BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Kejujuran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan yang lurus

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN. Kejujuran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan yang lurus"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1. Kajian Teoritis Konsep Kejujuran 1. Pengertian Kejujuran Kejujuran dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perbuatan yang lurus hati, tidak berbohong, tidak curang, tulus, dan ikhlas. Sehingga kejujuran diartikan sebagai sifat atau keadaan jujur, ketulusan hati atau kelurusan hati. Dalam arti lain kejujuran adalah nilai kebaikan sebagai sifat positif yang akan diterima semua orang di manapun dan kapan pun berada. Jadi kejujuran adalah kebaikan yang bersifat universal (Pusat Bahasa DEPDIKNAS, 2001:479). Menurut Albert Hendra Wijaya kejujuran adalah mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran, kejujuran tidaklah selalu tepat arti harfiahnya, dalam arti memiliki batasan-batasan dan lebih bersifat kondisional dalam aplikasinya sepanjang tidak keluar dari tujuan dan makna dasar. Individu yang jujur adalah individu yang mampu menghargai apa yang dimiliki. Hati yang jujur menghasilkan tindakan-tindakan yang jujur. Jika kejujuran sudah ada dan melekat pada diri individu maka akan mendatangkan banyak hal yang positif, individu tidak akan berfikir untuk melakukan hal yang curang ( kejora.wordpress.com/2009/02/honesty). Kata jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila berhadapan dengan sesuatu atau fenomena maka seseorang itu akan memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang itu menceritakan informasi tentang

2 gambaran tersebut pada orang lain tanpa ada perubahan (sesuai dengan realitasnya) maka sikap yang seperti itulah yang disebut jujur. Sedangkan menurut istilah jujur berarti berkata yang benar yang bersesuaian antara lisan dan apa yang ada didalam hati. Jujur juga secara bahasa dapat berarti perkataan yang sesuai dengan realita dan hakikat sebenarnya. Kebalikan jujur itulah yang disebut dusta. Atau dapat juga dikatakan jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara informasi dengan fenomena. Dalam agama Islam sikap seperti inilah yang dinamakan Shiddiq. Oleh karena itulah jujur itu bernilai tak terhingga. 2. Manfaat Kejujuran Melalui kesadaran akan kejujuran, individu mendapatkan pemahaman diri dan pengetahuan bahwa mereka bisa mengubah diri. Kesadaran akan kejujuran bermanfaat untuk kehidupan individu diantaranya: a. Individu mampu memahami keadaan dirinya, artinya individu tersebut mau mengakui kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya sendiri serta mau mengakui pula kekurangan dan kelebihan yang ada pada orang lain. b. Individu mampu menempatkan dirinya dalam suatu hal. Individu dapat bekerjasama dengan sesama temannya dalam berbagai hal dan mampu menunjukan sifat yang baik dan terpuji ditengah-tengah lingkungannya, baik di lingkungan sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat. c. Mampu mengambil keputusan yang baik dan bijak sesuai dengan norma dan moral yang berlaku. Dalam mengambil suatu keputusan individu mampu mengambil satu kebijakan yang sifatnya tidak merugikan diri sendiri maupun orang lain sesuai dengan norma dan moral yang ada pada lingkungan masyarakat, bangsa dan negara.

3 d. Mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari untuk mengevaluasi tindakan, baik diri sendiri maupun orang lain. Individu mampu menerapkan sifat dan perilaku jujur dalam berbagai hal sebagai evaluasi diri sendiri dan siap untuk menerima berbagai kritikan yang berasal dari luar. Melalui pemahaman sebenar-benarnya tentang manfaat kejujuran, maka akan bisa membentengi kita dari berbagai sikap yang tidak semestinya. Dengan kita mengetahui manfaat kejujuran, maka akan ada sesuatu rasa yang membuat kita ingin mendapatkannya, sebab jika sudah ada keinginan pastinya kita akan lebih berusaha untuk mendapatkannya. Kita tidak perlu takut dengan kejujuran, karena kejujuran itu itu tidak pernah memberikan suatu petaka, melainkan ada begitu banyak manfaat kejujuran yang akan kita dapatkan nanti. Sebaliknya dengan sikap yang tidak jujur, akan sangat memungkinkan bagi di kemudian hari untuk mendapatkan berbagai malapetaka. 3. Ciri-ciri Perilaku Jujur Individu yang jujur adalah individu yang mampu menghargai apa yang dimiliki. Hati yang jujur menghasilkan tindakan-tindakan yang jujur. Jika kejujuran sudah ada dan melekat pada diri individu maka akan mendatangkan banyak hal yang positif, individu tidak akan berfikir untuk melakukan hal yang curang. ( kejora.wordpress.com/2009/02/15/honesty) Perilaku jujur yang dimiliki seseorang tampak dari perilakunya sehari-hari. Bagi seorang siswa perilaku jujur diri terlihat dari aktivitasnya sehari-hari, baik disekolah maupun dirumah. Beberapa ciri-ciri atau karakteristik anak yang memiliki perilaku jujur sebagaimana dikutip dalam.( praktek.blogspot.com/2011/02/10-ciri-ciri anak yang jujur.html) di antaranya adalah sebagai berikut:

4 a) Tidak bersikap berpura-pura b) Berkata apa adanya c) Tidak berkata bohong d) Tidak menipu diri sendiri maupun orang lain e) Mau mengakui kelebihan dan kekurangan orang lain f) Dapat mengemban kepercayaan atau amanah dari orang lain g) Dapat mengemban kepercayaan diri orang tua dan keluarga h) Tidak membohongi diri sendiri dan orang lain i) Tidak mengambil hak milik orang lain j) Tidak merugikan orang lain Sebaliknya karakteristik atau ciri-ciri individu yang memiliki perilaku tidak jujur adalah sebagai berikut: a) Selalu bersikap pura-pura b) Sering berkata bohong c) Sering menipu orang lain d) Tidak mau mengakui kelebihan dan kekurangan orang lain e) Tidak dapat mengemban amanah atau kepercayaan yang diberikan orang tua, keluarga, maupun dari orang lain f) Sering mengambil hak milik orang lain dan merugikan orang lain. Anak-anak dalam lingkungan sekolah yang keras dalam memberi hukuman, cenderung berbohong untuk menyembunyikan perilakunya dari pada anak-anak yang berada dalam lingkungan sekolah yang tidak menghukum. Kajian yang dipublikasikan dalam Jurnal Child

5 Development ini menunjukan bahwa anak-anak dalam lingkungan yang sering menghukum akan berbohong dengan lebih meyakinkan dari pada yang ada di lingkungan yang tidak menghukum. Berdasarkan uraian tersebut menunjukan bahwa lingkungan hukuman tidak hanya memupuk ketidakjujuran tetapi juga meningkatkan kemampuan anak untuk menyembunyikan kebohongannya. 4. Integrasi Kejujuran dengan Pembelajaran disekolah Kejujuran merupakan salah satu sifat terpuji yang harus dimiliki oleh manusia. Tanpa kejujuran, seseorang akan mengalami disintegrasi moral yang hebat. Perilaku tidak jujur dapat menimbulkan distrust, tidak saja bagi dirinya namun juga bagi lingkungannya. Lebih dari itu, kejujuran juga dapat menumbuh suburkan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme. Sudah saatnya pembelajaran disekolah terintegrasi dengan aspek kejujuran. Banyak sekali kegiatan pembelajaran yang bisa terintegrasi dengan kejujuran, misalnya ketika guru Matematika mengajarkan tentang massa suatu benda, guru dapat menghubungkannya dengan penggunaan timbangan oleh pedagang. Dalam konteks ini kejujuran dapat disisipkan dengan mudah. Timbangan yang jujur adalah timbangan yang dapat menimbang massa suatu benda dengan baik secara tepat dan akurat. Pedagang yang tidak jujur dapat mengakali timbangan dengan memberikan beban tertentu pada wadah timbangan sehingga massa yang ditimbang menjadi tidak akurat, ini keuntungan bagi pedagang, namun dari aspek moral ini mencederai nilai-nilai kejujuran. Upaya guru dalam menyajikan aspek kejujuran dalam konteks ini adalah mengintegrasikan aspek kejujuran dalam kehidupan nyata dilingkungan. Pada pembelajaran sains aspek kejujuran memperoleh tempat terhormat bahkan landasan dari metode ilmiah sebagai pusat dari perkembangan sains menempatkan kejujuran sebagai aspek yang wajib diperhatikan

6 dalam kegiatan keilmuan. Oleh karena itu pembelajaran sains disekolah perlu menempatkan aspek kejujuran dalam kegiatan belajar mengajar dikelas. Guru dapat mengajarkan aspek kejujuran ini kepada siswa misalnya dalam pengambilan data penelitian dilapangan, siswa diajarkan untuk melakukan pencatatan secara obyektif dari sumber primer, kemudian menghindari rekayasa data yang digunakan untuk kepentingan tertentu yang justru mengurangi nilai obyektivitas suatu penelitian ilmiah. Kejujuran tidak saja meningkatkan integritas pribadi seseorang namun juga dapat menjadikan manusia lebih berarti dalam pandangan Allah SWT, ibarat sebuah sisi mata uang yang melekat satu sama lain atau tidak terpisahkan. Guru harus memotivasi siswanya untuk bersikap jujur akan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda. Menyajikan aspek kejujuran sebagai sebuah bentuk keimanan kepada Allah SWT dalam kegiatan belajar mengajar merupakan sebuah bentuk purpose in human institution. Kejujuran seperti es yang mencair, namun kebohongan seperti bom waktu. Perilaku jujur akan menyebabkan segala sesuatu menjadi mudah seperti es yang mencair. Namun kebohongan akan menciptakan bom waktu, semakin lama disimpan daya ledaknya menjadi sangat dahsyat. Pembelajaran disekolah harus dapat menempatkan bahwa perilaku jujur dapat memberikan manfaat bagi dirinya, yaitu meningkatkan kualitas pribadi dan integritas moral pelakunya. Dalam konteks ini pembelajaran kejujuran diupayakan menjadi sebuah solusi dalam memecahkan masalah-masalah kehidupan dimasyarakat dan lingkungan purpose in human life Teknik Bibliokonseling 1. Pengertian Bibliokonseling Konseling merupakan salah satu teknik bantuan atau layanan kepada individu maupun kelompok. Bibliokonseling merupakan salah satu teknik bantuan dengan menggunakan informasi

7 dalam bahan pustaka atau bahan bacaan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Schrank dan Engels, (dalam Nofianti, 2010:5) mengintervensi pemikiran individu bahwa bibliokonseling merupakan suatu kegiatan dengan menggunakan suatu bacaan, sehingga setelah membaca bacaan tersebut, individu dapat mendapatkan informasi baru dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jachma (dalam Rahayu, 2010:3) mengemukakan bahwa bibliokonseling atau biblioterapi adalah dukungan psikoterapi melalui bahan bacaan untuk membantu seseorang yang mengalami permasalahan personal. Bramer dan Shostrom (dalam Susanti, 2010:4) mengemukakan bahwa bibliokonseling merupakan nama lain dari biblioterapi, yaitu merupakan teknik untuk mengubah tingkah laku manusia melalui bahan bacaan sebagai media terapi. Ide pemanfaatan bahan bacaan sebagai media terapi pada zaman itu tidak dapat dilepaskan dari Plato. Menurutnya, orang dewasa sebaiknya menyeleksi cerita dan kisah yang diperdengarkan pada anak-anak mereka sebab hal itu dapat menjadi model cara berfikir dan budi pekerti anak dimasa-masa selanjutnya. Jadi, bibliokonseling dapat dimaknai sebagai upaya penyembuhan lewat buku. Bahan bacaan berfungsi untuk mengalihkan orientasi dan memberikan pandangan-pandangan yang positif sehingga menggugah kesadaran individu untuk bangkit menata hidupnya. Blasius (dalam Asri, 2004) mengemukakan bahwa bibliokonseling merupakan salah satu teknik pendekatan kognitif dengan cara menyajikan informasi yang benar tentang obyek atau subyek, sehingga terbentuk sikap sosial yang lebih obyektif yang dapat memperluas wawasan siswa tentang diri dan lingkungannya. Bibliokonseling adalah bimbingan belajar yang membantu individu secara mandiri untuk memahami diri dan lingkungan, belajar dari lingkungan luar, dan menemukan solusi dari permasalahan (Schrank and Engels, 1981, dalam Lasan). Melalui bibliokonseling, disajikan

8 informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan permasalahan yakni yang berkaitan dengan perilaku jujur. Dengan mengetahui informasi yang ada dalam bacaan, individu dapat membentuk tingkah lakunya secara umum, dan secara khusus dapat membentuk sikap dan perilaku jujur individu. Penggunaan bibliokonseling dianggap efektif dalam mengembangkan kesadaran perilaku jujur karena menurut Bramer dan Shostrom (1982:5) intervensi bibliokonseling dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu intelektual, sosial, perilaku, dan emosional. Pertama pada tingkat intelektual, individu memperoleh pengetahuan tentang perilaku yang dapat memecahkan masalah. Dengan bacaan, individu memperoleh wawasan tentang keanekaragaman manusia dengan berbagai nilai-nilai kehidupan. Melalui bahan bacaan siswa mengidentifikasi diri dengan karakter yang ada dalam cerita yang dibaca. Siswa dapat menganalisis nilai-nilai moral, mengkritisi kejadian tersebut sehingga muncul pemikiran yang kritis dalam menanggapi situasi yang ada dalam cerita, sehingga terjadi proses pembentukan kesadaran diri, meningkatkan konsep diri dan memperbaiki penialain pribadi dan sosial. Hasilnya adalah perilaku, kemampuan untuk menangani dan memahami masalah kehidupan yang penting dan meningkatkan kesadaran akan perilaku jujur. Semua dapat dilakukan dengan bahan bacaan yang sesuai dengan tema. Kedua, ditingkat sosial, individu dapat mengasah kepekaan sosialnya. Individu dapat melampaui bingkai refrensinya melalui imajinasi orang lain. Teknik ini dapat menguatkan polapola sosial, budaya, menyerap nilai kemanusiaan dan saling memiliki. Pada tahap ini siswa dapat merasakan kejadian yang terjadi dalam situasi tertentu misalnya akibat berbohong, mereka yang ketahuan berbohong akan mendapatkan hukuman, akan merasa tidak tenang, merasa dikucilkan.

9 Sehingga hal tersebut mendorong keyakinan moral siswa yang berpusat pada kemauan untuk melakukan kejujuran. Ketiga, tingkat perilaku individu akan mendapatkan kepercayaan diri untuk mrmbicarakan masalah-masalah yang sulit didiskusikan akibat perasaan takut, malu dan bersalah. Lewat membaca, individu didorong untuk membaca tanpa ada perasaan malu akibat rahasianya measa terbongkar. Pada tahap ini siswa diajak untuk merefleksikan isi bacaan, baik refleksi isi maupun refleksi diri. Refleksi meliputi pemahaman tentang tokoh, baik tokoh yang berkarakter positif maupun negative, nilai-nilai moral yang dapat dipelajari. Sehingga dengan membaca, dapat meningkatkan kesadaran untuk bersikap jujur. Keempat, pada tingkat emosional, individu dapat terbawa perasaanya dan mengembangkan kesadaran menyangkut wawasan emosional. Melalui tahap ini, siswa menjadi terlibat secara emosional dalam cerita pendek yang dibaca. Pada proses ini, siswa dapat mengeluarkan emosi-emosi yang selama ini dipendam dan dapat meringankan beban pikiran. Dari berbagai uraian diatas menunjukan bahwa bibliokonseling dapat dimaknai sebagai upaya penyembuhan lewat bahan bacaan atau buku. Bahan bacaan berfungsi untuk mengalihkan orientasi dan memberikan pandangan-pandangan positif, sehingga menggugah kesadaran individu untuk bangkit menata hidupnya. Informasi dan pengetahuan yang diperoleh individu dari kegiatan membaca menjadi masukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi, serta mendorongnya untuk berperilaku lebih positif. 2. Tujuan dan Kegunaan Bibliokonseling Tujuan bibliokonseling pada dasarnya sama dengan tujuan bimbingan yaitu membantu para anggota agar dapat membantu dirinya sendiri. Melalui bibliokonseling disajikan informasi

10 yang dibutuhkan atau sesuai dengan nilai karakter yang ingin mereka bangun. Dengan mengetahui informasi yang ada dalam bahan bacaan, mereka dapat membentuk tingkah lakunya secara umum, dan secara khusus membentuk sikap, persepsi, mengubah prasangka sosial dan perubahan lainnya. Tujuan semacam ini sebenarnya sudah tersirat dalam definisi bibliokonseling. Selain itu tujuan dari bibliokonseling, yaitu mendampingi seseorang yang tengah mengalami emosional yang berkecamuk karena permasalahan yang dihadapi dengan menyediakan bahanbahan bacaan dengan topik yang tepat dan mengandung nilai-nilai karakter yang ingin dibangun pada diri individu yang bersangkutan. Bibliokonseling juga dapat dijadikan sebagai stimulasi pikiran yang memungkinkan para anggota dapat menyilangkan gagasan-gagasan sehingga kesadarannya menjadi meningkat. Penerapan teknik bibliokonseling seperti halnya teknik konseling pada umumnya memiliki tujuan-tujuan tertentu. Rahayu (2010:4) mengemukakan bahwa tujuan bibliokonseling pada dasarnya sama dengan tujuan bimbingan, yaitu membantu konseling agar dapat membantu dirinya sendiri yang disajikan dalam bentuk informasi yang dibutuhkan atau sesuai dengan karakter atau perilaku yang ingin dibangun, dengan harapan, lewat bacaan seseorang atau siswa bisa mengenali dirinya sendiri. Selain memiliki tujuan, teknik bibliokonseling memiliki manfaat-manfaat atau fungsi. Dalam kaitan dengan ini Susanti (2010:4) mengemukakan bahwa bibliokonseling digunakan untuk menstimulasi pikiran yang memungkinkan individu dapat menyilangkan gagasan-gagasan, sehingga kesadarannya meningkat. Kegunaan bibliokonseling menurut Brammer dan Shortrom (dalam Rahayu, 2010:4) adalah:

11 a. Penghematan waktu. Siswa dapat segera merefleksi diri setelah diberikan bahan bacaan, apalagi media yang digunakan adalah cerpen yang membuat siswa lebih cepat menyerap informasi yang ada didalamnya. b. Para anggota lebih mengenal dan memahami hal-hal yang berkenaan dengan istilah testing, kesehatan mental, pertahanan diri dan emosi-emosi pada umumnya. Hal ini membantu siswa untuk lebih memahami dan mengutarakan atau mengekspresikan perasaannya. c. Bibliokonseling menjadi stimulator berpikir. Dari kegunaan ini siswa dapat menghubungkan informasi yang diterima dengan gagasan yang dimilikinya sehingga kesadarannya menjadi meningkat. d. Konselor dapat memberikan dukungan. Dalam hal ini siswalah yang aktif untuk memecahkan masalahnya setelah siswa benar-benar mengetahui permasalahannya. Konselor hanya mendukung dan memberi bantuan dalam hal pemilihan bahan bacaan yang sesuai dengan masalah siswa. Dalam biliokonseling seseorang dapat memperluas pandangannya tentang perbedaan kondisi manusia. Dengan membaca mereka dapat memperoleh wawasan tentang keanekaragaman nilai-nilai yang dianggap berharga bagi manusia. Bibliokonseling memiliki kelebihan dibandingkan dengan kontak langsung dengan konseling. Oleh sebab itu, bibliliokonseling dapat menjamin kebebasan pribadi dan melindungi rahasia konseling karena biasanya mereka takut, cemas, membuka hal-hal pribadi seperti cinta, takut, benci, kebiasaan buruk, dan sebagainya. Kelebihan lain adalah buku atau bacaan yang sudah disiapkan sewaktuwaktu siap pakai dan dapat direvisi lagi jika perlu.

12 Dengan demikian jelaslah bahwa tehnik ini dapat dimanfaatkan untuk membantu siswa mengubah konsep diri, memodifikasi sikap soaial, perilaku, selain dapat digunakan oleh guru dalam mengatasi siswa yang mengalami masalah-masalah tertentu melalui bahan bacaan yang berisi pemecahan atau suatu masalah, termasuk permasalahan yang menyangkut perilaku jujur siswa Penerapan Teknik Bibliokonseling untuk Menumbuhkan Perilaku Jujur Tugas seorang guru khususnya guru BK tidaklah berbeda dengan tugas seorang konselor yakni menyelenggarakan layanan kemanusiaan dengan tujuan memandirikan individu, termasuk memberikan layanan guna mengubah perilaku siswa. Sedangkan guru BK sebagai pengelola layanan bimbingan dan konseling selalu digerakkan oleh motif altruistik dan selalu mencermati kemungkinan dampak dari perilaku-perilaku yang dimiliki siswa menjadi anak didiknya. Dalam upaya memberikan layanan kepada siswa yang kurang jujur, guru BK harus mampu memilih teknik yang relevan dengan permasalahan tersebut, dalam hal ini dipilih tehnik bibliokonseling. Penerapan teknik ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a. Pertama, awali dengan motivasi. Peneliti/konselor dapat memberikan kegiatan pendahuluan, seperti permainan atau bermain peran, yang dapat memotivasi konseli untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan treatment. b. Kedua, memberikan waktu yang cukup untuk membaca bahan-bahan bacaan yang telah disiapkan hingga selesai. Sebelumnya peneliti/konselor sudah memahami benar bahanbahan bacaan yang disediakan. c. Ketiga, lakukan inkubasi. Peneliti/konselor memberikan waktu pada konseli untuk merenungkan dan merefleksi materi yang baru saja mereka baca.

13 d. Keempat, tindak lanjut. Sebaiknya tindak lanjut dilakukan dengan metode diskusi. Melalui diskusi konseli mendapatkan ruang untuk saling bertukar pandangan, sehingga memunculkan gagasan baru. Kemudian peneliti/konselor membantu konseli untuk merealisasikan pengetahuan itu dalam hidupnya. e. Kelima, evaluasi. Sebaiknya evaluasi dilakukan oleh konseli. Hal ini dilakukan untuk memancing konseli memperoleh kesimpulan yang tuntas dan memahami arti pengalaman yang dialami. Dengan langkah-langkah teknik bibliokonseling seperti yang telah diuraikan tersebut diharapkan perilaku jujur siswa akan tumbuh dan meningkat, sehingga pada akhirnya siswa yang jujur akan meningkat jumlahnya. 2.2 Hipotesis Tindakan Rumusan hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut, Jika digunakan teknik bibliokonseling, maka perilaku jujur siswa kelas VI SDN 2 Luwoo Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo akan meningkat. 2.3 Indikator Kinerja Telah dijelaskan dalam observasi awal bahwa terdapat 6 dari 20 orang atau 30% siswa kelas VI SDN 2 Luwoo Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo yang kurang jujur. Hal ini berarti terdapat 14 atau 70 % siswa yang telah memiliki perilaku jujur. Mengacu pada data awal tersebut, maka penelitian tindakan ini dinyatakan berhasil mencapai tujuan, yakni apabila jumlah siswa yang telah memiliki perilaku jujur meningkat dan mencapai jumlah minimal 18 orang atau 90% dari seluruh siswa dengan kategori nilai sangat baik (SB) atau baik (B).

14

EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN

EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN Dahlia Novarianing Asri* Tyas Martika Anggriana* Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Minat membaca perlu dipupuk dengan menyediakan buku-buku yang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Minat membaca perlu dipupuk dengan menyediakan buku-buku yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini minat membaca masih menjadi hal yang belum terselesaikan bagi bangsa kita. Minat membaca perlu dipupuk dengan menyediakan buku-buku yang menarik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencocokan antara Informasi dengan fenomena atau realitas. Sikap merupakan

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencocokan antara Informasi dengan fenomena atau realitas. Sikap merupakan 1 BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1. Pengertian Sikap Jujur Sikap jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau mencocokan antara Informasi dengan fenomena atau realitas. Sikap merupakan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Dalam konteks yang bersamaan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis. Dalam konteks yang bersamaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TEKNIK BIBLIOTERAPI DALAM MENANGANI FRUSTRASI SEORANG PEMUDA PUTUS CINTA DI DESA BADANG NGORO JOMBANG A. Analisis Proses Pelaksanaan Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali nilai-nilai dalam kehidupan yang harus dijalankan sesuai dengan tata caranya masing-masing. Jika nilai-nilai itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perihal karakter dan implementasi kurikulum, membuat para pemerhati pendidikan berpikir serta berupaya memberikan konstribusi yang diharapkan dapat bermakna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit adalah disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit adalah disiplin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit adalah disiplin ilmu yang terdiri dari ilmu fisik dan ilmu biologi. Ilmu pengetahuan alam berupaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan siswa serta merupakan penunjang keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

BAB II KAJIAN TEORETIK. a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Komunikasi Matematis a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis Agus (2003) komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS BIBLIOTERAPI: SEBUAH UPAYA PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH*

LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS BIBLIOTERAPI: SEBUAH UPAYA PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH* LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BERBASIS BIBLIOTERAPI: SEBUAH UPAYA PENGEMBANGAN PERPUSTAKAAN SEKOLAH* Redita Yuliawati** Pendahuluan Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah dimaksudkan terutama untuk

Lebih terperinci

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI KEMAMPUAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN PENGALAMAN SISWA DI SMP NEGERI 17 KOTA JAMBI Pada hakikatnya belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik, dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kebutuhan setiap orang yang kegiatannya dapat terjadi di mana-mana baik dilingkungan keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P

ANALISIS TUJUAN MATA PELAJARAN Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam. Ranah Kompetensi K A P Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam 1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang

Lebih terperinci

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta

SIMPOSIUM GURU. Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons NIP Guru Bimbingan Konseling SMK Negeri 5 Surakarta SIMPOSIUM GURU JUDUL : Upaya Meningkatkan Kesehatan Mental Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Siswa Kelas X TS A SMK Negeri 5 Surakarta Tahun Pelajaran 2013/2014 Oleh ASEP INDRAYANA, S.Pd., M.Pd.,M.Pd.,Kons

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Guru sebagai agen pembelajaran merasa terpanggil untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dengan berbagai upaya. Salah satu upaya tersebut adalah mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing.

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Anak dilahirkan dengan potensi dan kecerdasannya masing-masing. Untuk mengoptimalkan potensi

Lebih terperinci

A. Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Pembelajaran. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan

A. Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Pembelajaran. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus) terhadap individu dan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Pembelajaran Belajar pada hakikatnya adalah suatu interaksi antara individu dan lingkungan. Lingkungan menyediakan rangsangan (stimulus)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu gambaran untuk kemampuan yang ada pada diri seseorang. Kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu berbeda-beda, dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dan disesuaikan dengan materi yang diajarkan dalam pembelajaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemampuan mengidentifikasi unsur cerita seperti tokoh, tema, latar dan amanat dari cerita anak yang dibaca merupakan kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Berbahasa merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau gagasan dari pembicara kepada pendengar. Si pembicara berkedudukan sebagai komunikator, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bahasa Indonesia secara umum mempunyai fungsi sebagai alat komunikasi sosial. Pada dasarnya bahasa erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Manusia sebagai anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peranan penting untuk menentukan perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa dan negara. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi. Oleh karena itu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi. Oleh karena itu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada dasarnya belajar bahasa Indonesia adalah belajar bagaimana berkomunikasi. Oleh karena itu dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa diarahkan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL. Oleh : ENGRIPIN Dosen FKIP Universitas Palangka Raya

PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL. Oleh : ENGRIPIN Dosen FKIP Universitas Palangka Raya PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS SISWA KELAS III SDN BERENG BENGKEL Oleh : ENGRIPIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan

BAB I PENDAHULUAN. dipahami anak. Sastra anak secara emosional psikologis dapat ditanggapi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra anak adalah karya sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual dan emosional anak. Bahasa yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan di Indonesia sedang gencar-gencarnya dibenahi. Salah satunya yaitu pembaharuan sistem kurikulum guna meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud,

BAB I PENDAHULUAN. secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar dengan tujuan untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan, dan pendapat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang

II. KERANGKA TEORITIS. Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang II. KERANGKA TEORITIS A. Tinjauan Pustaka 1. Model Problem Based Learning (PBL) Belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Belajar merupakan hal yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta

Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta Prosiding Seminar Nasional Dalam Rangka Dies Natalis Universitas Tunas Pembangunan Surakarta PERAN KONSELOR SEKOLAH DALAM KETRAMPILAN EMPATI SEBAGAI USAHA PENGUATAN KARAKTER SISWA Eny Kusumawati Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0486/UI/1992 tentang Taman Kanak- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak usia dini merupakan kelompok potensial dalam masyarakat yang perlu mendapat perhatian dan proritas khusus, baik para orang tua dan lembaga pendidikan. Keputusan

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama

Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama Upaya Meningkatkan Karakter Siswa Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Sosiodrama Rumlah (09220274) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Latar belakang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.1 Model Pembelajaran Role Playing (model bermain peran) a Pengertian Role playing atau bermain peran menurut Zaini, dkk (2008:98) adalah suatu aktivitas pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sikap pasif siswa sering ditunjukan dalam sebuah proses belajar, hal ini terlihat dari perilaku siswa dalam sebuah proses belajar yang cenderung hanya berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa memungkinkan manusia untuk berkomunikasi, berhubungan, berbagi pengalaman, belajar dari yang lain, dan meningkatkan pengetahuan intelektual. Mata pelajaran Bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40 Bandung, terdapat beberapa permasalahan dalam proses pembelajaran diantaranya kurangnya berpikir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati

NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati NILAI-NILAI SIKAP TOLERAN YANG TERKANDUNG DALAM BUKU TEMATIK KELAS 1 SD Eka Wahyu Hidayati I Proses pendidikan ada sebuah tujuan yang mulia, yaitu penanaman nilai yang dilakukan oleh pendidik terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu tujuan kurikulum (Rahmat, 2011:51). Tujuan Kurikulum 2013 adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. yaitu tujuan kurikulum (Rahmat, 2011:51). Tujuan Kurikulum 2013 adalah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tujuan kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Erni Nurfauziah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah penentu kehidupan pada masa mendatang. Seperti yang diungkapkan Dr.Gutama (2004) dalam modul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi negara Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Sebagai bahasa negara, BI dapat dimaknai sebagai bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Pendidikan BAB I PENDAHULUAN Pembahasan dalam bab I ini akan mengkaji tentang latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan batasan istilah. Penjelasan dari keenam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pandangan bahwa manusia dibentuk oleh dunia ide dan cita-cita, bukan oleh situasi sosial yang nyata begitu pula dengan pendidikan yang masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari sudut pandang: (i) hakikat menulis, (ii) fungsi, tujuan, dan manfaat menulis, (iii) jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang digunakan manusia untuk memecahkan persoalan sehari-hari dan persoalan ilmu lainnya. Para ahli yang mendefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan

Lebih terperinci

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan

Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus. dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu hasil kebudayaan yang harus dipelajari dan diajarkan. Pengajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Realistic Mathematics Education (RME) 1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME) Secara harfiah realistic mathematics education diterjemahkan sebagai pendidikan matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peningkatan Aktivitas Siswa Keberhasilan siswa dalam belajar bergantung pada aktivitas yang dilakukannya selama proses pembelajaran, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat,

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA Ertik Indrawati, Setyorini dan Sumardjono Padmomartono Program Studi S1

Lebih terperinci

ETIK UMB KARAKTER SUKSES. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc. Ekonomi. Manajamen. Modul ke: Fakultas. Program Studi.

ETIK UMB KARAKTER SUKSES. Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc. Ekonomi. Manajamen. Modul ke: Fakultas. Program Studi. ETIK UMB Modul ke: 08 KARAKTER SUKSES Fakultas Ekonomi Program Studi Manajamen www.mercubuana.ac.id Nabil Ahmad Fauzi, M.Soc.Sc PENGANTAR Karakter temperamen, tabiat, watak atau akhlak yang memberinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan manusia berjalan seiring dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi. Proses manusia menuju kedewasaannya, dipengaruhi oleh pola dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widi Rahmawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widi Rahmawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari di semua jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Media Audio-Visual Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang seacara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab, media adalah perantara atau pengantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu eksak yang menjadi dasar perkembangan segala bidang, serta mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dalam tatanan kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain

BAB I PENDAHULUAN. didik (siswa), materi, sumber belajar, media pembelajaran, metode dan lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang melibatkan berbagai komponen antara lain komponen pendidik (guru), peserta didik (siswa), materi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eka Kartikawati,2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia antara lain diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat penting dalam mewujudkan suatu negara yang maju, maka dari itu orang-orang yang ada di dalamnya baik pemerintah itu sendiri atau masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dibidang pendidikan. dalam satu program kegiatan belajar dalam rangka kegiatan belajar dalam

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pembangunan dibidang pendidikan. dalam satu program kegiatan belajar dalam rangka kegiatan belajar dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia adalah menuju pembangunan manusia seutuhnya yang meliputi dari berbagai faktor kehidupan termasuk pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Dasar, fungsi, dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat bagi manusia. Pendidikan sangat penting, sebab dengan proses pendidikan manusia dapat mengembangkan semua potensi

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

2015 PENGARUH LATIHAN ANGKLUNG TERHADAP PENGETAHUAN TANGGA NADA DIATONIS ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI KOTA BANDUNG

2015 PENGARUH LATIHAN ANGKLUNG TERHADAP PENGETAHUAN TANGGA NADA DIATONIS ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SPLB-C YPLB CIPAGANTI KOTA BANDUNG A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN Pengertian Musik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), merupakan ilmu atau seni menyusun nada atau suara untuk menghasilkan komposisi yang mempunyai kesatuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Usulan Penelitian B. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Judul Usulan Penelitian B. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Judul Usulan Penelitian Penggunaan Gambar Ilustrasi sebagai Media untuk Melatih Sosialisasi Siswa pada Pembelajaran IPS Kelas 1 Sekolah Dasar (Penelitian Dilakukan di SD 1 Purwosari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena

BAB I PENDAHULUAN. tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lain. Bahasa mempunyai fungsi intelektual,

Lebih terperinci

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA

MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA MODUL PEDOMAN DAN MATERI KONSELING INDIVIDUAL PENANGGULANGAN NAFZA BAGI FASILITATOR DENGAN SASARAN ORANG TUA DAN REMAJA DISUSUN OLEH YUSI RIKSA YUSTIANA BADAN PENANGGULANGAN NAFZA, KENAKALAN REMAJA, ROSTITUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang cukup kompleks dalam kehidupan kita. Pendidikan merupakan salah satu fasilitas kita sebagai manusia dan pendidik untuk merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu cenderung mengharapkan dirinya berkembang dan menjadi lebih baik. Perkembangan potensi seseorang tidak terwujud begitu saja apabila tidak diupayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang

BAB I PENDAHULUAN. membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima belas tahun sampai dengan dua puluh dua tahun. Pada masa tersebut, remaja akan mengalami beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan,

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan aspek utama dalam pembentukan moral suatu bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan, kecakapan, ketelitian, keuletan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. siswa sesuai dengan tujuan. Tujuan pembelajaran menurut Undang-Undang Sistem BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses yang kompleks (rumit), namun dengan maksud yang sama yaitu, memberi pengalaman belajar pada siswa sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia merupakan salah satu alat komunikasi dan alat pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan hasil kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini penelitian yang dilakukan dilingkungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan pembelajaran ialah menentukan model atau metode mengajar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kajian tentang pendidikan adalah sebuah kajian yang tidak pernah selesai untuk dibahas. Sebuah perubahan apapun bentuknya, senantiasa akan mengacu pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Belajar Aktivitas belajar siswa merupakan kegiatan atau perilaku yang terjadi selama proses belajar mengajar. Kegiatan kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan dalam upaya mendukung terciptanya manusia yang cerdas dan mampu bersaing diera globalisasi. Pendidikan mempunyai

Lebih terperinci

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI JENJANG PENDIDIKAN DASAR MATA PELAJARAN SAINS. 4 Pilar Pendidikan UNESCO

KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI JENJANG PENDIDIKAN DASAR MATA PELAJARAN SAINS. 4 Pilar Pendidikan UNESCO KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI JENJANG PENDIDIKAN DASAR MATA PELAJARAN SAINS Oleh : Drs.Saeful Karim,M.Si Disampaikan pada Acara Pengabdian Pada Masyarakat untuk Guru-Guru IPA SD Se-Kecamatan Lembang Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-6 Tahun merupakan usia yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kecerdasan seorang anak.anak pada usia dini berada pada proses perkembangan yang sangat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar Matematika Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan diselenggarakan dalam rangka mengembangkan pengetahuan, potensi, akal dan perkembangan diri manuisa, baik itu melalui jalur pendidikan formal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran penting dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun

BAB I PENDAHULUAN. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekitar tahun 1950-an, pengaruh terbesar dalam hidup remaja adalah rumah. Berikutnya adalah sekolah, gereja, teman sebaya, dan televisi. Suatu survei di tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Mata Pelajaran IPA Menurut Piaget dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 14-15), pembelajaran terdiri dari empat langkah yaitu : 1. Menentukan topik yang dapat dipelajari oleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bertujuan agar peserta didik memiliki keterampilan (1) berkomunikasi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. bertujuan agar peserta didik memiliki keterampilan (1) berkomunikasi secara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia pendidikan, bahasa Indonesia sangat diperlukan untuk membimbing siswa dalam mengenal bahasa yang baik sesuai dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses

BAB I PENDAHULUAN. partisipasi dalam proses pembelajaran. Dengan berpartisipasi dalam proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak terlepas dari peran guru dalam mengelola proses pembelajaran di kelas. Namun secara khusus keberhasilan dalam belajar

Lebih terperinci