Bab II Dasar Teori II.1 Hukum Adat
|
|
- Ari Chandra
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Bab II Dasar Teori II.1 Hukum Adat Hukum adat yaitu hukum tidak tertulis di dalam peraturan-peraturan legislatif (unstatutory law) yang meliputi peraturan-peraturan hidup dan walaupun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum (Supomo, 1947). Hukum adat ini dipakai sebagai sinonim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan legislatif, hukum yang hidup sebagai konvensi pada badan-badan hukum Negara (Parlemen, Dewan-dewan propinsi, dan sebagainya), hukum yang timbul karena putusan hakim (Judge made law), hukum yang hidup sebagai peraturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup baik di kota-kota maupun di desa-desa (Customary law), semua inilah merupakan Adat atau hukum yang tidak tertulis yang disebut oleh pasal 32 UUDS Tahun 1950 (Supomo, 1947). Walaupun hukum adat tidak tertulis, namun hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam hukum adat sangat dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat adat. Hukum adat bagi masyarakat berfungsi sebagai neraca yang dapat menimbang baik atau buruk, salah atau benar, patut atau tidak patut, pantas atau tidak pantas suatu perbuatan atau peristiwa dalam masyarakat. Sehingga hukum adat lebih sebagai pedoman untuk menegakkan dan menjamin terpeliharanya etika kesopanan, tata tertib, moral dan nilai adat dalam kehidupan masyarakat. Ini berarti bahwa walaupun hukum adat itu tidak tertulis tetapi di dalamnya sudah diatur dan disepakati bagaimana seseorang bertindak, berperilaku baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat secara luas ( 7
2 Hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri (Supomo, 1947). Hukum adat pada waktu yang telah lampau agak beda isinya, hukum adat menunjukkan perkembangan (Vollenhoven, 1913). Hukum adat berkembang dan maju terus, keputusan-keputusan adat menimbulkan hukum adat (Vollenhoven, 1913). Jadi hukum adat merupakan hukum yang tidak statis dan terus berkembang mengikuti perkembangan hidup. Hukum adat disebut hukum asli karena lahir dari bawah atau dari masyarakat adat sesuai dengan kepentingannya pula. Di dalam hukum adat apabila masyarakat akan memutuskan sesuatu, harus melalui musyawarah dan mufakat oleh sesepuh adat yang berhak untuk menolak atau menerima suatu putusan yang apakah bertentangan atau tidak dengan kepentingan rakyat, dan inilah yang disebut dalam istilah adat "Raja adil raja disembah, Raja zalim raja disanggah ( Untuk menghindari hal demikian menurut hukum adat hendaklah setiap keputusan yang menyangkut kepentingan orang banyak dapat diuji kebenarannya dan bebas menurut hukuman adil dan patut atau pantas. Sehingga pemimpin tidak kehilangan kepercayaan dari masyarakat, maka seorang pemimpin/penguasa yang adil dan patut atau pantas dalam memutuskan disebutkan dalam adat "kalau bulat dapat digulingkan, pipih dapat dilayangkan, putih berkeadaan, merah dapat dilihat, panjang dapat diukur, berat dapat ditimbang. Untuk menentukan salah dan benar menurut hukum adat, sesuatu perbuatan harus diteliti (disimak) sebaik mungkin. Sehingga ungkapan tersebut apabila terjadi sulit bahkan sangat sulit untuk menolak kebenarannya, serta dipatuhi oleh masyarakat karena adil dan patut, adil menurut orang yang tahu pada hukum adat dan patut menurut orang yang tahu pada nilai sesuatu. Oleh karenanya proses peradilan yang demikian setiap keputusannya akan mudah dipahami dan diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa serta dapat dengan mudah menghabiskan segala dendam ( Hukum adat tidak mengenal adanya rumah tahanan atau penjara sehingga bagi yang dinyatakan bersalah, hukum adat mempunyai sanksi moral dan material, sanksi material jika tidak 8
3 sanggup dibayarkan oleh yang bersalah, sanksi tersebut diambil alih oleh keluarga atau waris dari orang yang berbuat salah tersebut. Dari uraian di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa hukum adat merupakan: 1. Hukum yang tidak tertulis, namun walaupun tidak tertulis tetap harus dipegang teguh oleh masyarakat adat 2. Tidak bersifat statis artinya dapat berkembang seiring berjalannya waktu 3. Bersifat asli, karena lahir dari bawah atau dari masyarakat adat sesuai dengan kepentingannya pula. II.2 Hukum Tanah Adat Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat, karena merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun akan tetap dalam keadaan semula, malah kadang-kadang menjadi lebih menguntungkan, dipandang dari segi ekonomis umpamanya jika terjadi banjir, ataupun terkena muntahan lahar dari letusan gunung berapi, tentu tanah tersebut tidak akan lenyap melainkan akan kembali seperti semula (Muhammad, 2000). Menjadi kenyataan bahwa tanah merupakan sebagai alas tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberikan penghidupan, dan merupakan tempat terakhir tubuh kita disemayamkan. Di dalam hukum adat, maka antara masyarakat hukum sebagai kesatuan dengan tanah yang didudukinya terdapat hubungan yang erat sekali, hubungan yang bersumber pada pandangan yang bersifat religio-magis. Hubungan yang erat dan bersifat religio-magis ini, menyebabkan masyarakat hukum memperoleh hak untuk menguasai tanah tersebut, memanfaatkan tanah itu, memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di atas tanah itu, juga berburu terhadap binatangbinatang yang hidup disana. Hak masyarakat hukum atas tanah ini disebut hak pertuanan atau hak ulayat, atau biasa disebut beschikkingsrecht (Muhammad, 2000). Selanjutnya hal mengenai hak ulayat akan dibahas pada subbab berikutnya. 9
4 II.2.1 Hak Ulayat Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat (untuk selanjutnya disebut hak ulayat) adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan (Republik Indonesia Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat Pasal 1. Sekretariat Negara. Jakarta). Seperti disebutkan pada bab sebelumnya, beschikkingsrecht menggambarkan tentang hubungan antara masyarakat hukum/persekutuan dan tanah itu sendiri. Kini lazimnya digunakan istilah hak ulayat sebagai terjemahan beschikkingsrecht (Muhammad, 2000). Istilah-istilah daerah yang berarti lingkungan kekuasaan, wilayah kekuasaan ataupun tanah yang merupakan wilayah yang dikuasai persekutuan antara lain patuanan (ambon), panyampeto (Kalimantan), wewengkon (Jawa), prabumian (Bali), pawatasan (Kalimantan), limpo (Sulawesi Selatan), ulayat (Minangkabau) (Muhammad, 2000). Hak ulayat ini berlaku ke luar dan ke dalam. Berlaku ke luar karena warga yang bukan termasuk persekutuan pada prinsipnya tidak diperbolehkan turut mengenyam/menggarap tanah yang merupakan wilayah kekuasaan persekutuan yang bersangkutan, hanya seizin persekutuan adat serta setelah membayar pancang dan kemudian memberikan ganti rugi, barulah orang luar bukan warga persekutuan adat tersebut dapat memperoleh kesempatan untuk turut serta menggunakan tanah wilayah persekutuan yang bersangkutan. Berlaku ke dalam, karena persekutuan sebagai suatu keseluruhan yang berarti semua warga persekutuan adat bersama-bersama sebagai suatu kesatuan, melakukan hak ulayat yaitu dengan memetik hasil tanah beserta segala tumbuh-tumbuhan dan binatang 10
5 liar yang hidup di atasnya. Hak persekutuan ini pada hakikatnya membatasi kebebasan usaha atau kebebasan gerak para warga persekutuan sebagai perseorangan. Pembatasan ini dilakukan demi kepentingan persekutuan (Muhammad, 2000). Yang menjadi objek hak ulayat ini adalah (Muhammad, 2000) : Tanah (daratan) Air (perairan, misalnya: kali, danau, pantai beserta perairannya) Tumbuh-tumbuhan Binatang liar yang hidup di hutan II.2.2 Hak Perorangan Atas Tanah Harus diperhatikan bahwa hak perorangan atas tanah adat dibatasi oleh hak ulayat; sebagai warga persekutuan adat maka tiap individu mempunyai hak untuk (Muhammad, 2000): a. Mengumpulkan hasil-hasil hutan, seperti rotan, kayu, dan sebagainya b. Memburu binatang liar yang hidup di wilayah kekuasaan persekutuan c. Mengambil hasil dari pohon-pohon yang tumbuh liar d. Membuka tanah dan kemudian menggarap tanah itu terus menerus e. Mengusahakan untuk diurus selanjutnya suatu kolam ikan Terdapat suatu larangan yang bersifat religio-magis pada point c, d, dan e, sehingga hasil pohon, tanah ataupun kolam tersebut hanya dapat diambil oleh yang berkepentingan saja, orang lain tidak diperbolehkan mengambil hasilnya. Harus ada saling pengertian antara satu warga dengan warga persekutuan lainnya agar tidak mengganggu hasil garapan atau hasil hutan lainnya. Setiap warga persekutuan bebas untuk menggarap lahan atau membuka tanah untuk jangka waktu yang lama dan terus menerus, sehingga suatu saat warga tersebut dapat memperoleh hak milik dari tanah tersebut, meskipun yang menggarap tanah tersebut tidak boleh lebih dari satu atau dua tahun panenan. Apabila hak mengerjakan tanah itu tidak dapat lebih lama daripada satu kali panen 11
6 saja, maka warga persekutuan yang bersangkutan sesungguhnya hanya memperoleh hak mempergunakan tanah itu saja (ter Haar menamakan ini genots recht) dan bukan hak milik, hak untuk mempergunakan atau memungut hasil untuk satu panen saja. Apabila kemudian tanah itu ditinggalkan dan tidak diurus lagi oleh yang berkepentingan, maka tanah itu dikuasai lagi oleh hak ulayat. Seorang warga yang membuka lahan atau menggarap tanahnya mempunyai hak yang penuh atas garapannya, tetapi dengan ketentuan wajib menghormati (Muhammad, 2000): Hak ulayat desanya Kepentingan-kepentingan orang lain yang memiliki tanah Peraturan-peraturan adat seperti kewajiban memberi ijin ternak milik orang lain masuk dalam tanah garapannya, selama tanah tersebut tidak dipagari Hak menggunakan tanah atau hak memungut hasil tanah hanya untuk satu panen saja, pada umumnya berlaku bagi orang luar bukan warga persekutuan adat yang sudah mendapat izin untuk mengerjakan sebidang tanah, serta telah memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti membayar mesi (Jawa) atau uang pemasukan (Aceh). Dalam kenyataannya hak memungut hasil ini dimiliki lebih lama daripada satu panen saja tetapi secara adat masa itu harus dilihat sebagai suatu masa satu panen yang bersambung dengan masa atau panen berikutnya dan seterusnya. Terdapat hak usaha di atas sebidang tanah (Supomo, 1947). Dan yang dimaksudkan dengan hak usaha ini adalah suatu hak yang dimiliki oleh seorang untuk menggarap sebidang tanah tertentu sebagai tanah miliknya, asal saja ia memenuhi kewajiban-kewajiban serta menghormati pembatasan-pembatasan yang melekat pada hak itu. Hak usaha seperti ini dinamakan hak menggarap (bouwen bewerkingsrecht) (Vollenhoven, 1913). Kewajiban-kewajiban apakah yang harus dipenuhi oleh si pemilik hak usaha terhadap tuan rumah yang mempunyai hak eigendom atas tanah itu? Adapun kewajiban-kewajiban si pemilik usaha adalah antara lain (Muhammad, 2000) : 12
7 a. Membayar semacam pajak yang dinamakan cukai. b. Melakukan macam-macam pekerjaan untuk keperluan tuan tanah, seperti penjagaan desa di waktu malam, memelihara jalan. Cukai yang dimaksud di atas lazimnya berupa sebagian hasil penen sawah yang tidak boleh melebihi seperlima dari jumlah hasil tersebut. Dari hak yang dimiliki tiap individu diatas, maka bisa dikatakan hak perseorangan atas tanah mulai berkembang. Beberapa hak perseorangan atas tanah yang ada yaitu (Artawilaga, 1960) : a) Hak Milik Seorang warga persekutuan berhak untuk membuka tanah dan mengerjakan tanah itu terus menerus dan menanam pohon diatas tanah itu, sehingga ia mempunyai hak milik atas tanah itu. Warga yang memiliki hak milik atas tanah ini wajib menghormati hak ulayat desanya, kepentingan-kepentingan orang lain yang memiliki tanah, dan peraturan-peraturan adat serta kewajiban memberi ijin ternak orang lain masuk dalam tanahnya selama tanah itu tidak dipergunakan dan tidak dipagari. b) Hak Milik Terkekang atau Terbatas Selain hak milik atas tanah, dikenal pula hak milik terkekang atau terbatas atas tanah yaitu bila kekuasaan atas tanah tersebut dibatasi oleh kuat atau tidaknya hak pertuanan desa. Kalau hak pertuanan desa masih kuat, ada daerah yang hak milik itu hanya dimiliki untuk waktu tertentu dan pada akhir waktu tanahnya harus diserahkan kepada anggota lain persekutuan desa. Dan apabila hak pertuanannya lemah, maka hak milik atas tanah setelah pemilik meninggal dunia dengan sendirinya jatuh ke tangan ahli warisnya. Penunjukan tanahtanah ini dilakukan melalui Rapat Desa. c) Hak menggunakan tanah atau memungut hasil tanah Hak menggunakan tanah atau memungut hasil tanah selama waktu tertentu, biasanya satu kali panen, pada umumnya berlaku bagi orang luar bukan warga persekutuan yang sudah mendapat ijin untuk mengerjakannya serta telah memenuhi syarat-syarat tertentu seperti membayar mesi (Jawa) atau uang pemasukan (Aceh). 13
8 d) Hak Wenang Pilih Hukum adat juga mengenal hak wenang pilih bagi perseorangan warga persekutuan yang membuka tanah ataupun yang menempatkan tanda-tanda pelarangan (pagar dan lain sebagainya) pada tanah yang bersangkutan. Hak ini memberikan kesempatan bagi warga yang pertama-tama membuka/menggarap tanah lebih dulu dari warga yang lain e) Hak Wenang Beli Hak membeli tanah pertanian atau kolam-kolam ikan ini sering kali dijumpai dalam tiga bentuk yaitu hak anggota keluarga untuk membeli tanah dengan mengesampingkan pembeli-pembeli bukan anggota keluarga, hak warga persekutuan untuk membeli tanah dengan mengesampingkan orang bukan warga persekutuan, dan hak pemilik tanah yang berbatasan untuk mebeli tanah tersebut dengan mengesampingkan pemilik tanah lain yang tidak berbatasan. f) Hak Pejabat Adat Kepala persekutuan atau pembesar desa lainnya mempunyai hak atas tanah pertanian yang diberikan oleh persekutuan untuk menghidupi keluarganya (tanah bengkok). Hak ini dimiliki semasa memangku jabatannya maupun semasa hidupnya (setelah pensiun). Tanah-tanah jabatan ini banyak dijumpai dengan sebutan berbeda seperti sabana bolak (Batak), galung arajang (Sulawesi Selatan), dusun dati raja (Ambon) dan bukti (Bali). Jika sebidang tanah di wilayah persekutuan itu telah dikerjakan oleh seseorang warganya secara terus menerus maka hubungannya dengan tanah itu semakin kuat, sebaliknya hubungan tanah itu dengan persekutuannya semakin renggang dan lama-kelamaan tanah itu akan di akui sebagai hak milik dari orang yang mengerjakannya. Namun apabila suatu waktu tanah itu ditinggalkannya dimana hubungannya semakin renggang dengan tanah itu, maka hubungan antara tanah itu dengan persekutuan semakin erat kembali. Jika tanah tersebut ditinggalkan menjadi semak belukar, maka tanah itu dianggap telah diterlantarkan, maka putuslah hubungan seseorang itu dengan tanah tersebut (Muhammad, 2000). 14
9 II.2.3 Transaksi-transaksi Dalam Tanah Adat Transaksi-transaksi dalam tanah adat merupakan golongan hukum tanah yang bergerak. Karena adanya suatu pemindahan hak atas suatu tanah, baik itu penjualan, penggadaian, ataupun sewa. Dikenal dua macam transaksi tanah, yang pertama yaitu perbuatan hukum sepihak, dan yang kedua yaitu yang merupakan hukum dua pihak (Muhammad, 2000). Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum sepihak Pendirian suatu desa Proses dalam pendirian suatu desa melibatkan sekumpulan orang tertentu yang telah mendiami dan membuat suatu perkampungan di atas tanah itu, menggarap tanahnya untuk pertanian, tempat tinggal, ladang ataupun untuk mengubur orang-orang yang telah meninggal dunia dan sebagainya. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas setelah dilakukan dalam waktu yang lama dan terus-menerus maka daerah tersebut lambat laun akan menjadi suatu desa, akan tumbuh juga suatu hubungan religio-magis antara desa dengan tanah tersebut, tumbuh suatu hak atas tanah itu bagi persekutuan yang dimaksud yang biasa disebut sebagai hak ulayat. Pembukaan tanah oleh seorang warga persekutuan Seorang warga persekutuan dengan izin Kepala Desa membuka tanah persekutuan (ulayat), maka dengan ia menggarap tanah tersebut maka terjadi suatu hubungan hukum dan sekaligus juga hubungan religio-magis antara warga yang bersangkutan dengan tanah yang dimaksud. Jika warga tersebut sudah menggarap tanah itu, maka ia berhak untuk mendapatkan tanda-tanda pelarangan (batas) pada tanah garapannya tersebut, dan hal ini juga berakibat timbulnya hak milik atas tanah tersebut. Hal itu termasuk perbuatan hukum sepihak. 15
10 Transaksi tanah yang bersifat perbuatan hukum dua pihak Inti dari transaksi ini adalah pengoperan atau pemindahkuasaan disertai pembayaran kontan dari pihak lain pada saat itu juga. Dalam hukum adat hal itu disebut transaksi jual. Transaksi jual tanah ini menurut isinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, sebagai berikut di bawah ini (Muhammad, 2000): Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan disertai ketentuan, bahwa yang menyerahkan tanah dapat memiliki kembali tanah tersebut, dengan pembayaran sejumlah uang (sesuai perjanjian) Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan tanpa syarat, jadi kepemilikan tanahnya untuk selamanya. Penyerahan tanah dengan pembayaran kontan disertai perjanjian, bahwa apabila kemudian tidak ada perbuatan hukum lain, sesudah satu sampai dua tahun atau beberapa kali panen, tanah itu kembali kepada pemilik tanah semula. Transaksi-transaksi tersebut di atas wajib diketahui oleh kepala persekutuan agar transaksi tersebut menjadi jelas, tidak ada yang disembunyikan. Apabila transaksi tersebut tidak diketahui oleh kepala persekutuan, maka transaksi tersebut menjadi gelap, sehingga tidak diakui oleh hukum adat. Dan itu artinya kepemilikan tanah atas si pembeli tersebut tidak diakui oleh umum. Pada umumnya untuk transaksi-transaksi ini dibuatkan suatu akta yang ditandatangani (cap jempol) oleh yang menyerahkan serta dibubuhi pula tanda tangan kepala persekutuan dan saksi-saksi. Akta ini adalah merupakan suatu bukti dari transaksi penjualan tanah tersebut. Yang menjadi objek dalam transaksi tersebut yaitu tanah, atau dapat pula berupa kolam ikan, rumah, serta pohon buahbuahan beserta kebunnya. Alasan utama seseorang melakukan transaksi jual tanah yaitu kebutuhan akan uang. Transaksi tersebut benar terjadi ketika si penjual di hadapan kepala persekutuan menerangkan bahwa ia mengakui menyerahkan 16
11 tanahnya serta telah menerima uangnya, maka transaksi sudah ditutup dan mulai saat itu si pembeli mendapat hak tanah yang bersangkutan. Untuk memperdalam masalah transkasi mengenai tanah seperti yang telah disebutkan di atas, maka akan diuraikan transaksi-transaksi tersebut yaitu (Muhammad, 2000): Menjual gadai Yang menerima tanah berhak untuk mengerjakan tanah itu serta untuk memungut hasil dari tanah itu. Ia hanya terikat oleh oleh janjinya bahwa tanah itu hanya dapat ditebus oleh yang menjual gadai. Tanah tersebut dapat dijualgadaikan kembali kepada orang lain, tetapi tidak boleh menjual lepas tanah tersebut. Biasanya dalam transaksi jual gadai ini disertai dengan perjanjian-perjanjian seperti contoh berikut : 1. Kalau tidak ditebus dalam masa yang dijanjikan, maka tanah tersebut menjadi milik yang membeli gadai. 2. Tanah tidak boleh ditebus selama satu, dua atau beberapa tahun oleh si pembeli gadai. Menjual lepas Yang membeli-lepas memperoleh hak milik atas tanah yang dibelinya. Pembayaran dilakukan di hadapan kepala persekutuan. Di Aceh terdapat kebiasaan bahwa dalam akta dicantumkan ijab-kabul, sedangkan di Minangkabau dalam transaksi ini pembeli lazimnya dalam pembayaran tidak hanya menyerahkan uang saja, akan tetapi juga disertai pisau atau sepotong kain (magis). II.3 Konsep Batas Batas yaitu tempat kedudukan titik-titik yang membentuk suatu garis khayal yang memisahkan suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Batas digunakan untuk membatasi kekuasaan atau kepemilikan akan suatu wilayah tertentu. Batas dapat berupa batas negara, propinsi, kabupaten, kecamatan, desa/kelurahan dan sampai pada bagian terkecil yaitu batas kepemilikan suatu bidang tanah. Batas memiliki sifat ganda, artinya bahwa batas itu mengikat dua belah pihak yang bersebelahan 17
12 pada garis batas tersebut. Jadi perubahan satu pihak dapat menyebabkan perubahan pada pihak lain, demikian pula hak-haknya (Sehabudin, 2001). Bila ditinjau dari pengertian batas sebagai tempat kedudukan titik-titik yang membentuk garis, batas dapat berupa garis atau berupa titik perpotongan garis batas. Batas yang berupa garis akan selalu membatasi dua wilayah, sedangkan batas yang berupa titik perpotongan garis batas akan selalu membatasi lebih dari dua wilayah, seperti diilustrasikan pada gambar 2.1 berikut (Sehabudin, 2001) : Wilayah D Wilayah C Wilayah A Wilayah B Gambar 2.1 Garis batas dan titik perpotongan garis batas Keterangan : : Titik potong antar garis batas : Garis batas Dengan adanya batas maka kewenangan suatu wilayah dalam hal kepemilikan dan pengelolaan akan menjadi terbatas juga. Suatu wilayah tidak boleh mencampuri wilayah lainnya melewati batas kewenangannya (Sehabudin, 2001). Hal ini berlaku juga untuk kepemilikan suatu bidang tanah. Seseorang yang memilki sebidang tanah harus memiliki batas yang jelas untuk mengetahui sejauh mana kepemilikan dan pengelolaan atas sebidang tanah tersebut. Terlebih lagi jika sebidang tanah tersebut berbatasan langsung dengan sebidang tanah lainnya. Batas tersebut harus diketahui oleh kedua belah pihak pemilik tanah yang bersebelahan 18
13 tersebut. Banyak sekali kasus sengketa batas yang terjadi diakibatkan batas tersebut tidak diketahui dengan jelas dan pasti oleh kedua pihak yang bersangkutan. Seorang kakak dan adik saja bisa saling membunuh dalam mempertahankan batas yang sebelumnya tidak ada kesepakatan diantara keduanya. Bahkan dua negara pun bisa saja mempeributkan masalah batas, hal ini pernah terjadi antara negara Indonesia dan Malaysia dalam hal kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan. Jadi dalam hal ini, batas merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kewenangan atau kepemilikan suatu wilayah atau sebidang tanah. Batas teridentifikasi dalam dua bentuk, yaitu fixed boundary dan general boundary (Dale dan McLaughlin, 1999). Dilihat dari segi bahasa, fix berarti tetap, jelas atau kuat, sedangkan general merupakan kebalikan dari fix yang berarti umum, tidak tetap, dan tidak spesifik. Fix boundary hanya dapat terjadi apabila garis batas presisi sudah dapat ditentukan. Sedangkan pemanfaatan prinsip general boundary dapat terjadi apabila batas dari suatu wilayah tidak dapat ditentukan secara presisi. Batas dapat dilihat dari segi hukum dan dari segi fisik. Dari segi hukum karena garis batas tersebut merupakan garis khayal yang tak kasat oleh mata, namun di dalamnya terkandung suatu hukum yang tidak membolehkan seseorang untuk menggunakan hak dari suatu bidang tanah atau wilayah yang masih di dalam batasnya. Biasanya ketetapan atau hukum yang terkandung dari batas tersebut disimpan dalam dokumen yang sah, bisa berupa sertifikat atau dokumen-dokumen penting lainnya. Batas fisik juga merupakan bagian yang penting dalam proses penentuan batas wilayah atau sebidang tanah. Dengan adanya objek fisik suatu batas, misalnya pilar batas daerah atau patok, maka akan diperoleh kejelasan dan ketegasan batas antar wilayah atau sebidang tanah di darat sesuai dengan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. 19
14 Adapun batas fisik dapat dibedakan menjadi : 1. Batas Alam Batas alam merupakan batas yang ditentukan berdasarkan unsur-unsur alam tertentu yang bersifat umum, mudah diketahui masyarakat umum, dan keberadaannya tidak mudah hilang atau musnah karena faktor alam atau aktivitas manusia (Sehabudin, 2001). Adapun beberapa contoh batas alam yaitu sungai, danau, pohon, dan sebagainya. Dengan menggunakan unsur alam tersebut akan memudahkan dalam penegasan batas di lapangan karena batas alam bersifat umum dan dapat mewakili dari suatu garis batas. 2. Batas Buatan Batas buatan merupakan bangunan atau objek tertentu yang dibuat manusia untuk dijadikan sebagai batas (Sehabudin, 2001). Batas buatan ini dapat dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu: Objek atau bangunan yang sengaja dibuat untuk batas Adapun objek atau bangunan yang dimaksud yaitu pilar batas. Pilar batas merupakan bangunan yang dibuat khusus untuk menandai batas suatu wilayah. Biasanya pilar batas tersebut memiliki koordinat yang dapat menentukan posisinya. Objek atau bangunan yang tidak sengaja dibuat untuk batas Objek atau bangunan yang dapat digunakan sebagai tanda batas wilayah adalah unsur-unsur buatan yang bersifat umum dan bersifat permanen sehingga dapat digunakan sebagai tanda batas suatu wilayah. Beberapa objek atau bangunan yang dapat digunakan sebagai tanda batas antara lain jalan, rel kereta api, saluran irigasi dan sebagainya. Adapun pembuatan objek tersebut di atas tidak digunakan khusus untuk batas, namun dengan keberadaannya maka objek tersebut dapat digunakan sebagai batas. 20
15 II.3.1 Pengukuran Suatu Batas Bidang Tanah Suatu bidang persil tanah jika sudah mempunyai batas, pasti dapat dihitung luasnya. Satuan ukuran yang digunakan dapat bermacam-macam, begitu juga dengan alat ukur yang digunakannya. Ada yang menggunakan alat bantu ukur mulai dari pita ukur, theodolit, ETS (Electronic Total Station), sampai yang paling mutakhir yaitu GPS (Global Positioning System). Kesemuanya itu merupakan suatu pengukuran batas menggunakan suatu perhitungan geometrik. Ada juga yang menggunakan salah satu anggota tubuh misalkan kaki, jari, ataupun lengan untuk mengukur luas atau ukuran suatu bidang persil tanah yang disebut antromorfi. Salah satu contohnya yaitu depa. Depa yaitu ukuran yang ditentukan dengan merentangkan kedua tangan, jadi ukuran yang diambil yaitu panjang dari ujung tangan kiri ke ujung tangan kanan. Masalahnya disini yaitu setiap orang memiliki ukuran tangan yang berebeda-beda, jadi tidak ada standar ukuran depa yang pasti. Adapun satuan luas yang biasa digunakan yaitu tumbak. Satu tumbak jika dikonversikan ke dalam ukuran metrik yaitu sama dengan 14 m 2 (empat belas meter persegi). 21
BAB II TEORI DASAR 2.1 Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah
BAB II TEORI DASAR Pada bab ini akan dijelaskan mengenai Sistem Konsep Hubungan Manusia Dengan Tanah (Bab 2.1) Sistem Kepemilikan Tanah (Bab 2.2), Hukum Pertanahan Adat (Bab 2.3), dan Kedudukan Hukum Adat
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAMPAR NOMOR : 12 TAHUN1999 TENTANG HAK TANAH ULAYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI II KAMPAR Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA. 4. Dale, P. F. dan Mclaughlin, J. D Land Administration. Oxford University Press. New York, USA
DAFTAR PUSTAKA 1. Abdulharis, R., K. Sarah, S. Hendriatiningsih, dan A. Hernandi. 2007. The Initial Model of Integration of the Customary Land Tenure System into the Indonesian Land Tenure System: the
Lebih terperinciBAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN
BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan
Lebih terperinci1. Hak individual diliputi juga oleh hak persekutuan.
Van Vollenhoven menyebutkan enam ciri hak ulayat, yaitu persekutuan dan para anggotanya berhak untuk memanfaatkan tanah, memungut hasil dari segala sesuatu yang ada di dalam tanah dan tumbuh dan hidup
Lebih terperinciPertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA
Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI 2.1 Hukum Adat di Indonesia
BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hukum adat di Indonesia (Bab 2.1), konsep hukum pertanahan adat (Bab 2.2), peraturan perundang-undangan mengenai hukum pertanahan adat (Bab 2.3)
Lebih terperinciBentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA)
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 2 TAHUN 1960 (2/1960) Tanggal: 7 JANUARI 1960 (JAKARTA) Sumber: LN 1960/2; TLN NO. 1924 Tentang: PERJANJIAN BAGI HASIL Indeks: HASIL.
Lebih terperinciPERJANJIAN KERJASAMA PEMBELIAN LAHAN (BERTAHAP)
PERJANJIAN KERJASAMA PEMBELIAN LAHAN (BERTAHAP) Pada hari ini, -------- tanggal --------- bulan ------- tahun ------------ (-------------) telah disepakati antara 2 (dua) pihak dengan dihadiri para saksi
Lebih terperinciPERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN LAHAN (BERTAHAP SESUAI PENJUALAN KAVLING)
PERJANJIAN KERJASAMA PENGELOLAAN LAHAN (BERTAHAP SESUAI PENJUALAN KAVLING) Pada hari ini, -------- tanggal --------- bulan ------- tahun ------------ (-------------) telah disepakati antara 2 (dua) pihak
Lebih terperinciKUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT
KUMPULAN SOAL-SOAL UTS HUKUM ADAT 1. Menurut pendapat anda, apa yang dimaksud dengan : a. Adat : aturan, norma dan hukum, kebiasaan yang lazim dalam kehidupan suatu masyarakat. Adat ini dijadikan acuan
Lebih terperinciBab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas
Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angki Aulia Muhammad, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hidup manusia tidak mungkin dilepaskan dari tanah, tiap membicarakan eksistensi manusia, sebenarnya secara tidak langsung kita juga berbicara tentang tanah.
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : ---------------------------------------------------- Umur : ----------------------------------------------------
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam
Lebih terperinciPembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah
Panduan Pembuatan Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) dan Hak-hak Adat di Atas Tanah Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah Dewan Adat Dayak Kalimantan Tengah 2 Daftar Isi Pengantar Sekretaris Daerah Provinsi
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa Masyarakat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PENELITIAN
BAB IV ANALISIS PENELITIAN Dalam bab IV ini akan diuraikan mengenai hasil analisis perbandingan sistem kepemilikan lahan di Kasepuhan Ciptagelar dan Kampung Naga (Bab 4.1), dan perbanding sistem kepemilikan
Lebih terperinciHUKUM KEBIASAAN & HUKUM ADAT
HUKUM KEBIASAAN & HUKUM ADAT Komponen ketiga dalam sistem Hukum Indonesia Adalah hukum yang diciptakan dari kebiasaan yang terjadi di masyarakat Terdapat 2 macam kebiasaan: 1. Hukum adat 2. Hukum kebiasaan
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PENGADAAN TANAH. bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah. 3
BAB II GAMBARAN UMUM PENGADAAN TANAH A. Pengertian Pengadaan Tanah Pengadaan Tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan
Lebih terperinciBab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar III.1.1 Bentang Alam di Daerah Kasepuhan Ciptagelar
Bab III Studi Kasus III.1 Sekilas Tentang Ciptagelar Kasepuhan Ciptagelar merupakan komunitas masyarakat yang masih memegang teguh adatnya yaitu adat Banten Kidul. Dan Ciptagelar bisa dikatakan sebagai
Lebih terperinciGUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor
Lebih terperinciSURAT PERJANJIAN SEWA TANAH
SURAT PERJANJIAN SEWA TANAH SURAT PERJANJIAN SEWA TANAH Saya yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama :.. Tempat, Tgl Lahir :.. Pekerjaan :.. Alamat :.... Nomor KTP/SIM :.. Dalam hal ini bertindak atas
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. ( n a m a ), ( u m u r ), ( pekerjaan ), ( alamat lengkap ), ( nomer KTP / SIM ), dalam hal ini bertindak atas nama diri
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI TANAH
CONTOH SURAT PERJANJIAN SEWA BELI TANAH Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. ( n a m a ), ( u m u r ), ( pekerjaan ), ( alamat lengkap ), ( nomer KTP / SIM ), dalam hal ini bertindak atas nama diri pribadi
Lebih terperinciBab IV Analisis. Batas
Bab IV Analisis IV.1 Analisis Batas Tanah Garapan Dikaitkan Dengan Konsep Batas Mengacu pada penjelesan mengenai batas suatu bidang tanah garapan warga Kasepuhan Ciptagelar dan dikaitkan dengan konsep
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang dengan gugusan ribuan pulau dan jutaan manusia yang ada di dalamnya. Secara wilayah daratan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peningkatan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciTentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *) Indeks: ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH. PEMILIHAN.
Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 19 TAHUN 1956 (19/1956) Tanggal: 8 SEPTEMBER 1956 (JAKARTA) Sumber: LN 1956/44; TLN NO. 1072 Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008
No. Urut : 06 LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG TANAH ULAYAT DAN PEMANFAATANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1956 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1956 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN, Menimbang : 1. bahwa Undang-undang No. 22 tahun 1948, demikian juga Undangundang Negara Indonesia Timur
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET
Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 44 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT, a. bahwa untuk pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Bagi rakyat Indonesia, tanah menempati kedudukan penting dalam kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup
Lebih terperinciBagian Kedua Penyidikan
Bagian Kedua Penyidikan Pasal 106 Penyidik yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan tindakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk pemilihan anggota
Lebih terperinci2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan
Sumber: ibnulkhattab.blogspot.com Gambar 4.3 Masyarakat yang sedang Melakukan Kegiatan Musyawarah untuk Menentukan Suatu Peraturan. 2. Macam-Macam Norma a. Norma Kesusilaan Ketika seseorang akan berbohong,
Lebih terperinciKEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG
KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT ARSO JAYAPURA NOMOR : 03/KPTS DPMAA/DJ/94 TENTANG PEMBANGUNAN, HAK MASYARAKAT DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MUSYAWARAH PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT
Lebih terperinciHAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING
HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa
Lebih terperinciPENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH. Abstraksi
PENDAFTARAN TANAH ADAT Oleh : Indah Mahniasari, SH Abstraksi Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik
Lebih terperinciPERJANJIAN KESEPAKATAN KERJA SAMA. Nomor : 011. Pada hari ini, Senin tanggal Dua Puluh Enam desember tahun dua ribu sebelas (26-12-2011)
PERJANJIAN KESEPAKATAN KERJA SAMA Nomor : 011 Pada hari ini, Senin tanggal Dua Puluh Enam desember tahun dua ribu sebelas (26-12-2011) Berhadapan dengan saya, RAFLES DANIEL, Sarjana Hukum, Magister Kenotariatan,
Lebih terperinciQANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 4 TAHUN 2003 TENTANG PEMERINTAHAN MUKIM DALAM PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinci8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS
8. PENDAFTARAN KARENA PERUBAHAN DATA YURIDIS A. Pendahuluan Berdasarkan ketentuan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, pendaftaran tanah karena perubahan data yuridis termasuk dalam lingkup
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 10 Undang-Undang
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dalam perjalanan hidupnya pasti akan mengalami peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Peristiwa hukum pada hekekatnya adalah kejadian, keadaan atau
Lebih terperinciBUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI
BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT
Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 44 Tahun 2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN DAN PENEGASAN BATAS DESA DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang
Lebih terperinciBAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL
1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu hal yang erat hubungannya dan tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, karena manusia bertempat tinggal, berkembang biak, serta melakukan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA
PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PEMONDOKAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG RAYA, Menimbang :
Lebih terperinciPENDAFTARAN TANAH ADAT. Indah Mahniasari. Abstrak
PENDAFTARAN TANAH ADAT Indah Mahniasari Abstrak Pertanahan di Indonesia sangat menarik untuk selalu dikaji. Sehingga tidak heran ketika dikatakan bahwa masalah tanah adalah masalah klasik yang sangat menarik.
Lebih terperinci*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/1997, PENDAFTARAN TANAH *35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peningkatan pembangunan nasional yang berkelanjutan memerlukan dukungan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini
Lebih terperinciBUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET
BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a.
Lebih terperinciKEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh)
KEPASTIAN HUKUM BAGI TANAH ULAYAT MASYARAKAT MINANGKABAU DI SUMATERA BARAT Oleh: Ridho Afrianedy,SHI, Lc (Hakim PA Sungai Penuh) Latar Belakang Tak sekali terjadi konflik horizontal di tengah masyarakat
Lebih terperinciTIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI SADDANG Jl. Sekolah Guru Perawat No. 3 Makassar
TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI SADDANG Jl. Sekolah Guru Perawat No. 3 Makassar PERATURAN TIM KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI SADDANG Nomor : TENTANG TATA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah ialah lapisan lepas permukaan bumi yang paling atas. Yang dimanfaatkan untuk menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA
PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI TATA NIAGA SARANG BURUNG WALET DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang
Lebih terperinciSURAT PERJANJIAN JUAL BELI
SURAT PERJANJIAN JUAL BELI Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama :..., Umur... tahun Alamat :. Dalam hal ini bertindak Sebagai Ahli waris yang Sah dari Almarhum. Bp..., Yang selanjutnya disebut PIHAK
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, PENGGABUNGAN DESA DAN PERUBAHAN STATUS DESA MENJADI KELURAHAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1953 TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk pemilihan anggota Konstituante dan agnggota Dewan Perwakilan
Lebih terperinciBEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI PAPUA
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Tanah merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan suatu masyarakat. Hukum alam telah menentukan bahwa keadaan tanah yang statis menjadi tempat tumpuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana
Lebih terperinciBAB III PERBANDINGAN GADAI GANTUNG SAWAH DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT
BAB III PERBANDINGAN GADAI GANTUNG SAWAH DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT A. Gambaran Umum Desa Mekarjati, Kecamatan Hargeulis, Kabupaten Indramayu Mekarjati adalah desa
Lebih terperinciMengingat: Pasal-pasal 35, 56,.57, 58, 61, 135, 136 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara; MEMUTUSKAN:
Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1953 (7/1953) Tanggal: 4 APRIL 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/29 Tentang: PEMILIHAN ANGGOTA KONSTITUANTE DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA
PEMERINTAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS
PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT Nomor : Pada hari ini, - - Pukul -Hadir dihadapan saya, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini :- 1. Nama
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan
Lebih terperinciSURAT PERJANJIAN GADAI TNAH
SURAT PERJANJIAN GADAI TNAH Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : ---------------------------------------------------- Umur : ---------------------------------------------------- Pekerjaan : ----------------------------------------------------
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA
1 PEMERINTAH KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN, DAN PENGGABUNGAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang : a.
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG TANAH ADAT DAN HAK-HAK ADAT DI ATAS TANAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan
Lebih terperinciKEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT YEI/SIT MERAUKE NOMOR 03/KPTS DPAY/09/95
KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT YEI/SIT MERAUKE NOMOR 03/KPTS DPAY/09/95 TENTANG PEMBANGUNAN, HAK MASYARAKAT DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MUSYAWARAH PERSEKUTUAN MASYARAKAT ADAT
Lebih terperinciTATA CARA PEMBAGIAN ATAU PENGKAPLINGAN TANAH DALAM SISTEM PERTANAHAN MENGGUNAKAN HUKUM ADAT DI KASEPUHAN CIPTAGELAR
TATA CARA PEMBAGIAN ATAU PENGKAPLINGAN TANAH DALAM SISTEM PERTANAHAN MENGGUNAKAN HUKUM ADAT DI KASEPUHAN CIPTAGELAR TUGAS AKHIR Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada orang lain disertai kemudahan-kemudahan dan memenuhi segala
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pelayanan Menurut Kotler (2000:42), pelayanan merupakan setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.
1 of 16 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa tanah memilik peran
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.207, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Hak Guna Air. Hak Guna Pakai. Hak Guna Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5578) PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciKEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN ADAT DEPONSERO UTARA DEPAPRE JAYAPURA NOMOR 04/KPTS DPADU/DJ/93
KEPUTUSAN MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN ADAT DEPONSERO UTARA DEPAPRE JAYAPURA NOMOR 04/KPTS DPADU/DJ/93 TENTANG PEMBANGUNAN, HAK MASYARAKAT DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MUSYAWARAH DEWAN PERSEKUTUAN
Lebih terperinciB. BIDANG PEMANFAATAN
5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN
Lebih terperinciBUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA
BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN UMUM Negara Republik Indonesia
Lebih terperinci