BAB V PENUTUP. Komunitas Aboge di Cikakak merupakan salah satu dari beberapa masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V PENUTUP. Komunitas Aboge di Cikakak merupakan salah satu dari beberapa masyarakat"

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN... Aboge ya Aboge, Islam ya Islam. Bukan Islam Aboge. Hanya saja Islam yang berkembang pada komunitas Aboge.. (Pak Bagyo (Kunci Dalem). Komunitas Aboge di Cikakak merupakan salah satu dari beberapa masyarakat yang masih menjalankan adat dan tradisi lokal hingga sekarang, terutama terkait dengan penggunaan kalender Aboge sebagai dasar perhitungan di segala aktivitas. Komunitas Aboge memiliki dua identitas lekat yang tidak dapat dipisahkan yaitu tradisi-tradisi kejawen sebagai perwakilan dari identitas adat, dan ajaran Islam sebagai perwakilan dari identitas agama. Keduanya tidak dapat dilepaskan sebagai identitas Aboge dan saling berkaitan satu sama lain. Berbagai tradisi dan kepercayaan yang masih dilaksanakan hingga sekarang di tengah perkembangan zaman yang menuntut pemikiran serba rasional, tidak akan bertahan tanpa adanya masyarakat yang masih setia menjalankan dan adanya wadah untuk menjalankan tradisi tersebut. Dalam kategori ilmiah disebut sebagai agen dan struktur. Penelitian tentang komunitas Aboge dalam dimensi sinkretisme antara Islam dan Jawa, serta dalam dimensi pembentukan habitus dalam suatu ranah (arena) ini menggunakan metode fenomenologi. Riset Fenomenologi ini dimaksudkan agar peneliti mampu menjelaskan realitas-realitas dan fenomena dari sudut pandang informan (penganut

2 Aboge) tanpa adanya campur tangan dari sudut pandang peneliti sendiri. Dimana keyakinan dan kepercayaan terhadap ajaran Aboge hanya bisa dirasakan sepenuhnya oleh orang yang termasuk dalam kehidupan sosial komunitas Aboge. Berdasarkan pengkajian dan penelitian yang telah dilakukan tentang Komunitas Aboge di Cikakak terdapat beberapa hal yang menjadi kesimpulan dari seluruh proses pembahasan pada bab-bab sebelumnya. Peneliti sadar bahwa tidak mudah menyimpulkan data dan informasi yang begiu banyak dalam beberapa halaman tanpa mengurangi konten dari penelitian itu sendiri. Maka dari itu, kesimpulan ini hanya merupkan upaya peneliti untuk menggambarkan secara ringkas hasil penelitian mengenai komunitas Aboge dalam arena budaya, spiritual, dan politik. Kesimpulan dibagi dalam dua pembahasan sesuai dengan research questions yang diajukan oleh peneliti pada bab satu, yaitu tentang konsep sinkretisme dan pembentukan habitus dan arena pada komunitas Aboge di Cikakak. Pertama, antara tradisi Aboge dan ajaran Islam sebagai dua identitas yang melekat dalam komunitas Aboge tentunya menimbulkan persinggungan-persinggungan dalam pelaksanannya. Persinggungan yang tidak dapat dihindari ini harus dirubah bentuk guna mewujudkan keserasian dan keseimbangan agar dua identitas tersebut tetap dapat terakomodasi tanpa ada makna ajaran yang terduksi, yang kemudian disebut sebagai sinkretisme. Sinkretisme antara tradisi Aboge dan Islam secara praksis telah dilaksanakan oleh komunitas Aboge sejak dulu sebagai umat muslim yang juga masih memegang kepercayaan adat. Layaknya umat

3 muslim lainnya, komunitas Aboge menjalankan syariat Islam sesuai Alquran dan Hadist, namun ada beberapa ajaran Islam yang dibungkus dengan simbol adat Aboge. Konsep sinkretisme yang paling mendasar adalah bagaimana Aboge bergabung dengan Islam sebagai upaya mempeertahankan adat yang mereka miliki. Bergabung dengan agama Islam menjadi pilihan komunitas Aboge untuk memperoleh sumber pegangan lain, yang sejalan dengan ajaran Aboge itu sendiri. Penggunaan kalender Aboge sebagai gabungan antara kalender Jawa Kuno dengan huruf Hijriyah menjadi contoh penggabungan kedua sumber pegangan komunitas Aboge. Dengan bergabung menjadi bagian dari Islam, maka komunitas Aboge tidak hanya memiliki identitas adat, namun juga memiliki identitas lain yang juga dimiliki oleh masyarakat umum, yaitu identitas agama. Kepemilikan identitas agama menjadi salah satu cara agar adat dan tradisi yang ada bisa terus dipertahankan. Hal ini berkaitan dengan status agama (khususnya agama samawi) menjadi satu institusi kuat yang dapat melegitimasi keberadaan suatu masyarakat. Selanjutnya, konsep sinkretisme yang terbentuk antara ajaran Islam dengan tradisi Aboge membentuk relasi-relasi baik dalam tataran kognitif maupun praktis. Beberapa relasi tersebut antara lain relasi genealogis, relasi logis, relasi historis, relasi profetis, dan relasi kooperaif. Kepercayaan terhadap Mbah Tolih sebagai waliullah pada komunitas Aboge menggambarkan adanya persinggungan antara ajaran Islam dengan adat Aboge dalam dua relasi, yaitu relasi genealogis dan relasi profetis. Mbah Tolih merupakan tokoh yang memperkenalkan Islam di Cikakak dan yang

4 membangun Masjid Saka Tunggal (masjid tertua di Indonesia). Sejarah asal-usul Mbah Tolih dan kaitannya dengan tokoh penyebar Islam di Indonesia lainnya (seperti Wali Songo) akan menjadi gambaran mengenai relasi genealogis.. Menurut sumber kitab turki Mbah Tolih merupakan nama samaran dari Raden Kian Santang dari kerajaan Bono Keling yang merupakan Putra Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebelum Syarif Hidayatullah mendapat julukan Sunan Gunung Jati, di Caruban (Cirebon) sudah ada ulama besar yang menjadi pelopor persebaran Islam di Jawa Barat. Beliau adalah Syech Datuk Kahfi atau Syarif Hidayatullah (Mbah Tolih) yang juga membawa Islam ke Cikakak dan menjadi sosok sentral dalam peradaban Komunitas Aboge. Dengan relasi genealogis seperti ini maka tokoh-tokoh (Mbah Tholih) yang dikenal sebagai tokoh penyebar Islam, juga merupakan tokoh Aboge. Sehingga orang Jawa, Cikakak pada khususnya tidak lagi memandang kategori-kategori Islam dan Aboge sebagai kategori yang eksklusif. Selanjutnya adalah relasi logis yang berkaitan dengan apa yang dialami oleh tokoh Islam diyakini pula dialami oleh tokoh Aboge (Jawa). Mbah Tolih tidak hanya menjadi tokoh yang disakralkan oleh komunitas Aboge. Namun Mbah Tolih ini ada kaitannya dengan masa penyebaran Islam di Indonesia, bahkan lebih tua dari Sunan Gunung jati. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan Mbah Tolih berupa Masjid Saka Tunggal di Cikakak yang berdiri tahun Relasi berikutnya adalah relasi historis yang berkaitan dengan komunitas Aboge yang memiliki sejarah panjang dan berkaitan erat dengan sejarah Islam sebagai agama yang dianut oleh

5 komunitas Aboge. Relasi historis untuk mengaitkan antara masa pra Islam yang diwakili dengan penggunaan tahun saka Jawa kuno, dengan masa Islam yang diwakili oleh adanya kalender hijriyah dari perjalanan Hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah, dan kemudian mengalami proses sinkretisme melalui terbentuknya kalender Aboge sebagai pertemuan antara Jawa dan Islam. Relasi ketiga yang terbentuk adalah relasi profetis yang mendasari hubungan antara keyakinan-keyakinan Jawa yang berkembang di komunitas Aboge dan keyakinan yang bersumber dari ajaran Islam. Salah satu bentuknya adalah pelaksanaan tradisi ngapati (memperingati usia kehamilan 4 bulan). Tradisi ngapati tidak hanya bermakna secara kultural sebagai tradisi warisan nenek moyang zaman Jawa Kuno (Hindu Budha), tetapi juga memiliki makna Islami yang tercantum dalam hadist bahwa usia kandungan 4 bulan adalah saat dimana janin ditiupkan roh, sehingga harus didoakan. Keduanya memiliki akar ajaran yang berbeda, namun kemudian bisa bertemu pada satu titik yang bisa diterima oleh masyarakat. Hubungan relasi terakhir adalah relasi kooperatif yang menjadi basis perilaku saling menghormati perbedaan antara Islam dan tradisi Jawa yang kemudian tertuang dalam ajaran-ajaran komunitas Aboge. Salah satu bentuk perpaduan yang nyata adalah pada pelaksanaan sholat Jumat yang menggunakan simbol-simbol Aboge, yaitu menggunakan teks khotbah warisan leluhur yang sama dari dulu hingga sekarang, serta memaka ikat kepala (iket) yang melambangkan 50 (dalam bahasa Jawa disebut seket) yaitu jumlah antara huruf Jawa dan huruf Arab. Praktik tersebut menunjukkan

6 sinkretisme secara praksis, yaitu sholat Jumat yang merupakan ajaran agama Islam, dipadukan dengan penggunaan iket yang merupakan tradisi Aboge sejak dulu, keduanya dijalankan tanpa mengurangi makna sholat Jumat itu sendiri, namun tetap mengakomodasi pelestarian adat Aboge. Kelima relasi tersebut menunjukkan adanya proses perpaduan dan persinggungan antara dua identitas yang berbeda (Aboge dan Islam) dengan tetap mengakmodasi dan tidak mereduksi makna keduanya. Pembahasan kedua terkait dengan pembentukan habitus komunitas Aboge dalam arena budaya, spiritual, dan politik (relasi dengan organisasi NU), dengan meminjam konsep habitus dari Pierre Bourdieu sebagai sintesis dari objektivitas dan subjektivitas. Praktik-praktik dalam masyarakat yang tidak bisa terlepas dari kehendak obyektif dan kemauan individual masyarakat kiranya tepat untuk menganalisis bagaimana komunitas Aboge di Cikakak tetap bisa bertahan sejak ratusan tahun yang lalu hingga sekarang. Wilayah perjuangan komunitas Aboge dalam mempertahankan tradisi dilakukan dalam 3 arena yaitu arena budaya yang berkaitan dengan perjuangan mempertahankan tradisi, arena spiritual yang berkaitan dengan kehidupan transenden komunitas Aboge serta, arena politik yang berkaitan dengan relasi antara komunitas Aboge dan NU. Arena budaya merupakan arena yang paling kuat dan menonjol dalam proses perjuangan komunitas Aboge sebagai komunitas adat, sehingga sumberdaya yang diperjuangkan oleh agen dan struktur juga beragam. Pembentukan habitus dalam

7 arena ini dimungkinkan dengan adanya adat dan tradisi yang sudah ada sejak lama sehingga bersifat mengikat bagi penganut Aboge (struktur objektif), dengan kesadaran, pikiran, dan pengetahuan penganut terhadap adat dan tradisi Aboge yang dianggap membawa keberkahan hidup membentuk komunitas adat Aboge ini terus hidup bahkan semakin kuat (struktur subjektif). Beberapa poin penting yang dimiliki komunitas Aboge untuk membentuk habitus dalam arena budaya adalah pertama falsafah atau worldview berupa kitab turki (petuah dari nenek moyang) yang sangat dipercaya dan menjadi pedoman hidup penganut Aboge. Kedua yaitu kepemilikan pengetahuan lokal berupa perhitungan Aboge untuk menentukan hari baik seperti hari baik untuk menanam padi, melangsungkan pernikahan, mendirikan rumah, menentukan jodoh berdasarkan weton, bahkan hari larangan melakukan aktivitas melalui mitos. Ketiga, adanya tradisi-tradisi yang masih dilaksanakan menjadi unsur pendukung pembentukan habitus. Tradisi tersebut diantaranya adalah tradisi ganti jaro atau penjaron sebagai tradisi terbesar pada komunitas Aboge di Cikakak, sedekah bumi, sadranan, muludan, dan apitan. Unsur-unsur pembentuk habitus dalam tataran objektif tersebut juga didukung dengan kepemilikan modal sebagai sumberdaya yang penting guna memberi makna pada arena budaya komunitas Aboge. Terdapat 4 modal yaitu modal sosial sebagai modal komunitas Aboge berhubungan dengan pihak lain guna mendapat dukungan dalam rangka memperjuangkan arena budaya yaitu dengan pemerintah (pusat dan desa), dengan lembaga pendidikan, dengan komunitas Aboge dari daerah lain, dan

8 dengan masyarakat sekitar. Selanjutnya adalah modal ekonomi berkaitan dengan sumber dana yang diperoleh dalam pelaksanaan tradisi komunitas Aboge melalui swadaya dan kesadaran dari penganut Aboge. Ketiga adalah modal kultural berkaitan dengan pengetahuan masyarakat mengenai ajaran Aboge mulai dari filosofi, perhitungan kalender, pedoman hidup, mitos yang berkembang, dan beberapa tradisi yang wajib dijalankan dalam waktu-waktu tertentu yang diperoleh secara turun temurun. Terakhir adalah modal simbolik yang terkait dengan derajat prestise dan kehormatan yang dapat mendukung perjuangan suatu arena. Sumberdaya simbolis yang dimiliki komunitas Aboge adalah penetapan status desa adat yang diberikan kepada Cikakak dari Kementrian dalam Negeri sejak tahun Dari keempat modal tersebut, modal kultural merupakan modal yang paling berpengaruh dalam perjuangan arena budaya, disusul dengan modal sosial, ekonomi, dan simbolik. Proses pembentukan habitus sebagai struktur objektif dan struktur subjektif juga memerlukan agen sebagai perantarannya, dalam arena budaya terdapat agen yang memiliki peran sentral yaitu juru kunci. Juru kunci pada komunitas Aboge memiliki peran kutural sebagai pemimpin adat yang diperoleh secara keturunan. Wilayah perjuangan selanjutnya adalah arena spiritual yang merupakan arena komunitas Aboge berkaitan dengan keyakinan terhadap Islam dan tradisi Jawa secara bersamaan dalam simbol-simbol tertentu. Arena spiritual tidak hanya berhubungan dengan Islam sebagai sebuah agama samawi yang mewakili keyakinan komunitas Aboge. Tetapi sisi transenden tersebut juga berhubungan dengan kebudayaan (tradisi)

9 yang dianggap merupakan kekuatan untuk dijadikan sebagai pedoman hidup bagi penganut Aboge. Pembentukan habitus pada arena spiritual didukung oleh beberapa unsur antara lain dalam proses kecenderungan untuk bertindak pada hal-hal yang khusus, yaitu kebiasaan sholat Jumat yang menggunakan iket kepala dan teks khotbah yang sama dari dulu hingga sekarang. Kekhasan sholat Jumat ini merupakan cara komunitas Aboge untuk mengakomodasi dua ajaran yang sama-sama menjadi sumber pengalaman transenden. Unsur selanjutnya adalah perilaku mendarah daging berupa kebiasaan saling membantu (solidaritas sosial) yang tinggi dalam komunitas Aboge sebagai bentuk penguatan hubungan habluminannas (hubungan dengan sesama manusia). Perilaku saling menolong, rasa persaudaraan (dalam Islam disebut ukhuwah Islamiah) merupakan bentuk kehidupan keagamaan secara horizontal yang juga penting dalam pengaruhnya terhadap perjuangan di kehidupan spiritual individu dan masyarakat. Unsur ketiga dalam pembentukan habitus arena spiritual adalah pandangan terhadap tokoh tertentu, yaitu Mbah Tolih yang dianggap sebagai Waliullah (orang yang dekat dengan Allah). Kesetiaan untuk terus mengenal sejarah Mbah Tolih sebagai penyebar Islam di Cikakak dan meyakininya sebagai Waliullah merupakan salah satu cara membentuk arena spiritual. Sosok Mbah Tolih sebagai tokoh yang secara simbolis memiliki peran sebagai agen yang sentral dalam pembentukan pengalaman spiritual dan transnden bagi komunitas Aboge. Dimana status Mbah Tolih yang dipercaya sebagai waliullah, sehingga komunitas Aboge menganggap bahwa mendapat Ridho Allah dapat diperoleh dengan cara menghormati

10 dan mendoakan sosok Mbah Tolih tersebut. Perjuangan dalam arena spiritual menjadi berarti dengan adanya kepemilikan modal berupa modal sosial, ekonomi, kultural, dan simbolis. Modal sosial berkenaan dengan Sisi spiritualitas yang dibangun penganut Aboge yang tidak hanya secara personal saja, namun dibangun secara komunal bersama penganut lain dan menjadi kebiasaan yang dapat mendukung perjuangan kehidupan beragama komunitas Aboge. Salah satu bentuknya adalah adanya pengajian rutin yang terdapat di setiap mushola desa Cikakak. Modal ekonomi sebagai modal yang berkaitan dengan sumberdaya material tidak terlalu mendapatkan nilai berharga dalam arena spiritual Komunitas Aboge di Cikakak. Karena tanpa kepemilikan modal ekonomi pun komunitas Aboge bisa tetap mengekspresikan dan memperjuangkan kehidupan spiritual mereka melalui keimanan terhadap Islam dan kepercayaan terhadap tradisi Aboge. Modal selanjutnya adalah modal kultural yang berbentuk pengetahuan terhadap ajaran Islam dan kode-kode atau simbol keagamaan yang dimiliki oleh komunitas Aboge secara lokal. Dimana pengetahuan mengenai ajaran Islam disesuaikan dengan lokus perkembangannya yaitu pada komunitas adat, misalnya saja pengetahuan terhadap kalender Aboge. Modal terakhir adalah modal simbolik, yaitu dengan adanya Masjid Saka Tunggal di Cikakak sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia (tahun 1522) dan menjadi objek wisata religius. Masjid ini menjadi simbol perjuangan komunitas Aboge dalam kehidupan beragama, bahwa masyarakat Cikakak, komunitas Aboge pada umumnya telah mengenal dan menganut agama Islam sejak Islam pertamakali

11 datang ke Indonesia. Modal simbolik ini merupakan modal yang paling memiliki nilai pada perjuangan arena spiritual komunitas Aboge, disusul modal kultural dan modal sosial. Arena ketiga yang dibahas adalah arena politik, terkait relasi antara komunitas Aboge dengan organisasi sosial keagamaan NU (Nahdlatul Ulama). Pembahasan mengenai arena politik pada komunitas Aboge bukan berati hanya berkaitan dengan politik praktis dimana individu dan masyarakat bergabung dalam kegiatan politik kenegaraan. Tetapi lebih dari itu, arena politik merupakan usaha atau strategi komunitas Aboge dalam mempertahankan keberadaannya melalui dukungan dari pihak lain. Afiliasi komunitas Aboge terhadap organisasi NU tidak semata-mata karena faktor warisan atau mana yang dirasa lebih sreg, namun memiliki pertimbangan logis yaitu berkaitan dengan bagaimana komunitas Aboge memilih organisasi keagamaan yang kiranya bisa menerima tradisi-tradisi lokal tanpa menuntut perubahan dengan alasan pemurnian nilai-nilai Islam. Sedangkan pertimbangan politis berkaitan dengan bargaining position (posisi tawar) komunitas Aboge dengan NU untuk mendapat dukungan dari pihak luar yang berguna bagi eksistensi serta keberadaan komunitas Aboge di Cikakak. Pembentukan habitus pada arena politik dipengaruhi pula oleh kepemilikan modal yang berbeda dengan masyarakat lain, yaitu berupa modal budaya dimana perjuangan di arena politik bertujuan untuk mempertahankan komunitas adat (budaya) mereka. Habitus sebagai pengaruh dari adanya struktur objektif dan struktur subjektif membentuk kebiasaan

12 dalam hal pikiran maupun tindakan dalam proses mengisi perjuangan arena politik. Habitus yang terbentuk antara lain pandangan umum bahwa NU adalah keniscayaan bagi komunitas Aboge, keterikatan yang cukup kuat dengan NU, membentuk habitus yaitu keniscayaan bahwa Aboge pasti beraifiliasi dengan NU. Bahkan tidak mau disebut sebagai muhammadiah atau organisasi keagmaan lain, hal ini merupakan hasil dari sosialisasi orang tua yang terus dipercaya dan dirutunkan oleh komunitas Aboge. Pembentukan habitus lain dalam arena politik adalah kegiatan-kegiatan pada komunitas Aboge yang berhubungan dengan ajaran NU seperti pengajian rutin dan sholawatan yang diadakan rutin setiap dua kali seminggu. Mengikuti ajaran (Ahlusunnah Waljamaah) dan kegiatan-kegiatan NU merupakan bentuk kebiasaan yang mengukuhkan afiliasi komunitas Aboge terhadap NU. Tawaran yang diberikan NU untuk bisa mengakomodir kebutuhan komunitas Aboge yaitu keseimbangan antara agama dan budaya lokal dibalas dengan loyalitas dan antusias dalam mengikuti kegiatan-kegiatan NU. Habitus yang terbentuk sebagai pengaruh dari afiliasi terhadap NU berupa keniscayaan NU atas komunitas Aboge dan keikutsertaan dalam setiap kegiatan NU tidak terlepas dari kepemilikan modal sebagai sumberdaya yang bernilai dalam perjuangan arena politik. Modal tersebut antara lain modal sosial yaitu terkait hubungan atau relasi komunitas Aboge dengan NU. Afiliasi dengan NU menjadi modal sosial bagi perjuangan arena politik berkaitan dengan relasi dan terbentuknya jaringan antara NU dengan komunitas Aboge. Hubungan keduanya menghasilkan

13 strategi-strategi yang saling menguntungkan bagi masing-masing pihak. Modal selanjutnya adalah modal kultural berkaitan dengan pengetahuan-pengetahuan terhadap ajaran NU yaitu ajaran Ahlusunnah Waljamaah dan masih meneladani ajaran-ajaran yang diwariskan oleh para walisongo, serta pengetahuan tentang parpol yang identik dengan organisasi keagamaan tertentu. Sehingga dari pengetahuan tersebut komunitas Aboge mau berafiliasi terhadap NU yang kiranya dapat mendukung eksistensi komunitas Aboge di Cikakak. Modal ketiga dan keempat adalah modal simbolik yang berupa derajat prestise (ketersohoran) dan modal ekonomi yang berupa sumberdaya material. Keduanya tidak terlalu memiliki nilai berharga dalam perjuangan arena politik komunitas Aboge, karena perjuangan politis komunitas Aboge bukan dalam tataran praktis pada keanggotaan parpol tetapi pada kegiatan untuk mendapat dukungan dari organisasi keagamaan besar seperti NU terkait usaha mempertahankan adat dan tradisinya. Sedangkan modal yang paling berpengaruh dalam arena politik komunitas Aboge adalah modal sosial dan kultural. Kepemilikan kedua modal paling signifikan yaitu berkaitan dengan afiliasi terhadap NU, menjadikan sebuah wilayah perjuangan menjadi arena politik bagi komunitas Aboge. Perjuangan tersebut tidak saja berkaitan dengan kegiatan dan strategi dalam politik praktis, namun yang lebih penting adalah berkaitan dengan modal untuk menjaga agar tradisi Aboge tetap bertahan di tengah usaha-usaha organisasi keagamaan lain melakukan purifikasi. Perjuangan komunitas Aboge dalam tiga arena yaitu arena budaya, spiritual, dan

14 politik merupakan perjuangan yang mengarah pada satu tujuan yaitu usaha untuk mempertahankan eksistensi komunitas Aboge sebagai komunitas yang masih melestarikan adat dan tradisi lokal. Usaha yang dilakukan dalam ketiga arena tersebut membentuk habitus-habitus (kebiasaan) baik secara personal maupun kebiasaan komunal yang diperoleh dari adanya aturan adat yang mengikat (unsur objektif) dan kesadaran penganut Aboge (unsur subjektif) untuk tetap mempercayai adat sebagai pedoman yang menjadikan hidup adem dan tenang. Pembentukan habitus tersebut juga tidak terlepas dari peran agen sebagai pendukung dan fasilitator dalam setiap arena perjuangan, seperti dalam arena budaya yang memiliki agen penting berupa Juru Kunci dan dalam arena spiritual yang memiliki agen sentral dari sosok Mbah Tolih sebagai waliullah (orang yang dekat dengan Allah). Adanya habitus, modal, dan agen yang ditempatkan dalam suatu wilayah perjuangan tertentu (mempertahankan tradisi Aboge) menghasilkan sebuah praktik-praktik secara individu maupun kelompok bahwa tradisi Aboge merupakan keniscayaan dan jalan untuk mencapai ketenangan hidup secara lahir dan batin. B. CATATAN KRITIS Peneliti menyadari bahwa begitu banyak aspek yang tidak dapat tersampaikan guna menjaga fokus penelitian ini, hal ini karena banyaknya data yang harus diterjemahkan dalam deskripsi yang bisa mewakili kondisi komunitas Aboge dalam perspektif sinkretisme dan pembentukan habitus di dalamnya. Penelitian lapangan

15 yang dilakukan peneliti dengan cara live in di lokasi penelitian selama kurang lebih 3 minggu dirasa belum mampu menggali data-data atau informasi tentang kesadaran penganut Aboge yang lebih mendalam terkait kesediaan untuk terus menjalankan adat dan tradisi Aboge dalam setiap aktivitas. Data penelitian belum mampu mengungkapkan bagaimana individu membangun kesadaran intersubjektif untuk terus melaksanakan tradisi Aboge yang sedikit berbeda dengan masyarakat muslim pada umumnya. Apakah kesadaran tersebut bersifat semu karena masyarakat hidup dalam ikatan adat yang mau tidak mau harus mengikuti, atau kesadaran tersebut berada pada tataran filosofis bahwa tradisi Aboge merupakan ajaran yang dapat membawa pada ketentraman dan kedamaian hidup, terutama dalam pengalaman transenden seseorang. Peneliti sadar sepenuhnya bahwa penelitian yang dilakukan harus jauh dari tendensi guna menangkap fenomena yang sesungguhnya. Penggunaan pendekatan fenomenologi dalam penelitian ini menuntut adanya ketidakterlibatan sumbangan gagasan peneliti dalam menerjemahkan realitas-realitas yang ada pada komunitas Aboge di Cikakak. Proses braketing ini yang dirasa sulit bagi peneliti untuk menarik stock of knowledge peneliti dalam mendeskripsikan dan mengungkap makna realitas-realitas yang terjadi di komunitas Aboge. Sehingga pengungkapan makna dari realitas dan tindakan komunitas Aboge mungkin kurang sesuai dengan apa yang sebenarnya dialami dan dirasakan oleh penganut Aboge dalam tataran kesadaran intersubjektif. Keterbatasan waktu dan pengalaman peneliti menjadikan penelitian

16 fenomenologi ini kurang mendapatkan roh nya karena belum mampu mengungkapkan makna-makna dari pelaksanaan tradisi Aboge dan pengalaman transenden keagamaan secara intersubjektif penganut Aboge itu sendiri. Serta banyak pengungkapan-pengungkapan relitas sosial komunitas Aboge yang masih bercampur dengan gagasan dan sudut pandang peneliti Penelitian yang dilakukan guna melihat pembentukan habitus komunitas Aboge dalam berbagai arena perjuangan ini tidak terlepas dari adanya limitasi (keterbatasan) baik secara teknis maupun substansinya. Salah satu kendala yang dirasakan adalah adanya limitasi teknis, berupa keterbatasan peneliti dalam mengakses data dan informasi terkait ajaran dan doa-doa khusus yang dimiliki komunitas Aboge dengan alasan kerahasiaan internal penganut Aboge. Limitasi secara teknis ini berpengaruh pada adanya limitasi secara substansi juga, karena informan tidak bisa memberikan data-data yang bersifat rahasia dan tidak bisa diungkapkan kepada pihak di luar penganut Aboge. Sehingga pembahasan mengenai berbagai hal terkait ritual (tradisi) yang menggunakan doa-doa khusus tidak dapat dipaparkan secara inheren. C. SARAN 1. Saran Teoritis Konsep habitus yang dipadukan dengan modal dan ditempatkan pada suatu arena kemudian menghasilkan praktik sosial memiliki ketepatan untuk menjelaskan konteks usaha mempertahankan tradisi Aboge sebagai struktur objektif dan penganut Aboge sebagai struktur subjektif. Namun teori habitus milik Boudieu yang lahir dan

17 berkembang di Eropa mungkin tidak bisa menjadi alat pembedah yang menyeluruh untuk menganalisis tradisi komunitas Aboge yang memiliki unsur-unsur transenden khas masyarakat Jawa. Lokus yang berbeda antara tempat berkembangnya teori habitus dengan masyarakat Indonesia khususnya Jawa menjadikan suatu realitas tidak hanya terbentuk dari aturan, norma, nilai yang menjadi struktur objektif dan dari kesadaran individu sebagai struktur subjektifnya. Lebih dari itu, keyakinan untuk terus melaksanakan adat dan tradisi Aboge sebagai bentuk penghormatan terhadap kitab turki memiliki aspek pendukung lain dari sekedar aturan adat yang memaksa dan kesadaran pada tingkat individu. Terdapat keyakinan besar pada hal-hal transenden dan mistis yang disimbolkan dalam sosok leluhur dan menjadi acuan atau pedoman untuk menjalani kehidupan adat komunitas Aboge. Sehingga pada taraf ini, konsep habitus Bourdieu kurang dapat menjelaskan faktor lain (faktor x) dalam proses pembentukan habitus, di samping adanya jembatan antara objektivisme dan subjektivisme. Faktor x ini bisa saja akan berbeda antar masyarakat sesuai dengan kondisi dan latar belakang masyarakat itu sendiri. Sehingga pada penelitian selanjutnya, penggunaan teori lain sebagai pisau analisis menjadi sangat penting untuk memaparkan bagaimana faktor x sebagai faktor khas ini juga sangat berpengaruh dalam proses pembentukan habitus individu maupun kelompok dalam sebuah arena. 2. Saran Praksis Saran praksis penelitian ini berkaitan dengan identitas ganda komunitas

18 Aboge yaitu sebagai komunitas adat dan masyarakat muslim yang tumbuh bersama dalam suatu masyarakat. Identitas tersebut menjadi landasan bagaimana agama sangat dipengaruhi oleh lokasi dan masa dimana agama tersebut berkembang. Saran ditujukan kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan komunitas Aboge seperti pemerintah dan masyarakat secara umum. Pertama, bagi pemerintah sebagai pihak yang memberikan perlindungan bagi kebebasan beragama warga negaranya yang telah dijamin pula dalam Undang-undang. Pemberian status desa adat pada Cikakak sejak tahun 2010 seharusnya tidak hanya sebatas status saja, namun juga dibarengi dengan keberlanjutan tindakan seperti berupa penyuluhan dan bantuan dana kepada komunitas Aboge. Penyuluhan tersebut bisa berupa pemberian pelatihan terkait cara memelihara adat dan tradisi setempat, baik secara ajaran maupun bentuk materialnya, yang dapat digunakan sebagai aset untuk menjadi daerah wisata dan role model bagi daerah lain yang masih memiliki tradisi lokal..sehingga nama desa adat tidak hanya berhenti pada tataran status saja melainkan juga bermanfaat bagi perkembangan dan pelestarian komunitas adat Aboge di desa Cikakak. Saran kedua ditujukkan kepada masyarakat umum, yaitu terkait pemberian label Islam kejawen pada komunitas Aboge dan masyarakat muslim lain yang masih mempercayai adat lokal. Sudah disebutkan di awal, bahwa perkembangan suatu agama tidak akan terlepas dari waktu dan lokasi dimana agama tersebut tumbuh. Seperti halnya agama Islam, walaupun memiliki kitab dan dasar ajaran yang sama, Islam di Arab, Mesir, Indonesia, bahkan di Sumatra dan Jawa akan berbeda mengenai

19 pemahaman tentang ajaran Islam. Budaya yang dimiliki juga sangat mempengaruhi bagaimana Islam sebagai agama yang baru dikenal masuk dan menyesuaikan dengan budaya sebelumnya. Begitu pula dengan Islam yang berkembang pada komunitas Aboge, dimana masyarakatnya masih sangat berpegang kuat pada adat lokal, sehingga perkemangan Islam pun harus menyesuaikan dengan adat tersebut. Adanya anggapan masyarakat umum kepada masyarakat muslim yang masih berpegang pada adat sebagai Islam Kejawen yang cenderung menjurus pada konsep bid ah dan syirik tidak dapat dibenarkan begitu saja. Karena perbedaan budaya dan waktu yang menyebabkan pemahaman terhadap Islam juga akan berbeda satu dengan yang lainnya. Berkaitan dengan kehidupan transenden seseorang, tidak bisa hanya ditentukan oleh afiliasi terhadap agama besar tertentu, lebih dari itu komunikasi manusia dengan Tuhan sebagai penciptanya bisa diwujudkan dalam berbagai hal, salah satunya melalui pelaksanaan adat sebagai bentuk rasa terimakasih melalui simbol-simbol tertentu. Sehingga, bukan berarti masyarakat muslim yang masih meyakini adat tidak termasuk dalam masyarakat beragama (dalam bacaan dominan) bahkan digolongkan sebagai musyrik. Karena masing-masing individu atau masyarakat memiliki cara tersendiri untuk berinteraksi dan mewujudkan keyakinan pada Tuhannya.

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I

BAB VI PENUTUP. Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari berbagai deskripsi dan analisis yang telah penulis lakukan dari bab I hingga V penulis menyimpulkan beberapa hal berikut. Pertama, bahwa tidur tanpa kasur di dusun Kasuran

Lebih terperinci

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi tabut di Bengkulu semula merupakan ritual yang sakral penuh dengan religius-magis yaitu merupakan suatu perayaan tradisional yang diperingati pada tanggal 1

Lebih terperinci

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PEZIARAH DAN MOTIVASI PEZIARAH KE MAKAM KH. ALI MAS UD. A. Tanggapan Masyarakat dari Sisi Positif

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PEZIARAH DAN MOTIVASI PEZIARAH KE MAKAM KH. ALI MAS UD. A. Tanggapan Masyarakat dari Sisi Positif BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PEZIARAH DAN MOTIVASI PEZIARAH KE MAKAM KH. ALI MAS UD A. Tanggapan Masyarakat dari Sisi Positif 1. Faktor Ekonomi Peziarah yang datang ke komplek makam Ali

Lebih terperinci

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN

2017 DAMPAK MODERNISASI TERHADAP KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG BENDA KEREP KOTA CIREBON TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberagaman dalam budaya Indonesia tercermin dalam berbagai kebudayaan lokal yang berkembang di masyarakat. Keragaman tersebut tidak muncul begitu saja, melainkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bourdieu tentang Habitus Menurut Bourdieu (dalam Ritzer 2008:525) Habitus ialah media atau ranah yang memungkinkan terjadinya integritas sosial, merupakan hubungan-hubungan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. melalui tiga hal, yaitu satu identitas beragama Islam, dau identitas. bentuk, yaitu slametan dan nyadran.

BAB IV PENUTUP. melalui tiga hal, yaitu satu identitas beragama Islam, dau identitas. bentuk, yaitu slametan dan nyadran. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Seluruh uraian di atas pada akhirnya bisa kita ambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Ekspresi sintesis mistik masyarakat Panggungkalak bisa dilihat melalui tiga hal, yaitu satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan

BAB V PENUTUP. Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan BAB V PENUTUP Masjid Agung Demak mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan orang-orang Islam di Jawa. Kedudukan dan kelebihan Masjid Agung Demak tidak terlepas dari peran para ulama yang bertindak

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

BAB V. Kesimpulan. A. Pengantar. B. Karakter Patronase di Alun-Alun Kidul Yogyakarta BAB V Kesimpulan A. Pengantar Bab V merupakan bab terakhir dari seluruh narasi tulisan ini. Sebagai sebuah kesatuan tulisan yang utuh, ide pokok yang disajikan pada bab ini tidak dapat dipisahkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis

BAB I PENDAHULUAN. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk yang dapat diartikan berbeda-beda. Secara biologis manusia diklasifikasikan sebagai homosapiens yaitu sejenis primata dari golongan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dakwah adalah kewajiban bagi semua muslim, karena dakwah merupakan suatu kegiatan mengajak atau menyeru umat manusia agar berada di jalan Allah, baik melalui lisan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melalui pembahasan dan analisis dari bab I sampai bab IV, maka ada beberapa hal yang sekiranya perlu penulis tekankan untuk menjadi kesimpulan dalam skripsi ini, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Malang sebagaimana umumnya wilayah Jawa Timur lainnya,

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Malang sebagaimana umumnya wilayah Jawa Timur lainnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Alasan Pemilihan Judul Kabupaten Malang sebagaimana umumnya wilayah Jawa Timur lainnya, sangat kuat memegang tradisi pesantren yang hampir di setiap kecamatannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan sebagai objek wisata. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Amin Abdullah, studi mengenai agama-agama ini bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada akhir abad 19, mulai berkembang sebuah disiplin ilmu baru yang terpisah dari disiplin ilmu lainnya. Pada awal perkembangannya ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik,

BAB I PENDAHULUAN. spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara soal mistik, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai bangsa yang religius, Indonesia menempatkan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan etika di berbagai aspek kehidupan sosial masyarakat. Berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sebuah ciri dari masyarakat di suatu daerah. Contoh nyata dari kebudayaan di masyarakat adalah adanya berbagai macam pakaian adat, tradisi,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang 209 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang memuat nilai luhur bangsa diringkas Soekarno ke dalam nilai gotong-royong. Fakta bahwa masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial

BAB I PENDAHULUAN. Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang. bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang manusia sebagai bagian dari sebuah komunitas yang bernama masyarakat, senantiasa terlibat dengan berbagai aktifitas sosial yang berlaku dan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahkluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat peka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan sesuai dengan dinamika peradaban yang terjadi. Misalnya,

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan sesuai dengan dinamika peradaban yang terjadi. Misalnya, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang dan akan mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan dunia telah melahirkan suatu perubahan dalam semua aspek, termasuk dalam struktur sosial, kultur, sistem pendidikan, dan tidak tertutup kemungkinan

Lebih terperinci

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI l Edisi 003, Agustus 2011 SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI P r o j e c t i t a i g k a a n D Saiful Mujani Edisi 003, Agustus 2011 1 Edisi 003, Agustus 2011 Syariat Islam dan Keterbatasan Demokrasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para

BAB V PENUTUP. ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan oleh para BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Sejarah fundamentalisme Islam di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dari era orde lama sampai orde reformasi saat ini. Varian fundamentalisme sudah banyak dikategorisasikan

Lebih terperinci

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB. Drs. Akhmad Mulyana M.Si SOSIOLOGI KOMUNIKASI hanyalah yang tidak mengandung nilai-nilai yang berlawanan dengan nilai-nilai partai. Biasanya dalam sistem komunikasi seperti itu, isi media massa juga ditandai dengan sejumlah slogan yang dimaksudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Upacara Nyadran di Pesarean Simbah Lowo Ijo di Desa Semagung Kecamatan Bagelen Kabupaten Purworejo Oleh : Ahmad Muhlasin program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa a_muhlasin@ymail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial juga makhluk budaya. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dalam artian bahwa sesungguhnya manusia hidup dalam interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Jawa pada umumnya masih melestarikan kepercayaan terhadap ajaran-ajaran terdahulu dari nenek-moyang mereka. Ajaran-ajaran ini akan terus diamalkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6

SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA. Week 6 SUMBER-SUMBER DAN NILAI DALAM PERILAKU ETIKA Week 6 Agama Islam menganggap etika sebagai cabang dari Iman, dan ini muncul dari pandangan dunia islam sebagai cara hidup manusia. Istilah etika yang paling

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai

BAB VI PENUTUP. Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai 286 BAB VI PENUTUP A. Simpulan Meskipun perpustakaan oleh masyarakat secara umum disadari sebagai lembaga yang mengalami proses interaksi sosial, baik secara pribadi maupun kolektif, tetap saja dipahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Sulawesi Selatan dan Barat terdapat empat etnik dominan dan utama, yakni Bugis, Makassar, Toraja, dan Mandar. Setiap kelompok etnik tersebut memiliki ragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

PRAKTEK RITUAL BAKAR DUPA DALAM PANDANGAN ISLAM DESA LAWONUA KEC.BESULUTU KAB. KONAWE

PRAKTEK RITUAL BAKAR DUPA DALAM PANDANGAN ISLAM DESA LAWONUA KEC.BESULUTU KAB. KONAWE PRAKTEK RITUAL BAKAR DUPA DALAM PANDANGAN ISLAM DESA LAWONUA KEC.BESULUTU KAB. KONAWE Skripsi ini Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Sosial pada Program Bimbingan Penyuluhan Islam Oleh:

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya,

BAB V PENUTUP. Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, BAB V PENUTUP Dari rangkaian Uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab terakhir ini penulis akan menyimpulkan fenomena-fenomena sosial mengenai pemahaman Komunitas Bupolo di Buru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam masuk ke wilayah Asia Tenggara pada masa Khalifah ketiga Utsman

BAB I PENDAHULUAN. Islam masuk ke wilayah Asia Tenggara pada masa Khalifah ketiga Utsman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Islam masuk ke wilayah Asia Tenggara pada masa Khalifah ketiga Utsman (644-656), dan masuk ke Indonesia sekitar abad ke-11 dengan bukti penemuan batu nisan muslim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura

PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura PERWUJUDAN TEKSTIL TRADISIONAL DI INDONESIA: Kajian Makna Simbolik Ragam Hias Batik yang Bernafaskan Islam pada Etnik Melayu, Sunda, Jawa dan Madura ABSTRAK DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dimana strategi studi kasus dipilih dan bersifat multi metode. Strategi studi kasus ini dianggap memadai dengan tiga dasar pertimbangan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebelum masuknya agama-agama besar dunia ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah bertuhan dan menjunjung tinggi prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa. Prof. Dr. Purbatjaraka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. [Type text] BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad yang lampau. Tari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kegiatan dakwah Islamiyyah yang dilakukan oleh ulama dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kegiatan dakwah Islamiyyah yang dilakukan oleh ulama dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penyebaran agama Islam di pulau Jawa sangat erat kaitannya dengan kegiatan dakwah Islamiyyah yang dilakukan oleh ulama dan pedagang dari Timur Tengah. Kedatangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam perspektif ilmu-ilmu sosial terutama filsafat dan sosiologi, oposisi diantara subjektivisme dan objektivisme merupakan bagian yang selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan gedung perpustakaan merupakan upaya menyediakan wadah informasi baik dalam bentuk buku maupun bentuk bahan lainnya bagi para pemustaka. Keberadaanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para

BAB I PENDAHULUAN. hadis Nabi yang paling populer menyatakan bahwa ulama adalah pewaris para 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ulama menduduki tempat yang sangat penting dalam Islam dan dalam kehidupan kaum Muslimin. Dalam banyak hal, mereka dipandang menempati kedudukan dan otoritas

Lebih terperinci

MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI

MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI MOTIVASI MELAKUKAN RITUAL ADAT SEBARAN APEM KEONG MAS DI PENGGING, BANYUDONO, BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu 54 BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu Dalam suatu aktivitas budaya pasti melibatkan elemen masyarakat, dimana dalam lingkup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman suku bangsa di Indonesia telah melahirkan ragamnya adat - istiadat dan kepercayaan pada setiap suku bangsa. Tentunya dengan adanya adatistiadat tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara yang menganut paham demokrasi, dan sebagai salah satu syaratnya adalah adanya sarana untuk menyalurkan aspirasi dan memilih pemimpin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelilitian Ziarah merupakan istilah yang tidak asing di masyarakat. Ziarah adalah salah satu bentuk kegiatan berdoa yang identitik dengan hal yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

ISLAMIC CENTRE DI KABUPATEN DEMAK

ISLAMIC CENTRE DI KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR ISLAMIC CENTRE DI KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan oleh : UTTY RAKASIWI

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43

BAB I PENDAHULUAN. Ibid hlm. 43 BAB I PENDAHULUAN Setiap penelitian akan di latar belakangi dengan adanya permasalahan yang Akan dikaji. Dalam penelitian ini ada permasalahan yang dikaji yaitu tentang Efektivitas Tokoh Agama dalam Membentuk

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS. persaudaraan antar keluarga/gandong sangat diprioritaskan. Bagaimana melalui meja BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS Salah satu adat perkawinan di Paperu adalah adat meja gandong. Gandong menjadi penekanan utama. Artinya bahwa nilai kebersamaan atau persekutuan atau persaudaraan antar keluarga/gandong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan suatu bangsa tidak hanya merupakan suatu aset, namun juga jati diri. Itu semua muncul dari khasanah kehidupan yang sangat panjang, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir,

BAB I PENDAHULUAN. Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan

Lebih terperinci

2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU

2015 TRANSFORMASI NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT CIREUNDEU BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini arus informasi sangat mudah didapatkan karena semakin meningkatnya kemampuan manusia dalam mengembangkan intelektualnya dalam bidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN CATATAN KRITIS. Selain itu, telah dijelaskan pula faktor selera ( keinginan ) dan perinta orang tua

BAB V KESIMPULAN DAN CATATAN KRITIS. Selain itu, telah dijelaskan pula faktor selera ( keinginan ) dan perinta orang tua BAB V KESIMPULAN DAN CATATAN KRITIS A. KESIMPULAN Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana proses perubahan perilaku tidur masyarakat yang ada di Dusun Kasuran sebagai respon mitos tidur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. yang berlangsung secara turun-temurun yang diwarisi oleh pelaku dari leluhur

BAB IV ANALISIS. yang berlangsung secara turun-temurun yang diwarisi oleh pelaku dari leluhur BAB IV ANALISIS Dari hasil penelitian pada bab terdahulu, dapat disimpulkan bahwa fenomena kekerabatan manusia dengan buaya di Kelurahan Teluk Tiram Kecamatan Banjarmasin Barat Kota Banjarmasin adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang manusia ke arah yang lebih rasional. Perubahan arus yang begitu kencang yang ditandai

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Bagi ahli antropologi, religi merupakan satu fenomena budaya. Ia merupakan satu ekspresi mengenai apa yang sekelompok manusia pahami, hayati, dan yakini baik

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih cenderung melakukan ijtihad politik praktis ketimbang menjalankan perjuangan triologi khtitah Tarbiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah di negara ini memiliki adat istiadat dan tradisi masing-masing yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah di negara ini memiliki adat istiadat dan tradisi masing-masing yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis dikelilingi oleh lautan dan kaya akan sumber daya alam. Kondisi yang demikian membuat Indonesia tumbuh

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan.

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan. 53 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Masjid merupakan salah satu bangunan yang penting dalam agama Islam. Selain fungsi utamanya sebagai tempat ibadah, masjid juga digunakan sebagai tempat kegiatan umat Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota

BAB I PENDAHULUAN. Tradisi upacara panjang jimat keraton kasepuhan sebagai aset budaya lokal kota A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan sebuah bangsa yang terbentuk dari beragam kultur dan struktur sosial yang berbeda-beda. Kultur yang ada di negara ini sangat heterogen. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs

BAB I PENDAHULUAN. (kurang lebih ) yang ditandai dengan adanya beberapa situs-situs BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berlatar belakang sejarah Kota Sumedang dan wilayah Sumedang, yang berawal dari kerajaan Sumedang Larang yang didirikan oleh Praburesi Tajimalela (kurang lebih

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP Sebagai penutup dari skripsi ini, penulis akan menyampaikan beberapa kesimpulan yang penulis dapatkan dari analisis penelitian. Disamping itu juga penulis sampaikan beberapa saran yang diharapkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Tahapan selanjutnya adalah proses penganalisaan terhadap data dan fakta yang di temukan, kemudian di implementasikan berupa hasil temuan penelitian untuk diolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan

Lebih terperinci

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Siti Nurfaridah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa flowersfaragil@yahoo.co.id

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peringatan Maulid Nabi Muhammad, merupakan peristiwa bersejarah bagi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Peringatan Maulid Nabi Muhammad, merupakan peristiwa bersejarah bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peringatan Maulid Nabi Muhammad, merupakan peristiwa bersejarah bagi umat Islam. Peringatan ini diperingati sebagai hari lahirnya nabi Muhammad yang merupakan nabi

Lebih terperinci