I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
|
|
- Glenna Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaharu telah digunakan lebih dari 2000 tahun yang lalu secara luas oleh orang dari berbagai agama, keyakinan dan kebudayaan terutama di Negara-negara Timur Tengah, Asia Tenggara dan Asia Timur Jauh. Perdagangan gaharu di Indonesia dimulai sejak abad ke 5, dan Cina merupakan pembeli terbesar dari produk-produk gaharu tersebut. Perdagangan gaharu selalu tidak menentu bagaikan berbisnis bom, hal ini disebabkan gaharu yang beredar di pasaran berasal dari eksploitasi gaharu alam yang tidak lesteri. Begitu juga perdagangan gaharu di dunia Internasional mengalami fluktuasi, seperti halnya terjadi di India mengalami kekosongan dari tahun 1974 sampai dengan tahun Perdagangan mulai marak kembali pada tahun 1985 dan puncaknya terjadi pada tahun 1990 dengan jumlah yang diperdagangkan mencapai 400 ton/ tahun. Pada tahun 1970-an ketika perdagangan gaharu Indonesia menurun, sebaliknya yang terjadi di Tasek Bera Malaysia dan terjadi puncaknya pada tahun 1982 nilai ekspornya dapat mencapai 60 ton/ tahun (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Di Indonesia, perdagangan gaharu antara tahun menunjukkan adanya peningkatan volume yang nyata, yakni berkisar antara 1 kg hingga kg/ tahun dan puncaknya pada tahun 1924 yaitu mencapai kg/ tahun. Menurut catatan Anonim ( ) pada tahun 1981 jumlah gaharu yang diperdagangkan di Indonesia hampir mencapai angka 500 ton, angka tersebut merupakan jumlah tertinggi di era tahun 1980-an. Pada era tahun 1990-an perdagangan gaharu 1
2 mengalami fluktuasi antara 174,9 ton 285 ton, dan puncaknya pada tahun 1995 hampir memcapai angka 400 ton (Anonim, ). Sejalan dengan meningkatnya jumlah gaharu yang diperdagangkan di Indonesia, menurut Oldfield et al (1998), telah mengakibatkan populasi Aquilaria spp. di Indonesia mendekati kepunahan. Hal tersebut memicu upaya pelestarian melalui pembatasan pengambilan jenis Aquilaria spp. di alam, antara lain dengan memasukkan A. malaccensis ke dalam Apendiks II CITES (Anonim, 1996). Pusat perdagangan gaharu dari tahun ke tahun selalu bergeser lokasinya sejalan dengan ketersediaan gaharu alam di sekitar lokasi produksi. Seperti pada tahun pusat perdagangan gaharu yang cukup besar antara lain di Tanjung Selor (Tarakan), Tanjung Redeb, Siak Indrapura, Belitung, Kumai, Pontianak dan Pekanbaru. Diawali dengan di Belitung sudah tidak lagi sebagai produsen gaharu. Belakangan telah meluas ke bagian timur Indonesia seperti di Sulawesi dan Papua. Gaharu yang dihasilkan dari Indonesia bagian timur jenisnya lain dengan dari bagian barat, yakni dari jenis Gyrinops spp. (Mulyaningsih & Yamada, 2008). Sejalan dengan hal tersebut maka ekploitasi gaharu alam terus terjadi di hutan tropika Indonesia. Indonesia dikenal sebagai pengekspor gaharu terbesar di dunia, pada tahun 1997 sampai 2001 Indonesia ekspor gaharu tercatat 300 ton per tahunnya dan sejak tahun menurun menjadi 150 ton/ th (Anonim, 2005), pada tahun 2004 sampai sekarang terjadi penurunan yang drastis hingga kurang dari separoh dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Keadaan semacam ini mendorong spesies gaharu dari marga Aquilaria dan Gyrinops (Thymelaeaceae) dimasukkan appendix II pada Convention International Trade in 2
3 Endangered Species of Wild Flora and Fauna di Bangkok tahun 2004 (Anonim, 2005) dan terdaftar dalam IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) daftar merah dari spesies yang dilindungi dengan status terancam (Anonim, 2006). Gaharu umumnya dipanen dengan cara menebang pohonnya. Pada tahun antara gaharu yang telah ditebang dari hutan tropika di Indonesia sekitar 31-91%. Kualitas gaharu yang dihasilkan dari setiap tebangan sangat rendah dengan berat rata-rata 0,10-0,18 kg/ pohon sampai 0,19-2,13 kg/ pohon untuk kelas rendah (kemedangan) sampai dengan gubal gaharu kelas super (Soehartono dan Newton, 2001b). Pada awal tahun 1990-an perdagangan gaharu untuk kelas campuran yang berasal dari pohon Aquilaria spp. yang telah dipanen setiap tahunnya dapat mencapai pohon hingga pohon bergantung pada keberuntungan dari pemburu gaharu untuk setiap tahunnya (Soehartono dan Newton, 2001b). Pemanenan gaharu yang berkelanjutan dengan cara menebang pohon penghasil gaharu di hutan seharusnya tidak sampai memusnahkan keragaman populasi gaharu yang ada. Kehilangan salah satu jenis gaharu dari marga Gyrinops Gaertn. atau salah satu varietas dari jenis Gyrinops spp. di hutan tropis di Indonesia diharapkan tidak sampai terjadi sebelum digali informasi yang melekatnya. Seperti halnya yang terjadi di India, populasi Aquilaria spp. sudah habis terutama di Pradesh, Assam dan Meghalay (Chakrabarty, et al., 1994). Keadaan serupa terjadi juga di Brunei Darussalam (Yamada, 1995). 3
4 Gyrinops spp. (Thymelaeaceae) adalah penghasil gaharu yang merupakan salah satu macam produk non kayu yang bernilai ekonomi tinggi. Teknik pembentukan gubal gaharu pada marga Gyrinops spp. telah intensif dilakukan penelitian antara lain oleh: Parman, et al., 1996, 1998, 2002; Umboh, et al., ; Itoh, et al., 2002; Mulyaningsih & Sumarjan, 2002; Mulyaningsih, et al., 2003, 2004, 2005 dan 2006, Nugroho, et al., 2006 dan Santoso et al., Populasi pohon gaharu di Sumbawa (NTB) pada tahun 2003 diperkirakan tinggal pohon yang terdiri atas populasi pohon 15 batang per ha dan anakan batang per ha. Populasi ini terutama yang di daerah Batulanteh, Semamung, Bersanak, Ampang, Malawa, Cenggu, Rakore dan Dompu (Anonim, 2003). Populasi pohon gaharu di Dompu terutama berasal dari kawasan hutan Maria, kawasan hutan ini seluas ha. Menurut Soehartono dan Newton (2000), populasi pohon gaharu berkelompok (clumped) terutama pohon gaharu yang termasuk jenis Aquilaria spp. Penelitian tentang gaharu dari jenis Aquilaria telah diteliti mengenai konservasi dan penggunaannya secara lestari terutama dampak dari pemanenan gaharu dan ekologi reproduktifnya di Indonesia khususnya jenis-jenis Aquilaria berada di kawasan Kalimantan (Soehartono dan Newton 2000, 2001a, 2001b). Begitu juga tentang penelitian teknologi pembentukan gubal gaharu dan penemuan berbagai macam mikrobia yang dapat memacu pembentukan gubal gaharu pada Aquilaria spp. (Jalaludin, 1977; Venkataramanan et al., 1985; Sidiyasa dan Suharti, 1987; Beniwal, 1989; Daijo & Oller, 2001; Chaudhari, 1993; Umboh et al., ; Tamuli et al., 1999; Tabata et al., 2003; Vernon, 2007; Wilarno et al., 2010; Muhamed et al, 2010; Rahayu et al., 2011; Santoso et al., 2011). 4
5 Kebaruan dalam penelitian ini yang belum pernah diteliti sebelumnya adalah mengenai ekologi G. versteegii di hutan Lombok barat, faktor biotik yang menyusun ekologi gaharu, seperti: komunitas, komposisi, kerapatan, dominansi dan struktur yang membangun ekosistem G. versteegii, spesies khas yang menjadi indikator pencirinya serta spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan pohon gaharu. Selain itu adalah komponen abiotik yang berkontribusi dalam ekosistem G. versteegii dan hubungan produksi gaharu G. versteegii dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1970-an Ampenan Lombok salah satu daerah pengeksport gaharu yang terkenal di daerah Timur Tengah terutama di daerah Arab Saudi, sampai dikenal gaharu Ampenan. Menurut para pengusaha dan pengumpul gaharu di daerah Lombok, gubal gaharu tersebut antara lain berasal dari daerah Lombok Barat, Lombok Tengah, Sumbawa, Dompu dan Bima. Namun mulai tahun 1990an Ampenan sudah tidak lagi menjadi pengeksport gaharu yang berasal dari hutan di daerah NTB, karena menurut para pemburu dan pengusaha gaharu di Lombok, gubal gaharu alami yang berasal dari hutan di pulau Lombok dan pulau Sumbawa sudah sangat langka. Oleh karena itu pemerintah daerah terutama Kabupaten Lombok Barat pada tahun 1996, mencanangkan untuk membudidayakan pohon gaharu, baik di kawasan hutan yang selanjutnya digunakan sebagai sumber benih gaharu, maupun di kawasan kebun-kebun milik penduduk, sebagai salah satu upaya untuk melestarikan keberadaan pohon gaharu di daerah tersebut. Produksi gaharu tidak hanya dilihat dari pertumbuhan riap batang pohon gaharu akan tetapi lebih ke arah produksi gubalnya. Indikasi produksi gubal 5
6 tersebut diduga dapat dilihat lebih awal dari produksi karbohidrat kayunya dan produksi keduanya dipengaruhi oleh ekologi tempat tumbuh pohon gaharu tersebut. Disamping itu perburuan yang sangat intensif di hutan-hutan di seluruh Indonesia pada umumnya dan hutan Lombok Barat pada khususnya, maka perlu segara adanya kegiatan untuk menjaga keestariannya. Dalam menjaga kelestarian gaharu di hutan, diperlukan informasi-informasi yang berkaitan dengan habitat pohon gaharu. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian: Ekologi gaharu di hutan Lombok Barat Permasalahan Selama ini keberadaan hutan di Lombok Barat banyak mengalami tekanan lahan dan perburuan gaharu secara intensif, sehingga sudah tentu keadaan ini akan mengancam keberadaan pohon gaharu. Untuk mempertahankan kelestariannya hidup pohon gaharu, maka perlu memperhatikan habitat dan sebab-sebab kepunahannya. Oleh karena itu perlu mempelajari ekologi secara keseluruhan dari hutan dimana terdapat gaharu, melalui kajian: 1. Unit-unit ekologi ekosistem gaharu. 2. Komponen ekosistem yang bersifat biotik: komunitas pohon gaharu, komposisi, kerapatan, dominansi dan struktur vegetasi dalam ekosistem gaharu. 6
7 3. Komponen ekosistem yang bersifat abiotik atau fisik yang dapat dijadikan penanda pembeda unit ekologi dalam ekosistem gaharu. 4. Hubungan produksi gaharu dan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti produksi kayu gaharu, tanaman dan hewan yang berasosiasi, kandungan karbohidrat dalam kayu pohon gaharu serta komponen ekosistem yang bersifat abiotik atau fisik yang dapat dijadikan ciri pembeda setiap kelompok unit-unit ekologis yang menjadi habitat pohon gaharu Keaslian Penelitian Spesies pohon penghasil gaharu di Indonesia lebih dari 17 jenis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Biasanya Setiap jenis mempunyai daerah persebaran berbeda yang terkait dengan kondisi ekologi spesifik untuk setiap spesies. Penelitian yang berkaitan dengan ekologi gaharu belum banyak diteliti, sedangkan penelitian senada yang telah dilakukan antara lain: ekologi reproduksi, status dan persebaran serta dampak pemanenan gubal gaharunya dari jenis Aquilaria spp. di Indonesia (Soehartono dan Newton, 2000 dan 2001). Terdapat hal-hal baru dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini memandang bahwa pohon gaharu beserta flora dan fauna yang berasosiasi dengannya merupakan satu kesatuan ekosistem yang utuh, setiap komponennya saling terkait dan saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain. 7
8 2. Dengan telah diketahuinya struktur dan potensi produksi pohon gaharu pada setiap tingkat pertumbuhan (Semai, Pancang, Tiang dan Pohon) untuk setiap unit ekologisnya, akan lebih memudahkan untuk menemukan pola umum pengelolaannya apabila ingin mengembangkan HTI (Hutan Tanaman Industri) pohon gaharu pada kawasan hutan dengan kondisi yang mirip atau sama dengan kondisi ekologis pada unit-unit ekologis hasil penelitian ini. Hasil penelitian ini juga sangat bermanfaat untuk mensukseskan program penanaman pohon gaharu khususnya program HTI yang kini tengah digalakkan oleh Pemerintah. Apabila dijumpai suatu hamparan lahan dengan kondisi ekologis yang mirip atau sama dengan hasil penelitian ini, maka para perencana dan pengelola sumberdaya hutan dapat dengan tepat menentukan jenis-jenis tanaman yang paling sesuai untuk ditanam pada hutan tersebut dan dapat dengan tepat pula menduga potensi produksi vegetasinya pada saat mencapai kondisi klimaks. 3. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan kontribusi/ peranan setiap komponen ekosistem terhadap kondisi pohon gaharu terutama terhadap struktur dan potensi produksi pohon gaharu dan vegetasi yang berasosiasi. 4. Penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan sistem pengelompokan atau klasifikasi dan pengharkatan atau stratifikasi unit-unit ekologis berdasarkan komponen-komponen ekosistem yang menjadi penciri utama sebagai pembeda, seperti faktor abiotik baik berupa kondisi tanah, iklim, maupun kondisi geografinya. Atas dasar penelitian ini memungkinkan penyusunan unit-unit 8
9 ekologis pada tingkat yang lebih rinci (detail) lagi, yaitu pada tingkat ragam lahan bahkan sampai pada tingkat fase ragam lahan/ tapak (site) Tujuan Penelitian Penelitian Ekologi gaharu di hutan Lombok Barat ini, dirancang untuk: 1. Menemukan unit-unit ekologi ekosistem G. versteegii. 2. Menemukan flora/ spesies khas yang menjadi indikator pencirinya 3. Menemukan komponen abiotik dalam ekosistem G. versteegii yang dapat dijadikan penanda pembeda unit ekologi dalam ekosistem gaharu dengan ekosistem lainnya. 4. Menemukan komposisi, kerapatan, dominansi dan struktur ekosistem gaharu. 5. Menemukan komunitas ekosistem G. versteegii. 6. Mempelajari hubungan produksi gaharu G. versteegii dan faktor-faktor yang mempengaruhinya Faedah Yang Diharapkan Faidah yang diharapkan penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi bahwa satu unit ekologis yang sama akan memberikan respon atau tanggapan yang kurang lebih sama pula baik terhadap struktur 9
10 maupun terhadap potensi produksi pohon gaharu. Dengan demikian dapat mempermudah pengelolaan hutan selanjutnya. 2. Memperkaya klasifikasi ekologis khususnya untuk hutan gaharu. 3. Memberikan informasi tentang spesies pohon penyusun komunitas ekosistem G. versteegii. 4. Menemukan spesies tumbuhan yang berasosiasi dengan baik terhadap pertumbuhan G. versteegii yang menjadi indikator setiap unit ekologis. 5. Sistem klasifikasi ekologisnya, untuk satu kelompok unit ekologis yang sama akan memerlukan pola pengelolaan pohon gaharu yang sama pula, baik dari segi tindakan atau perlakuan maupun proyeksi hasil dan biayanya. 6. Sebagai sumber informasi dasar untuk keperluan domestikasi gaharu khususnya pohon gaharu yang mempunyai kesamaan spesies. 7. Sebagai acuan dalam upaya pengelolaan, pengembangan dan konservasi gaharu di masa yang akan datang bukan hanya untuk di Lombok Barat dan sekitarnya tetapi juga untuk wilayah Indonesia lainnya dan bahkan dunia. 8. Sebagai sumber informasi yang valid tentang keberadaan gaharu di hutan alam, sebagai informasi dasar bagi pemerintah dalam menentukan kebijaksanaan kuota eksport gubal gaharu yang berasal dari hutam alam. 9. Sebagai dasar untuk mengubah regulasi peredaran dan pemarasan gaharu hasil budidaya, yang lebih mudah dan keberpihakkan pada petani / produsen gaharu. 10
PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari
xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kabupaten Asmat merupakan salah satu kabupaten pemekaran baru dari Kabupaten Merauke di Propinsi Papua sesuai dengan Undang-Undang nomor 26 Tahun 2002
Lebih terperinciProspek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan. Deden Djaenudin Puspijak 2012
Prospek Gaharu Budidaya & Regulasi yang dibutuhkan Deden Djaenudin Puspijak 2012 Outline Perkembangan gaharu Ketersediaan alam Budidaya Kelayakan ekonomi profitability Daya saing: domestik dan internasional
Lebih terperinciAsrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak
Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi persaingan global yang semakin
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun fauna yang penyebarannya sangat luas. Hutan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu laju kerusakan hutan tercatat
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan sebagai habitat mamalia semakin berkurang dan terfragmentasi, sehingga semakin menekan kehidupan satwa yang membawa fauna ke arah kepunahan. Luas hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,
Lebih terperinciITTO CITES (Phase II-CFBTIR) PUSLITBANG HUTAN Bogor, 8 Desember 2015
Hariyatno Dwiprabowo AgustinusTampubolon ITTO CITES (Phase II-CFBTIR) PUSLITBANG HUTAN Bogor, 8 Desember 2015 Gaharu (Agarwood incense) telah dikenal sejak dahulu kala oleh empat peradaban kuno yakni India,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak lebih dari 15 abad yang lalu, gaharu telah dikenal sebagai produk kehutanan yang bernilai ekonomi tinggi. Gaharu digunakan sebagai bahan baku wewangian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam (Supriatna dan Wahyono, 2000), dan Sumatera merupakan daerah penyebaran primata tertinggi, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi atau pengertian tentang hutan menurut Dengler (1930) dalam Suginingsih (2008), hutan adalah asosiasi tumbuhan dimana pohonpohon atau tumbuhan berkayu lainya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin
PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Syzygium merupakan marga dari suku Myrtaceae (jambu-jambuan) yang memiliki jumlah spesies yang sangat banyak. Tercatat kurang lebih 1200 spesies Syzygium yang tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)
PENDAHULUAN Latar Belakang Secara biologis, pulau Sulawesi adalah yang paling unik di antara pulaupulau di Indonesia, karena terletak di antara kawasan Wallacea, yaitu kawasan Asia dan Australia, dan memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang (tersebar di Pulau Sumatera), Nycticebus javanicus (tersebar di Pulau Jawa), dan Nycticebus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan ini mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi lainnya. Keunikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati dianggap sangat penting untuk kehidupan masyarakat Indonesia, 40 juta orang Indonesia menggantungkan hidupnya secara langsung pada keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik
Lebih terperinciSAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PADA PEMBUKAAN RAPAT PEMBAHASAN ROAD MAP PUSAT KAJIAN ANOA DAN PEMBENTUKAN FORUM PEMERHATI ANOA Manado,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang kaya dengan sumber keanekaragaman hayati dan memilki banyak kawasan konservasi. Cagar Alam (CA) termasuk
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 178 TAHUN 2002 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. RIMBA FLORA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan konservasi mempunyai peran yang sangat besar terhadap perlindungan keanekaragaman hayati. Kawasan konservasi juga merupakan pilar dari hampir semua strategi
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 19 TAHUN 2004 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. JAYA MANOKWARI JAYA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara berkembang yang terus menerus melakukan pembangunan nasional. Dalam mengahadapi era pembangunan global, pelaksanaan pembangunan ekonomi harus
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dan menjadi salah satu pulau yang memiliki keragaman biologi dan ekosistem yang tinggi (MacKinnon, 1997). Hakim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan taman nasional yang ditunjuk berdasarkan SK Menhut No 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang
BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu
I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinciPersyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS
Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Versi 1.0.0 Versi 1.0.0 Fair Trade USA A. Pengantar Standar Produksi Pertanian (Agricultural Production Standard/APS) Fair Trade USA merupakan serangkaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gaharu merupakan produk hasil hutan non kayu bernilai komersial tinggi berupa gumpalan padat, berwarna cokelat kehitaman hingga hitam dan memiliki bau harum pada bagian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciTugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali
Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,
Lebih terperinciGUBERNUR PROVINSI PAPUA
GUBERNUR PROVINSI PAPUA KEPUTUSAN GUBERNUR PROVINSI PAPUA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG IJIN HAK PENGUMPULAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU (IHPHH-BK) GUBAL GAHARU DAN KEMEDANGAN KEPADA CV. CAHAYA UTAMA PAPUA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Joja (Presbytis potenziani) adalah salah satu primata endemik Indonesia yang ada di Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat. Distribusi yang unik dan isolasinya di Kepulauan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang
Lebih terperinciEKONOMI GAHARU. Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan. Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat.
EKONOMI GAHARU Oleh : Firmansyah, Penyuluh Kehutanan Budidaya pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal masyarakat. Hanya orangorang tertentu saja yang sudah membudidayakannya. Bukan karena tidak
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG 133 PROSIDING Workshop Nasional 2006 134 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI SIDANG PERTAMA KESIMPULAN 1. Ramin dan ekosistemnya saat ini terancam kelestariannya. Hal ini disebabkan
Lebih terperinciBab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Timor memiliki avifauna yang unik (Noske & Saleh 1996), dan tingkat endemisme burung tertinggi dibandingkan dengan beberapa pulau besar lain di Nusa Tenggara (Pulau
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
21 PENDAHULUAN Latar Belakang Gaharu merupakan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) bernilai ekonomi tinggi, berwarna khas, mengandung aroma resin wangi jika dibakar dan dapat digunakan untuk bahan parfum, dupa,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;
KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung Walet (Collocalia spp) merupakan salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. benua dan dua samudera mendorong terciptanya kekayaan alam yang luar biasa
1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan lebih kurang 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang khatulistiwa. Posisi geografis yang terletak di antara dua benua dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di Indonesia. Hutan rawa gambut mempunyai karakteristik turnbuhan maupun hewan yang khas yaitu komunitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisme dapat disebut alamat suatu organisme. Relung (Ninche) adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat dan relung merupakan dua istilah tentang kehidupan organisme. Habitat adalah tempat suatu organisme hidup. Habitat suatu organisme dapat disebut alamat suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran besar dan memiliki warna sayap yang menarik sehingga sering diambil dari alam untuk dijadikan
Lebih terperinciLRC. Oleh : Herman Rakha / Peneliti LRC
Oleh : Herman Rakha / Peneliti Hutan merupakan salah satu aset yang perlu dijaga dan dilestarikan keberadaannya. Seperti telah kita ketahui bersama, bahwa hutan merupakan paru-paru bumi, satwa hidup, pohon-pohon,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan paru-paru dunia karena hutan dapat memproduksi oksigen yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Hutan juga menyimpan berbagai kekayaan alam seperti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu primata arboreal pemakan daun yang di temukan di Sumatera adalah cecah (Presbytis melalophos). Penyebaran cecah ini hampir di seluruh bagian pulau kecuali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan
Lebih terperinciKEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI
KEPADATAN INDIVIDU KLAMPIAU (Hylobates muelleri) DI JALUR INTERPRETASI BUKIT BAKA DALAM KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA KABUPATEN MELAWI Individual Density of Boenean Gibbon (Hylobates muelleri)
Lebih terperinciEkologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?
Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperincimendorong menemukan pasar untuk produk yang sudah ada dan mendukung spesies-spesies lokal yang menyimpan potensi ekonomi (Arifin et al. 2003).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat hutan pegunungan sangat rentan terhadap gangguan, terutama yang berasal dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan manusia seperti pengambilan hasil hutan berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan kawasan yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan salah satu sistem ekologi
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBEBASAN FRAGMENTASI HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI HUTAN RAWA TRIPA Wardatul Hayuni 1), Samsul
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Keunikan Kawasan Gunung Merapi Kawasan Gunung Merapi adalah sebuah kawasan yang sangat unik karena adanya interaksi yang kuat antar berbagai komponen di dalamnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ikan) yang cukup tinggi, namun jika dibandingkan dengan wilayah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai salah satu Kabupaten yang paling banyak memproduksi Ikan, komoditi perikanan di Kabupaten Kupang merupakan salah satu pendukung laju perekonomian masyarakat,
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinci> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
> MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.18/Menhut-II/2004 TENTANG KRITERIA HUTAN PRODUKSI YANG DAPAT DIBERIKAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN ALAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang melimpah dan kondisi alam yang subur untuk pertanian. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai
Lebih terperinciSTRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN. Edi Kurniawan
Strategi Penyelamatan Eboni (Diospyros celebica Bakh.) dari... STRATEGI PENYELAMATAN EBONI (Diospyros celebica Bakh.) DARI ANCAMAN KEPUNAHAN Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera merupakan pulau yang memiliki luas hutan terbesar ketiga setelah pulau Kalimantan dan Papua, Hutan Sumatera mengalami kerusakan yang cukup tinggi. Sejak Tahun
Lebih terperinciDIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
DESKRIPSI PEMBANGUNAN JAVAN RHINO STUDY AND CONSERVATION AREA (Areal Studi dan Konservasi Badak Jawa) DI TAMAN NASIONAL UJUNG KULON KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PERLINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang didominasi oleh beberapa jenis mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada pulau. Berbagai fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial budaya dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Hutan merupakan bagian penting di negara Indonesia. Menurut angka resmi luas kawasan hutan di Indonesia adalah sekitar 120 juta hektar yang tersebar pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan. kesinambungan kehidupan manusia dan makhluk lainnya (Pamulardi,1994).
TINJAUAN PUSTAKA Penjelasan Umum, Manfaat dan Fungsi Hutan Berdasarkan Undang Undang No 41 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem yang berupa hamparan lahan berisi sumberdaya
Lebih terperinci