BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menyikat gigi merupakan suatu kontrol plak dan langkah awal untuk mencegah karies. Saat ini kontrol plak telah dilengkapi dengan penambahan bahan aktif yang mengandung bahan dasar alami maupun sintetik sebagai bahan antibakteri yang tersedia dalam bentuk sediaan obat kumur dan pasta gigi (Pratiwi, 2005). 2.1 Pasta Gigi Pasta gigi didefinisikan sebagai bahan semi-aqueous yang digunakan bersama-sama sikat gigi untuk membersihkan deposit dan memoles seluruh permukaan gigi. Pasta gigi yang digunakan pada saat menyikat gigi berfungsi untuk mengurangi pembentukan plak, memperkuat gigi terhadap karies, membersihkan dan memoles permukaan gigi, menghilangkan atau mengurangi bau mulut, membersihkan rasa segar pada mulut, serta memelihara kesehatan gingiva (Storehagen, 2003) Komposisi Pasta Gigi Hampir semua pasta gigi mengandung lebih dari satu bahan aktif. Umumnya pasta gigi yang beredar di pasaran saat ini adalah kombinasi dari bahan abrasif, deterjen dan satu atau lebih bahan terapeutik. Di bawah ini adalah komposisi umum dan kandungan bahan aktif yang biasa diaplikasikan ke dalam pasta gigi (Siregar, 2010) : 5

2 1. Bahan abrasif (20-50%) Bahan abrasif yang terdapat dalam pasta gigi umumnya berbentuk bubuk pembersih yang dapat memoles dan menghilangkan stain dan plak. Bentuk dan jumlah bahan abrasif dalam pasta gigi membantu untuk menambah kekentalan pasta gigi. Contoh bahan abrasif ini antara lain silica atau silica hydrate, sodium bikarbonat, aluminium oxide, dikalsium fosfat dan kalsium karbonat. 2. Humectant atau pelembab (20-35%) Humectant adalah bahan penyerap air dari udara dan menjaga kelembaban. Misalnya gliserin, alpha hydroxyl acids (AHA) dan asam laktat. Bahan ini digunakan untuk menjaga pasta gigi tetap lembab. 3. Bahan perekat Bahan perekat ini dapat mengontrol kekentalan dan memberi bentuk krim dengan cara mencegah terjadinya pemisahan bahan solid dan liquid pada suatu pasta gigi. Contohnya glycerol, sorbitol, dan polyethyleneglycol dan cellulose gum. 4. Surfectan atau Deterjen (1-3%) Bahan deterjen yang banyak terdapat dalam pasta gigi di pasaran adalah Sodium Lauryl Sulfat (SLS) yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan, mengemulsi (melarutkan lemak) dan memberikan busa sehingga pembuangan plak, debris, material alba dan sisa makanan menjadi lebih mudah. SLS ini juga memiliki efek antibakteri. 6

3 5. Pelarut (20-40%) Air dalam pasta gigi berfungsi sebagai pelarut. 6. Bahan penambah rasa (0-2%) Pasta gigi menggunakan pemanis buatan untuk memberikan cita rasa yang beranekan ragam. Misalnya rasa mint, stroberi, kayu manis, bahkan permen karet untuk pasta gigi anak. Tambahan rasa pada pasta gigi akan membuat menyikat gigi menjadi menyenangkan. American Dental Association (ADA) tidak merekomendasikan pasta gigi yang mengandung gula tetapi pasta gigi yang mengandung pemanis buatan (misalnya saccharin). Bahan pelembab gliserin dan sorbitol juga memberikan rasa manis pada pasta gigi. 7. Bahan pemutih (0,05-0,5%) Ada macam-macam bahan pemutih yang digunakan antara lain Sodium carbonate, hydrogen peroxide, citroxane, dan sodium hexametaphosphate. 8. Bahan terapeutik (0-2%) Bahan terapeutik yang terdapat dalam pasta gigi yaitu bahan antimikroba (Triklosan, Zinc citrate atau Zinc phosphate,ekstrak daun sirih, siwak), bahan anti tartar atau kalkulus (tetrasodium pyrophosphate), dan fluoride (stannous fluoride, sodium fluoride, sodium monofluorofosfat). 9. Bahan desensitisasi Bahan desensitisasi yang digunakan dalam pasta gigi adalah potassium nitrat (memblok transmisi nyeri di antara sel-sel syaraf) dan strontium chloride (memblok tubulus dentin). 7

4 10. Bahan pengawet (0,05-0,5%) Bahan pengawet berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dalam pasta gigi. Umumnya bahan pengawet yang ditambahkan dalam pasta gigi adalah sodium benzoate, methylparaben dan ethylparaben. 2.2 Lidah Buaya (Aloe Vera) Klasifikasi Kingdom Divisi Kelas Ordo Family Genus : Plantae : Magnoliophyta : Liliopsida : Asparagales : Asphodelaceae : Aloe Spesies : Aloe vera L. (Plantamore, 2002) Morfologi Aloe vera termasuk suku Liliaceae. Liliaceae diperkirakan meliputi 4000 jenis tumbuhan, terbagi dalam 240 marga, dan dikelompokan lagi menjadi lebih kurang 12 macam. Daerah distribusinya meliputi keseluruh dunia. Aloe vera mempunyai lebih dari 350 jenis tanaman. Tanaman Aloe vera termasuk tanaman yang bersifat tumbuh di tempat kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar. Panjang daun cm, lebar 6-13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm dipangkal daun, serta bunga berbentuk lonceng (Lee, 2004). 8

5 Gambar 2.1 Lidah Buaya (Aloe vera) (Kuswindari, 2011) Kandungan Tanaman Aloe vera daun dan akarnya mengandung saponin dan flavonoid, di samping itu daunnya mengandung tanin dan polifenol. Aloe vera mengandung zat gizi yang diperlukan tubuh, diantaranya yaitu vitamin A, B, B2, B3, B12, C, E, choline, inositol, dan asam folat. Selain vitamin, dalam Aloe vera juga terdapat mineral makro dan mikro yaitu kalsium(ca), magnesium (Mg), potassium (K), sodium (Na), besi(fe), zinc(zn), dan kromium(cr) (Lee, 2004) Manfaat Aloe vera berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami. Antioksidan berguna untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan beberapa penyakit degeneratif. Aloe vera bersifat merangsang pertumbuhan sel baru pada kulit. Dalam lendir Aloe vera terkandung zat lignin yang mampu menembus dan meresap ke dalam kulit. Lendir ini akan menahan hilangnya cairan tubuh dari permukaan kulit. Hasilnya kulit tidak cepat kering dan terlihat awet muda (Taryono, 2008). Kegunaan lain Aloe vera yaitu berkhasiat untuk mengatasi sulit buang air kecil, sulit buang air besar (sembelit), batuk, radang tenggorokan, hepatoprotektor 9

6 (pelindung hati), imunomodulator (pembangkit sistem kekebalan), diabetes melitus, penurun kolesterol dan penyakit jantung koroner (Taryono, 2008) 2.3 Daun Sirih (Piper betle) Klasifikasi Kingdom Divisi Kelas Ordo Genus : Plantae : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Piperales : Piper Spesies : Piper betle L. (Plantamore, 2002) Morfologi Sirih merupakan tanaman menjalar dan merambat pada batang pokok di sekelilingnya dengan daunnya yang memiliki bentuk pipih seperti gambar hati, tangkainya agak panjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing, pangkal daun berlekuk, tulang daun menyirip, dan daging daun yang tipis. Permukaan daunnya berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna hijau atau hijau agak kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta berkerut-kerut. Sirih hidup subur dengan ditanam di atas tanah gembur yang tidak terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi (Geo, 2004). 10

7 2.3.3 Kandungan Daun sirih memiliki senyawa aktif yaitu minyak atsiri, flavonoid, polivenol, alkoloid, dan tanin. Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap dan mengandung aroma atau wangi yang khas. Minyak atsiri dari daun sirih mengandung 30% fenol dan beberapa derivatnya (Lee, 2004). Daya antibakteri dari daun sirih hijau bersifat bakterisid yaitu mampu membunuh bakteri. Hal ini disebabkan komponen utama minyak atsiri dari fenol dan keturunannya salah satunya kavikol yang dapat mendenaturasi protein sel bakteri (Hasim, 2002). Gambar 2.2 Daun sirih (Piper betle) (Hita, 2011) Manfaat Manfaat daun sirih yaitu dapat digunakan untuk menghilangkan bau badan, menghentikan mimisan atau keluar darah dari hidung, menghilangkan gatal-gatal. Dapat juga digunakan sebagai pembersih mata yang gatal atau merah, obat sariawan, menghilangkan bau mulut, mengurangi jerawat, serta menguatkan gigi agar tidak mudah tanggal (Muhlisah, 1999). 11

8 2.4 Siwak (Salvadora persica) Klasifikasi Divisio Sub Divisio Class : Embryophyta : Spermatophyta : Dicotyledons Sub Class : Eudicotiledons Ordo Family Genus : Brassicales : Salvadoraceae : Salvadora Spesies : Salvadora persica (Tjitrosoepomo, 1998) Morfologi Siwak atau Miswak merupakan bagian dari batang, akar atau ranting tumbuhan Salvadora persica yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia dan Afrika. Siwak berbentuk batang yang diambil dari akar dan ranting tanaman arak (Salvadora persica) yang berdiameter mulai dari 0,1 cm sampai 5 cm. Jika kulitnya dikelupas berwarna agak keputihan dan memiliki banyak juntaian serat. Akarnya berwarna coklat dan bagian dalamnya berwarna putih. Aromanya seperti seledri dan rasanya agak pedas. Siwak juga aman dan sehat bagi perkembangan gusi (Pratama, 2005). Gambar 2.3 Siwak (Salvadora persica) (Hidayati, 2011) 12

9 2.4.3 Kandungan Kayu siwak (Salvadora persica) memiliki efek terapi terhadap gingiva dan juga memiliki efek mekanis. Siwak mengandung kurang lebih 19 zat yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesehatan mulut. Beberapa kandungan yang terdapat dalam siwak, antara lain : polivenol, flavonoid, fluoride, saponin, dan minyak atsiri (Suprastiwi, 2007) Manfaat Hasil penelitian oleh Ababneh (1995) terhadap siwak menunjukkan bahwa siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat membunuh bakteri, menghilangkan plak, mencegah gigi berlubang serta memelihara gusi. Siwak memiliki kandungan kimiawi yang bermanfaat, seperti antibacterial acids (astringents, abrasive dan detergents) yang berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi dan menghentikan pendarahan pada gusi, kandungan kimia, seperti klorida, pottasium, sodium bicarbonate, fluoride, silika, sulfur, vitamin C, trimethyl amine, salvadorine, dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan dan menyehatkan gigi dan gusi. Bahan-bahan ini sering diekstrak sebagai bahan penyusun pasta gigi. Siwak juga berguna untuk menurunkan jumlah bakteri di mulut (Ababneh, 1995). 2.5 Teh Hijau (Camellia sinensis) Klasifikasi Kingdom Divisi : Plantae : Magnoliophyta 13

10 Kelas Ordo Famili Genus : Magnoliopsida : Ericales : Theaceae : Camellia Spesies : Camellia sinensis (Plantamore, 2002) Morfologi Camellia sinensis berasal dari daratan Asia Selatan dan Tenggara, namun sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia, baik daerah tropis maupun subtropis. Tumbuhan ini merupakan perdu atau pohon kecil yang biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya dan memiliki akar tunggang yang kuat. Bunganya kuning-putih berdiameter 2,5 4 cm dengan 7 hingga 8 mahkota. Daunnya memiliki panjang 4 15 cm dan lebar 2 5 cm. Daun tua berwarna lebih gelap. Daun dengan umur yang berbeda menghasilkan kualitas teh yang berbeda-beda, karena komposisi kimianya yang berbeda (Wikipedia, 2008). Gambar 2.4 Teh Hijau (Camellia sinensis) (Wikipedia, 2008) 14

11 2.5.3 Kandungan Bahan-bahan kimia dalam daun teh hijau dapat digolongkan menjadi empat kelompok besar, yaitu : (Cabrera et al, 2006) 1. Substansi Fenol Katekin adalah senyawa larut dalam air, tidak berwarna, dan memberikan rasa pahit yang terdapat pada polifenol daun teh. Daun teh mengandung 30-40% polifenol yang sebagian besar dikenal sebagai katekin. Katekin teh bersifat antimikroba dan antivirus, antioksidan, antiradiasi, dapat memperkuat pembuluh darah, melancarkan sekresi air seni, dan menghambat pertumbuhan sel kanker. Katekin merupakan komponen utama dari substansi teh hijau dan paling berpengaruh terhadap seluruh komponen teh (rasa, aroma, warna). Katekin teh hijau tersusun sebagian besar atas senyawa-senyawa katekin (C), epikatekin (EC), galokatekin (GC), epigalokatekin (EGC), epikatekin galat (ECG), galokatekin galat (GCG), dan epigalokatekin galat (EGCG). 2. Flavonoid Daun teh hijau mengandung flavonoid. Dalam 100 gram daun teh hijau terkandung mg flavonoid. 3. Substansi bukan fenol Terdiri dari karbohidrat (0,75%), substansi pektin (4,9-7,6%), alkaloid (3-4%), klorofil dan zat warna yang lain (0,019%), protein dan asam-asam amino (1,4-5%), asam organik, substansi resin (3%), vitamin (C, K, A, B 1, B 2 ), dan substansi mineral (magnesium, kalium, fluor, natrium, kalsium, seng, mangan, kuprum, selenium). 15

12 4. Enzim Peran penting enzim adalah sebagai biokatalisator pada setiap reaksi kimia di dalam tanaman. Enzim yang dikandung dalam daun teh di antaranya intervase, amilase, oksimetilase, protease, peroksidase, β-glukosidase, dan polifenol oksidase Manfaat Dari beberapa penelitian dijelaskan bahwa teh hijau berkhasiat dalam meningkatkan kesehatan. Adapun beberapa khasiat teh hijau yaitu sebagai antioksidan, antimutagenik dan antikarsinogenik, anti hipertensi dan penyakit kardiovaskuler, proteksi terhadap sinar ultraviolet, mengontrol berat tubuh, anti bakterial dan antivirus, meningkatkan kesehatan tulang, meningkatkan kesehatan mulut, anti peradangan, dan anti fibrotik pada kulit dan arteri (Cabrera et al, 2006). 2.6 Jeruk Nipis atau Lime (Citrus aurantifolia) Klasifikasi Jeruk nipis merupakan salah satu jenis citrus (jeruk) yang asal usulnya adalah dari India dan Asia Tenggara. Adapun sistematika jeruk nipis adalah sebagai berikut (Setiadi, 2004) : Divisi Kelas Ordo Family : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Sapindales : Rutaceae 16

13 Genus Spesies : Citrus : Citrus aurantifolia Morfologi Tanaman jeruk nipis merupakan pohon yang berukuran kecil. Buahnya berbentuk agak bulat dengan ujungnya sedikit menguncup dan berdiameter 3-6 cm dengan kulit yang cukup tebal. Rasa buahnya asam segar. Bijinya berbentuk bulat telur, pipih, dan berwarna putih kehijauan. Akar tunggangnya berbentuk bulat dan berwarna putih kekuningan (Astarini, 2010). Gambar 2.5 Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia) (Setiadi, 2004) Kandungan Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di antaranya adalah asam sitrat sebanyak 7-7,6%, mineral, vitamin B1, citral limonene, phellandrene, geranil asetat, cadinene, linalin asetat. Buah jeruk nipis juga mengandung flavonoid sebesar 82%. Selain itu, jeruk nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27 mg/100 g jeruk, Ca sebanyak 40 mg/100 g jeruk, dan P sebanyak 22 mg (Hariana, 2006). 17

14 Selain itu, jeruk nipis juga mengandung senyawa saponin dan flavonoid yaitu hesperidin (hesperetin 7-rutinosida), tangeretin, naringin, eriocitrin, eritrocide. Hesperidin bermanfaat untuk antiinflamasi, antioksidan, dan menghambat sintesis prostaglandin (Hariana, 2006). Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang merupakan suatu substansi alami yang telah dikenal memiliki efek sebagai antibakteri. Minyak atsiri yang dihasilkan oleh tanaman yang berasal dari genus Citrus sebagian besar mengandung terpen, siskuiterpen alifatik, turunan hidrokarbon teroksigenasi, dan hidrokarbon aromatik (Astarini, 2010). Komposisi senyawa minyak atsiri dalam jeruk nipis (Citrus aurantifolia) adalah limonen (33,33%), β-pinen (15,85%), sitral (10,54%), neral (7,94%), γ- terpinen (6,80%), α-farnesen (4,14%), α-bergamoten (3,38%), β-bisabolen (3,05%), α-terpineol (2,98%), linalol (2,45%), sabinen (1,81%), β-elemen (1,74%), nerol (1,52%), α-pinen (1,25%), geranil asetat (1,23%), 4-terpineol (1,17%), neril asetat (0,56%) dan trans-β-osimen (0,26%) (Astarini, 2010) Manfaat Jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dapat dijadikan obat tradisional yang berkhasiat mengurangi demam, batuk, infeksi saluran kemih, ketombe, menambah stamina, mengurangi jerawat serta sebagai anti-inflamasi dan antimikroba. Rasa jeruk nipis yang masam bisa membantu membersihkan nikotin yang terdapat pada gigi dan mulut orang yang suka merokok. Di Indonesia jeruk nipis sering dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai macam penyakit seperti disentri, sembelit, ambeien, haid tak teratur, difteri, kepala pusing atau vertigo, suara serak, 18

15 bau badan, menambah nafsu makan, mencegah rambut rontok, flu, terlalu gemuk, amandel, dan mimisan (Astarini, 2010). 2.7 Flavonoid Flavonoid adalah salah satu jenis senyawa yang bersifat aleopati, merupakan persenyawaan glukosida yang terdiri dari gula yang terikat dengan flavon dan merupakan senyawa golongan fenol. Flavonoid banyak dijumpai pada tumbuhan hijau dan hampir terdapat di semua bagian tanaman yaitu daun, akar, kayu, kulit, tepungsari, bunga, buah dan biji (Martindale, 2005). Flavonoid lebih dikenal sebagai anti oksidan karena dapat melindungi tubuh dari pengaruh radikal bebas dan polusi lingkungan. Selain itu, flavonoid juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mendenaturasi protein pada membran sel bakteri, lalu terjadi koagulasi protein yang mengakibatkan hilangnya fungsi dari membran sel bakteri dan terjadi peningkatan tekanan osmotik di dalam sel, sehingga terjadi lisis bakteri (Sufrida, 2006). Gambar 2.6 Struktur Kimia Flavonoid (Tripoli, 2007) Flavonoid merupakan deretan senyawa C6-C3-C6, artinya kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena) yang dihubungkan oleh 19

16 rantai alifatik tiga karbon. Kelas yang berlainan dalam golongan flavonoid dibedakan berdasarkan cincin heterosiklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut pola yang berlainan. Berdasarkan penambahan rantai oksigen dan perbedaan distribusi dari gugus hidroksilnya flavonoid digolongkan menjadi enam jenis, yaitu flavon, isoflavon, flavonol, flavanon, kalkon, dan auron. Senyawa golongan flavonoid dari beberapa bahan alam dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri (Akroum et al, 2009). Pada perusakan membran sel, ion H+ dari senyawa fenol dan turunannya (flavonoid) akan menyerang gugus polar (gugus fosfat) sehingga molekul fosfolipid akan terurai menjadi gliserol, asam karboksilat dan asam fosfat. Hal ini mengakibatkan fosfolipid tidak mampu mempertahankan bentuk membran sel, akibatnya membran akan bocor dan bakteri akan mengalami hambatan pertumbuhan bahkan kematian (Gilman, 1991). 2.8 Streptococcus mutans Streptococcus mutans adalah bakteri Gram positif, fakultatif anaerob yang paling sering ditemukan pada rongga mulut dan berperan penting dalam proses terjadinya karies. Mikroba ini pertama kali ditemukan oleh J. Killian Clarke pada tahun Clarke memberikan nama Streptococcus yang paling banyak terdapat di karies gigi sebagai Streptococcus mutans disebabkan karena morfologinya yang sangat bervariasi. Nama mutans itu sendiri juga merupakan hasil dari transisi yang sering terjadi dari bentuk cocobacillary (Marsh and Martin, 2009). 20

17 2.8.1 Klasifikasi Kingdom Filum Klas Ordo Famili Genus Spesies : Eubacteria : Firmicutes : Coccus : Lactobacillus : Streptococcaceae : Streptococcus : Streptococcus mutans Nama binominal : Streptococcus mutans (Holt, 2001) Karakteristik Streptococcus mutans Karakteristik dari Streptococcus mutans adalah berbentuk bulat sampai lonjong dengan diameter 0,6-1,0 µm, non motil, fakultatif anaerob, Gram positif, katalase negatif, tidak berspora, dapat tumbuh minimum pada suhu 37 o C dengan ph antara 7,4-7,6. Morfologi koloni berwarna opak, berdiameter 0,5-1,0 mm, permukaan kasar dan hanya 7% yang licin dan bersifat mukoid. Streptococcus mutans termasuk jenis bakteri golongan Streptococcus hemoliticus tipe alpha secara normal dapat ditemukan dalam rongga mulut dan saluran napas bagian atas (Gronroos, 2000). 21

18 Gambar 2.7 Morfologi Streptococcus mutans Secara Makroskopis dan Mikroskopis (Forssten, 2010) Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu asam, mampu tinggal pada lingkungan asam menghasilkan suatu polisakarida yang melekat disebut dextran. Oleh karena ini, Streptococcus mutans dapat melekat dan mendukung bakteri lain menuju ke enamel gigi, melekat mendukung bakteri-bakteri lain, pertumbuhan bakteri asidogenik yang lainya dan asam melarutkan enamel gigi (Gronroos, 2000) Peran Streptococcus mutans Terhadap Pembentukan Karies Streptococcus mutans merupakan agen penyebab utama karies pada manusia. Kemampuan bakteri ini melekat pada permukaan gigi merupakan hal terpenting bagi perkembangan karies. Sukrosa dari makanan, dapat digunakan Streptococcus mutans untuk meningkatkan koloninya dalam rongga mulut. Streptococcus mutans mempunyai dua enzim pada dinding selnya yang dapat membentuk dua macam polisakarida ekstraseluler dari sukrosa. Fruktosa (levan) dihidrolisis oleh enzim fructosyltransferase dan glukosa (dekstran) dihidrolisis oleh enzim glucosyltransferase (Marsh and Martin, 2009; Gronroos, 2000). 22

19 Patogenesis Streptococcus mutans terjadi melalui hidroksiapatit seperti mineral dari enamel oleh asam laktat yang merupakan hasil akhir metabolik dari pertumbuhan bakteri. Konsentrasi destruksi yang signifikan dari asam ini membutuhkan akumulasi yang banyak dari Streptococcus asidogenik dalam plak gigi. Proses akumulasi diawali oleh aktivitas extracellular glucosyltransferase (GTF) yang beberapa disekresikan oleh Streptococcus mutans. Dengan keberadaan sukrosa, GTF mensintesa beberapa bentuk glukan ekstraselular dengan berat molekular tinggi. Polimer glukosa ini akan membantu agregasi dari Streptococcus lainya melalui interkasi protein ikatan glukan (glucan binding protein). Streptococcus mutans merupakan penghasil asam laktat yang paling banyak dalam proses akumulasi ini meskipun ph yang rendah dari bakteri lainya juga memberikan kontribusi (Todar, 2008; Marsh and Martin, 2009; Gronroos, 2000). Pembentukan dekstran sangat penting artinya dalam kaitanya dengan sifat kariogenik bakteri ini. Dekstran ini merupakan polimer yang terdiri dari ikatan glukosa α(1 3) dan α(1 6. Pembentukan α(1 3) ini sangat lengket dan seperti detergen sehingga tidak larut air. Kolonisasi Streptococcus mutans yang dilapisi dekstran dapat menurunkan sifat saliva sebagai pelindung dan antibakteri pada permukaan gigi. Secara fisik dektran dapat menghambat difusi asam ke dalam saliva, akibatnya terjadi lokalisasi produk asam dengan konstrentasi yang tinggi pada permukaan enamel. Asam ini akan menurunkan ph rongga mulut sehingga mampu menyebabkan demineralisasi enamel. Apabila terjadi terus menerus akan memicu terjadinya dekalsifikasi dentin dan mempercepat terjadinya karies gigi (Todar, 2008; Marsh and Martin, 2009) 23

20 2.9 Karies Gigi Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang paling sering ditemui. Karies gigi merupakan suatu kerusakan enamel, dentin atau sementum gigi yang disebabkan oleh aktivitas bakteri. Karies dimulai dari demineralisasi langsung dari enamel gigi yang disebabkan oleh asam laktat dan asam organik lain yang berakumulasi dalam plak gigi. Proses karies terjadi apabila larutnya mineral gigi (demineralisasi) ketika ph plak berada di bawah nilai ph kritis yaitu 5,5 (Todar, 2008; Featherstone, 2006). Enamel terdiri atas bahan anorganik 92%-95%, bahan organik 1% dan air 4%. Kandungan bahan anorganik pada enamel yang terbesar adalah kalsium (37%), yaitu dalam bentuk calcium phosphate berupa kristal hidroksiapatit. (Featherstone, 2006) Uji Kepekaan Bakteri Aktifitas antibakteri suatu bahan dapat diukur secara in vitro agar dapat ditentukan potensi antibakteri dalam suatu larutan serta kepekaan bakteri terhadap konsentrasi bahan yang diberikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil uji, yaitu : ph lingkungan, komponen media, stabilitas obat, ukuran inokulum, waktu inkubasi, dan aktivitas metabolik mikroorganisme (Brooks et al, 2001). Untuk menentukan aktivitas antibakteri secara in vitro dapat digunakan dua metode yaitu metode dilusi dan difusi (Newman and Carranza, 2002) 24

21 Metode Dilusi Tabung Metode ini terdiri dari larutan antibiotik yang telah disiapkan dan menginokulasi organisme pada media dalam tabung. Media cair diinkubasi untuk menumbuhkan organisme sesuai waktu yang ditentukan, akhirnya penentuan sensitivitas dari obat tersebut dilihat dari larutan antibiotik yang memiliki daya hambat paling besar (Crowley, 2009) Metode Difusi Agar Metode ini dipakai untuk menguji beberapa bahan antimikroba atau obat antibiotik terhadap suatu bakteri. Metode ini lebih praktis karena sekaligus dapat menguji beberapa obat dalam suatu media padat. Kepekaan bakteri terhadap obat ditunjukkan dengan adanya zona hambat. Media padat diinokulasi dengan bakteri uji. Pada media tersebut dibuat sumuran dan bahan antibakteri yang akan diuji ditempatkan pada sumuran yang telah dibuat kemudian diinkubasi lalu dilakukan pengamatan, adanya daerah hambatan atau zona radikal di sekeliling tempat diletakkannya bahan antibakteri. Zona hambat dipengaruhi oleh media, umur, dan konsentrasi inokulum bakteri, metode inokulasi, waktu inkubasi, dan kondisi antibiotik, yaitu masa berlaku dan cara penyimpanannya (Rahardjo, 2008). 25

BAB 2 PASTA GIGI SEBAGAI SALAH SATU MEDIA DALAM MENJAGA KESEHATAN RONGGA MULUT

BAB 2 PASTA GIGI SEBAGAI SALAH SATU MEDIA DALAM MENJAGA KESEHATAN RONGGA MULUT 15 BAB 2 PASTA GIGI SEBAGAI SALAH SATU MEDIA DALAM MENJAGA KESEHATAN RONGGA MULUT Pada masa lalu, pasta gigi yang digunakan bersama sikat gigi hanya bersifat sebagai alat kosmetik. Tetapi akhir-akhir ini

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengandung bahan dasar alami ataupun sintetik sebagai bahan antibakteri yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. mengandung bahan dasar alami ataupun sintetik sebagai bahan antibakteri yang 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Menyikat gigi merupakan suatu kontrol plak dan langkah awal untuk mencegah karies. Saat ini kontrol plak telah dilengkapi dengan penambahan bahan aktif yang mengandung bahan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mulut merupakan tempat yang ideal untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme karena mulut memiliki kelembaban serta memiliki asupan makanan yang teratur. Mikroba

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karies Penyakit karies gigi ditimbulkan karena pembentukan plak pada gigi yang disebabkan oleh S. Mutans. Proses pembentukan plak gigi dimulai karena S. Mutans yang menempel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies gigi merupakan salah satu penyakit kronis yang paling umum terjadi di seluruh dunia dan dialami oleh hampir seluruh individu pada sepanjang hidupnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Plak gigi adalah deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi atau permukaan jaringan keras lain didalam rongga mulut. Plak gigi terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari ke dentin berlanjut ke

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari  ke dentin berlanjut ke BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi adalah suatu kerusakan bersifat progesif dan akumulatif yang terjadi pada jaringan keras gigi yang bermula dari email ke dentin berlanjut ke pulpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik

BAB I PENDAHULUAN. ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ata terbaru yang dikeluarkan Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia (RI) dari Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,

BAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. anak-anak sampai lanjut usia. Presentase tertinggi pada golongan umur lebih dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut yang terbanyak dialami masyarakat di Indonesia adalah karies gigi. Penyakit tersebut menyerang semua golongan umur, mulai dari anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak atsiri adalah minyak eteris (essential oils) atau minyak terbang

BAB I PENDAHULUAN. Minyak atsiri adalah minyak eteris (essential oils) atau minyak terbang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak atsiri adalah minyak eteris (essential oils) atau minyak terbang (volatile oils) yang merupakan ekstrak alami dari berbagai jenis tumbuhan (Gunawan, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam bidang kedokteran gigi, masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen Kesehatan RI tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Flora di rongga mulut pada dasarnya memiliki hubungan yang harmonis dengan host dan terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, fungi, mycoplasma, protozoa, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif golongan Streptococcus viridans yang dapat mengeluarkan toksin sehingga sel-sel pejamu rusak dan bersifat aerob serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut manusia tidak pernah terbebas dari bakteri karena mengandung mikroba normal mulut yang berkoloni dan terus bertahan dengan menempel pada gigi, jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi (gigi berlubang) merupakan penyakit dengan urutan tertinggi dari penyakit gigi dan mulut yaitu sebesar 45,68% sehingga merupakan masalah utama kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut masyarakat Indonesia merupakan hal yang perlu mendapat perhatian serius oleh tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi, hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD

BAB I PENDAHULUAN. Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan suatu penyakit yang sering dijumpai. Menurut Dr. WD Miller (1980), karies merupakan akibat dari kerusakan gigi yang berasal dari asam yang terbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam dekade terakhir, sebanyak 80% orang didunia bergantung pada pengobatan tradisional untuk perawatan kesehatan mereka. Salah satu tanaman obat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bunga Rosella 1. Klasifikasi Dalam sistematika tumbuhan, kelopak bunga rosella diklasifikasikan sebagai berikut : Gambar 1. Kelopak bunga rosella Kingdom : Plantae Divisio :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas mikroorganisme yang menyebabkan bau mulut (Eley et al, 2010). Bahan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obar kumur memiliki banyak manfaat bagi peningkatan kesehatan gigi dan mulut. Obat kumur digunakan untuk membersihkan mulut dari debris atau sisa makanan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enterococcus faecalis merupakan mikroorganisme normal yang bisa ditemukan di saluran akar gigi. Bakteri ini bersifat opportunistik yang nantinya bisa menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih merupakan masalah di masyarakat (Wahyukundari, 2009). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan penyakit yang diderita oleh banyak manusia di dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa. Di Indonesia, penyakit periodontal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan penyakit yang umum terjadi dan mengenai 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi tanaman jeruk nipis 1. Klasifikasi Klasifikasi jeruk nipis menurut (Sarwono,2001) adalah sebagai berikut : Regnum Devisi Sub Divisi Class Subclass Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah dengan menggunakan obat kumur antiseptik. Tujuan berkumur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karies merupakan penyakit pada gigi dan mulut yang tersebar pada masyarakat. 1 Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah karies gigi, diantaranya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati dan keunggulan komparatif untuk menghasilkan berbagai produk pertanian tropis yang tidak dapat dihasilkan negara non-tropis.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri ekstrak etanol daun ciplukan (Physalis angulata L.) dalam bentuk sediaan obat kumur terhadap bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Flora mulut pada manusia terdapat berbagai mikroorganisme seperti jamur, virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam rongga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karies gigi atau yang biasa dikenal dengan gigi berlubang adalah hasil interaksi dari bakteri di permukaan gigi, plak/biofilm, dan diet. Komponen diet khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plak gigi merupakan komunitas mikroba yang melekat maupun berkembang bebas pada jaringan lunak dan keras pada permukaan rongga mulut, yang terdiri dari bakteri hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2007, prevalensi nasional masalah gigi dan mulut adalah 23,5%. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013, terjadi peningkatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Karies Gigi dan S-ECC Karies gigi merupakan penyakit infeksi pada jaringan keras gigi yang menyebabkan demineralisasi. Demineralisasi terjadi akibat kerusakan jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kelompok mikroba di dalam rongga mulut dan dapat diklasifikasikan. bakteri aerob, anaerob, dan anaerob fakultatif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flora oral terdiri dari beragam populasi mikroba di antaranya bakteri, jamur, mikoplasma, protozoa, dan virus yang ditemukan dari waktu ke waktu. Bakteri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Penyakit infeksi ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan dan plak, terutama pada daerah sayap bukal atau bagian-bagian yang sukar dibersihkan (David dan MacGregor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pangan sebagai sumber zat gizi (karbohidrat, lemak, protein,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu cermin dari kesehatan manusia, karena merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rongga mulut merupakan tempat masuknya berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan salah satu bagian di dalamnya ada gigi yang berfungsi sebagai alat mastikasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke 16, tanaman ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pepaya (Carica Papaya) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tropis. Pusat penyebaran tanaman diduga berada dibagian selatan Meksiko dan Nikaragua. Bersama pelayar-pelayar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 7 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indera pengecap merupakan salah satu alat untuk merasakan rasa yang ditimbulkan oleh makanan atau bahan lainnya. Lidah adalah sebagai indra pengecapan. Fungsi lidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di masyarakat luas. Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2007, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian. Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi : Spermatophyta ( tumbuhan berbiji ) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Durian 1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Durian Menurut Rahmat Rukmana ( 1996 ) klasifikasi tanaman durian adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ( tumbuh tumbuhan ) Divisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit yang sering dikeluhkan oleh masyarakat (Depkes RI, 2006), utamanya adalah gingivitis (Suproyo, 2009). Prevalensi terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. golongan usia (Tarigan, 1993). Di Indonesia penderita karies sangat tinggi (60- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit yang sering dijumpai di rongga mulut sehingga menjadi masalah utama kesehatan gigi dan mulut (Tampubolon, 2005). Karies gigi terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranahta

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranahta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keanekaragaman floristik di kawasan timur Indonesia beserta keanekaragaman budayanya cukup menarik, namun belum banyak yang diungkapkan termasuk di kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi dan menimbulkan masalah kesehatan gigi dan mulut. Penyakit periodontal yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini karies gigi masih merupakan penyakit utama di bidang kesehatan gigi dan mulut. Karies adalah salah satu masalah kesehatan rongga mulut yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berdasarkan ada atau tidaknya deposit organik, materia alba, plak gigi, pelikel, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kondisi kebersihan gigi dan mulut merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya karies gigi (Suwelo, 2005). Kebersihan rongga mulut dapat dilihat berdasarkan ada atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit gigi dan mulut dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang (Al Shamrany, 2006). Salah satu penyakit gigi yang banyak terjadi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu membentuk polisakarida ekstrasel dari genus Streptococcus. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. mampu membentuk polisakarida ekstrasel dari genus Streptococcus. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plak gigi merupakan deposit lunak yang membentuk biofilm dan melekat pada permukaan gigi atau permukaan jaringan keras lain didalam rongga mulut. Mikroflora yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan

BAB I PENDAHULUAN. Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kismis adalah buah anggur (Vitis vinivera L.) yang dikeringkan dan dihilangkan bijinya, merupakan makanan ringan populer yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan mayor dari ekosistem yang kompleks ini yaitu dental plak yang berkembang secara alami pada jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sejak tahun 1960 ketika Fitzsgerald dan Keyes melakukan percobaan pada binatang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sejak tahun 1960 ketika Fitzsgerald dan Keyes melakukan percobaan pada binatang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi yang ditandai oleh rusaknya enamel, dentin dan sementum oleh aktivitas metabolisme plak dental yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan-bahan alam banyak dimanfaatkan sebagai obat-obatan, termasuk dalam upaya mendukung program pelayanan kesehatan gigi. Back to nature atau kembali ke bahan alam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. RI tahun 2004, prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. 1 Karies gigi merupakan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia adalah karies gigi. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang panjang sudah lama dikenal di Indonesia, tetapi bukan tanaman asli Indonesia. Daerah asalnya adalah India dan Afrika Tengah. Tanaman ini tumbuh dan menyebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Daging ayam merupakan salah satu bahan pangan yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang berkualitas tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua

BAB I PENDAHULUAN. dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies dan penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang memiliki prevalensi tinggi di masyarakat pada semua kelompok umur di Indonesia (Tampubolon,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental Plak dental merupakan kumpulan mikroba yang beragam, terdapat dalam matriks pejamu dan polimer bakteri, yang tumbuh pada gigi sebagai biofilm. Menurut World Health

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut yang menjadi fokus penelitian utama di bidang kedokteran gigi adalah karies dan penyakit jaringan periodontal. Penyakit tersebut tersebar luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Uji Identifikasi Fitokimia Hasil uji identifikasi fitokimia yang tersaji pada tabel 5.1 membuktikan bahwa dalam ekstrak maserasi n-heksan dan etil asetat lidah buaya campur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut di atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies gigi merupakan penyakit gigi dan mulut yang paling sering dijumpai di Indonesia. 1 Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, menunjukkan prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teh sebagai bahan minuman dibuat dari pucuk muda daun teh yang telah mengalami proses pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebersihan mulut sangat penting dijaga karena memiliki pengaruh utama dari kualitas dan kesejahteraan hidup, sehingga diperlukan metode perawatan kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan salah satu permasalahan kesehatan di masyarakat yang tidak pernah dapat diatasi secara tuntas yang menjadi penyebab utama penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak dapat berkalsifikasi menjadi kalkulus atau tartar. Plak dapat terlihat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak dapat berkalsifikasi menjadi kalkulus atau tartar. Plak dapat terlihat dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plak gigi adalah istilah umum untuk komunitas kompleks mikroba yang berkembang pada permukaan gigi, tertanam dalam matriks polimer bakteri dan saliva. Plak dapat berkalsifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan

BAB I PENDAHULUAN. yang predominan. Bakteri dapat dibagi menjadi bakteri aerob, bakteri anaerob dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Flora normal rongga mulut terdiri dari berbagai mikroflora termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus; bakteri merupakan kelompok yang predominan. Bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mulut sangat selektif terhadap berbagai macam mikroorganisme, lebih dari 300 spesies dapat diidentifikasi dalam rongga mulut. Spesies yang mampu berkoloni dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan tanaman obat di Indonesia perlu digali lebih mendalam, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan tanaman obat di Indonesia perlu digali lebih mendalam, khususnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan alam telah lama digunakan di bidang kedokteran maupun kedokteran gigi untuk keperluan preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pengobatan dengan menggunakan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karies gigi merupakan salah satu penyakit yang paling sering dialami oleh masyarakat Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 yang dilakukan oleh Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed).

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan hubungan oklusi yang baik (Dika et al., 2011). dua, yaitu ortodontik lepasan (removable) dan ortodontik cekat (fixed). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan alat ortodontik merupakan salah satu perawatan dari kesehatan gigi dan mulut. Perawatan ortodontik merupakan perawatan yang dilakukan di bidang kedokteran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jeruk purut (Citrus hystrix D. C.) merupakan tanaman buah yang banyak ditanam oleh masyarakat Indonesia di pekarangan atau di kebun. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh, baik bagi anak-anak, remaja maupun orang dewasa. 1,2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu adalah salah satu hasil ternak yang dikenal sebagai bahan makanan yang memilki nilai gizi tinggi. Kandungan zat gizi susu dinilai lengkap dan dalam proporsi seimbang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan antibiotik yang tinggi akan meningkatkan tekanan selektif proses evolusi dan proliferasi strain mikroorganisme yang bersifat resisten. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit gigi dan mulut merupakan masalah utama yang diderita oleh 90% penduduk di Indonesia. Penyakit gigi dan mulut yang banyak ditemukan di masyarakat adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus

BAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut manusia banyak terdapat berbagai jenis bakteri, baik aerob maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tanaman di Indonesia yang potensial untuk dikembangkan adalah sereh. Bagian sereh yang banyak mengandung minyak adalah daun, sehingga daun sereh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontist adalah ilmu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ortodonsia menurut American Association of Orthodontist adalah ilmu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ortodonsia menurut American Association of Orthodontist adalah ilmu yang mempelajari pertumbuhan dan perkembangan rahang, muka, dan tubuh yang dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN. pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Streptococcus mutans merupakan mikroorganisme yang sangat berperan pada permulaan terjadinya karies gigi (Purnamasari et al., 2010). Namun, tanpa adanya faktor predisposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur, mycoplasma, protozoa dan virus yang dapat bertahan dari waktu ke waktu. Organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendukung gigi (Daliemunthe, 2001) yang terdiri dari gingiva, tulang

BAB I PENDAHULUAN. dan pendukung gigi (Daliemunthe, 2001) yang terdiri dari gingiva, tulang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan periodontal secara umum merupakan tempat tertanamnya gigi dan pendukung gigi (Daliemunthe, 2001) yang terdiri dari gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan satu kesatuan dari kesehatan pada umumnya yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Gigi dan mulut merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Berenuk (Crescentia cujete L). a. Sistematika Tumbuhan Kingdom : Plantae Sub kingdom : Tracheobionata Super divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2013 sebanyak 14 provinsi mempunyai prevalensi masalah gigi dan mulut diatas angka nasional (>25,9%) dan sebanyak 15 provinsi memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gigi tersusun atas enamel, dentin, sementum, rongga pulpa, lubang gigi, serta jaringan pendukung gigi. Rongga mulut merupakan batas antara lingkungan luar dan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telur adalah bahan pangan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Telur yang dikonsumsi dapat berasal dari berbagai unggas, umumnya yaitu ayam, itik dan puyuh. Telur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan bahan makanan yang banyak mengandung protein dan dikonsumsi oleh manusia sejak beberapa abad yang lalu. Ikan banyak dikenal karena termasuk lauk pauk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan

BAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masih cukup tinggi (Pintauli dan Taizo, 2008). Penyakit periodontal dimulai dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut yang masih memerlukan perhatian serius. Walaupun prevalensi penyakit gigi ini dilaporkan sudah menurun

Lebih terperinci