cara bercocok tanam. P = Faktor tindakan konservasi Analisis yang dilakukan 1. Perhitungan besarnya erosi tanah permukaan yang dapat ditoleransi 2. Perhitungan debit Debit yang dihitung merupakan jumlah total debit aliran pada setiap penampang atau dapat dituliskan dengan persamaan : Q (m³/detik) = L1D1V1 + L2V2D2 +...LnVnDn Dimana : Q = debit (m³/detik); L= lebar interval (m); D = Kedalaman; V = kecepatan rata-rata pada tiap titik kedalaman pengukuran (m/detik) 3. Menghitung jumlah sedimen Besarnya kadar muatan sedimen dalam aliran air dinyatakan dalam besaran laju sedimentasi (dalam satuan ton atau m³ atau mm per tahun). Laju sedimentasi harian dapat dihitung dengan rumus : Qs = 0,0864 x C x Q Dimana, Qs (ton/hari) = debit sedimen C (mg/l) = kadar muatan sedimen Q (m³/dt) = debit air sungai

4 HASIL DAN PEMBAHASAN Letak dan Luas Sub DAS Paninggahan dengan luas wilayah ,29 Ha adalah sub DAS cukup luas pada daerah tangkapan air (DTA) Danau Singkarak yang merupakan bagian dari hulu DAS Sungai Kuantan. Sub DAS Paninggahan sebagai bagian dari DAS Kuantan merupakan sub DAS prioritas I yang berhilir ke Provinsi Riau melalui Sungai Ombilin dan Indragiri. Secara administratif Sub DAS Paninggahan berada di 3 Kabupaten yaitu Kabupaten Solok (Kecamatan Junjung Sirih, Kubung dan X Koto Singkarak) Kabupaten Padang Pariaman (Kecamatan Batang Anai dan Lubuk Alung) dan Kabupaten Tanah Datar (Kecamatan Batipuh Selatan) Propinsi Sumatera Barat (analisa spasial) Dari hasil analisa spasial, kabupaten yang paling luas masuk pada wilayah sub DAS Paninggahan adalah 1) Kabupaten Solok dengan luas ,3 Ha yang terdapat pada Kecamatan Junjung Sirih seluas 6.137,54 Ha, Kecamatan Kubung seluas 102,54 Ha, dan Kecamatan X Koto Singkarak seluas 4.663,22 Ha. 2) Kabupaten Padang Pariaman dengan luas 767,72 Ha yang terdapat pada Kecamatan Batang Anai seluas 149,32 Ha dan Kecamatan Lubuk Alung seluas 618,40 Ha. 3) Kabupaten Tanah Datar dengan luas 33,27 Ha yang terdapat pada Kecamatan Batipuh Selatan seluas 33,27 Ha. Sub DAS Berdasarkan Peta Daerah Aliran Sungai, terdapat 6 sub DAS yang masuk dalam Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak yaitu Sub DAS Aripan, Imanggadang, Kuok, Paninggahan, Partahunan dan Sumpur dengan luas total daerah tangkapan air Danau Singkarak seluas Ha. Dari enam sub DAS yang terdapat di DTA Danau Singkarak sub DAS Aripan yang paling luas dengan luas Ha atau 51,68 % dari luas DTA Danau Singkarak, kemudian Sub DAS Sumpur dengan luas Ha atau 19,73 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Paninggahan dengan luas Ha atau 11,68 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Kuok dengan luas Ha atau 6,12 % dari luas DTA Danau Singkarak, selanjutnya sub DAS Pertahunan dengan luas Ha atau 5,67 % dari luas DTA Danau Singkarak dan sub DAS Imanggadang yang paling kecil dengan luas Ha atau 5,12 % dari luas DTA Danau Singkarak. Jumlah Penduduk di Sub DAS Paninggahan Sebaran jumlah penduduk pada sub DAS Paninggahan cukup bervariasi, penduduk yang kepadatan terendah terdapat di Kecamatan X Koto Singkarak dengan jumlah penduduk sekitar jiwa, luas Kecamatan 295,5 km², kepadatan 0,009 jiwa/km², kemudian Kecamatan Junjung Sirih dengan jumlah penduduk sekitar jiwa, luas Kecamatan 102,50 km², kepadatan 0,008 jiwa/km², selanjutnya Kecamatan Batipuh Selatan dengan jumlah penduduk sekitar jiwa, luas Kecamatan 144,27 km², kepadatan 0,005 jiwa/km², selanjutnya Kecamatan Batang Anai dengan jumlah penduduk sekitar jiwa, luas Kecamatan 180,39 km², kepadatan 0,004 jiwa/km², selanjutnya Kecamatan Kubung dengan jumlah penduduk sekitar jiwa, luas Kecamatan 192 km², kepadatan 0,003 jiwa/km² dan kepadatan yang terdapat pada Kecamatan Lubuk Alung dengan jumlah penduduk sekitar jiwa, luas Kecamatan 111,63 km², kepadatan 0,002 jiwa/km². (Kecamatan dalam angka 2012) Topografi Topografi sub DAS Paninggahan dapat digambarkan dengan menggunakan analisis Digital Elevation Model (DEM). Dengan menggunakan DEM dapat diketahui kemiringan lereng yang terdapat pada daerah penelitian. Kemiringan lereng diturunkan dengan menggunakan metode

5 Horn yang menduga kemiringan lereng pada topografi yang beragam. Luasan kemiringan lereng dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: Tabel. Persentase kemiringan lereng No Kelas lereng (%) Kreteria Luas (Ha) Perse ntase (%) 1 < 8 Datar 493,67 4, Landai 4.086,73 34, Bergelombang 2.474,03 21, Curam 3.162,70 27, Sangat curam 1.487,16 12,7 Total , Sumber: Analisa data spasial Perubahan Penggunaan Lahan Hasil analisis citra pada ketiga tahun liputan tersebut menunjukan bahwa penggunaan lahan di sub DAS Paninggahan dan sekitarnya pada tahun 2011, 2006 dan 2000 di dominasi oleh hutan lahan kering primer. Persentase luas hutan lahan kering primer terhadap luas sub DAS Paninggahan dan sekitarnya adalah 4.156,45 Ha atau sebesar 35,51 %, penggunaan lahan yang memiliki luasan terkecil adalah pemukiman. Persentase pemukiman adalah 305,65 Ha atau sebesar 2,61 %. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada sub DAS Paninggahan dan sekitarnya periode 2000 sampai 2006 cukup bervariasi. Perubahan ini menyangkut penambahan dan pengurangan luas penggunaan lahan. Penambahan luas area terjadi pada pemukiman menjadi 305,65 ha atau 2,61 %. Pengurangan luas area terjadi pada penggunaan lahan pertanian lahan kering seluas 2.267,62 ha atau 19,37 % dan tubuh air menjadi hutan lahan kering primer seluas 493,67 ha atau 4,22 %. Perubahan penggunaan lahan yang terjadi pada sub DAS Paninggahan dan sekitarnya periode 2006 sampai 2011 penambahan terjadi pada pertanian lahan kering campur semak menjadi 2.113, 10 atau 18,05 %, sedangkan pengurangan lahan terjadi pada hutan lahan kering primer seluas 493,67 ha atau 4,22 %. Satuan Lahan Satuan lahan ( land unit) merupakan bagian terkecil suatu kawasan yang mempunyai karakteristik tertentu dan dapat dibedakan dengan satuan lahan lainnya. Dalam satuan lahan, karakteristik sifat fisik lahan yang berpengaruh terhadap pengelolaan lahan relative lebih seragam antara lain, iklim, topografi, jenis tanah, dan penggunaan lahan, sehingga dalam penelitian ini satuan lahan dijadikan sebagai unit analisis dan unit pemetaan (maping unit). Dapat dilihat bahwa satuan lahan paling luas adalah satuan lahan E-rl yaitu 1.482,44 Ha atau 12,67 % dari luasan DAS. Satuan lahan tersebut berupa hutan lahan kering primer pada kelas lereng 8 15 %. Sedangkan satuan lahan paling kecil adalah satuan lahan C-al-2, yaitu 11,67 Ha atau 0,099 % dari luas DAS berupa pemukiman pada kelas lereng 16% - 25%. Erosi Penentuan laju erosi bertujuan untuk mengetahui besaran erosi yang terjadi disetiap satuan lahan. Penghitungan laju erosi menggunakan persamaan USLE (Universal Soil Loss Equation). Pertimbangan penggunaan persamaan ini karena parameter yang digunakan lebih sedikit dan sederhana dibandingkan dengan model lainnya, serta mudah dikelola dengan hasil yang cukup akurat. Parameter-parameter yang digunakan dalam model persamaan ini adalah: erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), faktor pengelolaan tanaman (C), dan faktor konservasi tanah (P). 1. Faktor Erosivitas Hujan (R) Nilai erosivitas hujan (R) pada setiap unit lahan di sub DAS Paninggahan bervariasi. Nilai R tertinggi dimiliki unit lahan A-al yaitu 788,62 MJ.cm/ha.jam/th., sedangkan R terendah adalah pada unit lahan B-ad yaitu 394,31 MJ.cm/ha.jam/th. 2. Faktor erodibilitas tanah (K)

6 Erodibilitas tanah merupakan tingkat kepekaan tanah terhadap energi yang dapat menimbulkan erosi. Faktorfaktor yang mempengaruhi erodibilitas tanah secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) faktor -faktor yang mempengaruhi tingkat infiltrasi, permeabilitas, dan total kapasitas air; (2) faktor-faktor yang menahan penghamburan, pengikisan dan gaya angkut air hujan, serta aliran permukaan. Faktor-faktor yang pertama terdiri dari tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik, dan permeabilitas tanah, sedangkan faktor yang kedua terdiri dari topografi, kemiringan lereng, dan besarnya gangguan oleh manusia. Nilai erodibilitas tanah (K) di sub DAS Paninggahan termasuk kategori sedang hingga sangat tinggi. Nilai K terendah berada pada C-pmk 0,10 dan nilai K tertinggi E-al yaitu 0,32. Tanah dengan partikel debu dan pasir halus kurang resisten terhadap pengelupasan, sehingga mempunyai nilai erodilbilitas tinggi. 3. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan dengan mengabaikan pengaruh panjang lereng dan yang berpengaruh hanya kemiringan lereng dengan asumsi bahwa kemiringan lereng berpengaruh 3 kali panjang lereng terhadap erosi (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Sebagai pertimbangannya karena dalam setiap satuan lahan mempunyai panjang lereng yang bervariasi, sehingga untuk menentukan panjang lereng setiap satuan lahan agak susah. Dapat dilihat bahwa sub DAS Paninggahan didominasi lahan dengan lereng landai yaitu lahan dengan kemiringan < 8 % seluas 493,67 ha, kemiringan 9-15 % seluas 4.086,73 ha, kemiringa % seluas 2.474,03 ha, kemiringan % seluas 3.162,70 ha dan kemiringan >40 % seluas 1.487,16 ha. 4. Faktor Pengelolaan Tanaman (C) Faktor pengelolaan tanaman (C) merupakan faktor yang menunjukkan besarnya perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan. Penentuan tanaman penutup lahan berdasarkan peta penggunaan lahan dan hasil pengecekan di lapangan. Dalam peta penggunaan lahan, Sub DAS Paninggahan dikelompokkan menjadi delapan jenis penggunaan lahan, yaitu hutan rawa primer, perkebunan, tubuh air, pertanian lahan kering, hutan lahan kering primer, hutan lahan kering skunder, pemukiman dan pertanian lahan kering campur semak. Hutan primer yang berada di sub DAS Paninggahan adalah hutan hujan alam tropika yang masih asli dan berfungsi sebagai kawasan hutan suaka alam dan hutan lindung, yaitu suaka alam Bukit Barisan I. Kawasan hutan ini masih vegetasinya masih utuh dan berada pada kelerengan yang curam hingga sangat curam sehingga mempunyai fungsi lindung. Nilai C untuk hutan lahan kering primer adalah 0,001. Hutan skunder yang ada, merupakan hutan- hutan alam yang telah mengalami pemanfaatan baik berupa kayu maupun non kayu. Hutan ini berfungsi sebagai hutan produksi, hutan lindung, dan hutan suaka alam. Kondisi hutan masih ditutupi belukar tua yang rapat, sehingga nilai C untuk hutan skunder, yaitu 0,1. Untuk penggunaan lahan berupa pemukiman, di wilayah sub DAS Paninggahan pemukiman secara umum mempunyai pekarangan atau ladang yang ditanami dengan tanaman semusim maupun tanaman perkebunan, seperti kulit manis, cabai, pinang, dan coklat. Untuk menentukan nilai C digunakan kombinasi tanaman-tanaman penutupnya sehingga nilai C untuk pemukiman adalah 0,5. Pertanian lahan kering/ladang di sub DAS Paninggahan merupakan pola pertanian yang mengandalkan air hujan untuk kebutuhan airnya dengan tanaman semusim, seperti jagung, cabai, bawang dan ketela pohon. Nilai C untuk pertanian lahan kering/ladang juga beragam sesuai dengan jenis tanaman penutupnya.

7 Kebun campuran adalah pola pertanian yang memanfaatkan lahan untuk ditanami macam-macam tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan yang umum ditemukan di sub DAS Paninggahan adalah karet, kopi, coklat, kulit manis, kemiri, kelapa, Sao, dan pinang. Nilai C untuk kebun campur adalah 0,5. Hutan rawa primer yang ada di Sub DAS Paninggahan sebagian besar adalah sawah irigasi, yaitu sawah yang selalu tergenang air dan ditanami padi sepanjang tahun dan rawa-rawa. Nilai C untuk hutan rawa primer adalah 0,01. Semak belukar adalah tanaman perdu yang tumbuh liar akibat pemanfaatan lahan yang ditinggalkan. Tanaman semak belukar yang dijumpai di lapangan yaitu mimosa, rasam, alangalang, dan tanaman rumput-rumputan. Nilai C untuk semak belukar adalah 1,0. 5. Faktor Konservasi Tanah (P) Secara umum praktek konservasi tanah yang ditemui di lapangan adalah berupa teras, sehingga penilaian parktek konservasi tanah pada penelitian ini didasarkan pada teras. Pada daerahdaerah dengan kelerengan yang miring yang diolah untuk tanaman pertanian telah dibuat teras dengan macam dan kualitas yang berbeda-beda. Pada tanaman berupa kebun campuran juga masih ditemukan adanya bekas pembuatan teras, karena sebelumnya lahan digunakan untuk ladang yang diolah secara intensif, seperti ladang cabai, jagung, dan ketela pohon. Untuk hutan primer dan hutan skunder termasuk dalam kategori teras bangku bagus dan sedang dengan nilai P 0,04 dan 0,15. Sementara itu untuk kebun campuran secara umum yang ditemukan dilapangan adalah teras bangku sedang, sehingga nilai P 0,15. Secara umum jenis teras yang ditemukan dilapangan adalah teras bangku dengan kualitas yang jelek hingga bagus. 6. Laju Erosi Aktual Penghitungan laju erosi aktual bertujuan untuk mengetahui potensi erosi yang akan terjadi apabila tidak ada perubahan pengelolaan lahan di sub DAS Paninggahan. Dapat dilihat bahwa perkiraan erosi aktual rata-rata yang terjadi di sub DAS Paninggahan pada tahun 2000 adalah 23,97 ton/ha/tahun atau 1,64 mm/ha/th, tahun 2006 adalah 23,97 ton/ha/tahun atau 1,64 mm/ha/th dan tahun 2011 adalah 27,15 ton/ha/tahun atau 1,86 mm/ha/th. Erosi aktual terbesar terjadi pada satuan lahan E-lat-1 yaitu sebesar 156,86 ton/ha/th atau 11,28 mm/ha/th. Sedangkan erosi aktual terendah terjadi pada satuan lahan B-lat yaitu sebesar 0,03 ton/ha/th atau 0,0025 mm/ha/th. 7. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Klasifikasi tingkat bahaya erosi (TBE) merupakan klasifikasi besarnya laju erosi aktual atau kehilangan tanah maksimum dengan faktor kedalaman solum tanah pada setiap unit lahan apabila teknik pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Pada dasarnya jumlah laju erosi aktual atau kehilangan tanah maksimum ini harus lebih kecil atau sama dengan proses pembentukan tanah, sehingga produktivitas lahan tetap berkelanjutan. Nilai laju erosi aktual dalam penelitian ini merupakan nilai erosi aktual (A) yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan persamaan USLE, sedangkan data solum tanah diperoleh dari hasil pengamatan profil tanah di lapangan. Dapat dijelaskan bahwa apabila dilihat per satuan lahan, maka kelas TBE di Sub DAS Paninggahan secara umum tergolong sangat rendah hingga sangat berat. Namun apabila dilihat dari luasan sub DAS, maka kelas TBE di sub DAS Paninggahan adalah sangat rendah yaitu 2.822,62 ha atau 24,11 % rendah yaitu 541,99 ha atau 4,63 % sedang yaitu 1.234,87 ha atau 10,55 % berat 5.318,94 ha atau 45,44 % dan sangat berat 1.785,87 atau 15,25 % didominasi kelas TBE berat sebanyak 45,44 %.

8 Besarnya Erosi Mengalir Ke Danau Singkarak Besarnya erosi atau sedimen yang mengalir ke Danau Singkarak dapat dilihat sebagai berikut: Lebar dari sub DAS Paninggahan adalah 12,5 meter, untuk menentukan luas penampang dari sub DAS Paninggahan adalah membagi lebar sungai menjadi 9 interval dan kemudian dikalikan dengan kedalaman. Untuk wilayah sub DAS Paninggahan diperoleh luas penampang pada hari tidak hujan adalah 5,5 M² dengan rata-rata 0,61 M² dan pada hari hujan adalah 7,59 M² dengan rata-rata 0,48 M². Kecepatan air pada sub DAS Paninggahan pada waktu tidak hujan ratarata adalah 9,87 m³/detik, maka diperoleh nilai Q (debit air sungai) pa da waktu tidak hujan adalah 6,03 m³/detik. Sedangkan pada waktu hujan rata-rata adalah 13,78 m/detik, maka diperoleh nilai Q (debit air sungai) pada waktu hujan adalah 11,62 m³/detik. Nilai C (sedimen) pada sub DAS Paninggahan pada saat tidak hujan adalah 36,50 mg/l, sedangkan nilai C (sedimen) pada saat hujan adalah 1786,50 (mg/l). Dengan telah dapatnya nilai C dan Q maka dapat diperoleh nilai Qs dengan rumus Qs = 0,0864 x C x Q Nilai Qs pada saat tidak hujan adalah 0,0864 x 36,50 x 6,03 = 0,07 (ton/ha/th ), sedangkan nilai Qs pada saat hujan adalah 0,0864 x 1786,50 x 11,62 = 6,21 (ton/ha/th) Analisa dan Modifikasi Lahan Pada Sub DAS Paninggahan Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : 1) Pertanian lahan kering dengan luas 1.759,01 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 25,65 ton/ha/th. 2) Pemukiman dengan luas 305,65 ha ditanami rumputrumputan maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 26,48 ton/ha/th. 3) Pertanian lahan kering campur semak dengan luas 1.619,43 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 10,66 ton/ha/th, 4) Hutan lahan kering sekunder dengan luas 462,41 ton/ha/th dijadikan hutan lahan kering primer maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 22,04 ton/ha/th dan apabila semua faktor pengolahan tanaman (C) dengan luas 4.146,50 ha dimodifikasi sesuai dengan kegunaan lahan maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 3,44 ton/ha/th. Modifikasi faktor teknik konservasi tanah (P) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : Apabila seluruh luas lahan yang erosinya diatas erosi toleransi (seluas 4.146,50 ha), akan dilakukan pembuatan teras bangku sempurna maka akan diperoleh erosi aktual yang terjadi pada sub DAS Paninggahan menjadi 11,93 ton/ha/th. Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor teknik konservasi tanah (P) dilakukan pada lahan yang erosi aktualnya melebihi dari erosi tolerasi seluas 4.146,50 ha maka diperoleh hasil erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 2,09 ton/ha/th. Dampak Erosi Pada Sub DAS Paninggahan. Dampak erosi Dampak erosi tanah di tempat asal merupakan dampak yang dapat terlihat langsung kepada pengelola lahan yaitu berupa penurunan produktifitas. Hal ini berdampak pada kehilangan produksi peningkatan penggunaan pupuk dan kehilangan lapisan olah tanah yang akhirnya menimbulkan terjadinya tanah kritis. Pengaruh erosi pada daerah asal di Sub DAS Paninggahan tidak terlalu berpengaruh karena hasil dari analisa lahan maka erosi aktual yang terjadi pada Sub DAS Paninggahan masih dibawah dari erosi toleransi. Dampak erosi diluar lahan pertanian

9 Dampak erosi tanah diluar lahan pertanian ( off-site) merupakan dampak sangat besar pengaruhnya. Sedimen hasil erosi tanah dan kontaminan yang terbawa bersama sedimen menimbulkan kerugian dan biaya yang sangat besar dalam kehidupan. Arsyad (2010) mengemukakan bentuk dampak off-site antara lain: a. Pelumpuran dan pendangkalan waduk b. Tertimbunnya lahan pertanian dan bangunan c. Memburuknya kualitas air, dan d. Kerugian ekosistem perairan Erosi lahan atau sedimen yang terjadi pada Sub DAS Paninggahan yang masuk keperairan Danau Singkarak, dari hasil analisa pada saat waktu hujan adalah sebesar 21,03 ton/ha/th dan saat waktu tidak hujan adalah sebesar 0,22 ton/ha/th. Dari hasil analisa erosi atau sedimen tersebut, ini sangat berpengaruh terhadap perairan danau Singkarak, karena bisa mengakibatkan pendangkalan didaerah hilir dari Sub DAS Paninggahan serta bisa mengakibatkan menurunnya kwalitas air Danau Singkarak. Dengan terjadinya pendangkalan dan menurunnya kwalitas air Danau Singkarak, ini bisa mengakibatkan ekosistem yang ada di Danau Singkarak terganggu khususnya habitat dari ikan bilih (Mystacoleucus padangensis). Ikan bilih adalah salah satu ikan endemik yang berada di Danau Singkarak, ikan bilih merupakan ikan yang senang hidup dan berkembang biak pada perairan yang bersih tanpa ada pencemaran, baik itu pencemaran oleh limbah industri maupun dari erosi lahan. Apabila perairan Danau Singkarak tercemar, ini bisa mengakibatkan kepunahan terhadap ikan bilih, karena daerah untuk mereka melakukan perkembangbiakan terganggu sehingga mereka susah untuk berkembang biak. Selain itu eksploitasi oleh nelayan yang berada disekitar Danau Singkarak dilakukan secara terus menerus tanpa ada kontrol dari aparat pemerintah, apabila hal ini dibiarkan secara terus menerus maka akan terjadilah kepunahan ikan bilih. Dapat dimengerti bahwa dari aspek hidrologis DAS berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air secara kontiniu ke sungai utama DAS tersebut. Jadi DAS adalah regulator untuk menjamin regulasi air ke sungai utama DAS secara teratur. Kalau suatu DAS fungsi hidrologisnya tidak berfungsi dengan baik, tentu ada yang salah dari DAS sebagai regulator sehingga fungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan terganggu sistemnya. Gangguan itu bisa saja terjadi karena kondisi tutupan vegetasi hutan dan lahan terganggu akibat terbukanya lahan. Diikutinya terganggunya kemampuan infiltrasi air hujan kedalam tanah akibat pori-pori tanah tertutup akibat erosi permukaan. Ini juga memicu terganggunya fungsi hidrologis. Terbukanya lahan bisa banyak penyebabnya, seperti ulah manusia mengekploitasi sumberdaya alam dan kondisi alam itu sendiri. Alasan terakhir sangat sedikit kemungkinannya karena sustainable regenerasi berlangsung dengan baik apabila tidak terganggunya oleh faktorfaktor non alami sering terjadi di manamana. (Berd, 2012). Dari hasi l analisa pada Sub DAS Paninggahan diperoleh hasil bahwa Sub DAS Paninggahan masih berfungsi sebagai menampung, menyimpan dan mengalirkan air secara terus menerus, hasil dari penelitian jumlah air yang masuk dari pada sub DAS Paninggahan pada saat hujan adalah 11,62 m³/detik, sedangkan pada saat tidak hujan adalah 6,03 m³/detik. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Dampak dari penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah konservasi di wilayah Sub DAS Paninggahan akan mengakibatkan lebih besarnya erosi aktual yang terjadi dibandingkan dengan erosi yang diperbolehkan, erosi aktual pada Sub DAS Paninggahan sebesar 27,15 ton/ha/th sedangkan erosi Sumber Daya Air Yang Berkelanjutan

10 yang diperbolehkan pada Sub DAS Paninggahan sebesar 27,93 ton/ha/th. 2. Besarnya erosi atau sedimen (Qs) yang mengalir ke Danau Singkarak adalah: Kondisi pada saat hujan sedimen (Qs) adalah 6,21 ton/ha/th atau 0,4228 mm/ha/th. Kondisi pada saat tidah hujan sedimen (Qs) a dalah 0,07 ton/ha/th atau 0,0045 mm/ha/th. Pemantauan debit air pada Sub DAS Paninggahan, diperoleh hasil pada waktu hujan sebesar 11,62 m³/detik dan pada waktu tidak hujan sebesar 6,03 m³/detik, ini bisa menjamin keberlangsungan air pada Danau Singkarak. 3. Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : 1) Pertanian lahan kering dengan luas 1.759,01 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 25,65 ton/ha/th. 2) Pemungkiman seluas 305,65 ha dijadikan ditanam rumput-rumputan maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 26,48 ton/ha/th. 3) Pertanian lahan kering campur semak seluas 1.619,43 ha dijadikan kebun campuran rapat/agroforestry maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 10,66 ton/ha/th 4) Hutan lahan kering sekunder seluas 462,41 ha dijadikan hutan lahan kering primer maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 22, 04 ton/ha/th dan semua unit lahan yang erosi aktualnya diatas dari erosi tolerasi seluas 4.146,50 ha maka erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 3,44 ton/ha/th. Modifikasi faktor teknik konservasi tanah (P) pada sub DAS Paninggahan adalah sebagai berikut : seluruh luas lahan yang erosinya diatas erosi toleransi (s eluas 4.146,50 ha), akan dilakukan pembuatan teras bangku sempurna maka akan diperoleh erosi aktual yang terjadi pada sub DAS Paninggahan menjadi 11,93 ton/ha/th. Modifikasi faktor pengelolaan tanaman (C) dan faktor teknik konservasi tanah (P) dilakukan pada lahan yang erosi aktualnya melebihi dari erosi tolerasi seluas 4.146,50 ha maka diperoleh hasil erosi aktual pada sub DAS Paninggahan menjadi 2,09 ton/ha/th. DAFTAR PUSTAKA, Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air Arief, L Perencanaan Penggunaan Lahan dan Pengembangan Usaha Tani Berbasis Kopi Untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan di DAS Ketahun Hulu, Tesis Institut Pertanian Bogor. Bogor Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press, Bogor. Berd, I Makalah Analisis Kawasan Prioritas Resapan Air Kota. Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Sumatera Barat. Padang Berd, I Rekayasa Biofisik DAS untuk Mitigasi Banjir, Longsor dan Kekeringan Guna Kelestarian Sumberdaya Air Berkelanjutan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Ilmu Teknik Tanah dan Air. Universitas Andalas. Padang Berd, I Alih Fungsi Hutan Lindung Berisiko Banjir Bandang. Harian Umun. Padang BPDAS Agam Kuantan Analisis Urutan DAS Prioritas Satuan Wilayah Pengelolaan DAS Agam Kuantan Propinsi Sumatera Barat Laporan Hasil Penyusunan Karakteristik DAS. Padang Rencana Pengeloaan DAS Antokan Terpadu. Balai Pengelolaan DAS Agam Kuantan. Padang.

11 BPDAS Indragiri Rokan Rancangan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak. Propinsi Riau. Departemen Kehutanan Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Pengendalian Banjir dan Longsor. Jakarta Departemen Kehutanan Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta. Dinas Pertanian Kabupaen Solok. Data Curah Hujan Rata-rata. Solok Harto, S Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata guna Lahan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hermiati, E Analisis Perbandingan dengan Pendugaan Erosi Menggunakan Metode USLE dan Unit SPAS pada Model DAS Mikro. Tesis. IPB. Bogor Indarto Hidrologi Dasar Teori dan Aplikasi Model Hidrologi. PT Bumi Aksara. Yogyakarta. Irwanto, Konsep Perencanaan Pengelolaan DAS Terpadu. Yogyakarta Kartasapoetra, G Teknologi Konservasi Tanah dan Air. PT Asdi Mahasatya. Jakarta Kodoatie, R & Syarif, R (2010). Tata Ruang Air. PT. Andi, Yogyakarta Lestari W Keterkaitan Persepsi Dengan Perilaku Masyarakat Dalam Alih Guna Lahan Hutan Menjadi Budidaya Hortikultura di Hulu DAS Citarum ( Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota A SAPPK V1N1 322 : 330) ITB Bandung. (LP3ES) Studi Tentang Pola Pemanfatan Lahan Di Kawasan Hulu DAS dalam rangka Pengembangan Mekanisme Pembayaran Jasa Perlindungan DAS. di akses tanggal 6 Agustus 2009 Mawardi, M (2011). Asas Irigasi dan Konservasi Air. Bursa Ilmu, Yogyakarta Menteri Kehutanan RI, 2001, Keputusan Menteri Kehutanan No. 52/Kpts- II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Departemen Kehutanan RI, Jakarta Menteri Kehutanan RI, 2005, Keputusan Menteri Kehutanan No. 346/Menhut-V/2001 tentang Kriteria Penetapan Urutan DAS Prioritas, Departemen Kehutanan RI, Jakarta Nurcahyawati, N Analisa Karakteristik Hidrologi di Areal MDM Mararin, Mengguliling dan To Bonu Sub DAS Mata Allo Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor PLN Sektor Pembangkit Bukittinggi, Data Elevasi Air Danau Singkarak. Malalo Rahayu, S dkk Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Center ICRAF Asia Tenggara. Bogor Rahim Pengendalian Erosi Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup. PT Bumi Aksara. Yogyakarta Rayes, L Metode Inventarisasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Andi Yogyakarta. Rismana A G Evaluasi Pemanfaatan Ruang Berdasarkan Indeks Konservasi di Sub DAS Cikapundung Hulu. Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 1 April 2011; 49 66, Universitas Pasundan. Bandung Satiawan H Alih Fungsi Lahan Kawasan Hulu dan Dampaknya

12 Terhadap Kualitas Air di Kawasan Hilir Daerah Aliran Sungai, Jurnal Ilmiah Sains dan Teknologi. vol.10, No2, 54 58, Universitas Almuslim Senawi, Pemodelan Spasial Ekologis untuk Optimalisasi Penggunaan Lahan Daerah Aliran Sungai. Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Senawi, Geomorfologi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Seyhan, E Dasar-dasar hidrologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sianturi, H Analisa Penggunaan Lahan di DTA Danau Toba Berdasarkan Metode Answer untuk Fungsi DAS yang Berkelanjutan. Desertasi. Universitas Sumatera Utara, Medan Siringoringo Pemprogaman Linier. Diakses di homepage ; hhtp:// yk.id/dlib/resourecs. PROGRAM%LINEAR.doc, pada tanggal 10 Oktober Soedjoko Handout Hidrologi Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Soepardi W Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor Suripin Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi, Yogyakarta. Suryatmojo, Hatma Hidrometri. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Syandri, H Daerah Tangkapan Air Danau Singkarak alami Erosi. Koran ANTARA Sumatera Barat. Tanggal 13 Juli Padang Syoekoeri, M.AH dan Suhartanto, E Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Pendugaan Erosi dan Konservasi Sumber Daya Alam, Jurnal Teknik Universitas Brawijaya, Malang. Dikunjungi 25 Desember 2006 Tintian, DL Analisa Pendugaan Erosi, Sedimentasi dan Aliran Permukaan Menggunakan Model AGNP Berbasis SIG di Sub DAS Jenebarang Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor Wahid A Analisa Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Debit Sungai Mamasa. Jurnal SMARTek. Palu Widodo M Analisis Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Sungai (Studi Kasus Sub DAS Cikapundung Gandok). Jurnal Teknologi Lingkungan. P3TL-BPPT.6 (1): Bandung Widyatmoko, DY Evaluasi Kemampuan Lahan, Analisi Neraca Air dan Erosi untuk Arahan Penggunaan Lahan Optimal di SUB DAS Sumani Sumatera Barat. Tesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta

: ARY PERMADI NIM PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR DAN KELAUTAN (PSP2K)

: ARY PERMADI NIM PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERAIRAN PESISIR DAN KELAUTAN (PSP2K) MODIFIKASI TATA GUNA LAHAN DAS SUMANI UNTUK MEMPERKECIL EROSI BERDASARKAN METODE USLE DALAM RANGKA MENJAMIN SUMBERDAYA AIR DANAU SINGKARAK YANG BERKELANJUTAN ARTIKEL Oleh : ARY PERMADI NIM 0910018112018

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

STUDI EROSI LAHAN PADA DAS AIR DINGIN BAGIAN HULU DI KOTA PADANG. Skripsi APRIZON PUTRA 89059

STUDI EROSI LAHAN PADA DAS AIR DINGIN BAGIAN HULU DI KOTA PADANG. Skripsi APRIZON PUTRA 89059 STUDI EROSI LAHAN PADA DAS AIR DINGIN BAGIAN HULU DI KOTA PADANG Skripsi APRIZON PUTRA 89059 Dosen Pembimbing Drs. DASWIRMAN, M.Si TRIYATNO, S.Pd, M.Si JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin 2004). Erosi merupakan tiga proses

Lebih terperinci

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR

KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR KAJIAN EROSI TANAH DENGAN PENDEKATAN WISCHMEIER PADA DAS KALIMEJA SUBAIM KECAMATAN WASILE TIMUR KABUPATEN HALMAHERA TIMUR Adnan Sofyan dan Gunawan Hartono*) Abstrak : Erosi yang terjadi di Sub Das Kalimeja

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi faktor pendukung dalam penyediaan kebutuhan air. Lahan-lahan yang ada pada suatu DAS merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

Pada tahun 2008 telah dilakukan penelitian mengenai

Pada tahun 2008 telah dilakukan penelitian mengenai Pada tahun 2008 telah dilakukan penelitian mengenai lingkungan DTA danau-danau di Indonesia termasuk danau Singkarak oleh Lapan bekerjasama dengan kantor KLH. Penelitian tersebut merupakan salah satu penelitian

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217

RINGKASAN DISERTASI. Oleh : Sayid Syarief Fathillah NIM 06/240605/SPN/00217 PENILAIAN TINGKAT BAHAYA EROSI, SEDIMENTASI, DAN KEMAMPUAN SERTA KESESUAIAN LAHAN KELAPA SAWIT UNTUK PENATAGUNAAN LAHAN DAS TENGGARONG, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA RINGKASAN DISERTASI Oleh : Sayid Syarief

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sistem penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai (DAS), berupa aneka pepohonan dan semak sehingga membentuk tajuk berlapis. Hutan yang demikian

Lebih terperinci

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) JURNAL ILMU LINGKUNGAN Volume 9, Issue 2: 57-61 (2011) ISSN 1829-8907 STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah) Rathna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut TINJAUAN PUSTAKA Erosi Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagianbagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah atau bagian-bagian

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI BERBASIS LAND USE DAN LAND SLOPE DI SUB DAS KRUENG SIMPO Rini Fitri Dosen pada Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Almuslim ABSTRAK Lahan kering di

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU 75 GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu propinsi yang masih memiliki tutupan hutan yang baik dan kaya akan sumberdaya air serta memiliki banyak sungai. Untuk kemudahan dalam

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 ANALISIS SPASIAL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEKRITISAN LAHAN SUB DAS KRUENG JREUE Siti Mechram dan Dewi Sri Jayanti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Erosi Metode yang digunakan pada pendugaan erosi adalah Persamaan 2.1 yaitu metode USLE (Universal Soil Loss Equation) yang dikembangkan oleh Wishchmeier dan Smith (1978)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT)3 2015 ISSN: 2339-028X KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) PEMANFAATAN LAHAN SUB DAS MATAALLO PROVINSI SULAWESI SELATAN Amrullah Mansida 1 dan Mahmuddin 2 1,2 Program

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan Danau Singkarak terletak di dua kabupaten yaitu KabupatenSolok dan Tanah Datar. Kedua kabupaten ini adalah daerah penghasil berasdan menjadi lumbung beras bagi Provinsi

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan suatu wilayah di permukaan bumi yang meliputi semua benda penyusun biosfer (atmosfer, tanah dan batuan induk, topografi, air, tumbuhtumbuhan dan binatang),

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang

Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Pendugaan Erosi Aktual Berdasarkan Metode USLE Melalui Pendekatan Vegetasi, Kemiringan Lereng dan Erodibilitas di Hulu Sub DAS Padang Estimation of Actual Erosion by USLE Method Approach Vegetation, Slope

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Erosi Erosi berasal dari bahasa latin erodere yang berarti menggerogoti atau untuk menggali. Istilah erosi ini pertama kali digunakan dalam istilah geologi untuk menggambarkan

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan sumber daya alam yang strategis bagi segala pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan, seperti sektor pertanian,

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ

SKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensitas kegiatan manusia saat ini terus meningkat dalam pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun pemanfaatan sumberdaya alam ini khususnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tank Model Penerapan Tank Model dilakukan berdasarkan data harian berupa data curah hujan, evapotranspirasi dan debit aliran sungai. Data-data tersebut digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan kegiatan memperbaiki, memelihara, dan melindungi keadaan DAS, agar dapat menghasilkan barang dan jasa khususnya, baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan Latar Belakang Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang utama memegang posisi penting dalam kelestarian lingkungan. Kemerosotan kemampuan tanah yang ditunjukkan dengan meningkatnya laju erosi dari

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

MENENTUKAN LAJU EROSI

MENENTUKAN LAJU EROSI MENENTUKAN LAJU EROSI Pendahuluan Erosi adalah proses berpindahnya massa batuan dari satu tempat ke tempat lain yang dibawa oleh tenaga pengangkut yang bergerak di muka bumi. Tenaga pengangkut tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Proses erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan proses penghancuran dan pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi (presipitasi, angin) (Kusumandari, 2011). Erosi secara umum dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 124 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data yang diperoleh maka penulis dapat menyimpulkan dan memberikan rekomendasi sebagai berikut: A. Kesimpulan Sub Daerah Aliran

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI Pengetahuan tentang faktor penentu kepekaan tanah terhadap longsor dan erosi akan memperkaya wawasan dan memperkuat landasan dari pengambil

Lebih terperinci

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan tanah terbuka pada suatu daerah yang dapat menjadi salah satu faktor penentu kualitas lingkungan. Kondisi lahan pada suatu daerah akan mempengaruhi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F14101089 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FANNY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. Sumber daya alam ini mempunyai peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan lahan yang sangat intensif serta tidak sesuai dengan kemampuan dan kesesuaian lahan menimbulkan adanya degradasi lahan. Degradasi lahan yang umum terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Embung merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung. Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan airnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem,

PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang pengembangannya sangat besar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR

ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR ANALISIS TUTUPAN LAHAN TERHADAP KUALITAS AIR SITU BURUNG, DESA CIKARAWANG, KABUPATEN BOGOR R Rodlyan Ghufrona, Deviyanti, dan Syampadzi Nurroh Fakultas Kehutanan - Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Situ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR SKRIPSI OLEH: FRISCA ELIANA SIDABUTAR 031201021/MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jumlah manusia yang menghuni permukaan bumi kian hari kian meningkat, tetapi kondisi tersebut berlaku sebaliknya dengan habitat hidup manusia, yaitu lahan.

Lebih terperinci

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA Metode prediksi erosi yang secara luas telah dipakai serta untuk mengevaluasi teknik konservasi pada suatu area diantaranya

Lebih terperinci

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 217 ISBN: 978 62 361 72-3 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA Esa Bagus Nugrahanto Balai Penelitian dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Data. B. Data Hujan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah tangkapan air, peta

Lebih terperinci

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI

PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI PREDIKSI EROSI DAN SEDIMENTASI DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KEDUANG KABUPATEN WONOGIRI (The Prediction of Erosion and Sedimentation at Keduang Sub-Watershed in Wonogiri Regency) JOKO SUTRISNO 1, BUNASOR

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa Sumber Brantas Kota Batu Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bendungan atau dam adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk, danau, atau tempat rekreasi. Seringkali bendungan juga digunakan untuk mengalirkan

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu unsur penting yang mendukung kehidupan di alam semesta ini. Bagi umat manusia, keberadaan air sudah menjadi sesuatu yang urgen sejak zaman

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG Suroso, M. Ruslin Anwar dan Mohammad Candra Rahmanto Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Studi 1. Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Jepara dan Daerah Tangkapan Hujan Waduk Way Jepara secara geografis terletak pada 105 o 35 50 BT

Lebih terperinci