BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 ayat (5), Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Widjaya (1992:39) mengatakan ada tiga variabel yang menjadi tolok ukur kemampuan daerah otonom, yaitu: a. Variabel pokok, yang terdiri dari kemampuan pendapatan asli daerah/keuangan, kemampuan aparatur, kemampuan aspirasi masyarakat, kemampuan ekonomi, kemampuan demografi, serta kemampuan organisasi dan administrasi. b. Variabel penunjang, yang terdiri dari faktor geografi dan faktor sosial budaya. c. Variabel khusus yang terdiri dari sosial politik, pertahanan dan keamanan serta penghayatan agama. Apabila pemahaman Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 (Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik) digabungkan dengan Pasal 18 beserta penjelasannya, maka dapat dikatakan bahwa Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang didesentralisasikan. Dalam negara 10

2 kesatuan yang didesentralisasikan, pemerintah pusat tetap mempunyai hak untuk mengawasi daerah-daerah otonom. Penerapan otonomi daerah/desentralisasi fiskal oleh pemerintah pusat Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam pengelolaan rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah daerah berupa dana perimbangan yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah dalam pembangunan dan menjadi menjadi komponen pendapatan daerah dala APBD. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumahtangganya secara mandiri dan dalam upaya peningkatan kemandirian ini, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pengurusan keuangan dipemerintah daerah diatur dengan membagi menjadi pengurusan umum dan pengurusan khusus. Pemerintah daerah memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam pengurusan umum dan kekayaan milik daerah yang dipisahkan pada pengurusan khusus. APBD dapat didefenisikan sebagai rencana operasional keuangan pemda, di mana pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggarmbarkan perkiraan dan sumber-sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud (Mamesah, 1995: 20; dalam Halim, 2012). 11

3 APBD sebagai anggaran daerah memiliki unsur-unsur sebagai berikut 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara terperinci. 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksankan. 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka. 4. Periode anggaran, biasanya satu tahun. Proses penyusunan APBD dimulai dengan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), selanjutnya RPJMD dijabarkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) untuk periode satu tahun. Berdasarkan RKPD tersebut, Pemerintah Daerah menyusun Kebijakan Umum Anggaran (KUA) yang dijadikan dasar dalam penyusunan APBD. Kemudian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menerima penyerahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang sebelumnya disusun oleh Pemda untuk disetujui. Setelah Pemda menyetujui PPAS, selanjutnya disusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) yang kemudian disahkan menjadi APBD. Pada era reformasi keuangan daerah, mengisyaratkan agar laporan keuangan semakin informatif. Bentuk APBD mengalami perubahan yang cukup mendasar, yaitu didasari oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepemendagri) Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah, serta Tata Cara Penyusunan Anggaran dan Pendapatan dan belanja Daerah. Saat ini APBD 12

4 yang digunakan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Daerah jo. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah jo. Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 jo. Permendagri Nomor 21 Tahun Bentuk APBD terbaru terdiri atas tiga bagian, yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan (kategori baru). Pos Pembiayaan merupakan usaha agar APBD semakin informatif, yaitu memisahkan pinjaman dan pendapatan daerah. Selain itu pos Pembiayaan juga merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan deficit anggaran. Dalam APBD, pendapatan, belanja, dan pembiayaan tersebut dikelompokkan kembali menjadi berikut ini: 1. Pendapatan, dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lain-lain daerah yang sah. 2. Belanja, dibagi menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut a. Belanja tidak langsung, yaitu belanja yang tidak terkait langsung dengan program dan kegiatan Pemerintah daerah. Belanja tidak langsung diklasifikasikan menjadi belanja pegawai yang berisi gaji dan tunjangan penjabat dan PNS daerah, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bagi hasil, belanja bantuan sosial, belanja bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. b. Belanja langsung, yaitu belanja yang terkait langsung dengan program dan kegiatan Pemerintah daerah. Belanja langsung dikelompokkan 13

5 menjadi belanja pegawai yang berisi honorarium dan penghasilan terkait langsung dengan pelaksanaan kegiatan belanja barang dan jasa, dan belanja modal. 3. Pembiayaan, yang dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan berupa penerimaan daerah merupakan sisa lebih anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi hasil penjualanaset daerah yang dipisahkan, dan transfer dari dana cadangan. Sedangkan sumber pembiayaan berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran utang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer ke dana cadangan, dan sisa lebih anggaran tahun yang sedang berlangsung Pendapatan Asli Daerah Defenisi pendapatan asli daerah sesuai Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut Halim (2007:96) pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Erlina dan Rasdianto (2013 : 93) mengelompokkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lanlain pendapatan asli daerah yang sah. 14

6 Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam rnelaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah. PAD yang merupakan sumber penerimaan daerah sendiri perlu terus ditingkatkan agar dapat menanggung sebagian beban belanja yang diperlukan untuk penyelenggarakan pemerintah dan kegiatan pembangunan yang setiap tahun meningkat sehingga kemandirian otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dapat dilaksanakan. Sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyatakan sumber-sumber PAD terdiri dari: a. Pajak daerah b. Retribusi daerah 15

7 c. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dasar pemungutannya berdasarkan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Aturan pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001tentang Retribusi Daerah. Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pada setiap daerah diatur dengan Peraturan Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 pajak yang dipungut pemerintah provinsi berebda objeknya dengan pajak yang dipungut oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Adapun jenis pajak yang dikelola/dipungut oleh pemerintah provinsi sebanyak 4 jenis yang terdiri dari; 1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air 2. Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 4. Pajak Pengembaliin dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan Bagi hasil pajak untuk Kabupaten/Kota ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Daerah Provinsi dengan memperhatikan aspek pemerataan dan potensi. 16

8 Jenis-jenis pajak yang dikelola/dipungut oleh pemerintah Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut: 1. Pajak Hotel 2. Pajak Restoran 3. Pajak Hiburan 4. Pajak Reklame 5. Pajak Penerangan Jalan 6. Pajak Pengambilan dan Pengelolahan Bahan Galian C 7. Pajak Parkir Selain jenis pajak tersebut denan Peraturan Daerah Pemerintah Kabupaten/Kota dapat ditetapkan jenis pajak lainnya sesuai kriteria yang ditetapkan dalam Undang-undang. Penetapan jenis pajak lainnya harus benarbenar bersifat spesifik dan potensial daerah. Retribusi Daerah yang selanjutnya disebut retribusi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jenis retribusi dikelompokkan dalam retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi Jasa Umum adalah retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. 17

9 Jenis-jenis Retribusi Jasa Umum adalah: a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akte Catatan Sipil d. Retribusi PelayananPemakaman dan Pengabuan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f. Retribusi Pelayanan Pasar g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta j. Retribusi Pengujian Kapal Perikanan Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai undangundang tentang pajak daerah dan retribusi daerah Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umun (DAU) dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam APBN. Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2005 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, Dana Alokasi Umum merupakan salah satu komponen di dalam Dana Perimbangan di APBN yang 18

10 pengalokasiannya didasarkan atas formula dengan konsep kesenjangan fiskal (fiscal gap). DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal suatu darah, yang merupakan selisih anatara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). DAU merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dana Alokasi Umum bersifat unconditional atau tidak memiliki syarat dalam penggunaannya sehingga bisa dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah. DAU untuk suatu daerah ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungan DAU-nya ditetapkan sesuai Undang-Undang (pasal 161). Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar tetapi kebutuhan fiskal kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, namun kebutuhan fiskal besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara impilisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan kapasitas fiskal Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) atau specific grant merupakan dana transfer yang bersifat kondisional. Sesuai dengan sifatnya, DAK dialokasikan 19

11 untuk mendanai kegiatan khusus sesuai prioritas nasional pada daerah tertentu. Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu dalam rangka pendanaan pelaksanaan desentralisasi untuk: a. Mendanai kegiatan khusus yang ditentukan pemerintah atas dasar prioritas nasional b. Mendanai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu Sesuai dengan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004, yang dimaksud dengan kebutuhan khusus adalah : (i) kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan yang tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya: kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi, prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, saluran irigasi primer dan saluran drainase primer, dan (ii) kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Kegiatan khusus yang akan didanai dari DAK diusulkan oleh Menteri teknis dan baru ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, sesuai dengan Renja Pemerintah. Ketetapan tentang kegiatan khusus tersebut, disampaikan kepada Menteri Keuangan. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas. Ada beberapa kewajiban yang melekat pada daerah penerima DAK, yaitu: 20

12 a. Daerah penerima DAK wajib mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK nya di dalam APBD. b. Kecuali untuk daerah dengan kemampuan keuangan tertentu, daerah penerima DAK wajib menganggarkan Dana Pendamping dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari besaran alokasi DAK yang diterimanya. Dana Pendamping tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan yang bersifat kegiatan fisik. c. Kepala daerah penerima DAK harus menyampaikan laporan triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, Menteri Teknis, dan Menteri Dalam Negeri. Penyampaian laporan dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun periode akuntansi. Menurut PP Nomor 71 Tahun 2010, belanja modal merupakan belanja Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi umum. Sedangkan menurut Perdirjen Perbendaharaan Nomor PER-33/PB/2008 yang dimaksud dengan belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap atau aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode 21

13 akuntansi, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas aset. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatakan aset tetap pemerintah daerah, yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Secara teoretis ada tiga cara untuk memperoleh aset tetap tersebut, yakni dengan membangun sendiri, menukarkan dengan aset tetap lain, dan membeli. Namun, untuk kasus di pemerintahan, biasanya cara yang dilakukan adalah dengan cara membeli. Proses pembelian yang dilakukan umumnya dilakukan melalui sebuah proses lelang atau tender yang cukup rumit. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan. Untuk memenuhi tujuan tersebut Kepala Daerah menetapkan batas minimal kapitalisasi (capitalization treshold) sebagai dasar pembebanan belanja modal. Belanja modal meliputi: a. Belanja modal tanah b. Belanja modal peralatan dan mesin c. Belanja modal gedung dan bangunan d. Belanja modaljalan, irigasi, dan jaringan e. Belanja modal aset tetap lainnya f. Belanja aset lainnya (aset tetap tak berwujud) Abdul Halim (2012) mengatakan bahwa belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun 22

14 anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal dibagi menjadi: a. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. Contoh belanja publik: pembangunan jembatan dan jalan raya, pembelian alat transportasi massa, dan pembelian mobil ambulans. b. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. Contoh belanja aparatur: pembelian kendaraan dinas, pembangunan gedung pemerintahan, dan pembangunan rumah dinas. 2.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu dengan hasil pengujiannya dapat dilihat dari Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Variabel Penelitian Kesimpulan Penelitian Ni Luh Dina Selvia Martini, Wayan Cipta, I Wayan Suwendra (2014) Saptaningsih Sumarmi (2010) Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal pada Kabupaten Buleleng tahun Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Alokasi Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus,Belanja Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh 23

15 Nugroho Suratno Putro (2010) Fahri Eka Oktora dan Winston Pontoh (2013) Anggiat Situngkir (2009) Belanja Modal Daerah Kabupaten/Kota Di Provinsi D.I. Yogyakarta Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Study Kasus Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah) Analisis Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Atas Belanja Modal Pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus terhadap Anggaran Belanja Modal Pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara Sumber: Review dari beberapa artikel. Modal Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Belanja Modal Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, DAK, Belanja Modal positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal PAD dan belanja modal tidak berpengaruh signifikan, sedangkan baik DAU maupun DAK berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh sinifikan terhadap Belanja Modal, sedangkan PAD, DAU, DAK berpengaruh signifikan terhadap Belanja Modal. Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya dilakukan oleh Ni Luh Dina Selvia Martini, Wayan Cipta, I Wayan Suwendra (2014) tentang pengaruh PAD, DAU dan DAK terhadap Belanja Modal dengan 24

16 mengambil sampel penelitian di Pemerintah Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian ini membuktikan PAD, DAU, dan DAK berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Saptaningsih Sumarmi (2010) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Kabupaten/Kota di Provinsi D.I Yogyakarta. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa PAD, DAU dan DAK berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. Nugroho Suratno Putro (2010) melakukan penelitian tentang Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (Study Kasus Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah). Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Fahri Eka Oktora dan Winston Pontoh (2013) meneliti tentang hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus atas Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli Provinsi Sulawesi Tengah. Adapun hasil kesimpulan dari penelitian tersebut adalah PAD dan belanja modal tidak berpengaruh signifikan, sedangkan baik DAU maupun DAK berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal. Anggiat Situngkir (2009) meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU, dan DAK terhadap alokasi anggaran Belanja Modal dengan mengambil sampel penelitian di Pemkab Sumatra Utara. Hasil penelitian tersebut variabel 25

17 Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap alokasi anggaran Belanja Modal. Sedangkan variabel PAD, DAU, dan DAK berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal. 2.3 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah kesimpulan yang bersifat sementara dari tinjauan teoritis yang mencerminkan hubungan antar variabel yang sedang diteliti. Menurut Sugiyono (2004 : 49) kerangka konseptual merupakan sintesa tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Pendapatan Asli Daerah (X1) Dana Alokasi Umum (X2) H3H3 Dana Alokasi Khusus (X3) H1 H2 H3 Belanja Modal (Y) H4 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Dapat dilihat pada gambar 2.1 bahwa yang akan diuji dalam penelitian ini adalah untuk membuktikan secara empiris apakah ada pengaruh antara Pendapatan Asli Daerah (X1) terhadap Belanja Modal, pengaruh Dana Alokasi 26

18 Umum (X2) terhadap Belanja Modal, dan pengaruh Dana Alokasi Khusus (X3) terhadap Belanja Modal. Serta secara bersama-sama apakah ada pengaruh antara ketiga variabel tersebut (X1, X2, X3) terhadap belanja modal. 2.4 Hipotesis Penelitian Menurut Cooper (1998 : 43), A proposition is a statement about concepts that may be judged as true or false it fit refers to observable phenomena. When a proporsition is formulated for emprical testing, we call it hypothesi. As a declarative statement, a hypothesis is of a tentative and conjectural nature. Hypotheses have also been described as statements in which we assign variables to cases. Hipotesis merupakan dugaan sementara atau penjelasan sementara yang belum bisa dibuktikan sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menguji apakah dugaan tersebut benar atau salah. Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan teoritis, penelitian terdahulu, serta kerangka konseptual, maka hipotesis dari penelitian ini antara lain sebagai berikut: Hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal Pada studi yang dilakukan Mardiasmo dalam Rundengan dkk (2013) mengemukakan bahwa selama ini PAD memiliki peran untuk pelaksanaan otonomi daerah guna mencapai tujuan utama penyelengaraan otonomi daerah yang ingin meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pelayanan publik yang ditunjukkan melalui sarana dan prasarana yang memadai membuat masyarakat mamput melakukan aktivitas sehari harinya secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah tersebut. Adanya pertambahan belanja modal berdampak pada produktivitas 27

19 masyarakat yang meningkat sehingga investor bertambah dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan asli daerah. Maka hipotesisnya adalah: H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal Hubungan Dana Alokasi Umum dengan Belanja Modal Untuk mengatasi ketimpangan infrastruktur yang terdapat disetiap daerah, serta agar terciptanya Pertumbuhan Ekonomi yang merata, Pemerintah Pusat mengeluarkan Dana Perimbangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU). Dalam studi yang dilakukan oleh Legrenzi & Milas (2001) dalam Abdullah dan Halim (2003) menemukan bukti empiris bawasanya dalam jangka panjang transfer berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah transfer dapat menyebabkan penurunan dalam pengeluaran belanja modal. Hal ini memberikan adanya indikasi kuat bahwa perilaku belanja daerah khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber dana perimbangan yang diterima daerah melalui DAU. Maka hipotesisnya adalah: H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal Hubungan Dana Alokasi Khusus dengan Belanja Modal Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan 28

20 khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Pemanfaatan DAK untuk kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik yang direalisasikan dalam belanja modal Maka hipotesisnya adalah: H3: Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap pengalokasian anggaran Belanja Modal Hubungan Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus dengan Belanja Modal Suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber - sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya. Untuk mengatasi ketimpangan infrastruktur yang terdapat disetiap daerah, serta agar terciptanya Pertumbuhan Ekonomi yang merata, Pemerintah Pusat mengeluarkan Dana Perimbangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Aloksi Khusus. Dalam studi yang dilakukan oleh Legrenzi & Milas (2001) dalam Abdullah dan Halim (2003) menemukan bukti empiris bawasanya dalam jangka panjang transfer dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah transfer dapat menyebabkan penurunan 29

21 dalam pengeluaran belanja modal. Hal ini memberikan adanya indikasi bahwa perilaku belanja daerah khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi oleh PAD dan sumber dana perimbangan yang diterima daerah melalui DAU dan DAK. Maka hipotesisnya adalah: H4 : PAD, DAU, dan DAK secara simultan berpengaruh positif terhadap belanja modal. 30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan. perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan. perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori ini, akan dibahas lebih jauh mengenai Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, dan Belanja Modal. Kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Belanja Daerah Menurut PSAP No.2, Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi Saldo Anggaran Lebih dalam periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak, wewenang, dan kewajiban daerah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kinerja Keuangan 1.1 Definisi Kinerja Keuangan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya era reformasi. Negara Indonesia yang awalnya menggunakan sistem sentralisasi dalam pemerintahannya

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Kelompok PAD dipisahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan diberlakukannya sistem otonomi daerah di Indonesia, pemerintah daerah memiliki hak, wewenang, dan kewajiban untuk mengelola sendiri pengelolaan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Modal Belanja Modal merupakan salah satu jenis Belanja Langsung dalam APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah pengeluaran

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah merupakan suatu harapan cerah bagi pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki kesempatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 memberikan dampak besar bagi semua aspek kehidupan, yakni era reformasi. Reformasi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Belanja Modal Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar mendefinisikan belanja

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KOTA PASURUAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 2013 PERDA KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 13 HLM, LD No. 23 ABSTRAK : -

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN,

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Menurut ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat menjadi APBD adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara pemerintah pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.,2008) adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.,2008) adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Belanja Daerah Pengertian Belanja menurut PSAP No.2, Paragraf 7 (dalam Erlina dkk,2008) adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA. A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah BAB III PENGELOLAAN RETRIBUSI PARKIR KOTA SURABAYA A. Pengaruh Retribusi Terhadap Pendapatan Asli Daerah Otonomi daerah yang ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang

Lebih terperinci

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP ALOKASI BELANJA DAERAH PADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TIMUR Dwi Wahyu Setyowati Program Studi Pendidikan Akuntansi FPIPS ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut : Peneliti Judul Variabel Hasil 2.1 Hasil Penelitian terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai dengan judul penelitian yang penulis lakukan, banyak peneliti yang telah melakukan penelitian terlebih dahulu yang hasilnya seperti berikut

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. KAJIAN PUSTAKA 1. Otonomi Daerah Dalam pemerintahan Reformasi, perkembangan ekonomi di daerah ikut berkembang dengan baik. Tidak pada pemerintahan

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH

ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA NEGARA DIANA MA RIFAH DEFINISI Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) adalah suatu daftar atau penjelasan terperinci mengenai penerimaan dan pengeluaran negara untuk suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017 JENIS DATA 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Satuan Data XIX. RINGKASAN APBD I. Pendapatan Daerah - 584244829879

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995 : 16), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03/KB/BTD-2012 02/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 31 JULI 2012 TENTANG PRIORITAS DAN

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR : 08 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang

Lebih terperinci

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Umum Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, DAU adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 tahun 2004, memberikan wewenang seluasnya kepada

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang 8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Reformasi yang bergulir tahun 1998 di

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Konsep Pendapatan Asli Daerah 2.1.1.1 Pendapatan Asli Derah Setiap daerah memiliki wewenang dan kewajiban untuk menggali sumber sumber keuangannya sendiri

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2015 Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan otonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

Lebih terperinci

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci