Oleh: Efendi Ari Wibowo dan Dr. Suharno, M.Si.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh: Efendi Ari Wibowo dan Dr. Suharno, M.Si."

Transkripsi

1 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELARANGAN BUKU ERA REFORMASI DI INDONESIA Studi atas Pelarangann Buku LekraTakMembakarBuku: SuaraSenyapLembarKebudayaanHarianRakyat RINGKASANN SKRIPSI Oleh : EFENDI ARI WIBOWO NIM PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2 IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELARANGAN BUKU ERA REFORMASI DI INDONESIA Studi atas Pelarangan Buku LekraTakMembakarBuku: SuaraSenyapLembarKebudayaanHarianRakyat Oleh: Efendi Ari Wibowo dan Dr. Suharno, M.Si. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk praktik kebijakan pelarangan buku era reformasi di Indonesia. Disamping itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bentuk perlawanan atau advokasi warga negara terhadap kebijakan pelarangan buku tersebut. Penelitianinimerupakanpenelitiandeskriptifdenganmenggunakanpendekata nkualitatif. Subjek penelitian ini adalah penulis buku yaitu Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, Staf Intelejen Kejaksaan Tinggi D.I. Yogyakarta yaitu Arif Raharjo, S.H., dan pengamat perbukuan yaitu Eko Prasetyo. Subjek penelitian ditentukan menggunakan teknik purposive sampling. Lokasi penelitian dilaksanakandi Kejaksaan Tinggi D.I Yogyakarta dan Perpusatakaan Indonesia Boekoe, Yogyakarta. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancaramendalam, dan dokumentasi.data dianalisis secara induktif.teknik pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik cross chek. Hasil penelitian mendeskripsikan bahwa:(1) bentuk praktik kebijakan pelarangan buku berlandaskan UU No.4/PNPS/1963 Tentang Pengamanan Terhadap Barang-Barang Cetakan Yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum dan UUNo.16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Hal tersebut dilakukan melalui alur kerja sebagai berikut: pengumpulan informasi, rapat clearing house, pengeluaran surat keputusan pelarangan oleh Jaksa Agung, kemudian penyitaan dan pemusnahan buku. Buku tersebut dilarang melalui Keputusan Jaksa AgungNomor KEP-141/A/JA/12/2009 pada tanggal 22 Desember 2009dengan kriteria penilaian bahwa sampul buku bagian depan bergambar palu arit, mencantumkan istilah G30S tanpa diikuti istilah PKI, dan mendiskreditkan pemerintah khususnya Angkatan Bersenjata; (2) perlawanan atau advokasi yang dilakukan oleh penulis sebagai warga negara adalah perlawanan non litigasi dan perlawanan litigasi. Perlawanan non litigasi menggunakan metode diskusi, seminar dan pameran buku terlarang di Jakarta dan Surabaya selain itu juga memanfaatkan jejaring sosial. Perlawanan litigasi melalui uji materi (judicial review) UU No.4/PNPS/1963 dan UU No.16 Tahun 2004 ke Mahkamah Konstitusi. Hasil dari uji materi tersebut adalah UU No.4/PNPS/1963 tidak mempunyai kekuatan hukum lagi sedangkan UU No.16 tahun 2004 tetap berlaku. Kata Kunci: pelarangan buku, clearing house, judicial review, litigasi 2

3 I. PENDAHULUAN Pelarangan buku adalah antitesa bagi kemerdekaan hak politik warga negara yang telah dirasakan bangsa Indonesia sejak era kolonial hingga era reformasi. Kebijakan pelarangan ini merupakan bentuk kesewenang-wenangan untuk membatasi kebebasan berpikir dan berpendapat di era reformasi. Pembredelan buku menandakan ketakutan rezim penguasa terhadap kritik kondisi masyarakat terkini. Hasil pemikiran manusia berbentuk buku yang pada dasarnya berperan sebagai media penyampai informasi dan pengetahuan bagi masyarakat ditafsir musuh negara. Hal tersebut mengakibatkan tertutupnya saluran informasi dan pengetahuan. Masyarakat dipaksa untuk mengkonsumsi pemaknaan tunggal terhadap pengetahuan yang sejatinya mempunyai beragam sudut pandang. Buku yang juga merupakan manifestasi tujuan nasional dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa yang tertuang dalam amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan represif diberangus oleh rezim penguasa melalui aparat-aparat negara. Selain itu, buku merupakan simbol hak politik warga negara yang dilindungi dan diamanatkan kostitusi. Hal tersebut didasarkan atas Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 yang berbunyi kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan undang-undang. Oleh karena itu maka jaminan terhadap freedom of expression, freedom of speech, dan fredom of the press warga negara telah diatur dan dijamin oleh negara. Kemerdekaan berekspresi juga dipertegas di dalam UU Pers No. 44 tahun 1999 yang berisi: 1. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; 2. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia, menghormati kebhinekaan; 3. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; 4. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran 3

4 terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; 5. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran (Iwan Awaludin Yusuf, 2010: 3). Pelarangan buku yang terjadi di Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru. Menurut Iwan Awaludin Yusuf (2010: 4), sejarah mencatat, pada awal terbentuknya Orde Baru, pelarangan sejumlah buku pernah dilakukan secara membabi buta, terutama setelah peristiwa G-30 S. Tiga bulan setelah peristiwa kelabu tersebut, yaitu pada 30 November 1965, Pembantu Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan Bidang Teknis Pendidikan, Kol. (Inf) Drs K. Setiadi Kartohadikusumo, melarang 70 judul buku. Pelarangan ini kemudian disusul dengan pelarangan terhadap semua karya 87 penulis yang dituduh beraliran Kiri. Jadi, saat itu dan bahkan hingga kini, pelarangan buku bukan sekedar karena isinya, melainkan karena alasan politis yang ditujukan kepada penulis, penerbit, dan bahkan editornya. Praktik kebijakan pelarangan buku di dalam era Orde Baru tersebut melalui Instruksi Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan No. 1381/1965 yang ditandatangani oleh Pembantu Menteri Bidang Teknis Pendidikan, Kol. (Inf) Drs. M. Setiadi Kartohadikusumo. Di dalam bagian konsiderans disebutkan bahwa untuk mengadakan tindak lanjut di dalam usaha menumpas gerakan yang menamakan dirinya Gerakan 30 September khususnya dibidang mental ideologi, dipandang perlu melarang buku-buku pelajaran, perpustakaan, dan kebudayaan yang dikarang oleh oknum-oknum dan anggota-anggota Ormas/Orpol yang dibekukan untuk sementara waktu kegiatannya (Jaringan Kerja Budaya, 1999: 27). Berkat Instruksi ini menurut Jaringan Kerja Budaya dalam waktu yang singkat angka buku yang dilarang terus bertambah, sehingga diperkirakan mencapai 2000 judul. Ini adalah pelarangan buku massal yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Di tahun 1998 akhirnya rezim Orde Baru tumbang oleh gerakan massa. Era ini kemudian disebut sebagi era reformasi dimana diharapkan 4

5 adanya iklim yang lebih demokratis dalam berbagai bidang di Indonesia. Reformasi juga mendorong adanya perubahan konstitusional yang memperkuat supremasi hukum terhadap jaminan hak asasi manusia. Hal ini diperkuat dengan adanya ratifikasi dua kovenan internasional utama hak asasi manusia, yakni kovenan hak sipil dan politik dan kovenan internasional hak ekonomi sosial dan budaya pada tahun 2005 melalui UU No. 11 dan 12 tahun 2005 (Iwan Awaludin Yusuf, 2010: 53). Namun, keberlangsungan praktik pelarangan buku oleh intitusi negara tidak pernah hilang bahkan di era reformasi. Pemerintah dengan berbagai dalih melakukan tindak pelarangan buku yang dianggap menggangu ketertiban. Tercatat, di penghujung tahun 2009, terjadi pelarangan lima buku di tanah air. Kelima buku yang dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), itu adalah (Iwan Awaludin Yusuf, 2010: 1) (1) Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto karya John Rosa; (2) Suara Gereja bagi Umat Tertindas: Penderitaan Tetesan Darah dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri karya Socratez Sofyan Yoman; (3) Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan; (4) Enam Jalan Menuju Tuhan karya Darmawan; (5) Mengungkap Misteri Keberagaman Agama karya Syahrudin Ahmad. Salah satu buku yang di larang sepihak di era reformasi adalah buku berjudul Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan. Penulis buku tersebut tidak mendapatkan surat pemberitahuan dan alasan yang jelas dari Kejagung mengapa bukunya dilarang untuk beredar di masyarakat. Padahal buku ini mengetengahkan situasi nasional Indonesia di era Demokrasi Terpimpin ( ) melalui sudut pandang Harian Rakyat. Pertanyaannya yang kemudian muncul, kepentingan apa yang berada dibalik kebijakan pelarangan buku tersebut? Pertanyaan ini 5

6 berusaha keluar dan mendedah lebih dalam penjelasan yuridis dalam produk hukum kebijakan pelarangan buku. Dimana kebijakan tersebut menyatakan bahwa pelarangan buku dibentuk untuk melindungi kepentingan umum atau demi menjaga stabilitas nasional. Dengan adanya permasalahan seperti di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian tentang Politik Kebijakan Pelarangan Buku Era Reformasi di Indonesia dengan mengambil studi kasus atas pelarangan buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan. Hal tersebut dengan harapan agar dapat ditangkap konteks atas perlindungan hak politik warga negara pascatumbangnya rezim Orde Baru. II. KAJIAN PUSTAKA 1. Definisi Politik Politik merupakan usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Orang Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya sebagai en dam onia atau the good life. Namun demikian, pengertian politik sebagai usaha untuk mencapai suatu masyarakat yang lebih baik daripada yang dihadapinya, atau yang disebut Peter Merkl: Politik dalam bentuk yang paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang baik dan berkeadilan (Politics, at its best is a noble quest for agood order and justice) betapa samar-samar pun tetap hadir sebagai latar belakang serta tujuan kegiatan poitik. Dalam pada itu tentu perlu disadari bahwa persepsi mengenai baik dan adil dipengaruhi oleh nilai-nilai dan ideologi masing-masing dan zaman yang bersangkutan (Miriam Budiarjo, 2008: 15). Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) menurut Miriam Budiarjo (2008: 15) adalah usaha untuk menentukan peraturanperaturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. Usaha 6

7 menggapai the good life ini menyangkut bermacam-macam kegitan yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem politik itu dan hal ini menyangkut pilihan antara beberapa alternatif serta urutan prioritas dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan itu. 2. Definisi Kebijakan Negara/Publik Kebijakan (Policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Berikut ini ada beberapa definisi mengenai kebijkan publik (Miriam Budiarjo, 2008: 21): Hoogerwerf menyebutkan bahwa objek dari ilmu politik adalah kebijakan pemerintah proses terbentuknya serta akibatakibatnya. Yang dimaksud dengan kebijakan umum (public policy) di sini menurut Hogewerft ialah, membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan (doelbewuste vormgeving aan de samenleving door middel van machtsuitoefening). Sedangkan Anderson merumuskan kebijakan sebagai langkah yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Konsep kebijakan ini kita anggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan. Selain itu, konsep ini juga membedakan secara tegas anatara kebijakan (policy) dan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan di antara berbagai alternatif yang ada (Suharno, 2010: 13). 3. Ciri Kebijakan Publik Ciri-ciri khusus yang melekat pada kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan, yang oleh David Easton disebut, orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, yakni para tetua adat, para ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator, para monarki, dan lain sebagainy Dokumentasi pelarangan buku di Indonesia terlacak sejak masa 7

8 kolonial. Terdapat berbagai bentuk imlementasi kebijakan pelarangan buku terhadap penulis karena hasil karaya tulisnya berlawanan pandangan politik dan kebijakan dengan pemerintah yang berkuasa. a) Masa Kolonial Pada masa kolonial belum dibentuk peraturan khusus yang bertujuan melakukan pelarangan buku. Para penulis diasingkan atau di penjara oleh pemerintah kolonial dengan alasan karya yang dibuat berlawanan atau bertentangan dengan pandangan politik dan kebijakan pemerintah kolonial. Pelarangan brosur karya Soewardi Soerjaningrat bertajuk Seandainya saya Warga Belanda (Als ik eens Nerderlander was). b) Masa Orde Lama Praktik pelarangan buku di era Orde Lama dimulai tanggal 14 September 1956 dengan adanya pengumuman dari KSAD Mayjen A.H. Nasution mengenai Peraturan Kepala Staf Angkatan Darat (AD) selaku penguasa militer mengeluarkan peraturan No. PKM/001/9/1956 yang memberikan kewenangan untuk mengontrol kebebasan berekspresi, terutama pemberitaan pers (Fauzan, 2003: 116). Angkatan Darat dengan landasan peraturan tersebut dapat melarang peredaran barang-barang cetakan yang dianggap memuat atau mengandung ketzaman-ketzaman, persangkaan (insinuaties), bahkan penghinaan terhadap pejabat negara, memuat atau mengandung pernjataan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap golongan-golongan masyarakat, atau menimbulkan keonaran. Batasan-batasan tersebut sepenuhnya ditentukan subjektif oleh Angkatan Darat (Iwan Awaludin Yusuf, 2003: 47). c) Masa Orde Baru Periode Orde Baru adalah pemerintahan yang represif. Kehidupan masyarakat mengalami berbagai bentuk pengekangan. Banyak aktivis yang ditahan dengan alasan menyebarkan ideologi yang bertentangan 8

9 dengan Pancasila. Pada tahun 1989 dalam Media Kerja Budaya edisi 04 tahun 2000, diberitakan tiga orang aktivis dari Yogyakarta, Bonar Tigor Naispospos, Bambang Isti Nugroho, dan Bambang Subono, ditangkap dan dipenjarakan bertahun-tahun karena mengedarkan buku Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer. Dalam proses persidangan jaksa mendakwa mereka melakukan kejahatan besar, antara lain menyimpan dan mendiskusikan diktat kuliah tentang Marxisme-Leninisme yang disusun oleh Frans Magnis Suseno (Fauzan, 2003: 1). Nasib serupa juga menimpa Rachmad Buchori alias Buyung RB, seorang sekretaris Subadrio Sastoatomo pengarang Brosur Era Baru Pemimpin Baru yang dilarang melalui Surat Keputusan No. Kep- 020/JA/3/1997 (Jaringan Kerja Budaya, 1999: 40). Rachmad Buchori sejak 9 April 1997 ditahan. Dia dituduh telah mengedarkan selebaran gelap kepada masyarakat dan menggangu ketertiban umum. d) Masa Reformasi Di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Hendarman Supandji, tahun 2009, Kejagung kembali melarang peredaran lima buku. Buku-buku tersebut adalah: Dalih Pembunuhan Massa Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto karangan John Rosa, Suara Gereja bagi Umat Tertindas Penderitaan Tetesan Darah dan Cucuran Air Mata Umat Tuhan di Papua Barat Harus Diakhiri karangan Cocratez Sofyan Yoman, Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat karya duet Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan, Enam Jalan Menuju Tuhan karangan Darmawan dan Mengungkap Misteri Keberagaman Agama karya Syahrudin Ahmad. Dasar hukum yang digunakan untuk melarang peredaran buku adalah Undang-Undang Nomor 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Peredaran Barang-Barang Cetakan yang Isinya dapat Menggangu Ketertiban Umum. Ini adalah 9

10 Undang_undang yang keluar apada keadaan darurat periode Demokrasi Terpimpin (Sudaedi, 2012: 5). Demonstrasi gencar dilaksanakan oleh para mahasiswa, setelah Pemerintah Orde Baru mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei Demonstrasi mahasiswa di kampuskampus seluruh Indonesia ini berlangsung hampir satu tahun. Akhirnya usaha mahasiswa berhasil memaksa Presiden Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei Menurut Amien Rais, ada lima argumen mengapa suksesi harus berlangsung pada tahun 1998, diantaranya yaitu: a) Pimpinan nasional yang berlangsung telah memerintah sejak tahun 1967, sehingga pada waktu tahun 1998 berarti telah berusia 31 tahun. Berhubung telah lama berkuasa segenap unsur pemimpin nasional kiranya cukup arif untuk memahami aksioma dari Lord Acton, yaitu power tends to curropt and absolute power tends to corropts absolutely. Kekuasaan cenderung untuk korup dan kekuasaan yang mutlak cenderung untuk korup secara mutlak pula. Aksioma politik ini berlaku secara universal, baik di timur maupun di barat. b) Pemimpin nasional atau elite yang terlalu lama berkuasa dapat melahirkan penyakit kultus individu (the cult of individual). Dulu sebagai bangsa kita pernah melakukan kultus individu terhadap Bung Karno, sampai MPRS mengangkat Bung Karno sebagai presiden seumur hidup. Sudah tentu kita tidak ingin mengulangi kesalahan yang sama sebagai akibat tidak berani memilih figur lain sebagai pimpinan nasional yang baru. Hormat dan cinta kita kepada pimpinan nasional tidak boleh berlebihan sehingga dapat mematikan akal sehat. c) Suksesi, rotasi atau regenerasi elite adalah sebuah keharusan dalam sistem demokrasi. Berbeda dengan sistem kerajaan atau monarki yang tidak mengenal pergantian pemimpin kecuali bila pemimpin itu mati. Maka demokrasi mengatur rotasi elite itu, dalam sistem demokrasi masa jabatan kepala negara biasanya dibatasi, apakah untuk satu atau 10

11 dua periode. Tanpa adanya pembatasan masa jabatan kepala negara, proses politik dapat berjalan semakin jauh dari demokrasi dan dapat memperkokoh versted intersts lapisan elite secara irrasional. d) Kelompok elite yang terlalu lama memegang kekuasaan atau pemerintahan cenderung mengalami penumpulan visi dan kreatifitas. Hal ini mudah dipahami mengingat pimpinan nasional yang sudah terjebak dalam rutinisme akan menjadi kurang peka terhadap dinamika perubahan yang terjadi di sekeliling. Keputusan-keputusan yang diambil oleh kepemimpinan nasional menjadi out of touch dari realitas, sehingga menjadi keputusan yang anakronistik, keputusan yang tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat banyak. e) Sebuah lapisan elite yang sudah lama kelewat memegang kekuasaan atau pemerintahan, secara perlahan akan meyakini bahwa dirinya adalah personifikasi stabilitas dan eksistensi negara. Dan ini membahayakan demokrasi. Apalagi bila sindrom Louis XIV dari prancis mengatakan L etat c est moi sampai menghinggapi seorang pemimpin, amak setiap kritik yang diarahkan kepadanya dianggap sebagi kritik terhadap negara sebagai lembaga, atau bahkan lebih gawat lagi, dianggap kritik terhadap ideologi negara. III. METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Kirk dan Miller dalam Lexy J. Moleong (2006: 4), penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung dari pengamatan manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil objek kasus pelarangan buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar 11

12 Kebudayaan Harian Rakyat karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan. Sedangkan lokasi yang menjadi fokus penelitian adalah perpustakaan Indonesia Boekoe yang menyediakan literatur mengenai kebijakan pelarangan buku era reformasi di Indonesia sekaligus tempat penulis bekerja dan Kejaksaan Tinggi D.I. Yogyakarta. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Desember 2013 sampai dengan Februari Subjek Penelitian Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan perimbangan tertentu, seperti orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan dalam penelitian (Sugiyono, 2010: 53). Dalam penentuan subjek penelitian menggunakan teknik purposive sampling, peneliti memberikan kriteria sebagai berikut: a) Arif Raharjo, S.H selaku staf Asisten Intelejen Kejaksaan Tinggi D.I Yogyakarta bagian Sosial-Politik (Kasi II) yang mengurusi pengawasan barang cetakan. b) Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan selaku penulis buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat c) Eko Prasetyo selaku pengamat perbukuan, penulis buku, dan Direktur penerbit Resistbook). 4. Teknik Pengumpulan Data a) Wawancara mendalam Menurut Lexy J. Moleong (2006: 186), wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan tersebut dilakukan oleh dua pihak yakni pewawancara(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. b) Dokumentasi 12

13 Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan masalah penelitian. Dokumen sebagai sumber data dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan hasil penelitian (Moleong, 2002:161). 5. Validitas Data Validitas data atau teknik pemeriksaan keabsahan data sangat penting dilakukan agar data yang diperoleh di lapangan pada saat penelitian dilakukan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk menjamin validitas data yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini, peneliti mengggunakan teknik cross check. Penggunaan teknik cross check data dilakukan dengan membandingkan atau mengecek data hasil dokumentasi dan wawancara (Bungin, 2001:2005). 6. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan analisis data induktif. Dalam model analisis ini ada empat komponen analisis yaitu reduksi data, unitisasi dan kategorisasi data,penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi, aktivitasnya dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses yang berlanjut, berulang, dan terus-menerus hingga membentuk sebuah siklus. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Buku tersebut dicetak pertama kali pada bulan September 2008 dan diterbitkan oleh Penerbit Merakesumba Lukamu Sakitku yang beralamatkan di Pugeran, Maguwoharjo, Yogyakarta. Buku ini disusun oleh dua orang penulis, yaitu Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan. Pada bagian desain sampul buku dibuat oleh Eddy Susanto dan desain isi oleh Kalam Jauhari. Buku yang bergenre esai dengan tebal 584 halaman ini berukuran 15 x 24 cm dan didaftarkan dengan nomor ISBN, yaitu Sedangkan untuk isi, buku dibagi menjadi 13

14 sepuluh bagian dengan tambahan tulisan tentang catatan penulis, singkatan dan akronim, lampiran, indeks, dan tentang penulis. Pada bagian satu sebagai pembuka diberi judul bab Mukaddimah. Berdasarkan keterangan Arif Raharjo, S.H selaku staf Asisten Intelejen Kejaksaan Tinggi D.I Yogyakarta bagian Sosial-Politik (Kasi II) yang mengurusi pengawasan barang cetakan. Dia menjelaskan bahwa pengawasan buku oleh kejaksaan menggunakan landasan hukum UU No.4/PNPS/1963 dan UU Kejaksaan. Peraturan perundangan tersebut juga diperkuat dengan produk hukum berupa Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Jaksa Agung JUKLAK-001/A/J.A , tanggal 25 Maret 2003 tentang Pengertian Ketertiban Umum dan Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP- 190/A/J.A/3/2003, tanggal 25 Maret 2003 tentang Clearing House Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Perlawanan secara non litigasi melalui pengubahan design sampul buku, kedua penulis melakukan beberapa tindakan untuk memperjuangkan agar buku yang mereka tulis tetap dapat beredar di masyarakat. Beberapa diantara usaha perlawanan tersebut adalah dengan mengadakan diskusi bedah buku dan pameran buku-buku terlarang di berbagai kota besar di Indonesia. Mereka juga menggunakan jejaring sosial untuk mengkampanyekan dan meminta dukungan masyarakat dalam menolak kebijakan pelarangan buku. Tindakan perlawanan secara kultural ini membuahkan hasil dengan munculnya dukungan dari berbagai elemen masyarakat yang prodemokrasi. Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan selaku penulis buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat selain menempuh jalur perlawan kultural juga melakukan perlawanan melalui jalur hukum. Dua penulis buku ini mengajukan permohonan uji materi terhadap UU No.4/PNPS/1963 dan UU Kejaksaan RI. Hasil Putusan Mahkamah Konstitusi berdasarkan berbagai pertimbangan, maka permohonan Para Pemohon Nomor 13/PUU-VIII/2010, dan Nomor 20/PUUVIII/ 2010 dikabulkan untuk 14

15 sebagian. Keputusan hasil uji materi tersebut dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Oktober Waktu pengajuan uji materi sampai mendapatkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi menurutkedua penulis memakan waktu sampai 1 tahun. Di dalam Amar Putusan Mahkamah Kostitusi dalam perkara uji materi tersebut terdapat 1 hakim yang dissenting opinion (berbeda pendapat) yaitu Hamdan Zoelva. V. KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan pemaparan hasil penelitian dan pembahasan terhadap politik kebijakan pelarangan buku era reformasi di Indonesia studi atas pelarangan buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Praktik kebijakan pelarangan buku yang dilakukan pemerintah berlandaskan UU No.4/PNPS/1963 dan UU No.16 Tahun 2004 Kebijakan pelarangan buku di era reformasi tersebut menggunakan landasan yuridis UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang-Barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Alur kerja pelarangan buku di mulai dari pengumpulan informasi yang merupakan inisiatif dari kejaksaan dilanjutkan pengkajian dalam rapat clearing house yang menghasilkan temuan sebagai kriteria penilaian dalam pelarangan buku sebagai berikut: a) Sampul buku bagian depannya memuat gambar Palu Arit yang cukup besar berwama putih (sama dengan warna sampul buku); b) Mencantumkan istilah "G 30 S" atau "Gerakan 30 September" atau "Gerakan 30 September 1965" tanpa diikuti sebutan "PKI"; 15

16 c) Mendiskreditkan Pemerintah, khususnya Angkatan Bersenjata dengan tuduhan telah melakukan penghukuman penjara puluhan tahun, pengejaran, penggorokan leher, dan penembakan-penembakan sistematik, serta mengatur aksi massa yang sangat brutal terhadap para budayawan. Berdasarkan rekomendasi penilaian dari kajian clearing house tersebut, maka dilanjutkan dengan penerbitan Surat Keputusan pelarangan buku oleh Jaksa Agung melalui Keputusan Jaksa Agung Nomor KEP-141/A/JA/12/2009 pada tanggal 22 Desember Keputusan Jaksa Agung ini kemudian dilanjutkan dengan langkahlangkah penyitaan dan pemusnahan buku oleh aparat kejaksaan tinggi dan kejaksaan negeri. 2. Proses perlawanan atau advokasi yang dilakukan oleh penulis sebagai warga negara terhadap kebijakan pelarangan buku berupa advokasi non litigasi dan litigasi Proses perlawanan yang dilakukan oleh penulis buku tersebut ditempuh melalui dua bentuk, advokasi non litigasi dan advokasi litigasi. Pertama, perlawanan non formal atau advokasi non litigasi yang dilakukan penulis dengan mengubah design sampul buku yang bergambar palu arit menjadi seolah-olah ditutup. Kemudian penulis buku bersama aktifis prodemokrasi melakukan diskusi, seminar dan pameran buku terlarang di kota Jakarta dan Surabaya. Selain langkah tersebut mereka juga menggunakan jejaring sosial untuk meminta dukungan masyarakat dan mengkampanyekan penolakan kebijakan pelarangan buku. Kedua, perlawanan secara formal atau advokasi litigasi yang dilakukan penulis buku tersebut dengan mengajukan uji materi terhadap UU No.4/PNPS/1963 tentang Pengamanan Terhadap Barang- Barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia kepada Mahkamah Konstitusi. 16

17 Saran 1. Pemerintah di dalam pengawasan buku pada proses pengkajian sebuah barang cetakan oleh tim clearing house harus mendatangkan ahli dari berbagai bidang yang berhubungan dengan isi buku, perwakilan masyarakat dari berbagai kalangan, dan pejabat pemerintah. Selain itu, penulis buku harus diberi hak jawab terhadap penilaian buku yang ditulis dan pengambilan kebijakan pelarangan sebuah buku harus dilakukan dengan pembuktian di pengadilan terlebih dahulu. 2. Semua penulis buku selain memahami tata cara penulisan buku yang baik. Mereka juga harus dibekali pengetahuan tentang produk hukum yang berhubungan dengan barang cetakan dan metode advokasi litigasi dan non litigasi yang baik. DAFTAR PUSTAKA Burhan Bungin. (2003). Analisis Data Penelitian Kualitatif-Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Fauzan. (2002). Mengubur Peradaban: Politik Pelarangan Buku di Indonesia. Yogyakarta: LkiS. Iwan Awaludin Yusuf,dkk. (2010). Pelarangan Buku di Indonesia : Sebuah Paradoks Demokrasi dan kebebasan Berekspresi. Jogjakarta: pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media). Jaringan Kerja Budaya. (1999). Menentang Peradaban: Pelarangan Buku di Indonesia. Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Lexy J. Moleong. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Miriam Budiardjo.(2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan Muhidin M. Dahlan. (2008). Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat Yogyakarta: Merakesumba Lukamu Sakitku. 17

18 Sudaedi. (2012). Ketika Baris Kata Begitu Menakutkan. Yogyakarta: Marhaen Institut Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Suharno. (2010). Dasar-Dasar Kebijakan Publik:Kajian Proses dan Analisis Kebijakan. Yogyakarta: UNY Press. Peraturan Perundang-undangan: Amar Putusan Mahkamah Konstitusi No /PUU-VIII/2010 Tentang Uji Materi Undang-Undang No.4/PNPS/1963 dan Undang-Undang No.16 Tahun Undang-Undang No.44 Tahun 1999 Tentang Pers. Undang-Undang No.4/PNPS/1963 Tentang Pengamanan Terhadap Barang- Barang Cetakan yang Isinya dapat Mengganggu Ketertiban Umum. Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 18

BAB I PENDAHULUAN. negara yang telah dirasakan bangsa Indonesia sejak era kolonial hingga era

BAB I PENDAHULUAN. negara yang telah dirasakan bangsa Indonesia sejak era kolonial hingga era BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelarangan buku adalah antitesa bagi kemerdekaan hak politik warga negara yang telah dirasakan bangsa Indonesia sejak era kolonial hingga era reformasi. Kebijakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil objek kasus pelarangan buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat 1950-1965

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pelarangan buku merupakan sebuah kebijakan politik yang lahir bukan tanpa latar belakang. Setiap rezim pemerintahan mempunyai alasan untuk melegitimasi kebijakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELARANGAN BUKU ERA REFORMASI DI INDONESIA

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELARANGAN BUKU ERA REFORMASI DI INDONESIA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELARANGAN BUKU ERA REFORMASI DI INDONESIA Studi atas Pelarangan Buku Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakyat 1950-1965 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK HUKUM ACARA PEMBUBARAN PARTAI POLITIK dikerjakan untuk memenuhi tugas tersruktur 2 mata kuliah Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Oleh: Harits Jamaludin 115010100111125 PENGANTAR Pada umumnya tujuan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

Kepada Yth: Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI Melalui Ketua Mahkamah Konstitusi RI Di Tempat. Dengan hormat

Kepada Yth: Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI Melalui Ketua Mahkamah Konstitusi RI Di Tempat. Dengan hormat No : 173/Eks/Ketua-PBHI/VII/08 Hal : Tambahan Informasi dalam perkara Nomor 14/PUU-VI/2008 Tentang Pengujian Pasal 310 ayat (1), Pasal 310 ayat (2), Pasal 311 (1), Pasal 316, dan Pasal 207 KUHP terhadap

Lebih terperinci

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra

Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra Pendekatan-Pendekatan dalam Karya Sastra Mimetik Ekspresif Pragmatik Objektif 10/4/2014 Menurut Abrams 2 Pendekatan Mimetik Realitas: sosial, budaya, politik. ekonomi, dan lain-lain. Karya Sastra 10/4/2014

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN) Kabupaten Gunungkidul yang berlokasi di Jl. Ring

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 20/PUU-VIII/2010

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 20/PUU-VIII/2010 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 20/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4/PNPS/1963 TENTANG PENGAMANAN TERHADAP BARANG-BARANG CETAKAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XV/2017 Makar dan Permufakatan Jahat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XV/2017 Makar dan Permufakatan Jahat I. PEMOHON RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XV/2017 Makar dan Permufakatan Jahat 1. Hans Wilson Wader (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Meki Elosak (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Politik Kebijakan 1. Definisi Politik Politik merupakan usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Orang Yunani Kuno terutama Plato dan Aristoteles menamakannya

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen)

IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen) IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 93 Tahun 2016 NOMOR : KEP-043/A/JA/02/2016 NOMOR : 223-865 Tahun 2016 TENTANG

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017 Ketidakjelasan Rumusan Frasa antar golongan I. PEMOHON Habiburokhman, SH.,MH; Kuasa Hukum: M. Said Bakhri S.Sos.,S.H.,M.H., Agustiar, S.H., dkk, Advokat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang

BAB I PENDAHULUAN. pesan secara massal, dengan menggunakan alat media massa. Media. massa, menurut De Vito (Nurudin, 2006) merupakan komunikasi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi massa menjadi sebuah kekuatan sosial yang mampu membentuk opini publik dan mendorong gerakan sosial. Secara sederhana, komunikasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran, baik itu watak, kepercayaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF THE FINANCING OF TERRORISM, 1999 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 3 Tahun 2008 NOMOR : KEP-033/A/JA/6/2008 NOMOR : 199 Tahun 2008 TENTANG PERINGATAN DAN PERINTAH KEPADA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006

RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006 irvanag MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NO. 024/PUU-IV/2006 PERIHAL PENGUJIAN UU NO. 12 TAHUN 2003 TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD, UU NO. 23

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA

RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA Jurnal Komunikasi Universitas tarumanagara, Tahun I/01/2009 RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA Eko Harry Susanto e-mail : ekohs@centrin.net.id Judul Buku : Keutamaan di Balik Kontroversi

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Pungki Harmoko II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta

PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta PANCASILA & KEBEBASAN BERAGAMA STMIK AMIKOM Yogyakarta Nama Lengkap : Tasyrifah Santi R NIM : 11.02.8030 Kelompok : A Program Studi : Diploma 3 Jurusan Dosen : Manajemen Informatika : M Khalis Purwanto,

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1982 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1966 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERS SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 20/PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengamanan Terhadap Barang-Barang Cetakan yang Isinya Dapat mengganggu Ketertiban Umum Larangan barang cetakan I. PARA PEMOHON

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan, 49 BAB III WEWENANG MAHKAMAH KOSTITUSI (MK) DAN PROSES UJIMATERI SERTA DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMPERBOLEHKAN PENINJAUAN KEMBALI DILAKUKAN LEBIH DARI SATU KALI. A. Kronologi pengajuan uji materi

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Perkara Nomor 17/PUU-V/2007 : Henry Yosodiningrat, SH, dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14,17/PUU-V/2007 atas Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 33/PUU-X/2012 Tentang Pembatasan Kekuasaan dan Kewenangan Kepolisian Republik Indonesia I. PEMOHON Erik.. selanjutnya disebut sebagai Pemohon. II. POKOK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA NEGARA. MAHKAMAH AGUNG. Badan Peradilan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)

ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I) MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-VIII/2010 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4/PNPS/1963 TENTANG PENGAMANAN TERHADAP BARANG-BARANG CETAKAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1991 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA SERTA HAK-HAK HAKIM AGUNG DAN HAKIM

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. beralamat di Jalan Kapas No.10 Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. beralamat di Jalan Kapas No.10 Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. A. Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Pengadilan Negeri Yogyakarta yang beralamat di Jalan Kapas No.10 Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018 Wewenang DPR Memanggil Paksa Setiap Orang Menggunakan Kepolisian Negara Dalam Rapat DPR Dalam Hal Pihak Tersebut Tidak Hadir Meskipun Telah Dipanggil

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 58/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas I. PEMOHON 1. DR. H. Eggi Sudjana, S.H., M.Si.; 2. H. Damai Harry Lubis, S.H., M.H. Kuasa Hukum Arvid Martdwisaktyo, S.H., MKn., Azam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci