EVALUASI DAYA DUKUNG AIR TANAH UNTUK AKTIVITAS INDUSTRI DI KECAMATAN UNGARAN BARAT DAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG
|
|
- Devi Budiaman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EVALUASI DAYA DUKUNG AIR TANAH UNTUK AKTIVITAS INDUSTRI DI KECAMATAN UNGARAN BARAT DAN UNGARAN TIMUR KABUPATEN SEMARANG Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang Abstrak Daya dukung air tanah untuk kegiatan industri diketahui dari jumlah ketersediaan air tanah dan kebutuhan air tanah oleh ndustri. Ketersediaan air tanah dapat diketahui dari peta potensi air tanah pada CAT Ungaran Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah. Dalam peta tersebut, daerah penelitian memiliki tiga kondisi air tanah. Kondisi 1 memiliki potensi air tanah bebas rendah dengan debit 0,25-0,9 lt/dt dan potensi air tanah tertekan rendah dengan debit 0,5 1,9 lt/dt. Kondisi 2, memiliki potensi air tanah bebas rendah dengan debit 0,3-1,2 lt/dt dan potensi air tanah tertekan sedang dengan debit 4,6 8,5 lt/ dt. Kondisi 3, memiliki potensi air tanah bebas rendah dengan debit 0,4-1,35 lt/dt dan potensi air tanah tertekan tinggi dengan debit 11 16,5 lt/dt. Perhitungan kebutuhan air tanah pada industry besar, sedang dan kecil, menggunakan pendekatan luas lahan. Dalam Ditjen Cipta Karya 2007 industri berat membutuhkan air sebesar 0,50-1,00 liter/detik/ha, industri sedang membutuhkan air sebesar 0,25-0,50 liter/detik/ha, dan industri kecil membutuhkan air sebesar 0,15-0,25 liter/detik/ha. Industry besar memiliki luas lahan Ha, sehingga total kebutuhan airnya berkisar 28,72-57,43 lt/dt. Pada industry sedang, luas lahannya diketahui sebesar 1,61 Ha sehingga total kebutuhan airnya ini berkisar 0,38-0,8 lt/dt, sedangkan pada industry kecil, luas lahannya diketahui 4,61 Ha sehingga kebutuhan airnya berkisar antara 0,69 1,15 lt/dt. Hasil perbandingan antara kebutuhan dan keterseiaan tersebut diketahui bahwa potensi air tanah bebas pada kondisi 1 sudah tidak bisa mendukung kegiatan industry, sedangkan potensi air tanah bebas pada kondisi 2 serta air tanah dalam pada kondisi 2 telah berada di batas atas daya dukungnya. Batas aman pengambilan air tanah untuk industry berada pada air tanah dalam kondisi 2 dan 3, namun meski demikian tidak disarankan untuk melakukan penurapan air tanah dalam karena jumlah dan nya yang sangat terbatas, dan apabila mengalami pencemaran hampir tidak mungkin dilakukan pemulihan. Kata kunci: Potensi air tanah, Penggunaan air tanah, Industri, Daya dukung. Pendahuluan Kecamatan Ungaran Timur dan Ungaran Barat merupakan bagian dari wilayah Cekungan Air Tanah (CAT) ungaran. Ber- rosa.oktorianti@gmail.com 48 dasarkan data dari Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah tahun 2005, Potensi air tanah bebas pada CAT Ungaran termasuk rendah dan potensi air tanah dalamnya bervariasi dari rendah, sedang dan tinggi. Air tanah Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember 2014
2 dalam sector industry dapat digunakan sebagai bahan baku, penunjang kegiatan usaha, bahan pembantu produksi dan media usaha (PSDA, 2013). Dalam data sensus Dinas UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang 2010 serta hasil survey lapangan, dikedua kecamatan ini terdapat sekitar 7 industri besar, 16 industri sedang dan 334 industri kecil. Banyaknya jumlah industry tersebut akan berkorelasi positif terhadap peningkatan penggunaan air tanah, padahal air tanah memiliki kuantitas dan kualitas yang sangat terbatas, serta cenderung mengalami penurunan dari waktu ke waktu Sekali kualitas dan kuantitasnya terganggu, air tanah hampir mustahil untuk dikembalikan seperti semula (ESDM, 2005). Peningkatan tersebut memiliki konsekuensi penurunan muka air tanah yang dapat menyebabkan penurunan muka tanah serta indtrusi air laut. (Asdak, 2002). Selain itu pengambilan air tanah yang melebihi suplay air tanahnya, dapat menyebabkan terjadinya krisis atau defisit air tanah (Muta ali, 2012). Melihat konsekuensi tersebut, maka evaluasi daya dukung air tanah penting untuk dilakukan. Daya dukung yang dimaksud adalah kemampuan maksimal suatu wilayah untuk menyediakan air bagi penduduk dalam jumlah tertentu beserta kegiatannya (Muta ali, 2012). Daya dukung air tanah dapat diketahui dengan membandingkan jumlah ketersediaan dan kebutuhan air tanah. Jumlah ketersediaan air tanah yang lebih tinggi dari kebutuhannya, maka daya dukungnya masih belum terlampaui, begitupun sebaliknya saat ketersediaan air tanah lebih rendah dari penggunaannya, maka sat itulah krisis dan deficit air terjadi. Metode Penelitian Daya dukung air tanah untuk kegiatan industry dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan spasial. Pendekatan spasial ini menggunakan system informasi geografi. Secara umum SIG dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat lunak, keras, data geografis dan sumber daya manusia.semua komponen tersebut saling bekerjasama secara efektif untuk memasukkan menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (GIS Konsorsium, 2007). Dengan system ini dapat diketahui pola sebaran lokasi industry, pola sebaran potensi air tanah, serta luas lahan industry. Pola sebaran industry ini didapat dengan mengeplot lokasi industry dengan GPS saat survey lapangan. Apabila posisi tersebut di plotkan kepada citra, maka luas lahan dapat diketahui dengan menggunakan fiture calculate geometry. Data ketersediaan tanah didapat dari Peta Potensi Air tanah yang dikeluarkan oleh Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah tahun Potensi air tanah mengacu pada SNI dimana potensi air tanah dikatakan rendah apabila debitnya kurang dari 2 lt/ dt, sedang apabila debitnya diantara 2-10 lt/dt dan tinggi apabila lebih dari 10 lt/dt. Klasifikasi debit tersebut dapat dilihat pada table 1. Tabel 1 Klasifikasi Air Tanah Klasifikasi Air No. Tanah Debit Rendah Q < 2 lt/dt 2 < Q < 10 2 Sedang lt/dt 3 Tinggi Q > 10 lt/dt Sumber: SNI Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember
3 Survey lapangan untuk lokasi industry besar dan sedang menggunakan sampel jenuh karena jumlahnya kurang dari 30, sedangkan untuk industry kecil dihitung dengan menggunakan persamaan slovin kemudian di proporsionalakan berdasarkan jenis industrinya. Perhitungan kebutuhan air oleh industry ini dibedakan menurut jenis industrinya yakni kecil, sedang dan besar. Pendekatan penggunaan air tanah oleh masing-masing industry dihitung berdasarkan luas kawasan industry dalam satuan hektar. Rumus yang digunakan mengacu pada Muta ali 2012 berikut: Qi = Ai x Qsti Keterangan: Qi = Debit yang digunakan oleh industry (lt/dt) Ai = Luas lahan industry (ha) Qsti = Merupakan standar kebutuhan air untuk industri (lt/dt/ha) Standar kebutuhan air industry ini mengacu pada Ditjen Cipta Karya dalam Dzulfikar 2014, dimana standard kebutuhan air untuk industry besar berkisar antara 0,50-1,00 liter/dt/ha, untuk industry sedang 0,25-0,50 liter/dt/ha, dan untuk industri kecil membutuhkan air sebesar 0,15-0,25 liter/dt/ha. Perhitungan jumlah industry yang masih dapat berkembang dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut. LH = [LPask3 (Lhtk3+Lsk3+Lpk3 )] + [LPask2 (Lhtk2+Lsk2+Lpk2)] + [LPask1 (Lhtk1+Lsk1+Lpk1)] Keterangan: LH : Luas Lahan yang digunakan untuk perkembangan industri (Ha) LPas k3 : Luas Lahan Potensi air kondisi 3 pada kelas kemampuan lahan agak baik dan sedang (Ha) LPask2 : Luas Lahan Potensi air kondisi 2 pada kelas kemampuan lahan agak baik dan sedang (Ha) LPask1 : Luas Lahan Potensi air kondisi 1 pada kelas kemampuan lahan agak baik dan sedang (Ha) Lhtk3/2/1 : Luas Hutan pada potensi air tanah kondisi 3, 2 atau 1(Ha) Lsk3/2/1 : Luas Sawah pada potensi air tanah kondisi 3, 2 atau 1 (Ha) Lpk3/2/1: Luas Permukiman pada potensi air tanah kondisi 3, 2 atau 1 (Ha) Hasil Penelitian Dan Pembahasan Ketersediaan Air Tanah dan Sebaran Industri Ketersediaan air tanah diketahui dari peta potensi air tanah yang dikeluarkan oleh Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah. Gambar 1. Peta Potensi Air Tanah Kecamatan Ungaran Barat dan Ungaran Timur Berdasarkan peta tersebut, diketahui pada daerah penelitian terdapat 3 kondisi air tanah. Dilihat dari luas daerahnya, potensi air tanah pada kondisi 1 memiliki luas lahan yang paling kecil, diikuti dengan kondisi kedua dan kondisi ketiga. Keterangan ketiga konisi tersebut dapat dilihat pada table 2 berikut. 50 Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember 2014
4 No. Kondisi Sumber: Analisis spasial Table 2. Potensi Air tanah Jenis Potensi (Ha) Luas Debit Optimum 2 3 Rendah Kondisi 2 Sedang Kondisi 3 Rendah Tinggi ,66 Kondisi 1 dah Ren- 1 0,25-0,9 4905,66 0,5-1,9 2440,65 0,3-1,2 2440,65 4,6-8,5 851,93 Total 9970,07 Rendah 0,4-1,35 851, ,5 Peta tersebut juga digunakan untuk melihat pola sebaran lokasi industry besar terkait dengan potensi atau ketersediaan air tanah nya. Sebaran industry tersebut dapat dilihat pada gambar 2, 3 dan 4 berikut. Gambar 2. Peta Lokasi Industri Besar Pada Potensi Air Tanah Kecamatan Ungaran Barat dan Ungaran Timur Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember
5 Gambar 3. Peta Sebaran Lokasi Industri Kecil Pada Potensi Air Tanah Kecamatan Ungaran Barat dan Ungaran Timur Industry besar, sebagain besar berada pada kondisi 1 dan beberapa di kondisi 3, sedangkan pada industry sedang dan kecil sebagain besar berada di kondisi 2 dan 3. Kecenderungan lokasi industry juga berada di Kecamatan Ungaran Timur, terutama di daerah yang landai. Kebutuhan Air Industi Perhitungan kebutuhan air industry dilakukan untuk setiap jenis industry dengan menggunakan rumus Qi = Ai x Qsti. 2.1 Kebutuhan air industry besar Ai = 57,436 Ha Qsti = 0,5 0,1 lt/dt/ha Qi = (57.436*0,5) (57.436*1) = 28,72-57,43 lt/dt. 2.2 Kebutuhan air industry sedang Ai = 1,61 Ha Qsti = 0,25 0,5 lt/dt/ha Qi = (1,61*0,25) (1,61*0,25) = 0,38-0,8 lt/dt 2.3 Kebutuhan air industry kecil Ai = 4,61 Ha Qsti = 0,15 0,25 lt/dt/ha Qi = (1,61*0,25) (1,61*0,25) = 0,69 1,15 lt/dt. Hasil perhitungan kebutuhan air tanah pada masing-masing industry tersebut dapat dilihat pada table Tabel 3. Penggunaan Air Tanah Industri No. Jenis Industri Penggunaan Air Tanah (lt/dt) Besar 28,72-57,43 2 Sedang 0,38-0,80 3 Kecil 0,69 1,15 Sumber: Perhitungan, 2014 Daya Dukung Air Tanah Perbandingan antara potensi atau ketersediaan air tanah pada table 2 dengan jumlah kebutuhan air tanah industry pada table 3 dapat dilihat pada table 4 berikut Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember 2014
6 Tabel 4 Perbandingan Potensi dan Penggunaan Air Tanah Total Jenis Penggunaan Potensi Air Debit No. Industri Air Tanah tanah (lt/dt) (lt/dt) Besar 28,72-57,43 Sedang 0,38-0,8 3 Kecil 0,692 1,153 Sumber: Analisis SIG 2014, Perhitungan 2014 Hasil perbandingan pada table 4 tersebut dapat diketahui bahwa daya dukung air tanah pada daerah penelitian adalah sebagai berikut: Industry besar sudah tidak bisa ditambah dimanapun lokasinya karena jumlah kebutuhan air saat ini sudah jauh melebihi jumlah ketersediaan air tanah. Potensi air tanah bebas pada kondisi 1, sudah melebihi kemampuan untuk mendukung kegiatan industry,sehingga tidak disarankan untuk menambah jumlah industry pada kondisi 1 Potensi air tanah bebas pada kondisi 2 dan 3 serta potensi air tanah dalam pada Kondisi 1 Kondisi 3 Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 Kondisi 1 Kondisi 2 Kondisi 3 0,25-0,9 0,5-1,9 0,4-1, ,5 0,25-0,9 0,5-1,9 0,3-1,2 4,6-8,5 0,4-1, ,5 0,25-0,9 0,5-1,9 0,3-1,2 4,6-8,5 0,4-1, ,5 kondisi 1 sudah hampir mendekati batas maksimal daya dukungnya, karena jumlah kebutuhan air industry ini hamper sama dengan debit ketersediaan air tanah Potensi air tanah dalam pada kondisi 2 dan 3 masih aman untuk dilakukan pengambilan, namun tidak disarankan untuk melakukan penurapan terutama untuk industry besar karena jumlahnya sangat terbatas, jika telah tercemar akan sulit dilakukan pemulihan, jika di eksploitasi berlebihan dapat menyebabkan penurunan muka air tanah yang berlanjut pada penuruan elevasi tanah. Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember
7 Berdasarkan data daya dukung tersebut, maka jumlah industry yang masih dapat berkembang pada daerah penelitian dihitung dengan menggunakan data luas lahan yang masih digunakan untuk kegiatan industry dengan kondisi potensi air tanah sebagai faktor pembatasnya. Luas lahan yang dapat digunakan tersebut diketahui dari persamaan berikut: LH = [LPas k3 (Lht k3 + Ls k3 + Lp k3 )] + [LPask2 (Lht k2 + Ls k2 + Lp k2)] = [829,18 (23, , ,77)] + [744,53 (254, , ,79] = (829,18-806,89) + (744,53 698,79) = ,73 = 68,02 Ha Luas lahan tersebut akan di bandingkan dengan luas rata-rata industry sednag dan kecil, karena industry besar sudah tidak disarankan untuk bertambah. Perbandingan yang digunakan adalah 2 industri besar dan 3 industri kecil. Hal ini mengacu pada Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 10 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman Dengan Hunian Berimbang. Jumlah industry yang dapat berkembang tersebut dapat dilihat pada tabel 5. Jumlah industry tersebut dibatas hingga luas lahannya tidak melebihi 68,02 Ha. Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 5 tersebut, maka jumlah industry yang masih bisa berkembang pada daerah penelitian adalah 562 industri sedang dan 843 industri kecil dengan total 1405 industri. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Potensi air tanah Kecamatan Ungaran Barat dan Timur dibedakan menjadi 3 kondisi, yakni kondisi 1 dimana potensi air tanah bebas dan tertekan rendah. Kondisi 2, potensi air tanah bebas rendah dan air tanah tertekan sedang. Kondisi 3, potensi air tanah bebas rendah dan potensi air tanah tertekan tinggi. Total penggunaan air tanah oleh industri besar mencapai 28,72-57,43lt/dt sedangkan penggunaan air tanah oleh industri sedang mencapai 0,38-0,8 lt/dt, dan rata-rata penggunaan air tanah industri kecil mencapai 0,69 1,15 lt/dt. Daya dukung air tanah sudah terlampaui untuk industri besar. Air tanah bebas ntuk industry kecil dan sedang sudah berada pada daya dukng maksimal dan masih dapat didukung air tanah tertekan. Jumlah industry yang masih bisa berkembang pada daerah penelitian adalah 562 industri sedang dan 843 industri kecil dengan total 1405 industri seluas 67,98 Ha. No. Jenis Industri Tabel 5. Estimasi Jumlah Industri Berkembang Luas Lahan Rata- Rata Perban-dingan Bilangan Pengkali Jumlah Industri Diper-bolahkan Luas Total Lahan Sedang Kecil Total Sumber: Perhitungan Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember 2014
8 Daftar Pustaka Asdak, C Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada Univesity Press. Yogyakarta Bafdal, N. Amaru, K dan Pareira, B.M Buku Ajar Sistem Informasi Geografi. Fakultas Teknik Manajemen Pertanian. UNPAD. Bandung Ditjen Cipta Karya Pedoman Penyusunan Perencanaan Teknis Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Lampiran III. Jakarta dalam Dzulfikar Perencanaan Pengembangan Jaringan Distribusi Air Bersih Kelurahan Bandulan Kecamatan Sukun Kota Malang. Jurnal Universitas Brawijaya. Malang GIS Konsorsium, Modul Pelatihan ArcGis Tingkat Dasar. Modul. GIS Kosorsium. Aceh, ESDM Jawa Tegah Laporan Akhir Pengukuran Potensi Cekungan Air Bawah Tanah Pada Cekungan Air Bawah Tanah (Cat) Ungaran Dan Pati-Rembang tahun Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Tengah. Muta ali. L, Daya Dukung Lingkungan Untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Badan Penerbit Fakultas Geografi (BPFG) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2012 PSDA Data Air Tanah Kabupaten Semarang SNI tentang penyusunan neraca sumber daya spasial Sensus Industri Kabupaten Semarang tahun Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Semarang Jurnal EKOSAINS Vol. 6 No. 3 Nopember
PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani
ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas
Lebih terperinciModul 1: Pengantar Pengelolaan Sumber Daya Air
vii B Tinjauan Mata Kuliah uku ajar pengelolaan sumber daya air ini ditujukan untuk menjadi bahan ajar kuliah di tingkat sarjana (S1). Dalam buku ini akan dijelaskan beberapa pokok materi yang berhubungan
Lebih terperinciOPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR
Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinci1.PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bekasi, adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Barat yang terletak di sebelah timur Jakarta. Batas administratif Kota bekasi yaitu: sebelah barat adalah Jakarta, Kabupaten
Lebih terperinciKata kunci : Perubahan lahan, nilai tanah.
Analisis Perubahan Zona Nilai Tanah Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Di Kota Denpasar Tahun 2007 Dan 2011. Antonius G Simamora 1) Ir. Sawitri, M.Si 2) Ir. Hani ah 3) 1) Mahasiswa Teknik Geodesi Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penginderaan jauh yang semakin pesat menyebabkan penginderaan jauh menjadi bagian penting dalam mengkaji suatu fenomena di permukaan bumi sebagai
Lebih terperinciKEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016
KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN 207 Jakarta, 7 Desember 206 PRIORITAS NASIONAL DITJEN. PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN NO PRIORITAS NASIONAL Kemaritiman
Lebih terperinciAPLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG
APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG Latar Belakang Masalah sampah akan berdampak besar jika tidak dikelola dengan baik, oleh karena itu diperlukan adanya tempat
Lebih terperinciAyesa Pitra Andina JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014
Ayesa Pitra Andina 3510100044 JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014 Latar Belakang Pengembangan Kawasan a PESISIR Aksesbilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan jumlah penduduk dan industri pada CAT Karanganyar-Boyolali
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang CAT Karanganyar-Boyolali merupakan cekungan airtanah terbesar di Jawa Tengah, dengan luasan cekungan sebesar 3.899 km 2, dengan potensi airtanah yang sangat melimpah.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 3.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang mutlak diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia. Secara keseluruhan terdapat lima sumber air yang dapat dimanfaatkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini krisis air merupakan salah satu masalah utama di Kabupaten Rembang, yang aktifitas ekonomi didukung oleh kegiatan di sektor pertanian dan perikanan. Hal ini
Lebih terperinciPENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF
PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KOEFISIEN RUNOFF DI DAS KEMONING KABUPATEN SAMPANG Agus Eko Kurniawan (1), Suripin (2), Hartuti Purnaweni (3) (1) Mahasiswa Magister Ilmu Lingkungan, UNDIP,
Lebih terperinciTabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan, dan perbaikan sarana irigasi. seluruhnya mencapai ± 3017 Ha di Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan P. Sei.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Sebagai negara agraria tidaklah heran jika pemerintah senantiasa memberikan perhatian serius pada pembangunan di sector pertanian. Dalam hal ini meningkatkan produksi pertanian
Lebih terperinciEXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012
EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012 K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M B A D A N P E N E L I T I A N D A N P E N G E M B A N G A N P U S A T P E N E L I T
Lebih terperinciBUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 89 TAHUN 2013 TENTANG
BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 89 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS SUMBER DAYA AIR DAN ENERGI, SUMBER DAYA MINERAL KABUPATEN PURWOREJO DENGAN
Lebih terperinciBAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA
BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan
Lebih terperinciJurnal Geodesi Undip Januari 2014
Analisis Geospasial Persebaran TPS dan TPA di Kabupaten Batang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Mufti Yudiya Marantika, Sawitri Subiyanto, Hani ah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga
Lebih terperinciKESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR
KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 1, (2016) ISSN: ( Print)
Kesesuaian Lahan Perikanan berdasarkan Faktor-Faktor Daya Dukung Fisik di Kabupaten Sidoarjo Anugrah Dimas Susetyo dan Eko Budi Santoso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciPembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau Kota Bandung
Reka Geomatika No.1 Vol. 2016 14-20 ISSN 2338-350X Maret 2016 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Jurusan Teknik Geodesi Pembangunan Geodatabase Ruang Terbuka Hijau FERI NALDI, INDRIANAWATI Jurusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan di berbagai sektor. Seperti yang diketahui selama ini, pembangunan memberikan banyak
Lebih terperinciPROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH
PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH DR. Heru Hendrayana Geological Engineering, Faculty of Engineering Gadjah Mada University Perrnasalahan utama sumberdaya air di Indonesia Bank data (kelengkapan(
Lebih terperinciANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA
ANALISIS IDENTIFIKASI & INVENTARISASI SUMBER PENCEMAR DI KALI SURABAYA Ayu Kumala Novitasari 1) dan Eddy Setiadi Soedjono 1 1) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo,
Lebih terperinci2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber daya alamnya untuk pembangunan. Pada negara berkembang pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAERAH BENCANA LUMPUR LAPINDO SIDOARJO MENGGUNAKAN J2ME
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAERAH BENCANA LUMPUR LAPINDO SIDOARJO MENGGUNAKAN J2ME Pramadhi Dharma 1, Arna Fariza,S.Kom,M.Kom 2,Rizki Yuniar Haqqun,S.Kom 2 Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika 1, Dosen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan air semakin meningkat namun daya dukung alam ada batasnya dalam memenuhi kebutuhan air.
Lebih terperinciBUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,
BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa pengaturan Air Tanah dimaksudkan untuk memelihara kelestarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan
Lebih terperinciDEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA
DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id
Lebih terperinciOPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN
OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN M. Taufik Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo abstrak Air sangat dibutuhkan
Lebih terperinciSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA
SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha
Lebih terperinciBAB III GEOGRAFI DAN PEMERINTAHAN
BAB III GEOGRAFI DAN PEMERINTAHAN A. Geografi Dari sisi letak geografis, Kota Surakarta atau Kota Solo berada di cekungan antara lereng pegunungan Lawu dan pegunungan Merapi dengan ketinggian sekitar 92
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat kenyamanan permukiman di kota dipengaruhi oleh keberadaan ruang terbuka hijau dan tata kelola kota. Pada tata kelola kota yang tidak baik yang ditunjukkan dengan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERUNTUKAN AIR DAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR SUNGAI PEMALI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN RIIL TAPAK
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN RIIL TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Samarinda merupakan ibu kota provinsi Kalimantan Timur, Indonesia serta salah satu kota terbesar di Kalimantan. Seluruh wilayah kota ini berbatasan langsung dengan
Lebih terperinciGubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT
SALINAN Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG PENDAYAGUNAAN AIR TANAH GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengendalian, pengambilan dan penggunaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan irigasi di Indonesia menuju sistem irigasi maju dan tangguh tak lepas dari irigasi tradisional yang telah dikembangkan sejak ribuan tahun yang lampau.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi tersebut. Berkembangnya teknologi informasi dan komputer
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perekembangan teknologi informasi dan komputer yang sangat pesat dewasa ini semakin luas. Komputer merupakan alat bantu yang memberikan kemudahan bagi manusia untuk
Lebih terperinciANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN 2010 DAN TAHUN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD
ANALISIS PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN SIANTAR SITALASARI TAHUN 2010 DAN TAHUN 2015 DENGAN MENGGUNAKAN CITRA QUICKBIRD Ahmad Fadli Siregar Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Lebih terperinciKAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR
KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: HENDRA WIJAYA L2D 307 014 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 i ABSTRAK
Lebih terperinciPemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan
Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai
Lebih terperinciVolume 5 No. 1 Februari 2017 ISSN: IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO
IDENTIFIKASI LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN INDUSTRI PENGOLAHAN GULA MERAH LONTAR DI KABUPATEN JENEPONTO SYAHMIDARNI AL ISLAMIYAH Email : syahmi1801@gmail.com Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam esensial, yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan air, maka bumi menjadi planet dalam tata surya yang memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan
Lebih terperinciINDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN
INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika
Lebih terperinciKAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO
Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong
Lebih terperinciSURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL. Oleh Rahmad Ferdi
SURVEI PENYIMPANGAN PEMANFAATAN RUANG DESA DI KECAMATAN BLANGPIDIE KABUPATEN ACEH BARAT DAYA JURNAL Oleh Rahmad Ferdi PROGRAM STUDI S1 TEKNIK INFORMATIKA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat dihindari. Kebutuhan rumah bahkan termasuk ke dalam kebutuhan primer selain makanan dan pakaian. Dengan semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu
Lebih terperinciSIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT
SIDANG TUGAS AKHIR IDENTIFIKASI KERUSAKAN HUTAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MENGGUNAKAN DATA CITRA LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus : Sub Das Brantas Bagian Hulu, Kota Batu) Oleh : Aning Prastiwi
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan ruang ekosistem yang menyediakan berbagai sumberdaya alam baik berupa barang, maupun jasa untuk memenuhi segala kebutuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumber daya air merupakan usaha untuk mengembangkan pemanfaatan, pelestarian, dan perlindungan air beserta sumber-sumbernya dengan perencanaan yang terpadu
Lebih terperinciAPLIKASI PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE SEBAGAI SALAH SATU SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR (STUDI KASUS DI DELTA SUNGAI WULAN KABUPATEN DEMAK) Septiana Fathurrohmah 1, Karina Bunga Hati
Lebih terperinciBUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN
BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 43 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PEKERJAAN UMUM PENGAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPeranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian
Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Disusun Oleh : Adhi Ginanjar Santoso (K3513002) Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai mobilitas yang tinggi dalam
Lebih terperinciKAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING
KAJIAN EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI SALURAN SEKUNDER DAERAH IRIGASI BEGASING Ivony Alamanda 1) Kartini 2)., Azwa Nirmala 2) Abstrak Daerah Irigasi Begasing terletak di desa Sedahan Jaya kecamatan Sukadana
Lebih terperinciAnalisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh
Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh 1 Mira Mauliza Rahmi, * 2 Sugianto Sugianto dan 3 Faisal 1 Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Program Pascasarjana;
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS
IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Manfaat air bagi kehidupan kita antara
Lebih terperinciBAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor yang turut mempengaruhi peningkatan produksi pertanian adalah kondisi dan fungsi sistem daerah irigasi, termasuk bangunan penunjangnya yang mampu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Propinsi Sumatera Selatan memiliki lahan yang cukup luas dan sungaisungai yang cukup banyak. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dan untuk mencapai Lumbung Pangan,
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian bencana mewarnai penelitian geografi sejak tsunami Aceh 2004. Sejak itu, terjadi booming penelitian geografi, baik terkait bencana gempabumi, banjir,
Lebih terperinciDisampaikan pada Seminar Nasional Restorasi DAS, 25 Agustus 2015
Oleh : Prabang Setyono & Widhi Himawan Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email : prabangsetyono@gmail.com 1 widhi_himawan@rocketmail.com 2 Pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya
Lebih terperinciPERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini
PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses berkembangnya suatu kota baik dalam aspek keruangan, manusia dan aktifitasnya, tidak terlepas dari fenomena urbanisasi dan industrialisasi. Fenomena seperti
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)
Lebih terperinciOPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR
Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI...
DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... xi BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 3 1.3. Tujuan dan Sasaran...
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
16 BAB II LANDASAN TEORI 1. Permukiman A. Tinjauan Pustaka Secara formal, definisi permukiman di Indonesia tertulis dalam UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam dokumen tersebut,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN 7 Latar Belakang Tekanan terhadap sumberdaya hutan menyebabkan terjadinya eksploitasi yang berlebihan, sehingga sumberdaya hutan tidak mampu lagi memberikan manfaat yang optimal. Tekanan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi
Lebih terperinciQANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG
1 QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYANYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Telukjambe Timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan wilayah yang didominasi oleh permukiman, perdagangan, dan jasa. Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah alur atau wadah air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan
Lebih terperinci1. BAB I PENDAHULUAN
1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Arti Penting Kasus Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk penghijauan
Lebih terperinci- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR
- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DI PROVINSI JAWA TIMUR I. UMUM Air merupakan karunia Tuhan sebagai salah satu sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai
Lebih terperinciSession_01. - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding sistem perpetaan konvensional - Contoh pemanfaatan SIG
Matakuliah Sistem Informasi Geografis (SIG) Oleh: Ardiansyah, S.Si GIS & Remote Sensing Research Center Syiah Kuala University, Banda Aceh Session_01 - Definisi SIG - Latar Belakang - Keunggulan SIG dibanding
Lebih terperinciKata-kata Kunci: Kabupaten Pekalongan, Banjir Rob, Sawah Padi, Kerugian Ekonomi
PEMODELAN SPASIAL GENANGAN BANJIR ROB DAN PENILAIAN POTENSI KERUGIAN PADA LAHAN PERTANIAN SAWAH PADI STUDI KASUS WILAYAH PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN JAWA TENGAH Achmad Arief Kasbullah 1) dan Muhammad
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa air tanah merupakan salah satu sumber daya air
Lebih terperinciPERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG
PERUBAHAN PENGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERUBAHAN IKLIM KOTA MALANG 1) Akhmad Faruq Hamdani; 2) Nelya Eka Susanti 1) 2) Universitas Kanjuruhan Malang Email: 1) a.faruqhamdani@unikama.ac.id;
Lebih terperinciBUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 35 TAHUN2015
BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 35 TAHUN2015 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN RIIL TAPAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa dengan meningkatnya
Lebih terperinciKEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok
KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air. dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply merupakan
31 HASIL DAN PEMBAHASAN Neraca Kebutuhan dan Ketersediaan Air Kondisi Saat ini Perhitungan neraca kebutuhan dan ketersediaan air di DAS Waeruhu dilakukan dengan pendekatan supply-demand, dimana supply
Lebih terperinciANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG
ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan
Lebih terperinci