PENGENCERAN prinsipnya bahwa kecepatan = dosis / pengenceran misalnya,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGENCERAN prinsipnya bahwa kecepatan = dosis / pengenceran misalnya,"

Transkripsi

1 PENGENCERAN prinsipnya bahwa kecepatan = dosis / pengenceran misalnya, Dobutamin dosisnya kan 5-10 mcg/kgbb/menit kita mau pake spuit 50 cc syring pump kita hitung dosisnya, misal kita mau pake yang 5 mcg/kgbb/menit, jadinya kan... misal BB= 50 kg deh dosis---> 5 x 50 = 250 mcg/ menit ---> 250 x 60= mcg/jam ( dijadiin jam dunk, kan syringe pump settingannya pake ml/jam ) pengenceran--> dobutamin tuh 1 ampulnya 250 mg/ 5 cc, mo kita pake spuit 50 cc so 250 mg/50 cc--> sama dengan 5 mg/cc = 5000mcg/cc dijadiin mcg biar sinkron ama dosisnya yah) jadinya kecepatan syringe pumpnya = 15000/5000 = 3 cc/jam sekarang Dopamin dosisnya: 10 mcg/ kgbb/menit sediaan : 200 mg/10cc misal, BB= 50 kg dosis = 10 x 50 x 60 mcg/jam = mcg/jam pengenceran = 200 mg/50 cc = 4 mg/cc = 4000 mcg/ cc kecepatannya = /4000 = 7.5 cc / jam Morphine dosis = mcg/kgbb/ jam sediaan = 10 mg/cc misal, BB=50 kg dosisnya, = 10 x 50 = 500 mcg/jam pengenceran = 10 mg / 50 cc = 0.2 mg/cc = 200 mcg/cc kecepatan = 500/200 = 2.5 cc/jam gampang

2 kan? sekali laghi speed sama dengan dosis dibagi pengenceran, yang harus diingat tentunya satuannya mesti sama ya, semoga membantu...c u INTUBASI TRAKEA PENDAHULUAN Sejak dilakukannya tindakan bedah, sebenarnya kalangan medis telah berusaha untuk melakukan tindakan anestesi yang bertujuan untuk mengurangi dan menghilangkan rasa nyeri atau rasa sakit. (Anonim, 1989) Pada prinsipnya, seorang penderita akan dibuat tidak sadarkan diri dengan melakukan tindakan yang sering dilakukan secara fisik seperti memukul, mencekik dan lain sebagainya. Hal tersebut terpaksa dilakukan agar pasien tidak merasa kesakitan dan akhirnya meloncat dari meja operasi yang mengakibatkan terganggunya jalannya acara operasi. (Anonim, 1986). Sejak diperkenalkannya penggunaan gas ether oleh William Thomas Greene Morton pada tahun 1846 di Boston Amerika Serikat, maka berangsur-angsur cara kekerasan fisik yang sering dilakukan untuk mencapai keadaan anestesi mulai ditinggalkan. Penemuan tersebut merupakan titik balik dalam sejarah ilmu bedah, karena membuka cakrawala kemungkinan dilakukannya tindakan bedah, yang lebih luas, mudah serta manusiawi. (Anonim, 1986). Dalam suatu tindakan operasi, seorang dokter bedah tidak dapat bekerja sendirian dalam membedah pasien sekaligus menciptakan keadaan anestesi. Dibutuhkan keberadaan seorang dokter anestesi untuk mengusahakan, menangani dan memelihara keadaan anestesi pasien. Tugas seorang dokter anestesi dalam suatu acara operasi antara lain : 1. Menghilangkan rasa nyeri dan stress emosi selama dilakukannya proses pembedahan atau prosedur medik lain. 2. Melakukan pengelolaan tindakan medik umum kepada pasien yang dioperasi, menjaga fungsi organ-organ tubuh berjalan dalam batas normal sehingga keselamatan pasien tetap terjaga.

3 3. Menciptakan kondisi operasi dengan sebaik mungkin agar dokter bedah dapat melakukan tugasnya dengan mudah dan efektif. Salah satu usaha yang mutlak harus dilakukan oleh seorang dokter ahli anestesi adalah menjaga berjalannya fungsi organ tubuh pasien secara normal, tanpa pengaruh yang berarti akibat proses pembedahan tersebut. Pengelolaan jalan napas menjadi salah satu bagian yang terpenting dalam suatu tindakan anestesi. Karena beberapa efek dari obat-obatan yang dipergunakan dalam anestesi dapat mempengaruhi keadaan jalan napas berjalan dengan baik. Salah satu usaha untuk menjaga jalan napas pasien adalah dengan melakukan tindakan intubasi endotrakheal, yakni dengan memasukkan suatu pipa ke dalam saluran pernapasan bagian atas. Karena syarat utama yang harus diperhatikan dalam anestesi umum adalah menjaga agar jalan napas selalu bebas dan napas dapat berjalan dengan lancar serta teratur. Bahkan, menurut Halliday (2002) penggunaan intubasi endotrakheal juga direkomendasikan untuk neonatus dengan faktor penyulit yang dapat mengganggu jalan napas. Anatomi - Fisiologi Saluran Napas Bagian Atas. Dalam melakukan tindakan intubasi endotrakheal terlebih dahulu kita harus memahami anatomi dan fisiologi jalan napas bagian atas dimana intubasi itu dipasang. Pada pembahasan tentang anatomi dan fisiologi ini, penyusun akan menguraikan tentang beberapa hal yang menyangkut fisiologi rongga orofaring, sebagian naso faring dan akan lebih ditekankan lagi pada bagian laring. (William, 1995 : 1630). Anatomi Saluran Nafas Bagian Atas, Respirasi Internal dan Eksternal Respirasi merupakan kombinasi dari proses fisiologi dimana oksigen dihisap dan karbondioksida dikeluarkan oleh sel-sel dalam tubuh. Hal ini merupakan proses pertukaran gas yang penting. Respirasi dibagi dalam dua fase. Fase pertama ekspirasi eksternal dalam pengertian yang sama dengan bernafas. Ini merupakan kombinasi dari pergerakan otot dan skelet, dimana udara untuk pertama kali didorong ke dalam paru dan selanjutnya dikeluarkan. Peristiwa ini termasuk inspirasi dan ekspirasi. Fase yang lain adalah respirasi internal yang

4 meliputi perpindahan / pergerakan molekul-molekul dari gas-gas pernafasan (oksigen dan karbondioksida) melalui membrana, perpindahan cairan, dan sel-sel dari dalam tubuh sesuai keperluan. Gambar 1.: Anatomi Pernafasan FISIOLOGI RESPIRASI Sistem respirasi manusia mempunyai gambaran desain umum yang dapat dihubungkan dengan sejumlah aktivitas penting. Respirasi merupakan kombinasi dari proses fisiologi dimana oksigen dihisap dan karbondioksida dikeluarkan oleh sel-sel dalam tubuh. Respirasi adalah pertukaran gas-gas antara organism hidup dan lingkungan sekitarnya.pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal. Respirasi eksternal adalah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu : 1.Ventilasi:proses masuk udara sekitar dan pembagian udara tersebut ke alveoli 2.Distribusi :distribusi dan percampuran molekul-molekul gas intrapulmoner 3.Difusi : masuknya gas-gas menembus selaput alveolo-kapiler 4.Perfusi : pengambilkan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.

5 Respirasi internal adalah pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu : 1.Efisiensi kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen 2.Distribusi kapiler 3.Difusi,perjalanan gas ke ruang interstitial dan menembus dinding sel 4.Metabolisme sel yang melibatkan enzim. Gambar.2. : Sistem Respirasi INTUBASI ENDOTRAKHEAL A. Definisi Menurut Hendrickson (2002), intubasi adalah memasukkan suatu lubang atau pipa melalui mulut atau melalui hidung, dengan sasaran jalan nafas bagian atas atau trakhea. Pada intinya, Intubasi Endotrakhea adalah tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam trakhea sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu dan dikendalikan (Anonim, 2002). B. Tujuan Tujuan dilakukannya tindakan intubasi endotrakhea adalah untuk membersihkan saluran trakheobronchial, mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, mencegah aspirasi, serta mempermudah pemberian ventilasi dan oksigenasi bagi pasien operasi. Pada dasarnya, tujuan intubasi endotrakheal :

6 a. Mempermudah pemberian anestesia. b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas serta mempertahankan kelancaran pernafasan. c. Mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi isi lambung (pada keadaan tidak sadar, lambung penuh dan tidak ada refleks batuk). d. Mempermudah pengisapan sekret trakheobronchial. e. Pemakaian ventilasi mekanis yang lama. f. Mengatasi obstruksi laring akut. C. Persiapan pasien Beritahukan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan Mintakan persetujuan keluarga / informed consent Berikan support mental Hisap cairan / sisa makanan dari naso gastric tube. Yakinkan pasien terpasang IV line dan infus menetes dengan lancar D. Alat-alat yang dipergunakan 1. Laringoskop. Ada dua jenis laringoskop yaitu : - Blade lengkung (McIntosh). dewasa. - Blade lurus. (blade Magill) bayi dan anak-anak. 2. Pipa endotrakheal. terbuat dari karet atau plastik. Untuk operasi tertentu misalnya di daerah kepala dan leher dibutuhkan pipa yang tidak bisa ditekuk yang mempunyai spiral nilon atau besi (non kinking). Untuk mencegah kebocoran jalan nafas, kebanyakan pipa endotrakheal mempunyai balon (cuff) pada ujung distalnya. Pipa tanpa balon biasanya digunakan pada anak-anak karena bagian tersempit jalan nafas adalah daerah rawan krikoid. Pada orang dewasa biasa dipakai pipa dengan balon karena bagian tersempit adalah trachea. Pipa pada orang dewasa biasa digunakan dengan diameter internal untuk laki-laki berkisar 8,0 9,0 mm dan perempuan 7,5 8,5 mm.

7 Untuk intubasi oral panjang pipa yang masuk cm. Pada anakanak dipakai rumus : Rumus tersebut merupakan perkiraan dan harus disediakan pipa 0,5 mm lebih besar dan lebih kecil. Untuk anak yang lebih kecil biasanya dapat diperkirakan dengan melihat besarnya jari kelingkingnya. 3. Pipa orofaring atau nasofaring. mencegah obstruksi jalan nafas karena jatuhnya lidah dan faring pada pasien yang tidak diintubasi. 4. Plester memfiksasi pipa endotrakhea setelah tindakan intubasi. 5. Stilet atau forsep intubasi. (McGill) mengatur kelengkungan pipa endotrakheal sebagai alat bantu saat insersi pipa. Forsep intubasi digunakan untuk memanipulasi pipa endotrakheal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring. 6. Alat pengisap atau suction. Gambar 3. Persiapan alat-alat. E. Persiapan obat-obatan Obat-obatan untuk intubasi

8 Sedasi - Pentothal 25 mg / cc dosis 4-5 mg/kgbb - Dormicum 1 mg / cc dosis 0,6 mg/kgbb - Diprivan 10 mg/cc 1-2 mg/kgbb Muscle relaksan - Succynilcholin 20 mg / cc dosis 1-2 mg/kgbb - Pavulon 0,15 mg/kgbb - Tracrium 0,5-0,6 mg/kgbb - Norcuron 0,1 mg/kgbb Obat-obatan emergency (troley emergency) - Sulfas Atropine - Epedrine - Adrenalin / Epinephrin - Lidocain 2% F. Posisi Pasien untuk Tindakan Intubasi. Gambaran klasik yang betul ialah leher dalam keadaan fleksi ringan, sedangkan kepala dalam keadaan ekstensi. Ini disebut sebagai Sniffing in the air position. Kesalahan yang umum adalah mengekstensikan kepala dan leher. Posisi Untuk Intubasi

9 Ganmbar.4 : Posisi Intubasi G. Indikasi dan Kontraindikasi. Indikasi bagi pelaksanaan intubasi endotrakheal menurut Gisele tahun 2002 antara lain : a. Keadaan oksigenasi yang tidak adekuat (karena menurunnya tekanan oksigen arteri dan lain-lain) yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian suplai oksigen melalui masker nasal. b. Keadaan ventilasi yang tidak adekuat karena meningkatnya tekanan karbondioksida di arteri. c. Kebutuhan untuk mengontrol dan mengeluarkan sekret pulmonal atau sebagai bronchial toilet. d. Menyelenggarakan proteksi terhadap pasien dengan keadaan yang gawat atau pasien dengan refleks akibat sumbatan yang terjadi. Menurut Gisele, 2002 ada beberapa kontra indikasi bagi dilakukannya intubasi endotrakheal antara lain : a. Beberapa keadaan trauma jalan nafas atau obstruksi yang tidak memungkinkan

10 untuk dilakukannya intubasi. Tindakan yang harus dilakukan adalah cricothyrotomy pada beberapa kasus. b.trauma servikal yang memerlukan keadaan imobilisasi tulang vertebra servical, sehingga sangat sulit untuk dilakukan intubasi. H. Kesulitan intubasi Kesulitan yang sering dijumpai dalam intubasi endotrakheal (Mansjoer Arif et.al., 2000) biasanya dijumpai pada pasien-pasien dengan : a. Otot-otot leher yang pendek dengan gigi geligi yang lengkap. b. Recoding lower jaw dengan angulus mandibula yang tumpul. Jarak antara mental symphisis dengan lower alveolar margin yang melebar memerlukan depresi rahang bawah yang lebih lebar selama intubasi. c. Mulut yang panjang dan sempit dengan arcus palatum yang tinggi. d. Gigi incisium atas yang menonjol (rabbit teeth). e. Kesukaran membuka rahang, seperti multiple arthritis yang menyerang sendi temporomandibuler, spondilitis servical spine. f. Abnormalitas pada servical spine termasuk achondroplasia karena fleksi kepala pada leher di sendi atlantooccipital. g. Kontraktur jaringan leher sebagai akibat combusio yang menyebabkan fleksi leher. h. Fraktur servical i. Rahang bawah kecil j. Osteoarthritis temporo mandibula joint k.trismus. l. Ada masa di pharing dan laring G. Kegagalan intubasi

11 Hal yang perlu dilakukan apabila terjadi keadaan gagal intubasi adalah mengunakan alatalat anestesi lain yang kemungkinan dapat berguna. Salah satu yang dapat dan sangat sering digunakan serta menunjukkan angka keberhasilan cukup tinggi adalah laryngeal mask airway (LMA) atau sungkup laring. Selain itu pada keadaan yang sangat gawat, tindakan krikotiroidotomi dengan menggunakan jarum yang besar dapat dilakukan 4

12

13 Gambar 5. Penampakan faring posterior pada tes Mallampati. Penting untuk dicatat luas lapangan pandang dari laring yang telah kita dapatkan. Informasi ini penting, apabila di kemudian hari dilakukan kembali tindakan manajemen jalan napas. Gambaran standart yang digunakan adalah klasifikasi menurut Cormack dan Lehane (1984): 1. Grade 1 : seluruh laring dapat terlihat 2. Grade 2 : bagian posterior dari laring saja yang dapat terlihat 3. Grade 3 : hanya epiglotis saja yang dapat terlihat 4. Grade 4 : tidak ada bagian laring yang dapat terlihat Komplikasi Intubasi Endotrakheal. A. Komplikasi tindakan laringoskop dan intubasi (Anonim, 1989)

14 a. Malposisi berupa intubasi esofagus, intubasi endobronkial serta malposisi laringeal cuff. b. Trauma jalan nafas berupa kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa mulut, cedera tenggorok, dislokasi mandibula dan diseksi retrofaringeal. c. Gangguan refleks berupa hipertensi, takikardi, tekanan intracranial meningkat, tekanan intraocular meningkat dan spasme laring. d. Malfungsi tuba berupa perforasi cuff. B. Komplikasi pemasukan pipa endotracheal. a. Malposisi berupa ekstubasi yang terjadi sendiri, intubasi ke endobronkial dan malposisi laringeal cuff. b. Trauma jalan nafas berupa inflamasi dan ulserasi mukosa, serta ekskoriasi kulit hidung c. Malfungsi tuba berupa obstruksi. C. Komplikasi setelah ekstubasi. a. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring. b. Gangguan refleks berupa spasme laring. Anonim, (1986), Kesimpulan Kuliah Anestesiologi, edisi pertama, Aksara Medisina, Jakarta. Prosedur Tindakan Intubasi. A. Persiapan. Pasien sebaiknya diposisikan dalam posisi tidur terlentang, oksiput diganjal dengan menggunakan alas kepala (bisa menggunakan bantal yang cukup keras atau botol infus) kepala dalam keadaan ekstensi serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus.

15 B. Oksigenasi. Setelah dilakukan anestesi dan diberikan pelumpuh otot, lakukan oksigenasi dengan pemberian oksigen 100% minimal dilakukan selama 2 menit. Sungkup muka dipegang dengan tangan kiri dan balon dengan tangan kanan. C. Laringoskop. Mulut pasien dibuka dengan tangan kanan dan gagang laringoskop dipegang dengan tangan kiri. Blade laringoskop dimasukkan dari sudut kiri dan lapangan pandang akan terbuka. Blade laringoskop didorong ke dalam rongga mulut. Gagang diangkat dengan lengan kiri dan akan terlihat uvula, faring serta epiglotis. Ekstensi kepala dipertahankan dengan tangan kanan. Epiglotis diangkat sehingga tampak aritenoid dan pita suara yang tampak keputihan bentuk huruf V. D. Pemasangan pipa endotrakheal. Pipa dimasukkan dengan tangan kanan melalui sudut kanan mulut sampai balon pipa tepat melewati pita suara. Bila perlu, sebelum memasukkan pipa asisten diminta untuk menekan laring ke posterior sehingga pita suara akan dapat tampak dengan jelas. Bila mengganggu, stilet dapat dicabut. Ventilasi atau oksigenasi diberikan dengan tangan kanan memompa balon dan tangan kiri memfiksasi. Balon pipa dikembangkan dan blade laringoskop dikeluarkan selanjutnya pipa difiksasi dengan plester. E. Mengontrol letak pipa. Dada dipastikan mengembang saat diberikan ventilasi. Sewaktu ventilasi, dilakukan auskultasi dada dengan stetoskop, diharapkan suara nafas kanan dan kiri sama. Bila dada ditekan terasa ada aliran udara di pipa endotrakheal. Bila terjadi intubasi endotrakheal akan terdapat tanda-tanda berupa suara nafas kanan berbeda dengan suara nafas kiri, kadang-kadang timbul suarawheezing, sekret lebih banyak dan tahanan jalan nafas terasa lebih berat. Jika ada ventilasi ke satu sisi seperti ini, pipa ditarik sedikit sampai ventilasi kedua paru sama. Sedangkan bila terjadi intubasi ke daerah esofagus maka daerah epigastrum atau gaster akan mengembang, terdengar suara saat ventilasi (dengan stetoskop), kadang-kadang keluar cairan lambung, dan makin lama pasien akan nampak semakin membiru. Untuk hal tersebut pipa dicabut dan intubasi dilakukan kembali setelah diberikan oksigenasi yang cukup. F. Ventilasi. Pemberian ventilasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan pasien bersangkutan.

16 Gambar 6. Correct (endotracheal) vs. Incorrect (Esophageal) Intubation Tanda-tanda ETT 1. Dada mengembang 2. Terdapat embun di ET 3. Kemballinya bellow baik 4. Auskultasi di lapang paru + 5. Auskultasi di epigastrium Laryngeal Mask Airway (LMA) Apabila terjadi keadaan gagal intubasi adalah menggunakan alat-alat anestesi lain yang kemungkinan dapat berguna. Salah satu yang dapat dan sangat sering digunakan serta menunjukkan angka keberhasilan cukup tinggi adalah laryngeal mask airway (LMA) atau sungkup laring. Laryngeal mask airway mempunyai beberapa keuntungan dbandingkan denganendotrakeal tube. pemasangan tidak memerlukan laringoskop, tidak memerlukan pelumpuh otot, tidak merusak pita suara, respon kardiovaskuler sangat rendah jika dibandingkan intubasi endotrakeal

17 Tabel.1 Keuntungan dan kerugian LMA dibandingkan intubasi ET dan sungkup muka.

18 Tabel.2 Karakteristik dari laryngeal mask airway Macam macam bentuk LMA,antara lain ; Gambar.7 macam-macam laryngeal mask airway Keterangan ; 1. LMA ProSeal 2. LMA Flexible 3. LMA Ctrach 4. LMA Fastrach 5. LMA Klasik Indikasi penggunaan LMA Yang menjadi indikasi untuk menggunakan LMA antara lain sebagai berikut : 1. Untuk menghasilkan jalan nafas yang lancar tanpa penggunaan sungkup muka. 2. Untuk menghindari penggunaan ET/melakukan intubasi endotrakeal 3. selama ventilasi spontan. 4. Pada kasus-kasus kesulitan intubasi. 5. Untuk memasukkan ET ke dalam trakea melalui alat intubating LMA. Kontraindikasi penggunaan LMA Ada beberapa hal yang harus diperhatikan yang merupakan kontraindikasi untuk menggunakan LMA, yaitu :

19 1. Ketidakmampuan menggerakkan kepala atau membuka mulut > 1,5 cm, misalnya pada ankylosing spondylitis, severe rheumatoid arthritis, servical spine instability, yang akan mengakibatkan kesulitan memasukkan LMA. 2. Kelainan didaerah faring (abses, hematom). 3. Obstruksi jalan nafas pada atau dibawah laring. Pasien dengan lambung penuh atau kondisi yang menyebabkan lambatnya pengosongan lambung. 4. Meningkatnya resiko regurgitasi (hernia hiatus, ileus intestinal). 5. Ventilasi satu paru. 6. Keadaan dimana daerah pembedahan akan terhalang oleh kaf dari LMA. EKSTUBASI Ekstubasi adalah mengeluarkan pipa endotrakheal setelah dilakukkan intubasi (6) Tujuan Ekstubasi 1. Untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak menimbulkan trauma. 2. Untuk mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan resiko setelah ekstubasi Syarat Ekstubasi 1. insufisiensi nafas (-) 2. hipoksia (-) 3. hiperkarbia (-) 4. kelainan asam basa (-) 5. gangguan sirkulasi (TD turun, perdarahan) (-) 6. pasien sadar penuh 7. mampu bernafas bila diperintah 8. kekuatan otot sudah pulih 9. tidak ada distensi lambung

20 Kriteria Ekstubasi Ekstubasi yang berhasil bila 1. Vital capacity ml/kg BB 2. Tekanan inspirasi diatas 20 cm H2O 3. PaO2 diatas 80 mm Hg 4. Kardiovaskuler dan metabolic stabil 5. Tidak ada efek sisa dari obat pelemas otot 6. reflek jalan napas sudah kembali dan penderita sudah sadar penuh Pelaksanaan Ekstubasi Sebelum ekstubasi dilakukan terlebih dahulu membersihkan rongga mulut efek obat pelemas otot sudah tidak ada, dan ventilasi sudah adequate. Melakukan pembersihan mulut sebaiknya dengan kateter yang steril. Walaupun diperlukan untuk membersihkan trachea atau faring dari sekret sebelum ekstubasi, hendaknya tidak dilakukan secara terus menerus bila terjadi batuk dan sianosis. Sebelum dan sesudah melakukan pengisapan, sebaiknya diberikan oksigen. Apabila plester dilepas, balon sudah dikempiskan, lalu dilakukan ekstubasi dan selanjutnya diberikan oksigen dengan sungkup muka. Pipa endotrakheal jangan dicabut apabila sedang melakukan pengisapan karena kateter pengisap bisa menimbulkan lecet pita suara, perdarahan, atau spasme laring Sesudah dilakukan ektubasi, pasien hendaknya diberikan oksigen dengan sungkup muka bila perlu rongga mulut dilakukan pembersihan kembali. Sebelum dan sesudah ektubasi untuk menghindari spasme laring., ekstubasi dilakukan pada stadium anestesi yang dalam atau dimana reflek jalan sudah positif. Napas sudah baik. Untuk mencegah spasme bronchus atau batuk, ekstubasi dapat dilakukan pada stadium anestesi yang dalam dan pernapasan sudah spontan. Spasme laring dan batuk dapat dikurangi dengan memberikan lidokain mg IV (intra vena) satu menit atau dua menit sebelum ektubasi Kadang-kadang dalam melakukan ekstubasi terjadi kesukaran, kemungkinan kebanyakan disebabkan oleh balon pada pipa endotrakheal besar, atau sulit dikempiskan, pasien mngigit pipa

21 endotrakheal. Ekstubasi jangan dilakukan apabila ada sianosis, hal ini disebabkan adanya gangguan pernapasan yang tidak adequate atau pernapasan susah dikontrol dengan menggunakan sungkup muka pada pembedahan penuh ekstubasi napas. Pasien dengan lambung penuh ekstubasi dilakukan apabila pasien sudah bangun atau dilakukan ekstubasi pada posisi lateral. Pada pembedahan maxillofacial daerah jalan napas bila perlu dipertimbangkan untuk melakukan trakheostomy sebelum ekstubasi. Apabila pasien mengalami gangguan pernapasan atau pernapasan tidak adequate pipa hendaknya jangan dicabut sampai penderita sudah yakin baik, baru ke ruang pulih dengan bantuan napas terus menrus secarra mekanik sehingga adequate. Pengisapan Trakhea Pengisapan orotrakheal atau nasotrakheal hanya dilakukan apabila pada auskultasi terdengar adanya bunyi yang ditimbulkan oleh retensi sekret dan tidak dapat dibersihkan dengan batuk. Pengisapan trachea sebaiknya tidak dilakukan sebagai pencegahan atau secara rutin. Hal ini menyebabkan iritasi mekanisme oleh kateter selama pengisapan trachea, serta dapat pula menyebabkan trauma pernapasan, dan hal ini merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Selain itu pengisapan trachea oleh kateter dapat menimbulkan reflek vagal, dapat berupa bradikardi dan hipotensi. Pengisapan trachea juga dapat menimbulkan hipoksemia karena aspirasi gas pada paruparuyang menyebabkan penutupan small air way kolapnya dan alveoli. Hipoksemia selama pengisapan trachea dapat dikurangi dengan cara : 1. Pemberian oksigen 100% sebelum pengisapan. 2. Diameter kateter pengisap tidak lebih dari setengah diameter trachea. 3. Lama pengisapan tidak lebih dari 15 detik. 4. Setelah melakukan pengisapan, dilakukan pemompaan secara manual untuk mengembangkan alveoli kembali. Penyulit Ekstubasi Hal-hal yang dapat terjadi setelah sektubasi : 1. Spasme laring

22 2. Aspirasi 3. Edema laring akut karena trauma selam ekstubasi Penyulit lanjut setelah dilakukan ekstubasi : 1. Sakit tenggorokan 2. Stenosis trachea dan trakheomolasia 3. Radang membran laring dan ulserasi 4. Paralisis dan granuloma pita suara 5. Luka pada sarap lidah.. Komplikasi setelah ekstubasi. 1. Trauma jalan nafas berupa edema dan stenosis (glotis, subglotis atau trachea), suara sesak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara), malfungsi dan aspirasi laring. 2. Gangguan refleks berupa spasme laring. KESIMPULAN Penggunaan intubasi endotrakeal pada anestesi umum adalah penting, mengingat perlu tetap dipeliharanya pernapasan yang adekuat. Pemasangan intubasi harus mengikuti prosedur yang baik agar tujuan dari penggunaannya dapat tercapai tanpa timbul efek samping. Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa intubasi endotrakheal adalah suatu tindakan pembebasan jalan nafas (airway) dengan cara memasukkan selang ETT ke trakhea dengan tujuan pemberian oksigen dan lain-lain. Sebelum melakukan prosedur intubasi endotrakheal,kita harus melakukan persiapan pasien dan keluarga (informed consent),persiapan obatobatan(obat emergency,induksi,pelumpuh otot), dan persiapan alat-alat (Ambu bag, sungkup oksigen,laringoscop handle dan blade,mesin suction dan suction catheter,oropharingeal airway,endotracheal tubessesuai ukuran pasien dan stylet,plester dan gunting,spuit 10 cc,xylocaine jell,stetoskop,serta hand scoon. Indikasi intubasi endotrakheal antara lain untuk menjamin oksigenasi yang adekuat(terutama pada orang dengan penurunan kesadaran dan obstruksi saluran

23 pernafasan),perlindungan saluran pernapasan dari aspirasi lambung dan regurgitasi,serta pada prosedur bedah yang melibatkan kepala dan leher / posisi tengkurap yang menghalangi jalan nafas. Setelah dilakukannya intubasi perlu dilakukannya ekstubasi, Untuk menjaga agar pipa endotrakheal tidak menimbulkan trauma dan untuk mengurangi reaksi jaringan laringeal dan menurunkan resiko setelah ekstubasi. DAFTAR PUSTAKA 1. Protap pemasangan ETT (Endotrakeal tube) available from: Diunduh pada tanggal 3 November Putz R,Pabst R.Anatomy. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Jakarta:EGC; Lauralee Sherwood,Sistem Pernapasan.Fisiologi manusia.jakarta : EGC ; 2001 ; 13 : Anastesi adalah seni available from: Diunduh tanggal 3 november Kriteria intubasi. Available from : Diunduh pada tanggal 3 November Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu Dasar Anestesia. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007; 2: Intubasi Endotrakeal. Availeble from : Diunduh tanggal 3 November Desai,Arjun M Anestesi. Stanford University School of Medicine. Diakses dari: 9. Gamawati, Dian Natalia dan Sri Herawati Trauma Laring Akibat Intubasi Endotrakeal. Diakses dari:

24

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten

ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB. SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten ETT. Ns. Tahan Adrianus Manalu, M.Kep.,Sp.MB SATU dalam MEDISTRA membentuk tenaga keperawatan yang Profesional dan Kompeten Pendahuluan Endotracheal Tube (ETT) adalah sejenis alat yang digunakan di dunia

Lebih terperinci

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE)

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE) SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR) SUCTION VIA ETT (ENDOTRACHEAL TUBE) OLEH : KELOMPOK 1 TINGKAT III REGULER 2 1. ADERIA DAMAYANTI (13200041) 2. AHMAD SONI SAPUTRA (13200042) 3. AMZEIN MEGIAN (13200043)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 30 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Airway Management Menurut ATLS (Advance Trauma Life Support) (2008), Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan membutuhkan keterampilan yang khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas.

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Intubasi endotrakeal merupakan gold standard untuk penanganan jalan nafas. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Intubasi endotrakeal merupakan "gold standard" untuk penanganan jalan nafas. Prosedur ini dapat dilakukan pada sejumlah kasus pasien yang mengalami penyumbatan jalan

Lebih terperinci

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI Oleh : Furkon Nurhakim INTERVENSI PASCA OPERASI PASE PASCA ANESTHESI Periode segera setelah anesthesi à gawat MEMPERTAHANKAN VENTILASI PULMONARI Periode

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED

Lab Ketrampilan Medik/PPD-UNSOED PEMASANGAN ENDOTRACHEAL TUBE Oleh dr. Catharina W. LEARNING OUTCOME 1. Mahasiswa mengetahui indikasi intubasi pipa endotrakeal (Endo tracheal Tube = ETT). 2. Mahasiswa trampil melakukan intubasi Endotrakeal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan komplikasi pada organ lainnya (Tabrani, 2008). 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal nafas merupakan salah satu kondisi kritis yang diartikan sebagai ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan homeostasis oksigen dan karbondioksida.

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian

1 PEMBERIAN NEBULIZER 1.1 Pengertian Pengertian Suction adalah : Tindakan menghisap lendir melalui hidung dan atau mulut. Kebijakan : Sebagai acuan penatalaksanaan tindakan penghisapan lendir, mengeluarkan lendir, melonggarkan jalan nafas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laryngeal Mask Airway (LMA) didesain oleh Archibald I.J. Brain, MA, LMSSA, FFARCSI pada tahun 1981. LMA pertama kali digunakan pada pasien tahun 1981. Pada tahun 1988,

Lebih terperinci

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE

PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE PEMASANGAN NASO GASTRIC TUBE TUJUAN: Setelah menyelesaikan topik ini, mahasiswa mampu melakukan pemasangan pipa lambung/ngt. Tujuan pemasangan pipa lambung adalah Dekompresi lambung Mengambil sekret lambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3

ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 ἓ Devi Retno Sari ἓ Dini Widoretno ἓ Ika Rizky Apriyanti ἓ Mifta Rizka Ifani ἓ Nasril ἓ Nine Sofaria ἓ Sarah Maravega ἓ Wahyu Purwati Kelompok 3 Pendahulan Oksigen (O2) merupakan komponen gas yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manajemen jalan napas merupakan salah satu keterampilan yang paling penting yang harus dimiliki ahli anestesi. Ketidakmampuan menjaga jalan napas dapat menimbulkan kondisi

Lebih terperinci

Perawatan Ventilator

Perawatan Ventilator Perawatan Ventilator PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR Pengertian Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan. Tujuan

Lebih terperinci

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG

BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG BANTUAN NAFAS DENGAN AMBUBAG 14.41 No comments BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Oksigen memegang peranan penting dalam semua proses tubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

PEMASANGAN DAN PERAWATAN PASIEN DENGAN OROPHARYNGEAL TUBE. A. Pengertian Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara

PEMASANGAN DAN PERAWATAN PASIEN DENGAN OROPHARYNGEAL TUBE. A. Pengertian Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara PEMASANGAN DAN PERAWATAN PASIEN DENGAN OROPHARYNGEAL TUBE A. Pengertian Oropharyngeal tube adalah sebuah tabung / pipa yang dipasang antara mulut dan pharynx pada orang yang tidak sadar yang berfungsi

Lebih terperinci

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1 TERAPI OKSIGEN Oleh : Tim ICU-RSWS juliana/icu course/2009 1 Definisi Memberikan oksigen (aliran gas) lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah meningkat

Lebih terperinci

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BTCLS BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) Tahapan-tahapan BHD tindakan BHD dilakukan secara berurutan dimulai dengan penilaian dan dilanjutkan dengan tindakan. urutan tahapan BHD adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial adalah infeksi yang di dapat setelah pasien dirawat di rumah sakit. Infeksi nosokomial merupakan konstributor penting pada morbiditas dan mortalitas.

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 2/17/2016 2 2/17/2016 3 2/17/2016

Lebih terperinci

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal

Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan Orofaringeal dan Nasofaringeal Penghisapan orofaringeal atau nasofaringeal digunakan bila klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan mengeluarkan atau menelan.

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk melakukan pembedahan diperlukan tindakan anestesi yang dapat berupa anestesi umum atau regional. Masing masing teknik anestesi ini mempunyai keuntungan dan kerugian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Laringoskopi dan intubasi Dimulai tahun 1880 Sir William Mac. Ewen ahli bedah Skotlandia untuk pertama kalinya melakukan intubasi endotrakea tanpa melalui trakeostomi. Lalu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan pengalaman seseorang dalam melakukan penginderaan terhadap suatu rangsangan tertentu. Pengetahuan tau kognitif

Lebih terperinci

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp

Keterangan : P1,2,3,...P15 : Pertanyaan Kuesioner. : Jawaban Tidak Setuju. No. Urut Resp No. Urut Sikap Total Skor Kategori Umur Pendidikan Lama Kerja 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 1 3 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 3 41 Positif 25 BIDAN 5 Tahun 2 2 1 1 2 2 2 1 2 1 1 1 1 1 2 2 22 Negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernafasan merupakan fungsi yang berjalan secara otomatis tanpa dikendalikan oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons bagian atas

Lebih terperinci

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI. PEMINDAHAN PASIEN Adalah pemindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap yang dilaksanakan atas perintah dokter jaga di IGD, yang ditulis dalam surat perintah mondok/ dirawat, setelah mendapatkan persetujuan

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur

Asfiksia. Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur Asfiksia Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur 1 Tujuan Menjelaskan pengertian asfiksia bayi baru lahir dan gawat janin Menjelaskan persiapan resusitasi bayi baru

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA)

LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA) LAPORAN ANALISA TINDAKAN SUCTION MELALUI OROPHARYNGEAL AIRWAY (OPA) Project ini dikumpulkan untuk memenuhi tugas praktek klinik keperawatan Kegewadaruratan di Rumah Sakit Dr. M. Ashari Pemalang Oleh: Destini

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI BAB I DEFINISI

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI BAB I DEFINISI LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AULIA NOMOR : TENTANG PANDUAN PELAYANAN ANESTESI PANDUAN PELAYANAN ANESTESI BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN ANESTESI Anestesia merupakan suatu keadaan yang ditandai

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK RESUSITASI NEONATUS. Tim Penyusun

MANUAL KETERAMPILAN KLINIK RESUSITASI NEONATUS. Tim Penyusun MANUAL KETERAMPILAN KLINIK RESUSITASI NEONATUS Tim Penyusun Dr. dr. Ema Alasiry, Sp(K) dr. A. Dwi Bahagia Febriani, PhD, SpA(K) Prof. dr. Djauhariah A. Madjid, SpA(K) CSL REPRODUKSI FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

Anestesi Persiapan Pra Bedah

Anestesi Persiapan Pra Bedah Anestesi Persiapan Pra Bedah Persiapan Diri Anestetis Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu

BAB I PENDAHULUAN. Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Perawatan intensif merupakan pelayanan keperawatan yang saat ini sangat perlu dikembangkan di Indonesia. Berbagai pemberian pelayanan keperawatan intensif bertujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, 1 BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, PPOK, ISPA, dan lain-lain. WHO melaporkan bahwa 0,5% dari penduduk dunia terserang Penyakit

Lebih terperinci

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder

Laporan Kasus. Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Laporan Kasus Water Sealed Drainage Mini dengan Catheter Intravena dan Modifikasi Fiksasi pada kasus Hidropneumotoraks Spontan Sekunder Martin Leman, Zubaedah Thabrany, Yulino Amrie RS Paru Dr. M. Goenawan

Lebih terperinci

Perbandingan Lingkar Leher Dengan Jarak Tiromental : Prediksi Untuk Kesulitan Intubasi Pada Pasien Obesitas

Perbandingan Lingkar Leher Dengan Jarak Tiromental : Prediksi Untuk Kesulitan Intubasi Pada Pasien Obesitas Perbandingan Lingkar Leher Dengan Jarak Tiromental : Prediksi Untuk Kesulitan Intubasi Pada Pasien Obesitas Kesulitan intubasi merupakan perhatian utama bagi ahli anestesi dan menyumbang kecatatan dan

Lebih terperinci

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas

BASIC LIFE SUPPORT A. INDIKASI 1. Henti napas BASIC LIFE SUPPORT Resusitasi jantung paru adalah suatu tindakan pertolongan yang dilakukan kepada korban yang mengalami henti napas dan henti jantung. Keadaan ini bisa disebabkan karena korban mengalami

Lebih terperinci

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL O 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif. Mempertahankan jalan

Lebih terperinci

By Ns. Yoani M.V.B.Aty

By Ns. Yoani M.V.B.Aty By Ns. Yoani M.V.B.Aty DATA PRIMER prinsip A B C DATA SEKUNDER Tanda obyektif dapat diketahui dengan tiga pengamatan look, listen and feel. Look berarti melihat adanya gerakan pengembangan dada Listen

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT

PERTOLONGAN GAWAT DARURAT PERTOLONGAN GAWAT DARURAT I. DESKRIPSI SINGKAT Keadaan gawatdarurat sering terjadi pada jemaah haji di Arab Saudi. Keterlambatan untuk mengidentifikasi dan memberikan pertolongan yang tepat dan benar dapat

Lebih terperinci

AIRWAY & BREATHING. Wahyu Hendarto RSUD.Kota Semarang

AIRWAY & BREATHING. Wahyu Hendarto RSUD.Kota Semarang AIRWAY & BREATHING Wahyu Hendarto RSUD.Kota Semarang PENGELOLAAN PERNAPASAN AIRWAY MANAGEMENT ( Pengelolan Jalan Napas ). Breathing Management ( Pengelolaan Fungsi Pernapasan ). AIRWAY MANAGEMENT ( pengelolaan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus

Lebih terperinci

Sistem Pernafasan Manusia

Sistem Pernafasan Manusia Sistem Pernafasan Manusia Udara masuk kedalam sepasang rongga hidung melalui lubang hidung. Rongga hidung dilengkapi oleh rongga-rongga kecil (silia) dan selaput lendir. Dalam rongga hidung, udara dilembabkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pengobatan, memberikan pelayanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Kemenkes,2008).

Lebih terperinci

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support)

Bantuan Hidup Dasar. (Basic Life Support) Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support) Sistem utama tubuh manusia Sistem Pernapasan Sistem Peredaran Darah Mati Mati klinis Pada saat pemeriksaan penderita tidak menemukan adanya fungsi sistem perdarahan

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway

Primary Survey a) General Impressions b) Pengkajian Airway Primary Survey Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah

Lebih terperinci

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32

Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 KELOMPOK 9 Seorang laki-laki umur 30 tahun dibawa ke UGD RSAL. Kesadaran menurun, tekanan darah 70/50, denyut nadi 132 kali/menit kurang kuat, repirasi rate 32 kali/menit suara ngorok dan seperti ada cairan

Lebih terperinci

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil TONSILEKTOMI 1. Definisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama jaringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada

Lebih terperinci

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2 Sistem Respirasi Manusia Sistem Respirasi Manusia Isilah bernapas, seringkali diarikan dengan respirasi, walaupun secara hariah sebenarnya kedua isilah tersebut berbeda. Pernapasan

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : --------------- c. Jabatan Fungsional : ----- d. Fakultas : Kedokteran e. Perguruan Tinggi : Pembimbing

Lebih terperinci

SOP RESISUTASI PADA ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR

SOP RESISUTASI PADA ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR SOP RESISUTASI PADA ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR PUSKESMAS WAEHAONG KOTA AMBON SPO No. Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : 1 April 2016 Halaman : 1/4 DR. ADRIYATI ARIEF Nip. 19640111 200604 2 002 1. Pengertian

Lebih terperinci

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP

Lebih terperinci

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB Kegiatan menginhalasi dan mengekshalasi udara dengan tujuan mempertukarkan oksigen dengan CO2 = bernafas/ventilasi Proses metabolisme selular dimana O2 dihirup, bahan2 dioksidasi,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asfiksia Neonatorum 2.1.1. Definisi Asfiksia neonatorum adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai

Lebih terperinci

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR

PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR PANDUAN TENTANG BANTUAN HIDUP DASAR Apa yang akan Anda lakukan jika Anda menemukan seseorang yang mengalami kecelakaan atau seseorang yang terbaring di suatu tempat tanpa bernafas spontan? Apakah Anda

Lebih terperinci

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A.

ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR Dosen Pengasuh : Dr. Kartin A, Sp.A. BATASAN Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM PERNAPASAN

BAB VII SISTEM PERNAPASAN BAB VII SISTEM PERNAPASAN PERNAPASAN / RESPIRASI PROSES PERTUKARAN GAS OKSIGEN DAN KARBON DIOKSIDA DALAM TUBUH ORGANISME FUNGSI Mensuplai oksigen ke dalam sel-sel jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida

Lebih terperinci

RESUSITASI NEONATUS. Divisi Perinatologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM

RESUSITASI NEONATUS. Divisi Perinatologi. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM RESUSITASI NEONATUS Divisi Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM 1 Latar Belakang Kematian Neonatus di Indonesia masih tinggi. Kasus kegawatan bayi yang memerlukan resusitasi banyak

Lebih terperinci

Pusat Hiperked dan KK

Pusat Hiperked dan KK Pusat Hiperked dan KK 1. Gangguan pernafasan (sumbatan jalan nafas, menghisap asap/gas beracun, kelemahan atau kekejangan otot pernafasan). 2. Gangguan kesadaran (gegar/memar otak, sengatan matahari langsung,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna. merawat kesehatan (Adisasmito, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (1957) mendefinisikan sehat dengan suatu keadaaan sejahtera sempurna dari fisik, mental, dan social yang tidak hanya terbatas pada bebas dari penyakit dan kelemahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

Oksigenasi dan Proses Keperawatan. Fatwa Imelda, S.Kep, Ns Departemen Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara 2009

Oksigenasi dan Proses Keperawatan. Fatwa Imelda, S.Kep, Ns Departemen Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara 2009 Oksigenasi dan Proses Keperawatan Fatwa Imelda, S.Kep, Ns Departemen Dasar Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera utara 2009 Defenisi Oksigen Oksigen (O 2 ) adalah salah satu komponen gas dan unsur

Lebih terperinci

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan

Gambar 1 urutan tingkat perkembangan divertikulum pernapasan dan esophagus melalui penyekatan usus sederhana depan EMBRIOLOGI ESOFAGUS Rongga mulut, faring, dan esophagus berasal dari foregut embrionik. Ketika mudigah berusia kurang lebih 4 minggu, sebuah divertikulum respiratorium (tunas paru) Nampak di dinding ventral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada. gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang berdenyut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular adalah sistem organ pertama yang berfungsi penuh sejak janin berada dalam rahim(kira-kira pada gestasi minggu ke-8). Tanpa adanya jantung yang

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan MAKALAH BATUK EFEKTIF 1. Batuk Efektif 1.1 Pengertian Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal.

Lebih terperinci

mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

mendeskripsikan sistem pernapasan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Bab 4 Sumber: www.brighamandwomans.org Sistem Pernapasan pada Manusia Hasil yang harus kamu capai: memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Setelah mempelajari bab ini, kamu harus mampu: mendeskripsikan

Lebih terperinci

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS

KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS KELOMPOK 4 ASUHAN KEPERAWATAN EMERGENCY DAN KRITIS Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri secara sengaja (Haroid I. Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998). Bunuh diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat

BAB I PENDAHULUAN. Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia di seluruh dunia sangat tinggi. Pneumonia merupakan penyakit radang akut paru yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ventilasi mekanik merupakan terapi definitif pada klien kritis yang mengalami hipoksemia dan hiperkapnia. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan ventilasi mekanik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

Journal Reading. Pembimbing : dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An Disusun Oleh : Nio Angelado ( )

Journal Reading. Pembimbing : dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An Disusun Oleh : Nio Angelado ( ) Journal Reading Comparison of performance and safety of i-gel with laryngeal mask airway (classic) for general anaesthesia with controlled ventilation Pembimbing : dr. Kurnianto Trubus, M.kes, Sp.An Disusun

Lebih terperinci

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI

Skala Jawaban I. KUISIONER A : DATA DEMOGRAFI 70 Lampiran 1 KUISIONER PENELITIAN PENGETAHUAN, PELATIHAN, KOMPETENSI DAN KINERJA PERAWAT DI RUANG PERAWATAN INTENSIF RS. GRHA KEDOYA JAKARTA ==========================================================

Lebih terperinci

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA

SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA SOAL-SOAL PELATIHAN BLS RS PUSURA SURABAYA Pilih jawaban yang paling benar 1. Pada cardiac arrest yang bukan karena asphiksia dilakukan tindakan: a. Pijat jantung b. DC shock c. Pijat jantung nafas buatan

Lebih terperinci

PEMBEKAPAN. Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp. F, MM

PEMBEKAPAN. Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp. F, MM PEMBEKAPAN Disusun oleh : Shinta Febriana Yustisiari G 0003181 Pembimbing : dr. Hari Wujoso, Sp. F, MM KEPANITERAAN KLINIK LAB/SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI PENGELOLAAN JALAN NAPAS

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI PENGELOLAAN JALAN NAPAS BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI PENGELOLAAN JALAN NAPAS DEPARTEMEN ANESTESIOLOGI SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Lebih terperinci

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK

BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK BUKU PANDUAN INSTRUKTUR SKILLS LEARNING SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATOLOGI RESUSITASI ANAK KOORDINATOR SKILLS LAB SISTEM EMERGENSI DAN TRAUMATAOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016

Lebih terperinci

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar

: Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Nama : Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp., MNS. NIP : 19720826 200212 1 002 Departemen : Kep. Medikal Bedah & Kep. Dasar Mata Kuliah : Kep. Gawat Darurat Topik : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Kegawatan

Lebih terperinci