BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DAN DESA ADAT Tinjauan Tentang Sampah dan Pengelolaan Sampah
|
|
- Glenna Susman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DAN DESA ADAT 2.1. Tinjauan Tentang Sampah dan Pengelolaan Sampah Pengertian dan Jenis Sampah Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah pada pasal 1 angka 1 pengertian sampah didefinisikan sebagai berikut: Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Selanjutnya pasal 1 angka 2 yang dimaksud sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus. Slamet berpendapat bahwa sampah merupakan sisa kegiatan sehari-hari manusia atau proses alam yang berbentuk padat atau semi padat berupa zat organik atau anorganik bersifat dapat terurai atau tidak dapat terurai yang dianggap sudah tidak berguna lagi dan dibuang ke lingkungan. 1 Menurut Juli Soemirat Slamet, sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat. Sampah ada yang mudah membusuk dan ada pula yang tidak mudah membusuk. Sampah yang mudah membusuk terdiri dari zat-zat organik seperti sayuran, sisa daging, daun dan lain 1 Ni Komang Ayu Artiningsih, 2008, Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga, file:///c:/users/user%20all/downloads/ tesis-peran-serta- Masyarakat-Dalam-Pengelolaan-Sampah-Rumah-Tangga-Di-Semarang.pdf, Universitas Diponegoro, h. 18, diakses tanggal 18 Mei 2015
2 2 sebagainya, sedangkan yang tidak mudah membusuk berupa plastik, kertas, karet, logam, abu sisa pembakaran dan lain sebagainya. 2 Maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis karena kotoran manusia (human waste) tidak termasuk didalamnya dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk didalamnya). Jenis-jenis sampah yang berada di lingkungan sangat beranekaragam jenis dan karakteristiknya, ada yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri, sampah pasar, sampah rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah peternakan, sampah institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya. Menurut Gelbert dkk dalam Ni Komang Ayu Artiningsih sampah yang ada di permukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber sebagai berikut Sampah dari pemukiman penduduk Sampah di suatu pemukiman biasanya dihasilkan oleh satu atau beberapa keluarga yang tinggal dalam suatu bangunan atau asrama yang terdapat di desa atau di kota. Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan 2 Hermawan Eko Wibowo, 2010, Perilaku Masyarakat Dalam mengelolaan Sampah Permukiman di Kampung Kamboja Kota Pontianak (Tesis), Universitas Diponegoro, diakses tanggal 19 mei Ni Komang Ayu Artiningsih, Op.cit, h. 19, dikutip dari Gelbert M, Prihanto D. dan Suprihatin A., Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup dan Wall Chart. Buku Panduan Pendidikan Lingkungan Hidup, PPPGT/VEDC, Malang.
3 3 sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (garbage), sampah kering (rubbsih), perabotan rumah tangga, abu atau sisa tumbuhan kebun. 2. Sampah dari tempat umum dan tempat perdagangan Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan termasuk juga tempat perdagangan. Tempat seperti ini sangat berpotensi tinggi dalam memproduksi sampah. Jenis sampah yang dihasilkan dari tempat semacam itu dapat berupa sisa-sisa makanan (garbage), sampah kering, abu, sisa bangunan, sampah khusus, dan terkadang sampah berbahaya. 3. Sampah dari sarana layanan masyarakat milik pemerintah Sarana layanan masyarakat yang dimaksud disini, antara lain, tempat hiburan, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan (misalnya rumah sakit dan puskesmas), kompleks militer, gedung pertemuan, pantai tempat berlibur, dan sarana pemerintah lain. Tempat tersebut biasanya menghasilkan sampah basah dan sampah kering. 4. Sampah dari industri Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam dan tempat pengolahan air kotor dan air minum,dan kegiatan industri lainnya, baik yang sifatnya distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan dari tempat ini biasanya sampah basah, sampah kering, sisa-sisa bangunan, sampah khusus dan sampah berbahaya.
4 4 5. Sampah pertanian Sampah dihasilkan dari tanaman dan binatang. Lokasi pertanian seperti kebun, ladang ataupun sawah menghasilkan sampah berupa bahan-bahan makanan yang telah membusuk, sampah pertanian, pupuk, maupun bahan pembasmi serangga tanaman. Berbagai macam sampah yang telah disebutkan diatas hanyalah sebagian kecil dari sumber sampah yang dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Maka hal ini menunjukan bahwa segala aktivitas dari kehidupan manusia tidak terlepas dari adanya sampah. Menurut Gelbert dkk dalam Ni Komang Ayu Artiningsih berdasarkan asalnya, sampah padat dapat digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut : 4 1. Sampah Organik Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan bahan hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa-sisa makanan, pembungkus (selain kertas, karet dan plastik), tepung, sayuran, kulit buah, daun dan ranting. 2. Sampah Anorganik Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi : sampah logam dan produk-produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas, sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak dapat diurai oleh alam/mikroorganisme secara keseluruhan (unbiodegradable). Sementara, sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng. 4 Ibid, h. 20.
5 5 Berdasarkan Sifat Fisik Menurut Gelbert dalam Ni Komang Ayu Artiningsih berdasarkan sifat fisiknya sampah dibagi menjadi 2 (dua) yaitu: 5 1. Sampah basah (garbage) Sampah golongan ini merupakan sisa sisa pengolahan atau sisa sisa makanan dari rumah tangga atau merupakan timbulan hasil sisa makanan, seperti sayur mayur, yang mempunyai sifat mudah membusuk, sifat umumnya adalah mengandung air dan cepat membusuk sehingga mudah menimbulkan bau. 2. Sampah kering (rubbish) Sampah golongan ini memang diklompokkan menjadi 2 (dua) jenis : - Golongan sampah tak lapuk. Sampah jenis ini benar-benar tak akan bisa lapuk secara alami, sekalipun telah memakan waktu bertahun-tahun, contohnya kaca dan mika. - Golongan sampah tak mudah lapuk. Sekalipun sulit lapuk, sampah jenis ini akan bisa lapuk perlahan-lahan secara alami. Sampah jenis ini masih bisa dipisahkan lagi atas sampah yang mudah terbakar, contohnya seperti kertas dan kayu, dan sampah tak mudah lapuk yang tidak bisa terbakar, seperti kaleng dan kawat Pengelolaan Sampah Pengertian tentang pengelolaan sampah menurut undang-undang No. 18 tahun 2008 pada pasal 1 angka 5 menyebutkan: Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Sampah yang merupakan sisa dari kegiatan manusia harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Pengelolaan sampah terkait dengan pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan, atau pembuangan dari material sampah yang mengacu pada material sampah yang dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap 5 Ibid, h. 21.
6 6 kesehatan, lingkungan atau keindahan. 6 Jadi yang dimaksud dengan pengelolaan sampah ialah usaha untuk mengelola sampah dengan tujuan untuk menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan untuk mencapai tujuan yaitu lingkungan yang bersih, sehat, dan teratur. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam Undang-Undang pengelolaan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Untuk dapat mewujudkan kegiatan-kegiatan ini, masyarakat dan para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatannya diharapkan dapat menggunakan bahan yang menimbulkan sampah sedikit mungkin, dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang, dan mudah diurai oleh proses alam. 7 Penanganan sampah yang dimaksud dalam Undang-Undang pengelolaan sampah merupakan kegiatan yang diawali dengan pemilahan dalam bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan sifat sampah. Langkah selanjutnya adalah pengumpulan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu, dan pengangkutan sampah dari tempat penampungan sampah sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir. Kemudian sampah yang telah terkumpul di tempat pemrosesan akhir dikelola dengan cara mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah 6 Putu Tuni Cakabawa Landra et. al, 2013, Efektifitas Penerapan Perda No. 5 tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah dalam Upaya Menjaga serta Memelihara Daya Dukung Lingkungan di Provinsi Bali (Sampah sebagai Dampak, Ancaman dan Peluang), h Pengelolaan Sampah Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2008, n-sampah-menurut-uu-no-18-tahun-2008, diakses tanggal 18 Mei 2015.
7 7 dan/atau diproses untuk mengembalikan hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. 8 Semua usaha pengelolaan sampah ini memerlukan kesadaran dan peran serta masyarakat. Selanjutnya, pengelolaan diajukan pada pengumpulan sampah mulai dari produsen sampai pada tempat pembuangan akhir (TPA) dengan membuat tempat pembuangan sampah sementara (TPS), transportasi yang sesuai lingkungan, dan pengelolaan pada TPA. Sampah juga dapat diolah dulu baik untuk memperkecil volume, untuk daur ulang atau dimanfaatkan kembali. Secara teknis pengelolaan sampah berupa kegiatan dengan cara pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemusnahan. 9 Pemusnahan sampah secara umum berupa penimbunan (landfill), pembakaran (incineration), dan pengomposan. Pemilahan sampah dapat dilakukan secara meknik (memakai alat) maupun manual (dengan tangan). Sampah yang tidak dapat diolah lebih lanjut (residu) dapat dilakukan dengan cara penimbunan atau pemusnahan. Sistem pembuangan dan pemusnahan yang direkomendasikan adalah dengan sistem insinerasi terkontrol atau dengan lahan urug saniter (sanitary landfill). Cara ini dapat pula digunakan untuk memperbaiki lahan yang berbentuk jurang dan lainnya sehingga lahan tersebut dapat lebih bermanfaat. 10 Paradigma baru dalam pengelolaan sampah lebih menekankan pada pengurangan sampah dari sumber untuk mengurangi jumlah timbulan sampah serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah. Maka dari itu, 8 Ibid. 9 Putu Tuni Cakabawa Landra et. al, loc.cit. 10 Ibid. h. 16
8 8 prinsip dan program Dinas Kebersihan dan Pertanaman Kabupaten Badung memiliki tata cara pengelolaan sampah dengan cara 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sejalan dengan pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada pengurangan sampah dari sumbernya. Dinas Kebersihan dan Pertamanan kabupaten badung menjelaskan bahwa pengelolaan sampah dengan cara 3R dapat diuraikan sebagai berikut: Prinsip pertama adalah Reduce atau reduksi sampah, yaitu upaya untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan. Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi sampah dengan cara mengubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan kebiasaan dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah menjadi hemat/efisien dan hanya menghasilkan sedikit sampah. 2. Prinsip kedua adalah Reuse yang berarti menggunakan kembali bahan atau material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui proses pengolahan), seperti menggunakan kertas bolak balik, menggunakan kembali botol bekas minuman untuk tempat air, dan lain-lain. Dengan demikian reuse akan memperpanjang usia penggunaan barang melalui perawatan dan pemanfaatan kembali barang secara langsung. 3. Prinsip ke tiga adalah Recycle yang berarti mendaur ulang suatu bahan yang sudah tidak berguna menjadi bahan lain atau barang yang baru setelah melalui proses pengolahan. Beberapa sampah dapat didaur ulang 11 Mewujudkan Beautiful Badung Yang Bersih dan Berbunga, diakses tanggal 18 Mei 2015.
9 9 secara langsung oleh masyarakat dengan menggunakan teknologi dan alat yang sederhana, seperti mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki dan sebagainya, atau sampah dapur yang berupa sisa-sisa makanan untuk dijadikan kompos Tinjauan Tentang Desa Adat Pengertian Desa dan Desa Adat Desa dalam pengertian ini menunjuk kepada suatu wilayah yang dihuni oleh penduduk yang beragama Hindu kecuali di beberapa desa dalam kota atau desa-desa yang terletak di pinggir pantai yang penduduknya sudah heterogen dan terdiri dari berbagai umat beragama. Desa dapat berarti suatu wilayah pemukiman penduduk yang beragama Hindu seperti misalnya, Desa Pelitan, Desa Penestanaan dll. Desa dapat berarti organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat contohnya: Desa Bedulu, Kelurahan Bitra dll. Selain itu desa juga dapat berarti situasi seperti dalam ungkapan desa kala patra yang berarti tempat, waktu dan keadaan. 12 Menurut Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa bahwa yang dimaksud dengan desa adalah: Desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/ atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 12 Wayan P. Windia, 2003, Membangun Desa Adat Bali Yang Sejuk,Yayasan Bali Jani, h. 1.
10 10 Pemerintah Desa dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 menjelaskan bahwa pemerintah desa merupakan penyelengaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah Desa dan Badan Permusyawarahan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Adapun unsur-unsur desa menurut Sutarjo Kartohadikusumo, ada 3 unsur penting yang harus dimiliki oleh sebuah desa yaitu : Daerah Dalam unsur daerah ini terdiri dari tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas merupakan lingkungan geografis. 2. Penduduk Dalam unsur penduduk ini terdiri dari jumlah penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata pencaharian penduduk 3. Tata Kehidupan Dalam unsur tata kehidupan ini, pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa termasuk seluk beluk kehidupan masyarakat desa. Dalam pelaksanaanya ketiga unsur desa ini tidak bisa terlepas antara satu yang lain, artinya tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan unsur daerah, penduduk dan tata kehidupan merupakan satu kesatuan hidup, penduduk menggunakan kemungkinan yang disediakan oleh daerah itu guna mempertahankan hidup. Tata kehidupan, dalam artian yang baik memberikan jaminan akan ketentraman dan keserasian hidup bersama di desa. 14 Unsur lain yang termasuk unsur desa yaitu, unsur letak, letak suatu desa pada umumnya selalu jauh dari kota atau dari pusat keramaian dan pemerintahan. Peninjauan ke 13 Sutardjo Kartihadikusomo, 1990, Hubungan Pemerintah Pusatdan Daerah, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,Semarang, 2008, h Made Suwandi, 1999, Otonomi dan Kewenangan Desa, Bina Aksara, Jakarta, h. 46.
11 11 desa-desa atau perjalanan ke desa sama artinya dengan menjauhi kehidupan di kota dan lebih mendekati daerah-daerah yang menonton dan sunyi. Desa-desa yang pada perbatasan kota mempunyai kemampuan berkembang yang lebih banyak dari pada desa-desa di pedalaman. 15 Hal ini disebabkan unsur letak dari suatu desa sangat menentukan besar kecilnya pengembangan suatu desa terhadap desa-desa lainnya. Desa yang terletak jauh dari perbatasan kota mempunyai sedikit hambatan baik itu berupa hambatan akses untuk menjangkau desa tersebut maupun hambatan mengenai informasi yang sangat sulit didapat. 16 Pengertian Desa Adat Batasan tentang Desa Adat dapat ditemukan dalam Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001 pada pasal 1 angka 4 sebagai berikut: Desa pakraman adalah kesatuan masyarakat hukum adat provinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Sebagai kesatuan masyarakat hukum adat, yang artinya Desa adat diikat oleh adat istiadat atau hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan masyarakat setempat. Hukum adat yang lebih dikenal dengan awigawig adalah merupakan pedoman dasar dari desa adat dalam pemerintahannya. 17 Wirta Griadhi mengemukakan bahwa desa adat, merupakan suatu persekutuan hukum yang keberadaannya dilandasi oleh adanya kehendak bersama 15 H.M. Aries Djainuri, 2004, Sistem Pemerintahan Desa Karya, PT Citra Aditya Bakti, h Ibid, h I Made Suasthawa Dharmayuda, op.cit. h. 18.
12 12 dari orang-orang yang karena tuntutan kodratnya harus hidup bersama-sama dalam suatu wadah yang dapat mempermudah dalam mewujudkan kepentingannya, dengan demikian lahirnya desa adat dapat dikatakan karena tuntutan kodrati dari manusia. 18 Ciri-ciri dari hukum adat yaitu: a. Tidak tertulis dalam bentuk perundangan dan tidak dikodifikasi. b. Tidak tersusun secara sistematis. c. Tidak dihimpun dalam bentuk kitab perundangan. d. Tidak tertatur. e. Keputusannya tidak memakai konsideran (pertimbangan). f. Pasal-pasal aturannya tidak sistematis dan tidak mempunyai penjelasan. 19 Hukum adat merupakan produk dari budaya yang mengandung substansi tentang nilai-nilai budaya cipta, karsa, rasa manusia. Dalam arti bahwa hukum adat lahir dari kesadaran atas kebutuhan dan keinginan manusia untuk hidup secara adil dan beradab sebagai aktualisasi peradaban manusia. Selain itu hukum adat juga merupakan produk sosial yaitu sebagai hasil kerja bersama (kesepakatan) dan merupakan karya bersama secara bersama (milik sosial) dari suatu masyarakat hukum adat. 20 Jadi adat adalah kebiasaan masyarakat, dan kelompok-kelompok masyarakat lambat laun menjadikan adat itu sebagai adat yang seharusnya berlaku bagi semua anggota masyarakat sehingga menjadi 18 I Ketut Wirta Griadhi, 1981, Peranan Otonomi Desa Adat dalam Pembangunan, dalam Kertha Patrika No. 54 Tahun XVII Maret 1981, h Muhammad Bushar, 2004, Pokok-Pokok Hukum Adat, PT Penebar Swadaya, Jakarta, h.5 20 Djamanat Samosir, 2013, Hukum Adat Indonesia, Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, h. 2
13 13 hukum adat. Jadi hukum adat adalah adat yang diterima dan harus dilaksanakan dalam masyarakat bersangkutan. 21 Disamping ikatan hukum adat, desa adat juga diikat oleh tradisi dan tata krama. Tradisi adalah kebiasaan luhur dari leluhur yang diwariskan secara turun temurun. Sedangkan tata karma adalah etika pergaulan, yang juga merupakan norma dalam kehidupan bermasyarakat. Hanya ditegaskan bahwa tradisi dan tata karma itu berasal dari budaya atau ajaran agama hindu. 22 Desa adat mempunyai hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri, ini artinya desa adat mempunyai otonomi. Hak dari desa adat mengurus rumah tangganya bersumber dari hukum adat, tidak berasal dari kekuasaan pemerintahan yang lebih tinggi, sehingga isi dari otonomi desa adat seakan akan tidak terbatas. 23 Secara garis besar otonomi desa adat mencakup: - Membuat aturan sendiri (dalam hal ini berupa awig-awig) - Melaksanakan sendiri peraturan yang dibuat (melalui prajuru) - Mengadili dan menyelesaikan sendiri (dalam lembaga Kertha Desa) - Melakukan pengamanan sendiri (melalui pekemitan, pegebagan, dan pecalangan). 24 Adat menurut masyarakat Bali adalah pokok pangkat kehidupan kelompok masyarakat adat di Bali berdasarkan pada penuangan dari falsafah agama Hindu disebut Tri Hita Karana atau yaitu upaya umum masyarakat untuk berusaha menegakan keseimbangan hubungan antara warga masyarakat itu sendiri, upaya penegakan keseimbangan hubungan warga masyarakat dalam kelompok 21 Hilman Hadikusuma, 2003, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h I Made Suasthawa Dharmayuda, op.cit, h Ibid. 24 Ibid h
14 14 masyarakat dan keseimbangan masyarakat keseluruhan dengan alam Ke- Tuhanan. 25 Perananan Desa Adat Pengertian peranan disini adalah mengacu pada fungsi fungsi yang dijalankan oleh desa adat sebagai satu kesatuan. Desa adat merupakan kesatuan masyarakat hukum adat yang bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Dari kedudukan gandanya ini, kemudian desa adat ditentukan fungsinya sebagai berikut: 26 a. Membantu pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa/pemerintah kelurahan dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan disegala bidang terutama dibidang keagamaan, kebudayaan dan kemasyarakatan; b. Melaksanakan hukum adat dan adat istiadat dalam desa adat; c. Memberikan kedudukan hukum adat terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan hubungan sosial keperdataan dan keagamaan; d. Membina dan mengembangkan nilai- nilai adat bali dalam rangka memperkaya, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan nasional pada umumnya dan kebudayaan bali pada khususnya, berdasarkan paras paros salunglung sabayantaka/musyawarah untuk mufakat; e. Menjaga, memelihara dan memanfaatkan kekayaan desa adat untuk kesejahteraan masyarakat desa adat. Peranan desa adat tersebut dikaitkan dengan pelaksanaan pengelolaan sampah, peran desa adat di Kabupaten Badung secara tidak langsung telah membantu pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa/pemerintah kelurahan dalam kelancaran dan pelaksanaan pembangunan untuk tercapainya 25 I ketut Artadi, 2012, Hukum Adat Bali dengan Aneka Masalahnya, Bali: Pustaka Bali Post, hlm.3 26 I Made Suasthawa Dharmayuda, op.cit, h
15 15 pelestarian lingkungan dengan cara pengelolaan sampah yang dilakukan oleh desa adat di Kabupaten Badung. Menyadari akan peranan penting dari desa adat dalam bidang agama, idiologi negara, sosio kultural, ekonomi dan pertahanan keamanan, maka desa adat perlu dibina dalam arti diberdayakan, dilestarikan dan dikembangkan dengan maksud meningkatkan peranan adat istiadat dan lembaga adat didaerah dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, kelangsungan pembangunan, dan peningkatan ketahanan nasional, serta turut mendorong upaya mensejahterakan warga masyarakat setempat. Disamping itu bertujuan pula untuk meningkatkan partisipasi masyarakat guna kelancaran penyelengaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan masyarakat di daerah, terutama di desa/kelurahan sehingga warga masyarakat setempat merasa terpanggil untuk turut serta bertanggung jawab atas kesejahteraan hidup masyarakat dan lingkungannya Dasar Hukum Pengaturan Desa serta Desa Adat di Bali Dasar Hukum Pengaturan Desa Desa/Marga diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 18b ayat (2) yang berbunyi sebagai berikut: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Negara Republik Indonesia menghormati 27 Ibid.
16 16 kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dengan segala hak dan asal-usul daerah tersebut yang mempunyai susunan asli sehingga dianggap istimewa oleh negara. 28 Selanjutnya dasar hukum pengaturan Desa dilihat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah dirubah dan diatur dalam Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang diatur pada pasal Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Desa dalam susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Pada pasal 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 pengaturan Desa bertujuan: a. memberikan pengakuan dan penghormatan atas Desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; b. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas Desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia; c. melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat Desa; d. mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat Desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan bersama; e. membentuk Pemerintahan Desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab; f. meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat Desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum; g. meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat Desa guna mewujudkan masyarakat Desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional; 28 Wijaya, HAW, 2002, Pemerintah Desa/ Marga: Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah (Suatu Telah Administrasi Negara), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.23.
17 17 h. memajukan perekonomian masyarakat Desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional; dan i. memperkuat masyarakat Desa sebagai subjek pembangunan. Dasar hukum pengaturan Desa Adat di Bali Eksistensi Desa Adat, secara yuridis formal tertuang dalam Peraturan Daerah Propinsi Bali No. 6 Tahun 1986 tentang Kedudukan, Fungsi, dan Peran Desa Adat sebagai Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Dalam Propinsi Daerah Tingkat I Bali (selanjutnya disebut dengan Perda Desa Adat). Di dalam Pasal 1 (e) Perda Desa Adat menyebutkan bahwa: Desa Adat adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Daerah Tingkat I Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata karma pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam Ikatan Kahyangan Tiga (Kahyangan Desa) yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Dengan latar belakang perubahan sosial dan dicabutnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, maka diadakan pula perubahan terhadap Perda Desa Adat sesuai kebutuhan masyarakat Bali. Undang-Undang tersebut adalah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001, yang kemudian dirubah dengan Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2003 tentang Desa Pakraman. Pasal 1 angka 4 dari Perda Desa Pakraman menyebutkan bahwa: Desa Pakraman adalah Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Propinsi Bali yang mempunyai satu kesatuan tradisi dan tata krama pergaulan hidup masyarakat umat Hindu secara turun temurun dalam ikatan kahyangan tiga atau kahyangan desa yang mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri serta berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
18 18 Dari pengertian yang diberikan oleh Peraturan Daerah nomor 6 tahun 1986 dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tersebut, maka jelaslah bahwa istilah desa adat dan istilah desa pakraman mempunyai pengertian yang sama, walaupun ada sedikit pergeseran pada salah satu pembentuk sekaligus pengikat desa pakraman, yaitu pada unsur parhyangan. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 06 Tahun 1986, keberadaan Kahyangan Tiga adalah faktor mutlak yang harus dimiliki oleh suatu komunitas untuk dapat disebut sebagai desa pakraman. Konsep kahyangan tiga ini jelas, yaitu tiga kahyangan (pura) yang terdiri dari Pura Desa, Pura Puseh, dan Pura Dalem. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001, keberadaan kahyangan tiga menjadi fakultatif, karena prinsip yang digunakan adalah Kahyangan Tiga atau Kahyangan Desa. Dengan demikian, keberadaan kahyangan tiga tidak lagi menjadi persyaratan mutlak sepanjang sudah ada Kahyangan Desa yang mengikat komunitas tersebut dalam suatu wadah desa pakraman. Keberadaan masyarakat hukum adat diakui berdasarkan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang. Keberadaan desa adat di Bali juga tidak dapat dipisahkan dengan ajaran agama hindu sebagai landasan filosifis dan religious adat istiadat masyarakatnya. Konsep Tri Hita Karana yang telah melembaga pada desa-desa adat di Bali mendasari persekutuan teritorial dan persekutuan hidup atas kepentingan bersama dalam
19 19 masyarakat, serta persekutuan dalam kesamaan kepercayaan menuju Sang Hyang Widhi. 29 Kehidupan sosial budaya desa adat dilandasi filsafah Tri Hita Karana. Secara arfiah konsep Tri Hita Karana artinya tiga penyebab kesejahteraan atau kebahagiaan yang perlu diseimbangkan dan diharmoniskan yaitu hubungan manusia dengan Tuhan (Parhyangan), hubungan manusia dengan manusia (Pawongan), dan manusia dengan lingkungan (Palemahan). 30 Menurut Wiana (2004) bahwa hakekat Tri Hita Karana adalah sikap hidup yang seimbang antara memuja Tuhan dengan mengabdi pada sesama manusia serta mengembangkan kasih sayang pada alam lingkungan. Konsep Tri Hita Karana dalam palemahan yaitu hubungan manusia dengan lingkungan merupakan konsep yang sangat baik. Unsur palemahan hubungan manusia dengan lingkungan berkaitan dengan menjaga keindahan dan kebersihan lingkungan salah satunya dengan cara pengelolaan sampah. Pemerintah telah mengupayakan sistem pengelolaan sampah ditiap daerah dengan cara mengatur dan membuat peraturan daerah seperti di Kabupaten Badung memiliki peraturan daerah nomor 7 Tahun 2013 tentang pengelolaan sampah. Selain pemerintah dan pemerintahan daerah peran serta masyarakat serta desa adat sangat membantu dalam pengelolaan sampah, ini di atur langsung dalam perda Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2013 pasal I Gusti Agung Ngurah Putra Ambara, 2006, Eksistensi Tanah-Tanah Milik Pura Desa Pakraman di Kota Denpasar, h. 19, tanggal akses 21 Mei I Made Putra Ariana, 2011, Respon Masyarakat Setempat Terhadap Tempat Pembuangan Akhir Di Desa Temesi Kabupaten Gianyar,(Tesis), respons%20masyarakat%20setempat%20terhadap%20keberadaan%20tempat%20pembuangan%2 0akhir%20di%20desa%20temesi%20kabupaten%20.pdf, diakses tanggal
20 20 Bentuk peran masyarakat serta desa adat dalam pasal ini yaitu ikut menjaga kebersihan lingkungan, aktif dalam kegiatan pengurangan, pengumpulan, pemilahan, pengangkutan, dan pengolahan sampah serta masyarakat/ desa adat dapat memberian saran, usul, pengaduan, pertimbangan, dan pendapat dalam upaya peningkatan pengelolaan sampah di wilayahnya. Konsep dari palemahan ini mengajarkan manusia untuk peduli alam lingkungannya. Filosofi Tri Hita Karana dalam kenyataannya dilingkungan desadesa pakraman yang ada di Bali sangat variatif, demikian pula mengenai struktur organisasinya. Terlepas dari variasi-variasi yang ada, satu hal yang melekat pada semua desa pakraman di Bali adalah bahwa desa pakraman adalah organisasi sosial relegius yang otonom, yaitu berhak mengurus rumah tangganya sendiri. Otonomi desa pakraman ini mempunyai landasan yang kuat, disamping bersumber dari kodratnya sendiri (otonomi asli) juga bersumber pada kekuasaan negara karena dalam struktur kenegaraan mendapat pengakuan secara yuridis berdasarkan konstitusi (Pasal 18B UUD 1945). Dalam perspektif lokal, otonomi desa pakraman mendapat penegasan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman dalam Pasal 1 angka 4.
21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang
25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati
Lebih terperinciB P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN
B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana
Lebih terperinciSampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.
1. DEFINISI SAMPAH Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa
Lebih terperinciKERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengelolaan Sampah 1. Pengertian Pengertian sampah menurut Slamet dalam Sunarti (2002 ; 8) adalah sesuatu yang tidak dikehendaki lagi oleh yang punya dan
Lebih terperinciPROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya
Lebih terperinciPENGELOLAAN PERSAMPAHAN
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas
Lebih terperinciPemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga
Pemberdayaan Masyarakat Rumpin Melalui Pengolahan Sampah Organik Rumah Tangga Oleh : Dra. MH. Tri Pangesti, M.Si. Widyaiswara Utama Balai Diklat Kehutanan Bogor Pendahuluan Desa Rumpin merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola
Lebih terperinciPEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI
PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga
Lebih terperinci1. Pendahuluan ABSTRAK:
OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus
Lebih terperinciBUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG,
PERATURAN DESA SEGOBANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA DESA SEGOBANG, Menimbang Mengingat : a. bahwa lingkungan hidup yang baik merupakan hak asasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIREBON, Menimbang
Lebih terperinciPotensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang
Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Sudiro 1), Arief Setyawan 2), Lukman Nulhakim 3) 1),3 ) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Nasional
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite
94 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite seluruhnya memiliki bak tempat sampah sendiri sedangkan responden pemukiman kumuh
Lebih terperinciWALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI,
WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA KEDIRI WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa memenuhi ketentuan pasal 18 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Daerah
Lebih terperinciMAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik
MAKALAH PROGRAM PPM Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,
PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa sampah sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan
Lebih terperinciMakalah Permasalahan Sampah
Makalah Permasalahan Sampah Makalah Permasalahan Sampah 6 NOVEMBER 2014TINGGALKAN KOMENTAR BabI Pendahuluan 1.Latar Belakang Masalah Melihat kondisi lingkungan di sekitar jalan Bubu/Perjuangan yang dipenuhi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kota Gorontalo ± 4 km. Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah Jiwa
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Dulalowo 1. Geografi, Batas Wilayah Dan Iklim Kelurahan Dulalowo berada di Kecamatan Kota Tengah merupakan salah satu kecamatan yang ada
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,
PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan membahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi yang didapat dari hasil analisis tata kelola persampahan berkelanjutan di Kawasan Perkotaan Sumedang yang
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR
BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS. tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan
Lebih terperinciSAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA
SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Masalah sampah sebagai hasil aktivitas manusia di daerah perkotaan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan, terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Bali sebagai daerah yang terkenal akan kebudayaannya bisa dikatakan sudah menjadi ikon pariwisata dunia. Setiap orang yang mengunjungi Bali sepakat bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas bahan
Lebih terperinciDINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR
DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan
Lebih terperinciPENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)
PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI 19-3964-1994 (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) Dina Pasa Lolo, Theresia Widi Asih Cahyanti e-mail : rdyn_qyuthabiez@yahoo.com ;
Lebih terperinciKAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok )
KAJIAN VOLUME SAMPAH DI KOTA KEDIRI ( Lokasi TPA Klotok ) LUCIA DESTI KRISNAWATI, ST *) Pertumbuhan penduduk di kota Kediri, akan memberikan dampak pada permasalahan jumlah timbulan sampah. Sampah merupakan
Lebih terperinciGambar 2.1 organik dan anorganik
BAB II SAMPAH DAN TEMPAT SAMPAH 2.1 Pembahasan 2.1.1 Pengertian Sampah Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia,dalam
Lebih terperinciKUISIONER FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG APUNG RT10/01 KELURAHAN KAPUK JAKARTA BARAT
KUISIONER FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG APUNG RT10/01 KELURAHAN KAPUK JAKARTA BARAT 1. Nama Responden : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur : a) Usia Produktif
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO
WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 16 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PEMILIHAN DAN PENGUMPULAN SAMPAH WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dengan adanya perubahan kelembagaan
Lebih terperinciDAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR
DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang
Lebih terperinciPROSPEK PENGELOLAAN SAMPAH NON-KONVENSIONAL
Prosiding SNaPP2011 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN:2089-3582 PROSPEK PENGELOLAAN SAMPAH NON-KONVENSIONAL DI BANGKALAN 1 Iriani Ismail 1 Jurusan Manajemen, Universitas Trunojoyo Madura, Jl. Raya Telang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I- 1
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkembangan penduduk daerah perkotaan yang sangat pesat dewasa ini tidak terlepas dari pengaruh dorongan berbagai kemajuan teknologi, transportasi, dan sebagainya.
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah
Lebih terperinciPengolahan Sampah. Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember Disampaikan oleh: Dr. Ridwan, MT- UG
Pengolahan Sampah Tim Abdimas Sehati Universitas Gunadarma, Bekasi, 7 Desember 2017 PENDAHULUAN Latar Belakang: Penanganan sampah/problem tentang sampah khususnya di daerah perkotaan belum bisa teratasi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 54 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DAN ZAT KIMIA PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA DAN BANDAR UDARA DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Limbah padat atau sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Masyarakat awam biasanya hanya menyebutnya sampah saja. Bentuk, jenis,
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH
) KEBIJAKAN PENGELOLAAN SAMPAH TERPADU UNTUK MENINGKATKAN NILAI EKONOMI BAGI MASYARAKAT DI DAERAH (Studi Kasus Pengelolaan Sampah di DIY) Yeni Widowaty, Septi Nur wijayanti Laras Astuti, dan Reni Budi
Lebih terperinciTEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK
TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.188, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Sampah. Rumah Tangga. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5347) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK
Lebih terperinciPENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)
PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH
QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI PIDIE, Menimbang
Lebih terperinciPELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH ANORGANIK MENJADI ANEKA KREASI DAUR ULANG DI LINGKUNGAN RW 06 KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KOTA PEKANBARU
PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH ANORGANIK MENJADI ANEKA KREASI DAUR ULANG DI LINGKUNGAN RW 06 KELURAHAN SIDOMULYO BARAT KOTA PEKANBARU Muthia Anggraini ABSTRAK: Produksi sampah semakin hari semakin meningkat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan industri dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat
Lebih terperinciINVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi
INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. posisi di dalam status sosial, syarat-syarat peran merangkap 3 (tiga) hal yaitu, :
II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Teori Peran Peran merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang menempati suatu posisi di dalam status sosial, syarat-syarat peran merangkap 3 (tiga) hal
Lebih terperinciBERITA NEGARA. KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
No.933, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Sampah rumah tangga. Raperda. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011
Lebih terperinciE. Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi mengenai sistem pengelolaan sampah yang dilakukan di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius. Sampah dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan jumlah
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar
SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan : Kesehatan Lingkungan Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah Sasaran : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar Waktu : 25 menit Hari / tanggal : Rabu, 30 April 2014
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.
Lebih terperinciBAB III STUDI LITERATUR
BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,
PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang: Mengingat: a. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dewasa ini persebaran dan pertumbuhan jumlah penduduk di berbagai wilayah tampak tidak merata. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah jarak
Lebih terperinciBUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN
BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk
Lebih terperinciKAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)
KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) Oleh : Shinta Dewi Astari 3308 202 006 Dosen Pembimbing : I.D.A.A Warmadewanthi, ST., MT., Ph.D. PROGRAM
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,
QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa pengelolaan sampah memerlukan suatu
Lebih terperinciBAB II. terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang, umumnya berasal dari
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah 2.1.1 Sampah sebagai Limbah Azwar (1990) dinyatakan bahwa sampah adalah bagian dari sesuatu yang tidak terpakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang,
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN
LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 SERI E NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALU, Menimbang : a.
Lebih terperinciSATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU
SATUAN TIMBULAN, KOMPOSISI DAN POTENSI DAUR ULANG SAMPAH PADA TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH TANJUNG BELIT KABUPATEN ROKAN HULU Alfi Rahmi, Arie Syahruddin S ABSTRAK Masalah persampahan merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya laju konsumsi dan pertambahan penduduk Kota Palembang mengakibatkan terjadinya peningkatan volume dan keragaman sampah. Peningkatan volume dan keragaman sampah pada
Lebih terperincipendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang.
BAB VI POTENSI REDUKSI SAMPAH DI KOMPLEKS PERUMAHAN BBS KELURAHAN CIWEDUS KOTA CILEGON BANTEN 6.1. Konsep Pemilahan Sampah Dalam usaha mengelola limbah atau sampah secara baik, ada beberapa pendekatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan
Lebih terperinciPEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013
PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 Standar Kompetensi 2. Memahami sumberdaya alam Kompetensi Dasar 2.3.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Sampah Sampah ialah suatu bahan yang terbuang atau dibuang, merupakan hasil aktivitas manusia maupun alam yang sudah tidak digunakan lagi karena sudah diambil unsur
Lebih terperinciDAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA
DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
S A L I N A N PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH
Lebih terperinci2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2OO8 tentang. 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2AO9 tentang
BUPATI EKASAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PAMEKASAN NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENDISTRIBUSIAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SE'JENIS SAMPAH RUMAH TANGGA KE TEMPAT PEMROSESAN AKHIR DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPOTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG
Spectra Nomor 22 Volume XI Juli 2013: 24-31 POTENSI PENERAPAN PRINSIP 3R DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI DESA NGENEP KECAMATAN KARANGPLOSO KABUPATEN MALANG Puji Ariyanti Sudiro Program Studi Teknik Lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI TRENGGALEK PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN TRENGGALEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa pertambahan
Lebih terperinciWALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 66 TAHUN 2012 TENTANG PENGATURAN PEMBUANGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa pengelolaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.
Lebih terperinciBUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO
BUPATI BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BONDOWOSO, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pada Pasal 1 butir (1) disebutkan bahwa sampah adalah sisa kegiatan seharihari manusia dan/atau
Lebih terperinciBUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN
BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinci