MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU"

Transkripsi

1 MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU Oleh: Lukman Hakim Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Bekerja sama dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) CITES Phase II Project Bogor Indonesia, 2014

2 MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU JENIS-JENIS TANAMAN PENGHASIL GAHARU Penyusun: Lukman Hakim Editor: Atok Subiakto Tajudin Edy Komar Erdy Santoso Desain Cover: Agustina Dwi Setyowati Copyright 2014 Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) CITES Phase II Project ISBN: Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi International Tropical Timber Organization (ITTO) CITES Phase II Project Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Indonesia Telp , Fax Dicetak oleh: IPB Press Bogor, Desember 2014 This work was made possible by a grant from ITTO under its collaborative program with CITES 'Support to ITTO: CITES Implementation for Tree Species and Trade/Market Transparency (TMT)'. Donors to this collaborative program include the EU (primary donor), the USA, Germany, the Netherlands and Norway. The project was implemented by Center for Conservation and Rehabilitation Research and Development.

3 KATA PENGANTAR Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah sehingga salah satu keluaran dari Project ITTO CITES PHASE II, Promoting Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria and Gyrinops Species in Indonesia adalah berupa Manual Pembangunan Plot Konservasi Ex-Situ Jenis-jenis Tanaman Penghasil Gaharu. Sudah menjadi rahasia umum bahwa exploitasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di alam yang tidak diimbangi dengan upaya budidaya dapat menyebabkan kepunahan. Pada pertemuan CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) ke- IX di Florida, Amerika Serikat pada tahun 1994, jenis Aquilaria malaccensis yang merupakan salah satu tanaman penghasil gaharu di Indonesia telah dimasukkan ke dalam Appendix II. Master Plan Penelitian dan Pengembangan Gaharu tahun sudah disusun, dan konservasi merupakan bagian dari aspek yang penting dalam menjawab tantangan kepunahan jenis-jenis ini. Sampai saat ini hasil-hasil penelitian dari aspek konservasi masih sangat terbatas. Manual ini yang bersifat praktis diharapkan dapat sebagai pedoman dalam pembangunan plot konservasi ex-situ jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di tingkat lapangan. Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada penulis dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Manual Pembangunan Plot Konservasi Ex-Situ Jenis-jenis Tanaman Penghasil Gaharu. Semoga karya ini dapat berkonstribusi dalam upaya penyelamatan jenis- iii

4 jenis tanaman penghasil gaharu di Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi, namun di alamnya sudah terancam punah. Kepala Pusat Litbang Konservasi dan Rehabilitasi Ttd. Ir. Adi Susmianto, M.Sc. NIP iv

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... ix I. PENDAHULUAN... 1 II. TAHAPAN KEGIATAN Penentuan Lokasi Eksplorasi Pengumpulan Materi Genetik Pembuatan dan Pemeliharaan Bibit di Persemaian Penentuan Lokasi Penanaman Penyiapan Lahan Penanaman Penanaman Bibit di Lapangan Pemeliharaan, Pengamanan, dan Evaluasi Tanaman di Lapangan III. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA v

6

7 DAFTAR TABEL Tabel 1. Rincian kebutuhan bibit dan luas lahan vii

8

9 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kegiatan pengumpulan dan penanganan anakan di lapangan... 6 Gambar 2. Sungkup KOFFCO untuk benih dan sungkup plastik untuk anakan... 7 Gambar 3. Bibit yang sudah siap dikeluarkan dari sungkup... 8 Gambar 4. Pemisahan bibit di persemaian untuk memperluas keragaman genetik... 9 Gambar 5. Pemisahan bibit di persemaian untukmempertahankan struktur genetik dari masing-masing jenis atau populasi... 9 Gambar 6. Kegiatan pembukaan lahan dan pembuatan lubang tanam Gambar 7. Gambar 8. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk memperluas keragaman genetik Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk mempertahankan struktur genetik Gambar 9. Papan nama penanaman Gambar 10. Kegiatan penanaman di lapangan Gambar 11. Kegiatan pengukuran tanaman ix

10

11 I. PENDAHULUAN Kegiatan eksploitasi hutan alam yang bersifat ekstraktif dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang tidak memperhatikan azas kelestarian menyebabkan kemerosotan secara kualitas maupun kuantitas hutan pada level genetik, jenis, maupun ekosistem. Konsesi pengusahaan hutan alam, perkebunan, pertambangan, pemukiman dan transmigrasi, serta kelemahan birokrasi merupakan beberapa faktor yang menyebabkan angka fragmentasi dan degradasi hutan alam tropis Indonesia semakin tidak dapat dikendalikan (Curran et al., 2004). Degradasi hutan akan mengarah pada kemungkinan kepunahan suatu jenis, atau pengurangan jumlah individu penyusun vegetasi di areal yang hilang. Program konservasi dapat dilakukan bagi jenis-jenis yang terancam di hutan tropis. Pemilihan prioritas jenis didasarkan pada pentingnya suatu populasi, jenis atau kelompok jenis, dan tingkat keterancaman dari sumberdaya genetik tersebut. Jenis-jenis prioritas dipilih untuk dikonservasi karena memegang peran kunci dalam ekosistem (keystone species) atau memiliki prospek secara ekonomis yang tinggi (Finkeldey, 2005). Menurut laporan Siran dan Turjaman (2010), Indonesia memiliki sekitar 27 jenis tanaman penghasil gaharu antara lain Aquilaria spp., Aetoxylontallum spp., Gyrinops spp., dan Gonystylus spp., yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia. Jenis-jenis Aquilaria spp. tersebar di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan untuk jenis-jenis Gyrinops spp. tersebar di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Keberadaan Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. tersebut semakin langka di populasi alamnya. Kelangkaan ini dikarenakan oleh eksploitasi yang tidak mengindahkan kelestariannya sehingga menyebabkan penurunan potensi dan keragaman genetiknya. Untuk melindungi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu terutama dari genus Aquilaria dan Gyrinops dari kepunahan di alamnya, maka komisi CITES sejak tahun 2004 telah menetapkan larangan dan atau pembatasan pemungutan gaharu alam dengan memasukannya dalam daftar tumbuhan Appendix II CITES (CITES, 2005). Kondisi ini mengharuskan segera dilakukan tindakan konservasi genetik. Menurut Leksono dan Widyatmoko (2012), kegiatan penelitian konservasi genetik dan pemuliaan pohon gaharu belum banyak dilakukan di Indonesia. Oleh karena itu penelitian aspek ini sangat diperlukan agar dapat mendukung upaya

12 penyelamatan materi genetik di sebaran alam yang masih ada dan sekaligus dapat mendukung program pemuliaan untuk menghasilkan bibit unggul jenis-jenis tanaman atau pohon penghasil gaharu. Strategi konservasi sumberdaya genetik terdiri atas konservasi in-situ dan ex-situ, dimana menurut Cohen et al. (1991) kedua strategi tersebut saling melengkapi. Konservasi ex-situ merupakan back-up bagi konservasi in-situ, apalagi jika jenis target di sebaran alamnya terancam punah. Materi genetik yang dikoleksi dari areal konservasi in-situ dapat berfungsi ganda yaitu selain sebagai sumber materi pembangunan konservasi ex-situ juga dapat sekaligus dimanfaatkan untuk keperluan program pemuliaan. Menurut Zobel dan Talbert (1984); Graudal et al. (1997), ada lima langkah dalam kegiatan konservasi sumber daya genetik ex-situ, yaitu: a). Penetapan jenis tanaman prioritas, b). Pemetaan sebaran populasi, c). Pengumpulan materi genetik, d). Penyiapan lokasi penanaman, dan e). Pengembangan kebun persilangan. Berkaitan dengan uraian di atas, kegiatan yang didanai oleh ITTO CITES PHASE II, Promoting Conservation of Plant Genetic Resources of Aquilaria and Gyrinops Species in Indonesia bertujuan untuk membangun Plot Konservasi Eks-Situ dengan target jenis dari genus Aquilaria dan Gyrinops pada activity 2.3. Initial establishment of Aquilaria and Gyrinops conservation gardens. Untuk mendukung kegiatan tersebut, disusun buku manual yang diharapkan dapat digunakan sebagai panduan dalam kegiatan pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ. Manual ini meliputi penentuan lokasi eksplorasi (lokasi pengumpulan materi genetik), kegiatan pengumpulan materi genetik, pembuatan bibit di persemaian, penentuan lokasi penanaman, penyiapan lahan penanaman, penanaman bibit di lapangan, pemeliharaan dan pengamanan tanaman di lapangan. 2

13 II. TAHAPAN KEGIATAN 2.1. Penentuan Lokasi Eksplorasi Menurut Siran dan Turjaman (2010), sebaran alam jenis Aquilaria spp. tersebar di Sumatera dan Kalimantan, sedangkan jenis Gyrinops spp. tersebar di Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur dan Papua. Lokasi eksplorasi dan pengumpulan materi genetik dapat berupa benih atau anakan alam/buatan harus dipelajari dengan cermat lokasi, aksesibilitas dan kendaraan yang tersedia, tempat penginapan serta tenaga kerja yang dibutuhkan. Bila harus mengumpulkan materi genetik berupa biji, maka informasi tentang musim masak buah yang siap diambil sangat penting. Untuk jenis Aquilaria spp., ada yang tersebar pada populasi yang sama (dalam 1 populasi lebih dari 1 jenis) dan ada pula yang 1 jenis pada 1 populasi. Informasi ini perlu diketahui sebelum melakukan eksplorasi untuk lebih mengefisienkan waktu dan biaya. Populasi yang pertama dipilih adalah yang di dalamnya terdapat lebih dari 1 jenis. Untuk Gyrinops spp., pada umumnya 1 populasi hanya terdapat 1 jenis sehingga pemilihan populasi didasarkan pada sebaran alam dari jenis tersebut. Pemilihan populasi perlu memperhatikan keseluruhan sebaran alam dari masing-masing jenis, sehingga materi yang dikumpulkan bisa mewakili sebaran keragaman genetik dari masing-masing jenis. Untuk jenis Aquilaria spp. yang sebarannya di Sumatera dan Kalimantan, sebaiknya masing-masing pulau diwakili oleh minimal 2 populasi. Semakin banyak populasi yang dikumpulkan akan semakin baik dengan tetap mempertimbangkan jarak geografis dari populasi-populasi tersebut. Demikian juga untuk jenis Gyrinop spp. Jumlah populasi dengan memperhatikan jarak geografis akan sangat menentukan variasi genetik yang akan dikumpulkan. Pemilihan populasi pada sebaran alam, selain memperhatikan jarak geografisnya, juga perlu memperhatikan potensi yang dimiliki oleh masing-masing populasi (jumlah jenis dan jumlah individu per-jenis). 3

14 Penentuan lokasi eksplorasi ini merupakan kegiatan awal yang sangat penting karena akan sangat menentukan keragaman genetik yang akan dikumpulkan. Informasi-informasi mengenai sebaran dan potensi dari masing-masing populasi perlu dikumpulkan sebelum dilakukan eksplorasi. Oleh karena itu, perlu adanya contact person dari calon lokasi kegiatan eksplorasi Pengumpulan Materi Genetik Setelah diketahui lokasi eksplorasi dan pengumpulan materi genetik, musim buah masak, dan informasi penting lainnya maka dilakukan kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik berupa benih atau anakan alam/buatan. Hal pertama yang dilakukan adalah survey potensi yang terdapat pada populasi tersebut untuk menentukan lokasi dari pohon induk yang dipilih untuk mewakili keseluruhan sebaran pada populasi tersebut. Beberapa data yang perlu diambil antara lain posisi koordinat lokasi eksplorasi, ketinggian tempat dan kondisi lingkungan. Jumlah pohon induk setiap populasi minimal 20 yang terdistribusi secara merata dan mewakili semua karakter individu yang ada di populasi tersebut. Jarak antar pohon meter yang diasumsikan tidak terjadi perkawinan antar pohon induk yang dikoleksi materi genetiknya. Jika materi genetik berupa benih, diusahakan dari pohon induk yang paling dewasa yang sudah beberapa kali berbuah serta untuk meminimalkan pengumpulan materi genetik dari keturunan yang sama (induk dan turunannya). Sebagian dari jenis Aquilaria hanya dapat dibedakan berdasarkan bunga dan buah, sehingga saat eksplorasi yang paling tepat adalah saat buah masak agar identifikasi jenis dapat lebih akurat. Bila memungkinkan, benih dikumpulkan per pohon agar desain pembangunan plot konservasi lebih leluasa sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Apabila tidak memungkinkan untuk mengetahui induknya, maka pengambilan cabutan harus merata di keseluruhan populasi. Pengambilan materi genetik dari pohon induk yang posisinya merata di populasi tersebut dapat mewakili karakter individu pohon induk di seluruh populasi tersebut. Kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik berupa benih dan anakan menggunakan prosedur standar baku survei. Alat yang dibutuhkan antara lain GPS, kamera, dan gunting stek. 4

15 Sedangkan bahan meliputi styrofoam, kantong plastik, sabut kelapa, kertas koran, dan kardus. Tahapan kegiatan eksplorasi dan pengumpulan materi genetik adalah sebagai berikut: a. Pengumpulan materi genetik berupa benih Menggunakan GPS untuk mengetahui posisi koordinat lokasi pengumpulan benih, Pengumpulan buah dengan memanjat pohon dan memetik buah yang matang dan mengumpulkan dalam plastik yang telah diberi label, Setelah sampai penginapan dimasukan ke dalam kotak styrofoam. b. Pengumpulan materi genetik berupa anakan Menggunakan GPS untuk mengetahui posisi koordinat lokasi pengumpulan anakan, Mencabut anakan dengan tinggi antara cm yang ada di sekitar pohon induk dan sudah diketahui jenisnya serta sedapat mungkin akarnya tidak putus. Setelah terkumpul, dibungkus koran yang akarnya dilapisi tanah dan diberi label setiap pohon induk, Daun dikurangi dan dipotong setengah untuk mengurangi penguapan dan dibasahi air untuk menjaga kesegaran sampai di penginapan, Sesampai di penginapan, daun yang belum dipotong setengah daun dan tanah yang menyelimuti akar diganti dengan sabut kelapa, Masing-masing anakan dari pohon induk diberi label dan dimasukan ke dalam kotak styrofoam. 5

16 Gambar 1. Kegiatan pengumpulan dan penanganan anakan di lapangan 2.3. Pembuatan dan Pemeliharaan Bibit di Persemaian Benih jenis-jenis tanaman penghasil gaharu bersifat rekalsitran (Hou, 1960), tidak dapat disimpan lama sehingga harus cepat disemaikan di persemaian. Materi genetik dari beberapa popolasi dipisahpisahkan dalam bedeng semai berdasarkan jenis dan asal populasi. Kegiatan penanganan materi genetik dari lapangan setelah sampai di persemaian adalah sebagai berikut: a. Benih Persen kecambah terbaik diperoleh dari benih yang langsung dikecambahkan setelah pengunduhan, Benih yang masih di dalam buah harus dikeluarkan dengan cara dibuka buahnya, Benih lalu disemaikan dalam bak tabur (sungkup KOFFCO) yang medianya berupa serbuk kelapa dan pasir yang telah disterilkan, Setelah benih berkecambah dan menghasilkan daun sejumlah 4-6 daun dipindahkan ke polybag, Bibit dipelihara sampai siap tanam di persemaian. b. Anakan 6

17 Penanaman bibit cabutan menggunakan sungkup lebih baik persen tumbuhnya dibanding tanpa sungkup, Anakan yang dikemas dengan baik perlu dicelupkan ke zat perangsang akar (Rootone F) dan ditanam ke polybag, Untuk mengatur suhu dan kelembaban, anakan yang telah dimasukan ke polybag dimasukan ke dalam sungkup plastik sampai bibit menghasilkan daun dan akar, (Gambar 2) Setelah menghasilkan daun dan perakaran yang cukup kuat, bibit dikeluarkan dari sungkup, (Gambar 3) Bibit dipelihara sampai siap tanam di persemaian. Gambar 2. Sungkup KOFFCO untuk benih dan sungkup plastik untuk anakan 7

18 Gambar 3. Bibit yang sudah siap dikeluarkan dari sungkup Kegiatan pemeliharaan bibit di persemaian sampai dengan bibit siap tanam di lapangan yang dilakukan secara rutin meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan, pemupukan, dan penanganan serangan hama dan penyakit. Sedangkan kegiatan seleksi bibit dilakukan untuk mengetahui jumlah bibit siap tanam dengan tinggi bibit minimal 30 cm dan sudah bercabang dua. Rancangan bedeng di persemaian tergantung dari tujuan pembangunan plot konservasi ex-situ. Jika untuk keperluan memperluas keragaman genetik suatu jenis dari beberapa populasi/provenan dalam satu bedeng dan dapat dirancang seperti pada Gambar 4. Sedangkan untuk mempertahankan struktur genetik dari masing-masing populasi maka setiap jenis dan populasi dalam 1 bedeng atau dipisahkan dengan yang lainnya seperti pada Gambar 5. 8

19 Jenis A dari beberapa populasi Jenis B dari beberapa populasi Jenis C dari beberapa populasi Gambar 4. Pemisahan bibit di persemaian untuk memperluas keragaman genetik Jenis A dari populasi A Jenis A dari populasi B Jenis A dari populasi C Gambar 5. Pemisahan bibit di persemaian untuk mempertahankan struktur genetik dari masingmasing jenis atau populasi 9

20 2.4. Penentuan Lokasi Penanaman Menurut Sumarna (2009), dalam pembudidayaan jenis-jenis pohon penghasil gaharu perlu memperhatikan sifat fisiologis tumbuhan, edafis lahan dan ekologis tempat tumbuh sesuai dengan habitat alamnya. Beberapa kriteria utama penentuan lokasi pembangunan Plot Konservasi jenis-jenis pohon penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. secara umum sebagai berikut: a. Lingkungan fisik seperti iklim dan tanah mendukung daya hidup dan pertumbuhan dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. yang sudah ditentukan sebagai jenis target, b. Luas mencukupi dan berstatus hukum jelas dan aman sehingga pada masa yang akan datang tidak dikonversi untuk peruntukan lain, c. Lokasi mudah dijangkau oleh kendaraan sehingga memudahkan dalam kegiatan pemeliharaan, pengawasan dan pengamanan, d. Lokasi dekat dengan sumber air untuk penyiraman, terutama pada musim kemarau, e. Lokasi aman dari serangan hama dan penyakit serta diusahakan tidak monokultur, karena menurut laporan Ragil dkk (2009) penanaman monokultur menyebabkan rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang adalah hama daun jenis Heortio vitessoides Penyiapan Lahan Penanaman Setelah lokasi penanaman ditetapkan, maka dilakukan kegiatan pengukuran lahan dan penentuan luas areal yang akan digunakan sesuai dengan rancangan yang akan digunakan. Plot Konservasi jenisjenis tanaman penghasil gaharu, masing-masing jenis dari beberapa populasi harus dipisahkan dengan jarak yang cukup ( meter) agar tidak terjadi saling kawin antar jenis atau antar populasi (provenan). Pemisahan lokasi untuk masing-masing jenis tumbuhan penghasil gaharu sangatlah perlu mengingat mudahnya terjadi hibridisasi antar jenis. Untuk satu jenis, perlu tidaknya pemisahan antar populasi tergantung pada tujuan pembangunan plot konservasi. Apabila tujuannya adalah selain melakukan konservasi juga untuk menghasilkan benih, maka tidak perlu dilakukan pemisahan lokasi 10

21 antar populasi. Tetapi apabila ingin tetap mempertahankan struktur genetik dari masing-masing populasi yang kemungkinan mempunyai jarak genetik yang cukup tinggi, maka antar populasi sebaiknya dipisah dengan jarak yang cukup ( m). Keragaman genetik dari masing-masing jenis ini diharapkan luas karena berasal dari banyak populasi. Keragaman genetik dapat diketahui melalui analisis DNA dan jika memiliki keragaman genetik yang tinggi maka dapat digunakan sebagai materi dasar untuk mendukung program pemuliaan. Gambar 6. Kegiatan pembukaan lahan dan pembuatan lubang tanam Setelah kegiatan pengukuran selesai sesuai rancangan dan tujuan konservasi, maka kegiatan berikutnya adalah pembersihan lahan, pemasangan ajir tanaman, pembuatan lubang tanam dan pemberian pupuk dasar (pupuk organik). Persiapan pada lahan semak belukar dan hutan bekas tebangan dilakukan secara jalur selebar 1-2 meter. Tumbuhan di sepanjang jalur dibersihkan, sedangkan tumbuhan di luar jalur dipertahankan untuk naungan jenis-jenis tanaman penghasil gaharu yang bersifat semi toleran. Sedangkan pada lahan yang terbuka, perlu ditanami tanaman peneduh atau peneduh buatan berdasarkan jarak tanam. Tanaman peneduh yang digunakan adalah jenis yang cepat tumbuh, tidak mengeluarkan zat alelopati dan tidak bersaing dalam mendapatkan unsur hara. 11

22 Rancangan Plot Konservasi ex-situ jika untuk keperluan memperluas keragaman genetik suatu jenis dari beberapa populasi dapat dirancang seperti pada Gambar 7. Rancangan ini dapat menjadi populasi dasar untuk program pemuliaan dengan keragaman genetik yang luas. Sedangkan jika untuk mempertahankan struktur genetic dari masing-masing populasi maka seperti Gambar 8. Rancangan ini merupakan back-up dari materi genetik yang ada di populasi alamnya dan bisa juga menjadi sumber materi genetik untuk program pemuliaan jika di populasi alamnya sudah rusak. Jenis A dari beberapa populasi Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis B dari beberapa populasi Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis C dari beberapa populasi Gambar 7. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk memperluas keragaman genetik Jenis A dari populasi A Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis A dari populasi B Jenis lain sebagai jalur pemisah Jenis A dari populasi C Gambar 8. Rancangan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu untuk mempertahankan struktur genetik 12

23 2.6. Penanaman Bibit di Lapangan Sebelum dilakukan penanaman, bibit perlu dipersiapkan sebaik mungkin dengan label yang jelas jenis dan asal populasinya. Bibit yang akan ditanam sehat dan memenuhi syarat untuk ditanam, jumlah yang sudah ditentukan serta telah didistribusikan pada setiap ajir yang sudah dipasang di lubang tanam yang telah diberi pupuk dasar beberapa hari sebelumnya. Penanaman dilakukan dengan melepas polybag dan akar tanaman tidak tertekuk, jika ada akar yang telah menerobos polybag sebaiknya dipotong dan bibit ditanam secara tegak sedalam leher akar (Gambar 10). Tanah untuk mengisi lubang hendaknya gembur dan jika perlu bibit diikat dengan ajir agar tetap tegak. Setelah penanaman perlu dibuat peta penanaman dan papan nama Plot Konservasi ex-situ dengan data sebagai berikut: nama plot, jenis tanaman, asal benih, jarak tanam, luas plot, waktu penanaman, dan instansi pembangun plot. Gambar 9. Papan nama penanaman 13

24 Sebagai contoh pembangunan Plot Konservasi ex-situ jenis-jenis tanaman penghasil gaharu dari 3 jenis yaitu jenis A, jenis B, dan jenis C dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Maka jumlah bibit siap tanam yang harus disiapkan untuk kebutuhan penanaman dan penyulaman, masing-masing jenis berjumlah = bibit dengan asumsi 20% untuk penyulaman untuk luas masing-masing jenis 1 ha. Contoh tersebut dapat dilihat seperti pada data Tabel 1. Tabel 1. Rincian kebutuhan bibit dan luas lahan No. Plot Konservasi Jenis Jarak tanam (m) Jumlah Bibit Bibit sulaman (20%) Jumlah bibit total 1. Jenis A 3 x Jenis B 3 x Jenis C 3 x Luas (ha) 14 Gambar 10. Kegiatan penanaman di lapangan

25 2.7. Pemeliharaan, Pengamanan, dan Evaluasi Tanaman di Lapangan Pemeliharaan tanaman dilakukan untuk memberikan pertumbuhan tanaman yang maksimal. Beberapa kegiatan pemeliharaan seperti penyiangan, pendangiran, pemupukan, penyulaman dan menjaga tanaman dari gangguan manusia, hewan, gulma, hama dan penyakit. Keamanan dan kepastian areal sangat penting, karena jenis-jenis tanaman penghasil gaharu memiliki nilai yang sangat tinggi dan di alam sudah pada kondisi terancam punah. Tanaman yang ada di Plot Konservasi ex-situ ini merupakan koleksi genetik sehingga tidak akan diinokulasi dan ditebang. Kegiatan evaluasi tanaman di lapangan dilakukan dengan mengukur pertumbuhan diameter, tinggi, dan persen tumbuh minimal setiap 6 bulan sekali (Gambar 11). Gambar 11. Kegiatan pengukuran tanaman atau pohon 15

26 III. PENUTUP Konservasi jenis-jenis tanaman atau pohon penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. merupakan hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Manual pembangunan Plot Konservasi ex-stu jenis-jenis tanaman penghasil gaharu dari genus Aquilaria spp. dan Gyrinops spp. dapat menjadi panduan yang mudah dibaca dan dipraktekkan di lapangan. Semoga dengan manual ini dapat membantu kegiatan pembangunan Plot Konservasi jenis-jenis tanaman penghasil gaharu di indonesia yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi namun di alamnya sudah terancam punah. 16

27 DAFTAR PUSTAKA Curran, L.M., Trigg, S.N., McDonald, A.K., Astiano, D., Hardiono, Y.M., Siregar, P., Caniago,I., Kasischke Lowland forest loss in protected areals of Indonesia Borneo. SCIENCE, Vol International Scientific Publications Workshop for Forest Researcher. Bogor. Indonesia. CITES Conservation on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora. Appendice I, II, and III of CITES. UNEP. 48 pp. Cohen, J.I., Williams, J.T. Pluncknett, D.L.and Shands, H Ex-Situ Conservation of Plant Genetic Resoursce: Global Development and Enviromental Concern. Science: 253: Finkeldey, R Pengantar Genetika Hutan Tropis. Alih bahasa oleh Djamhuri, E., Siregar, I.Z., Siregar, U.J., Kertadikara, A.W. Intitut Pertanian Bogor. Bogor. Graudal, L., Kjaer, E., Agnete, Thomsen, and Larsen, A.B Planning National Programmes for Conservation of Forest Genetic Resourses. Technical Note No. 48. December Danida Forest Seed Centre. Denmark. Hou, D Thymelaceae. In : Flora Malesiana (Van Steenis, C.G.G.J., ed) Series I, Vol. 6. Walter- Noodhoff, Groningen. The Netherland. P Leksono, B. dan Widyatmoko, A.Y.P.B.C Master Plan Penelitian dan Pengembangan Gaharu Tahun Percetakan IPB. Bogor. Ragil SBI, Erdy Santoso, Maman Turjaman, dan Irnayuli R.S Hama pada Tanaman Penghasil Gaharu. Makalah Workshop Pengembangan Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan. Bogor. 17

28 Siran, S.A., dan Turjaman, M. (2010). Pengembangan Teknologi Gaharu Berbasis Pemberdayaan Masyarakat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor. Subiakto, A Budidaya Gaharu Dengan Silvikultur Intensif. Rekam Jejak Gaharu Inokulasi Teknologi Badan Litbang Kehutanan. Forda Press. Bogor Sumarna, Y Teknik Budidaya Tumbuhan Penghasil Gaharu. Makalah pada Gelar Teknologi Hasil- Hasil Penelitian di Tanjung Pandan. Zobel, B. and J. Talbert Applied Forest Tree Improvement. John Wiley and Sons. Inc. 18

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak lebih dari 15 abad yang lalu, gaharu telah dikenal sebagai produk kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku wewangian yang

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010

PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010 PEDOMAN PENGUNDUHAN BENIH PADA PANEN RAYA DIPTEROKARPA 2010 PUSAT LITBANG HUTAN DAN KONSERVASI ALAM DEPARTEMEN KEHUTANAN Desember 2009 PENDAHULUAN Pembungaan dan pembuahan jenis-jenis dipterokarpa tidak

Lebih terperinci

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH Dr. Ir. Budi Leksono, M.P. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, Yogyakarta 1 I. PENDAHULUAN Sumber benih merupakan tempat dimana

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati *

PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN. C. Andriyani Prasetyawati * Pertumbuhan Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh) C. Andriyani Prasetyawati PERTUMBUHAN ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI TIGA POPULASI DI PERSEMAIAN C. Andriyani Prasetyawati * Balai

Lebih terperinci

Oleh : Iskandar Z. Siregar

Oleh : Iskandar Z. Siregar 3 MODULE PELATIHAN PERSEMAIAN Oleh : Iskandar Z. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev. 3 (F) FACULTY

Lebih terperinci

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara.

Sumber : Manual Pembibitan Tanaman Hutan, BPTH Bali dan Nusa Tenggara. Penyulaman Penyulaman dilakukan apabila bibit ada yang mati dan perlu dilakukan dengan segera agar bibit sulaman tidak tertinggal jauh dengan bibit lainnya. Penyiangan Penyiangan terhadap gulma dilakukan

Lebih terperinci

Oleh : Iskandar Z. Siregar

Oleh : Iskandar Z. Siregar MODULE PELATIHAN 2 TEKNOLOGI PERBENIHAN Oleh : Iskandar Z. Siregar ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa sebagai penjabaran dari Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG

PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG PERBANYAKAN BIBIT POHON UNTUK REVEGETASI LAHAN PASCA TAMBANG Dr. Yadi Setiadi Mine Land Rehabilitation Specialist Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University Campus IPB, Darmaga, Bogor ysetiad55@gmail.com

Lebih terperinci

ISBN : MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG

ISBN : MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG ISBN : 978-602-9096-09-5 MANUAL PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU SHOREA PENGHASIL TENGKAWANG Penulis : Antonius YPBC Widyatmoko Editor : Rizki Maharani Dipterocarps Research Center, Forestry Research

Lebih terperinci

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth

Kata kunci : Umur pertumbuhan, Dipterocarpaceae, mersawa, Anisoptera costata Korth PERTUMBUHAN BIBIT MERSAWA PADA BERBAGAI TINGKAT UMUR SEMAI 1) Oleh : Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Degradasi hutan Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dalam dekade terakhir. Degradasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK

PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK PENYEMPURNAAN SISTEM SILVIKULTUR MENJADIKAN HUTAN LEBIH BAIK MULTISISTEM SILVIKULTUR Menjadikan Pemanfaatan Hutan Produksi Lebih Baik 31 33 MENYELAMATKAN RAMIN Melalui Perbanyakan Bibit dengan Teknik Vegetatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

PROPAGASI BIBIT POHON

PROPAGASI BIBIT POHON PROPAGASI BIBIT POHON La Dr. Yadi Setiadi Land Rehabilitation Specialist Faculty of Forestry, IPB Campus IPB, Darmaga, Bogor ysetiad55@gmail.com Bahan propagasi tanaman Bahan generatif Biji (benih) Bahan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN

TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN TEKNIK PENGADAAN BIBIT ULIN DENGAN PEMOTONGAN BIJI BERULANG SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN KEDIKLATAN Oleh : Ir. Suwignyo Widyaiswara Balai Diklat Kehutanan Samarinda Abstrak Ulin adalah salah satu jenis pohon

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN 1 PROSIDING Workshop Nasional 2006 2 LAPORAN KETUA PANITIA PENYELENGGARA Oleh: Ir. Tajudin Edy Komar, M.Sc Koordinator Pre-Project ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F) Assalamu

Lebih terperinci

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH

PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH PERSIAPAN BAHAN TANAM TEH (Camellia sinensis L.) Disusun Oleh: Danni Ramadhan H0712052 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU

TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU TEKNIK BUDIDAYA GAHARU SERTA PERAN NYATA PENYULUH KEHUTANAN DALAM BUDIDAYA GAHARU Oleh : Firmansyah, S.Hut, M.Si Penyuluh Kehutanan Ahli Pusat Penyuluhan BP2SDM Berdasarkan sifat fisiologis jenis-jenis

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PEMANFAATAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA LIAR U M U M Bangsa Indonesia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

Pembuatan Pembibitan Tanaman

Pembuatan Pembibitan Tanaman LEMBAR INFORMASI No. 1 - Agustus 2012 Pembuatan Pembibitan Tanaman Gambar 1. Pembibitan tanaman Pembibitan tanaman adalah tahapan untuk menyiapkan bahan tanam berupa bibit tanaman baru yang berasal dari

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN. C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan

EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN. C. Andriyani Prasetyawati dan Edi Kurniawan Eksplorasi Anakan Alam Eboni (Diospyros celebica Bakh.). EKSPLORASI ANAKAN ALAM EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DI TIGA KABUPATEN DI SULAWESI SELATAN Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi

PENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi persaingan global yang semakin

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan)

Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan) Silvikultur intensif jenis rotan penghasil jernang (bibit, pola tanam, pemeliharaan) Teknik Pembibitan Generatif dan Teknik Penanaman Rotan Jernang Paket Iptek Silvikultur Intensif Page 87 Program : Penelitian

Lebih terperinci

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG

SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG SELEKSI POHON INDUK JENIS MERANTI (Shorea spp) PADA AREAL TEGAKAN BENIH IUPHHK-HA PT. SUKA JAYA MAKMUR KABUPATEN KETAPANG (A parental tree selection of Shorea spp at a seed stand area IUPHHK-HA of PT.

Lebih terperinci

PENYELAMATAN SUMBERDAYA GENETIK JENIS CENDANA

PENYELAMATAN SUMBERDAYA GENETIK JENIS CENDANA PENYELAMATAN SUMBERDAYA GENETIK JENIS CENDANA (Santalum album L.) MELALUI PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS-SITU DI GUNUNG KIDUL Conservation of Sandalwood (Santalum Album L.) Genetic Resources By Establishment

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH Oleh: Dr. Desi Hernita BPTP Jambi Duku Kumpeh memiliki rasa manis, legit, daging buah bening, tekstur daging kenyal, tidak berserat, dan hampir tidak berbiji. Rasa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 telah ditetapkan ketentuan-ketentuan

Lebih terperinci

Teknik Pembenihan Acacia Spp. (Akasia) Bebas Penyakit

Teknik Pembenihan Acacia Spp. (Akasia) Bebas Penyakit Teknik Pembenihan Acacia Spp. (Akasia) Bebas Penyakit 1 / 5 Tanaman Acacia spp. termasuk tanaman yang peka terhadap serangan hama dan penyakit terutama yang disebabkan oleh jenis jamur dan bakteri. Pembangunan

Lebih terperinci

Budidaya Tanaman Obat. Elvira Syamsir

Budidaya Tanaman Obat. Elvira Syamsir Budidaya Tanaman Obat Elvira Syamsir Budidaya Tanaman Obat untuk Murid Sekolah Dasar Pengarang: Elvira Syamsir ilustrator: yanu indaryanto Penerbit: Seafast Center IPB DISCLAIMER This publication is made

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2016-Februari

Lebih terperinci

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi

TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi TEKNIK PENYEMAIAN CABAI DALAM KOKER DAUN PISANG Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP Widyaiswara Muda Balai Pelatihan Pertanian (BPP) Jambi Benih cabai hibrida sebenarnya dapat saja disemaikan dengan

Lebih terperinci

Diro Eko Pramono I. PENDAHULUAN

Diro Eko Pramono I. PENDAHULUAN APLIKASI SEDERHANA SIG PADA PEMBANGUNAN PLOT KONSERVASI EKS SITU JABON DI GUNUNG KIDUL Simple Aplication SIG at Establihsment of Ex situ Plot of Conservation Jabon at Gunung Kidul Balai Besar Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber (DRT), Sei. Sinepis, Provinsi Riau. Waktu pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaharu telah digunakan lebih dari 2000 tahun yang lalu secara luas oleh orang dari berbagai agama, keyakinan dan kebudayaan terutama di Negara-negara Timur Tengah, Asia

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Tanaman Pepaya Ramah Lingkungan Berbasis Teknologi Bio~FOB

Teknik Budidaya Tanaman Pepaya Ramah Lingkungan Berbasis Teknologi Bio~FOB Teknik Budidaya Tanaman Pepaya Ramah Lingkungan Berbasis Teknologi Bio~FOB 1/7 Pepaya merupakan tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh di berbagai belahan dunia dan merupakan kelompok tanaman hortikultura

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TANAMAN KOMPETENSI KEAHLIAN

Lebih terperinci

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN

UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN 194 UJI PROVENANSI EBONI (Diospyros celebica Bakh) FASE ANAKAN Provenances test of Ebony (Diospyros celebica Bakh) in seedling phase Muh. Restu Abstract The study was conducted to determine growth variability

Lebih terperinci

Cara Menanam Cabe di Polybag

Cara Menanam Cabe di Polybag Cabe merupakan buah dan tumbuhan berasal dari anggota genus Capsicum. Buahnya dapat digolongkan sebagai sayuran maupun bumbu, tergantung bagaimana digunakan. Sebagai bumbu, buah cabai yang pedas sangat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

PENAMPILAN TANAMAN KONSERVASIEX-SITU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso dan Chairil Anwar Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang

PENAMPILAN TANAMAN KONSERVASIEX-SITU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso dan Chairil Anwar Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang Berita Biologi. Volume 6. Nomor 2, Agustus 2002 PENAMPILAN TANAMAN KONSERVASIEX-SITU EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso dan Chairil Anwar Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang ABSTRAK Kegiatan

Lebih terperinci

MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya

MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya A. Pendahuluan MENGENAL KELAPA DALAM UNGGUL LOKAL ASAL SULAWESI UTARA (Cocos nucifera. L) Eko Purdyaningsih,SP PBT Ahli Muda BBPPTPSurabaya Kelapa (Cocos nucifera. L) merupakan tanaman yang sangat dekat

Lebih terperinci

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan

STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan Strategi Penyelamatan Eboni (Diospyros celebica Bakh.) dari... STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU ( Nicotiana tabacum L. ) Oleh Murhawi ( Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya A. Pendahuluan Penanam dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaharu merupakan produk hasil hutan non kayu bernilai komersial tinggi berupa gumpalan padat, berwarna cokelat kehitaman hingga hitam dan memiliki bau harum pada bagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi

Lebih terperinci

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan kayu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Kebutuhan kayu yang semakin meningkat tersebut bila tidak diimbangi dengan usaha penanaman kembali maka degradasi

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag

Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Cara Menanam Tomat Dalam Polybag Pendahuluan Tomat dikategorikan sebagai sayuran, meskipun mempunyai struktur buah. Tanaman ini bisa tumbuh baik didataran rendah maupun tinggi mulai dari 0-1500 meter dpl,

Lebih terperinci

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September

Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September PENGARUH UMUR SEMAI TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN DI PERSEMAIAN 1) Oleh: Agus Sofyan 2) dan Syaiful Islam 2) ABSTRAK Suren (Toona sureni Merr), merupakan jenis yang memiliki pertumbuhan cepat dan kegunaan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula.

Pemeliharaan Ideal Pemeliharaan ideal yaitu upaya untuk mempertahankan tujuan dan fungsi taman rumah agar sesuai dengan tujuan dan fungsinya semula. PEMELIHARAAN Dalam proses pembuatan taman pemeliharaan merupakan tahapan yang terakhir, namun tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Keberhasilan pemeliharaan bahkan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEBUN BENIH SEMAI SENGON (Falcataria moluccana) Establihsment of Sengon (Falcataria moluccana) Seedling Seed Orchard

PEMBANGUNAN KEBUN BENIH SEMAI SENGON (Falcataria moluccana) Establihsment of Sengon (Falcataria moluccana) Seedling Seed Orchard PEMBANGUNAN KEBUN BENIH SEMAI SENGON (Falcataria moluccana) Establihsment of Sengon (Falcataria moluccana) Seedling Seed Orchard Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013 PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH 1 BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH Budidaya untuk produksi benih sedikit berbeda dengan budidaya untuk produksi non benih, yakni pada prinsip genetisnya, dimana

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R MODULE PELATIHAN 4 PENANAMAN POHON Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT IN DUSUN ARO, JAMBI Serial Number : PD 210/03 Rev. 3 (F)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Green house Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret 2016. B. Penyiapan

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BUDIDAYA KELAPA SAWIT KARYA ILMIAH BUDIDAYA KELAPA SAWIT Disusun oleh: LEGIMIN 11.11.5014 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Kelapa sawit merupakan komoditas yang penting karena

Lebih terperinci

Penanganan bibit Acacia mangium (mangium) dengan perbanyakan generatif (biji)

Penanganan bibit Acacia mangium (mangium) dengan perbanyakan generatif (biji) Standar Nasional Indonesia Penanganan bibit Acacia mangium (mangium) dengan perbanyakan generatif (biji) ICS 65.020.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Berita Biologi, Volume 6, Nomor 2. Agustus 2002 STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.) Budi Santoso Balai Penelitian Kehutanan, Ujung Pandang ABSTRAK Sejak tahun 1990 eboni

Lebih terperinci

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih

BUDIDAYA SUKUN 1. Benih BUDIDAYA SUKUN Sukun merupakan tanaman tropis sehingga hampir disemua daerah di Indonesia ini dapat tumbuh. Sukun dapat tumbuh di dataran rendah (0 m) hingga dataran tinggi (700 m dpl). Pertumbuhan optimal

Lebih terperinci

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa

Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa Teknik Membangun Persemaian Pohon di Desa @ 2012 Penyusun: 1. Ujang S. Irawan, Senior Staff Operation Wallacea Trust

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung

MATERI DAN METODE. Riau Jalan H.R Subrantas Km 15 Simpang Baru Panam. Penelitian ini berlangsung III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agronomi dan di lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN NURSERY UNTUK PERBANYAKAN BIBIT

PEMBANGUNAN NURSERY UNTUK PERBANYAKAN BIBIT PEMBANGUNAN NURSERY UNTUK PERBANYAKAN BIBIT Dr. Yadi Setiadi Mined Land Rehabilitation Specialist Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University Campus IPB, Darmaga, Bogor ysetiad55@gmail.com Fungsi

Lebih terperinci

BAGIAN KESEMBILAN PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SISTIM SILVIKULTUR INTENSIF GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KESEMBILAN PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SISTIM SILVIKULTUR INTENSIF GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KESEMBILAN PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SISTIM SILVIKULTUR INTENSIF GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN

Lebih terperinci

Demplot sumber benih unggulan lokal

Demplot sumber benih unggulan lokal Demplot sumber benih unggulan lokal Demplot sumber benih unggulan lokal Pembangunan Demplot Sumber Benih Jenis Bambang Lanang Pembangunan Demplot Sumber Benih Jenis Tembesu Demplot Sumber Benih Unggulan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG

PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG PEMBANGUNAN KEBUN PANGKAS RAMIN (Gonystylus bancanus (Miq.) Kurz) DI KHDTK TUMBANG NUSA, KALTENG Riswan Ariani, Dian Cahyo Buwono, Yusnan, Aril. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km 28,7

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hibrid Acacia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satwa liar mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik untuk kepentingan keseimbangan ekosistem, ekonomi, maupun sosial budaya (Alikodra, 2002).

Lebih terperinci

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid. TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan laboratoriun lapangan terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung, yaitu penyemaian benih dan penanaman

Lebih terperinci

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono

III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF. Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono III. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DALAM PERBANYAKAN VEGETATIF Oleh : Danu dan Agus Astho Pramono A. Stek Stek merupakan teknik pembiakan vegatatif dengan cara perlakuan pemotongan pada bagian vegatatif

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya) I. PENDAHULUAN Plasma nutfah merupakan sumber daya alam keempat selain

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

PRODUKSI BENIH PISANG DARI RUMPUN IN SITU

PRODUKSI BENIH PISANG DARI RUMPUN IN SITU PRODUKSI BENIH PISANG DARI RUMPUN IN SITU PENDAHULUAN Pisang merupakan tanaman buah utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dengan menempati peringkat teratas konsumsi buah secara nasional. Sifatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni

I. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama

Lebih terperinci

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA

MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Nama : Sonia Tambunan Kelas : J NIM : 105040201111171 MANAJEMEN TANAMAN PAPRIKA Dengan lahan seluas 1500 m², saya akan mananam tanaman paprika (Capsicum annuum var. grossum L) dengan jarak tanam, pola

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 37/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 44 TAHUN 1995 (44/1995) Tanggal : 30 DESEMBER 1995 (JAKARTA) Sumber : LN 1995/85; TLN NO.

Lebih terperinci

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012

Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012 Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan Deden Djaenudin Puspijak 2012 Outline Perkembangan gaharu Ketersediaan alam Budidaya Kelayakan ekonomi profitability Daya saing: domestik dan internasional

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT PEMBAHASAN ROAD MAP PUSAT KAJIAN ANOA DAN PEMBENTUKAN FORUM PEMERHATI ANOA Manado,

Lebih terperinci

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah PERBENIHAN 1 Pengadaan benih tanaman hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam hutan. Kegiatan pengadaan benih mencakup beberapa kegiatan

Lebih terperinci