EFEK KETOROLAK 30 MG INTRAVENA SEBAGAI PREEMPTIVE ANALGESIA PADA OPERASI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
|
|
- Handoko Irawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 digilib.uns.ac.id EFEK KETOROLAK 30 MG INTRAVENA SEBAGAI PREEMPTIVE ANALGESIA PADA OPERASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ali Ma ruf G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta commit 2011 to user
2 digilib.uns.ac.id PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 2011 Ali Ma ruf NIM G iii
3 digilib.uns.ac.id ABSTRAK Ali Ma ruf. G Efek Ketorolak 30 mg Intravena sebagai Preemptive Analgesia pada Operasi. Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Tujuan Penelitian : penelitian ini untuk mengetahui apakah pemberian ketorolak 30 mg intravena mempunyai efek sebagai preemptive analgesia pada operasi. Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental dengan desain penelitian randomized control two group design. Besar sampel sebanyak 30 pasien, status fisik ASA I-II, usia tahun, BMI kurang dari 30, menjalani prosedur operasi elektif dengan anestesi umum. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara randomisasi sederhana untuk 2 kelompok, Kelompok A(n = 15) mendapatkan ketorolak 30 mg IV 15 menit sebelum insisi pertama dan kelompok B(n = 15) mendapatkan ketorolak 30 mg IV 10 menit sebelum menutup kulit. Dilakukan pengamatan skor nyeri pada jam ke 1 dan jam ke 6 pasca operasi. Pengukuran dengan Visual Analog Scales (VAS) dan penambahan rescue analgetik sesuai kebutuhan pasien. Data didapatkan dengan cara pengisian kuesioner dan pemeriksaan fisik. Kemudian data dianalisis menggunakan program SPSS 16,0. Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna secara statistik rerata skor VAS kelompok A(preemptive analgesia) dan kelompok B(menutup kulit) pada jam ke 1 pasca operasi(p = 0,033). Simpulan Penelitian : Pemberian ketorolak 30 mg IV sebelum operasi mempunyai efek sebagai preemptive analgesia yaitu dengan menurunkan nilai VAS pada jam ke 1 pasca operasi. Kata Kunci : Ketorolak, preemptive analgesia, VAS iv
4 digilib.uns.ac.id ABSTRACT Ali Ma ruf. G The Effects of Intravenous Ketorolac 30 mg as Preemptive Analgesia on Surgery. Medical Faculty of Sebelas Maret University. Objective: This study aims to know the effects of intravenous Ketorolac 30 mg as preemptive analgesia on surgery. Method: This study was an analytical experimental using randomized control two group design approach. Subject were 30 patients between 18 to 60 years old with ASA I-II physical status and IMT score less than 30 who were going to schedule for elective surgery using general anesthesia. These samples were taken by using simple randomisation for 2 groups. Group A (n = 15) received intravenous ketorolac 30 mg 15 minutes before first skin incision, group B (n = 15) received intravenous ketorolac 30 mg 10 minutes before skin closing. Pain scales were observed at the 1st and 6th hours post-surgery. Measurement was by using Visual Analog Scales (VAS) and the addition of appropriate rescue analgesic as patients need. Data was obtained by filling a questionnaire and physical examination. Then it was analyzed by using SPSS 16,0. Results: This study shows there was a significant mean difference of VAS score between group A(preemptive analgesia) and group B(skinclosing) at the first hour post-surgery (p = 0,033). Conclusion: From this study it can be concluded that the giving of intravenous Ketorolac 30 mg pre-surgery has preemptive analgesia effect which is to reduce the value of VAS score on the first hour post-surgery. Keywords: Ketorolac, preemptive analgesia, VAS v
5 digilib.uns.ac.id PRAKATA Segala puji bagi Alloh subhanahu wata ala Tuhan seluruh alam atas segala karunia dan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Efek Ketorolak 30 mg Intravena sebagai Preemptive Analgesia pada Operasi. Penulis memuji, memohon pertolongan, dan meminta ampun kepada- Nya. Atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan penulisan skripsi ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Purwoko, dr., Sp. An.KAKV selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 4. Heri Dwi Purnomo, dr., M. Kes. Sp. An selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 5. H. Marthunus Judin, dr.,sp. An selaku Penguji Utama yang telah memberikan waktu, saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini. 6. Soemartanto, dr., Sp. An.KIC selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan waktu, saran, nasehat, dan melengkapi kekurangan dalam penulisan skripsi ini. 7. Seluruh staf bagian anestesi dan terapi intensif yang telah banyak membantu dalam pengambilan data. 8. Bagian Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bu Eny dan Mas Nardi yang telah berkenan memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 9. Bapak ibu dan keluargaku tercinta yang telah memberikan begitu banyak dukungan dari semua sisi. 10. Teman-teman fakultas kedokteran 08, khususnya yang sudah membantu banyak dalam penyusunan skripsi ini serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran di masa mendatang untuk peningkatan karya ini. Semoga karya sederhana ini bermanfaat. Surakarta, 2011 Ali Ma ruf NIM G vi
6 digilib.uns.ac.id DAFTAR ISI Halaman PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi vii ix x xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 4 C. Tujuan Penelitian... 4 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 5 B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Lokasi Penelitian C. Subjek Penelitian D. Teknik Sampling E. Identifikasi Variable F. Definisi Operasional Variable G. Rancangan Penelitian vii
7 digilib.uns.ac.id H. Alat dan Bahan Penelitian I. Cara Kerja J. Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN A. Karakteristik Subjek Penelitian B. Efek Ketorolak sebagai Preemptive Analgesia BAB V PEMBAHASAN BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii
8 digilib.uns.ac.id DAFTAR TABEL Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 2. Tekanan Darah Sistolik, Diastolik dan Nadi Tabel 3. Status Fisik dan Jenis Kelamin Tabel 4. Distribusi Tingkat Pendidikan Tabel 5. Jenis Operasi Tabel 6. Skor VAS ix
9 digilib.uns.ac.id DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Empat Langkah Jalur Sensorik Nyeri... 8 Gambar 2. Sensitasi Nyeri Gambar 3. Skema Preemptive Analgesia Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Gambar 5. Visual Analog Scale Gambar 6. Skema Rancangan Penelitian x
10 digilib.uns.ac.id DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data Responden Penelitian Lampiran 2. Hasil Pengolahan Data SPSS Lampiran 3. Lembar Informed Consent Lampiran 4. Lembar Penelitian Lampiran 5. Surat Bukti Penelitian dan Pengambilan Sampel Lampiran 6. Surat Keterangan Ethical Clearance xi
11 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah : Insiden nyeri pasca operasi terjadi masih cukup tinggi. Meskipun pengetahuan tentang mekanisme nyeri pasca operasi sudah mengalami banyak kemajuan, namun pengelolaan nyeri pasca operasi belum optimal dan masih sering terabaikan. Penderita yang telah menjalani operasi masih mengalami nyeri pasca operasi mulai dari nyeri ringan sampai nyeri berat (Tanra, 2005). International Association for the Study of Pain (IASP), mendefinisikan nyeri sebagai pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan (Kelly et al., 2001a). Nyeri ditimbulkan oleh karena adanya kerusakan jaringan yang merangsang sensitisasi perifer dan sentral (Dahl and Mainiche, 2004). Pengelolaan nyeri yang tidak efektif akan berlanjut menjadi nyeri kronik serta dapat menimbulkan dampak perubahan fisiologis yang membahayakan karena adanya respon dari endokrin, metabolik, dan inflamasi. Respon stres ini mengaktifkan sistem otonom yang dapat mengakibatkan berbagai kegagalan fungsi organ. Secara psikologis akan berdampak pada kecemasan, depresi, perasaan tidak puas, serta memberikan pengalaman yang mengerikan bagi pasien. Oleh karena itu diperlukan pengelolaan nyeri pasca operasi yang efektif sehingga dapat mengurangi risiko morbiditas dan mortalitas serta masa
12 digilib.uns.ac.id 2 pemulihan yang cepat sehingga bisa kembali beraktivitas sehari-hari (Joshi and Ogunnaike, 2005). Konsep terapi nyeri sebelum terjadi yang disebut preemptive analgesia diperkenalkan pertama kali oleh Crile pada tahun 1913 (Dahl and Mainiche, 2004). Awalnya teknik ini digunakan untuk mencegah syok pasca operasi namun kemudian diketahui juga menurunkan intensitas dan durasi nyeri pasca operasi (Kelly et al., 2001a). Menurut Kissin (1994), preemptive analgesia didefinisikan sebagai terapi antinosiseptif yang mulai diberikan sebelum operasi untuk mencegah sensitasi sentral sebagai respon terhadap rangsangan dari trauma (Kelly et al., 2001b). Karena adanya efek pelindung pada sistem nosiseptif, preemptive analgesia memiliki potensi yang lebih efektif daripada terapi analgesik serupa yang diberikan pasca operasi. Sehingga secara teoritis, nyeri pasca operasi dapat dikurangi dan timbulnya nyeri kronis bisa dicegah (Dahl and Mainiche, 2004). Penggunaan opioid masih merupakan gold standard pada pengelolaan nyeri berat. Namun penggunaannya dihubungkan dengan efek samping mual muntah, terlambatnya asupan (intake) oral karena motilitas lambung yang terganggu, pruritus, depresi respirasi, retensi urine, konstipasi dan sedasi (Walder et al., 2001; White, 2005). Karena itu penggunaan analgesik NSAID, mulai banyak dipakai untuk pengelolaan nyeri. NSAID merupakan obat-obatan yang sering dipakai dalam teknik preemptive analgesia (Venkateswaran and Prasad, 2006). Penggunaan NSAID sebagai preemptive analgesia dilaporkan
13 digilib.uns.ac.id 3 menurunkan skor nyeri pasca operasi, kebutuhan opioid, dan mual muntah pasca operasi (Shahraki et al., 2009; Ghandi and Viscusi, 2009). Ketorolak merupakan salah satu obat preemptive analgesia golongan NSAID dari group pyrrole (Gillis, 1997; Forrest, 1997). Seperti NSAID lain, ketorolak mempunyai efek analgesik/antinosiseptif, antipiretik, dan antiinflamasi. Efek antinosiseptif ketorolak terjadi melalui hambatan cyclooxygenase yang merupakan enzim penting pada metabolisme asam arakidonat untuk sintesis prostaglandin. Terhambatnya sintesa prostaglandin di sekitar jaringan luka mengakibatkan turunnya rangsangan nosiseptif di ujung saraf perifer sensoris atau nosiseptor (Abajo, 1998). Hasil penelitian mengenai efek preemptive analgesia berbeda-beda. Aida et al. (1999) melakukan penelitian efek preemptive analgesia pada berbagai operasi menyimpulkan bahwa preemptive analgesia sangat efektif untuk jenis operasi tertentu. Norman et al. (2001) menyatakan ketorolak 30 mg intravena sebelum tourniquet pada fraktur pergelangan kaki berefek menurunkan nyeri pasca bedah. Ong et al. (2005) melakukan metaanalisis efikasi preemptive analgesia atas dasar nyeri pasca operasi, total konsumsi analgesik, dan waktu penambahan analgesik menyatakan bahwa preemptive analgesia mempunyai efikasi sebagai managemen nyeri akut pasca bedah untuk regimen analgesik tertentu. Penelitian Yantoro (2009) menunjukkan bahwa pemberian ketorolak 30 mg intravena mempunyai efek sebagai preemptive analgesia pada operasi bedah ortopedi dengan tindakan removal implant. Cabell (2000) meneliti bahwa ketorolak 30 mg intravena pada operasi laparoskopi tidak mempunyai
14 digilib.uns.ac.id 4 efek preemptive analgesia. Lee (2009) menyatakan bahwa pemberian ketorolak 1 mg/kg tidak mempunyai efek preemptive analgesia selama 1 jam setelah tonsilektomi. Berdasarkan pertimbangan di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui efek pemberian ketorolak 30 mg intravena sebagai preemptive analgesia pada operasi. B. Perumusan Masalah Apakah pemberian ketorolak 30 mg intravena mempunyai efek sebagai preemptive analgesia pada operasi? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui apakah pemberian ketorolak 30 mg intravena mempunyai efek sebagai preemptive analgesia pada operasi. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti-bukti secara empiris mengenai pemberian ketorolak 30 mg intravena sebagai preemptive analgesia pada operasi. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini bila terbukti diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi para ahli anestesi dalam mengurangi rasa nyeri pasca operasi.
15 digilib.uns.ac.id 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Nyeri a. Definisi dan klasifkasi Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan (Kelly et al., 2001a). Nyeri bersifat subjektif, derajat dan kualitas nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang yang sama akan berbeda antara satu penderita dengan penderita lain. Nyeri juga berbeda antara satu periode waktu dengan periode lainnya. Nyeri bervariasi dalam intensitas (ringan, sedang, berat), kualitas (tajam, terbakar, tumpul), durasi (mendadak, hilang-timbul, menetap), dan referral (superfisial atau dalam, lokal atau difus) (Woolf, 2004). Secara umum ada dua jenis nyeri yang berbeda secara signifikan, yaitu nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut disebabkan karena kerusakan jaringan dan derajatnya akan berkurang sejalan dengan penyembuhan. Nyeri dapat berlangsung beberapa jam hingga beberapa hari serta dapat disertai tanda-tanda fisik seperti takikardi, berkeringat, pucat, dan tidak dapat tidur. Salah satu contoh nyeri akut adalah nyeri karena tindakan operasi. Nyeri kronis akan berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Biasanya nyeri
16 digilib.uns.ac.id 6 tidak berkurang dengan sendirinya setelah beberapa minggu atau bulan dan tidak disertai tanda-tanda fisik seperti halnya nyeri akut (Suza, 2007). Tipe nyeri juga dapat dikategorikan menjadi nyeri nosiseptif, inflamasi, neuropatik, dan fungsional (Woolf, 2004). b. Proses fisiologi nyeri Kerusakan jaringan merupakan sumber rangsang nyeri (stimulus noksious). Rangsang nyeri akan diterima oleh reseptor nyeri (nosiseptor) yang ditemukan hampir diseluruh bagian tubuh, kemudian melalui serabut saraf delta-a (myelinated and fast conduction) dan serabut saraf C (unmyelinated and slow condustion) akan diteruskan melalui traktus spinotalamikus ke thalamus dan korteks cerebri sehingga akan disadari sebagai suatu nyeri. Proses dari sumber rangsang nyeri sampai dirasakan sebagai persepsi nyeri terdapat suatu rangkaian elektrofisiologi yang disebut nosiseptif sensoris (Dahl and Mainiche, 2004; Kelly et al., 2001a; Gottschalk and Smith, 2001). Proses fisiologis tersebut meliputi: 1) Transduksi Yaitu proses di mana suatu rangsang nyeri (stimulus noksious) dapat berupa kerusakan jaringan, rangsang fisik (tekanan), suhu yang ekstrim, atau substansi kimia yang iritatif diubah menjadi impuls listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf sensoris (Dahl and Mainiche, 2004; Kelly et al., 2001a).
17 digilib.uns.ac.id 7 2) Transmisi Merupakan transmisi impuls melalui serabut saraf sensoris delta-a dan C dari perifer ke medula spinalis sebagai kelanjutan dari proses transduksi. Serabut saraf A-delta menghantar nyeri pertama sebagai respon terhadap stimulus noksious yang biasanya muncul sebagai sensasi yang jelas dan terlokalisasi. Nyeri ini sering dideskripsikan sebagai nyeri yang tajam, menyengat atau menusuk, dan berlangsung hanya ketika stimulus mengakibatkan kerusakan jaringan. sedangkan serabut saraf C bertanggung jawab pada nyeri kedua yang sifatnya tumpul, sensasi menyebar, dan perlahan (Kelly et al., 2001a; Dahl and Mainiche, 2004; Rospond, 2008). 3) Modulasi Merupakan proses interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis (Tanra, 2005). Substansi yang dapat bekerja sebagai modulator nyeri di medula spinalis yaitu dinorfin, serotonin, enkefalin, norepinefrin, dopamin, dan Gama Amino Buteric Acid (GABA) akan mengurangi nyeri, sedangkan substansi P, Adenosine Tri Phosphate (ATP), exitatory amino acid meningkatkan nyeri (Kelly et al., 2001a). Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup atau terbuka dalam
18 digilib.uns.ac.id 8 menyalurkan asupan nyeri. Peristiwa terbuka dan tertutupnya pintu gerbang tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat pribadi dan subjektif pada setiap orang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pendidikan, kepribadian, status emosional, dan jenis kelamin (Tanra, 2005). 4) Persepsi Merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang diterjemahkan oleh daerah somatosensorik korteks serebri menghasilkan suatu perasaan subjektif sebagai persepsi nyeri (Tanra, 2005).
19 digilib.uns.ac.id 9 Persepsi Opioid α2 antagonis anestasi umum Modulasi: Opioid spinal α2 antagonis antagonis reseptor NMDA antikolinesterase, NSAID Transmisi: Anestesi lokal Blok saraf tepi Bblok epidural Transduksi NSAID Antihistamin Agen stabiliser membran Krim anastesi lokal Opioid Gambar 1. Empat langkah jalur sensorik nyeri : transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. Tampak agenagen yang dapat memodifikasi input sensori pada masing-masing proses (Kehlet and Dahl, 1993; Kelly et al., 2001a). c. Sensitasi perifer Kerusakan jaringan dan inflamasi menyebabkan perubahan lingkungan kimiawi pada reseptor nyeri (nosiseptor). Sel yang rusak akan melepaskan komponen intraseluler seperti: ATP, ion K+, H+, serta beberapa substansi kimia dan mediator inflamasi (sitokin, cimokin, faktor pertumbuhan) (woolf, C.J. 2004). Prostanoid (prostaglandin, leukotrien dan hydroxyacids) merupakan produk utama jalur asam arakidonat dan mediator utama terjadinya
20 digilib.uns.ac.id 10 hiperalgesia yang menyertai inflamasi. kinin (Bradikinin dan kalidin) akan meningkatkan inflamasi dengan memicu dilepaskannya prostaglandin (PG), sitokin, histamin, serotonin, degranulasi sel mast, dan peningkatan permeabilitas vaskuler. Komponen-komponen tersebut akan mengaktifkan nosiseptor (nociceptor activators) sehingga akan menjadi lebih sensitif (hipersensitif) terhadap rangsangan berikutnya (nociceptor sensitizer). Sensitisasi perifer menurunkan ambang rangsang, dan berperan besar dalam meningkatkan sensitivitas nyeri di tempat cedera atau inflamasi (Kelly et al., 2001a; Woolf, 2004). Neuron nosiseptif yang tersensitasi akan melepaskan beberapa neurotransmiter seperti substansi P dan neurokinin. Substansi P kemudian menginduksi pelepasan Excitatory Amino Acids (EAAs) seperti aspartat dan glutamat yang beraksi pada reseptor 2-Amino-3-hydroxy-5-Methyl-4- isoxazole-propionic Acid) (AMPA) dan N-Methyl-D-aspartate (NMDA ) (Kelly et al., 2001a; Dahl and Mainiche, 2004).
21 digilib.uns.ac.id 11 Gambar 2. Sensitisasi yang menyebabkan hiperalgesia dan allodinia. Stimulus noksious dapat menyebabkan sensitisasi respon sistem saraf terhadap stimulus berikutnya. Respon nyeri yang normal ditunjukkan oleh kurva sebelah kanan. Pada cedera jaringan, kurva tersebut akan bergeser ke kiri, sehingga stimulus noksious dirasakan lebih nyeri (hiperalgesia), dan stimulus non noksious juga dirasakan sebagai nyeri (allodinia) (Gottschalk and Smith, 2001). d. Sensitasi sentral Sensitisasi sentral memfasilitasi dan memperkuat transfer sinaptik dari nosiseptor ke neuron kornu posterior medula spinalis. Input sensoris yang masif akibat kerusakan jaringan hebat menyebabkan neuron di medulla spinalis menjadi hipersensitif (hiperalgesia primer). Reaksi ini juga menyebabkan nyeri akibat stimulus non noksius dan terjadinya hiperalgesia sekunder. Sensitisasi sentral merupakan kejadian di kornu dorsalis yang diawali dengan pelepasan neurotransmiter dari nosiseptor, perubahan
22 digilib.uns.ac.id 12 densitas reseptor sinaptik, perubahan ambang (menurun), yang akhirnya meningkatkan transmisi nyeri. Salah satu reseptor yang berperan dalam perubahan ini adalah reseptor N-Methyl-Daspartate (NMDA), selama proses sensitisasi sentral reseptor mengalami fosforilasi dan lebih peka terhadap glutamat. Eksitabilitas membran dapat diaktifkan baik oleh rangsang di bawah ambang (subthreshold) dan respon berlebih pada rangsang di atas ambang (suprathreshold). Fenomena ini menyebabkan munculnya nyeri pada rangsang yang di bawah ambang (allodinia), dan respon nyeri berlebih akibat rangsang nyeri (hiperalgesia), serta perluasan sensitivitas area yang tidak cedera (hiperalgesia sekunder) (Woolf, 2004). e. Dampak nyeri pasca operasi Penatalaksanaan nyeri pasca operasi yang tidak efektif akan berlanjut menjadi nyeri kronik serta dapat menimbulkan dampak perubahan fisiologis dan psikologis yang membahayakan karena adanya respon dari endokrin, metabolik, dan inflamsi. Respon stres ini mengaktifkan sistem otonom yang dapat mengakibatkan berbagai kegagalan fungsi organ: 1) Kardiovaskuler: meningkatkan denyut jantung, tahanan perifer, tekanan darah, iskemia miokardial, infark dan komplikasi lain 2) Pulmonal: spasme otot pernafasan, kegagalan diafragma, menurunnya kapasitas vital paru
23 digilib.uns.ac.id 13 3) Gastrointestinal: peningkatan sekresi gastrointestinal, penurunan motilitas gastrointestinal, 4) Renal: oligouria, retensi urin 5) Koagulasi: peningkatan koagulasi trombosit, tromboemboli 6) Imunologi: sistem imunitas terganggu, mudah infeksi 7) Muskular: kelemahan otot, keterbatasan gerak, atrofi otot Secara psikologis akan berdampak pada kecemasan, depresi, perasaan tidak puas, serta memberikan pengalaman yang mengerikan bagi pasien. Semua dampak yang terjadi akan memperpanjang masa pemulihan, meningkatkan kebutuhan perawatan rumah sakit maupun biaya perawatan (Joshi and Ogunna, 2005). 2. Preemptive analgesia Preemptive analgesia merupakan teknik penatalaksanaan nyeri yang sudah umum dilakukan. Pemberian obat dimulai sebelum operasi kemudian dilanjutkan sampai periode pasca operasi, yang dapat menurunkan nyeri insisi dan inflamasi dengan jalan menurunkan sensitisasi perifer dan sentral (Dahl and Mainiche, 2004). Operasi merupakan target yang ideal untuk preemptive analgesia karena sumber stimulus nyeri diketahui (gambar 2). Efektivitas preemptive analgesia ditentukan oleh dua aspek. Pertama, antinosiseptif adekuat yang diberikan sebelum operasi. Kedua, mediator inflamasi dihambat atau input nosiseptif diblok sampai periode pasca bedah (periode inflamasi pasca bedah). Apabila pemberian obat dihentikan selama fase inflamasi
24 digilib.uns.ac.id 14 pasca operasi, sensitisasi sentral tidak dapat dicegah (Kelly et al., 2001b). Karena adanya efek pelindung pada sistem nosiseptif, preemptive analgesia memiliki potensi yang lebih efektif daripada terapi analgesik serupa yang diberikan pasca operasi. Sehingga secara teoritis, nyeri pasca operasi dapat dikurangi dan timbulnya nyeri kronis bisa dicegah (Dahl and Mainiche, 2004). Opioid, NSAID, anestesi lokal, alpha-2 agonis, dan antagonis reseptor NMDA merupakan analgesik yang bisa dipakai sebagai preemptive analgesia (Kelly et al., 2001b). Pemberian analgesik dapat tunggal atau dikombinasikan berdasarkan modalitas nyeri, seperti: 1) Transduksi: NSAID, opioid 2) Transmisi: infiltrasi lokal anestesi perifer, 3) Modulasi: ketamin, α2 antagonis, NSAID, 4) Persepsi: opioid premedikasi (oral, IM, IV), opioid pasca bedah, α2 antagonis premedikasi, atau induksi (Kelly et al., 2001b).
25 digilib.uns.ac.id 15 Gambar 3. Skema preemptive analgesia yang ditekankan pada pencegahan sensitisasi sistem saraf selama periode perioperatif. Gambar A: pengalaman tanpa intervensi yang menggambarkan nyeri dari awal operasi dan yang kemudian berkembang menjadi hipersensitivitas. Gambar B: analgesia (A) diberikan sebelum sensitisasi mungkin sedikit menurunkan nyeri tetapi mempunyai keuntungan jangka panjang yang sedikit. Gambar C: analgesi diberikan sebelum operasi yang membatasi nyeri dari stimulus tersebut dan menurunkan hipersensitivitas sesudahnya. Gambar D: regimen preemptive analgesia yang paling efektif adalah inisiasi sebelum operasi dan dilanjutkan sepanjang periode operasi. Waktu intervensi sangat penting, dapat mencegah sensitisasi sistem saraf (Woolf and Chong, 1993). 3. Ketorolak Mekanisme nyeri akut diawali oleh transduksi yang mengubah sinyal-sinyal noksious kimiawi menjadi potensial aksi. Obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) commit suatu to user cyclooxygenase inhibitor mencegah
26 digilib.uns.ac.id 16 transduksi dengan menghambat berbagai mediator inflamasi. Selain itu pengaruh stabilisasi membran oleh NSAID dapat mengurangi pelepasan PG. Jaringan neuronal sentral juga mensintesa PG, sehingga NSAID juga dapat mengurangi hiperalgesia sentral (Kelly et al., 2001a; Kelly et al., 2001b; Gottschalk and Smith, 2001). Ketorolak merupakan salah satu obat preemptive analgesia golongan NSAID dari group pyrrole, dengan nama kimia (±)-5-benzoyl- 2,3-dihidro-lH-pyrrolizine-lcarboxylic acid, yang tersusun oleh 2-amino- 2-(hydroxymethiyl)-l,3-propanediol (Gillis, 1997; Forrest, 1997). a. Farmakodinamik Seperti NSAID lain, Ketorolak mempunyai efek analgetik/ antinosiseptif, antipiretik dan antiinflamasi. Mempunyai 3 aksi: menghambat cyclooxygenase (COX) (enzim penting pada metabolisme asam arakidonat untuk sintesis prostagalandin) prostasiklin, dan tromboksan. Efek antinosiseptif ketorolak terjadi melalui hambatan biosintesis prostaglandin di sekitar jaringan luka. Turunnya kadar prostaglandin lokal ini mengakibatkan turunnya rangsangan nosiseptif di ujung saraf perifer sensoris (nosiseptor) (Abajo, 1998). Selain mempengaruhi sensitisasi perifer, ketorolak juga mempunyai efek pada mekanisme sentral. Efek sentral ketorolak secara klinis sangat penting karena mengurangi plastisitas sentral dan dapat mengurangi nyeri berat akibat operasi. Aktivitas analgesik ketorolak merupakan kombinasi antara efek perifer dan
27 digilib.uns.ac.id 17 sentral (Gillis, 1997). Efek analgesik ketorolak hampir setara dengan opioid, ketorolak mg IM mempunyai efikasi sama dengan morfin 6 12 mg dan pethidine mg IM. Tidak seperti opioid, ketorolak tidak mempunyai efek depresan pada susunan saraf pusat dan tidak menghambat kontrol ventilasi, tidak mempengaruhi variabel hemodinamik, motilitas saluran cerna, tidak berefek pada dinamika saluran bilier, juga tidak menyebabkan efek ketergantungan (Gillis, 1997; Shyun et al., 2005; Stoelting, 1999). Sama halnya NSAID yang mempunyai sifat antiplatelet, ketorolak secara signifikan meningkatkan waktu pendarahan, menghambat agregasi trombosit, dan produksi tromboksan. Lamanya waktu pendarahan masih dalam kisaran normal dan tidak memberikan efek klinis secara nyata. Namun, karena sifat antiplateletnya, ketorolak harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang mempunyai gangguan hemostatis (Greer, 1990). Efek samping lain penggunaan ketorolak yang perlu diperhatikan adalah pengaruhnya pada sistem pencernaan dan ginjal, tetapi efek samping tersebut biasanya berhubungan dengan penggunaan pada pasien tua, dosis yang tinggi, dan penggunaan lebih dari lima hari (Gillis, 1997; Stoelting, 1999). b. Farmakokinetik Absorbsi ketorolak dapat diberikan secara oral, intramuskuler, dan intravena. Diabsorbsi cepat dengan konsentrasi plasma maksimum tercapai menit setelah pemberian oral dan
28 digilib.uns.ac.id menit pada pemberian intramuskuler maupun secara intravena (Gillis, 1997). Pada orang dewasa sehat dosis lazim pemberian parenteral adalah mg setiap 4 sampai 6 jam, total dosis harian hendaknya jangan melebihi 120 mg dan lama penggunaanya tidak melebihi 5 hari. Ketorolak ditemukan dalam air susu ibu menyusui dan sirkulasi fetus dalam jumlah kecil (Gillis, 1997). Metabolisme ketorolak terutama terjadi di hati dalam bentuk terkonjugasi dan terhidroksilasi, sedangkan ekskresinya melalui ginjal. Sekitar 92 % dari dosis yang diberikan, dapat ditemukan di dalam urin, dalam bentuk metabolitnya sebesar 40 % dan dalam bentuk utuh sebesar 60 %. Pada pasien dengan gangguan fungsi hati akibat sirosis secara klinis tidak mengalami perubahan penting pada bersihan ketorolak atau waktu paruh terminal. Waktu paruh eliminasi ketorolak pada orang sehat rata-rata 5 sampai 6 jam (Gillis, 1997). Pada usia tua dan pasien dengan gangguan ginjal terjadi penurunan bersihan ketorolak, sehingga dosis seharusnya lebih rendah (Stoelting, 1999). 4. Pengukuran Nyeri Nyeri merupakan persepsi pengalaman yang kompleks, ada beberapa cara pengukuran nyeri antara lain: 1) Self report (deskripsi subyektif/personal) Merupakan baku emas pengukuran nyeri. Dianggap merupakan pengukuran nyeri paling valid. Visual Analog Scale (VAS), Numerical
29 digilib.uns.ac.id 19 Pain Scale (NPS), dan Pain Faces Scale (PFS) merupakan jenis yang sering digunakan. 2) Behavioral Meliputi pengukuran menangis, ekspresi wajah, postur tubuh dan gerakan, rutinitas harian, dan kombinasi item tersebut. 3) Fisiologi Meliputi: denyut jantung, tonus vagal, tekanan darah, angka respirasi (frekuensi napas), saturasi oksigen, dan respon neuroendokrin (kadar catecholamine, corticosteroid, growth hormone, glucagon, cortisol). 4) Kombinasi fisiologi, behavioral, atau self-report (O Rourke, 2004; Jaywant and Pai, 2003). Visual Analog Scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap centimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau peryataan deskriptif. Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya yang sangat mudah dan sederhana (Rospond, 2008).
30 digilib.uns.ac.id 20 B. Kerangka Pemikiran Tindakan operasi Preemptive analgesia: ketorolak Kerusakan jaringan Stimulus nyeri Suhu ekstrim Kimia iritatif Tekanan Nosiseptor di perifer Transduksi Sensitasi perifer Transmisi Modulasi Sensitasi sentral Jenis kelamin Umur Pendidikan Jenis operasi Faktor psikologis Persepsi nyeri Hiperalgsia Nyeri pasca operasi /(-) Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Ketorolak 30 mg intravena mempunyai efek sebagai preemptive analgesia pada operasi.
31 digilib.uns.ac.id 21 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk studi eksperimental dengan desain penelitian The randomized control two group design. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Sentral dan Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi. C. Subjek Penelitian Populasi penelitian mencakup seluruh pasien yang menjalani operasi elektif menggunakan teknik anestesi umum di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel penelitian diambil dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian. 1. Kriteria inklusi 1) Pasien dewasa laki-laki atau perempuan usia tahun 2) Status fisik ASA I-II 3) Dilakukan anestesi umum 4) Body Mass Index (BMI) <30 5) Bersedia mengikuti prosedur penelitian 2. Kriteria eksklusi 1) Pasien dengan riwayat alergi NSAID
32 digilib.uns.ac.id 22 2) Kontraindikasi terhadap pemberian ketorolak (disfungsi ginjal, gangguan koagulopati, ulkus peptikum) 3) Wanita hamil 4) Nilai VAS >3 sebelum operasi 3. Kriteria drop out 1) Pasien alergi selama menjalani operasi 2) Syok selama menjalani operasi dan pasca operasi 3) Operasi > 2 jam D. Teknik Sampling Mengingat keterbatasan waktu dan jumlah populasi serta tidak memungkinkan populasi tersebut tersedia dalam waktu yang bersamaan, maka sampel diambil secara consecutive sampling. Dengan cara ini, setiap pasien yang datang dan memenuhi kriteria akan dimasukkan dalam sampel penelitian sampai jumlah yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro, 2002). Pengambilan sampel dilakukan dengan cara randomisasi sederhana untuk 2 kelompok perlakuan. Kelompok A (preemptive analgesia) adalah kelompok perlakuan yang mendapatkan ketorolak 30 mg intravena 15 menit sebelum insisi pertama dan kelompok B (menutup kulit) adalah kelompok yang mendapatkan ketorolak 30 mg intravena 10 menit sebelum menutup kulit. Randomisasi dilakukan dengan tujuan setiap subjek mempunyai kesempatan yang sama dalam menerima salah satu jenis intervensi (Sastroasmoro, 2002). Besarnya sampel yang diambil sebanyak 30 pasien
33 digilib.uns.ac.id 23 yang terdiri dari 15 pasien masuk kelompok A dan 15 pasien masuk kelompok B (Bhisma, 2006). E. Identifikasi Variabel 1. Variabel bebas Ketorolak 30 mg intravena 2. Variabel terikat Nyeri pasca operasi dan rescue analgetik 3. Variabel luar terkendali Umur, berat badan, BMI, jenis operasi, status fisik ASA, lama operasi 4. Variable luar tidak terkendali Jenis kelamin, emosi, status hemodinamika (tekanan darah dan laju nadi), psikologi pasien F. Definisi operasional variabel 1. Variabel bebas Preemptive analgesia adalah pemberian ketorolak 30 mg intravena 15 menit sebelum insisi kulit. 2. Variabel terikat Efek preemptive analgesia pada penelitian ini berdasarkan penilaian nyeri dan tambahan rescue analgetik. a. Nyeri diukur menggunakan Visual Analog Scale (VAS). VAS adalah sebuah garis lurus dari angka 0 sampai 10 cm (100 mm) yang menerangkan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Angka 0 mengambarkan pasien tidak nyeri, angka 10 menggambarkan nyeri
34 digilib.uns.ac.id 24 paling berat (Jaywant and Pai, 2003). Pengukuran derajat nyeri dilakukan pada waktu sebelum operasi, dan setelah operasi pada jam ke 1 dan ke 6. Pengukuran menggunakan skala variabel numerik. Gambar 5. Visual Analog Scale (Jaywant and Pai, 2003). b. Rescue analgetik adalah pemberian analgetik fentanil 1 μg/kg BB jika pasien merasakan nyeri pasca operasi dengan VAS 3. Pengukuran menggunakan skala variabel kategorikal. 3. Variabel luar terkendali adalah variabel yang dikendalikan pengaruhnya: umur, berat badan, BMI, jenis operasi, status fisik ASA, dan lama operasi. 4. Variabel luar tidak terkendali: jenis kelamin, emosi, status hemodinamika (tekanan darah dan laju nadi), dan psikologi pasien.
35 digilib.uns.ac.id 25 G. Rancangan penelitian Populasi Kriteria inklusi Kriteria eksklusi Informed consent Sampel Randomisasi Kelompok A Ketorolak 15 mg IV 15 menit sebelum insisi Kelompok B Tidak mendapatkan perlakuan Prosedur anestesi umum yang sama dan tindakan operasi Kelompok A Tidak mendapatkan perlakuan Kelompok B Ketorolak 30 mg IV 10 menit sebelum menutup kulit Pasca operasi kelompok A: ketorolak 30 mg IV jam ke 6 setelah operasi VAS pada jam ke 1 dan 6 rescue analgetik bila VAS 3 Pasca operasi kelompok B: ketorolak 30 mg IV jam ke 6 setelah operasi VAS pada jam ke 1 dan 6 rescue analgetik bila VAS 3 Analisis data Gambar 6. Skema Rancangan Penelitian H. Alat dan bahan penelitian 1. Alat penelitian a. Mesin anestesi
36 digilib.uns.ac.id 26 b. Monitor elektrik c. Kateter IV 18G dan set infus d. VAS e. Disposible syringe 3 cc 2. Bahan penelitian a. Ketorolak 30 mg intravena b. midazolam 0,05 mg/kg BB c. propofol 2 mg /kg BB d. Atracurium 0,5 mg/kg BB e. Sevofluran, O2 : N2O = 2 : 2 f. Ondansetron 4 mg g. Fentanil 1 μg/kg BB I. Cara kerja 1) Setelah mendapat persetujuan penelitian, pasien terpilih diberikan penjelasan tentang maksud dan prosedur penelitian. Bila setuju pasien menandatangani lembar persetujuan tindakan (informed consent). 2) Sebelum menjalani operasi pasien dipersiapkan sesuai prosedur rutin. Semua pasien dipuasakan 6 jam sebelum operasi. 3) Di ruang persiapan dipasang infus dengan kateter IV 18G. Kemudian dilakukan penilaian VAS sebagai data dasar. 4) Pasien dipersiapkan di ruang operasi kemudian dilakukan pengukuran tekanan darah dan laju nadi dengan menggunakan monitor elektrik sebagai data dasar.
37 digilib.uns.ac.id 27 5) Pasien yang terpilih dibagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok 15 pasien. Kelompok A diberikan ketorolak 30 mg intravena 15 menit sebelum insisi pertama sedangkan kelompok B diberikan ketorolak 30 mg intravena kira - kira 10 menit sebelum menutup kulit. Volume obat antara kelompok A dan B sama menggunakan disposible syringe 3 cc. 6) Pasien menjalani prosedur anestesi umum yang sama dan tindakan operasi. Premedikasi diberikan midazolam 0,05 mg/kg BB dan fentanil 1 μg/kg BB. Pasien diinduksi dengan propofol 2 mg /kg BB. Fasilitas intubasi dengan atracurium 0,5 mg/kg BB. Pemeliharaan anestesi dilakukan dengan sevofluran, O2 : N2O = 2 : 2. 7) Kelompok A dan kelompok B diberikan ondansetron 4 mg kira - kira 10 menit sebelum menutup kulit. Catat waktu yang dibutuhkan untuk menjalani operasi hingga selesai. 8) Setelah pasien dipindah ke bangsal, kelompok A dan kelompok B diberikan lagi ketorolak 30 mg intravena pada jam ke 6 pasca operasi. 9) Kemudian diamati nyeri dengan penilaian skor nyeri VAS, tekanan darah, nadi, pada jam ke 1 dan ke 6. 10) Jika pasien merasakan nyeri pasca operasi dengan VAS 3 setelah pengukuran tersebut, diberikan rescue analgetik fentanil 1 μg/kg BB. J. Analisis data Hasil pengamatan dicatat pada formulir yang sudah disediakan. Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis dengan bantuan program komputer SPSS 16,0. Untuk menguji perbedaan rerata skala variabel numerik antara
38 digilib.uns.ac.id 28 dua kelopok seperti data VAS, umur, berat badan, BMI, tekanan darah sistolik dan diastolik, denyut nadi, dan lama operasi dilakukan uji statistik t- test atau mann-whitney. Untuk mengetahui proporsi atau frekuensi skala variabel kategorikal antara dua kelompok seperti jenis kelamin, status fisik, jenis operasi, dan tambahan analagesik yang diperlukan dilakukan dengan uji statistik Chi-Square test. Semua uji di atas dianggap memiliki kemaknaan statistik bila nilai p < 0,05.
39 digilib.uns.ac.id 29 BAB IV HASIL PENELITIAN Berdasarkan penelitian yang dilalukan di Instalasi Bedah Sentral dan Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta selama bulan Juli Oktober 2011, didapatkan subjek sejumlah 30 pasien yang dibagi dalam dua kelompok, yaitu 15 pasien masuk kelompok yang mendapat preemptive analgesia dan 15 pasien masuk kelompok yang mendapat ketorolak di akhir operasi. Semua subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi, eksklusi dan tidak ada yang mengalami drop out. A. Karakteristik subjek penelitian Hasil uji statistik karakteristik subjek penelitian dengan Mann-Whitney terhadap kedua kelompok menurut umur, BMI, dan lama operasi tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 1). Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Kelompok Rerata Standar Deviasi p Umur (tahun) preemptive analgesia 43,67 10,79 0,868 menutup kulit 42,67 14,59 BMI (kg/m²) preemptive analgesia 19,71 1,72 0,220 menutup kulit 20,96 2,46 Lama operasi (menit) preemptive analgesia 66,67 29,68 0,560 menutup kulit 63,67 34,30
40 digilib.uns.ac.id 30 Berdasarkan tekanan darah sitolik, diastolik, dan pengukuran nadi tidak didapatkan perbedaan bermakna pada uji statistik mann-whitney antara kedua kelompok baik sebelum operasi maupun pasca operasi (p > 0,05) (Tabel 2). Tabel 2. Tekanan Darah Sistolik, Diastolik dan Nadi Waktu Kelompok pre op post op - Tekanan darah sistolik Preemptive analagesia 128,67 ± 15,98 119,33 ± 16,68 Menutup kulit 128,67 ± 16,42 120,67 ± 12,23 Nilai p 1,000 0,805 - Tekanan darah diastolik Preemptive analagesia 79,33 ± 8,84 77,33 ± 10,33 Menutup kulit 78,00 ± 8,62 76,67 ± 7,24 Nilai p 0,641 0,790 - Frekuensi nadi Preemptive analagesia 83, 73 ± 8,35 83,94 ± 6,76 Menutup kulit 85,07 ± 7,36 86,67 ± 5,94 Nilai p 0,916 0,518 Nilai adalah rerata ± standar deviasi Uji statistik Chi-Square terhadap kedua kelompok menurut status fisik (ASA) dan jenis kelamin tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 3). Tabel 3. Status Fisik dan Jenis Kelamin Kelompok Variable preemptive analgesia menutup kulit p n % n % - ASA I 7 46,67 % 8 53,33 % 0,715 ASA II 8 53,33 % 7 46,67 % - Laki - laki 2 13,33 % 2 13,33 % Perempuan 13 86,67 % 13 86,67 %
41 digilib.uns.ac.id 31 Tingkat pendidikan pada kelompok preemptive analgesia sebagai berikut: SD (6), SMP (4), SMA (4), dan S1 (1). Tingkat pendidikan pada kelompok menutup kulit, SD (5), SMP (3), SMA (5), dan S1 (2). Hasil uji statistik dengan Chi-Square terhadap kedua kelompok menurut tingkat pendidikan tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 4). Tabel 4. Distribusi Tingkat Pendidikan Kelompok Pendidikan preemptive analgesia menutup kulit total p n % n % n % - SD 6 40% 5 33,33% 11 36,67% 0,878 - SMP 4 26,67% 3 20% 7 23,33% - SMA 4 26,67% 5 33,33% 9 30% - S1 1 6,66% 2 14,27% 3 10% Jenis operasi pada kelompok preemptive analgesia adalah sebagai berikut : Eksisi limfadenopati colli (2), Tiroidektomi (2), Eksisi tumor mamae (2), Eksisi soft tissue tumor (4), Mastektomi (3), dan isthmolobektomi (2). Pada kelompok menutup kulit didapatkan jenis operasi sebagai berikut : Eksisi limfadenopati colli (2), Tiroidektomi (2), Eksisi tumor mamae (4), Eksisi soft tissue tumor (5), Mastektomi (1), dan isthmolobektomi (1). Hasil uji statistik dengan Chi-Square terhadap kedua kelompok menurut jenis operasi tidak ada perbedaan bermakna (p > 0,05) (Tabel 5).
42 digilib.uns.ac.id 32 Tabel 5. Jenis Operasi Kelompok Jenis operasi preemptive analgesia menutup kulit total p n % n % n % Eksisi limfadenopati colli 2 14,26 % 2 14,26 % 4 13,33 % 0,834 Tiroidektomi 2 14,26 % 2 14,26 % 4 13,33 % Eksisi tumor mamae 2 14,26 % 4 26,66 % 6 20 % Eksisi soft tissue tumor 4 26,66 % 5 33,32 % 9 30 % Mastektomi 3 20 % 1 6,65 % 4 13,33 % isthmolobektomi 2 14,26 % 1 6,65 % 3 10 % A. Efek ketorolak sebagai preemptive analgesia Efek ketorolak sebagai preemptive analgesia diukur berdasarkan skor VAS dan rescue analgetika pada jam ke 1 dan jam ke 6 pasca operasi. Hasil uji statistik Mann-Whitney terhadap kedua kelompok menurut skor VAS didapatkan perbedaan bermakna pada jam ke 1 pasca operasi (p = 0,033). Nilai VAS sebelum operasi dan pada jam ke 6 antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna. Kebutuhan tambahan fentanil 1 μg/kg BB selama periode 1 jam atau 6 jam pasca operasi pada kedua kelompok tidak ditemukan dan secara statistik tidak terdapat perbedaan (p > 0,05) (Tabel 6). Tabel 6. Skor VAS Kelompok Waktu pre op 1 jam post op 6 jam post op Preemptive analagesia 0,00 ± 0,00 0,67 ± 0,62 0,60 ± 0,51 Menutup kulit 0,00 ± 0,00 1,13 ± 0,52 0,67 ± 0,49 Nilai p 1,000 0,033* 0,710 Nilai adalah rerata ± standar deviasi, *p = bermakna
43 digilib.uns.ac.id 33 BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini terdapat keterbatasan waktu dan tempat sehingga jumlah total subjek penelitian yang didapat sejumlah 30 pasien. Subjek dibagi dalam dua kelompok, 15 pasien kelompok yang mendapat preemptive analgesia dan 15 pasien kelompok yang mendapat ketorolak ketika menutup kulit. Semua subjek penelitian memenuhi kriteria inklusi, eksklusi, dan tidak ada yang mengalami drop out. Hasil uji statistik mengenai karakteristik subjek penelitian kedua kelompok tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05). Hal ini menunjukan subjek kedua kelompok homogen dan layak untuk dibandingkan. Subjek penelitian dibatasi antara umur tahun. Setelah umur 60 tahun pasien mengalami penurunan sensitivitas terhadap nyeri dan terjadi peningkatan respon terhadap obat analgesia. Selain itu pada usia tua terjadi penurunan bersihan ketorolak (Stoelting, 1999). Pada penelitian ini didapatkan umur rerata pada kelompok Preemptive analgesia 43,67 tahun sedangkan pada kelompok menutup kulit 42,67 tahun. Hasil uji statistik menunjukkan keduanya tidak ada perbedaan bermakna (p = 0,833). BMI berhubungan dengan volume distribusi obat (Stoelting, 1999), sehingga BMI antara kedua kelompok sebaiknya tidak berbeda. Pada penelitian ini rerata BMI kelompok Preemptive analgesia adalah 19,71 (kg/m²) dan menutup kulit 20,96 (kg/m²). Secara statistik kedua kelompok tidak ada perbedaan bermakna (p = 0,220).
44 digilib.uns.ac.id 34 Lama operasi berhubungan dengan trauma operasi, luasnya kerusakan jaringan. Pada akhirnya hal ini berkaitan dengan tingkatan nyeri yang akan terjadi pasca operasi (Ready, 2000). Lama operasi juga berpengaruh pada konsentrasi obat dalam darah, konsentrasi plasma maksimal ketorolak pada pemberian secara IV adalah menit (Gillis, 1997). Rerata lama operasi pada kelompok Preemptive analgesia adalah 66,67 menit dan kelompok menutup kulit 63,67 menit. Pada kedua kelompok secara statistik tidak ada perbedaan bermakna (p = 0,560). Tingkat pendidikan berhubungan dengan persepsi nyeri seseorang. Makin tinggi pendidikan makin tinggi harapannya terhadap penanganan nyeri yang diberikan, sehingga ketika harapannya tidak dapat terpenuhi akan lebih mudah timbul kekecewaan yang nantinya akan berpengaruh pada pain behaviours (Kidd and Urban, 2001). Tingkat pendidikan pada penelitian ini hampir merata pada tingkat SD (11 orang) SMP (7 orang), dan SMA (9 orang). Hasil uji statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok Preemptive analgesia dan kelompok menutup kulit (p = 0,878). Jenis operasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkatan nyeri pasca operasi (Stoelting, 1999; Millen and Sheikh, 2003; Rahman and Beattie, 2005), karena jenis operasi akan menentukan luasnya manipulasi pembedahan serta kerusakan jaringan yang akan terjadi. Lokasi dan ukuran insisi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada nyeri pasca operasi. Incisi yang panjang lebih nyeri dibandingkan insisi yang pendek (Rahman and Beattie, 2005). Jenis operasi pada penelitian ini diatur untuk jenis operasi tertentu, supaya
45 digilib.uns.ac.id 35 bisa memberikan tingkatan nyeri pasca operasi yang relatif hampir sama. Pada penelitian ini jenis operasinya meliputi: Eksisi limfadenopati colli, tiroidektomi, eksisi tumor mamae, eksisi soft tissue tumor, mastektomi, dan isthmolobektomi. Dari analisis statistik jenis operasi pada kedua kelompok tidak didapatkan adanya perbedaan bermakna (p = 0,834). Jenis operasi yang berbeda memberikan pengaruh pada hasil akhir, namun pada penelitian ini dilakukan randomisasi sehingga terjadi penyebaran yang merata pada kedua kelompok. Efek preemptive analgesia pada penelitian ini berdasarkan penilaian VAS dan penambahan rescue analgetik fentanil 1 μg/kg BB pada jam ke 1 dan ke 6 jam pasca operasi. VAS adalah teknik pengukuran nyeri yang reliabel, valid, dan sensitif untuk anak-anak ataupun dewasa. Pengukuran VAS cepat, mudah, dan umum digunakan dalam penelititan maupun studi klinis. Skor VAS merupakan perasaan subjektif pasien dengan menganalogkan ke dalam angka-angka dari 0-10 (cm). Pada penelitian ini faktor-faktor yang berpengaruh dalam penilaian VAS diusahakan untuk dikendalikan seperti faktor pendidikan, jenis kelamin, dan rasa nyeri sebelum operasi. Secara statistik faktor-faktor tersebut tidak berbeda bermakna(p > 0,05) sehingga diharapkan tidak mempengaruhi hasil akhir. Pengukuran persentase pasien yang memerlukan rescue analgetika merupakan endpoint untuk penelitian klinik analgesia (Jaywant & Pai, 2003; Sheffield et al., 2000; Sunshine, 1998). Hasil penelitian nilai VAS antara kedua kelompok terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada jam ke 1 pasca operasi (p = 0,033). Nilai rerata VAS pada kelompok preemptive analgesia memiliki skor nilai lebih rendah
46 digilib.uns.ac.id 36 dibanding kelompok menutup kulit. Pada jam ke 6 pasca operasi, skor nilai VAS antara kedua kelompok tidak berbeda bermakna secara statistik dan nilai keduanya cenderung menurun dibandingkan pada jam ke 1 pasca operasi. Untuk kebutuhan akan penambahan rescue analgetik pada kedua kelompok baik pada jam ke 1 maupun pada jam ke 6 pasca operasi tidak ditemukan. Penelitian ini sesuai dengan penelitian lain tentang preemptive analgesia (Norman et al., 2001; Fletcher et al., 1995; Ong et al., 2005; Yantoro 2009). Efek preemptive analgesia terjadi karena adanya efek pelindung pada sistem nosiseptif (Dahl and Mainiche, 2004). Efek antinosiseptif (antinociceptive action) ketorolak terjadi melalui hambatan biosintesis prostaglandin di sekitar jaringan luka. Turunnya kadar prostaglandin lokal ini mengakibatkan turunnya rangsangan nosiseptif di ujung saraf perifer sensoris (aferen primer) atau nosiseptor (Abajo, 1998). Turunnya rangsangan nosiseptif di ujung saraf perifer tersebut menyebabkan sensitisasi perifer atau bahkan hipersensitisasi serat sensoris ini dapat dihindari (Forrest, 1997). Selain mempengaruhi sensitisasi perifer, ketorolak juga mempunyai efek pada mekanisme sentral. Efek sentral ketorolak secara klinis sangat penting karena mengurangi plastisitas sentral dan dapat mengurangi nyeri berat akibat operasi. Aktivitas analgesik ketorolak melalui kombinasi antara efek perifer dan sentral inilah yang dapat menurunkan atau mencegah rasa nyeri pasca operasi (Gillis, 1997). Nilai VAS pasca operasi baik kelompok preemptive analgesia maupun kelompok menutup kulit mempunyai kecenderungan menurun. Rerata skor VAS pada jam ke 1 pasca operasi lebih tinggi dibanding 6 jam pasca operasi. Hal ini disebabkan karena stimulus nosiseptif pada jam ke 1 pasca operasi
47 digilib.uns.ac.id 37 lebih besar dibanding pada jam ke 6 pasca operasi. Pada penelitian ini, tekanan darah sistolik, diastolik, dan frekuensi nadi pasca operasi yang diukur pada jam ke 6 antara kedua kelompok secara statistik tidak berbeda (p > 0,05) sehingga kondisi hemodinamik kedua kelompok tidak mempengaruhi hasil penelitian. Dibanding penelitian lain tentang ketorolak pada jenis operasi, metode, dan dosis berbeda mendapatkan hasil yang berbeda. Hasil penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya. Norman et al. (2001) menyatakan ketorolak 30 mg intravena (IV) sebelum tourniquet pada fraktur pergelangan kaki berefek menurunkan nyeri pasca operasi. Fletcher et al. (1995) menyatakan ketorolak 60 mg IV sebelum induksi pada operasi total hip replacement mempunyai skor VAS lebih rendah dan menurunkan kebutuhan opioid pada 6 jam pasca operasi dibanding pemberian ketika penutupan kulit. Penelitian Yantoro (2009) menunjukkan bahwa pemberian ketorolak 30 mg intravena menurunkan nilai VAS pasca operasi pada bedah ortopedi dengan tindakan removal implant. Hasil berbeda dengan penelitian Lee (2009) yang menyatakan bahwa pemberian ketorolak 1 mg/kg tidak mempunyai efek preemptive analgesia selama 1 jam setelah tonsilektomi. Hasil ini bisa disebabkan karena dosis ketorolak yang diberikan berbeda. Cabell (2000) meneliti bahwa ketorolak 30 mg intravena pada operasi laparoskopi tidak mempunyai efek preemptive analgesia. Hasil ini bisa menunjukkan bahwa efek preemptive analgesia hanya efektif untuk jenis operasi terentu (Aida et al., 1999).
BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang The International Association for The Study of Pain menggambarkan rasa sakit sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan dihubungkan dengan
Lebih terperinciPERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA KETOROLAK DAN PETIDIN SEBAGAI OBAT ANTI NYERI PASCAOPERASI SKRIPSI
digilib.uns.ac.id PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA KETOROLAK DAN PETIDIN SEBAGAI OBAT ANTI NYERI PASCAOPERASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Dimas Sigit Widodo G0008084
Lebih terperinciClinical Science Session Pain
Clinical Science Session Pain Disusun oleh : Nurlina Wardhani 1301-1214-0658 William Reinaldi 1301-1214-0503 Preseptor : Arnengsih, dr., Sp.KFR BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI FAKULTAS KEDOKTERAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan nyeri adalah hak dasar manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia. Telah diketahui bahwa transmisi dan persepsi nyeri timbul dan berfungsi sejak kehamilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kasus-kasus pembedahan seperti tindakan operasi segera atau elektif memiliki komplikasi dan risiko pasca operasi yang dapat dinilai secara objektif. Nyeri post
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. anestesiologi. 3. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nyeri pascabedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Saat ini nyeri masih menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penatalaksanaan nyeri akut pascaoperasi merupakan salah satu tantangan seorang ahli anestesi. Suatu studi yang dilakukan oleh Pogatzki dkk, 2003 melaporkan bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,
Lebih terperinci1.1PENGERTIAN NYERI 1.2 MEKANISME NYERI
1.1PENGERTIAN NYERI Nyeri merupakan sensasi yang terlokalisasi berupa ketidaknyamanan, kesedihan dan penderitaan yang dihasilkan oleh stimulasi pada akhiran saraf tertentu. Nyeri terjadi sebagai mekanisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. modalitas sensorik tetapi adalah suatu pengalaman 1. The
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya Nyeri bukan hanya suatu modalitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyebab kematian nomor 7 (5,7%). Menurut statistik rumah sakit dalam Sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk, dan kanker merupakan penyebab kematian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade terakhir ini, namun demikian perkembangan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menjadi dua jenis yaitu nyeri fisiologis dan nyeri patologis, pada nyeri sensor normal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyeri Nyeri merupakan pengalaman tidak menyenangkan baik sensori maupun emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan
Lebih terperinciPERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI
PERBEDAAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH ARTERI RERATA ANTARA PENGGUNAAN DIAZEPAM DAN MIDAZOLAM SEBAGAI PREMEDIKASI ANESTESI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Melissa Donda
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di instalasi rekam medik RSUP dr. Kariadi Semarang,
31 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di bidang Anestesiologi dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di instalasi
Lebih terperinciEFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIVITAS ANALGETIK PREEMTIF TERHADAP KEDALAMAN ANESTESI PADA ODONTEKTOMI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil Karya Tulis Ilmiah mahasiswa program strata-1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kraniotomi merupakan tindakan bedah yang paling sering dilakukan pada manajemen neoplasma primer dan metastasis neoplasma pada otak. 1 Tindakan bedah tersebut bertujuan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per per
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur femur memiliki insiden berkisar dari 9,5-18,9 per 100.000 per tahun. 1 Sekitar 250.000 kejadian fraktur femur terjadi di Amerika Serikat setiap tahunnya. Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum pindah ke ruang perawatan atau langsung dirawat di ruang intensif. Fase
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap prosedur pembedahan harus menjalani anestesi dan melalui tahap pasca bedah, maka setiap pasien yang selesai menjalani operasi dengan anestesi umum
Lebih terperinciPETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM
PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Rasa nyeri merupakan masalah unik, disatu pihak bersifat melindugi badan kita dan lain pihak merupakan suatu siksaan. Definisi menurut The International Association
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. 1,2. Nyeri apabila tidak diatasi akan berdampak
BAB 1 PENDAHULUAN 11 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Nyeri paska bedah masih merupakan masalah utama bagi penderita karena setelah obat anestesi hilang efeknya, penderita akan merasakan sakit. Nyeri bersifat subjektif,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri didefinisikan oleh International Association for Study of Pain (IASP) sebagai suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Berdasarkan intensitasnya, nyeri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam bentuk
Lebih terperinciPengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional
Pengertian Nyeri. Suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman emosional termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatri, responrespon yang mengantarkan atau reaksi-reaksi yang ditimbulkan
Lebih terperinciBAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Universitas Sumatera Utara
BAB I 1PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Nyeri merupakan masalah yang paling sering menyebabkan pasien mencari perawatan ke rumah sakit. Nyeri tidak melakukan diskriminasi terhadap manusia, nyeri tidak membeda-bedakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Analgetika adalah zat yang bisa mengurangi rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2015). Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang mengganggu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan (Sherwood, 2014). Selain itu, nyeri
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
56 BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional dengan uji kuantitatif analitik yang membandingkan dua kelompok penelitian, yaitu kelompok isofluran
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1mm/KgBB + tramadol. Dalam hal ini, masing-masing data akan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data menyajikan data yang terkumpul dari penelitian, yang terdiri dari data rasa nyeri yang diperoleh dari
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. untuk membandingkan adakah perbedaan Visual Analog Scale (VAS)
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian ex-post facto yang berguna untuk membandingkan adakah perbedaan Visual Analog Scale (VAS) terapi TENS dan IR dengan TENS,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. proliferatif, dan fase remodeling. Proses-proses tersebut akan dipengaruhi oleh faktor
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki mekanisme untuk merespon bagian yang mengalami luka. Respon terhadap luka ini terdiri dari proses homeostasis, fase inflamasi, fase proliferatif, dan
Lebih terperinciMANAJEMEN NYERI POST OPERASI
MANAJEMEN NYERI POST OPERASI Ringkasan Manajemen nyeri post operasi bertujuan untuk meminimalisasi rasa tidak nyaman pada pasien, memfasilitasi mobilisasi dini dan pemulihan fungsi, dan mencegah nyeri
Lebih terperincianak didapatkan persebaran data hasil penelitian sebagai berikut :
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada penelitian farmakologi tentang efektivitas obat antinyeri parasetamol dan tramadol pada pasien sirkumsisi dengan sampel berjumlah 18 anak didapatkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Nyeri Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan atau potensial terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai
Lebih terperinciPENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK
Palembang 2014 PEDIATRI GAWAT DARURAT PENILAIAN NYERI DAN SEDASI PADA BAYI DAN ANAK UKK Pediatri Gawat Darurat Ikatan Dokter Anak Indonesia TUJUAN 1. Mengetahui skor penilaian nyeri dan sedasi pada bayi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang ilmu Anestesiologi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukaninstalasi Bedah Sentral
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi seorang anestesiologis, mahir dalam penatalaksanaan jalan nafas merupakan kemampuan yang sangat penting. Salah satu tindakan manajemen jalan nafas adalah tindakan
Lebih terperinciPERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI
PERBANDINGAN RESPON HEMODINAMIK DAN TINGKAT KESADARAN PASCA PEMAKAIAN ISOFLURAN DAN SEVOFLURAN PADA OPERASI MAYOR DI DAERAH ABDOMEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
tua. 1 Berdasarkan data pada Agustus 2010, terdapat pasien anak berusia 2-12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak-anak mempunyai kondisi berbeda dengan orang dewasa pada saat pra bedah sebelum masuk
Lebih terperinciBAB 1 1. PENDAHULUAN
BAB 1 1. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penanganan nyeri paska bedah yang efektif adalah penting untuk perawatan pasien yang mendapat tindakan pembedahan. Penanganan nyeri yang efektif dengan efek samping
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional atau mengalami cemas akan mengalami rasa nyeri yang hebat setelah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri yang tidak ditangani dengan baik akan mengganggu mobilisasi pasien pasca operasi yang dapat berakibat terjadinya tromboemboli, iskemi miokard, dan aritmia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Anestesi umum merupakan teknik yang sering dilakukan pada berbagai macam prosedur pembedahan. 1 Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. 2 Idealnya induksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di Intensive Care Unit (ICU). Tingginya biaya perawatan,
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PARASETAMOL UNTUK NYERI PASCA OPERASI DINILAI DARI VISUAL ANALOG SCALE LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIVITAS PARASETAMOL UNTUK NYERI PASCA OPERASI DINILAI DARI VISUAL ANALOG SCALE LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti seminar Karya Tulis Ilmiah mahasiswa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. quasi eksperiment dengan bentuk pretest posttest with control. group, dengan desain penelitian sebagai berikut:
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperiment dengan bentuk pretest posttest with control group, dengan desain penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kerusakan jaringan secara potensial dan aktual. Nyeri sering dilukiskan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang disertai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jaringan aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari. perawatan kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan aktual dan potensial yang
Lebih terperinciEFIKASI PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN SUBKUTAN TERHADAP PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI SEKSIO SESAREA
ABSTRAK EFIKASI PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN SUBKUTAN TERHADAP PATIENT CONTROLLED ANALGESIA MORFIN INTRAVENA PASCAOPERASI SEKSIO SESAREA Seksio sesarea menimbulkan nyeri sedang hingga berat dalam
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
PREVALENSI KEJADIAN PONV PADA PEMBERIAN MORFIN SEBAGAI ANALGETIK PASCA OPERASI PENDERITA TUMOR PAYUDARA DENGAN ANESTESI UMUM DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktik dokter sehari-hari. Nyeri juga dapat diderita semua orang tanpa memandang jenis kelamin,
Lebih terperinciPENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP
PENGARUH ANALGESIA AKUPUNTUR FREKUENSI KOMBINASI TERHADAP ONSET NYERI PASIEN PASCA OPERASI KRURIS TERTUTUP SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menstimulasi pengeluaran CRH (Corticotropin Realising Hormone) yang
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reaksi tubuh terhadap pembedahan dapat merupakan reaksi yang ringan atau berat, lokal, atau menyeluruh. Reaksi yang menyeluruh ini melibatkan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis
49 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, menggunakan desain penelitian quasy experimental, control group pre test post test design. Jenis penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan dengan anestesi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indikasi tindakan seksio sesaria pada wanita hamil berkisar antara 15 sampai 20% dari seluruh proses kelahiran, dimana 80-90% tindakan seksio sesaria ini dilakukan
Lebih terperinciHUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI. SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
HUBUNGAN ANEMIA DENGAN HIPOTERMIA PADA NEONATUS DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ardiningsih G0009026 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Sampel yaitu 30 responden yang terdiri dari masing-masing 15 responden yang
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan pendekatan post test only control group design. Sampel yaitu 30 responden yang terdiri dari masing-masing 15 responden yang diberikan tramadol intraperitoneal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental untuk
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian quasi eksperimental untuk mengetahui pengaruh perbedaan nyeri pemberian parasetamol pre sirkumsisi dan ibuprofen post
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan ditemukannya agen inhalasi yang baru, desflurane dan sevoflurane, muncul permasalahan baru yang dikenal dengan agitasi pulih sadar. Agitasi pulih sadar didefinisikan
Lebih terperinciHUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
HUBUNGAN PEMBERIAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) DENGAN KADAR ASAM URAT SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Ivan Setiawan G0010105 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar adalah suatu kerusakan integritas pada kulit atau kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh energi panas, bahan kimia, radiasi dan arus listrik. Berat
Lebih terperinciNYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE
NYERI KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF RSU TNI-AL MINTOHARDJO PERIODE DEFINISI Nyeri Suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak berkaitan yang dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Lingkup disiplin ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah di Poliklinik Gigi
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL 1000 MG INTRAVENA PERIOPERATIF TERHADAP PENGGUNAAN FENTANYL PADA PASIEN KRANIOTOMI DI RSUP DR.
PENGARUH PEMBERIAN PARASETAMOL 1000 MG INTRAVENA PERIOPERATIF TERHADAP PENGGUNAAN FENTANYL PADA PASIEN KRANIOTOMI DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
54 BAB III METODE PENELITIAN A. Kerangka Konsep Skema 3.1 Kerangka Konsep Gangguan pernafasan/oksigenasi 1. Usia 2. Jenis Kelamin pasien terpasang ventilasi mekanik Nyeri Painfull procedur (Penghisapan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Nyeri Menurut The International Association for the Study of Pain (IASP), nyeri merupakan pengalaman sensoris dan emosional tidak menyenangkan yang disertai oleh kerusakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Aloei Saboe Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara, Kota
55 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Prof. Dr. Hi. Aloei Saboe merupakan Rumah Sakit Umum (RSU) terbesar yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian secara observasional analitik dengan rancangan cross sectional.
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian non eksperimental atau observasional yang merupakan metode penelitian secara observasional
Lebih terperinci2. proses pada perjalanan nyeri yang paling berperan dalam terjadinya nyeri pada pasien ini adalah
Seorang pasien, laki2 57 th, dtg ke poliklinik dengan keluhan nyeri pd daerah lutu yang dialami sejak setahun yang lalu, kadang membengkak, nyeri terus menerus, terutama bila berjalan agak jauh. Riwayat
Lebih terperinciFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET Surakarta 2011
digilib.uns.ac.id PERBANDINGAN EFEKTIVITAS ANTARA PEMBERIAN KETOROLAK DENGAN FENTANIL DALAM MENANGANI NYERI PASCABEDAH DENGAN PARAMETER NILAI VISUAL ANALOGUE SCALE SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciPENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG
PENGARUH KOMPRES HANGAT DI SUPRA PUBIK TERHADAP PEMULIHAN KANDUNG KEMIH PASCA PEMBEDAHAN DENGAN ANESTESI SPINAL DI RSUD BATANG Skripsi ARI WIJAYANTO NIM : 11.0758.S TAUFIK NIM : 11.0787. S PROGRAM STUDI
Lebih terperinciPENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI
PENGUKURAN KUANTITAS NYERI DASAR TEORI 1. Pengertian Nyeri The International Association for the Study of Pain memberikan defenisi nyeri, yaitu: suatu perasaan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster
ABSTRAK EFEK ANALGESIK EKSTRAK ETANOL BUNGA CENGKEH (Caryophylli flos) PADA MENCIT BETINA GALUR Swiss-Webster Fanny Rusaydimanto, 2006, Pembimbing I : Sugiarto Puradisastra, dr., M.Kes. Pembimbing II :
Lebih terperinciMenurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut
Konsep kenyamanan Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh Kolcaba yang mengatakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamasi adalah respons protektif jaringan terhadap jejas yang tujuannya adalah untuk melokalisir dan merusak agen perusak serta memulihkan jaringan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis. Maslow (1970) mengatakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan di ruang Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta, dimulai pada bulan April - Mei 01. Sample penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Nyeri merupakan salah satu aspek yang penting dalam bidang medis, dan menjadi penyebab tersering yang mendorong seseorang untuk mencari pengobatan (Hartwig&Wilson,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rasa nyeri merupakan masalah yang umum terjadi di masyarakat dan salah satu penyebab paling sering pasien datang berobat ke dokter karena rasa nyeri mengganggu fungsi
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. Penelitian ini berlangsung bulan Maret-Juni 2014.
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup tempat Ruang lingkup wilayah penelitian ini adalah RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dan Puskesmas Sidoharjo Sragen. 4.1. Ruang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Brunner & Suddarth, 2002). Nyeri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup didalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saraf pusat tanpa menghilangkan kesadaran. 2,3 Parasetamol umumnya digunakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia, parasetamol sebagai antipiretik dan analgesik telah digunakan secara luas karena tersedia sebagai golongan obat bebas dan harganya yang relatif murah.
Lebih terperinciABSTRAK. EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER
ABSTRAK EFEK EKSTRAK RIMPANG JAHE (Zingiberis rhizoma) SEBAGAI ANALGETIK PADA MENCIT BETINA GALUR SWISS-WEBSTER Vanny Aprilyany, 2006, Pembimbing I : Jo.Suherman, dr., MS., AIF Pembimbing II : Rosnaeni,
Lebih terperinciPENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI
PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana
Lebih terperinciLAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH. Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti ujian hasil karya tulis ilmiah mahasiswa Program Strata-1 Kedokteran Umum
PERBANDINGAN PENGARUH PEMBERIAN ANALGETIK ETORICOXIB DENGAN NATRIUM DICLOFENAK TERHADAP RASA NYERI PASCA ODONTEKTOMI (IMPAKSI KELAS 1, MOLAR 3 RAHANG BAWAH) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. didalam tindakan operasi atau pembedahan untuk menghilangkan rasa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anestesi general adalah salah satu anestesi yang sering dipakai didalam tindakan operasi atau pembedahan untuk menghilangkan rasa nyeri atau sakit bahkan pasien akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN. Manifestasi fisiologi nyeri
BAB II PEMBAHASAN 1. PROSES TERJADINYA NYERI DAN MANIFESTASI FISIOLOGIS NYERI Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif
Lebih terperinciAlfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2
PREVALENSI KEJADIAN PONV PADA PEMBERIAN MORFIN SEBAGAI ANALGETIK PASCA OPERASI PENDERITA TUMOR PAYUDARA DENGAN ANESTESI UMUM DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG Alfiani Sofia Qudsi 1, Heru Dwi Jatmiko 2 1 Mahasiswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian ini dilakukan pada penderita asma rawat jalan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Agustus-September 2016. Jumlah keseluruhan subjek yang
Lebih terperinci