BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan 1. Kajian teori a. Pengecoran (casting) 1) Pengertian Pengecoran Pengecoran adalah suatu proses pembuatan benda kerja dari logam dengan jalan mencairkan logam tersebut pada temperatur tertentu, kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mendingin dan membeku (Wibowo, 2012). Ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses pengecoran, yaitu: a) Adanya aliran logam cair ke dalam rongga cetak. b) Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari logam dalam cetakan. c) Pengaruh material cetakan. d) Pembekuan logam dari kondisi cair. Klasifikasi pengecoran berdasarkan umur dari cetakan yaitu: a) Pengecoran dengan Sekali Pakai (Expendable Mold) Contohnya pengecoran dengan cetakan pasir, karena hanya bisa digunakan satu kali pengecoran saja. Setelah itu cetakan tersebut dirusak saat pengambilan benda coran. Dalam pembuatan cetakan pasir, jenis-jenis pasir yang digunakan adalah pasir silika, pasir zircon, atau pasir hijau. Sedangkan perekat antar butir-butir pasir dapat digunakan bentonit, resin, furan, atau fiberglas. b) Pengecoran dengan Cetakan Permanen (Permanent Mold) Contohnya pengecoran dengan cetakan logam bercampur grafit. 2) Tahapan Pengecoran Secara garis besar urutan proses pengecoran logam memiliki langkah-langkah sebagai commit berikut: to user 5

2 6 a) Peleburan Logam Peleburan logam merupakan proses mencairkan logam pada temperatur tertentu dengan menggunakan energi panas yang dihasilkan oleh tungku. Dalam pelaksanaannya peleburan logam ini memerlukan kalor yang sangat tinggi untuk mencairkan logam tersebut hingga logam mencair pada titik cair logam. Titik cair dari masing-masing logam berbeda-beda, jadi dalam melakukan peleburan logam kita harus mempertimbangkan bahan, berat jenis, titik cair dan koefisien dari bahan yang digunakan untuk mencairkan logam, yang dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut: Tabel 2.1. Berat Jenis, Titik Cair, dan Koefisien Kekentalan Bahan Berat Jenis (g/mm 3 ) Titik Cair (0 0 C) Koefisien kekentalan (Cm 2 /det) Air 0,9982 (20) 0 C 0 0, Air raksa 13,56 (20) 0 C 38,9 0,00114 Timah 5,52 (232) 0 C 232,0 0,00199 Putih Timah 10,55 (440) 0 C 327,0 0,00156 Hitam Seng 6,27 (420) 0 C 420,0 0,00508 Aluminium 2,35 (760) 0 C 660,0 0,00508 Tembaga 7,84 (1200) 0 C 1.083,0 0,00395 Besi 7,13 (1600) 0 C ,00560 Besi Tuang 6,9 (1300) 0 C 1.170,0 0,00230 (Sumber: Hardi Sudjana. 2008: 179) b) Pembuatan Pola Pola adalah suatu model yang memiliki ukuran dan bentuk yang sama dengan bentuk produknya kecuali pada bidang-bidang tertentu yang disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti bidang

3 7 pisah (parting line), bentuk rongga (cavity), dan proses pemesinannya yang menyebabkan kesulitan untuk dibentuk langsung pada pola (Akuan, 2010). Faktor-faktor tersebut selanjutnya akan diantisipasi dengan perhitungan penyusutan logam dan toleransi pemesinannya. Untuk itu ada beberapa faktor yang harus diperhatikan saat perencanaan pola yaitu bidang pisah, penyusutan pola, dan kemiringan pola. Tabel 2.2. Tambahan Penyusutan yang Disarankan Tambahan Penyusutan Bahan 8/1.000 Besi cor, baja cor tipis 9/1.000 Besi cor, baja cor tipis yang banyak menyusut 10/1.000 Sama dengan atas dan alumunium 12/1.000 Paduan alumunium, Brons, baja cor (tebal 5-7 mm) 14/1.000 Kuningan kekuatan tinggi, baja cor 16/1.000 Baja cor (tebal lebih dari 10 mm) 20/1.000 Coran baja yang besar 25/1.000 Coran baja besar dan tebal (Sumber: Tata Surdia dan Kenji Chijiiwa, 1986: 52) c) Pembuatan Cetakan Pasir Cetakan adalah suatu alat pada proses pengecoran yang terbuat dari suatu material tahan temperatur tinggi (refractory) dan memiliki suatu rongga dengan bentuk geometri tertentu untuk dicor dan menghasilkan suatu produk cor yang sesuai dengan bentuk geometri rongga tersebut. Mengenai bahan untuk pembuatan cetakan, Akuan berpendapat, Pasir hingga saat ini masih mendominasi sebagai material

4 8 cetakan karena pasir memiliki beberapa keuntungan antara lain mudah didapat dan cukup murah (2010: 50). Rangka cetak yang digunakan dalam pembuatan cetakan pasir ada bermacam-macam yaitu cetakan pasir dengan satu rangka cetak, cetakan pasir dengan dua rangka cetak, dan cetakan pasir dengan tiga rangka cetak. d) Penuangan Penuangan adalah proses memasukkan cairan logam ke dalam rongga cetak yang terdapat pada cetakan. Proses penuangan berlangsung dalam waktu yang pendek. Dalam proses ini logam cair yang dikeluarkan dari dapur peleburan akan diterima oleh ladel pembawa dan kemudian dituangkan kedalam cetakan dengan menggunakan kowi (gayung) penuang. Ladel pembawa dan kowi penuang tersebut terbuat dari plat baja dan bagian dalamnya dilapisi dengan batu tahan api (Wibowo, 2012). e) Pembongkaran dan Pembersihan Coran Pembongkaran dilakukan setelah logam mengalami pembekuan dalam waktu tertentu di dalam cetakan. Benda coran diambil dari cetakan dan pasir-pasir yang menempel dibersihkan, kemudian untuk saluran turun, saluran masuk, dan penambah yang masih menempel dilepas dari benda coran dengan cara dipukul menggunakan palu (hammer). f) Pemeriksaan Hasil Coran Pemeriksaan hasil coran dilakukan untuk memelihara kualitas dari coran, untuk menekan biaya dengan mengetahui terlebih dahulu produk yang cacat, dan untuk penyempurnaan teknik. Pemeriksaan coran yang biasa dilakukan adalah pemeriksaan rupa yang bertujuan untuk meneliti: ketidakteraturan, inklusi retak, retakan dan sebagainya yang terdapat pada permukaan. Pemeriksaan cacat dalam yang bertujuan untuk meneliti adanya cacat seperti rongga commit udara, to user rongga penyusutan, inklusi, retakan

5

6 10 d) Lubang Penuangan (Saluran Turun Atau Sprue) Merupakan saluran masuk dari luar dengan posisi vertikal. Saluran ini juga dapat lebih dari satu, tergantung kecepatan penuangan yang diinginkan. Akuan (2010) berpendapat, Umumnya bentuk sprue mengecil ke bawah dengan kemiringan 2-7 (hlm. 35). Besarnya diameter saluran ditentukan berdasarkan berat coran yang akan digunakan, untuk mengetahui perbandingan antara berat coran dengan ukuran diameter saluran dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3.Perbandingan Antara Berat Coran dengan Ukuran Diameter Saluran Berat Coran (Kg) Ukuran Diameter/Sprue (mm) S/ (Sumber: Hardi Sudjana, 2008: 208) e) Pengalir (Runner) Pengali biasanya mempunyai irisan seperti trapesium atau setengah lingkaran sebab irisan demikian mudah dibuat pada permukaan pisah, lagi pula pengalir mempunyai luas permukaan yang terkecil untuk satu luas irisan tertentu, sehingga lebih efektif untuk pendinginan yang lambat. commit Pengalir to user lebih baik sebesar mungkin untuk

7

8 12 sekarang, proses pengecoran dengan cetakan pasir masih menjadi andalan industri pengecoran terutama industri-industri kecil. Secara umum pengecoran cetakan pasir membutuhkan hal-hal sebagai berikut: a) Pasir Kebanyakan pasir yang digunakan dalam pengecoran adalah pasir silika (SiO2). Pasir merupakan produk dari hancurnya batu-batuan dalam jangka waktu yang lama. Alasan pemakaian pasir sebagai bahan cetakan adalah karena murah dan ketahanannya terhadap temperatur tinggi. Ada dua jenis pasir yang umum digunakan yaitu naturally bonded (banks sands) dan synthetic (lake sands), karena komposisinya mudah diatur, pasir-pasir sintetik lebih disukai oleh banyak industri pengecoran. Pemilihan jenis pasir untuk cetakan melibatkan beberapa faktor seperti bentuk dan ukuran pasir. Sebagai contoh, pasir halus dan bulat akan menghasilkan produk yang mulus atau halus. Untuk membuat pasir cetak selain dibutuhkan pasir juga pengikat (bentonit, clay atau lempung) dan air. Ketiga bahan tersebut diaduk dengan komposisi tertentu dan siap dipakai sebagai bahan pembuat cetakan. b) Jenis Cetakan Pasir Ada tiga jenis cetakan pasir yaitu green sand mold, col-box mold, dan no-bake mold. Cetakan yang paling banyak digunakan dan paling murah adalah jenis green sand mold (cetakan pasir basah). Kata basah dalam cetakan pasir basah berarti pasir cetak itu masih cukup mengandung air atau lembab ketika logam cair dituangkan ke cetakan itu. Istilah lain dari green sand mold adalah skin dried mold. Cetakan ini sebelum dituangkan logam cair, terlebih dahulu permukaan dalam cetakan dipanaskan atau dikeringkan. Karena itu kekuatan cetakan ini meningkat dan mampu untuk diterapkan pada pengecoran produk-produk besar. Dalam cetakan kotak dingin (coldbox mold), pasir dicampur dengan pengikat yang terbuat dari bahan organik dan anorganik commit dengan to user tujuan lebih meningkatkan kekuatan

9 13 cetakan. Akurasi dimensi lebih baik daripada cetakan pasir basah dan sebagai konsekuensinya, jenis cetakan ini lebih mahal. Dalam cetakan yang tidak dikeringkan (no bake mold), resin sintetik cair dicampurkan dengan pasir dan campuran itu akan mengeras pada temperatur kamar. Karena ikatan antar pasir terjadi tanpa adanya pemanasan, maka seringkali cetakan ini disebut juga cold-setting processes. Selain diperlukan cetakan yang tinggi, beberapa sifat lain dari no-bake mold yang perlu diperhatikan adalah permeabilitas cetakan (kemampuan untuk melakukan sirkulasi udara atau gas). c) Pola Pola merupakan gambaran dari bentuk produk yang akan dibuat. Pola dapat dibuat dari kayu, plastic atau polimer atau logam. Pemilihan material pola tergantung pada bentuk dan ukuran produk cor, akurasi dimensi, jumlah produk cor, dan jenis proses pengecoran yang digunakan. Jenis-jenis pola diantaranya: (1) Pola tunggal (One Piece Pattern Atau Solid Pattern) Biasanya digunakan untuk bentuk produk yang sederhana dan jumlah produk sedikit. Pola ini dibuat dari kayu dan tentunya tidak mahal. (2) Pola terpisah (Split Pattern) Terdiri dari dua buah pola yang terpisah sehingga akan diperoleh rongga cetak dari masing-masing pola. Dengan pola ini, bentuk produk yang akan dihasilkan lebih rumit dari pola tunggal. (3) Match-Plate Pattern Jenis ini yang populer digunakan di industri. Pola terpasang jadi satu dengan suatu bidang datar, di mana dua buah pola atas dan bawah dipasang berlawanan arah pada suatu pelat datar. Jenis pola ini sering digunakan bersama-sama dengan mesin pembuatan cetakan dan dapat menghasilkan laju produksi tinggi untuk produk-produk commit kecil. to user

10

11

12

13

14

15 19 Tabel 2.4. Temperatur Tuang Jenis-Jenis Logam Jenis Logam Temperatur Tuang ( C) Paduan Ringan Tembaga Kuningan Besi Cor Baja Cor (Sumber: Tata Surdia dan Kenji Chijiiwa, 1986 : 109) 1) Macam-macam Besi Cor Macam-macam besi cor dapat dibagi menjadi beberapa bentuk yaitu: a) Besi Cor Kelabu Adalah besi cor dengan kadar silikon yang tinggi (± 2% Si) membentuk grafit dengan mudah sehingga Fe3C tidak terbentuk. Dalam hal ini karbon di dalam bahan ini berbentuk lamel-lamel grafit pada waktu membeku. Lamel-lamel itu berbentuk seperti dedaunan dan patahan dari suatu besi terlihat grafit yang berbentuk lamel kecil memberikan warna kelabu pada permukaan patahnya, maka disebut besi cor kelabu. Besi cor kelabu sangat rendah keuletannya karena adanya serpihan karbon, akan tetapi dengan adanya serpih-serpih ini besi cor kelabu merupakan peredam getaran yang baik. b) Besi Cor Nodular Grafit yang terdapat dalam logam berbentuk bulatan sehingga disebut besi cor nodular. Hal tersebut terjadi bila ditambahkan magnesium pada cairan besi cor. Dibandingkan dengan grafit yang mempunyai bentuk serpih seperti daun, grafit berbentuk bulat atau nodular mempunyai derajat konsentrasi tegangan yang sangat kecil, sehingga kekuatan besi cor menjadi lebih

16 20 baik. Sifat besi cor nodular mempunyai keuletan yang baik, ketahanan korosi dan ketahanan panas yang baik pula. c) Besi Cor Putih Dengan kadar silikon yang rendah dan kecepatan pendinginan yang tinggi, karbon di dalam besi tuang pada waktu pembekuan tidak dipisahkan menjadi karbon bebas sehingga jadi grafit dan bersenyawa dengan besi yang disebut sementit. Permukaan patahnya bila logam dipatahkan akan terlihat berwarna putih karena tidak adanya lamel-lamel grafit. Besi cor putih sangat keras, getas dan tahan aus. d) Besi Cor Mampu Tempa Besi cor mampu tempa digolongkan menjadi besi cor mampu tempa perapian putih dan besi cor mampu tempa perapian hitam. Besi cor perapian putih mempunyai kandungan silikon yang rendah dan belerang yang tinggi. Dan besi cor perapian hitam mempunyai kandungan silikon yang tinggi dan belerang yang rendah. Besi cor perapian putih dibuat dengan proses penghilangan karbon pada besi cor putih, sehingga kulitnya berubah menjadi ferit dan struktur dalamnya terdiri dari matriks perlit dengan karbon yang bulat. Dan besi cor perapian hitam dibuat dengan melunakkan besi cor putih tetapi sementit terurai menjadi ferit dan grafit sehingga patahannya menjadi hitam. 2) Pembekuan Besi Cor Dimulai dari besi cor cair hipoeutektik atau hipereutektik didinginkan, akan membeku menjadi kristal berupa austenit primer atau grafit primer setelah sampai kepada garis cair. Pendinginan terus berlanjut dan setelah sampai temperatur eutektik, fase berupa grafit-austenit menginti dan tumbuh di sekitar kristal primer. Pada saat ini grafit tumbuh ke segala arah dengan menyentuh cairan dan membentuk cabang-cabang sesuai dengan laju pertumbuhannya,

17

18 22 kira-kira 2 kgf/ dan berat jenisnya kira-kira 2,2. Dalam struktur besi cor biasa 85 % dari kandungan karbon berbentuk sebagai grafit. Dalam struktur mikro, ada berbagai bentuk dan ukuran dari potongan-potongan grafit, yaitu halus dan besar, serpih atau asteroid, bergumpal atau bulat. Keadaan potonganpotongan grafit ini memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat mekanik besi cor. Sebagai contoh besi cor kelabu yang mengandung 3,6 % karbon dan 2,1 % silisium, mempunyai serpih-serpih grafit dengan kekuatan tarik 18 kgf/, sedangkan besi cor bergrafit bulat yang mempunyai kandungan karbon dan silisium yang sama dan berkekuatan tarik 55 sampai 70 kgf/. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan bentuk dari potongan-potongan grafit, dimana serpih-serpih grafit mengalami pemusatan tegangan pada ujung-ujungnya, kalau suatu gaya bekerja tegak lurus pada arah serpih, sedangkan grafit bulat tidak mengalami hal tersebut (Surdia & Chijiiwa, 1986). b) Ferit Ferit didefinisikan sebagai larutan pada temperatur normal yang mempunyai bentuk kristal kubus pemusatan ruang dan besi dan mengandung sejumlah kecil karbon. Oleh karena itu ferit relatif lunak, liat dan cukup kuat. Kekerasan ferit adalah 100 sampai 140 kekerasan brinell. Ferit dalam besi cor adalah ferit-silisium yang liat tetapi tidak diinginkan dalam jumlah yang banyak karena apabila berlebihan akan merusak sifat-sifatnya (Sixtiyas, 2011). c) Sementit Struktur sementit ( C) merupakan unsur dasar yang paling keras yaitu memiliki 650 kekerasan brinell, tetapi juga sangat ampuh karena kandungan karbonnya yang tinggi. Sementit tidak membentuk matriks sendirian tetapi terpisah dalam matrik atau

19 23 membentuk struktur eutektik dengan ferit, atau tersisihkan sebagai stedit bercampur dengan fosfida besi. Sementit sangat keras dan merusak mampu mesin, sehingga pengendapan sementit lebih baik dihindari kecuali untuk mendapatkan sifat tahan aus. d) Perlit Perlit adalah struktur yang berbentuk lapisan dan ferit yang liat dan sementit yang keras dan getas. Sifat perlit ulet dan baik sekali ketahanan ausnya, serta cukup keras yaitu memiliki 200 sampai 230 kekerasan brinell, sehingga untuk besi cor kelas tinggi perlu mempunyai matrik perlit. Kandungan perlit dalam besi cor tergantung pada kadar grafit pada besi. e) Steadit Steadit disisihkan dalam bentuk luar biasa dalam matrik perlit. Steadit adalah eutektik temer dari besi γ, sementit dan fosfida besi (F C) yang sangat keras. Titik cairnya 950 C sehingga cenderung tersisih di daerah pembekuan akhir kadang-kadang besi cor dibuat supaya mempunyai kandungan fosfor yang tinggi, tetapi apabila terlalu banyak akan menyebabkan rapuh. 4) Pengaruh Kandungan Unsur pada Struktur Besi Cor Besi cor adalah paduan besi yang mengandung karbon, silikon, mangan, fosfor, belerang, dan unsur yang lain. Yang mana setiap unsur memiliki pengaruh yang besar terhadap besi cor. Adapun pengaruh itu adalah: a) Pengaruh Karbon dan Silikon Karbon dan silikon mempunyai pengaruh paling besar pada besi cor. Dengan meningkatnya kadar karbon akan mengalami penurunan kekuatan tarik, kekuatan lentur juga regangan pada besi cor. Akan tetapi silikon meningkatkan kekuatan dari ferit dalam besi cor. Dan dengan silikon dapat dicapai suhu cair eutektik yang rendah commit sesuai to user dengan kadar karbon 2% sampai

20 24 dengan 3.5% yang akhirnya silikon mengakibatkan dekomposisi karbida menjadi besi dan grafit. Silikon yang banyak cenderung membuat besi cor kelabu. b) Pengaruh Mangan Mangan tidak memberikan pengaruh yang sungguh-sungguh pada struktur kecuali untuk kandungan silikon yang rendah. Mangan mencegah penggrafian dan menggalakkan kestabilan sementit dan larut di dalamnya. Mangan membuat butir-butir halus yang perlitis dan mencegah pengendapan ferlit, sehingga dikehendaki penambahan mangan untuk mendapat strukur yang hanya perlit dan grafit. c) Pengaruh Fosfor Dalam besi cor fosfor berbentuk stedit atau kristal eutektik dan fosfida besi. Fosfor mencegah pengendapan grafit dan kalau kandungannya lebih dari 100% sementit kasar timbul pada ledeburite. Struktur ini tidak menjadi halus meski dalam keadaan pendinginan cepat. Pertambahan kandungan fosfor mengurangi kelarutan karbon dan memperbanyak sementit pada kandungan karbon yang tetap, sehingga struktur menjadi keras, sementit sukar terurai. d) Pengaruh Belerang Belerang mengurangi kelarutan karbon dalam besi cair, dan dalam hal ini menggalakkan penggrafitan. Tetapi kenyataannya menambah belerang akan mengurangi grafit dan cenderung untuk membentuk besi cor putih. Kecuali adanya mangan, belerang cenderung untuk membentuk sulfida besi dan menggalakkan pembentukan besi cor putih. e) Pengaruh Unsur Lain Unsur tambahan lain yang menggalakkan penggrafitan adalah tembaga, nikel dan alumunium, dan unsur yang mencegah penggrafitan adalah commit khrom, to user molibden.

21 25 5) Sifat Fisis dan Mekanis Besi Cor a) Sifat Fisis Sifat fisis suatu bahan adalah keadaan logam apabila mengalami peristiwa fisika, juga didefinisikan sebagai sifat dan bahan logam yang berpengaruh di dalam penggunaan sebagai bahan untuk bagian-bagian mesin dan konstruksi. Dan apabila suatu bahan akan dilakukan pengujian sifat fisisnya, maka bisa dikatakan di dalam pngujian bahan itu adalah pengujian tak merusak yaitu pengujian dengan tidak menimbulkan kerusakan pada komponen benda kerja yang diuji. Dan secara umum sifat fisis bahan dapat dikenali dengan panca indra karena bentuk fisiknya. Sifat fisis dan bahan logam antara lain adalah, susunan kristal, daya hantar panas, titik cair dan struktur mikro. b) Sifat Mekanis Sifat mekanis didefinisikan sebagai ukuran kemampuan bahan membawa atau menahan gaya atau tegangan. Pada saat menahan beban, atom-atom atau struktur molekul berada dalam keseimbangan. Gaya ikatan pada struktur, menahan setiap usaha untuk mengganggu keseimbangan ini misalnya gaya luar atau beban. Tegangan dihasilkan dan gaya seperti tarikan, tekanan, atau geseran yang menarik, mendorong, memelintir, memotong, atau mengubah bentuk potongan bahan dengan beberapa cara. Perubahan bentuk yang terjadi sering sangat kecil dan hanya alatalat yang mempunyai ketelitian yang tinggi yang dapat mendeteksinya. Sifat-sifat yang digunakan untuk mengetahui sifat mekanis dari suatu logam adalah: (1) Ductility (Keliatan) merupakan ukuran deformasi plastis tertinggi yang dialami beban sampai patah.

22 26 (2) Toughness (Ketangguhan) adalah kapasitas atau kemampuan bahan untuk menyerap energi sampai patah. (3) Hardness (Kekerasan) adalah kemampuan suatu bahan terhadap penetrasi atau penusukan bahan lain yang lebih keras. (4) Strength (Kekuatan) adalah kemampuan suatu benda untuk menahan gaya yang bekerja atau kemampuan bahan menahan deformasi. (5) Weldability (Mampu Las) adalah kemampuan logam untuk dilas. (6) Elasticity (Elastisitas) adalah kemampuan suatu benda untuk kembali berbentuk semula tanpa deformasi plastis. (7) Machinability (Mampu Mesin) adalah kemampuan suatu benda untuk dikerjakan dengan mesin seperti, bubut, frais, dan bor. (8) Brittleness (Kegetasan) adalah sifat benda yang mudah retak atau pecah yang merupakan kebalikan dan ductility (keliatan). d. Besi Cor Kelabu Besi cor kelabu adalah besi cor dengan kadar silikon yang tinggi (1-3 % Si) membentuk grafit dengan mudah sehingga Fe 3 C tidak terbentuk. Dalam hal ini grafit atau karbon bebas tersebar di dalam bentuk serpihan. patahan besi cor kelabu akan berwarna keabu-abuan yang disebabkan oleh grafit pada besi cor kelabu. Grafit yang berbentuk serpih, menyebabkan besi cor kelabu mempunyai sifat mampu mesin yang baik serta memiliki sifat menyerap getaran yang baik. 1) Struktur Grafit Grafit adalah salah satu bentuk kristal karbon yang memiliki sifat lunak dan rapuh, grafit ini mempunyai kekerasan Brinell H B sekitar 1, kekuatan tarik sekitar 2 kgf/mm 2 dan memiliki berat jenis sekitar 2,2. Dalam struktur besi cor biasa 85 % dari kandungan karbon berbentuk sebagai grafit commit (Surdia to user & Chijiiwa, 1986).

23

24 28 panjang dan lebar ditumpuk dan dikelilingi oleh grafit serpih di daerah eutektik. Struktur ini begitu lemah, disertai oleh pengendapan ferit (Surdia & Chijiiwa, 1986). d) Struktur D: Penyisihan antar dendrit, orientasi sembarang Struktur D ini mempunyai potongan-potongan grafit eutektik yang halus, yang mengkristal di antara dendrit-dendrit kristal mula dari austenit. Ini muncul dengan adanya pendinginan lanjut dalam pembekuan eutektik (Surdia & Chijiiwa, 1986). e) Struktur E: Penyisihan antar dendrit, orientasi tertentu Struktur grafit E ini muncul kalau kandungan karbon agak rendah, struktur ini sangat mengurangi kekuatan karena jarak antar potongan-potongan grafit yang dekat seperti gambar D. Akan tetapi kadang didapatkan kekuatan yang tinggi pula disebabkan kandungan karbon yang rendah dan berkurangnya pengendapan grafit (Surdia & Chijiiwa, 1986). 3) Sifat Mekanis Dari Coran Besi Cor Kelabu Sifat-sifat mekanis diantaranya kekuatan tarik, perpanjangan, kekerasan, kekuatan tekan, kekuatan bentur, kekuatan lelah, tahanan aus, mampu mesin, sifat meredam getaran dan sebagainya. Berikut ini hanya sifat-sifat penting dari besi cor kelabu yang akan dijelaskan: a) Kekuatan Tarik dan Perpanjangan Kekuatan tarik pada besi cor kelabu berkisar antara kgf/mm 2. Dan perpanjangan pada besi cor kelabu ini berkisar antara 0,3 sampai 1,2 % dan kekuatan tarik yang tinggi akan mempengaruhi perpanjangannya (Surdia & Chijiiwa, 1986). b) Kekuatan Bentur Sifat besi cor kelabu adalah getas dan lemah terhadap benturan. Kandungan karbon silisium dan fosfor yang lebih tinggi menyebabkan kekuatan bentur yang lebih rendah. Pengendapan sementit dan stedit commit dapat to mengurangi user kekuatan bentur.

25 29 c) Kekerasan Kekerasan besi cor kelabu berkisar kekerasan brinell, dan sangat erat hubungannya dengan struktur, grafit kasar dalam matriks ferit menyebabkan kekerasan rendah dan grafit halus sedikit menyebabkan kekerasan tinggi. d) Mampu Mesin Besi cor kelabu mempunyai sifat mampu mesin dan tahan aus. Grafit pada besi cor kelabu bekerja sebagai pelumas sehingga mempunyai sifat mampu mesin yang baik. Kekerasan dan kekuatan tarik yang lebih rendah juga menyebabkan mampu mesin yang lebih baik. 4) Sifat-Sifat Fisik dan Kimia Dari Coran Besi Cor Kelabu Struktur besi cor adalah campuran dari berbagai fasa seperti grafit, ferit, perlit, dan selanjutnya stedit (sulfida mangan) yang masingmasing fasa mempunyai sifat-sifat sendiri. Sifat besi cor berubah menurut perbandingan campuran dari fasa-fasa tersebut (Surdia & Chijiiwa, 1986). Di bawah ini diuraikan sifat-sifat fisik dan kimia dari besi cor kelabu: a) Berat Jenis Berat jenis pada besi cor kelabu yaitu antara 7,1-7,3 pada temperatur kamar. Berat jenis ini sangat dipengaruhi oleh kandungan grafit, sedangkan dalam keadaan cair berat jenisnya berkisar antara 6,75-6,95. Penurunan berat jenis berbanding lurus dengan tingginya temperatur sehingga semakin tinggi temperatur besi cor kelabu, maka berat jenisnya juga semakin berkurang. b) Pemuaian Panas Koefisien pemuaian panas pada besi cor kelabu ini berkisar 10 x 10-6 / 0 C, pemuaian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan baja dan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pemuaian besi cor putih. Pemuaian ini berubah menurut komposisi, struktur, dan temperatur.

26 30 c) Konduktivitas Listrik Grafit merupakan tahanan listrik terbesar. Konduktivitas listrik ini dipengaruhi oleh kandungan grafit, distribusi dan bentukbentuk dari potongan grafit. Penambahan karbon dan silisium menggalakkan pembentukan grafit, yang mengurangi konduktivitas listrik. Selanjutnya grafit kasar mengurangi konduktivitas listrik meskipun besi cor mempunyai kadar karbon yang sama. d) Ketahanan Korosi Besi cor kelabu buruk dalam ketahanan korosinya terhadap asam dibandingkan dengan baja, hal ini dikarenakan pengaruh sel kimia antara besi dan grafit. Akan tetapi ketahanan besi cor terhadap korosi yang disebabkan oleh air murni dan air laut lebih baik dari baja. Struktur yang halus dengan potongan-potongan grafit yang halus sangat baik dalam ketahanan korosi. Ketahanan korosi sukar dipengaruhi oleh unsur-unsur lain selain karbon dan silisium, akan tetapi untuk memperbaiki ketahanan korosi sangat efektif apabila ditambahkan khrom, nikel atau tembaga (Surdia & Chijiiwa, 1986). e. Pengujian Bahan Pengujian bahan adalah kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sifat-sifat logam kemampuan terhadap pembebanan tertentu. Contohnya uji tarik, kekerasan, impact, komposisi kimia, struktur mikro dan untuk mengetahui kesalahan yang ada pada bahan (Sixtiyas, 2011). Pengujian dibedakan menjadi 2 yaitu pengujian tak merusak dan pengujian dengan merusak. 1) Pengujian Impact Impact adalah kemampuan suatu bahan dalam mendapatkan beban dinamis sehingga sifat-sifat ketangguhannya dapat diketahui. Spesimen impact biasanya commit berbentuk to user U atau V.

27 31 Uji impact adalah suatu pengujian yang digunakan untuk menentukan sifat-sifat suatu material yang mendapatkan beban dinamis, sehingga dari pengujian ini dapat diketahui sifat ketangguhan suatu material baik dalam wujud liat atau ulet, dan dalam wujud getas. Dengan catatan bahwa apabila nilai harga impact semakin tinggi maka material tersebut memiliki sifat keuletan yang tinggi, di mana tanda-tanda jika material itu dikatakan ulet jika patahan yang terjadi pada bidang patah tidak rata dan tampak seperti berserat-serat. Tetapi apabila nilai harga impact rendah, maka material tersebut mempunyai sifat yang getas. Tanda-tandanya jika material itu dikatakan getas adalah jika patahan yang terjadi pada bidang patah itu rata dan mengkilap seperti kristal. Dalam melakukan pengujian, sebaiknya temperatur berkisar diantara 20 sampai 22 C, karena bentuk patahan banyak dipengaruhi oleh temperatur. Jika menyimpang dari batas-batas tersebut, maka pada hasil pengujian harus dicantumkan temperaturnya. Pengujian biasanya dilakukan dengan alat Charpy Test. Ada 2 jenis batang uji standar yang digunakan. Ada yang takiknya berbentuk U dan ada yang berbentuk V. Harga impact dapat dicari dengan menggunakan rumus di bawah ini: Harga Impact = = ( )...(1) Di mana: W: Berat Pendulum (N) m: Massa Pendulum (kg) A: Luas Penampang Patahan Spesimen (mm ) R: Panjang Lengan Pendulum (m) g: Percepatan Gravitasi (9,8 m/ )

28

29 33 b) Metode Elastik/Pantul (Rebound) Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi. c) Metode Indentasi Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Metode Brinell Uji kekersan ini berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam memakai bola baja yang dikeraskan yang ditekan dengan beban tertentu. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop, setelah beban tersebut dihilangkan. Permukaan yang akan dibuat lekukan harus relatif halus, rata dan bersih dari debu atau kerak. Angka kekerasan brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diameter jejak. BHN dapat ditentukan dari persamaan berikut: BHN = = π ( ) ( )( )...(2)

30

31

32 36 D : Diagonal Rata-Rata (mm) Yang mana d = Agar diperoleh nilai kekerasan yang cermat, sebaiknya harus diambil nilai rata-rata dari pengujian sekurang-kurangnya tiga kali penekanan yang berdekatan. Uji vickers sama halnya dengan pengujian lain, harus dilakukan pada suhu antara 18-28, dan permukaan benda yang akan diuji juga harus diamplas sampai licin atau mengkilap dan harus dijaga supaya tidak terjadi perubahan struktur oleh pengerjaan tersebut. Selain itu, bidang penopang harus rata. Sehingga terletak rapat pada benda uji dan garis kerja penekanan juga harus tegak lurus dengan bidang uji. Setelah penekanan pada alat vickers selesai, maka spesimen dapat dilihat hasil penekanan dengan mikroskop. Dengan pembesaran yang dikehendaki, baik 50x, 100x, 200x, 500x dan akan didapat diagonal atau diameter penekanan dari penetrator yang berupa bujur sangkar. (3) Metode Rockwell Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas.

33 37 Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan Tabel 2.5. yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell: Tabel 2.5.Skala Uji Kekerasan Rockwell Skala Penekan Beban Utama B Bola baja 1/ C Intan 150 A Intan 60 D Intan 100 E Bola baja 1/8 100 F Bola baja 1/16 60 G Bola baja 1/ H Bola baja 1/8 60 K Bola baja 1/8 150 L Bola baja ¼ 60 M Bola baja ¼ 100 P Bola baja ¼ 150 R Bola baja ½ 60 S Bola baja ½ 100 V Bola baja ½ 150 Dial Merah Hitam Hitam Hitam Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah Merah (Sumber: Tata Surdia dan Shinroku Saito, 1999: 32) 3) Pengujian Komposisi Kimia Pengujian komposisi kimia bertujuan untuk mengetahui berbagai macam unsur dan prosentasenya yang terdapat dalam bahan uji. Dengan pengujian ini kita dapat mengetahui atau menentukan golongan dari bahan uji tersebut. Sehingga dari penggolongan itu kita dapat menentukan poin-poin yang berhubungan dengan

34 38 pengecoran. Sedangkan dalam pengujian kekerasan kita dapat membantu dalam hal menetapkan beban penetrasi dan lama penekanan. 4) Pengujian Struktur Mikro Pengujian struktur mikro termasuk pengujian tanpa dengan merusak bahan, dan digolongkan sebagai pengujian sifat fisis bahan. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan Olimpus Metallurgical Microscope, dengan tujuan untuk melihat struktur suatu bahan misalkan mengamati struktur dari besi cor kelabu, akan terlihat bentuk, ukuran dan penyebaran dari grafit,ferit, sementit, dan perlit. Sebelum dilakukan pengamatan, benda uji harus mengalami pemrosesan terlebih dahulu yaitu penghalusan dengan pengamplasan, pemolesan dan pengetsaan. 2. Penelitian yang Relevan Adapun beberapa penelitian yang relevan dan dijadikan referensi pada penelitian ini antara lain: a. Pada penelitian yang dilakukan oleh Chandra Prasetya, Yudy Surya Irawan, dan Tjuk Oerbandono (2004) meneliti tentang pengaruh jumlah saluran masuk pada pengecoran impeller turbin crossflow terhadap cacat permukaan dan porositas. Bahan untuk pembuatan impeller turbin crossflow adalah alumunium. Dari penelitian diperoleh suatu kesimpulan hasil coran dengan jumlah ingate 1 memiliki kecenderungan nilai porositas paling tinggi daripada hasil coran dengan jumlah ingate 2 dan 3 karena pembekuan akan lebih merata jika jumlah ingate lebih dari satu. Cacat rongga udara (blowholes) pada ingate berjumlah 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah sebesar 66 lubang, 51 lubang, dan 29 lubang. b. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bambang Kusharjanta, Wahyu Purwo Raharjo, dan Joko Santoso (2012) meneliti tentang pengaruh bentuk penampang runner terhadap cacat porositas dan nilai kekerasan produk cor alumunium cetakan pasir. commit Bentuk to penampang user runner berpengaruh terhadap

35 39 terjadinya cacat porositas dan nilai kekerasan produk cor alumunium dimana lingkaran merupakan bentuk penampang runner dengan persentase porositas terendah dan nilai kekerasan tertinggi, sedangkan segitiga sama kaki merupakan bentuk penampang runner dengan persentase porositas tertinggi dan nilai kekerasan terendah. Semakin tinggi nilai persentase cacat porositas pada produk cor alumunium cetakan pasir, maka semakin rendah nilai kekerasannya. c. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bambang Kusharjanta, Dody Ariawan, dan Murjoko (2011) meneliti tentang kajian letak saluran masuk (ingate) terhadap cacat porositas, kekerasan, dan ukuran butir paduan alumunium pada pengecoran menggunakan cetakan pasir. Berdasarkan hasil penelitian, pengujian, dan analisa letak saluran masuk di atas memiliki rata-rata persentase cacat porositas 10,34% sedangkan variasi letak saluran masuk di bawah sebesar 8,16%. Rata-rata kekerasan letak saluran masuk di atas sebesar 94,06 HV sedangkan letak saluran masuk di bawah sebesar 102,1 HV. Untuk ukuran butir letak saluran masuk di bawah lebih halus dengan rata-rata keliling butir sebesar 22,77 цm dibandingkan letak saluran masuk di bawah dengan rata-rata keliling butir sebesar 25,39 цm. d. Daryanto (2003), meneliti tentang sifat fisis dan mekanis besi tuang (FC 25) yang sesuai dengan standar industri. Kesimpulan hasil pengujian komposisi kimia didapatkan perbedaan hasil komposisi kimia dengan alat uji CE meter dengan spektro meter dikarenakan logam pada waktu masih panas dan sudah membeku. Hasil pengujian struktur makro dapat diketahui struktur makro penyusun pada besi cor kelabu adalah grafit, perlit, juga steadit. e. Manjunath Swamy H M, J.R. Nataraj, C.S. Prasad (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Design Optimization of Gating System by Fluid Flow and Solidification Simulation for Front Axle Housing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jumlah ingate yang banyak dan pengalir yang simetris commit mampu to user mengurangi jumlah cacat porositas

36 hingga 97 % pada pembuatan produk Front Axle Housing dibandingkan dengan penggunaan ingate sedikit dan pengalir yang tidak simetris. 40 B. Kerangka Berfikir Berdasarkan uraian pada kajian pustaka maka dapat ditentukan kerangka berpikir sebagai berikut: Pulley adalah salah satu komponen mesin yang hampir setiap mesin industri menggunakannya. Prinsip kerja pulley adalah untuk meneruskan daya dari suatu poros untuk diteruskan ke bagian mesin lainnya (Khurmi dan Gupta, 2005). Bahan untuk pembuatan pulley adalah dari besi cor kelabu dan alumunium. Akan tetapi kebanyakan jenis pulley terbuat dari hasil pengecoran besi cor kelabu. Banyak pelaku industri kecil maupun menengah yang mesin produksinya menggunakan penggerak pulley. Mereka sering mengganti pulley yang sudah rusak terutama karena pulley cepat mengalami keausan akibat beban yang terus-menerus. Pada umumnya proses pengecoran untuk pembuatan pulley menggunakan cetakan pasir basah dan jumlah saluran masuk ke rongga cetakan satu buah. Penggunaan jumlah saluran masuk yang ideal dapat memperbaiki kualitas hasil coran pulley, sehingga diharapkan pulley hasil coran tidak mudah mengalami kerusakan. Jumlah saluran masuk yang ideal akan sangat berpengaruh terhadap sifat mekaniknya, terutama ketangguhan dan kekerasan dalam penelitian ini. Ada dua variabel pokok yang dipakai dalam penelitian ini yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah saluran masuk. Variabel terikatnya adalah ketangguhan dan kekerasan pulley dari besi cor kelabu. Untuk lebih jelasnya hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

37 41 Y1 X X1 X2 X3 Y2 Gambar Kerangka Berfikir Keterangan: X : Variasi jumlah saluran masuk (variabel bebas) X1 : Jumlah saluran masuk satu X2 : Jumlah saluran masuk dua X3 : Jumlah saluran masuk tiga Y1 : Ketangguhan pulley (variabel terikat 1) Y2 : Kekerasan pulley (variabel terikat 2)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar

II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM. Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar II. KEGIATAN BELAJAR 2 DASAR DASAR PENGECORAN LOGAM A. Sub Kompetensi Dasar-dasar pengecoran logam dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor

BESI COR. 4.1 Struktur besi cor BESI COR Pendahuluan Besi cor adalah bahan yang sangat penting dan dipergunakan sebagai bahan coran lebih dari 80%. Besi cor merupakan paduan besi dan karbon dengan kadar 2 %s/d 4,1% dan sejumlah kecil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini menggunakan bahan dasar velg racing sepeda motor bekas kemudian velg tersebut diremelting dan diberikan penambahan Si sebesar 2%,4%,6%, dan 8%. Pengujian yang

Lebih terperinci

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA

STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA STUDI PEMBUATAN BESI COR MAMPU TEMPA UNTUK PRODUK SAMBUNGAN PIPA Agus Yulianto Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UMS Jl. A. Yani Pabelan Kartosuro, Tromol Pos 1 Telp. (0271) 715448 Surakarta ABSTRAK

Lebih terperinci

Kategori Sifat Material

Kategori Sifat Material 1 TIN107 Material Teknik Kategori Sifat Material 2 Fisik Mekanik Teknologi Kimia 6623 - Taufiqur Rachman 1 Sifat Fisik 3 Kemampuan suatu bahan/material ditinjau dari sifat-sifat fisikanya. Sifat yang dapat

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN PADUAN AL-SI (SERI 4032) TERHADAP HASIL PENGECORAN Ir. Drs Budiyanto Dosen Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAK Proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan

BAB I PENDAHULUAN. cairan logam tersebut dicorkan ke dalam rongga cetakan dan didinginkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengecoran logam merupakan bagian dari industri hulu dalam bidang manufaktur, terdiri dari proses mencairkan logam yang kemudian cairan logam tersebut dicorkan ke dalam

Lebih terperinci

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM

MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM MODUL 7 PROSES PENGECORAN LOGAM Materi ini membahas tentang pembuatan besi tuang dan besi tempa. Tujuan instruksional khusus yang ingin dicapai adalah (1) Menjelaskan peranan teknik pengecoran dalam perkembangan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro

Pengaruh Temperatur Bahan Terhadap Struktur Mikro PENGARUH TEMPERATUR BAHAN TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADA PROSES SEMI SOLID CASTING PADUAN ALUMINIUM DAUR ULANG M. Chambali, H. Purwanto, S. M. B. Respati Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A

Proses Manufaktur (TIN 105) M. Derajat A Proses Manufaktur (TIN 105) 1 Suatu proses penuangan logam cair ke dlm cetakan kemudian membiarkannya menjadi beku. Tahapan proses pengecoran logam (dengan cetakan pasir) : Bahan baku pola Pasir Persiapan

Lebih terperinci

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material

Metal Casting Processes. Teknik Pembentukan Material Metal Casting Processes Teknik Pembentukan Material Pengecoran (Casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN IV.1 PENGUJIAN AWAL PADA GARDAN IV.1.1 PENGUJIAN KOMPOSISI Pengujian komposisi diperlukan untuk mengetahui komposisi unsur, termasuk unsur-unsur paduan yang terkandung dalam material

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 14 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 PENDAHULUAN Kekerasan suatu bahan adalah kemampuan sebuah material untuk menerima beban tanpa mengalami deformasi plastis yaitu tahan terhadap identasi, tahan terhadap penggoresan,

Lebih terperinci

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran.

L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati. produk puli pada pengecoran evoporatif (lost foam casting) dengan berbagai sistem saluran. L.H. Ashar, H. Purwanto, S.M.B. Respati ANALISIS PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN DENGAN POLA STYROFOAM TERHADAP SIFAT FISIS DAN KEKERASAN PRODUK PULI PADA PROSES PENGECORAN ALUMINIUM DAUR ULANG Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan Pengecoran Dengan Penambahan Ti-B Coran dg suhu cetakan 200 o C Coran dg suhu cetakan 300 o C Coran dg suhu cetakan

Lebih terperinci

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL

Materi #2 TIN107 Material Teknik 2013 SIFAT MATERIAL #2 SIFAT MATERIAL Material yang digunakan dalam industri sangat banyak. Masing-masing material memiki ciri-ciri yang berbeda, yang sering disebut dengan sifat material. Pemilihan dan penggunaan material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dengan semakin majunya teknologi sekarang ini, tuntutan manusia dalam bidang industri semakin besar. kebutuhan akan material besi dalam bentuk baja dan besi cor juga

Lebih terperinci

STUDI UKURAN GRAFIT BESI COR KELABU TERHADAP LAJU KEAUSAN PADA PRODUK BLOK REM METALIK KERETA API

STUDI UKURAN GRAFIT BESI COR KELABU TERHADAP LAJU KEAUSAN PADA PRODUK BLOK REM METALIK KERETA API STUDI UKURAN GRAFIT BESI COR KELABU TERHADAP LAJU KEAUSAN PADA PRODUK BLOK REM METALIK KERETA API Lilik Dwi Setyana Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM lilik_ugm@yahoo.co.id ABSTRAK Blok rem kereta api yang

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS

ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS TUGAS AKHIR ANALISA PENGARUH AGING 400 ºC PADA ALUMINIUM PADUAN DENGAN WAKTU TAHAN 30 DAN 90 MENIT TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS Disusun : SUDARMAN NIM : D.200.02.0196 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

CYBER-TECHN. VOL 11 NO 02 (2017) ISSN

CYBER-TECHN. VOL 11 NO 02 (2017) ISSN CYBER-TECHN. VOL NO 0 (07) ISSN 907-9044 PENGARUH PENAMBAHAN UNSUR SILIKON (-%) PADA PRODUK KOPEL TERHADAP KEKUATAN TARIK, KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO Febi Rahmadianto ), Wisma Soedarmadji ) ) Institut

Lebih terperinci

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR

PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP CACAT COR FLUIDITAS DAN KEKERASAN COR JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 2, OKTOBER 2015 1 PENGARUH MODEL SISTEM SALURAN PADA PROSES PENGECORAN LOGAM Al-Si DENGAN PENGGUNAAN 15% LUMPUR PORONG, SIDOARJO SEBAGAI PENGIKAT PASIR CETAK TERHADAP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di: a. Laboratorium Logam Politeknik Manufaktur Ceper yang beralamat di Batur, Tegalrejo, Ceper,

Lebih terperinci

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan

6. Besi Cor. Besi Cor Kelabu : : : : : : : Singkatan Berat jenis Titik cair Temperatur cor Kekuatan tarik Kemuluran Penyusutan Seperti halnya pada baja, bahwa besi cor adalah paduan antara besi dengan kandungan karbon (C), Silisium (Si), Mangan (Mn), phosfor (P), dan Belerang (S), termasuk kandungan lain yang terdapat didalamnya.

Lebih terperinci

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN

TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN TUGAS PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK II CETAKAN PERMANEN Disusun Oleh Nama Anggota : Rahmad Trio Rifaldo (061530202139) Tris Pankini (061530200826) M Fikri Pangidoan Harahap (061530200820) Kelas : 3ME Dosen

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN

ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN ANALISIS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI MEDIA PENDINGINAN Dosen Jurusan Teknik Mesin Universitas Janabadra Yogyakarta INTISARI Setiap logam akan mengalami perubahan fasa selama proses pengecoran,

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR INDUSTRI INOVATIF Vol. 6, No., Maret 06: 38-44 ANALISIS PERBANDINGAN MODEL CACAT CORAN PADA BAHAN BESI COR DAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI TEMPERATUR TUANG SISTEM CETAKAN PASIR ) Aladin Eko Purkuncoro, )

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu bahan logam digolongkan dalam kelompok logam Ferro yaitu logam yang mengandung unsur besi dan non Ferro merupakan logam bukan besi. Proses pengolahan logam harus

Lebih terperinci

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron)

Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) Available online at Website http://ejournal.undip.ac.id/index.php/rotasi Pengaruh Kuat Medan Magnet Terhadap Shrinkage dalam Pengecoran Besi Cor Kelabu (Gray Cast Iron) *Yusuf Umardani a, Yurianto a, Rezka

Lebih terperinci

Merencanakan Pembuatan Pola

Merencanakan Pembuatan Pola SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGECORAN LOGAM Merencanakan Pembuatan Pola Arianto Leman Soemowidagdo KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan.

K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at. Kata kunci: Pengecoran Cetakan Pasir, Aluminium Daur Ulang, Struktur Mikro, Kekerasan. K. Roziqin H. Purwanto I. Syafa at Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim Semarang Jl Menoreh Tengah X/22 Semarang e-mail: roziqinuwh@gmail.com helmy_uwh@yahoo.co.id i.syafaat@gmail.com

Lebih terperinci

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg

STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg STUDI KEKUATAN IMPAK PADA PENGECORAN PADUAL Al-Si (PISTON BEKAS) DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Mg Rusnoto Program Studi Teknik Mesin Unversitas Pancasakti Tegal E-mail: rusnoto74@gmail.com Abstrak Piston merupakan

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISA

BAB IV DATA DAN ANALISA BAB IV DATA DAN ANALISA Pengelasan plug welding pada material tak sejenis antara logam tak sejenis antara baja tahan karat 304L dan baja karbon SS400 dilakukan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan

Lebih terperinci

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA

PERANCANGAN PENGECORAN KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA KONSTRUKSI CORAN DAN PERANCANGAN POLA Arianto Leman S., MT Disampaikan dalam : PELATIHAN PENGEMBANGAN RINTISAN PENGECORAN SKALA MINI BAGI GURU-GURU SMK DI YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN

BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN BAB V PROSES PENGECORAN Bertitik tolak pada cara kerja proses ini, maka proses pembuatan jenis ini dapat dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Proses penuangan. 2. Proses pencetakan. Proses penuangan adalah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM

ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM ANALISIS STRUKTUR MIKRO CORAN PENGENCANG MEMBRAN PADA ALAT MUSIK DRUM PADUAN ALUMINIUM DENGAN CETAKAN LOGAM Indreswari Suroso 1) 1) Program Studi Aeronautika, Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan, Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API

PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API TUGAS AKHIR PENGUJIAN SIFAT FISIS DAN MEKANIS BESI COR KELABU PADA BLOK REM KERETA API Disusun : Adi Pria Yuana NIM : D 200.04.0003 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM

BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM BAB III PROSES PENGECORAN LOGAM 3.1.Peralatan dan Perlengkapan dalam Pengecoran Tahap yang paling utama dalam pengecoran logam kita harus mengetahui dan memahami peralatan dan perlengkapannya. Dalam Sand

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS Pengaruh Penambahan Mg Terhadap Sifat Kekerasan dan... ( Mugiono) PENGARUH PENAMBAHAN Mg TERHADAP SIFAT KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK SERTA STRUKTUR MIKRO PADA PADUAN Al-Si BERBASIS MATERIAL PISTON BEKAS

Lebih terperinci

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon :

11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : 11. Logam-logam Ferous Diagram fasa besi dan carbon : Material Teknik Suatu diagram yang menunjukkan fasa dari besi, besi dan paduan carbon berdasarkan hubungannya antara komposisi dan temperatur. Titik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli

BAB I PENDAHULUAN. dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian. dituangkan kedalam rongga cetakan yang serupa dengan bentuk asli BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Pengecoran casting adalah salah satu teknik pembuatan produk dimana logam dicairkan dalam tungku peleburan kemudian dituangkan kedalam rongga cetakan yang

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.1: Mulai Mempersiapkan Alat Dan Bahan Proses Pengecoran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. Pembuatan spesimen dilakukan dengan proses pengecoran metode die BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengecoran Hasil penelitian tentang pembuatan poros berulir (Screw) berbahan dasar 30% Aluminium bekas dan 70% piston bekas dengan penambahan unsur 2,5% TiB. Pembuatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn

ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn ANALISIS PENGARUH TEMPERATUR PENUANGAN DAN TEMPERATUR CETAKAN TERHADAP SIFAT MEKANIS BAHAN PADUAN Al-Zn Teguh Raharjo, Wayan Sujana Jutusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi dustri Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA 7.1. Diagram Besi Karbon Kegunaan baja sangat bergantung dari pada sifat sifat baja yang sangat bervariasi yang diperoleh dari pemaduan dan penerapan proses perlakuan panas.

Lebih terperinci

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016 BAB IV PENGOLAHAN DATA 4.1 Data dan Analisa Metalografi Pengambilan gambar atau foto baik makro dan mikro pada Bucket Teeth Excavator dilakukan pada tiga dua titik pengujian, yaitu bagian depan spesimen

Lebih terperinci

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM

MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM MODUL PDTM PENGECORAN LOGAM OLEH: TIM PEMESINAN SMK PGRI 1 NGAWI CONTACT PERSON: HOIRI EFENDI, S.Pd. 085736430673 TIM PDTM SMK PGRI 1 NGAWI 1 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI Judul modul ini adalah Modul Pengecoran.

Lebih terperinci

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012 08/01/2012 MATERI KE II Pengujian merusak (DT) pada las Pengujian g j merusak (Destructive Test) dibagi dalam 2 bagian: Pengujian di bengkel las. Pengujian skala laboratorium. penyusun: Heri Wibowo, MT

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING Pramuko Ilmu Purboputro Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Surakarta Pramuko_ip@ums.ac.id ABSTRAK Tujuan penelitian

Lebih terperinci

ANALISA SIFAT MEKANIK PROPELLER KAPAL BERBAHAN DASAR ALUMINIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Cu. Abstrak

ANALISA SIFAT MEKANIK PROPELLER KAPAL BERBAHAN DASAR ALUMINIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Cu. Abstrak ANALISA SIFAT MEKANIK PROPELLER KAPAL BERBAHAN DASAR ALUMINIUM DENGAN PENAMBAHAN UNSUR Cu Ricky Eko Prasetiyo 1, Mustaqim 2, Drajat Samyono 3 1. Mahasiswa, Fakultas Teknik Universitas Pancasakti Tegal

Lebih terperinci

Gambar 1 Sistem Saluran

Gambar 1 Sistem Saluran BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Sebutkan dan jelaskan komponen-komponen gating system! Sistem saluran (gating system) didefinisikan sebagai jalan masuk atau saluran bagi logam cair yang dituangkan dari ladel

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

BAB IV HASIL DAN ANALISA. Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Spesimen Dalam melakukan penelitian uji dilaboratorium bahan teknik Universitas Gajah Mada, penulis mendapatkan hasil-hasil terukur dan terbaca dari penelitian

Lebih terperinci

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran.

III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI. Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan pembuatan pola dan inti pada proses pengecoran. III. KEGIATAN BELAJAR 3 PEMBUATAN POLA DAN INTI A. Sub Kompetensi Pembuatan pola dan inti dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu menjelaskan

Lebih terperinci

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak

ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS. Abstrak ANALISIS PEMBUATAN HANDLE REM SEPEDA MOTOR DARI BAHAN PISTON BEKAS Boedijanto, Eko Sulaksono Abstrak Bahan baku handle rem sepeda motor dari limbah piston dengan komposisi Al: 87.260, Cr: 0.017, Cu: 1.460,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05%

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas. Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Mulai Studi Literatur Persiapan Alat dan Bahan bahan dasar piston bekas Proses pengecoran dengan penambahan Ti-B 0,05% Pengecoran suhu cetakan 250 C Pengecoran

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 22, NO. 2, OKTOBER 2014 1 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari, Tuwoso, Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK

VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK VARIASI PENAMBAHAN FLUK UNTUK MENGURANGI CACAT LUBANG JARUM DAN PENINGKATAN KEKUATAN MEKANIK Bambang Suharnadi Program Diploma Teknik Mesin Sekolah Vokasi UGM suharnadi@ugm.ac.id Nugroho Santoso Program

Lebih terperinci

PROSES MANUFACTURING

PROSES MANUFACTURING PROSES MANUFACTURING Proses Pengerjaan Logam mengalami deformasi plastik dan perubahan bentuk pengerjaan panas, gaya deformasi yang diperlukan adalah lebih rendah dan perubahan sifat mekanik tidak seberapa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik.

BAB I PENDAHULUAN. Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki. ketahanan terhadap korosi, dan mampu bentuk yang baik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah salah satu logam non ferro yang memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah memiliki berat jenis yang ringan, ketahanan terhadap korosi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna

BAB I PENDAHULUAN. industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat. ini, menuntut manusia untuk melaksanakan rekayasa guna BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan Aluminium dan Logam paduan Aluminium didunia industri terus berkembang dan di era modernisasi yang terjadi saat ini, menuntut manusia untuk melaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah:

III. METODE PENELITIAN. waktu pada bulan September 2015 hingga bulan November Adapun material yang digunakan pada penelitian ini adalah: III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Produksi Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian akan dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan September

Lebih terperinci

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING

PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING PEMBUATAN POLA dan CETAKAN HOLDER MESIN UJI IMPAK CHARPY TYPE Hung Ta 8041A MENGGUNAKAN METODE SAND CASTING URZA RAHMANDA, EDDY WIDYONO Jurusan D3 Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri, ITS Surabaya

Lebih terperinci

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A

PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A PENGECORAN SUDU TURBIN AIR AKSIAL KAPASITAS DAYA 102 kw DENGAN BAHAN PADUAN TEMBAGA ALLOY 8A Agus Salim Peneliti pada Bidang Peralatan Transportasi Puslit Telimek LIPI ABSTRAK Telah dilakukan pengecoran

Lebih terperinci

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja Heat Treatment Pada Logam Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma Proses Perlakuan Panas Pada Baja Proses perlakuan panas adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan cara mengubah struktur mikro

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si

PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si JURNAL TEKNIK MESIN, TAHUN 23, NO. 1, APRIL 2015 21 PENGARUH PENGGUNAAN PASIR GUNUNG TERHADAP KUALITAS DAN FLUIDITAS HASIL PENGECORAN LOGAM PADUAN Al-Si Oleh: Poppy Puspitasari 1), Tuwoso 2), Eky Aristiyanto

Lebih terperinci

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM

BAB VI L O G A M 6.1. PRODUKSI LOGAM BAB VI L O G A M Baja banyak di gunakan dalam pembuatan struktur atau rangka bangunan dalam bentuk baja profil, baja tulangan beton biasa, anyaman kawat, atau pada akhir-akhir ini di pakai juga dalam bentuk

Lebih terperinci

ABSTRACT. A. PENDAHULUAN Dewasa ini teknologi pengecoran sangat berpengaruh terhadap kemajuan industri

ABSTRACT. A. PENDAHULUAN Dewasa ini teknologi pengecoran sangat berpengaruh terhadap kemajuan industri 1 PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP KETANGGUHAN, KEKERASAN, DAN STRUKTUR MIKRO PADA PENGECORAN PULLEY DARI BESI COR DENGAN CETAKAN PASIR Muhammad Amfrudin, Budi Harjanto, & Yuyun Estriyanto Prodi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian ilmu logam bagian yaitu: Didasarkan pada komposisi logam dan paduan dapat dibagi menjadi dua - Logam-logam besi (Ferrous) - Logam-logam bukan besi (non ferrous)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentasi karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau mata bajak dengan menempa tembaga. Kemudian secara kebetulan

BAB I PENDAHULUAN. atau mata bajak dengan menempa tembaga. Kemudian secara kebetulan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Penelitian Awal penggunaan logam oleh orang, ialah ketika orang membuat perhiasan dari emas atau perak tempaan, dan kemudian membuat senjata atau mata bajak dengan

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE Pengertian Diagram fasa Pengertian Diagram fasa Adalah diagram yang menampilkan hubungan antara temperatur dimana terjadi perubahan fasa selama proses pendinginan dan pemanasan

Lebih terperinci

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM

PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM PERLAKUAN PANAS A. PENGETAHUAN UMUM Pengertian perlakuan panas ialah suatu cara yang mengakibatkan perubahan struktur bahan melelui penyolderan atau penyerapan panas : dalam pada itu bentuk bahan tetap

Lebih terperinci

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN

BAB 1. PENGUJIAN KEKERASAN BAB PENGUJIAN KEKERASAN Kompetensi : Menguasai prosedur dan trampil melakukan pengujian kekerasan. Sub Kompetensi : Menguasai prosedur pengujian kekerasan Brinell, Vickers dan Rockwell B DASAR TEORI Pengujian

Lebih terperinci

PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK. Oleh: Soedihono. Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung,

PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK. Oleh: Soedihono. Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung, PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK Oleh: Soedihono Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung, Direktur Politeknik Manufaktur Ceper ABSTRAK Besi cor kelabu penggunaannya

Lebih terperinci

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM 2.1. Cacat Kristal Diperlukan berjuta-juta atom untuk membentuk satu kristal. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila terdapat cacat atau ketidakteraturan dalam tubuh kristal.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama yaitu isolator. Struktur amorf pada gelas juga disebut dengan istilah keteraturan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Material Amorf Salah satu jenis material ini adalah gelas atau kaca. Berbeda dengan jenis atau ragam material seperti keramik, yang juga dikelompokan dalam satu definisi

Lebih terperinci

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar

XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA. Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar XI. KEGIATAN BELAJAR 11 CACAT CORAN DAN PENCEGAHANNYA A. Sub Kompetensi Cacat coran dan pencegahannya dapat dijelaskan dengan benar B. Tujuan Kegiatan Pembelajaran Setelah pembelajaran ini mahasiswa mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu

BAB I PENDAHULUAN. Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan. karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Luasnya pemakaian logam ferrous baik baja maupun besi cor dengan karakteristik dan sifat yang berbeda membutuhkan adanya suatu penanganan yang tepat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membersihkan coran. Hampir semua benda-benda logam yang. Perkembangan material berbasis besi ( ferro), khususnya

BAB I PENDAHULUAN. membersihkan coran. Hampir semua benda-benda logam yang. Perkembangan material berbasis besi ( ferro), khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengecoran logam merupakan suatu proses pembuatan benda yang dilakukan melalui beberapa tahapan mulai dari pembuatan pola, cetakan, proses peleburan, menuang, membongkar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suhu mempengaruhi sifat mekanik material, yaitu ketangguhan material

BAB I PENDAHULUAN. Suhu mempengaruhi sifat mekanik material, yaitu ketangguhan material BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suhu mempengaruhi sifat mekanik material, yaitu ketangguhan material terhadap perpatahan. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya perpatahan. Material pada

Lebih terperinci

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR

ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS ALUMUNIUM PADUAN Al, Si, Cu DENGAN CETAKAN PASIR Disusun : Arief Wahyu Budiono D 200 030 163 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Silinder liner adalah komponen mesin yang dipasang pada blok silinder yang berfungsi sebagai tempat piston dan ruang bakar pada mesin otomotif. Pada saat langkah kompresi

Lebih terperinci

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 STUDI EKSPERIMEN PENGARUH VARIASI DIMENSI CIL DALAM (INTERNAL CHILL) TERHADAP CACAT PENYUSUTAN (SHRINKAGE) PADA PENGECORAN ALUMINIUM 6061 Oleh: NURHADI GINANJAR KUSUMA NRP. 2111106036 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Pengecoran logam merupakan salah satu proses pembentukan logam dengan menggunakan cetakan yang kemudian diisi dengan logam cair. Pada proses pengecoran logam bahan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh. Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Teknik Mesin.

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh. Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Teknik Mesin. STUDI TENTANG PENGARUH KOROSI TERHADAP SIFAT KEKERASAN, KEKUATAN TARIK DAN STRUKTUR MIKRO PADA BESI TUANG KELABU 40 UNTUK MEMBANDINGKAN KUALITAS PRODUK LOKAL DENGAN PRODUK IMPORT TUGAS AKHIR Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB 3. PENGECORAN LOGAM

BAB 3. PENGECORAN LOGAM BAB 3. PENGECORAN LOGAM Kompetensi Sub Kompetensi : Menguasai ketrampilan pembentukan material melalui proses pengecoran : Menguasai pembentukan komponen dari aluminiun melalui pengecoran langsung DASAR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu bahan konstruksi yang paling banyak digunakan. Sifat-sifatnya yang penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

11 BAB II LANDASAN TEORI

11 BAB II LANDASAN TEORI 11 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Velg Sepeda Motor [9] Velg atau rim adalah lingkaran luar logam yang sudah di desain dengan bentuk sesuai standar (ISO 5751 dan ISO DIS 4249-3), dan sebagai tempat terpasangnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Untuk dapat mengetahui hasil dari penelitian ini maka pada bab ini akan di bahas mengenai metode penelitian yakni mengenai proses pelaksanaan dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut:

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 37 III. METODE PENELITIAN III.1 Waktu Dan Tempat Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat sebagai berikut: 1. Proses pembuatan abu sekam di Politeknik Negeri Lampung pada tanggal 11 Desember hingga

Lebih terperinci

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM

PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PROSES DASAR PEMBENTUKAN LOGAM PENGERTIAN Pengecoran (casting) adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Deskripsi Data BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data Penelitian ini merupakan eksperimen untuk mengetahui pengaruh temperatur media pendingin pasca pengelasan terhadap laju korosi dan struktur mikro.

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR

PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR PENGARUH JUMLAH SALURAN MASUK TERHADAP CACAT CORAN PADA PEMBUATAN POROS ENGKOL (CRANKSHAFT) FCD 600 MENGGUNAKAN PENGECORAN PASIR Oleh: Muhamad Nur Harfianto 2111 105 025 Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Soeharto,

Lebih terperinci

MATERIAL TEKNIK LOGAM

MATERIAL TEKNIK LOGAM MATERIAL TEKNIK LOGAM LOGAM Logam adalah Jenis material teknik yang dipakai secara luas,dan menjadi teknologi modern yaitu material logam yang dapat dipakai secara fleksibel dan mempunyai beberapa karakteristik.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26

I. PENDAHULUAN. 26, Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aluminium (Al) adalah unsur kimia dengan nomor atom 13 dan massa atom 26, 9815. Unsur ini mempunyai isotop alam: Al-27. Sebuah isomer dari Al-26 dapat meluruhkan sinar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karbon, dimana suhu cairnya yang rendah (1200 ). Besi cor. biasanya mengandung silicon sekitar 1% - 3%. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. karbon, dimana suhu cairnya yang rendah (1200 ). Besi cor. biasanya mengandung silicon sekitar 1% - 3%. Hal ini disebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Besi cor adalah paduan eutektik yang mengandung besi dan karbon, dimana suhu cairnya yang rendah (1200 ). Besi cor biasanya mengandung silicon sekitar 1% -

Lebih terperinci