BAB VIII PENGURAIAN DETERJEN SECARA BIOLOGIS UNTUK PENGOLAHAN AIR MINUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VIII PENGURAIAN DETERJEN SECARA BIOLOGIS UNTUK PENGOLAHAN AIR MINUM"

Transkripsi

1 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum BAB VIII PENGURAIAN DETERJEN SECARA BIOLOGIS UNTUK PENGOLAHAN AIR MINUM 214

2 Nusa Idaman Said VIII.1 PENDAHULUAN Studi tentang penguraian deterjen atau surfaktant secara biologis telah dimulai sejak memasuki dekade 1950, sebagai akibat dari revolusi senyawa kimia di dalam industri deterjen di Amerika. Pada saat itu, penggantian sabun dengan deterjen sintetis sebagai bahan pembersih maupun sebagai bahan pencuci sebagai akibat pengembangan alkyl benzene sulfonate (ABS) yang telah layak secara teknis dan ekonomis untuk diproduksi secara komersial. Selang beberapa tahun kemudian, ABS telah menjadi deterjen utama yang digunakan mula-mula di USA, kemudian segera menyebar ke seluruh duina. Sampai saat ini, telah banyak penelitian tentang penguraian deterjen secara biologis termasuk aspek biologi maupum biokimia, yang telah dilakukan oleh para peneliti diseluruh dunia. Beberapa faktor atau variabel yang sangat berpengaruh terhadap proses penguraian deterjen secara biologis antara lain : jenis mikroorganisme, waktu penyesuaian mikroorganisme terhadap lingkungannya (adaptation atau aclimation time), jenis deterjen atau surfactant, oksigen, konsentarsi awal deterjen, zat racun yang dapat mengganggu mikroorganisme. Berdasarkan faktor atau variabel tersebut diatas dan faktor lain yang kadang-kadang belum diketahui, hasil penguraian deterjen secara biologis mungkin sangat beragam atau bervariasi. Hal ini tidak hanya terjadi pada peruraian biologis deterjen tetapi juga terjadi pada senyawa organik yang lain. Salah satu hasil peneltian tentang penguraian deterjen secara biologis dengan menggunakan senyawa deterjen jenis homolog LAS (linier alkyl benzene sulfonate) di dalam air sungai telah dilaporkan oleh Swisher (1963). Swisher menyatakan bahwa penguraian LAS secara biologis akan lebih cepat pada homolog LAS dari C6 sampai dengan C12, dan lebih lambat pada homolog LAS C12 sampai C15, dan naik lagi sampai homolog C18. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, Swisher (1970) merangkum beberapa kesimpulan yakni: Struktur gugus hidrophobic adalah faktor yang sangat penting yang menentukan kemampuan dapat urai (biodegradaility) dari suatu senyawa deterjen. Penuraian deterjen secara biologis 215

3 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum akan bertambah cepat sejalan dengan tingkat kelinieran (linearity) dari gugus hidropobicnya, dan lebih sulit terurai apabila gugus hidrophobicnya mempunyai rantai cabang, khususnya rantai cabang kuaternair. Struktur gugus hidrophilic sangat kurang berpengaruh terhadap kemampuan dapat urai dari suatu senyawa deterjen. Semakin panjang jarak antara gugus sulfonate dengan ujung terjauh dari gugus hidrophobicnya, kecepatan penguraian biologis primairnya makin besar dan hal ini kemungkinan dapat terjadai pada tipe deterjen lain. Said (1995) telah melakukan peeneltian penguraian deterjen anionic (ABS) dengan menggunakan lumpur biologis yang disaring dari air danau di dalam reaktor batch. Dari penelitian Said tersebut dapat disimpulkan bahwa laju penguraian deterjen secara biologis dipengaruhi beberapa faktor antara lain konsentarsi awal deterjen, jumlah mikroorganismenya (dalam hal ini ditunjukkan dengan konsentarsi padatan tersuspensi, SS), dan juga kondisi phnya. Makin kecil konsentrasi deterjen atau makin besar jumlah mikroorganisme ( makin besar konsentrasi lumpur biologisnya), kecepatan penguraiannya makin besar, sedangkan pada kondisi ph netral atau mendekati netral kecepatan penguraiannya lebih besar dibandingkan apabila pada kondisi asam atau basa. Penguraian ABS di dalam lumpur biologis di dalam reaktor batch dengan berbagai konsentrasi awal ABS, dan pada berbagai kondisi ph, serta berbagai konsentrasi padatan tersuspensi (suspended solids, SS) ditunjukkan seperti pada Gambar VIII.1, Gambar VIII.2 dan Gambar VIII.3. Contoh lain hasil pengujian kemampuan dapat urai (biodegradability) dari senyawa deterjen anionic (deterjen ion negatip) telah dilaporkan oleh Okpokwasili dan Olisa (1990).Kedua peneliti tersebut telah melakukan pengkajian tentang penguraian biologis terhadap beberapa deterjen komersial dan sampo dengan metoda die away dengan menggunakan air sungai, dan berhasil mengidentifikasikan jenis mikroorganisme yang berpengaruh terhadap penguraian deterjen secara biologis yakni antara lain : genera vibrio, flavobacterium, klebsiella, pseudomonas, enterobacter, bacillus, escherichia, shigella, citobacter, proteus dan anabaena. 216

4 Nusa Idaman Said Meskipun banyak peneliti yang telah melakukan penelitian tentang penguraian deterjen secara biologis termasuk mekanisme metabolismenya, masih diperlukan lebih banyak lagi data tentang penguraian deterjen secara biologis, khususnya data yang berhubungan dengan keperluan praktis atau operasional yang dapat digunakan untuk keperluan pengolahan air minum. VIII.2 PENGURAIAN DETERJEN SECARA BIOLOGIS Penguraian senyawa kimia secara biologis (biological degradation atau disingkat biodegradation) didefinisikan sebagai perombakan atau penguraian senyawa kimia oleh aktifitas biologis dari mahluk hidup, khususnya oleh aktifitas mikroorganisme. Mikroorganisme memainkan peranan yang sangat di dalam siklus biokimia, terutama siklus karbon. Mikroorganisme tersebut memecah senyawa kimia, kususnya senyawa organik yang komplek menjadi bentuk senyawa yang lebih sederhana dengan berat molekul yang lebih kecil. Proses penguraian secara biologis telah banyak digunakan antara lain untuk pengolahan air limbah baik air limbah domistik maupun air limbah industri. Hal ini karena mikroorganisme mempunyai kemampuan untuk menguraikan atau merombak senyawa organik yang komplek, yang bahkan beberapa senyawa tersebut sangat tahan terhadap perombakan (degradation) misalnya senyawa pestisida dan lain-lain. Proses penguraiannya secara keseluruhan adalah proses oksidasi, dan melalui mekanisme seemikian rupa sehingga zat organik yang komplek dipecah menjadi senyawa yang lebih sederhana Di dalam kaitannya dengan penguraian secara biologis ini, mikroorganisme yang sangat penting yakni bakteria. Bakteria tersebut menggunakan senyawa organik sebagai makanan, kemudian merombaknya menjadi senyawa yang lebih kecil dan menggunakan energi yang ditimbulkan untuk berkebang biak. Deterjen atau surfactant adalah senyawa yang molekulnya mempunyai struktur gugus tertentu yang menyebabkan senyawa tersebut mempunyai sifat-sifat deterjen misalnya sifat dapat 217

5 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum REMOVAL EFFICIENCY OF ABS [%} Microorganisms : Mishima Honeycomb Sludge Initial ABS Consentration = 10 mg/l AT ROOM TEMPERATURE CONDITION (WITHOUT AERATION) Initial ph = 7.0 Initial Sludge SS = 1600 mg/l Initial ph = 5.5 Initial SS Conc. = 1878 mg/l Initial ph = Initial SS = 1878 mg/l CONTACT TIME [DAYS] Gambar VIII.1 Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis di dalam reaktor batch pada konsisi ph asam, netral dan basa. 218

6 Nusa Idaman Said FRACTION OF RESIDUAL ABS [-] Microorganisms : Mishima Honeycomb Sludge At Room Temperature Condition (WITHOUT AERATION) Initial ABS = 1 mg/l Initial ph = 7.0 Sludge SS = 2190 mg/l Initial ABS Cons. = 5 mg/l Initial ph = 6.95 Initial Sludge SS = 1878 mg/l REACTION TIME [DAYS] Sludge SS = 1600 mg/l Initial ABS = 2 mg/l Initial ph = 6.85 Sludge SS = 1878 mg/l Initial ABS = 10 mg/l Initial ph = 7.0 Gambar VIII.2 Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis di dalam reaktor batch dengan berbagai konsentrasi awal ABS 219

7 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum REMAINING ABS CONCENTRATION [mg/l] Microorganisms : Lake Biwa Sludge Initial ABS concentration = 1 mg/l Initial ph = o Temperature = C SS = 2514 mg/l SS = 877 mg/l CONTACT TIME [HOURS] Gambar VIII.3 Penguraian deterjen (ABS) oleh lumpur biologis di dalam reaktor batch dengan konsentrasi padatan tersuspensi (SS) yang berbeda. menimbulkan busa dan sebagainya. Di dalam studi tentang penguraian deterjen secara biologis ada tiga jenis definisi yang 220

8 Nusa Idaman Said perlu dipertimbangkan (Karigome, 1987), yakni penguraian biologis primair (primary biodegradation), penguraian biologis sampai tahap dapat diterima lingkungan (environmentally acceptable biodegradation), dan penguraian biologis sempurna atau final (ultimate biodegradation). Penguraian biologis primair didefinisikan sebagai penguraian senyawa kimia yang komplek oleh aktifitas mikroorganisme menjadi bentuk senyawa lain sedemikian rupa sehingga senyawa hasil penguraian tersebut tidak lagi memiliki karakteristik atau sifat senyawa asalnya. Untuk penguraian biologis primair dari senyawa deterjen, biasanya sampai tahap dimana sifat-sifat deterjennya menjadi hilang. Penguraian biologis sampai tahap dapat diterima lingkungan didefinisikan sebagai penguraian oleh aktifitas mikrooragnisme dimana senyawa kimia telah dipecah secara biologis sampai tahap diterima oleh lingkungan atau sampai tahap tidak menunjukkan sifat-sifat yang tidak diinginkan misalnya sifat menimbulkan busa, sifat racun, perusakkn terhadap keindahan dan sebagainya. Di dalam beberapa hal, ke dua definisi tersebut diatas adalah sama. Penguraian biologis akhir atau sempurna didefinisikan penguraian senyawa kimia, dalam hal ini deterjen oleh aktifitas mikroorganisme secara lengkap atau sempurna menjadi karbon dioksida, air dan garam anorganik dan produk lain yang berhubungan dengan proses proses metabolisme normal dari mikroorganisme (bakteria). Di dalam studi penguraian deterjen secara biologis ini, dibatasi hanya sampai tahap penguraian biologis primair yang mana hanya sampai tahap tidak bereaksi terhadap methylene blue (MB) atau metoda analisa MBAS (methylene blue active substance). VIII.3 TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efisiensi penguraian senyawa deterjen komersial secara biologis di dalam reaktor bench scale secara kontinyu dengan menggunakan lumpur biologis yang dikumpulkan dari air danau. 221

9 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum VIII.4 MATERIAL DAN METODA PENELITIAN A. MATERIAL Bahan Deterjen Bahan deterjen yang digunakan yakni deterjen komersial yang dibeli di pasaran, yang mengandung bahan kimia antara lain : n-sodium alkyl benzene sulfonate linier (LAS), polyoxyethylene alkyl ether (POE), asam lemak, karbonate, alumina silikat, enzyme dan fluorescent agent. Total surfactant sekitar 32 %. Lumpur Biologis Lumpur biologis (biological sludge) yang dipakai, dikumpulkan dengan cara mengalirkan air danau (Danau Biwa, di Propinsi Shiga, Jepang) ke suatu kolom filter yang diisi dengan kerikil (diameter 3-7 mm), secara terus menerus. Setelah beroperasi sekitar 2 minggu, mikroorganisme akan tumbuh pada permukaan media kerikil membentuk film biologis, yang semakin lama semakin tebal. Lumpur biologis aktif tersebut diambil dengan cara mencuci kerikil yang telah ditumbuhi mikroorganisme tersebut dengan air danau sehingga lapisan film biologisnya terlepas. Lumpur yang telah dikumpulkan selanjutnya disebut lumpur danau Biwa (Lake Biwa Sludge). B. PROSEDUR ANALISIS Seluruh prosedur analisis ph, padatan tersuspensi (suspended solids, SS) dan konsentrasi deterjen anionic (LAS) didasarkan pada Japan Standard Method for Drinking Water (JOUSUI SHIKENHOU, 1985). Konsentrasi deterjen anionic diukur dengan metoda Methylene Blue Method sebagai methylene blue active substances (MBAS). Diagram analisis dengan metoda methylene blue tersebut ditunjukkan pada Gambar VIII.4. Penelitian dilakukan di laboratorium Jurusan Teknik Penyehatan dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Kyoto, Jepang. C. PROSEDUR PERCOBAAN 222

10 Nusa Idaman Said Satu unit reaktor bench scale terdiri dari tangki aerasi volume lima liter dan tangki pengendap (clarifier) volume 2 liter telah dioperasikan. Mula-mula tangki aerasi diisi dengan lumpur biologis yang telah disiapkan, kemiudian larutan deterjen dialirkan ke tangki aerasi dengan pompa pembubuh (feeding pump). Tangki aerasi diaduk dan diaerasi secara kontinya dengan pompa udara (air pump). Limpasan dari tangki aerasi dialirkan ke tangki pengendap, dan lumpur yang telah mengedap disirkulasi kembali ke tangki aerasi dengan menggunakan pompa sirkulasi (recycle pump). Larutan deterjen dibuat dengan cara melarutkan bubuk deterjen komersial ke dalam air kran, dan konsentrasi deterjen (MBAS) diatur kira-kira 1,5-2 mg per liter. Percobaan dilakukan secara kontinyu dan tidak dilakukan pengontrolan ph. Waktu tinggal (hydraulic retention time, HRT) di dalam tangki aerasi 4 jam, dan waktu tinggal di dalam tangki pengendap 95 menit, sedangkan ratio sirkulasi hidrolis (hydraulic recycle ratio, HRT) diatur sekitar 2,3. Setelah operasi berjalan beberapa waktu tertentu, konsentrasi deterjen anionic (sebagai MBAS) dan ph di dalam aliran masuk dan aliran keluar, serta konsentrasi padatan tersuspensi (SS) dari lumpur di dalam tangki aerasi dan aliran keluar diukur secara periodik. Pengukuran konsentrasi deterjen dilakukan berdasarkam metoda Methylene Blue atau metoda Methylene Blue Active Substances (MBAS). Skema proses percobaan di tunjukkan seperti pada Gambar VIII.5. VIII.5 HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Hasil percobaan yang telah dilakukan ditunjukkan pada gambar (6) sampai dengan gambar (8). Percobaan ini dilakukan secara kontinyu selama kira-kira 260 jam pada suhu kamar. Konsentrasi awal SS dari lumpur biologis yang dimasukkan yakni sekitar 2100 mg/l, konsentarsi deterjen (MBAS) pada aliran masuk 223

11 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum WATER SAMPLE 100 ml Separatory Funnel A di-sodium hydrogen Phosphate Alkaline 10 ml Neutral Methylene Blue Solution 5 ml Chloroform [CHCl 3 ] 15 ml EXTRACTION 1 minute Water Layer Extraction CHCl 3 10 ml CHCl 3 Layer Separatory Funnel B Distilled Water 100 ml Water Layer CHCl 3 10 ml CHCl 3 Layer Shake Vigorously Acidic MB Solution 5 ml Water Layer Throw away CHCl 3 Layer CHCl 3 Layer Water Layer Throw away Glass Fiber Filter Add CHCl 3 Total Vol = 50 ml Measurement of Absorbance Wave Length 654 nm Gambar VIII.4 Diagram alir prosedur analisis deterjen ion negatip (MBAS) dengan menggunakan metoda methylene blue (MB) 224

12 Nusa Idaman Said Gambar VIII.5 Skema proses penguraian atau penghilangan deterjen secara biologis di dalam reactor bench scale kontinyu. 225

13 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum influent) diatur antara selang 1,5-2, 0 mg/l, sedangkan ph berkisar antara 6,8-7,1. Pada saat operasi sekitar 79 jam, konsentrasi SS di dalam tangki aerasi turun menjadi sekitar 1800 mg/l dan turun secara tajam sampai kira-kira 1000 mg/l pada operasi 123 jam. Penurunan yang drastis tersebut disebabkan karena kurang sempurnanya konstruksi dasar tangki pengendap sehingga lumpur yang telah mengendap di dasar tangki pengendap tidak dapat disirkulasi secara sempurna ke tangki aerasi. Hal ini secara visual tampak dengan jelas. Setelah terjadi hal tersebut, tangki pengendap diganti dengan tangki yang baru yang bagian dasarnya dibuat berbentuk kerucut dengan menggunakan semen portland. Dengan penggantian tangki pengendap yang baru tersebut sirkulasi lumpur menjadi lebih baik sehingga konsentarsi SS di dalam tangki aerasi naik lagi menjadi sekitar 2000 mg/l. Meskipun demikian konsentrasi SS tetap turun lagi secara perlahan dan menjadi hampir konstant setelah operasi sekitar 200 jam. Hal ini kemungkinan disebabkan karena keseimbangan nutrient didalam air yang diolah. Konsentarsi SS di dalam tangki aerasi dan konsentrasi SS di dalam aliran keluar (effluent) dapat dilihat pada Gambar VIII.6. Gambar VIII.7 menunjukkan konsentrasi deterjen MBAS di dalam aliran masuk (influent) dan aliran keluar atau air olahan, dan menunjukkan prosentase penghilangan deterjen (MBAS). Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa pada awal reaksi efisiensi penguraian deterjen atau efisiensi penghilangan deterjen hanya sekitar 60 %, kemudian naik dan setelah operasi berjalan kira-kira 140 jam efisiensi penghilangan deterjen mencapai sekitar 78 %. Setelah itu turun lagi secara perlahan dan mencapai kira-kira 60 % setelah opersi 260 jam. Fenomena tersebut kemungkinan disebabkan karena mikroorganisme memerlukan waktu adaptasi untuk menguraikan deterjen pada awal operasi, tetapi penurunan efisiensi pada akhir operasi kemungkinan disebabkan karena turunnya konsentrasi SS dari lumpur yang ada di dalam tangki aerasi secara drastis, atau kemungkinan disebabkan karena adanya kenaikan ph air yang sangat tajam yakni sampai mencapai ph 9,7 setelah waktu operasi sekitar 160 jam, yakni setelah penggantian tangki pengendap. Hal ini dapat dilihat pada Gambar VIII.8. Kenaikan ph tersebut disebabkan karena pengaruh penyemenan dasar tangki dengan semen portland. Setelah operasi berjalan beberapa lama ph air di dalam tangki aerasi turun lagi dan mencapai 7,8 yakni setelah operasi kira-kira 260 jam. 226

14 Nusa Idaman Said Secara keseluruhan, efisiensi penghilangan deterjen (MBAS) di dalam bench scale reaktor biologis secara kontinya berkisar antara 60 sampai 78 %, dan ph air olahan lebih besar dibandingkan dengan ph air pada aliran masuk (influent). Dari Gambar VIII.7 tersebut, juga terlihat bahwa pada saat ph air di dalam tangki aerasi naik melebihi 8, konsentarsi deterjen dalam air olahan juga bertambah besar PERCENT REMOVAL MLSS CONCENTRATION (mg/l) MLSS (mg/l) Microorganisms : Lake Biwa Sludge HRT in Aeration Tank = 4 hours HRT in Clarifier = 95 min. Hydraulic Recycle Ratio = 2.3 EFFLUENT SS (mg/l) PERCENT REMOVAL [%] EFFLUENT SS [mg/l] ELAPSED TIME [HOURS] Gambar VIII.6 Konsentrasi padatan tersuspensi lumpur biologis (SS) di dalam tangki aerasi dan kosentarsi SS di dalam aliran keluar (effluent), pada proses penghilangan atau penguraian deterjen anionic di dalam reaktor "bench scale" kontinyu. 227

15 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum MBAS CONCENTRATION [mg/l} Influent MBAS Microorganism : Lake Biwa Sludge HRT in Aeration TAnk = 4 hours HRT in Clarifier = 95 min. Hydraulic Recycle Ratio = 2.5 MBAS Removal Effluent MBAS MBAS REMOVAL [%} ELAPSED TIME [HOURS] Gambar VIII.7 Penghilangan deterjen anionic secara biologis di dalam reaktor "bench scale" dengan proses kontinyu. 228

16 Nusa Idaman Said 2 INFLUENT (mg/l) EFFLUENT (mg/l) ph 10 MBAS CONCENTRATION [mf/l] ph [-] ELAPSED TIME [HOURS] Gambar VIII.8 : Konsentrasi deterjen (MBAS) dalam aliran masuk (influent) dan aliran VIII.6 KESIMPULAN 229

17 Penguraian Deterjen Secara Biologis Untuk Pengolahan Air Minum Dari hasil penelitian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa : Dengan menggunakan bench scale reaktor biologis secara kontinyu dapatmenguraikan atau menghilangkan deterjen (MBAS) sekitar 60 sampai 78 %. Di dalam proses penguraian deterjen secara biologis, mikroorganisme memerlukan waktu penyesuaian (adaptation time). ph air dan konsentrasi padadatan tersuspensi (SS) di dalam tangki aerasi sangat berpengaruh terhadap proses penguraian atau penghilangan deterjen. Proses ini sangat memungkinkan untuk digunakan sebagai pengolahan pendahuluan di dalam sistem pengolahan air minum untuk menghilangkan deterjen atau polutan organik lainnya. ==00== DAFTAR PUSTAKA 230

18 Nusa Idaman Said Jousui Shikenhou (Standard Method for Drinking Water Analyisis, 1985 edition. Nihon Suidou Kyoukai, (Japanese edition). Karigome T. (1987) Kaimen Kasseizai Bunsekihou (the Methods of Surfactant Analysis), New Edition. Saiwai Shobou, Japanese edition. Okpokwasili and Olisa (1991) River-water Biodegradation Of Surfactant in Liquid Detergents and Shampoos. Water Research, Vol.25, No.11, pp.1425 to 1429, Said N.I. Study On Biological Degradation Of Anionic Detergent For Drinking Water Treatment Process (Master Degree), Department of Environmental And Sanitary Engineering of Kyoto University, JAPAN. Swisher R.D. Surfactant Biodegradation. Dekker, New York, Swisher R.D. (1963) Biodegradatioan of ABS in Relation to Chemical Structure. Journal Water Purification Control Federation (WPCF), Vol.35, No.7, July

BAB IX PENGURAIAN DETERJEN DALAM AIR MINUM DENGAN KARBON AKTIF BIOLOGIS

BAB IX PENGURAIAN DETERJEN DALAM AIR MINUM DENGAN KARBON AKTIF BIOLOGIS BAB IX PENGURAIAN DETERJEN DALAM AIR MINUM DENGAN KARBON AKTIF BIOLOGIS IX.1 PENDAHULUAN 232 Nusa Idaman Said Istilah karbon aktif biologis (bio-logical activated carbon), pertama kali digunakan pada bidang

Lebih terperinci

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK

BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK BAB 12 UJI COBA PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK INDIVIDUAL DENGAN PROSES BIOFILTER ANAEROBIK 286 12.1 PENDAHULUAN 12.1.1 Permasalahan Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah

Lebih terperinci

[Type text] BAB I PENDAHULUAN

[Type text] BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Limbah cair merupakan salah satu masalah yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan tata kota. Mengingat limbah mengandung banyak zatzat pencemar yang merugikan bahkan

Lebih terperinci

PROSES AERASI KONTAK MENGGUNAKAN MEDIA ARANG KAYU UNTUK MENGURANGI DETERJEN DALAM AIR BAKU

PROSES AERASI KONTAK MENGGUNAKAN MEDIA ARANG KAYU UNTUK MENGURANGI DETERJEN DALAM AIR BAKU PRSES AERASI KNTAK MENGGUNAKAN MEDIA ARANG KAYU UNTUK MENGURANGI DETERJEN DALAM AIR BAKU Nusa Idaman Said dan Ruliasih Marsidi Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih Dan Limbah Cair Pusat Pengkajian

Lebih terperinci

PENGHILANGAN DETERJEN DAN SENYAWA ORGANIK DALAM AIR BAKU AIR MINUM DENGAN PROSES BIOFILTER UNGUN TETAP TERCELUP

PENGHILANGAN DETERJEN DAN SENYAWA ORGANIK DALAM AIR BAKU AIR MINUM DENGAN PROSES BIOFILTER UNGUN TETAP TERCELUP PENGHILANGAN DETERJEN DAN SENYAWA ORGANIK DALAM AIR BAKU AIR MINUM DENGAN PROSES BIOFILTER UNGUN TETAP TERCELUP Nusa Idaman Said Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Pusat Pengkajian

Lebih terperinci

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB 3 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 52 3.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah

Lebih terperinci

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA 2. 1 Pengumpulan Air Limbah Air limbah gedung PT. Sophie Paris Indonesia adalah air limbah domestik karyawan yang berasal dari toilet,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL BAB VI PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA SKALA INDIVIDUAL TANGKI SEPTIK - FILTER UP FLOW 132 Nusa Idaman Said VI.1 PENDAHULUAN Masalah pencemaran lingkungan di kota besar misalnya di Jakarta, telah menunjukkan

Lebih terperinci

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment)

Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) Sistem Aerasi Berlanjut (Extended Aeratian System) Proses ini biasanya dipakai untuk pengolahan air limbah dengan sistem paket (package treatment) dengan beberapa ketentuan antara lain : Waktu aerasi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota besar, semakin banyak didirikan Rumah Sakit (RS). 1 Rumah Sakit sebagai sarana upaya perbaikan

Lebih terperinci

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA

Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA Pengolahan Air Gambut sederhana BAB III PENGOLAHAN AIR GAMBUT SEDERHANA 51 Nusa Idaman Said III.1 PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Limbah merupakan sisa suatu kegiatan atau proses produksi yang antara lain dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, industri, pertambangan dan rumah sakit. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang OP-18 REKAYASA BAK INTERCEPTOR DENGAN SISTEM TOP AND BOTTOM UNTUK PEMISAHAN MINYAK/LEMAK DALAM AIR LIMBAH KEGIATAN KATERING Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik

Lebih terperinci

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT

BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT BAB 13 UJI COBA IPAL DOMESTIK INDIVIDUAL BIOFILTER ANAEROB -AEROB DENGAN MEDIA BATU SPLIT 304 13.1 PENDAHULUAN 13.1.1 Latar Belakang Masalah Masalah pencemaran lingkungan di kota besar, khususnya di Jakarta

Lebih terperinci

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF DISUSUN OLEH RIZKIKA WIDIANTI 1413100100 DOSEN PENGAMPU Dr. Djoko Hartanto, M.Si JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug.

III.2.1 Karakteristik Air Limbah Rumah Sakit Makna Ciledug. 39 III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Makna, Ciledug yang terletak di Jalan Ciledug Raya no. 4 A, Tangerang. Instalasi Pengolahan Air

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR)

Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Pengolahan Limbah Cair Industri secara Aerobic dan Anoxic dengan Membrane Bioreaktor (MBR) Oleh : Beauty S.D. Dewanti 2309 201 013 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Tontowi Ismail MS Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja

Lebih terperinci

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK

PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK JRL Vol.6 No.2 Hal. 159-164 Jakarta, Juli 21 ISSN : 285-3866 PEMBENIHAN DAN AKLIMATISASI PADA SISTEM ANAEROBIK Indriyati Pusat Teknologi Lingkungan - BPPT Jl. MH. Thamrin No. 8 Jakarta 134 Abstract Seeding

Lebih terperinci

MAKALAH KIMIA ANALITIK

MAKALAH KIMIA ANALITIK MAKALAH KIMIA ANALITIK Aplikasi COD dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Disusun oleh : Ulinnahiyatul Wachidah ( 412014003 ) Ayundhai Elantra ( 412014017 ) Rut Christine ( 4120140 ) Universitas Kristen

Lebih terperinci

BAB 6 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES TRICKLING FILTER

BAB 6 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES TRICKLING FILTER BAB 6 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES TRICKLING FILTER 97 6.1 Proses Pengolahan Pengolahan air limbah dengan proses Trickilng Filter adalah proses pengolahan dengan cara menyebarkan air limbah ke dalam

Lebih terperinci

Nurandani Hardyanti *), Sudarno *), Fikroh Amali *) Keywords : ammonia, THMs, biofilter, bioreactor, honey tube, ultrafiltration, hollow fiber

Nurandani Hardyanti *), Sudarno *), Fikroh Amali *) Keywords : ammonia, THMs, biofilter, bioreactor, honey tube, ultrafiltration, hollow fiber Nurandani Hardyanti, Sudarno, Fikroh Amali TEKNIK KEAIRAN EFISIENSI PENURUNAN KEKERUHAN, ZAT ORGANIK DAN AMONIAK DENGAN TEKNOLOGI BIOFILTRASI DAN ULTRAFILTRASI DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM (STUDI KASUS:

Lebih terperinci

BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB

BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB BAB IV PILOT PLANT PENGOLAHAN AIR LIMBAH PENCUCIAN JEAN MENGGUNAKAN KOMBINASI PROSES PENGENDAPAN KIMIA DENGAN PROSES BIOFILTER TERCELUP ANAEROB-AEROB 129 IV.1 Rancang Bangun IPAL IV.1.1 Proses Pengolahan

Lebih terperinci

PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI INTAKE KARANGPILANG TERHADAP PARAMETER KIMIA

PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI INTAKE KARANGPILANG TERHADAP PARAMETER KIMIA PENGARUH ROUGHING FILTER DAN SLOW SAND FILTER DALAM PENGOLAHAN AIR MINUM DENGAN AIR BAKU DARI INTAKE KARANGPILANG TERHADAP PARAMETER KIMIA INFLUENCE OF USING ROUGHING FILTER AND SLOW SAND FILTER FOR DRINKING

Lebih terperinci

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi).

Jurusan. Teknik Kimia Jawa Timur C.8-1. Abstrak. limbah industri. terlarut dalam tersuspensi dan. oxygen. COD dan BOD. biologi, (koagulasi/flokulasi). KINERJA KOAGULAN UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU KETUT SUMADA Jurusan Teknik Kimia Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jawa Timur email : ketutaditya@yaoo.com Abstrak Air

Lebih terperinci

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI

UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI Edwin Patriasani dan Nieke Karnaningroem Jurusan Teknik Lingungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember ABSTRAK Pada umumnya,

Lebih terperinci

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi

Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Uji Kinerja Media Batu Pada Bak Prasedimentasi Edwin Patriasani 1, Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) 1 ed_win1108@yahoo.com,

Lebih terperinci

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho

DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho Latar Belakang Masalah DETERGEN FILTER Menuju Keseimbangan Biota Air Oleh: Benny Chandra Monacho Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki populasi penduduk yang sangat pesat. Pada tahun 2005,

Lebih terperinci

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH

Petunjuk Operasional IPAL Domestik PT. UCC BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH BAB 2 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH 5 2.1 Proses Pengolahan Air Limbah Domestik Air limbah domestik yang akan diolah di IPAL adalah berasal dari kamar mandi, wastavel, toilet karyawan, limpasan septik tank

Lebih terperinci

Pengolahan Air Bersih dengan Saringan Pasir lambat Up Flow BAB IV PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT UP FLOW

Pengolahan Air Bersih dengan Saringan Pasir lambat Up Flow BAB IV PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT UP FLOW BAB IV PENGOLAHAN AIR BERSIH DENGAN SARINGAN PASIR LAMBAT UP FLOW 69 Nusa Idaman Said IV.1 PENDAHULUAN Dalam rangka meningkatkan kebutuhan dasar masyarakat khususnya mengenai kebutuhan akan air bersih

Lebih terperinci

FORUM IPTEK Vol 13 No. 03. PENGGUNAAN KAPORIT PADA PENGOLAHAN AIR BERSIH DAPAT MENYEBABKAN PENYAKIT KANKER Oleh : Mulyono, ST *)

FORUM IPTEK Vol 13 No. 03. PENGGUNAAN KAPORIT PADA PENGOLAHAN AIR BERSIH DAPAT MENYEBABKAN PENYAKIT KANKER Oleh : Mulyono, ST *) Intisari PENGGUNAAN KAPORIT PADA PENGOLAHAN AIR BERSIH DAPAT MENYEBABKAN PENYAKIT KANKER Oleh : Mulyono, ST *) Salah satu penyebab penyakit kanker adalah senyawa trihalomethan senyawa ini bisa terbentuk

Lebih terperinci

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM)

BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) BAB 5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES FILM MIKROBIOLOGIS (BIOFILM) 90 5.1 Klasifikasi Proses Film Mikrobiologis (Biofilm) Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biofilter secara garis

Lebih terperinci

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL

BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL BAB 5 TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH FASILITAS LAYANAN KESEHATAN SKALA KECIL 5.1 Masalah Air Limbah Layanan Kesehatan Air limbah yang berasal dari unit layanan kesehatan misalnya air limbah rumah sakit,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN KANDUNGAN AMONIAK TINGGI SECARA BIOLOGI MENGGUNAKAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Marry Fusfita (2309105001), Umi Rofiqah (2309105012) Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF

SNI METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF SNI 19-6447-2000 METODE PENGUJIAN KINERJA PENGOLAH LUMPUR AKTIF DAFTAR ISI Daftar isi 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Pengertian 4. Hal-Hal Yang Diuji Pada Instalasi Pengolahan Lumpur Aktif 5. Ketentuan Umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 66 BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Penyebab Penyimpangan Baku Mutu Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang ada di Central Parkmenggunakan sistem pengolahan air limbah Enviro RBC.RBC didesain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON 177 Di dalam proses pengolahan air limbah secara biologis, selain proses dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dan proses dengan biakan melekat (attached culture),

Lebih terperinci

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS 2 PENDAHULUAN Kebijakan Perusahaan Melalui pengelolaan air limbah PMKS akan dipenuhi syarat buangan limbah yang sesuai dengan peraturan pemerintah dan terhindar dari dampak sosial

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI SECARA AEROBIC DAN ANOXIC DENGAN MEMBRANE BIOREACTOR (MBR) Beauty S. D. Dewanti (239113) Pembimbing: Dr. Ir. Tontowi Ismail, MS dan Prof. Dr. Ir. Tri Widjaja, M.Eng Laboratorium

Lebih terperinci

Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah

Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah Proses Nitrifikasi Dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah Salmah Fakultas Teknik Program Studi Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara BAB I 1.1 Nitrifikasi yang Menggunakan Proses Lumpur Aktif Dua

Lebih terperinci

WASTEWATER TREATMENT AT PT. X BY ACTIVE SLUDGE ( Pengolahan Limbah Cair PT. X Secara Lumpur Aktif )

WASTEWATER TREATMENT AT PT. X BY ACTIVE SLUDGE ( Pengolahan Limbah Cair PT. X Secara Lumpur Aktif ) WASTEWATER TREATMENT AT PT. X BY ACTIVE SLUDGE ( Pengolahan Limbah Cair PT. X Secara Lumpur Aktif ) Dea Soraya, Dra. Ani Iryani, M.Si. dan Ade Heri Mulyati, M.Si. Program Studi Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Tembalang, Semarang

Tembalang, Semarang PENCUCIAN PAKAIAN (LAUNDRY) DENGAN TEKNOLOGI BIOFILM MENGGUNAKAN MEDIA FILTER SERAT PLASTIK DAN TEMBIKAR DENGAN SUSUNAN RANDOM Satyanur Y Nugroho *), Sri Sumiyati *), Mochtar *) *) Program Studi Teknik

Lebih terperinci

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman ISSN:

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman ISSN: Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 125 135 ISSN: 2085 1227 Peningkatan Kinerja Unit Filtrasi di Instalasi Pengolahan Air Minum Unit Sewon-Bantul dengan Penggantian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air 1. Pengertian air a. Pengertian air minum Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 8) b. Pengertian air bersih Air bersih

Lebih terperinci

PENGOLAHAN LIMBAH AIR KOLAM RETENSI TAWANG DENGAN TRICKLING FILTER

PENGOLAHAN LIMBAH AIR KOLAM RETENSI TAWANG DENGAN TRICKLING FILTER PENGOLAHAN LIMBAH AIR KOLAM RETENSI TAWANG DENGAN TRICKLING FILTER Herdiana A Radhisty (L2C605143) dan Yoga A Pratihata (L2C605176) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 1. Limbah Cair Hotel. Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Limbah Cair Hotel Usaha perhotelan yang berkembang cepat, limbah rumah tangga yang semakin berlimpah mengakibatkan timbulnya pencemaran yang semakin meningkat dari

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA SERAT PLASTIK PADA PROSES BIOFILTER TERCELUP UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA NON TOILET

PENGGUNAAN MEDIA SERAT PLASTIK PADA PROSES BIOFILTER TERCELUP UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA NON TOILET Nusa Idaman Said : Penggunaan Media Serat Palstik pada Proses JAI Vol. 1, No.2 25 PENGGUNAAN MEDIA SERAT PLASTIK PADA PROSES BIOFILTER TERCELUP UNTUK PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA NON TOILET Oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian penetapan kadar krom dengan metode spektrofotometri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu atom oksigen (O) yang berikatan secara kovalen yang sangat penting fungsinya. Dengan adanya penyediaan

Lebih terperinci

PENURUNAN KONSENTRASI LIMBAH DETERJEN MENGGUNAKAN FURNACE BOTTOM ASH (FBA)

PENURUNAN KONSENTRASI LIMBAH DETERJEN MENGGUNAKAN FURNACE BOTTOM ASH (FBA) PENURUNAN KONSENTRASI LIMBAH DETERJEN MENGGUNAKAN FURNACE BOTTOM ASH (FBA) Jurusan Teknik lingkungan UPN Veteran Jatim rosariawari@yahoo.com ABSTRACT Using detergent which progressively extend in society

Lebih terperinci

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-78 Penurunan Kandungan Zat Kapur dalam Air Tanah dengan Menggunakan Media Zeolit Alam dan Karbon Aktif Menjadi Air Bersih

Lebih terperinci

Jadwal Kuliah. Utilitas-MG 03-Nensi 1

Jadwal Kuliah. Utilitas-MG 03-Nensi 1 Jadwal Kuliah 13:30-14:30 : Materi 14:30-15:30 : Tugas Kelas Menggambar Denah dan Potongan Jaringan Air Kotor 15:30-16:00 : Tugas Kelas Menghitung Kebutuhan Talang 16:00-16.10 : Presentasi Mahasiswa Terbaik

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I)

PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) PENINGKATAN KUALITAS AIR BAKU PDAM DENGAN MEMODIFIKASI UNIT BAK PRASEDIMENTASI (STUDI KASUS: AIR BAKU PDAM NGAGEL I) Dian Paramita 1 dan Nieke Karnaningroem 2 Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB 4. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI (Suspended Growth Process)

BAB 4. PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI (Suspended Growth Process) BAB 4 PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN BIAKAN TERSUSPENSI (Suspended Growth Process) 62 Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan tersuspensi telah digunakan secara luas di seluruh

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN

LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LAMPIRAN A PROSEDUR PENELITIAN LA.1 Tahap Penelitian Fermentasi Dihentikan Penambahan NaHCO 3 Mulai Dilakukan prosedur loading up hingga HRT 6 hari Selama loading up, dilakukan penambahan NaHCO 3 2,5 g/l

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari

BAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laundry adalah salah satu penyedia jasa layanan dalam hal cuci mencuci pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari yang

Lebih terperinci

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik

Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Desain Alternatif Instalasi Pengolahan Air Limbah Pusat Pertokoan Dengan Proses Anaerobik, Aerobik Dan Kombinasi Aanaerobik Dan Aerobik Oleh : Ananta Praditya 3309100042 Pembimbing: Ir. M Razif, MM. NIP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit dalam kegiatannya banyak menggunakan bahan-bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit dalam kegiatannya banyak menggunakan bahan-bahan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit dalam kegiatannya banyak menggunakan bahan-bahan yang berpotensi mencemari lingkungan. Sumber-sumber pencemaran yang terdapat di rumah sakit berasal

Lebih terperinci

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012 Oleh : Rr. Adistya Chrisafitri 3308100038 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc. JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI JAMU DENGAN SEQUENCING BATCH REACTOR

PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI JAMU DENGAN SEQUENCING BATCH REACTOR PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI JAMU DENGAN SEQUENCING BATCH REACTOR Yungky Loekito*, Ign. Suharto Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbeuluit No.

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA Tambak udang vannamei masyarakat Desa Poncosari, Srandakan, Bantul merupakan tambak udang milik masyarakat yang berasaskan koperasi dari kelompok tambak yang ada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Operasi IPAL Mojosongo Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Mojosongo di bangun untuk mengolah air buangan dari kota Surakarta bagian utara, dengan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH

PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH PEMBANGUNAN IPAL & FASILITAS DAUR ULANG AIR GEDUNG GEOSTECH Nusa Idaman Said Pusat Teknologi Lingkungan, Kedeputian TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jl. M.H. Thamrin No. 8, Lantai 12, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair atau yang biasa disebut air limbah merupakan salah satu jenis limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat. Sifatnya yang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU STABILISASI PADA SEQUENCING BATCH REACTOR AEROB TERHADAP PENURUNAN KARBON

PENGARUH WAKTU STABILISASI PADA SEQUENCING BATCH REACTOR AEROB TERHADAP PENURUNAN KARBON PENGARUH WAKTU STABILISASI PADA SEQUENCING BATCH REACTOR AEROB TERHADAP PENURUNAN KARBON ABSTRACT Sri Sumiyati *) One of biological wastewater treatment process modification Sequencing Batch Reactor by

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas akhir guna memperoleh gelar Sarjana Teknik SKRIPSI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR KADAR COD DAN FENOL TINGGI DENGAN PROSES ANAEROB DAN PENGARUH MIKRONUTRIENT Cu : KASUS LIMBAH INDUSTRI JAMU TRADISIONAL Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan tugas

Lebih terperinci

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI DENGAN TRICKLING FILTER

PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI DENGAN TRICKLING FILTER SKRIPSI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK RUMAH SUSUN WONOREJO SECARA BIOLOGI DENGAN TRICKLING FILTER Oleh : OKTY PARISA 0352010037 PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat

Deterjen yang pertama dibuat adalah garam natrium dari lauril hidrogen sulfat. Saat ini : kebanyakan deterjen adalah garam dari asam sulfonat Sejarah Deterjen Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu Perang Dunia II Fritz Gunther (Jerman) : penemu surfactant sintetis dalam deterjen tahun 1916 Tahun 1933 deterjen untuk

Lebih terperinci

Mekanisme : Air limbah diolah dengan aliran kontinyu Pengolahan lumpur dioperasikan tanpa resirkulasi

Mekanisme : Air limbah diolah dengan aliran kontinyu Pengolahan lumpur dioperasikan tanpa resirkulasi 1. DESKRIPSI LAGUN AERASI Lagun aerasi adalah sebuah kolam yang dilengkapi dengan aerator. Sistem Lagon mirip dengan kolam oksidasi. Lagun adalah sejenis kolam tertentu dengan ukuran yang luas dan mampumenampung

Lebih terperinci

BAB 3 METODA PENELITIAN

BAB 3 METODA PENELITIAN BAB 3 METODA PENELITIAN 3.1 Peralatan Yang Digunakan Penelitian dilakukan dengan menggunakan suatu reaktor berskala pilot plant. Reaktor ini mempunyai ukuran panjang 3,4 m, lebar 1,5 m, dan kedalaman air

Lebih terperinci

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN (1)Yovi Kurniawan (1)SHE spv PT. TIV. Pandaan Kabupaten Pasuruan ABSTRAK PT. Tirta Investama Pabrik Pandaan Pasuruan

Lebih terperinci

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960 RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR Oleh DEDY BAHAR 5960 PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG DINAS PENDIDIKAN SMK NEGERI 1 (STM PEMBANGUNAN) TEMANGGUNG PROGRAM STUDY KEAHLIAN TEKNIK KIMIA KOPETENSI KEAHLIAN KIMIA

Lebih terperinci

A. Pengertian Limbah Cair Limbah cair atau air buangan merupakan sisa air dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum

A. Pengertian Limbah Cair Limbah cair atau air buangan merupakan sisa air dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum A. Pengertian Limbah Cair Limbah cair atau air buangan merupakan sisa air dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN III. METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji yang digunakan adalah air limbah industri tepung agar-agar. Bahan kimia yang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI Satriananda 1 1 Staf Pengajar email : satria.pnl@gmail.com ABSTRAK Air yang keruh disebabkan oleh adanya

Lebih terperinci

ABSTRAK. 1. Pendahuluan. Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

ABSTRAK. 1. Pendahuluan. Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia Degradasi Linear Alkylbenzene Sulfonate (LAS) Menggunakan Contact Glow Discharge Electrolysis (CGDE) dengan Larutan Elektrolit KOH Nissa Utami 1, Nelson Saksono 2 Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia,

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOFILM TERCELUP

TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOFILM TERCELUP TEKNOLOGI PENGOLAHAN AIR LIMBAH DENGAN PROSES BIOFILM TERCELUP Oleh : Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng. *) Abstract Water pollution in the big cities in Indonesia has shown serious problems. One of the potential

Lebih terperinci

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik

Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-35 Pengolahan Limbah Rumah Makan dengan Proses Biofilter Aerobik Laily Zoraya Zahra, dan Ipung Fitri Purwanti Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani

TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN. Oleh : Edwin Patriasani TUGAS AKHIR UJI KINERJA MEDIA BATU PADA BAK PRASEDIMENTASI PERFORMANCE TEST OF STONE MEDIA ON PRE-SEDIMENTATION BASIN Oleh : Edwin Patriasani Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, M.Sc LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK 9.1. Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan di kota-kota, khususnya di Tegal telah menunjukkan gejala yang cukup serius, terutama masalah pencemaran air. Penyebab

Lebih terperinci

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut

Mn 2+ + O 2 + H 2 O ====> MnO2 + 2 H + tak larut Pengolahan Aerasi Aerasi adalah salah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakukan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit Pencemaran air limbah sebagai salah satu dampak pembangunan di berbagai bidang disamping memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu peningkatan

Lebih terperinci

ALAT PENGOLAH AIR LIMBAH RUMAH TANGGA INDIVIDUAL ATAU SEMI KOMUNAL

ALAT PENGOLAH AIR LIMBAH RUMAH TANGGA INDIVIDUAL ATAU SEMI KOMUNAL BAB X ALAT PENGOLAH AIR LIMBAH RUMAH TANGGA INDIVIDUAL ATAU SEMI KOMUNAL KOMBINASI BIOFILTER ANAEROB DAN AEROB 257 Nusa Idaman Said X.1. PENDAHULUAN X.1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Masalah pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

PENGARUH HRT DAN BEBAN COD TERHADAP PEMBENTUKAN GAS METHAN PADA PROSES ANAEROBIC DIGESTION MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT TEPUNG TAPIOKA

PENGARUH HRT DAN BEBAN COD TERHADAP PEMBENTUKAN GAS METHAN PADA PROSES ANAEROBIC DIGESTION MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT TEPUNG TAPIOKA Surabaya, 18 Juni 28 ISSN 1978-427 PENGARUH HRT DAN BEBAN COD TERHADAP PEMBENTUKAN GAS METHAN PADA PROSES ANAEROBIC DIGESTION MENGGUNAKAN LIMBAH PADAT TEPUNG TAPIOKA Tri Widjaja, Ali Altway Pritha Prameswarhi,

Lebih terperinci

KINETIKA FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOFILTER MEDIA ZEOLIT

KINETIKA FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOFILTER MEDIA ZEOLIT Jurnal Teknik Pertanian Lampung Vol.3, No. 3: 239-244 KINETIKA FILTRASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN MENGGUNAKAN METODE BIOFILTER MEDIA ZEOLIT BIOFILTRATION KINETICS OF TOFU INDUSTRY WASTEWATER USING

Lebih terperinci

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation

A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation A. Regulasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau Sewage Treatment Plant Regulation 1. UU No 32 thn 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Gambar 1. Pencemaran air sungai Pasal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Air Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap

Lebih terperinci

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

BAB V ANALISA AIR LIMBAH BAB V ANALISA AIR LIMBAH Analisa air limbah merupakan cara untuk mengetahui karakteristik dari air limbah yang dihasilkan serta mengetahui cara pengujian dari air limbah yang akan diuji sebagai karakteristik

Lebih terperinci