PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS LAMBUNG DAN USUS TIKUS SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Diajukan oleh: E. Raras Pramudita Raharjaningtyas NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 i

2 Persetujuan Pembimbing PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS LAMBUNG DAN USUS TIKUS Skripsi yang diajukan oleh : E. Raras Pramudita Raharjaningtyas NIM : telah disetujui oleh: Pembimbing Utama Phebe Hendra Msi, PhD. Apt tanggal ii

3 Pengesahan Skripsi Berjudul PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS LAMBUNG DAN USUS TIKUS Oleh: E. Raras Pramudita Raharjaningtyas NIM: Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Pada tanggal: Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan Pembimbing Utama: Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt Phebe Hendra Msi, PhD. Apt. Panitia Penguji: 1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.. 2. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.. 3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. iii

4 Kupersembahkan karya ini untuk: Tuhan Yesus Kristus Papa Gatot, Mama Anik, Adik Lukas Johanes Putra Wicaksono Pembimbing yang selalu mendampingi, Ibu Phebe Hendra Sahabat dan teman seperjuangan Almamaterku Universitas Sanata Dharma iv

5 LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : E. Raras Pramudita Raharjaningtyas Nomor mahasiswa : Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul: PENGARUH PEMBERIAN INFUSA DAUN SIRSAK (Annona muricata L.) SECARA SUBKRONIS TERHADAP GAMBARAN HISTOLOGIS LAMBUNG DAN USUS TIKUS Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada), dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 30 Mei 2013 Yang menyatakan (E. Raras Pramudita Raharjaningtyas) v

6 PERNYATAAN KEASLIAN KARYA Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarism dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku. Yogyakarta, 30 Mei 2013 Penulis E. Raras Pramudita Raharjaningtyas vi

7 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat- Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya tulis Pengaruh pemberian infusa daun sirsak (Annona muricata L.) secara subkronis terhadap gambaran histologis lambung dan usus tikus. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan semangat dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. 2. Ibu Phebe Hendra Msi, PhD. Apt selaku Dosen Pembimbing yang selalu mendampingi dan mengarahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. 3. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji yang selalu memberikan perhatian, arahan, bimbingan dan masukan yang sangat berguna 4. Bapak Ipang Djunarko, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji yang selalu membimbing dan memberikan masukan yang berguna. 5. Segenap dosen Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu kepada penulis. 6. Teman-teman kelompok penelitian, Christiana Lambang Kristanti, Meitha Eryanti, Sr. Imelda Korbafo, Veronika Dita Ayuningtyas, Niken Ambar Sayekti, dan Apriliawati Galuh Ajeng, yang saling membantu dan memberi semangat hingga selesainya penulisan skripsi ini. vii

8 7. Kepala dan Staff Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi serta Staff Laboratorium Imono Universitas Sanata Dharma, drh. Ari, Mas Heru, Mas Tedjo, Mas Kayat, Mas Wagiran, Mas Parjiman, Mas Andri, dan Mas Ratijo, yang selalu membantu peneliti dengan sabar. 8. Kepala dan Staff Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Ibu Sitarina, Bapak Bambang, Ibu Asih, Bapak Yon, Bapak Ulik, dan Bapak Dwi, yang telah membantu dalam pembuatan serta diagnosis preparat histologis. 9. Sahabatku Melantina Maria, Lucia Nino Widiasmoro Dewati, Felicita Noviani Tyas Utami, Felicita Devi, dan Ignatia Bintang, yang selalu mendengarkan keluh kesah dan memberikan semangat. 10. Teman-teman angkatan 2009, khususnya kelas FSM A dan FKK A atas segala kebersamaan selama masa perkuliahan. 11. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu per satu dalam memberikan bantuan, baik bantuan secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Penulis viii

9 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii PENGESAHAN SKRIPSI BERJUDUL... iii PERSEMBAHAN... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi PRAKATA... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xviii INTISARI... xx ABSTRACT... xxi BAB I. PENGANTAR... 1 A. Latar Belakang Permasalahan Keaslian penelitian Manfaat penelitian... 4 ix

10 a. Manfaat teoritis... 4 b. Manfaat praktis... 4 B. Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan khusus... 4 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6 A. Daun Sirsak Sistematika tanaman Morfologi Kandungan kimia Khasiat dan kegunaan Infusa daun sirsak... 7 B. Organ Pencernaan Lambung Usus halus Usus besar C. Patofisiologi Penyakit Patofisiologi penyakit lambung Patofisiologi penyakit usus halus dan usus besar D. Toksikologi x

11 1. Definisi Mekanisme, wujud, dan sifat efek toksik Uji toksisitas subkronis E. Keterangan Empiris BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Variabel Penelitian C. Definisi Operasional D. Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian Alat penelitian E. Tata Cara Penelitian Determinasi pohon sirsak Pengumpulan bahan Pembuatan serbuk daun sirsak Penetapan kadar air dalam daun sirsak Pembuatan infusa daun sirsak Penetapan dosis infusa daun sirsak Persiapan kandang Persiapan hewan uji xi

12 9. Pengelompokan hewan uji Prosedur pelaksanaan Pengamatan Pembuatan preparat histologis Pemeriksaan histologis lambung dan usus F. Analisis Hasil BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman B. Pembuatan Simplisia Daun Sirsak C. Penetapan Kadar Air dalam Daun Sirsak D. Pemeriksaan Histologis Organ Lambung dan Usus Tikus Putih Jantan dan Betina Akibat Pemberian Infusa Daun Sirsak secara Subkronis Pemeriksaan histologis organ lambung tikus putih jantan dan betina Pemeriksaan histologis organ usus tikus putih jantan dan betina E. Uji Keterbalikan F. Berat Badan Tikus Putih Jantan dan Betina Akibat Perlakuan Infusa Daun Sirsak secara Subkronis G. Asupan Pakan dan Minum Tikus Putih Jantan dan Betina Akibat Perlakuan Infusa Daun Sirsak secara Subkronis BAB V xii

13 A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel I. Hasil pemeriksaan histologis lambung tikus putih jantan kelompok perlakuan infusa daun sirsak dan kelompok kontrol negatif selama 30 hari dan 45 hari Tabel II. Hasil pemeriksaan histologis lambung tikus putih betina kelompok perlakuan infusa daun sirsak dan kelompok kontrol negatif selama 30 hari dan 45 hari Tabel III. Hasil pemeriksaan histologis usus tikus putih jantan kelompok perlakuan infusa daun sirsak dan kelompok kontrol negatif selama 30 hari dan 45 hari Tabel IV. Hasil pemeriksaan histologis usus tikus putih betina kelompok perlakuan infusa daun sirsak dan kelompok kontrol negatif selama 30 hari dan 45 hari Tabel V. Hasil analisis berat badan tikus jantan akibat perlakuan infusa daun sirsak secara subkronis Tabel VI. Hasil analisis berat badan tikus betina akibat perlakuan infusa daun sirsak secara subkronis xiv

15 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Histologi saluran pencernaan Gambar 2. Penyusun dinding lambung Gambar 3. Bagian-bagian usus halus Gambar 4. Penyusun dinding usus halus Gambar 5. Histologi dinding usus halus yang menunjukkan mukosa dengan karakterisasi vili dan muskularis mukosa Gambar 6. Penyusun dinding usus besar Gambar 7. Histologis organ lambung tikus jantan kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 100X Gambar 8. Histologis organ lambung tikus jantan kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 400X Gambar 9. Histologis organ lambung tikus betina kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 100X Gambar 10.Histologis organ lambung tikus betina kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 400X xv

16 Gambar 11. Histologis organ usus tikus jantan kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 100X Gambar 12. Histologis organ usus tikus jantan kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 400X Gambar 13. Histologis organ usus tikus betina kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 100X Gambar 14. Histologis organ usus tikus jantan kelompok perlakuan infusa daun sirsak dosis mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 100X Gambar 15. Histologis organ usus tikus jantan kelompok perlakuan infusa daun sirsak dosis 301 mg/kg BB dengan infeksi cacing, pewarnaan menggunakan hematosiklin-eosin, perbesaran 400X Gambar 16. Histologis organ usus tikus betina kelompok perlakuan infusa daun sirsak dosis 503 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 100X Gambar 17. Histologis organ lambung tikus jantan kelompok perlakuan infusa daun sirsak dosis 108 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklineosin, perbesaran 100X xvi

17 Gambar 18. Histologis organ lambung tikus betina kelompok perlakuan infusa daun sirsak dosis 503 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklineosin, perbesaran 100X Gambar 19. Histologis organ usus tikus betina kelompok kontrol aquadest dosis 8333 mg/kg BB dengan pewarnaan hematosiklin-eosin, perbesaran 400X xvii

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Tanaman Sirsak dan Daun Sirsak (Annona muricata L.) Lampiran 2. Determinasi Daun Sirsak (Annona muricata L.) Lampiran 3. Pengesahan Determinasi Daun Sirsak (Annona muricata L.) Lampiran 4. Ethics Committee Approval Lampiran 5. Alat untuk Destilasi Toluen Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Lampiran 7. Perhitungan Bobot Tetap Lampiran 8. Perhitungan Kadar Air Daun Sirsak Lampiran 9. Infusa Daun Sirsak Lampiran 10. Perhitungan Dosis Infusa Daun Sirsak pada Kelompok Perlakuan 87 Lampiran 11. Konversi Dosis Tikus ke Manusia Lampiran 12. Data Rata-Rata Berat Badan Tikus Jantan Hari ke-0 sampai ke Lampiran 13. Data Rata-Rata Berat Badan Tikus Betina Hari ke-0 sampai ke-2889 Lampiran 14. Hasil uji General Linear Model (multivariate) Berat Badan Tikus Jantan Hari ke-0 sampai ke Lampiran 15. Hasil uji General Linear Model (multivariate) Berat Badan Tikus Betina Hari ke-0 sampai ke Lampiran 16. Data Asupan Pangan Tikus Jantan Lampiran 17. Data Asupan Pangan Tikus Betina Lampiran 18. Data Asupan Minum Tikus Jantan Lampiran 19. Data Asupan Minum Tikus Betina xviii

19 Lampiran 20. Gambar Histologis Lambung Tikus Lampiran 21. Gambar Histologis Usus Tikus Lampiran 22. Hasil Diagnosa Uji Toksisitas Subkronis Infusa Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap Perubahan Struktur Histologis Lambung dan Usus Tikus xix

20 INTISARI Penelitian ini mengenai pengaruh perlakuan infusa daun sirsak (Annona muricata L.) secara subkronis terhadap gambaran histologis lambung dan usus tikus. Tujuannya untuk mengungkap spektrum efek toksik infusa daun sirsak terhadap perubahan wujud struktural organ lambung dan usus tikus, kekerabatan dosis dengan efek toksik yang ditimbulkan dan sifat efek toksik. Penelitian menggunakan metode eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Lima puluh ekor tikus putih jantan dan betina galur Sprague-Dawley dibagi secara acak dalam 5 kelompok perlakuan. Kelompok I merupakan kelompok kontrol aquadest dosis 8,333 mg/kgbb, kelompok II-V adalah kelompok perlakuan infusa daun sirsak dosis 108; 180; 301; 503 mg/kg BB tikus dengan pemberian sehari 1 kali selama 30 hari. Pada hari ke-31, 5 tikus dari tiap kelompok diambil secara acak, dikorbankan untuk diambil lambung dan ususnya, lalu dibuat preparat histologis dan anggota kelompok yang masih hidup diuji keterbalikan. Pemeriksaan histologis menunjukkan perlakuan infusa daun sirsak pada semua peringkat dosis tidak menimbulkan efek toksik pada perubahan struktural organ lambung dan usus tikus, serta tidak mempengaruhi absorpsi pakan dan minum. Tidak ada kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan spektrum efek toksik dan tidak dapat ditentukan keterbalikannya pada histologis lambung dan usus tikus karena tidak terjadi efek toksik pada perlakuan infusa daun sirsak. Kata kunci: daun sirsak, toksisitas, subkronis, lambung, usus xx

21 ABSTRACT This research is about treatment effect of soursop (Annona muricata L.) leaves infusa in subchronic against rat s stomach and intestine histology. It aims to know the toxic effect spectrum soursop leaves infusa on rat s stomach and intestine histology, the relation between dose and toxic effect which occured, and to evaluate the reversibility of toxic effect. The research conducted pure experimental with completely randomized one direction design. Fifty Sparaque-Dawley rat were devided randomly into five groups. Group I as aquadest control dose 8,333 mg/kgbb, group II-V were given infusa of soursop leaves doses 108; 180; 301; 503 mg/kgbb once a day for thirty days, on the 31 st, five rats from each group were taken randomly, its stomach and intestine were taken to be histological preparations. The other members of the group tested reversibility. Histological examination showed treatment infusa soursop leaves at all ranks doses do not cause toxic effects on structural changes of gastric and intestinal organs of rats, and do not affect the absorption of food and drink. There is no relationship between dose infusa soursop leaves with spectrum and toxic effects. It cannot be determined reversibility on gastric and intestinal histologic rats because toxic effects did not occur at the treatment infusa soursop leaves. Key Words: soursop leaves, toxicities, subchronic, stomach, intestine xxi

22 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan penyakit telah menjadi budaya di masyarakat Indonesia. Beberapa tanaman obat telah terbukti secara empiris dengan perjalanan waktu yang lama untuk mengobati berbagai macam penyakit. Daun sirsak di masyarakat digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit yaitu anti diare, rematologikal, anti neuralgik, antispasmodik, astringen, diabetes, hepatoprotektif terhadap karbontetraklorida dan asetaminofen, serta sebagai antikanker (Arthur, Woode, Terlabi, Larbie, 2011). Daun sirsak sebagai antikanker sedang populer di masyarakat saat ini. Dalam penggunaan di masyarakat sebagai antikanker, daun sirsak banyak dikonsumsi dalam bentuk rebusan dengan frekuensi lebih dari satu kali dan dalam jangka panjang sehingga perlu dilakukan serangkaian uji farmakologi dan toksisitas, salah satunya uji toksisitas subkronis. Uji toksisitas subkronis merupakan uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji toksisitas subkronis merupakan uji yang penting dalam penilaian ketoksikan suatu senyawa yang digunakan dalam jangka panjang. Parameter pengamatan dan pemeriksaan dalam uji toksisitas subkronis meliputi perubahan berat badan, asupan makanan, gejala-gejala klinis, pemeriksaan hematologi, pemeriksaan kimia darah, analisis urin, dan pemeriksaan histopatologi. Hasil uji 1

23 2 toksisitas subkronis ini akan memberikan informasi tentang efek toksik senyawa uji dan organ-organ yang dipengaruhi (Donatus, 2001). Pada penelitian ini, daun sirsak yang diberikan dalam perlakuan dibuat dalam bentuk sediaan infusa. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90 0 C selama 15 menit (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). Bentuk sediaan infusa lebih mendekati rebusan dan lebih mudah dibuat oleh masyarakat. Sediaan daun sirsak sebagai antikanker dikonsumsi secara oral dan dalam jangka panjang di masyarakat. Senyawa yang terkandung di dalam daun sirsak sebagian besar akan diabsorpsi di saluran pencernaan. Organ lambung dan usus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berfungsi untuk pencernaan dan penyerapan suatu senyawa di dalam tubuh. Fungsi lambung dan usus ini sangat penting bagi hidup suatu spesies sehingga muncul gagasan untuk mengetahui ketoksikan dan sifat efek toksik infusa daun sirsak yang dikonsumsi dalam jangka panjang. Uji toksisitas subkronis pada penelitian ini untuk mengetahui efek toksik dan sifat efek toksik yang ditimbulkan akibat penggunaan infusa daun sirsak dalam jangka panjang dimana penekanan ditujukan untuk mengevaluasi spektrum efek toksik sediaan uji pada organ lambung dan usus yang berperan penting dalam pencernaan dan penyerapan suatu senyawa. Spektrum efek toksik yang diamati berupa perubahan wujud struktural karena menilai dari preparat histologis organ lambung dan usus.

24 3 1. Permasalahan a. Apakah pemberian infusa daun sirsak secara subkronis bersifat toksik terhadap perubahan struktural lambung dan usus yang dinilai dari histologis lambung dan usus tikus? b. Adakah hubungan kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan efek toksisitas subkronis pada lambung dan usus? c. Apakah spektrum efek toksik infusa daun sirsak pada lambung dan usus tikus bersifat keterbalikan? 2. Keaslian penelitian Penelitian yang pernah dilakukan dan berkaitan dengan daun sirsak adalah evaluation of acute and subchronic toxicity of Annona muricata L. aqueous extract in animals (Arthur et al., 2011) dengan hasil yang menunjukkan bahwa A. muricata pada dosis lebih rendah menyebabkan hipoglikemik dan hipolipidemik dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan ginjal sampai gagal ginjal. Dosis tinggi juga bisa menyebabkan efek negatif pada fungsi rahim. Terjadi peningkatan yang signifikan berat organ relatif lambung pada tikus betina yang diberi ekstrak air daun sirsak dosis 1000 mg/kgbb. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya efek toksik pada lambung. Penelitian terhadap usus tidak dilakukan.

25 4 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu kefarmasian dan pengobatan tradisional khususnya tentang daun sirsak. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang toksisitas subkronis penggunaan infusa daun sirsak terhadap perubahan struktural lambung dan usus pada penggunaan jangka panjang. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya efek toksik subkronis terhadap perubahan wujud struktural lambung dan usus akibat pemakaian infusa daun sirsak. 2. Tujuan khusus a. Mengungkapkan spektrum efek toksik sediaan uji terhadap perubahan wujud struktural organ lambung dan usus yang dilihat dari histologis lambung dan usus.

26 5 b. Mengungkapkan kekerabatan antara dosis infusa daun sirsak dengan spektrum efek toksik yang terjadi. c. Mengevaluasi keterbalikan spektrum efek toksik infusa daun sirsak pada lambung dan usus tikus.

27 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA 1. Sistematika tanaman A. Daun Sirsak Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus : Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) : Magnolidae : Magnoliales : Annonaceae : Annona Spesies : Annona muricata L. (Plantamor, 2008). 2. Morfologi Daun berbau, agak keras, rasa agak kelat. Daun tunggal, warna kehijauan sampai hijau kecoklatan, helaian daun seperti kulit, bentuk bundar panjang, lanset atau bundar telur terbalik, panjang helaian daun 6 cm sampai 18 cm, lebar 2 cm sampai 6 cm. Ujung daun meruncing pendek, pangkal daun runcing, tepi rata, panjang tangkai daun lebih kurang 0,7 cm. Permukaan licin agak mengkilat, 6

28 7 tulang daun menyirip, ibu tulang daun menonjol pada permukaan bawah (Departemen Kesehatan, 1989). 3. Kandungan kimia Daun sirsak mengandung alkaloid seperti aporphine alkaloids anonaine, isolaureline, xylopine, dan benzyltetrahydroisoquinoline alkaloid coclaurine (Fofana, Ziyaev, Abdusamatov, Zakirov, 2011), saponin, flavonoid (Arthur et al., 2011), tanin, glikosida, dan annonaceous acetogenin (Gajalakshmi, Vijayalakshmi, Devi, 2012). 4. Khasiat dan kegunaan Daun sirsak terdapat minyak esensial yang berguna untuk parasitidal, anti diare, rematologikal, dan anti neuralgik. Infusa daun mempunyai kemampuan antispasmodik, astringen, merawat diabetes dan lambung, serta penyakit kuning. Daun sirsak juga merupakan hepatoprotektif terhadap karbontetraklorida dan asetaminofen yang diinduksi kerusakan hati. Ektrak etanol daun sirsak merupakan antibakterial terhadap beberapa strain dari E. coli (Arthur et al., 2011), sebagai antinosiseptik dan anti inflamasi (Sousa, Vieria, Pinho, Yamamoto, Alves, 2010). Daun dan batang Annona muricata L. mempunyai sitotoksisitas (Amzu, 2011). 5. Infusa daun sirsak Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90ºC selama 15 menit. Pembuatan infus merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Pembuatan infusa adalah dengan mencampur simplisia dengan derajat halus yang sesuai

29 8 dalam panci dengan air secukupnya, panaskan di atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90ºC sambil sekali-sekali diaduk-aduk. Saring melalui kain flanel, tambahkan air secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki (Direktorat Obat Asli Indonesia, 2010). B. Organ Pencernaan Panjang saluran pencernaan sekitar 9 m dan meluas dari mulut ke anus. Saluran ini melintasi rongga dada dan rongga perut masuk pada diafragma. Anus terletak di bagian inferior dari rongga panggul. Organ saluran pencernaan meliputi rongga mulut, faring, kerongkongan, lambung, usus kecil, dan usus besar (Fox, 2011). Fungsi dari sistem pencernaan adalah untuk memecah makanan untuk penyerapan ke dalam tubuh. Proses ini terjadi dalam lima tahap utama: menelan, fragmentasi, pencernaan, penyerapan dan pembuangan produk pencernaan. Proses pencernaan dimana makanan secara enzimatis dipecah menjadi molekul yang cukup kecil untuk diserap ke dalam sirkulasi (Young, 2006). Lapisan utama saluran pencernaan meliputi mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa. Lapisan saluran pencernaan sering berupa lipatan melintang atau membujur (gambar 1). Lipatan ini berfungsi untuk perluasan lumen setelah makan dan meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan. Saluran membuka ke permukaan epitel yang membawa sekresi sel kelenjar yang terletak di mukosa dan submukosa (Martini, 1997).

30 9 Lapisan yang mendasari jaringan ikat longgar disebut lamina propria. Lamina propria mengandung pembuluh darah, saraf sensorik, pembuluh limfatik, serabut otot polos, dan daerah yang tersebar jaringan limfatik. Di sebagian besar saluran pencernaan bagian terluar dari lamina propria adalah ban sempit dari otot polos dan serat elastis. Ban ini disebut muskularis mukosa. Serabut otot polos dalam muskularis mukosa disusun dalam dua lapisan tipis konsentris (gambar 1). Lapisan dalam mengelilingi lumen (yang otot melingkar), dan lapisan luar mengandung serat otot yang sejajar dengan panjang saluran tersebut (lapisan membujur). Kontraksi lapisan ini mengubah bentuk lumen dan menggerakkan epitel dan lipatan (Martini, 1997). Submukosa adalah lapisan jaringan ikat longgar yang mengelilingi mukosa muskularis. Pembuluh darah besar dan limfatik ditemukan di lapisan ini, dan di beberapa daerah submukosa juga mengandung kelenjar eksokrin yang mengeluarkan buffer dan enzim ke dalam lumen saluran pencernaan. Sepanjang batas luarnya, submukosa berisi jaringan serat saraf dan sel-sel saraf yang tersebar. Pleksus submukosa ini mengandung sel saraf sensorik, ganglia parasimpatis, dan serat posganglionik simpatis (gambar 1) (Martini, 1997). Pleksus submukosa terletak di sepanjang batas bagian dalam muskularis eksterna, yang didominasi oleh serat otot polos. Serabut otot polos dari muskularis eksterna terdiri dari bagian dalam yaitu lapisan melingkar dan luar yaitu lapisan membujur (gambar 1). Lapisan ini memainkan peran penting dalam pengolahan mekanik dan pergerakan material di sepanjang saluran pencernaan. Gerakan ini dikoordinasikan terutama oleh neuron dari pleksus mienterik. Jaringan ganglia

31 10 parasimpatis dan serat posganglionik simpatis terletak terjepit di antara lapisan otot melingkar dan longitudinal. Stimulasi parasimpatis meningkatkan aktivitas otot, dan stimulasi simpatis mempromosikan relaksasi (Martini, 1997). Sepanjang bagian dari saluran pencernaan dalam rongga peritoneal, muskularis eksterna ditutupi serosa (gambar 1). Muskularis eksterna dari rongga mulut, faring, kerongkongan, dan rektum dikelilingi oleh jaringan padat serat kolagen yang menempel saluran pencernaan ke lapisan yang berdekatan. Jaringan ikat ini disebut adventitia (Martini, 1997). Gambar 1. Histologi saluran pencernaan (Martini, 1997) Makanan masuk dari esofagus, dicernakan oleh sekresi lambung untuk membentuk kimus. Makanan lewat dari lambung ke dalam usus halus, tempat terjadinya kebanyakan pencernaan dan absorpsi bahan-bahan makanan. Kimus dinetralisir dan dicampur dengan enzim cerna pankreas dan bahan pengemulsi hati yang merangsang pencernaan lemak di duodenum. Pada usus besar, bahan

32 11 makanan yang tidak dicernakan mengalami dehidrasi dan dicampur dengan lendir. Feses keluar tubuh melalui rektum dan kanalis analis (Johnson, 1994). 1. Lambung Lambung adalah rongga seperti kantung berbentuk J yang terletak antara esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan perbedaan anatomik, histologis, dan fungsional. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Bagian sfingter pilorus, yang bekerja sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus. (Sherwood, 2011). Sel epitel kolumnar terdapat seluruh bagian lambung. Epitel adalah lembaran sekretori yang menghasilkan mukus yang menutupi permukaan interior perut. Lapisan mukus memberikan perlindungan terhadap asam dan enzim dalam lumen lambung. Cekungan dangkal, disebut gastric pit, terbuka ke permukaan lambung (gambar 2) (Martini, 1997). Dalam fundus dan body lambung, masing-masing gastric pit berhubungan dengan beberapa kelenjar lambung sampai ke dalam lamina propria mendasarinya. Kelenjar lambung (gambar 2) merupakan kelenjar tubular bercabang yang didominasi oleh dua jenis sel sekretori: sel parietal dan sel chief. Bersama-sama mereka mengeluarkan sekitar 1500 ml jus lambung setiap hari (Martini, 1997).

33 12 Gambar 2. Penyusun dinding lambung (Martini, 1997) a. Mukosa Mukosa lambung terdiri atas epitel permukaan yang menekuk dengan kedalaman bervariasi ke dalam lamina propria, membentuk foveola gastrika (gastric pit). Ke dalam sumur-sumur ini bermuara kelenjar-kelenjar tubular bercabang (kardia, fundus, dan pilorus) yang khas bagi masing-masing daerah lambung (Junqueria, 1997). Lamina propria mengandung anyaman halus yang dibentuk oleh serat-serat kolagen dan retikulin dengan sedikit fibroblas atau sel retikuler (Leeson, 1996). Selapis otot polos, yaitu muskularis mukosa, memisahkan mukosa dari submukosa di bawahnya. Lapisan ini terdiri atas kelompok serat-serat longitudinal luar dan serat-serat sirkular dekat ke lumen (Junqueria, 1997).

34 13 Berdasarkan perbedaan-perbedaan pada kelenjar dan sumur, dapat dibedakan tiga zona: 1) Kelenjar kardia Kelenjar kardia hanya terdapat pada daerah yang terletak 2 sampai 4 cm dari muara kardia. Sel-sel yang menyusun kelenjar terutama terdiri atas sel-sel penghasil mukus dan mirip dengan sel kardia esofagus tetapi juga terdapat sedikit sel parietal penghasil asam dan beberapa sel enteroendokrin (Leeson, 1996). 2) Kelenjar fundus Kelenjar mukosa fundus memiliki foveola yang menempati kurang dari seperempat dari ketebalan mukosa. Kelenjar ini terbagi menjadi tiga bagian: basal, leher dan ismus. Bagian basal terdiri dari sel-sel zimogen (mensekresi pepsinogen). Bagian ismus dari kelenjar mengandung sel parietal yang dominan (asam dan mensekresi faktor intrinsik). Bagian leher dari kelenjar fundus mengandung campuran sel zimogen dan parietal (Mills, 2007). 3) Kelenjar pilorus Kelenjar pilorus pendek, biasanya berdiameter relatif lebar dan bergelung, sehingga kelenjar-kelenjar tersebut jarang terpotong memanjang. Terdapat sel parietal dan sel enteroendokrin yang menghasilkan hormon. Sebagian besar selnya terdiri atas sel-sel yang menghasilkan mukus (Leeson, 1996).

35 14 Di lambung terdapat sel epitel lambung, yaitu : 1) Sel epitel permukaan (sel-sel mukus) Epitel selapis silindris yang melapisi seluruh lambung juga meluas ke dalam sumur-sumur atau foveola. Epitel selapis silindris ini berawal di kardia, di sebelah epitel berlapis esofagus, dan pada pilorus melanjutkan diri menjadi epitel usus (Leeson, 1996). 2) Sel zimogen (Chief cell) Sel zimogen merupakan sel utama pada bagian bawah kelenjar tubular dan memiliki semua ciri sel penghasil protein dan sel pengekspor. Granul yang terdapat dalam sitoplasmanya mengandung enzim pepsinogen yang tidak aktif. Bila pepsinogen tidak aktif dilepaskan dalam lingkungan asam lambung, maka proenzim dikonversi menjadi enzim proteolitik pepsin yang sangat aktif. Sel ini juga menghasilkan enzim lipase pada manusia (Junqueria, 1997). 3) Sel parietal (oksintik) Terutama terdapat dalam belahan atas kelenjar lambung, sel-sel parietal lebih jarang di bagian basal kelenjar. Mereka berbentuk bulat atau piramid. Ciri yang paling mencolok adalah kanalikuli intraseluler, berupa invaginasi permukaan yang dalam disertai mikrovili. Sel parietal menghasilkan HCl, KCl, sedikit elektrolit, dan faktor intrinsik lambung, yaitu suatu glikoprotein yang terikat dengan vitamin B12 dan membantu absorpsi vitamin ini dalam usus halus (Junqueria, 1997).

36 15 4) Sel mukus leher Sel ini berkelompok atau terdapat satu-satu di antara sel parietal di bagian leher kelenjar lambung, berbentuk tidak teratur, dengan inti di basal sel. Sel ini menghasilkan mukus asam, berbeda dengan mukus netral yang dibentuk oleh sel mukus permukaan (Junqueria, 1997). 5) Sel endokrin Sel ini berjumlah banyak, terutama di daerah antrum pilori dan umumnya ditemukan pada dasar kelenjar. Sel-sel enteroendokrin serupa dengan sel endokrin yang mensekresi peptida (Leeson, 1996). b. Submukosa Submukosa terletak antara muskularis mukosa dan muskularis eksterna dan juga membentuk inti dari rugae lambung. Submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar, di mana serat elastis banyak ditemukan. Submukosa mengandung pembuluh darah, pembuluh limfa dan saraf perifer dari pleksus submukosa (Mills, 2007). c. Muskularis Eksterna Muskularis eksterna dari lambung dibentuk oleh tiga lapisan otot polos, yaitu lapisan luar longitudinal, lapisan tengah sirkular, dan lapisan serong yang berbentuk lengkungan otot yang berjalan dari kardia mengitari fundus dan korpus (Leeson, 1996). d. Serosa, tipis dan ditutupi oleh mesotel (Junqueria, 1997).

37 16 Lambung melakukan fungsi utama : a. Menyimpan makanan yang masuk sampai makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal (Sherwood, 2011). b. Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang memulai pencernaan protein (Sherwood, 2011). Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cairan kental yang dikenal sebagai kimus (Sherwood, 2011). Proses pencernaan yang berkaitan dengan lambung yaitu motilitas, sekresi, pencernaan dan penyerapan. Motilitas lambung ada empat aspek yaitu pengisian, penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan. a. Pengisian lambung Lambung dapat menampung peningkatan volume 20 kali lipat dengan tidak mengalami perubahan tegangan di dindingnya dan peningkatan tekanan intralambung (Sherwood, 2011). b. Makanan disimpan di korpus lambung Di fundus dan korpus gerakan mencampur berlangsung lemah, maka makanan yang disalurkan ke lambung dari esofagus disimpan di bagian korpus yang relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. (Sherwood, 2011).

38 17 c. Pencampuran makanan berlangsung di antrum Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mencampur makanan dengan sekresi lambung untuk menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus maju menuju sfingter pilorus. Bila massa kimus antrum sedang, akan terdorong maju tetapi tidak dapat masuk ke duodenum karena tertahan di sfingter yang tertutup dan memantul balik ke dalam antrum, hanya untuk didorong kembali ke sfingter dan memantul balik oleh gelombang peristaltik baru. Gerakan maju mundur ini mencampur kimus secara merata (Sherwood, 2011). d. Pengosongan lambung umumnya dikontrol oleh faktor di duodenum Kontraksi peristaltik antrum juga berfungsi sebagai gaya pendorong untuk mengosongkan lambung. Faktor utama di lambung yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di lambung. Jika hal-hal lain setara maka lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sebanding dengan volume kimus (Sherwood, 2011). Faktor di lambung yang mendorong pengosongan lambung: a. Volume makanan Peregangan dinding lambung akibat makanan dapat meningkatkan aktivitas pompa pilori dan pada waktu yang sama menghambat pilorus (Guyton, 2006). b. Hormon gastrin Gastrin berpotensi menyebabkan sekresi asam lambung yang tinggi oleh kelenjar lambung. Gastrin juga menstimulasi fungsi motorik pada lambung.

39 18 Paling penting, hormon ini dapat meningkatkan aktivitas pompa pilori yang mendorong pengosongan lambung (Guyton, 2006). Meskipun lambung berpengaruh, namun faktor-faktor di duodenum sangat penting dalam mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat menunda pengosongan lambung dengan mengurangi aktivitas peristaltik di lambung sampai duodenum siap mengolah kimus (Sherwood, 2011). Faktor duodenum yang dapat menghambat pengosongan lambung: a. Efek inhibitor oleh refleks nervus enterogatric. Ketika makanan masuk ke duodenum, refleks nervus akan terinisiasi dari dinding duodenum kembali melewati lambung dengan lambat atau menghentikan pengosongan lambung jika volume kimus di duodenum terlalu banyak (Guyton, 2006). b. Hormonal Feedback Lemak yang masuk ke duodenum akan menstimulus pelepasan hormon inhibitor. Hormon ini akan dibawa oleh darah menuju lambung dan akan menghambat pompa pilori dan pada saat yang sama mengingkatkan kontraksi sfingter pilori (Guyton, 2006). Sekresi asam lambung dilakukan oleh sel parietal pada kelenjar lambung. Membran sel parietal mengekspresikan H + -K + ATPase yang merupakan transporter aktif primer sekresi HCl. Pada saat terstimulasi, jaringan tubulovaskuler yang terdapat H + -K + ATPase mengkarakterisasi sel. Saat diaktivasi, membran tubulovaskuler dan membran plasma membentuk membran kanalikuler

40 19 dengan mikrovili. Hasilnya adalah peningkatan pada daerah membran apikal dengan lipatan dan insersi pompa H + -K + ATPase pada membran plasma. Hal ini menimbulkan sekresi HCl (McPhee, 2006). H + -K + ATPase merupakan heterodimer dari subunit α dan β. H + - K + ATPase memompa ion H + dari sel melewati membran apikal dan bertukaran dengan ion K +. Tight junction antar sel mencegah masuknya ion H + ke mukosa. Ion K + masuk ke dalam sel dan recycle ke lumen atau masuk cairan interstisial melalui kanal K +. Untuk mempertahankan elektronetralitas, ion Cl - diekskresikan secara pasif melewati membran apikal ke lumen melewati kanal Cl -, membentuk HCl. Sekresi ion H + diproduksi oleh H 2 O dan CO 2 yang membentuk H 2 CO 3. Anhidrat karbon menghasilkan ion H + untuk sekresi dan ion HCO - 3. Ion Cl - masuk melawan gradien elektrokimia, diperantarai oleh efflux HCO - 3 menuruni gradien elektrokimia. Sekresi HCO - 3 di darah membentuk pasangan alkalin yang dapat menyebabkan alkalosis ketika H + disekresi terlalu banyak (McPhee, 2006). 2. Usus halus Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan berlangsung. Usus halus terletak bergelung di dalam rongga abdomen, terbentang antara lambung dan usus besar (Sherwood, 2011). Setiap hari sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus mensekresikan ke dalam lumen sekitar 1,5 liter larutan cair garam dan mukus yang disebut sukus enterikus. Sekresi meningkat setelah makan sebagai respon terhadap stimulasi lokal mukosa usus halus oleh adanya kimus. Mukus di dalam sekresi berfungsi

41 20 untuk melindungi dan melumasi. Selain itu, sekresi cair menyediakan banyak H 2 O untuk berperan dalam pencernaan makanan oleh enzim. Tidak ada enzim pencernaan yang disekresikan ke dalam getah usus ini. Usus halus memang mensintesis enzim pencernaan, tetapi enzim-enzim ini berfungsi di dalam membran brush border sel epitel yang melapisi bagian dalam lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen (Sherwood, 2011). Pencernaan lemak selesai di dalam lumen usus karena adanya enzimenzim pankreas yang mereduksi lemak secara sempurna menjadi unit-unit monogliserida. Sedangkan pencernaan karbohidrat dan protein belum tuntas. Di permukaan luminal sel-sel epitel usus halus terdapat tonjolan-tonjolan khusus seperti rambut yaitu mikrovili, yang membentuk brush border. Membran plasma brush border mengandung tiga kategori enzim yang melekat ke membran : a. Enterokinase, yang mengaktifkan enzim pankreas tripsinogen. b. Disakaridase (maltase, sukrase, dan laktase), yang menuntaskan pencernaan karbohidrat dengan menghidrolisis disakarida yang tersisa menjadi monosakarida konstituennya. c. Aminopeptidase, yang menghidrolisis fragmen-fragmen peptida kecil menjadi komponen-komponen asam aminonya sehingga pencernaan protein selesai. Karena itu, pencernaan karbohidrat dan protein dituntaskan di brush border (Sherwood, 2011).

42 21 Usus halus dibagi menjadi tiga segmen, yaitu duodenum, jejunum, dan ileum : Gambar 3. Bagian-bagian usus halus (Martini, 1997) a. Duodenum Dinding duodenum terdiri dari empat lapisan: mukosa dengan epitel permukaan, lamina propria, dan muskularis mukosa; submukosa dengan kelenjar mukosa duodenal; dua lapisan otot polos dari muskularis eksterna; dan serosa (Eroschenko, 2008). Duodenum mengandung banyak kelenjar mukus. Selain kriptus usus, submukosa mengandung kelenjar submukosa, juga dikenal sebagai kelenjar Brunner, yang menghasilkan banyak mukus (gambar 3). Mukus dihasilkan oleh kriptus dan kelenjar submukosa melindungi epitel dari asam yang datang dari lambung. Mukus juga mengandung buffer yang membantu meningkatkan ph kimus. Kelenjar submukosa paling banyak di bagian proksimal duodenum, dan jumlahnya menurun mendekati jejunum. ph kimus mulai 1-2 menjadi 7-8 (Martini, 1997).

43 22 Kira-kira setengah jalan, duodenum menerima buffer dan enzim dari pankreas dan empedu dari hati. Dalam dinding duodenum, saluran empedu dari hati dan saluran pankreas dari pankreas bergabung pada otot yang disebut ampula duodenum. Ruangan ini membuka ke dalam lumen duodenum yaitu papila duodenum (Martini, 1997). b. Jejunum Jejunum memiliki vili yang lebih tinggi dan lebih sempit dan hanya terdapat sedikit kelenjar Brunner. Hampir seluruh sel yang menutupi vili adalah sel absorpsi permukaan yang terdapat brush border, dimana brush border tersebut dibentuk oleh mikrovili yang merupakan organel yang berfungsi untuk memperluas permukaan sehingga meningkatkan absorpsi molekul (Telser, 2007). c. Ileum Karakteristik ileum adalah nodulus agregasi atau bercak Peyer, setiap bercak terdiri atas agregasi (kelompokan) dari 10 atau lebih nodulus limfatikus. Kelompokan ini terletak di dalam dinding ileum berhadapan dengan tempat melekatnya mesenterium (Eroschenko, 2008). Gambar 4. Penyusun dinding usus halus (Martini, 1997)

44 23 Lapisan-lapisan usus halus terdiri dari mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa: a. Mukosa usus halus Mukosa usus halus digambarkan seperti jari, vili usus (gambar 4). Vili usus ditutup oleh epitel kolumnar yang dilapisi dengan mikrovili. Jika usus halus adalah tabung dengan dinding halus, itu akan memiliki total absorpsi sekitar 0,33 m 2. Sebaliknya, epitel mengandung plika. Setiap plika mendukung vili, dan setiap vili ditutupi oleh sel-sel epitel permukaan yang mengandung mikrovili. Hal ini akan meningkatkan luas areal untuk penyerapan lebih dari 200 m 2 (Martini, 1997). Inti dari vili merupakan perpanjangan dari lamina propria, yang berisi banyak fibroblas, sel-sel otot polos, limfosit, sel plasma, eosinofil, makrofag, dan jaringan kapiler darah yang terletak tepat di bawah dari lamina basal epitel (Ross, 2006). Gambar 5. Histologi dinding usus halus yang menunjukkan mukosa dengan karakterisasi vili dan muskularis mukosa (Martini, 1997)

45 24 Diantara sel-sel epitel kolumnar, sel goblet mengeluarkan mukus ke permukaan usus. Pada dasar vili ditemukan kriptus usus (gambar 5). Dekat dasar setiap kriptus, stem cell terus memproduksi generasi baru sel epitel. Proses ini berlangsung untuk memperbaharui permukaan epitel dan menambahkan enzim intraseluler ke kimus. Kriptus usus juga mengandung sel enteroendokrin yang bertanggung jawab untuk produksi beberapa hormon usus, termasuk kolesistokinin dan sekretin (Martini, 1997). Pada kelenjar usus halus terdapat stem cell, beberapa sel absorptif dan sel goblet, sel paneth, dan sel enteroendokrin 1) Sel absorptif adalah sel silindris tinggi, masing-masing dengan inti lonjong pada setengah bagian basal sel. Pada apeks sel terdapat lapis homogen disebut brush border. Brush border merupakan lapisan mikrovili yang berhimpit padat. 2) Sel goblet tersebar di antara sel-sel absorptif. Sel ini menghasilkan glikoprotein asam yang berfungsi melindungi dan melumasi pelapis usus. 3) Sel paneth di bagian basal kelenjar intestinal adalah sel serosa eksokrin dengan granul-granul sekresinya di bagian apeks sitoplasma. 4) Sel M (lipatan mikro) adalah sel epitel khusus di atas folikel limfoid dari plak Peyeri. Sel-sel ini ditandai dengan banyak sekali sumur (pit) pada permukaan apikalnya dan invaginasi badan sel serta permukaan lateral oleh limfosit intraepitelial. Sel M dapat memasukkan antigen melalui endositosis dan memindahkannya ke sel limfoid di bawahnya, tempat dimulai respon imun terhadap antigen asing. Sel M memegang peranan

46 25 penting dalam sistem imunologis intestinal. Permukaan mukosa saluran cerna yang sangat besar terpapar pada banyak mikroorganisme yang secara potensial invasif. Imunoglobulin sekretorik dari kelas IgA adalah pertahanan lapis pertama. Selain itu saluran cerna mengandung sel plasma yang mensekresi antibodi, makrofag, dan banyak sekali limfosit. Bersamasama, sel-sel ini disebut sebagai jaringan limfatik usus (Gut-Associated Lymphatic Tissue/GALT) (Junqueria, 1997). 5) Sel enteroendokrin terdapat dalam kriptus dan vili dan mengeluarkan peptida pengatur aktif yang berhubungan dengan sekresi lambung, motilitas intestinal, sekresi pankreas, dan kontraksi kandung empedu (Leeson, 1996). Lamina propria merupakan lapisan intermediet dari mukosa, mempunyai fungsi struktural dan imunologis. Lapisan ini terletak pada muskularis mukosa, mengelilingi kriptus, dan memanjang ke atas sebagai inti dari vili usus (Mills, 2007). Lamina propria setiap vili berisi jaringan luas kapiler yang membawa nutrisi yang diserap ke dalam sirkulasi portal hati. Selain kapiler dan ujung saraf, setiap vili berisi terminal limfatik disebut lakteal (gambar 4). Transportasi bahan lakteal tidak bisa masuk kapiler lokal. Bahan-bahan ini, seperti kompleks besar lipid-protein, dapat mencapai sirkulasi vena melalui saluran toraks (Martini, 1997). Muskularis mukosa adalah lapisan terluar atau batas mukosa, terdiri dari serat elastis dan otot polos, diatur dalam lapisan outer longitudinal dan inner

47 26 circular. Muskularis mukosa memberikan landasan struktural penting bagi mukosa (Mills, 2007). b. Submukosa Antara mukosa muskularis dan muskularis eksterna adalah lapisan submukosa, terdiri dari jaringan longgar, seperti sarang lebah dari serat kolagen dan elastis dan terkait fibroblas. Submukosa tersebar, banyak terjadi migrasi sel (contohnya histiosit, limfoid, sel plasma, dan sel mast) dan jaringan adiposa (Mills, 2007). c. Muskularis eksterna Muskularis eksterna atau muskularis propria adalah lapisan otot polos bagian luar yang tebal dan mengelilingi lapisan submukosa. Lapisan ini ditutupi oleh jaringan konektif subserosal dan di sebagian besar tempat ditutupi oleh serosa (Mills, 2007). d. Serosa Serosa adalah penutup yang menyelubungi sebagian besar permukaan luar dari usus halus. Lapisan terluar terdiri dari satu baris sel mesothelial kuboidal, di mana terletak sebuah band tipis jaringan ikat longgar. Sebuah zona subserosal dari jaringan ikat antara mesothelial dan muskularis eksterna juga mengandung cabang pembuluh darah, limfatik dan saraf (Mills, 2007). 3. Usus besar Usus besar atau kolon merupakan organ yang proksimalnya berasal dari midgut dan bagian distalnya berasal dari hindgut. Struktur usus besar

48 27 berhubungan dengan fungsi transportasi, pembentukan, penyerapan dan pengeluaran feses. Fungsi utama usus besar adalah konservasi cairan dengan mengubah kimus yang cair menjadi feses yang setengah padat (Wibowo dan Widjaya, 2009). Histologi yang dapat diamati adalah jaringan mukosa, muskularis eksterna, submukosa, dan serosa (Ross, 2006). Meskipun diamater usus besar kira-kira tiga kali lipat dari usus halus, dindingnya lebih tipis. Karakteristik utama dari usus besar adalah kurangnya vili, sel goblet yang melimpah, dan adanya kelenjar usus khas (gambar 6). Kriptus dari usus besar lebih dalam dari usus halus, dan mereka didominasi oleh sel goblet. Kantong mukus dikenal sebagai kelenjar usus, atau kriptus Lieberkuhn. Sekresi kelenjar usus terjadi sebagai rangsangan lokal memicu refleks yang melibatkan pleksus saraf lokal, sehingga produksi jumlah mukus menjadi berlebih. Nodul limpoid besar tersebar di seluruh lamina propria dan meluas ke submukosa tersebut. Muskularis eksterna berbeda dari daerah usus lainnya karena lapisan membujur telah dikurangi menjadi band otot taeniae coli. Namun, kontraksi pencampuran dan pendorong dari usus besar mirip dengan usus halus (Martini, 1997).

49 28 Gambar 6. Penyusun dinding usus besar (Martini, 1997) a. Mukosa Mukosa kolon adalah bagian untuk metabolisme dan imunologis aktif usus besar. Permukaan luminal ditutupi oleh glycocalyx, memfasilitasi pembentukan ekosistem mikroba komensal dan berfungsi sebagai barier integral (Mills, 2007). Mukosa usus besar mengandung banyak kelenjar usus tubular (Ross, 2006). b. Submukosa dan serosa Usus besar yang berhubungan langsung dengan struktur lainnya (seperti pada banyak permukaan posterior), luarnya adalah adventitia, di tempat lain, yang di luar adalah serosa khas (Ross, 2006). c. Muskularis eksterna Muskularis eksterna menghasilkan dua jenis kontraksi utama: segmentasi dan peristaltik. Segmentasi adalah lokal dan tidak mengakibatkan penggerakan isi.

50 29 Peristaltik menghasilkan pergerakan massa distal dari isi usus. Gerakan peristaltik massa jarang terjadi, pada orang sehat, biasanya terjadi sekali sehari untuk mengosongkan usus distal (Ross, 2006). Motilitas usus besar terjadi ketika zat yang tidak diabsorbsi di usus halus masuk ke usus besar dan membentuk feses. Setelah feses melewati sekum dan proksimal, sfingter ileosekal berkontraksi, mencegah refluks ke ileum. Dari sekum, feses bergerak melewati kolon, lalu menuju rektum dan sampai pada kanal anal (Costanzo, 2002). C. Patofisiologi Penyakit 1. Patofisiologi penyakit lambung Penyakit-penyakit yang umum mengenai lambung mencerminkan pentingnya peran lambung sebagai suatu organ sekretorik, khususnya asam lambung dan faktor intrinsik. Gangguan sekresi asam lambung menyebabkan penyakit asam-peptik, sementara hilangnya sekresi faktor intrinsik menyebabkan ketidakmampuan tubuh menyerap vitamin B 12 yang bermanifestasi sebagai anemia pernisiosa. Gangguan motilitas lambung yang utama adalah gastroparesis (McPhee, 2006). a. Penyakit asam-peptik Pasien dengan penyakit asam-peptik mengalami nyeri dada atau abdomen yang kronik, ringan, terasa panas atau menggigit akibat erosi dangkal atau dalam mukosa pencernaan. Timbulnya penyakit asam-peptik disebabkan peningkatan absolut atau relatif produksi asam atau penurunan pertahanan mukosa. Agen

Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan

Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan Usus Halus dan Struktur yang Berkaitan Terbentang dari sfinkter pilorus sampai katup ileosekal. Ada tiga bagian: duodenum, jejunum dan ileum. Saluran empedu umum bersatu dengan saluran pankreas membentuk

Lebih terperinci

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung Anak Agung K Tri K 111 0211 075 ANATOMI LAMBUNG (GASTER) Bentuk : seperti huruf J Letak : terletak miring dari regio hipochondrium kiri cavum abdominis mengarah

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok SISTEM PENCERNAAN Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok PENDAHULUAN Sistem pencernaan bertanggung jawab untuk menghancurkan dan menyerap makanan dan minuman Melibatkan banyak organ secara mekanik hingga kimia

Lebih terperinci

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN

PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN PERGERAKAN MAKANAN MELALUI SALURAN PENCERNAAN FUNGSI PRIMER SALURAN PENCERNAAN Menyediakan suplay terus menerus pada tubuh akan air, elektrolit dan zat gizi, tetapi sebelum zat-zat ini diperoleh, makanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alergi makanan merupakan gejala yang mengenai banyak organ atau sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang sebagian besar diperantarai

Lebih terperinci

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia Setiap manusia memerlukan makanan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sari makanan dapat diangkut oleh darah dalam bentuk molekul-molekul yang kecil dan sederhana. Oleh

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH

UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH UJI TOKSISITAS SUB KRONIS DARI EKSTRAK ETANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata.l) TERHADAP HATI DAN GINJAL PADA MENCIT PUTIH SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh: MUTIA HARISSA No. BP 0811013150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia :

PENCERNAAN MAKANAN. Sistem Pencernaan Mamalia : Sistem Pencernaan Mamalia : PENCERNAAN MAKANAN * Terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar aksesoris yang mengekskresikan getah pencernaan ke dalam saluran melalui duktus (saluran) Peristalsis,

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Sistem pencernaan pada manusia terdiri atas beberapa organ yang berawal dari mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar dan anus. Pada sistem pencernaan manusia terdiri

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus SISTEM PENCERNAAN MAKANAN SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus 5. Intestinum minor : Duodenum Jejenum Iliem 6. Intestinum mayor : Seikum Kolon

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit inflamasi saluran pencernaan dapat disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan Bab 3 Sistem Pencernaan Sumber: Dok. Penerbit Gambar 3.1 Orang sedang makan Peta Konsep Pernahkah kamu berpikir dari manakah energi yang kamu peroleh untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti berolahraga

Lebih terperinci

Sistem Pencernaan Manusia

Sistem Pencernaan Manusia Sistem Pencernaan Manusia Manusia memerlukan makanan untuk bertahan hidup. Makanan yang masuk ke dalam tubuh harus melalui serangkaian proses pencernaan agar dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Proses

Lebih terperinci

Rongga Mulut. rongga-mulut

Rongga Mulut. rongga-mulut Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, berturut-turut dimulai dari 1. Rongga Mulut, 2. Esofagus 3. Lambung 4. Usus Halus 5. Usus Besar 6. Rektum 7. Anus. Rongga Mulut rongga-mulut

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA Salah satu ciri mahluk hidup adalah membutuhkan makan (nutrisi). Tahukah kamu, apa yang

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 4. SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIALatihan Soal 4.1 1. Bila mengunyah nasi tawar lama lama akan terasa manis sebab dalam air liur terdapat enzim Renin Ptialin Pepsin Tripsin Kunci

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN DASAR SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Struktur dan fungsi umum jaringan epitel 2. Klasifikasi jaringan epitel (epitel penutup dan epitel

Lebih terperinci

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka

Proses pencernaan di dalam Rongga mulut Saliva gl.salivarius Proses mengunyah memecah makanan dengan menaikkan kelarutannya, memperluas daerah permuka PENCERNAAN DAN ABSORBSI PENCERNAAN Perubahan kimiawi bahan makanan lebih sederhana Karbohidrat Monosakarida Protein Asam amino Lemak Asam lemak, monoasilgliserol, gliserol Enzim hidrolase pencernaan, proses

Lebih terperinci

Histologi Lambung. Alya Amila Fitrie. Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara

Histologi Lambung. Alya Amila Fitrie. Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara Histologi Lambung Alya Amila Fitrie Fakultas Kedokteran Bagian Histologi Universitas Sumatera Utara Pendahuluan (1,2,3,4,5) Lambung, seperti usus halus, merupakan organ gabungan eksokrin dan endokrin yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, sebagai sumber energi vital manusia agar dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan baik. Kandungan dalam makanan yang

Lebih terperinci

Modul Cerna Penuntun praktikum - Histologi sistem pencernaan. Praktikum 1: esofagus lambung usus kecil. Jeanne Adiwinata Pawitan

Modul Cerna Penuntun praktikum - Histologi sistem pencernaan. Praktikum 1: esofagus lambung usus kecil. Jeanne Adiwinata Pawitan Modul Cerna Penuntun praktikum - Histologi sistem pencernaan Jeanne Adiwinata Pawitan Syarat: pengenalan Histologi 4 jaringan dasar Pada praktikum Modul Cerna kita akan mempelajari gambaran histologi sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, sebagai negara kepulauan dan memiliki dua per tiga wilayah yang merupakan perairan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

Pencernaan dan Penyerapan Makanan

Pencernaan dan Penyerapan Makanan Pencernaan dan Penyerapan Makanan Makanan (KH, Lipid, Protein, Mineral, Vitamin dan Air) energi Makanan diubah molekul2 kecil masuk ke dalam sel Rx kimia energi Proses penguraian bahan makanan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu. Lemak - Keju - Mentega - Minyak Kelapa

SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu. Lemak - Keju - Mentega - Minyak Kelapa 13 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 13 TUBUH MANUSIA 2 (SISTEM PENCERNAAN) A. ZAT MAKANAN Karbohidrat - Beras - Gandum - Jagung - Sagu Bergerak / Zat Tenaga Lemak - Keju

Lebih terperinci

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan

Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan Jaringan adalah struktur yang dibentuk oleh kumpulan sel yang mempunyai sifat-sifat morfologi dan fungsi yang sama. Jaringan Dasar pada hewan vertebrata ada 4,yaitu: 1. Jaringan epitel 2. Jaringan ikat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria Hasil pengamatan terhadap jumlah sel tumor limfoid pada lamina propria vili usus yang diperoleh dari setiap kelompok percobaan telah dihitung

Lebih terperinci

Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan.

Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan. Antara proses dan organ-organ serta kelenjarnya merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler merupakan galur ayam hasil rekayasa teknologi yang memiliki karakteristik ekonomi dan pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi ransum rendah,

Lebih terperinci

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo Jaringan Hewan Compiled by Hari Prasetyo Tingkatan Organisasi Kehidupan SEL JARINGAN ORGAN SISTEM ORGAN ORGANISME Definisi Jaringan Kumpulan sel sejenis yang memiliki struktur dan fungsi yang sama untuk

Lebih terperinci

PENGOLAHAN MAKANAN OLEH TUBUH. Dyah Umiyarni Purnamasari,SKM,MSi Jurusan KESMAS FKIK Unsoed

PENGOLAHAN MAKANAN OLEH TUBUH. Dyah Umiyarni Purnamasari,SKM,MSi Jurusan KESMAS FKIK Unsoed PENGOLAHAN MAKANAN OLEH TUBUH Dyah Umiyarni Purnamasari,SKM,MSi Jurusan KESMAS FKIK Unsoed URUTAN PROSES YANG DIALAMI OLEH MAKANAN Bahan makanan Pencernaan Penyerapan Metabolisme PENGGUNAAN (UTILISASI)

Lebih terperinci

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia

Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan Manusia SISTEM PENCERNAAN Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi buruk merupakan salah satu masalah kesehatan yang masih ada di Indonesia. Sebanyak 54% penyebab kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi anak yang

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI

PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI 1. Pengertian Sistem Pencernaan Manusia PROSES PENCERNAAN SECARA MEKANIK DAN KIMIAWI Pencernaan makanan merupakan proses mengubah makanan dari ukuran besar menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, serta

Lebih terperinci

SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc SISTEM PENCERNAAN PADA MANUSIA Drs. Refli., MSc ?? ENERGI PENDAHULUAN MAKANAN Protein Lemak Polisakarida Vitamin Mineral Asam-asam amino Asam lemak + gliserol Monosakarida (gula) Vitamin Mineral AKTIVITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

BAB I ORGANISASI ORGAN

BAB I ORGANISASI ORGAN BAB I ORGANISASI ORGAN Dalam bab ini akan dibahas struktur histologis dan fungsi dari parenkima dan stroma, organisasi organ tubuler, organisasi organ padat dan membran sebagai organ simplek. Semua organ

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik Cihateup merupakan salah satu unggas air, yaitu jenis unggas yang sebagian besar waktunya dihabiskan di air. Kemampuan termoregulasi itik menjadi rendah karena tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi minuman ini. Secara nasional, prevalensi penduduk laki-laki yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minuman beralkohol telah banyak dikenal oleh masyarakat di dunia, salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup tinggi angka konsumsi minuman

Lebih terperinci

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel ORGANISASI KEHIDUPAN Sel Sel adalah unit terkecil dari makhluk hidup. Ukuran sangat kecil untuk melihat harus dibantu dengan mikroskop. Kata sel berasal dari bahasa latin cellulae, yang berarti bilik kecil.

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN (JARINGAN EPITEL) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI B KELOMPOK : I (Satu) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK PRODUK HERBAL X SECARA IN VIVO SKRIPSI

UJI TOKSISITAS SUBKRONIK PRODUK HERBAL X SECARA IN VIVO SKRIPSI UJI TOKSISITAS SUBKRONIK PRODUK HERBAL X SECARA IN VIVO SKRIPSI Skripsi digunakan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Diajukan oleh DWI SULISTIYORINI 1108010113

Lebih terperinci

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Hartini Tiono, dr., M.Kes

ABSTRAK. Pembimbing I : Dr. Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Hartini Tiono, dr., M.Kes ABSTRAK EFEK SAMPING EKSTRAK ETANOL KEDELAI (Glycine max L.merr) DETAM I, DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia) DAN KOMBINASINYA TERHADAP PERUBAHAN GAMBARAN HISTOPATOLOGIK JEJUNUM TIKUS WISTAR JANTAN DENGAN

Lebih terperinci

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD

IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD IIMU PENGETAHUAN ALAM KELAS V SD Disusun oleh : Cristin Dita Irawati/ 111134027/ PGSD Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Standar Kompetensi Makhluk Hidup dan Proses kehidupan 1. Mengidentifikasi fungsi

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) yang dipelihara dalam kandang individual dan diberi pakan beberapa jenis sayuran dan buah.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Landak Jawa (H. javanica) yang dipelihara dalam kandang individual dan diberi pakan beberapa jenis sayuran dan buah. 3 TINJAUAN PUSTAKA Landak Jawa (Hystrix javanica) Landak termasuk ke dalam ordo Rodensia, famili Hystricidae, genus Hystrix. Genus ini memiliki tiga spesies yang tersebar di Indonesia yaitu, H. javanica,

Lebih terperinci

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN Diabetes mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang ditandai dengan kondisi hiperglikemia (Sukandar et al., 2009). Diabetes menurut WHO (1999) adalah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Aprilia Puspitasari, 2015; Pembimbing I : Dra. Endang E., Apt. MS. AFK. Pembimbing II : Dr. Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes.

ABSTRAK. Aprilia Puspitasari, 2015; Pembimbing I : Dra. Endang E., Apt. MS. AFK. Pembimbing II : Dr. Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. ABSTRAK UJI EFEK LAKSATIF DAUN SENNA (Cassia angustifolia, Vahl Caesap) DAN DAUN UNGU (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) SERTA KOMBINASINYA PADA MENCIT Swiss Webster JANTAN Aprilia Puspitasari, 2015; Pembimbing

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN 3. PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa pakan merupakan sumber energi dan materi bagi ikan. Di dalam proses pemanfaatannya, pakan akan mengalami beberapa

Lebih terperinci

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ

Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Konsep Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ STRUKTUR TUBUH MANUSIA SEL (UNSUR DASAR JARINGAN TUBUH YANG TERDIRI ATAS INTI SEL/ NUCLEUS DAN PROTOPLASMA) JARINGAN (KUMPULAN SEL KHUSUS DENGAN BENTUK & FUNGSI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Fisik Anjing Lokal Hewan yang digunakan adalah anjing lokal berjumlah 2 ekor berjenis kelamin betina dengan umur 6 bulan. Pemilihan anjing betina bukan suatu perlakuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 200 SM sindrom metabolik yang berkaitan dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein, diberi nama diabetes oleh Aretaeus, yang kemudian dikenal

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis

by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis SISTEM PENCERNAAN MANUSIA 2 : ORGAN PENCERNAAN by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Page 1 Istilah Pencernaan Ingesti : pergerakan makanan Digesti Absorpsi : penyederhanaan bentuk makanan : penyerapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di negara berkembang. Angka kejadian diare pada anak di dunia mencapai 1 miliar kasus

Lebih terperinci

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah.

Pencernaan mekanik terjadi di rongga mulut, yaitu penghancuran makanan oleh gigi yang dibantu lidah. Kata pengantar Saat akan makan, pertama-tama yang kamu lakukan melihat makananmu. Setelah itu, kamu akan mencium aromanya kemudian mencicipinya. Setelah makanan berada di mulut, kamu akan mengunyah makanan

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Sistem Pencernaan untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU DINAS PENDIDIKAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan korban tersering dari kecelakan lalu lintas. 1. Prevalensi cedera secara nasional menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, lebih dari 3.400 manusia di dunia meninggal di jalan setiap hari dan lebih dari 10 juta manusia mengalami cedera dan disabilitas tiap tahunnya. Anak anak,

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil alam yang berlimpah dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan. Salah satu dari hasil alam

Lebih terperinci

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis

Pergerakan makanan dalam esofagus menuju lambung disebabkan oleh adanya gerakan peristaltik akibat kontraksi dua lapisan otot pada tunika muskularis 29 PEMBAHASAN Esofagus musang luak pada awalnya berjalan di sebelah dorsal trakhea, kemudian di pertengahan daerah leher (pars cervical) berbelok ke sisi kiri trakhea. Selanjutnya, di daerah thoraks (pars

Lebih terperinci

PENGERTIAN ILMU GIZI

PENGERTIAN ILMU GIZI ILMU GIZI PENGERTIAN ILMU GIZI suatu cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara makanan yang dimakan dengan kesehatan tubuh yang diakibatkannya serta faktorfaktor yang mempengaruhinya mempelajari proses

Lebih terperinci

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS

HISTOLOGI SISTEM LIMFATIS Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 (7 SKS) Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi Dasar : Menerapkan ilmu kedokteran dasar pada blok biomedik 1 Indikator : Mampu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan

PENDAHULUAN. Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak itik merupakan hewan homoiterm yang dapat melakukan homeostatis pada suhu lingkungan yang tidak sesuai dengan suhu tubuhnya. Pemeliharaan itik kurang diminati

Lebih terperinci

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN

GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI HEPAR DAN GINJAL PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN (Thitonia diversifolia) (STUDI PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR) SKRIPSI Oleh Putri Arum Permatasari NIM 102010101033

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang

I. PENDAHULUAN. Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan broiler merupakan salah satu sektor usaha peternakan yang berkembang pesat. Pada 2013 populasi broiler di Indonesia mencapai 1.255.288.000 ekor (BPS,

Lebih terperinci

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN

SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN SISTEM DIGESTIVA (PENCERNAAN) FISIOLOGI PENCERNAAN Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk Secara sederhana, sistem pencernaan adalah portal untuk nutrisi untuk mendapatkan akses ke sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kondisi kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa. Seseorang dengan BMI 30 dikategorikan sebagai obesitas (WHO, 2014). Obesitas dapat

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang PENDAHULUAN Latar Belakang Pteropus vampyrus merupakan kelelawar pemakan buah-buahan, yang termasuk ordo Chiroptera, subordo Megachiroptera. Kelelawar ini sangat berperan dalam ekosistem yaitu menyebarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia, selain itu diare juga membunuh 1.5 juta anak tiap tahunnya. Angka kejadian diare akut diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap makhluk hidup memerlukan energi untuk melaksanakan setiap aktivitas kehidupannya. Energi ini berasal dari metabolisme yang bahan dasarnya berasal dari makanan

Lebih terperinci

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN Achmad Farajallah Sistem Sirkulasi: mode umum Sistem transportasi internal akibat ukuran & strukturnya menempatkan sel-sel tubuh berada jauh dari lingkungan luar sistem yang

Lebih terperinci

Karakteristik Organisme Hidup. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Tema-tema dalam Mempelajari Kehidupan. Organisasi Biologi

Karakteristik Organisme Hidup. UNSYIAH Universitas Syiah Kuala 9/28/2016. Tema-tema dalam Mempelajari Kehidupan. Organisasi Biologi UNSYIAH Universitas Syiah Kuala Pengantar Biologi MPA-107, 3 (2-1) Kuliah 10 STRUKTUR & PERKEMBANGAN: HEWAN Tim Pengantar Biologi Jurusan Biologi FMIPA Unsyiah Keanekaragaman hewan dengan berbagai modifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan bagian tubuh manusia yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Saluran pencernaan yang bekerja dengan baik senantiasa dapat menyediakan

Lebih terperinci

EDWARD WYENANTEA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

EDWARD WYENANTEA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA PENGARUH PEMBERIAN CAMPURAN EKSTRAK BIJI KELABET (TRIGONELLA FOENUM-GRAECUM LINN.) DAN EKSTRAK DAUN TAPAK DARA (CATHARANTHUS ROSEUS LINN.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS PUTIH EDWARD WYENANTEA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya masalah penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan yang masih merupakan masalah kesehatan terbesar di Indonesia baik dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan khususnya untuk bahan obat-obatan (Susi et al., 2009). Sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki posisi sangat penting dan strategis dari sisi kekayaan dan keanekaragaman jenis tumbuhan beserta ekosistemnya (Walujo, 2011). Kekayaan dan keanekaragamannya

Lebih terperinci

SEL, JARINGAN, ORGAN, DAN SISTEM ORGAN

SEL, JARINGAN, ORGAN, DAN SISTEM ORGAN SEL, JARINGAN, ORGAN, DAN SISTEM ORGAN Tujuan 1. Mengamati struktur sel 2. Membandingkan sel prokariotik dan eukariotik 3. Mengetahui bagian-bagian sel dan dapat menyebutkan fungsi dari bagian-bagian sel

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengumpulan Tanaman Pada penelitian ini digunakan Persea americana Mill yang diperoleh dari perkebunan Manoko, Lembang, sebanyak 800 gram daun alpukat dan 800 gram biji alpukat.

Lebih terperinci

Sekresi Getah Pencerna. Kurnia Eka Wijayanti

Sekresi Getah Pencerna. Kurnia Eka Wijayanti Sekresi Getah Pencerna Kurnia Eka Wijayanti Sekresi cairan intestinum sehari-hari VOL SEKRESI (ml) Ph SALIVA 1000-1500 6.0-7.0 GASTRIC SECR. 1500 1.0-3,5 PANCREATIC SECR. 1000 8-8.3 EMPEDU 1000 7,8 SMALL

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN. R Bayu Kusumah N

FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN. R Bayu Kusumah N FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN R Bayu Kusumah N Fungsi Saluran Cerna Secara umum berfungsi : Jalan makanan Timbun makanan Cerna makanan Absorbsi zat makanan Ekskresi sisa makan Pergerakan saluran cerna Histologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan uji dengan posttest only control group design B. Subjek Penelitian Hewan uji yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Nilai Rendemen Ekstrak Ekstrak memberikan rendemen sebesar 27,13% (Tabel 3). 2. Deskripsi Organoleptik Ekstrak Ekstrak berbentuk kental, berasa pahit, berwarna hitam

Lebih terperinci

Jaringan pada Tumbuhan

Jaringan pada Tumbuhan JARINGAN TUMBUHAN Jaringan pada Tumbuhan Tunas apikal terdiri dari meristem apikal Kambium vaskuler Kambium (meristem lateral) Meristem yang akan membentuk akar lateral Akar lateral Meristem apikal akar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan perkembangan teknologi sangat mempengaruhi gaya hidup masyarakat, salah satu dampak negatifnya ialah munculnya berbagai penyakit degeneratif seperti Diabetes

Lebih terperinci

ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG

ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG ENZIM PENCERNAAN : GETAH LAMBUNG Muhammad Alwin Azhari (G84130075) 1, Rachmat Saputra Biki 2, Syaefudin 3 1 Mahasiswa Praktikum, 2 Asisten Praktikum, 3 Dosen Praktikum Metabolisme Departemen Biokimia Fakultas

Lebih terperinci

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan

INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan INDIKTOR 14: Menjelaskan sifat, ciri-ciri, dan fungsi jaringan pada tumbuhan dan hewan 1. Jaringan Tumbuhan a. Jaringan Meristem (Embrional) Kumpulan sel muda yang terus membelah menghasilkan jaringan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rokok 1. Pengertian Rokok Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh kemudian dibungkus dengan kertas rokok berukuran panjang 70 120 mm dengan diameter

Lebih terperinci

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus

SISTEM LIMFOID. Organ Linfoid : Limfonodus, Limpa, dan Timus SISTEM LIMFOID Sistem limfoid mengumpulkan kelebihan cairan interstisial ke dalam kapiler limfe, mengangkut lemak yang diserap dari usus halus, dan berespons secara imunologis terhadap benda asing yang

Lebih terperinci

PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia) (STUDI PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR)

PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia) (STUDI PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR) PERUBAHAN KADAR UREUM DAN KREATININ PASCA PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL DAUN KEMBANG BULAN (Tithonia diversifolia) (STUDI PADA TIKUS PUTIH GALUR WISTAR) SKRIPSI Oleh Febrian Naufaldi NIM 102010101026 FAKULTAS

Lebih terperinci

FISIOLOGI PENCERNAAN. Dr. Katrin Roosita, MSi.

FISIOLOGI PENCERNAAN. Dr. Katrin Roosita, MSi. FISIOLOGI PENCERNAAN Dr. Katrin Roosita, MSi. ORGAN-ORGAN SISTEM PENCERNAAN Organ sistem pencernaan: 1. Traktus gastro intestinal, berupa pipa, memanjang dari mulut sampai anus pencernaan.exe 2. Organ

Lebih terperinci

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN PAPAYA ( Carica papaya L ) PADA MENCIT SWISS-WEBSTER JANTAN

EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN PAPAYA ( Carica papaya L ) PADA MENCIT SWISS-WEBSTER JANTAN ABSTRAK EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN PAPAYA ( Carica papaya L ) PADA MENCIT SWISS-WEBSTER JANTAN ANTIDIARRHEAL EFFECT EXTRACT ETANOL OF PAPAYA LEAF ( Carica papaya L) ON SWISS WEBSTER MALE MICE Guti

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. viii. xii xiii xiv xv xvi

DAFTAR ISI. viii. xii xiii xiv xv xvi DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... B. Rumusan Masalah... C. Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci