BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK BILAMANA PEMEGANG SERTIFIKAT PENDIDIK DIBERHENTIKAN DARI STATUS TENAGA PENDIDIK PROFESIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK BILAMANA PEMEGANG SERTIFIKAT PENDIDIK DIBERHENTIKAN DARI STATUS TENAGA PENDIDIK PROFESIONAL"

Transkripsi

1 36 BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BANK BILAMANA PEMEGANG SERTIFIKAT PENDIDIK DIBERHENTIKAN DARI STATUS TENAGA PENDIDIK PROFESIONAL Telah dibahas pada bab sebelumnya mengenai karakteristik sertifikat pendidik yang tidak memenuhi syarat benda jika dijadikan sebagai objek jaminan. Hal tersebut mempunyai konsekuensi pada hak yang dilahirkan atas dijaminkannya sertifikat pendidik bukanlah jaminan kebendaan dan hanya berupa hak perorangan. Selain itu, terdapat konsekuensi yang lain yakni bank sebagai kreditor hanya mempunyai hak retensi atas sertifikat pendidik yang dijaminkan oleh debitor bilamana debitor wanprestasi. Maksud dari hak retensi sendiri adalah hak yang diberikan oleh undangundang atau karena perjanjian kepada kreditor untuk menahan sesuatu kebendaan di dalam penguasaannya sampai piutang pemilik kebendaan itu dilunasi oleh debitor yang bersangkutan. Hak yang demikian ini timbul karena adanya piutang atau tagihan yang belum dibayar oleh debitor kepada kreditor, karenanya kreditor menahan kebendaan yang bertalian dengan piutang tersebut. 50 Sederhananya adalah, bank diberikan kuasa untuk menahan sertifikat pendidik millik debitor sampai dengan waktu dimana debitor telah melunasi kewajibannya. Namun, hal tersebut sebenarnya tetap tidak menguntungkan dari 50 Rachmadi Usman, Op. Cit, h

2 37 sisi bank karena kembali pada sifat sertifikat pendidik yang tidak dapat diuangkan, tidak marketable, dan tidak liquid hingga pada akhirnya mempunyai konsekuensi bahwa sertifikat pendidik tidak dapat dieksekusi bilamana debitor wanprestasi. Dalam hal pemberhentian status guru dan dosen telah dijelaskan dalam Pasal 30 dan Pasal 67 UU Guru dan Dosen. Dalam pasal tersebut menjelaskan tentang pemberhentian guru dan dosen baik dengan hormat maupun secara tidak hormat. Sesuai yang dijelasakan dalam Pasal 30 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan bahwa : (1) Guru dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena: a. Meninggal dunia; b. Mencapai batas usia pensiun; c. Atas permintaan sendiri; d. Sakit jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan; atau e. berakhirnya perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama antara guru dan penyelenggara pendidikan. (2) Guru dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai guru karena: a. Melanggar sumpah dan janji jabatan; b. Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau c. Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus- menerus. (3) Pemberhentian guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. (4) Pemberhentian guru karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 60 (enam puluh) tahun. (5) Guru yang diangkat oleh Pemerintah atau pemerintah daerah yang diberhentikan dari jabatan sebagai guru, kecuali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Senada dengan ketentuan pemberhentian terhadap guru seperti yang dijelaskan dalam pasal tersebut juga diatur perihal pemberhentian terhadap dosen yang terdapat pada Pasal 67 UU Guru dan Dosen bahwa :

3 38 (1) Dosen dapat diberhentikan dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena: a. Meninggal dunia; b. Mencapai batas usia pensiun; c. Atas permintaan sendiri; d. Tidak dapat melaksanakan tugas secara terus-menerus selama 12 (dua belas) bulan karena sakit jasmani dan/atau rohani; atau e. Berakhirnya perjanjian kerja atau. kesepakatan kerja bersama antara dosen dan penyelenggara pendidikan. (2) Dosen dapat diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan sebagai dosen karena: a. Melanggar sumpah dan janji jabatan; b. Melanggar perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama; atau c. Melalaikan kewajiban dalam menjalankan tugas selama 1 (satu) bulan atau lebih secara terus-menerus. (3) Pemberhentian dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan tinggi yang bersangkutan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (4) Pemberhentian dosen karena batas usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada usia 65 (enam puluh lima) tahun. (5) Profesor yang berprestasi dapat diperpanjang batas usia pensiunnya sampai 70 (tujuh puluh) tahun. (6) Dosen yang diangkat oleh Pemerintah yang diberhentikan dari jabatan sebagai dosen, kecuali sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dan huruf b, tidak dengan sendirinya diberhentikan sebagai pegawai negeri sipil. Adanya ketentuan yang mengatur tentang pemberhentian tenaga pendidik tentunya membawa konsekuensi bahwa hapusnya status guru dan dosen yang telah diberhentikan mempunyai konsekuensi pada tidak berlakunya sertifikat pendidik yang bersangkutan, karena dengan diberhentikannya debitor dari status tenaga pendidik praktis debitor tidak lagi mendapat tunjangan profesi yang menjadi hak-nya selama masih menyandang status tenaga pendidik. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 8 UU Guru dan Dosen mengenai pemberhentian kerja bahwa : Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian kerja adalah pengakhiran perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama guru atau dosen karena sesuatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara

4 39 guru atau dosen clan penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan scsuai dengan peraturan perundang-undangan. Dari ketentuan tersebut dapat diartikan bahwa tunjangan profesi yang dijadikan sumber pembayaran angsuran tidak lagi diterima setelah debitor dinyatakan untuk diberhentikan dari status tenaga pendidik. Tidak berlakunya sertifikat pendidik praktis juga menjadikan posisi sertifikat pendidik yang dijaminkan tidak bermanfaat bagi bank, walaupun masih terdapat hak retensi yang dimiliki oleh bank namun tidak berlakunya sertifikat pendidik tidak memberikan benefit apapun pada bank, bahkan pada pemilik sertifikat pendidik yang bersangkutan. Keadaan dimana tunjangan profesi tidak lagi diterima setelah debitor diberhentikan tentunya dapat berpengaruh pada kualitas pembayaran karena tunjangan profesi tersebut berperan sebagai sumber pembayaran yang utama. Dalam keadaan tersebut maka sangat dimungkinkan dan bahkan berpotensi akan terjadi kredit bermasalah. Oleh karenanya, sebelum merealisasikan kredit bagi tenaga pendidik profesional yang menjadi calon debitor dengan menggunakan sertifikat pendidik sebagai jaminan, hendaknya bank menerapkan prinsip kehati-hatian dengan melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir risiko-risiko yang kemungkinan terjadi di kemudian hari yang salah satunya adalah wanprestasi atau gagal bayar oleh debitor.

5 40 1. Upaya Bank Meminimalisir Risiko Kredit Dalam pemberian kredit ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebagai upaya untuk melindungi dan mengamankan dana masyarakat yang dikelola bank dan disalurkan dalam bentuk kredit, yaitu : 51 a. Harus dilakukan dengan menggunakan prinsip kehati-hatian (prudential principles). b. Harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitor untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. c. Wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan masyarakat yang mempercayakan dananya pada bank. d. Harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian dan dipancangkannya berbagai rambu sebagai penjabaran dari prinsip kehati-hatian tersebut antara lain adalah untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan melindungi nasabah penyimpan dana. Dengan demikian diharapkan bank akan selalu dalam keadaan sehat, sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada para penyimpan dananya (liquid dan solvent) dan dapat melakukan kegiatan yang menunjang pembangunan. Hal yang terpenting adalah bertujuan agar likuiditas dan solvabilitas bank terjamin. Dengan demikian kadar kepercayaan masyarakat kepada perbankan dalam mengelola dananya tetap terjaga dan tidak meragukan lagi. Tegasnya sebagai lembaga perantara (financial intermediary) adalah wajar apabila bank mengejar keuntungan (profitability), namun di sisi lain harus juga 51 Agus Yudha Hernoko, Lembaga Jaminan Hak Tanggungan sebagai Penunjang Kegiatan Perkreditan Perbankan Nasional, Tesis, Program Pascasarjana, Unair, Surabaya, 1998, h. 54

6 41 diimbangi dengan rasa aman baik bagi bank maupun nasabah penyimpan dana (safety). 52 Sebagai konkretisasi dari penerapan prinsip kehati-hatian, dalam hal pemberian kredit bank terlebih dahulu akan diperlukan suatu analisis atau penilitian terhadap calon debitor dengan menggunakan beberapa asas atau prinsip perkreditan yang dijadikan pedoman untuk penilaian kelayakan aplikasi atau permohonan kredit. 1.1 Analisis Kredit Jika dibandingkan dengan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan, pendapatan atau keuntungan suatu bank lebih banyak bersumber dari pemberian kredit kepada nasabahnya. Oleh karenanya, pemberian kredit tersebut pasti secara terus-menerus dilakukan oleh bank dalam rangka menjaga kesinambungan operasionalnya. Hal ini mencerminkan bahwa kredit adalah sumber pendapatan utama bank. Tentunya hal tersebut bukan tanpa risiko. Semakin besar kredit yang dikucurkan oleh bank maka semakin besar pula risiko akan terjadi kredit macet atau gagal bayar oleh nasabah. Posisi kredit sebagai sumber pendapatan utama akan menjadi bumerang ketika terjadi kredit macet, karena kredit macet akan berpengaruh pada penurunan laba, membengkaknya biaya operasional dan likuiditas keuangan bank yang akan 52 Sutan Remi Syahdeni, Sudah memadaikah Perlindungsn Yang Diberikan Oleh Hukum Kepada Nasabah Penyimpan Dana?, Orasi Ilmiah pada Peringatan Lustrum VII/Dies Natalis XL Universitas Airlangga, 10 Nopember 1994, h sebagaimana dikutip oleh Agus Yudha Hernoko, Ibid, h. 48

7 42 terganggu. Dengan demikian diperlukan upaya preventif oleh bank yang digunakan untuk meminimalisir kemungkinan adanya risiko kredit macet yang salah satunya dengan analisis kredit. Menurut Sutan Remi Sjahdeni, analisis kredit dilakukan untuk mengetahui kemauan nasabah untuk membayar kembali kredit yang diberikan oleh bank dan untuk mengetahui kemampuan nasabah untuk membayar kembali kredit tersebut. Dalam kalangan perbankan dikenal dengan istilah mengukur faktor willingness to repay dan ability to repay nasabah. 53 Dalam teori perbankan terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu dilakukan sebelum bank memutuskan permohonan kredit calon debitor yang antara lain dikenal 5C, 5P, 3R, 6A. 1. Prinsip 5 C a. Character Character menggambarkan watak dan kepribadian calon debitor. Bank perlu melakukan analisis terhadap karakter calon debitor, tujuannya adalah untuk mengetahui bahwa calon debitor mempunyai keinginan untuk memenuhi kewajiban membayar pinjamannya sampai dengan lunas. Bank ingin mengetahui bahwa calon debitor mempunyai karakter yang baik, jujur, dan mempunyai komitmen terhadap pelunasan kredit yang akan diterima bank. 54 Dalam prakteknya untuk sampai kepada pengetahuan bahwa calon debitor tersebut mempunyai watak yang baik dan memenuhi syarat sebagai 53 Sutan Remi Sjahdeni, Kapita Selekta Hukum Perbankan, Jilid I Ketentuan-Ketentuan Pokok, tanpa tahun, tanpa penerbit, h. 59 sebagaimana dikutip dalam Trisadini P. Usanti, Prinsip Kehati-hatian Pada Transaksi Perbankan, Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga, 2013, h Ismail, Op.cit. h. 112

8 43 peminjam, tidaklah semudah yang diduga, terutama untuk debitor yang baru pertama kalinya. Oleh karena itu, dalam upaya penyidikan tentang watak ini pihak bank haruslah mengumpulkan data dan informasi-informasi pihak yang dapat dipercaya. 55 Setelah keluarnya Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/BI/2007 tentang Sistem Informasi Debitur, bank semakin dimudahkan dalam hal penerapan manajemen risiko. Bank mendapat fasilitas berupa kemudahan dalam hal meminta informasi mengenai debitor kepada Bank Indonesia untuk mengetahui riwayat kolektabilitas atau kualitas calon debitor. Hal ini persis seperti yang dijelaskan dalam Pasal 22 ayat (1) Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/14/BI/2007 bahwa : Informasi Debitur yang diperoleh Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) hanya dapat digunakan untuk keperluan Pelapor dalam rangka: a. kelancaran proses Penyediaan Dana; b. penerapan manajemen risiko; dan c. identifikasi kualitas Debitur dalam rangka pemenuhan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku. b. Capacity Analisis terhadap capacity ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan calon debitor dalam memenuhi kewajibannya sesuai jangka waktu kredit. Bank perlu mengetahui dengan pasti kemampuan calon debitor tersebut. Kemampuan keuangan calon debitor sangat penting karena merupakan sumber utama pembayaran kembali kredit yang diberikan oleh bank. Semakin baik kemampuan keuangan calon debitor, maka akan 55 Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung, 2009, h. 83

9 44 semakin baik kemungkinan kualitas kreditnya, artinya dapat dipastikan bahwa kredit tersebut dapat dibayar sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan. 56 Untuk mengetahui sampai dimana capacity calon peminjam, bank dapat memperolehnya dengan berbagai cara, misalnya terhadap nasabah lama yang sudah dikenalnya, tentu tinggal melihat-lihat dokumen-dokumen, berkas-berkas, arsip dan catatan-catatan yang ada tentang pengalamanpengalaman kredit sebelumnya. 57 Selain mengacu pada riwayat kredit sebelumnya dan juga jumlah penghasilan bersih setelah dikurangi biaya pengeluaran bulanan, untuk dapat mengetahui lebih jauh tentang capacity debitor yang dalam hal ini adalah tenaga pendidik, dapat juga dilakukan dengan meminta informasi tentang riwayat keuangan calon debitor kepada bendahara atau bidang keuangan di institusi tempat tenaga pendidik atau calon debitor mengajar. Capacity juga bertolak pada umur debitor yang dalam hal ini adalah tenaga pendidik. Umur sangat berpengaruh pada pertimbangan jangka waktu kredit, karena semakin mendekati umur pensiun maka jangka waktu pemberian kredit akan menyesuaikan sisa umur produktif dari debitor yang bersangkutan. c. Capital Capital atau modal yang perlu disertakan dalam objek kredit perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam. Modal merupakan jumlah modal 56 Ismail, Op.Cit, h Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Op.Cit. h. 84

10 45 yang dimiliki oleh calon debitor atau berapa banyak dana yang akan diikutsertakan dalam proyek yang dibiayai oleh calon debitor. Semakin besar modal yang dimiliki oleh calon debitor akan semakin meyakinkan bagi bank akan keseriusan calon debitor dalam mengajukan kredit. 58 Asas capital atau modal ini menyangkut berapa banyak dan bagaimana struktur modal yang telah dimiliki oleh calon debitor. Jumlah modal yang dimiliki ini penting untuk diketahui oleh bank untuk menilai tingkat debt to equity ratio (DER) 59 yang selanjutnya berkaitan dengan tingkat rentabilitas dan solvabilitas serta jangka waktu pembayaran kembali kredit yang akan diterima. 60 Dalam hal kredit konsumtif yang berarti bahwa kredit yang penggunaannya untuk keperluan pribadi atau tidak diperuntukkan bagi keperluan usaha, misal diperuntukkan pada kredit KPR, bank terlebih dahulu ingin mengetahui berapa prosentase uang muka yang akan diberikan oleh debitor sebagai pertimbangan maupun keyakinan bank sebelum memutuskan permohonan kredit, dan pada prinsipnya bank tidak akan membiayai 100% dari harga rumah beserta seluruh biaya yang timbul. d. Collateral Collateral merupakan jaminan yang diberikan oleh calon debitor atas kredit yang diajukan. Jaminan merupakan sumber pembayaran kedua, artinya, apabila debitor tersebut tidak dapat membayar angsurannya dan 58 Ismail, Op.Cit, h Debt to quity ratio atau rasio hutang modal menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. 60 Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Op.Cit, h. 85

11 46 termasuk dalam kriteria kredit macet, maka bank dapat melakukan eksekusi terhadap jaminan. Hasil penjualan jaminan digunakan sebagai sumber pembayaran kedua. 61 Selain mempunyai fungsi sebagai sumber pembayaran utang seandainya debitor tidak mampu membayar dengan jalan menjual/menguangkan jaminan tersebut, jaminan juga mempunyai fungsi sebagai salah satu faktor penentu jumlah kredit yang dapat diberikan. Dalam hal ini, biasanya bank tidak akan memberikan kredit lebih besar dari jumlah nilai jaminan yang diberikan tersebut, kecuali dalam hal khusus atau program-program kredit khusus, yang dimaksud dengan hal-hal khusus, misalnya karena kepercayaan bank terhadap seorang debitor telah sedemikian rupa besarnya berdasarkan pengalaman yang lalu yang telah berjalan lama dan sering dan juga menunjukkan hal-hal yang selalu baik. 62 Secara terperinci pertimbangan atas collateral antara lain dikenal dengan MAST 63 : Marketability Agunan yang diterima oleh bank haruslah agunan yang mudah diperjualbelikan dengan harga yang menarik dan meningkat dari waktu ke waktu, sehingga apabila terjadi masalah terhadap pembayaran kembali kreditnya, maka bank akan mudah menjual agunannya. 61 Ismail, Op.Cit, h Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Op.Cit. h Ismail, Op.Cit, h. 113

12 47 Ascertainability of value Agunan yang diterima memiliki standar harga yang lebih pasti, karena agunannya merupakan baran yang mudah didapat, sehingga tidak perlu meminta bantuan lembaga appraisal dalam menaksir harga barang agunannya. Stability of value Agunan yang diserahkan bank memiliki harga yang stabil, sehingga ketika agunan dijual maka hasil penjualan dapat meng-cover kewajiban debitor. Transferability Agunan yang diserahkan bank mudah dipindah baik secara fisik maupun secara yuridis. Setiap orang mudah untuk dapat membeli barang agunan, tidak perlu harus melakukan izin yang berbelit-belit. Dengan diuraikannya pertimbangan atas collateral atau yang lebih dikenal dengan MAST yang telah dijelaskan, semakin menguatkan pernyataan bahwa sertifikat pendidik memang tidak memenuhi syarat benda yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan. Hal tersebut dapat dilihat jika ditinjau dari segi marketability, ascertainability of value, stability of value, dan transferability, sertifikat pendidik tidak memenuhi semua syarat seperti yang disyaratkan dalam MAST. e. Condition of economy Condition of economy merupakan analisis terhadap kondisi perekonomian. Bank perlu mempertimbangkan sektor usaha calon debitor

13 48 dikaitkan dengan kondisi ekonomi, apakah kondisi ekonomi tersebut akan berpengaruh pada usaha calon debitor di masa yang akan datang. Dalam praktik perbankan, untuk calon nasabah yang mengajukan kredit konsumtif, maka pada umumnya bank tidak melakukan analisis terhadap condition of economy yang dikaitkan dengan calon debitor. Namun demikian, bank akan mengaitkan antara tempat kerja atau institusi debitor dengan kondisi ekonomi saat ini dan saat mendatang, sehingga dapat diestimasikan tentang kondisi perusahaan tersebut. Hal ini terkait dengan kelangsungan pekerjaan calon debitor dan pembayaran kembali kreditnya Prinsip 5 P a. Party (Golongan) Bank mencoba melakukan penilaian terhadap beberapa golongan yang terdiri dari golongan yang sesuai dengan character, capacity, capital. Bank akan melihat ketiga prinsip tersebut dalam mengambil keputusan kredit, karena ketiga prinsip tersebut merupakan prinsip minimal yang harus dianalisis oleh bank sebelum memutuskan kredit yang diajukan oleh calon debitor. 65 b. Purpose (Tujuan) Purpose lebih difokuskan terhadap tujuan penggunaan kredit yang diajukan oleh calon debitor. Bank akan melihat dan melakukan analisis terhadap tujuan kredit tersebut dengan mengaitkannya dengan beberapa 64 Ismail, Op.Cit, h Ibid

14 49 aspek sosial lainnya. 66 Yang tidak kalah pentingnya, setelah kredit disetujui maka bank sebagai kreditor harus melakukan pengawasan terhadap tujuan penggunaan kredit. Apakah penggunaan kredit tersebut sudah sesuai dengan tujuan permohonan atau ada penyimpangan. Kredit yang digunakan tidak sesuai dengan tujuan dapat berpotensi mempunyai dampak negatif pada kelangsungan kredit tersebut. c. Payment (Pembayaran Kembali) Sebelum memutuskan permohonan kredit nasabah, maka yang perlu dilakukan oleh bank adalah menghitung kembali kemampuan calon nasabah dengan melakukan estimasi terhadap pendapatandan biaya. Estimasi tersebut dapat digunakan untuk mengetahui besarnya keuntungan atau sisa dana yang tidak terpakai seabagai dana yang akan dibayarkan sebagai angsuran kepada bank. Di samping menghitung pendapatan, bank perlu memperkirakan jangka waktu debitor dapat melunasi kreditnya disesuaikan dengan net-cash flow, yaitu perbandingan antara cash in flow dan cash out flow calon debitor. 67 Dengan demikian maka bank akan mengetahui kemampuan debitor untuk membayar kembali kreditnya, yang juga dapat menentukan lamanya jangka waktu pengembalian kredit. d. Profitability (Kemampuan Memperoleh Keuntungan) Penilaian profitability tidak terbatas pada keuntungan calon debitor, akan tetapi juga keuntungan yang akan dicapai oleh bank apabila 66 Ibid 67 Ibid, h. 116

15 50 kredit tersebut diberikan. Bank akan menghitung jumlah keuntungan yang dicapai oleh calon debitor dengan adanya kredit dari bank dan tanpa adanya kredit dari bank. Di samping itu, bank juga perlu menghitung jumlah pendapatan yang akan diterima oleh bank dari kredit tersebut. Jumlah tersebut dapat dilihat dari besarnya bunga yang akan diterima. Selain itu, bank juga perlu mempertimbangkan pendapatan lain selain bunga, misalnya pendapatan fee dan komisi karena debitor akan melakukan setiap transaksinya melalui bank. 68 e. Protection (Perlindungan) Proteksi merupakan upaya perlindungan yang dilakukan bank dalam rangka berjaga-jaga apabila calon debitor tidak dapat memenuhi kewajibannya. Untuk melindungi kredit tersebut maka bank meminta jaminan kebendaan kepada calon nasabah. Jaminan ini merupakan sumber dana pembayaran kedua. 69 Selain meminta jaminan kebendaan kepada debitor, untuk meminimalisir risiko yang akan terjadi di kemudian hari terhadap jaminan kebendaan ataupun risiko terhadap kredit itu sendiri (misal:gagal bayar), maka selain bank dapat mengasuransikan jaminan kebendaan tersebut bank juga dapat mengasuransikan kredit tersebut. 3. Prinsip 3 R Konsep lain yang menyangkut pemberian kredit ialah yang disebut dengan prinsip 3 R, yaitu : 68 Ibid 69 Ibid

16 51 a. Return Return dapat diartikan sebagai hasil usaha yang dicapai oleh perusahaan calon debitur. Bank perlu melakukan analisis terhadap hasil yang akan dicapai oleh debitor. Analisis tersebut dilakukan dengan melihat hasil yang telah dicapai sebelum mendapat kredit dari bank, kemudian melakukan estimasi terhadap usaha yang mungkin akan dicapai setelah mendapat kredit. 70 Penilaian terhadap kemungkinan hasil yang akan dicapai oleh debitor akan sangat menentukan kemampuan debitor, apakah dari hasil tersebut debitor mampu menutup kewajiban pengembalian pinjaman kredit pada bank selaku kreditor. b. Repayment Repayment dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan calon debitor untuk melakukan pembayaran kembali atas kredit yang telah dinikmati. 71 Dalam hal ini bank harus menilai berapa lama calon debitor dapat membayar kembali pinjamannya. Penerapan prinsip ini bertujuan agar dana yang telah dipinjamkan dapat terbayar kembali sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. c. Risk Bearing Ability Dalam hal ini bank harus mengetahui dan menilai sampai sejauh mana pemohon kredit atau calon debitor mampu menanggung risiko 70 Ibid, h Ibid

17 52 kegagalan andaikata terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. 72 Selain kemampuan menanggung risiko dari perspektif pemohon kredit, penilaian terhadap risk bearing ability juga harus diterapkan pada bank selaku kreditor atau pemberi kredit. Bank harus menilai sejauh apa keyakinan bank terhadap calon debitor yang dalam praktik diikuti dengan pengikatan jaminan kebendaan. 1.2 Asuransi Kredit Menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 1992, tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau pertanggungan didefinisikan sebagai perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi menjanjikan perlindungan kepada pihak tertanggung terhadap risiko yang dihadapi perorangan maupun risiko yang dihadapi perusahaan. 73 Hal tersebut merupakan metode yang sangat tepat jika diterapkan dalam usaha perbankan yang syarat akan risiko. Dalam hal ini 72 Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti, Op.Cit, h Herman Darmawi, Manajemen Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta, 2000, h. 1

18 53 berbagai kemungkinan kerugian yang dapat ditimpa usaha perbankan tidak lain adalah setiap kerugian yang berhubungan dengan pelaksanaan pemberian kredit. Pada dasarnya yang dapat dipertanggungkan pada asuransi kredit atau pertanggungan kredit ialah penagihan ataupun segala kepentingan yang berhubungan dengan penagihan. Penagihan dalam hal ini, haruslah diartikan sebagai pengertian yang luas yaitu bukan yang hanya timbul dari suatu transaksi saja, tetapi juga setiap hal penagihan terhadap pembayaran. 74 Sesuai dengan fungsi bank sebagai lembaga intermediasi dimana salah satu tugasnya adalah sebagai pemberi kredit kepada masyarakat, maka terdapat berbagai risiko yang tidak dapat ditanggulangi sendiri oleh bank dan harus dengan bantuan pihak ketiga yaitu risiko-risiko terhadap kemungkinan menjadi rugi karena nasabah penerima kredit atau debitor tidak memenuhi prestasi sebagaimana seharusnya. Maka akan sangat efektif jika bank mengalihkan risiko akan kemungkinan mengalami kerugian dengan menggunakan asuransi kredit. Adapun risiko atau bahaya-bahaya yang dihadapi tertanggung yang dapat diasuransikan/dipertanggungkan pada asuransi kredit adalah 75 : 1. Tidak kembalinya seluruh jumlah kredit karena nasabah jatuh pailit. 2. Keadaan wanprestasi dari nasabah Bank / debitor. 74 Sri Redjeki Hartono, Asuransi dan Hukum Asuransi di Indonesia, IKIP Semarang Press, Semarang, 1985, h Ibid, h. 143

19 54 3. Eksekusi yang tidak dapat dilaksanakan baik untuk bagian atau seluruh barang jaminan atau barang tertentu. 4. Tidak dapat dibayarnya kembali jumlah kredit sampai jangka waktu tertentu. 5. Tidak dapat dibayarnya sebagian kredit yang sudah diterimanya sampai batasan waktu tertentu. 6. Risiko-risiko lain yang diperjanjikan. Menyadari tingginya risiko yang kemungkinan terjadi karena sertifikat pendidik yang tidak memenuhi syarat sebagai objek jaminan dimana sertifikat pendidik tidak mempunyai sifat marketable dan liquid, sehingga menjadi suatu keharusan bahwa permohonan kredit dengan jaminan sertifikat pendidik wajib menggunakan asuransi kredit sebagai sarana untuk mengalihkan adanya risiko terjadi kredit macet. 2. Upaya Bank Menyelesaikan Kredit Bermasalah Kredit bermasalah merupakan kredit yang telah disalurkan oleh bank, dan debitor tidak dapat melakukan kewajiban pembayaran atau melakukan angsuran sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat oleh bank selaku kreditor dengan nasabah selaku debitor. Kredit bermasalah akan berakibat pada kerugian bank, yaitu kerugian karena tidak diterimanya kembali dana yang telah disalurkan, maupun pendapatan dari bunga yang seharusnya diterima yang hal tersebut mengakibatkan penurunan pendapatan secara total.

20 55 Upaya yang dapat dilakukan oleh bank dalam rangka penyelamatan terhadap kredit bermasalah dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu 76 : 1. Penyelesaian kredit bermasalah secara damai. Dapat dilakukan terhadap debitor yang beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dan cara yang ditempuh dalam penyelesaian ini dianggap lebih baik dibandingkan alternatif penyelesaian melalui jalur hukum. Penyelesaian kredir bermasalah secara damai menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum disebut sebagai upaya restrukturisasi kredit. 2. Penyelesaian kredit bermasalah melalui upaya litigasi atau non litigasi. Penyelesaian kredit bermasalah melalui jalur hukum ini apabila upaya restrukturisasi/penyelesaian secara damai sudah diupayakan secara maksimal dan belum memberikan hasil atau nasabah yang sejak awal tidak menunjukkan itikad baik dalam menyelesaikan kewajibannya, maka penyelesaian dapat ditempuh melalui jalur hukum yakni eksekusi objek jaminan, gugatan lewat Pengadilan Negeri atau Badan Arbitrase Nasional, hapus buku dan hapus tagih. Dalam praktik, penyelesaian dengan cara damai sering dilakukan oleh bank karena jika dibandingkan dengan penyelesaian melalui upaya litigasi ataupun non litigasi, upaya penyelamatan dirasa lebih efektif dan efisien karena lebih menghemat dari segi waktu dan biaya yang dapat berdampak pada pembengkakan biaya operasional bank yang nantinya juga merugikan bank itu sendiri. 76 Trisadini P. Usanti dan Nurwahjuni, Buku Referensi Hukum Perbankan; Model Penyelesaian Kredit Bermasalah, Revka Petra Media, Surabaya, 2014, h. 57

21 Upaya Restrukturisasi Kredit Upaya restrukturisasi adalah upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank dalam kegiatan perkreditan terhadap debitor yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. 77 Pilihan yang dapat diambil oleh bank sebagai tindakan penyelamatan adalah sebagai berikut : Rescheduling Kebijaksanaan ini berkaitan dengan jangka waktu kredit sehingga keringanan yang dapat diberikan adalah : a. Memperpanjang jangka waktu kredit. b. Memperpanjang jarak waktu angsuran, misalnya semula angsuran ditetapkan setiap 3 bulan, kemudian menjadi 6 bulan. c. Penurunan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka waktu kredit. 2. Reconditioning Dalam hal ini, bantuan yang diberikan adalah berupa keringanan atau perubahan persyaratan kredit, antara lain ; a. Kapitalisasi bunga, yaitu bunga dijadikan utang pokok sehingga nasabah untuk waktu tertentu tidak perlu membayar bunga, tetapi nanti utang pokoknya dapat melebihi plafon yang disetujui. b. Penundaan pembayaran bunga, yaitu bunga tetap dihitung, tetapi penagihan atau pembebanannya kepada nasabah tidak dilaksanakan 77 Ibid. h Thomas Suyatno dkk, Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992, h

22 57 sampai nasabah mempunyai kesanggupan. Atas bunga yang terutang tersebut tidak dikenakan bunga dan tidak menambah plafon kredit. c. Penurunan suku bunga, yaitu dalam hal nasabah dinilai masih mampu membayar bunga pada waktunya, tetapi suku bunga yang dikenakan terlalu tinggi untuk tingkat aktivitas dan hasil usaha pada waktu itu. d. Pembebasan bunga, yaitu dalam hal nasabah memang dinilai tidak sanggup membayar bunga karena usaha nasabah hanya mencapai tingkat kembali utang pokok (break even). Pembebasan bunga ini dapat untuk sementara, selamanya, ataupun seluruh utang bunga. e. Pengkonversian kredit jangka pendek menjadi kredit jangka panjang dengan syarat yang lebih ringan. 3. Restucturing Restructuring merupakan upaya yang dilakukan oleh bank dalam menyelamatkan kredit bermasalah dengan cara mengubah struktur pembiayaan yang mendasari pemberian kredit. Misalnya, pada struktur pembiayaan proyek tersebut berasal dari dana sendiri sebesar 60% dan dana kredit 40%. Pada perjalanan berikutnya, debitor mengalami kesulitan dalam pembayaran angsurannya karena sebagian modal yang ada terserap dalam investasi Ismail. Op.cit. h. 128

23 58 4. Kombinasi Tindakan penyelamatan dapat juga merupakan kombinasi, misalnya rescheduling dengan reconditioning, rescheduling dengan restructuring, dan reconditioning dengan restructuring, serta gabungan dari rescheduling, reconditioning dan restructuring. 80 Menjadi catatan bahwa hal yang tidak kalah penting dalam upaya restrukturisasi kredit adalah sifat kooperatif atau itikad baik dari debitor yang bersangkutan. Jika debitor mempunyai itikad baik atau cukup kooperatif dalam menyelesaikan permasalahan kreditnya, maka dimungkinkan untuk dilakukan upaya restrukturisasi, namun jika sebaliknya maka upaya restrukturisasi mustahil untuk dilakukan. Itikad baik dapat diukur kemauan dan kemampuan membayar dari bentuk perilaku nasabah, antara lain 81 : Nasabah bersedia untuk diajak berdiskusi dalam rangka menyelesaikan kreditnya. Nasabah bersedia untuk memberikan data keuangan yang benar. Nasabah memberikan ijin pada bank untuk melakukan pemeriksaan laporan keuangan. Nasabah bersedia untuk mengikuti program penyelamatan kredit bermasalah dan menjalankan langkah-langkah yang diberikan oleh bank. 80 Thomas Suyatno dkk., Op.cit, h Trisadini P. Usanti dan Nurwahjuni, Op.cit. h. 59

24 Klaim Asuransi Sebagai Pembayaran Kredit Dasar hukum yang dapat dijadikan dasar sebagai pengganti pembayaran kredit/kewajiban yang belum dilunasi oleh debitor adalah dengan cara klaim asuransi. Untuk menuntut adanya klaim oleh pihak tertanggung pada pihak penanggung adalah polis karena polis sebagai bentuk peruwujudan kesepakatan yang dituangkan secara tertulis antara penanggung dan tertanggung. Dengan demikian dalam polis harus menyebutkan secara tegas setidaknya tentang berlakunya perjanjian asuransi, objek asuransi, pihak penanggung dan tertanggung, persyaratan yang harus dipenuhi dalam hal pengajuan klaim dsb. Dalam praktik perbankan, asuransi kredit adalah sarana yang tepat untuk mengalihkan risiko yang dapat dialami oleh bank sebagai lembaga intermediasi sebagai akibat bank dalam menjalankan fungsinya sebagai penyalur kredit. Seperti contoh pada PT. Askrindo yang mengeluarkan produk asuransi kredit. Asuransi kredit merupakan produk jasa Askrindo untuk memberikan penjaminan kepada perbankan maupun non perbankan atas kredit yang diberikan. Fungsi Askrindo dalam hal ini adalah memberikan jaminan/ganti rugi atas kemacetan yang disalurkan perbankan maupun non perbankan. 82 Selain yang dipertanggungkan adalah kemacetan pembayaran karena meninggalnya debitor, diberhentikannya debitor dari pekerjaannya juga termasuk dalam objek asuransi yang dipertanggungkan 82 diakses pada 3 Desember 2014

25 60 oleh PT. Askrindo. Tentunya hal tersebut sangat tepat jika dipergunakan untuk mengalihkan risiko bilamana debitor diberhentikan dari status tenaga pendidik. Dalam praktik, yang menjadi persoalan adalah bahwa proses pengajuan klaim asuransi membutuhkan waktu yang tidak singkat. Proses dari pengajuan hingga pencairan dapat mencapai 3 hingga 4 bulan. Memang dari segi risiko diberhentikannya debitor dari status tenaga pendidik dapat ditanggung oleh PT. Askrindo selaku penanggung, namun proses pencairan klaim yang lama tetap akan mempengaruhi dana cadangan dan juga likuiditas bank untuk jangka pendek Penyelesaian Melalui Pengadilan Negeri Dengan memandang kedudukan bank sebagai kreditor dalam hal ini yang tidak mengikat jaminan secara sempurna, maka kedudukan bank hanyalah sebagai kreditor konkuren. Dalam hal bank hanya berkedudukan sebagai kreditor konkuren maka upaya perlindungan hukum yang tepat jika debitor tidak mampu melaksanakan kewajibannya adalah dengan cara mengajukan gugatan wanprestasi dengan penyelesaian melalui Pengadilan Negeri. Penyelesaian melalui pengadilan negeri diawali dengan adanya somasi yang dilakukan oleh bank kepada debitor yang wanprestasi. Bukti somasi yang dilakukan oleh bank dipergunakan sebagai bukti untuk mengajukan 83 Hasil wawancara dengan Abdul Wahid selaku staff kredit multiguna Bank Jatim cabang Dr. Soetomo Surabaya pada tanggal 14 Juli 2014

26 61 gugatan wanprestasi apabila setelah dilakukan 3 (tiga) kali somasi debitor tetap tidak memenuhi kewajibannya. Sesuai ketentuan dalam HIR Pasal 118 ayat (1), Gugatan perdata pada tingkat pertama termasuk lingkup wewenang pengadilan negeri, harus diajukan dengan surat permintaan (surat gugatan) yang ditandatangani oleh penggugat, atau oleh wakilnya menurut Pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di tempat diam si tergugat. Tergugat dalam hal ini adalah debitor. Upaya melakukan gugatan ke pengadilan negeri atas dasar wanprestasi merupakan upaya yang dilakukan oleh bank bilamana : 84 a. Debitor sejak awal tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya. b. Agunan secara yuridis tidak diikat secara sempurna, sehingga bank hanya berposisi sebagai kreditor konkuren. c. Nilai jaminan setelah dilakukan eksekusi tidak menutup seluruh kewajiban debitor dan debitor tidak mau melunasi sisa utangnya sehingga bank harus mengajukan gugatan keperdataan dengan mengajukan sita atas jaminan umum milik debitor. Namun, upaya penyelesaian kredit bermasalah melalui pengadilan negeri pada dasarnya sangat dihindari oleh bank dengan alasan karena efisiensi waktu, tenaga dan biaya yang dikeluarkan. 85 Permasalahan waktu dalam penyelesaian sengketa di pengadilan yang tidak singkat tentunya juga akan berdampak pada konsentrasi bank dalam menjalankan fungsinya. 84 Ibid, h sebagaimana mengutip Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2004, h Ibid

27 62 Selain itu, biaya yang dikeluarkan untuk penyelesaian sengketa di pengadilan adalah tidak sedikit dan tentunya juga akan berpengaruh pada profitabilitas bank. 2.4 Hapus Buku dan Hapus Tagih Hapus buku (write off) dilakukan pada pinjaman macet yang tidak dapat ditagih lagi dihapusbukukan dari neraca (on balance sheet) dan dicatat pada rekening administratif (off balance sheet), penghapusbukuan pinjaman macet tersebut dibebankan pada akun penyisihan penghapusan aktiva produktif, meskipun pinjaman macet tersebut telah dihapusbukukan, hal ini hanya bersifat administratif sehingga penagihan terhadap debitur tetap dilakukan. Hasil tagihan pokok pinjaman dibukukan ke rekening penyisihan penghapusan aktiva produktif, sedangkan tagihan bunga dibukukan sebagai pendapatan lain. Pelaksanaan hapus buku dilakukan terhadap seluruh penyediaandana yang diberikan dan diikat dalam satu perjanjian. 86 Hapus tagih adalah tindakan bank menghapus semua kewajiban debitor yang tidak dapat diselesaikan, dengan adanya hapus tagih maka pinjaman debitor tidak tertagih kembali. Dalam hukum perikatan disebut sebagai pembebasan utang. Pembebasan utang sebagaimana diatur pada Pasal 1381 BW merupakan salah satu cara hapusnya perikatan. Undangundang tidak memberikan definisi dari apa yang disebutkan dengan pembebasan utang, yang dimaksud dengan pembebasan utang ialah 86 Kamus perbankan, diakses pada 3 Desember 2014

28 63 pembuatan pernyataan kehendak dari kreditor untuk membebaskan debitor dari perikatan dan pernyataan kehendak tersebut diterima oleh debitor. Menurut Pasal 1439 BW pembebasan utang tidak boleh dipersangkakan tetapi harus dibuktikan. Hapus tagih dalam restrukturisasi kredit dan penyelesaian kredit dimaksudkan untuk kepentingan transparansi kepada debitur. 87 Seperti yang telah diamanatkan pada pasal Pasal 71 oleh Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, bahwa hapus buku dan atau hapus tagih hanya dapat dilakukan setelah bank melakukan berbagai upaya untuk memperoleh kembali aktiva produktif yang diberikan. Dari ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa hapus buku dan/atau hapus tagih merupakan pilihan terakhir. Hapus buku dan/atau hapus tagih hanya dapat dilakukan ketika semua metode penyelesaian kredit bermasalah telah dilakukan. 87 Trisadini P. Usanti dan Nurwahjuni, Op.cit. h. 90 sebagaimana mengutip Mariam Darul Badrulzaman, et.al, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Adirya Bakti, Bandung, 2001, h. 143

BAB III UPAYA HUKUM BAGI BANK ATAS KREDIT YANG DIJAMIN DENGAN OBLIGASI KORPORASI

BAB III UPAYA HUKUM BAGI BANK ATAS KREDIT YANG DIJAMIN DENGAN OBLIGASI KORPORASI BAB III UPAYA HUKUM BAGI BANK ATAS KREDIT YANG DIJAMIN DENGAN OBLIGASI KORPORASI 1. Analisis Kredit Pasal 3 Undang-Undang Perbankan menegaskan fungsi dari bank adalah sebagai lembaga Intermediary yang

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN III.

KERANGKA PEMIKIRAN III. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengendalian Kredit Bank Pada penyaluran kredit bank, perlu diperhatikan beberapa aspek yang terkait dengan nasabah penerima kredit untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian kredit Kata dasar kredit berasal dari bahasa Latin credere yang berarti kepercayaan, atau credo yang berarti saya percaya (Firdaus dan Ariyanti, 2009).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini banyak perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk memulai investasi atau memperbesar usahanya. Untuk memperoleh dana tersebut perusahaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti

Lebih terperinci

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA

BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA BAB 5 KEGIATAN MENGALOKASIKAN DANA A. Pengertian Pengalokasian Dana Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk tabungan, simpanan giro dan deposito adalah menyalurkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH

BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH BAB IV ANALISIS STRATEGI PENCEGAHAN DAN IMPLIKASI PEMBIAYAAN MURA>BAH}AH MULTIGUNA BERMASALAH A. Strategi Pencegahan Pembiayaan Mura>bah}ah Multiguna Bermasalah Bank BNI Syariah Cabang Surabaya Resiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap beberapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Dalam suatu penelitian kaitan antara landasan teori dan fakta empirik sangat penting. Menghindari kesalahan pengertian dalam pemahaman dan untuk memperoleh kesatuan pandangan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT. bank secara keseluruhan. Kredit berperan sebagai faktor pendorong dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT A. Pengertian dan Tujuan Kredit Kredit merupakan salah satu bidang usaha utama dalam kegiatan perbankan. Karena itu kelancaran kredit selalu berpengaruh terhadap kesehatan

Lebih terperinci

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan)

Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Materi 3 Pengalokasian Dana Bank (Kredit dan Pembiayaan) Subpokok bahasan : Pengertian Kredit & Pembiayaan (Produk Lending) Jenis-jenis kredit Prinsip-prinsip pemberian kredit Jenis-jenis pembebanan suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif.

BAB I PENDAHULUAN. dengan mengeluarkan produk pemberian kredit untuk keperluan konsumtif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Globalisasi bukan hal baru bagi suatu negara khususnya Indonesia, sejak beberapa tahun terakhir globalisasi sudah berperan cukup aktif dan telah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian suatu negara bisa dilihat dari minimalnya dua sisi, yaitu ciri perekonomian negara tersebut, seperti pertanian atau industri dengan sektor perbankan.

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang

KAJIAN PUSTAKA. dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Menurut Mulyadi (2005:5) prosedur ialah urutan kegiatan klerikal biasanya melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di

BAB I PENDAHULUAN. sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era modern saat ini, perbankan memiliki peranan dan fungsi yang sangat fundamental dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian di suatu Negara,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kredit Usaha Mikro Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menyebutkan: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan intensitasnya, kebutuhan manusia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan intensitasnya, kebutuhan manusia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan intensitasnya, kebutuhan manusia dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Kebutuhan Primer, Kebutuhan Sekunder, dan Kebutuhan Tersier. Kebutuhan Primer merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Tinjauan Mengenai Bank 2.1.1.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

Lebih terperinci

By : Angga Hapsila, SE.MM

By : Angga Hapsila, SE.MM By : Angga Hapsila, SE.MM BAB VI MANAJEMEN KREDIT 1. PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN KREDIT 2. PROSEDUR PEMBERIAN KREDIT 3. KUALITAS KREDIT 4. TEKNIK PENYELESAIAN KREDIT MACET PRINSIP-PRINSIP PEMBERIAN KREDIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU )

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU ) ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN PINJAMAN MODAL KERJA GUNA MEMINIMALISIR PINJAMAN MACET (Studi Pada KUD BATU ) JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Zulfikri Irhamdani 115020407111020 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

kemudian hari bagi bank dalam arti luas;

kemudian hari bagi bank dalam arti luas; KAJIAN PUSTAKA Pengertian dasar tentang kredit bermasalah Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji membayar bunga dan pokok pinjaman mereka yang telah jatuh tempo, sehingga dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut :

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Menurut Sinungan (1991 : 46), tentang kredit sebagai berikut : Permberian prestasi oleh

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 35 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Kredit 1. Pengertian kredit Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit,

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah

BAB III PEMBAHASAN. A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS. 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah BAB III PEMBAHASAN A. Prosedur Pengelolaan Pembiayaan Murabahah Bermasalah Di BPRS Suriyah 1. Penerapan Pembiayaan Murabahah Salah satu akad yang paling populer digunakan oleh perbankan syari ah adalah

Lebih terperinci

BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PENERIMA FIDUSIA DALAM MEMINIMALKAN RISIKO ATAS PEMBEBANAN BENDA PERSEDIAAN

BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PENERIMA FIDUSIA DALAM MEMINIMALKAN RISIKO ATAS PEMBEBANAN BENDA PERSEDIAAN BAB II UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PENERIMA FIDUSIA DALAM MEMINIMALKAN RISIKO ATAS PEMBEBANAN BENDA PERSEDIAAN 1. Risiko Pembebanan Fidusia Berupa Objek Benda Persediaan Bagi Kedudukan Penerima Fidusia.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel 3.1.1 Populasi Populasi adalah jumlah dari keseleruhan objek yang karakteristiknya hendak diduga. Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan aspek sumber daya manusia. Hal terpenting dari aspek-aspek tersebut dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan aspek sumber daya manusia. Hal terpenting dari aspek-aspek tersebut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi kondisi persaingan bisnis dalam keadaan yang tidak menentu ditambah dengan krisis perekonomian, membuat setiap perusahaan dituntut untuk mempersiapkan

Lebih terperinci

sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban

sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan. Artinya jumlah kewajiban kemampuan untuk membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu). 2. Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka

Lebih terperinci

EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT

EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT EVALUASI PENGAWASAN KREDIT MODAL KERJA SEBAGAI UPAYA MENEKAN TUNGGAKAN KREDIT (Studi pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Tugu Artha Kota Malang Periode 2009-2011) Femia Yuni Pratiwi Darminto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan yang sedang berkembang di negara Indonesia merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kredit Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan. Maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, berarti mereka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya

BAB I PENDAHULUAN. dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sebagian besar pendapatan bank berasal dari pendapatan bunga yang berasal dari pelepasan kredit dan pendapatan berbasis biaya (fee based income). Lambatnya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bank adalah suatu badan usaha yang memiliki fungsi utama menghimpun dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian Indonesia secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Faktor Penyebab Pembiayaan Ijarah Bermasalah di BMT Amanah Mulia Magelang Setelah melakukan realisasi pembiayaan ijarah, BMT Amanah Mulia menghadapi beberapa resiko

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kredit 2.1.1.1 Pengertian Kredit Kegiatan bank yang kedua setelah menghimpun dana dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan lembaga keuangan ditengah-tengah masyarakat dalam memajukan perekonomian sangat penting. Tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai lembaga perantara

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB 5 PENUTUP. ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pembiayaan oleh PT BPRS Karya Mugi Sentosa kantor cabang Mojokerto,

BAB 5 PENUTUP. ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: pembiayaan oleh PT BPRS Karya Mugi Sentosa kantor cabang Mojokerto, BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Hasil dari analisa data dan pembahasan hasil analisa data pada penelitian ini maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Murabahah merupakan salah satu akad yang dipakai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perekonomian suatu negara.anggapan ini ternyata tidak sepenuhnya salah karena. bank sebagai lembaga keuangan yang sangat vital.

BAB II LANDASAN TEORI. perekonomian suatu negara.anggapan ini ternyata tidak sepenuhnya salah karena. bank sebagai lembaga keuangan yang sangat vital. 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Dalam dunia modern ini, peranan perbankan dalam kemajuan perekonomian suatu Negara sangatlah besar.begitu pentingnya dunia perbankan, sehingga ada anggapan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR

KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR LAMPIRAN I PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR XX/POJK.03/2018 TENTANG KUALITAS ASET PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN ASET PRODUKTIF BPR PEDOMAN STANDAR KEBIJAKAN PERKREDITAN BANK PERKREDITAN

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung

BAB V PEMBAHASAN. A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI. Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung BAB V PEMBAHASAN A. Prosedur Pemberian Pembiayaan Murabahah di LKS ASRI Tulungagung dan BMT HARUM Tulungagung Berdasarkan paparan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat diketahui dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kemudian menyalurkan kembali ke masyarakat, serta memberikan jasa-jasa bank BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Menurut Kasmir (2008:2) Bank merupakan Lembaga Keuangan yang kegiatannya menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan kemudian menyalurkan

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Bank Berdasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan suatu pembangunan yang berhasil maka diperlukan

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam sektor ekonomi di Indonesia.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam sektor ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Sektor ekonomi merupakan sektor yang sangat berpengaruh dalam kelangsungan suatu negara. Hal ini dikarenakan sektor ekonomi sangat erat hubungannya

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT. E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT. E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah dilakukan sejak lama, masyarakat mengenal uang sebagai alat pembiayaan yang sah. Dapat kita ketahui

Lebih terperinci

PENGALOKASIAN DANA BANK

PENGALOKASIAN DANA BANK PENGALOKASIAN DANA BANK Alokasi Dana : menjual kembali dana yang diperoleh dari penghimpunan dana dalam bentuk simpanan. Wujud dari pengalokasian dana adalah kredit atau aset yang dianggap menguntungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengambilan Keputusan Kredit 2.1.1 Teori Pengambilan keputusan kredit adalah semacam studi kelayakan atas perusahaan pemohon kredit (Firdaus 2009:184). Pengambilan keputusan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA http://www.thepresidentpostindonesia.com I. PENDAHULUAN Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SYARIAH GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kinerja dan kelangsungan usaha Bank Perkreditan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian sekarang ini, dimana setiap perusahaan baik itu yang bergerak dibidang industri perdagangan maupun jasa dituntut tidak hanya bertahan tetapi juga

Lebih terperinci

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan

DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA. 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA 1. Apa Visi, Misi PT.Bank BRI Cabang Krakatau Medan? Visi BRI : Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Misi BRI : 1. Melakukan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT. pengertian hukum jaminan. Menurut J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEPOSITO SEBAGAI JAMINAN KREDIT A. Pengertian dan Dasar Hukum Tentang Jaminan Kredit Sehubungan dengan pengertian hukum jaminan, tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian

Lebih terperinci

Peran Dan Fungsi Asuransi Sebagai Coverage Kredit Nasabah Yang Meninggal Pada Bank Bjb Kantor Cabang Pembantu Cijerah

Peran Dan Fungsi Asuransi Sebagai Coverage Kredit Nasabah Yang Meninggal Pada Bank Bjb Kantor Cabang Pembantu Cijerah Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Finance and Banking 2016-03-19 Peran Dan Fungsi Asuransi Sebagai Coverage

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK. Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK A. Pengertian dan Dasar Hukum Kredit 1. Pengertian Kredit Istilah kredit bukanlah hal yang asing dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2007 hingga 2010 proporsi jumlah bank gagal dari jumlah bank yang ditetapkan dalam pengawasan khusus cenderung meningkat sesuai dengan Laporan Tahunan Lembaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Rasio Keuangan a. Pengertian Rasio Keuangan Menurut Kasmir (2008:104), rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah. Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap BAB IV HASIL PENELITIAN A. Analisis penyebab dan penanganan pembiayaan murabahah bermasalah di KJKS BTM Kajen, kabupaten Pekalongan Analisis pemberian pembiayaan yang dilakukan oleh setiap lembaga keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis dapatlah dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik Pemerintah maupun masyarakat,

Lebih terperinci

ANALISIS PENGAWASAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA KREDIT BERMASALAH

ANALISIS PENGAWASAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA KREDIT BERMASALAH ANALISIS PENGAWASAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM MEMINIMALISIR TERJADINYA KREDIT BERMASALAH (Studi pada Bank Jatim Cabang Tulungagung Periode 2010-2013) Devy Aprilianawati Zahroh Z. A. Nila Firdausi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI

BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PENANGANAN PEMBIAYAAN MACET DAN EKSEKUSI JAMINAN PRODUK KPR AKAD MURA>BAH}AH DI BNI SYARIAH KANTOR CABANG PEMBANTU MOJOKERTO A. Analisis Mekanisme Penanganan Pembiayaan Macet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan. Bank

BAB I PENDAHULUAN. keuangan dalam pembiayaan pembangunan sangat diperlukan. Bank BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi diperlukan peran serta lembaga keuangan untuk membiayai,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu cara mendapatkan modal bagi kalangan masyarakat termasuk para pengusaha kecil, sedang maupun besar adalah dengan melakukan pengajuan kredit pada pihak bank. Pemberian tambahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG A. Analisis Pembiayaan Bermasalah di Kospin Jasa Layanan Syariah Pemalang Keluarnya Keputusan Menteri Negara

Lebih terperinci

PENANGANAN KREDIT BERMASALAH. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

PENANGANAN KREDIT BERMASALAH. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM PENANGANAN KREDIT BERMASALAH KREDIT BERMASALAH Non-Performance Loan / NPL KONDISI DIMANA DEBITUR MENGINGKARI JANJINYA MEMBAYAR BUNGA DAN / ATAU KREDIT INDUK YANG TELAH JATUH TEMPO, SEHINGGA TERJADI KETERLAMBATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang kemudian dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sosial dan politik, telah mendudukkan masyarakat Indonesia pada posisi yang sulit. Hanya segelintir orang

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/ 26 /PBI/2008 TENTANG FASILITAS PENDANAAN JANGKA PENDEK BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011

BAB I PENDAHULUAN. statistik menunjukan perputaran keuangan pada sektor perbankan 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan merupakan sarana yang strategis dalam rangka pembangunan ekonomi, peran yang strategis tersebut disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai penghimpun

Lebih terperinci

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN TENTANG PENGELOLAAN, PENATAUSAHAAN, SERTA PENCATATAN ASET DAN KEWAJIBAN D BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.579, 2017 LPS. Program Restrukturisasi Perbankan. Pengelolaan, Penatausahaan, serta Pencatatan Aset dan Kewajiban. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik

Lebih terperinci

GUBERNUR BANK INDONESIA,

GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 8/ 10 /PBI/2006 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT BANK PASCA BENCANA ALAM DI PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN DAERAH SEKITARNYA DI PROPINSI JAWA TENGAH GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD DAN PENYELESAIANNYA

BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD DAN PENYELESAIANNYA 102 BAB IV ANALISIS TERHADAP FAKTOR-FAKTOR PEMBIAYAAN BERMASALAH PRODUK KPR AKAD MURA@BAH}AH DAN PENYELESAIANNYA A. Analisis Faktor-Faktor Pembiayaan Bermasalah Produk KPR Akad Mura@bah}ah Faktor-faktor

Lebih terperinci