POTENSI HASIL SAMPING PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR KOTORAN SAPI POTONG SEBAGAI PUPUK ORGANIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI HASIL SAMPING PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR KOTORAN SAPI POTONG SEBAGAI PUPUK ORGANIK"

Transkripsi

1 POTENSI HASIL SAMPING PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR KOTORAN SAPI POTONG SEBAGAI PUPUK ORGANIK SKRIPSI TIKA SRI AMINAH DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 RINGKASAN Tika Sri Aminah. D Potensi Hasil Samping Produksi Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Penambahan Aktivator Kotoran Sapi Potong sebagai Pupuk Organik. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Ir. Salundik, M.Si. Pembimbing Anggota : Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang sangat luas. Hal ini ditandai dengan bertambahnya luasan perkebunan kelapa sawit setiap tahun dan semakin banyak pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit. Limbah cair kelapa sawit merupakan salah satu hasil samping dari proses pengolahan pabrik kelapa sawit. Pemanfaatan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan. Hasil samping produksi biogas ini dapat dimanfaatkan juga sebagai pupuk organik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi hasil samping produksi biogas dengan penambahan aktivator kotoran sapi potong sebagai pupuk organik. Perlakuan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik ini adalah pemanfaatan limbah cair kelapa sawit dengan penambahan aktivator dari kotoran sapi potong dengan perbandingan 70%:30%, 80%:20%, dan 90%:10%. Pengomposan pupuk dilakukan selama 40 hari dengan metode anaerobik. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga kali ulangan. Data diolah dengan menggunakan ANOVA dan apabila terdapat perbedaan nyata maka akan dilakukan uji lanjut Tukey s. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perbandingan limbah cair kelapa sawit dengan penambahan ativator tidak berpengaruh terhadap ph, kandungan C organik, N total, fosfor (P), kalium (K), dan rasio C/N, tetapi berpengaruh terhadap kandungan Fe dan Mn. Hasil uji lanjut Tukey s menunjukkan bahwa kandungan Fe pada taraf perlakuan P 70 S 30 tidak berbeda nyata dengan taraf perlakuan P 80 S 20, taraf perlakuan P 80 S 20 tidak berbeda nyata dengan taraf perlakuan P 90 S 10, tetapi taraf perlakuan P 70 S 30 nyata (P<0,05) lebih tinggi dari taraf perlakuan P 90 S 10. Kandungan Mn pada taraf perlakuan P 70 S 30 tidak berbeda nyata dengan taraf perlakuan P 90 S 10 dan kedua perlakuan tersebut nyata (P>0,05) lebih tinggi dari taraf perlakuan P 80 S 20. Kandungan unsur hara C organik, N total, P, K, Fe dan Mn tergolong rendah. Taraf perlakuan P 90 S 10 adalah yang paling baik karena ph pada perlakuan ini telah memenuhi standar pupuk organik, kandungan unsur hara C organik, N total, P,K tidak berbeda dengan yang lain, kandungan Fe dan Mn paling kecil tetapi tidak distandarkan, dan memiliki rasio C/N yang setara dengan standar C/N pupuk organik. Kata- kata kunci: Limbah Cair Kelapa Sawit, Pupuk Organik 2

3 ABSTRACT Potential by Product of Biogas Production from Palm Oil Mill Effluent with the Addition of Activator Beef Cattle Manure as Organic Fertilizer T.S. Aminah, Salundik, A. Suryani Palm oil production increased sharply in the few years. Palm oil mill effluent (POME) can disturb environment if discharged untreated. Palm oil mill effluent is a thick brownish liquid that contains high solids, oil and grease, COD and BOD values. Various technology in the settlement of disposal of farm and palm oil mill effluent have been developed, one of them is with the exploiting of POME become the biomass and liquid organic fertilizer. This research were aimed to know the quality of organic fertilizer resulted of biogas output. Data were analyzed by using analysis of completely randomized design with three time of replication. Parameter in the form of ph, temperature, obstetrical of macro mineral of C, total nitrogen, phospor, kalium, and micro mineral of Fe and Mn. The conclusion of this research was the best organic fertilizer resulted from by product of biogas production with 90% liquid waste of palm coconut and 10% active sludge as compare. Keywords : Palm Oil Mill Effluent, Organic Fertilizer. 3

4 POTENSI HASIL SAMPING PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN PENAMBAHAN AKTIVATOR KOTORAN SAPI POTONG SEBAGAI PUPUK ORGANIK TIKA SRI AMINAH D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

5 Judul Nama NIM : Potensi Hasil Samping Produksi Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Penambahan Aktivator Kotoran Sapi Potong sebagai Pupuk Organik : Tika Sri Aminah : D Menyetujui, Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota Ir. Salundik, M. Si Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen, Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc. NIP Tanggal Ujian : 18 Juli 2011 Tanggal Lulus : 4

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 01 November 1988 di Laboy Jaya, Kecamatan Bangkinang Seberang, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak Subadi dan Ibu Siti Mu awanah. Penulis memiliki seorang adik perempuan bernama Apriyanti Maisharotul Mukarromah. Penulis mengawali pendidikan Sekolah Dasar (SD) tahun 2001 di SD Muhammadiyah 048 Bangkinang, pendidikan lanjutan menengah pertama (SMP) diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 2 Bangkinang dan pendidikan lanjutan menengah atas (SMA) diselesaikan tahun 2007 di SMAN 2 Bangkinang. Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) dari Pemerintahan Provinsi Riau dan diterima sebagai mahasiswi Jurusan Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di berbagai organisasi meliputi pengurus HIMAPROTER yaitu pada Divisi Satwa Harapan (2009), pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan yaitu sebagai staf divisi Sosial Lingkungan dan Masyarakat (2010), anggota Teater Kandang (2008-sekarang), pengurus Ikatan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Riau (IKPMR) Bogor sebagai koordinator Kesekretariatan (2010), wakil ketua Himpunan Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Kampar (HIKAPEMAKA) Bogor (2008), panitia Dekan Cup sebagai staf divisi pertandingan catur (2009), anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) catur (2008- sekarang), mengikuti kejuaraan catur tingkat Nasional (2008). Penulis juga aktif mengikuti pelatihan dan seminar diantaranya Seminar Budidaya dan Prospek Usaha Lebah Madu pada tahun 2008, Seminar Nasional dan Penanaman Save Mangrove for Our Earth pada tahun 2011, serta Seminar IPB Green Living Movement Green Living and Youth Creativity tahun Penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Balai Besar Diklat Agribisnis Peternakan dan Kesehatan Hewan (BBDAPK) Cinagara pada tahun

7 KATA PENGANTAR Puji syukur Penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan hidayahnya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat sebagai suri tauladan hingga akhir zaman. Skripsi berjudul Potensi Hasil Samping Produksi Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit dengan Penambahan Aktivator Kotoran Sapi Potong sebagai Pupuk Organik ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pencemaran lingkungan adalah salah satu masalah yang banyak diperbincangkan. Industri pengolahan kelapa sawit merupakan salah satu penghasil limbah padat dan limbah cair dalam jumlah besar, begitu juga dengan sapi potong yang merupakan salah satu ternak penghasil limbah dalam jumlah banyak. Pengolahan limbah yang tidak tepat dari kedua sektor tersebut akan mengakibatkan timbulnya pencemaran dan kerusakan pada lingkungan seperti pencemaran tanah, air, dan udara. Namun, hal itu dapat dikurangi dengan pengelolaan limbah secara tepat seperti pengelolaan limbah cair kelapa sawit dengan penambahan kotoran sapi potong menjadi biogas dan pupuk organik. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak keurangan dan jauh dari sempurna. Semoga hasil yang tertuang dalam tulisan ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Agustus 2011 Penulis 6

8 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN.... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan TINJAUAN PUSTAKA... 3 Pupuk Organik... 3 Pupuk Organik Cair Unsur Nitrogen Unsur Fosfor Zat Besi (Fe) Mangan (Mn) Kalium (K)... 7 Lumpur Keluaran Instalasi Biogas... 8 Biogas Sludge Instalasi Biogas... 8 Limbah Cair Kelapa Sawit Kotoran Sapi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku Penelitian Utama Peubah yang Diamati Rancangan Penelitian Analisis Data i ii iii iv v vi vii ix x xi 7

9 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Karakteristik Akhir Pupuk Organik Kualitas Pupuk Organik Derajat Keasaman (ph) Kandungan Karbon (C) Organik Kandungan Nitrogen (N) Total Kandungan Fosfor (P) Kandungan Kalium (K) Kandungan Zat Besi (Fe) Kandungan Mangan (Mn) Rasio Karbon-Nitrogen (C/N) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Kandungan Mineral Effluent dari Enam Instalasi Biogas di Delta Mekong Vietnam Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Kelapa Sawit Kandungan Hara Beberapa Jenis Kotoran Hewan Hasil Analisis Karakteristik Kimia Limbah Cair Kelapa Sawit Rataan Nilai ph Rataan Nilai Kandungan C Organik Rataan Nilai Kandungan N Total Rataan Nilai Kandungan Fosfor Rataan Nilai Kandungan Kalium Rataan Nilai Kandungan Fe Rataan Nilai Kandungan Mn Nilai Rasio C/N

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Reaksi Pembentukan Biogas Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) Menjadi Minyak Kelapa Sawit (CPO) (Subdit pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006) Proses Pembuatan Pupuk Organik Campuran Limbah Cair Kelapa Sawit (POME) dan Kotoran Sapi Potong Limbah Cair PKS PTPN VIII Banten Produk Akhir Sludge Nilai ph Harian pada Digester Tahap I Nilai ph Harian pada Digester Tahap II Rataan Fe pada Bahan Awal dan Sludge Rataan Mn pada Bahan Awal dan Sludge

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Analisis Ragam Hasil Regresi Nilai ph Sludge Analisis Ragam Hasil Regresi Kandungan C Organik Sludge Analisis Ragam Hasil Regresi Kandungan N Total Sludge Analisis Ragam Hasil Regresi Kandungan Fosfor (P) Sludge Analisis Ragam Hasil Regresi Kandungan Kalium (K) Sludge Analisis Ragam Hasil Regresi Kandungan Zat Besi (Fe) Sludge Analisis Ragam Hasil Regresi Kandungan Mangan (Mn) Sludge Analisis Ragam Hasil Regresi Nilai C/N Sludge Uji Lanjut Tukey s Kandungan Fe Sludge Uji Lanjut Tukey s Kandungan Mn Sludge

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit belakangan ini tumbuh sangat pesat seiring dengan semakin meningkatkan permintaan akan minyak nabati. Pengolahan pabrik kelapa sawit akan menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair. Secara sederhana limbah padat dibuang ke lahan kosong, dikubur atau dibakar di dalam insinerator, sedangkan limbah cair yang biasanya disebut juga palm oil mill effluent (POME) akan dibuang ke perairan umum (sungai). Limbah padat industri pengolahan kelapa sawit berupa tandan kosong, cangkang dan serat yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam pabrik kelapa sawit (PKS). Cangkang, batang, pelepah serat dan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) digunakan sebagai bahan bakar boiler untuk memenuhi kebutuhan steam (uap panas) dan listrik. Sementara abu TKKS hanya ditumpuk dan ditaburkan di sekeliling tanaman sawit dengan tujuan menjadikannya sebagai pupuk kalium. Limbah cair berupa limbah organik yang berasal dari input air pada proses fisika, perebusan, perontokan, pelumatan, pengepresan dan klarifikasi (Yuliasari et al., 2001). Hasil samping proses produksi tersebut berasal dari air kondensat rebusan 36% ( kg/ton tandan buah segar), air drab klarifikasi 60% ( kg/ton tandan buah segar) dan air hidroksiklon 4% ( kg/ton tandan buah segar) (Mahajoeno, 2008). Hasan et al., (2004) menyebutkan bahwa setiap ton tandan buah segar kelapa sawit diperkirakan menghasilkan limbah cair antara 0,5-0,7 ton. Perkembangan industri minyak kelapa sawit yang sangat pesat berakibat semakin besar buangan limbah berbahan baku lignoselulosa. Air buangan pabrik kelapa sawit dengan nilai biochemical oxygen demand (BOD), chemichal oxygen demand (COD), padatan tersuspensi dan kandungan total padatan tinggi merupakan sumber pencemar yang sangat potensial. Pembuangan limbah cair ke dalam perairan umum tanpa pengolahan terlebih dahulu mengandung BOD setara dengan BOD buangan populasi 10 juta manusia. Limbah cair pabrik minyak kelapa sawit berpotensi mencemari air baku, mengurangi kadar oksigen terlarut, menurunkan kesehatan ikan dan udang dalam badan air sekitarnya atau biota perairan. Penelitian pengaruh limbah cair pabrik kelapa sawit terhadap tanaman jagung memberikan hasil bahwa pemberian limbah cair kelapa sawit pada tanaman kontrol 13

14 menyebabkan kecambah mati. Tanaman umur tiga minggu yang ditanam pada tanah inceptisol menyebabkan tanaman mengalami klorosis dimulai dari pangkal menjalar ke bagian atas tanaman kemudian mati setelah tiga hari pemberian limbah. Kecambah dan tanaman muda yang mati disebabkan limbah mengandung asam organik yang bersifat racun bagi tanaman (Anwar et al., 2000). Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging terbanyak dan tergolong dalam jenis ruminansia yang mampu mengkonsumsi pakan berserat tinggi seperti hijauan dan konsentrat dalam jumlah banyak. Budidaya sapi pada hakekatnya dapat dilakukan pada semua lahan yang termasuk dalam zona agroekologi (Jumin, 2002) dan perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu zona agroekologi yang sangat cocok untuk pemeliharaan ternak sapi karena perkebunan kelapa sawit selain sebagai penghasil utama minyak sawit mentah (CPO) dan minyak inti sawit (PKO) juga sebagai penghasil limbah dan produk samping terbesar, seperti limbah pelepah daun kelapa sawit dan bungkil inti sawit, lumpur sawit (sludge), serabut perasan buah sawit, tandan kosong dan cangkang (Corley, 2003; Parayitno dan Darmoko, 1994) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak ruminansia (Jalaludin et al., 1991; Elisabeth dan Ginting, 2003; Zainudin dan Zahari, 1992; Batubara, 2002; Chen, 1990). Berbagai teknologi dalam penanganan limbah peternakan dan limbah cair kelapa sawit telah dikembangkan, salah satunya adalah dengan pemanfaatan limbah cair menjadi biogas dan pupuk organik cair. Pada umumnya peternak menangani limbah secara sederhana, seperti membuat kotoran ternak menjadi kompos maupun menyebarkan secara langsung di lahan pertanian. Oleh karena itu, pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas dan pengolahan sludge (effluent dari biodigester) menjadi pupuk organik cair diharapkan dapat menurunkan kadar pencemaran terhadap lingkungan serta memberikan nilai tambah pada usaha peternakan. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi hasil samping produksi biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit dengan penambahan aktivator kotoran sapi potong sebagai pupuk organik. 14

15 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami (Ismawati, 2003). Menurut Murbandono (2002), pupuk adalah bahan-bahan yang diberikan pada tanah agar dapat menambah unsur-unsur atau zat makanan yang diperlukan tanah baik secara langsung maupun tidak langsung. Palungkun (1999) menyatakan bahwa pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari proses pengomposan atau perombakan bahan organik pada kondisi lembab oleh sejumlah mikroba atau mikroorganisme pengurai. Secara umum pupuk organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan-bahan organik yang didegradasi secara organik. Bahan baku organik dapat diperoleh dari berbagai macam sumber, seperti sisa-sisa tanaman, hewan dan manusia. Peranan bahan organik dalam memperbaiki kesuburan tanah, yaitu melalui penambahan unsur-unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) yang secara lambat tersedia, dan meningkatkan kapasitas tukar kation tanah sehingga kationkation hara yang penting tidak mudah mengalami pencucian dan tersedia bagi tanaman, memperbaiki agregat tanah sehingga terbentuk struktur tanah yang lebih baik untuk respirasi dan pertumbuhan akar, meningkatkan kemampuan mengikat air sehingga ketersediaan air bagi tanaman lebih terjamin, dan meningkatkan aktivitas mikroba tanah (Hardjowigeno, 1995). Pupuk Organik Cair Pupuk organik cair merupakan pupuk organik dalam bentuk cair dan pada umumnya merupakan bahan organik yang dilarutkan dengan pelarut seperti air (Ismawati, 2003). Pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap, pupuk cair dapat diproduksi dari limbah industri peternakan (limbah cair dan setengah padat atau slurry) yaitu melalui pengomposan dan aerasi (Haga, 1999). 15

16 Tiga cara umum pemberian pupuk cair menurut Zaitun (1999) sebagai berikut: (a) pemberian langsung pada tanah; (b) pemberian melalui irigasi; dan (c) penyemprotan pada tanaman. Jacob (1953) menyatakan bahwa penggunaan pupuk cair banyak digunakan berdasarkan pada alasan ekonomis dan karena kemudahannya dalam penggunaan. Kebanyakan dari pupuk organik mempunyai kandungan nutrisi yang rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik (terutama unsur N, P, dan K), tetapi mempunyai efek yang menguntungkan bagi tanah diantaranya dapat memperbaiki kondisi tanah hingga tanah dapat menahan air lebih banyak dan menggemburkan tanah. Zat-zat unsur hara di dalam pupuk cair tersedia bagi tanaman, sebagian langsung dapat diserap, sebagian lagi dengan cepat dapat diurai, sehingga cepat juga dapat diserap. Kelebihan pupuk organik cair dibanding dengan pupuk anorganik cair yaitu dapat secara cepat mengatasi defisiensi hara, tidak bermasalah dalam pencucian hara serta mampu menyediakan hara secara tepat. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan pupuk kimia anorganik cair antara lain kurang efisien, karena pupuk ini tidak memiliki bahan pengikat sehingga saat diaplikasikan di lapangan banyak yang terbuang. Larutan pupuk anorganik yang jatuh ke permukaan tanah akan larut dan tercuci saat hujan dan N akan cepat menguap pada suhu cukup tinggi (Mulyani, 1994). Pupuk cair juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya adalah tidak semua pupuk dalam bentuk cair bersifat organik. Pupuk anorganik dalam bentuk cair bila digunakan untuk tanaman yang langsung dikonsumsi seperti sayuran dan buah berkulit tipis, akan mempengaruhi rasa dan kandungan sayuran atau buah tersebut (Mulyani, 1994). Selain itu penggunaan yang berlebihan dan terus menerus dapat merusak tanaman dan tanah. Unsur Nitrogen Nitrogen (N) merupakan unsur hara makro esensisal yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Unsur N juga merupakan salah satu unsur penyusun protein sebagai pembentuk jaringan dalam tubuh makhluk hidup, dan di dalam tanah unsur N sangat menentukan pertumbuhan tanaman. Perilaku unsur N di dalam tanah sulit untuk diperkirakan, hal ini disebabkan transformasi N di dalam tanah sangat kompleks. Lebih dari 98% N di dalam tanah tidak tersedia untuk diambil tanaman 16

17 pada saat tertentu karena terakumulasi dalam bahan organik atau terjerat dalam mineral liat. Nitrogen dalam bentuk bahan organik dapat mengalami transformasi menjadi pupuk tersedia bagi tanaman (Sutanto, 2006). Jumlah N dalam tanah sedikit sedangkan yang diangkut oleh tanaman tiap tahunnya sangat banyak. Nitrogen pada saat-saat tertentu sangat larut dan pada saat yang lain mudah hilang dalam penguapan atau sama sekali tidak tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983). Suplai unsur N melalui pemupukan lebih diutamakan untuk tanaman karena N merupakan unsur yang paling banyak hilang dari lahan pertanian melalui pemanenan (Goh dan Haynes, 1986). Tanaman yang mengalami kekurangan N akan tetap kecil dan secara cepat berubah menjadi kuning, karena N yang tersedia tidak cukup untuk membentuk protein dan klorofil, oleh karena itu akibat dari kekurangan klorofil akan menyebabkan kemampuan tanaman dan produksi karbohidratnya menjadi berkurang (Jacob dan Uexkull, 1960), tetapi pemberian nitrogen secara berlebihan juga akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang sangat pesat, warna daun menjadi hijau tua dan tanaman menjadi lebih sukulen (Prawiranata dan Tjondronegoro, 1992). Menurut Grunes dan Allaway (1985), N merupakan unsur yang esensial bagi tanaman dan dibutuhkan dalam jumlah relatif besar. Unsur ini berpengaruh dalam sintesis asam amino, protein, asam nukleat, dan koenzim. Protein mempunyai fungsi penting dalam pertumbuhan sel vegetatif tanaman, sebagai katalisator, dan pengatur metabolisme. Unsur Fosfor Fosfor (P) merupakan unsur yang sangat penting tetapi selalu berada dalam keadaan kurang di dalam tanah. Unsur P sangat penting sebagai sumber energi (ATP), oleh karena itu kekurangan P dapat menghambat pertumbuhan maupun reaksi-reaksi metabolisme tanaman. Stofella dan Khan (2000) menyatakan bahwa peran P terutama dalam pembentukan asam nukleat, phospolipid, dan pitin. Menurut Mugnisjah dan Setiawan (1995), fosfor pada tanaman berfungsi dalam pembentukan bunga, buah, dan biji, serta mempercepat pematangan buah. Pemberian unsur P dalam jumlah memadai dapat meningkatkan mutu benih yang meliputi potensi perkecambahan dan vigor bibit. 17

18 Gejala kekurangan P dapat diamati pada awal pertumbuhan, dimana perakaran tanaman masih sangat terbatas, sedangkan kebutuhan P relatif sangat tinggi, sehingga menyebabkan daun tanaman menjadi berwarna keunguan. Fosfor juga berperan mempercepat pertumbuhan akar semai, memperkuat dan mempercepat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, dapat mempercepat pembungaan dan pemasakan buah serta biji, dapat meningkatkan produksi biji-bijian, membantu pembentukan protein, proses transfer metabolik, sintesis ADP dan ATP, meningkatkan fotosintesis, dan membantu proses respirasi (Sutejo, 1995), dan jika kekurangan unsur ini dapat menimbulkan daun dan batang kecil, daun berwarna hijau tua keabu-abuan, mengkilat, dan terlihat pigmen merah pada daun bagian bawah dan selanjutnya mati, menghambat pembentukan bunga dan produksi buah atau bijinya kecil (Jacob dan Uexkull, 1960). Zat Besi (Fe) Unsur Fe dalam tanaman berungsi sebagai aktivator dalam proses biokimia seperti fotosintesa dan respirasi, juga untuk pembentuk beberapa enzim (Salisburry dan Ross, 1995). Unsur mikro Fe secara umum tidak bersifat toksik bagi tanaman (Bennet, 1996), selain karena kelimpahannya banyak di tanah, unsur Fe juga banyak dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan (Soepardi, 1983). Unsur Fe juga dibutuhkan untuk menjaga stabilitas dan aktivitas enzim tertentu (Srivastava & Gupta, 1996). Defisiensi Fe dapat terlihat dengan terhambatnya pertumbuhan kloroplas dan terhambatnya perpanjangan akar, serta pembentukan rambut akar yang sangat banyak (Marschner, 1995). Zat besi (Fe) terdapat dalam enzim katalase, peroksidase, prinodik hidrogenase, cytochrom oxidase. Tersedianya Fe dalam tanah secara berlebihan, misalnya karena pemupukan yang berlebihan dapat membahayakan bagi tanaman yaitu keracunan. Sebagai pupuk Fe dipakai dalam bentuk larutan yang disemprotkan melalui daun atau dalam bentuk bubuk besi yang diinjeksikan pada tanah (Frandho, 2010). Mangan (Mn) Mangan (Mn) diserap oleh tanaman dalam bentuk Mn 2+. Mangan diperlukan oleh tanaman untuk pembentukan zat protein dan vitamin terutama vitamin C, selain 18

19 itu Mn penting untuk mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua. Fungsi Mn yaitu sebagai enzim peroksidase dan sebagai aktivator berbagai macam enzim. Unsur Mn ini juga berhubungan erat dengan reaksi deoksidase dan dehidrogenase. Tanah yang kekurangan Mn dapat diatasi dengan memberikan 1% MnSO 4 H 2 O. Pemberian Mn dalam bentuk larutan dapat langsung dihisap oleh tanaman. Mangan banyak terdapat pada tanaman gadung. Mangan dalam tanah terdapat pada mineral-mineral MnO 2, MnSiO 3, dan MnCO 3. Tersedianya Mn bagi tanaman tergantung pada ph tanah, dimana pada ph rendah Mn akan banyak tersedia. Penyemprotan MnSO 4 melalui daun akan lebih efektif daripada melalui tanah, karena Mn 2+ pada tanah akan cepat direduksi. Kelebihan Mn bisa dikurangi dengan jalan menambah fosfor dan kapur (Frandho, 2011). Kalium Unsur kalium (K) merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Salisburry dan Ross (1995). Unsur K berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, serta membentuk antibodi tanaman melawan penyakit dan kekeringan serta mengatur berbagai proses fisiologis tanaman. Kalium (K) memiliki peranan penting dalam hal pembukaan dan penutupan stomata yang berpengaruh terhadap keseimbangan proses fotosintesis, transpirasi, dan respirasi tanah. Gejala kekuranagn K pada daun terutama terlihat pada daun tua yang memiliki pinggir daun berwarna coklat, hal ini karena daun-daun muda yang masih tumbuh dengan aktif mengambil K dari daun-daun tua tersebut, pada tanaman jagung akan mengakibatkan ruas memendek dan tanaman tidak tinggi (Hardjowigeno, 2003). Lumpur Keluaran (Sludge) Instalasi Biogas Biogas Produksi biogas didasarkan pada perombakan anaerobik kotoran hewan dan bahan buangan organik lainnya. Proses pembuatan biogas yaitu dengan mencampurkan bubur kotoran hewan dan bahan sisa organik lain dalam suatu penampung atau pengumpul yang disambung dengan tangki digester dan anaerobik (Foth, 1988). Produksi gas menimbulkan tekanan dalam tangki digester dan gas 19

20 dialirkan keluar melalui pipa. Perlahan-lahan sisa perombakan bahan organik dari tangki digester akan keluar sebagai lumpur dan cairan yang masih berisi unsur penting bagi tanaman sehingga sangat baik digunakan sebagai pupuk (Foth, 1988). Polprasert (1980) menyatakan bahwa komposisi biogas terdiri dari metan (55-65%) dan karbondioksida (45-35%), merupakan komponen gas yang dominan serta nitrogen (0-3%), hidrogen (0-1%), hidrogen sulfida (0-1%), dan unsur N, P, K serta mineral lainnya yang terakumulasi di sludge. Menurut Amin (1983), selama perombakan anaerobik, juga akan menghasilkan karbon monoksida dan oksigen masing-masing 0,1%. Proses pengomposan atau pelapukan bahan organik secara anaerob dilakukan oleh mikroorganisme dalam proses fermentasi (Polprasert, 1980), yang terlihat pada Gambar 1. BO + H 2 O Dominan Sedikit Mikroorganisme CH 4 + CO 2 + H 2 + NH 3 + H 2 S + Sludge (padat dan cair) Anaerob Gambar 1. Reaksi Pembentukan Biogas Proses perombakan bahan organik pembentuk biogas secara anaerob, menurut Food and Agriculture Organization (1977), terdapat tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis bahan organik, tahap asidifikasi dan tahap metanogenesis. Sludge Instalasi Biogas Instalasi biogas merupakan suatu instalasi yang dibuat untuk berlangsungnya proses degradasi bahan-bahan organik secara anaerobik sehingga menghasilkan gasgas terutama metan dan karbondioksida. Berdasarkan tipe dan konfigurasi reaktor penanganan limbah cair anaerobik, sedikitnya ada 12 tipe reaktor salah satunya reaktor dua tahap. Reaktor dua tahap adalah suatu tipe konfigurasi reaktor penanganan limbah anaerobik yang menerapkan pemisahan spasial antara fase (tahap) asidogenesis dan metanogenesis. Reaksi-reaksi hidrolisis dan fermentasi diharapkan terjadi dalam reaktor asidogenik, sedangkan reaksi asetogenesis dan menatogenesis terjadi dalam reaktor metanogenik. Konfigurasi dua tahap ini dapat memperbaiki kualitas effluent, misalnya rendahnya COD dan suspended solid (SS) (Romli, 2010). 20

21 Polprasert (1980) menyatakan bahwa di dalam sludge hasil instalasi biogas terdapat 50% N berada dalam bentuk ammonia, dan unsur hara P serta K tidak mengalami perubahan selama di dalam digester. Menurut Vesilind et al.,(1990), menyatakan bahwa sludge yang berasal dari instalasi biogas sangat baik untuk dijadikan sebagai pupuk karena mengandung berbagai macam mineral yang dibutuhkan oleh tanaman, antara lain P, Mg, Ca, K, Cu, dan Zn, sebagaimana juga diutarakan oleh Suzuki et al.,(2001) yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan Mineral Effluent dari Enam Instalasi Biogas di Delta Mekong Vietnam Mineral Instalasi Biogas Ke (mg/l) Total P NH 4 -N Mg Ca K Cu <2,5 <2,5 <2,5 <2,5 <2,5 <2,5 Zn <1,0 <1,0 <1,0 <1,0 <1,0 <1,0 ph 6,9 7,0 6,9 6,8 6,9 Sumber : Suzuki et al. (2001) Kandungan effluent biogas di Delta Mekong Vietnam (Tabel 1) mempunyai konsentrasi N, P, Mg dan Ca tertinggi serta sebagian besar komponen dalam bentuk terlarut (K, Cu, dan Zn). Pakan yang digunakan oleh ke enam peternakan di Delta Mekong adalah dedak padi (rice bran). Hal ini menurut Suzuki et al., (2001) yang menyebabkan kandungan P dan Mg pada effluent mempunyai konsentrasi yang tinggi. Tingginya konsentrasi N berasal dari urin ternak, selain itu N juga diperoleh dari hasil dekomposisi bahan organik selama fermentasi metan di bawah kondisi anaerob. Kandungan Mg dan Ca pada effluent cukup tinggi, hal ini dikarenakan peternak memberikan air minum ternaknya dengan air yang berasal dari sumur. Kandungan K terlarut cukup tinggi, dan kandungan Cu dan Zn terlarut tidak 21

22 terdeteksi pada effluent, sedangkan nilai ph effluent mempunyai kisaran antara 6,8 sampai 7,2. Junus (1987) mengemukakan bahwa lumpur yang keluar dari instalasi biogas terdiri dari dua komponen yaitu komponen padat dan cair. Menurut Fair et al. (1967), sludge adalah endapan padat yang secara alami berada di dalam air dan air limbah, atau benda yang bukan endapan padat tetapi secara pengentalan kimia dan flokulasi biologi dapat mengendap dan dialirkan dari tangki pembuangan limbah, sementara menurut Sugiharto (1987), lumpur (sludge) yang dihasilkan dari pengolahan limbah cair perlu dilakukan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan kehidupan manusia. Limbah Cair Kelapa Sawit Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan limbah memerlukan biaya yang cukup besar disamping juga dapat mencemari lingkungan (Sa id, 1994). Pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit (CPO) menghasilkan dua bentuk limbah cair, yaitu air kondensat dan effluent. Air kondensat biasa digunakan sebagai umpan boiler untuk mengoperasikan mesin pengolahan kelapa sawit. Effluent yang banyak mengandung unsur hara dimanfaatkan sebagai bahan pengganti pupuk anorganik. Pencemaran lingkungan akibat limbah cair dapat diatasi dengan cara mengendalikan limbah cair tersebut secara biologis. Pengendalian secara biologis tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri anaerob (Tobing et al,. 1992). Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat mengalami degradasi. Jini (2006) menyatakan bahwa limbah cair dari buangan pabrik kelapa sawit yang berkapasitas 30 ton TBS per jam, mengandung polutan yang sama dengan buangan domestik sebanding dengan orang. Selain itu buangan ini memiliki tinggi kandungan COD sebesar mg/l, BOD sebesar mg/l, minyak dan lemak sebesar 6000 mg/l, suspended solid sebesar 59,350 dan 750 mg/l total nitrogen (Ahmad et al., 2005) dan berdampak mencemari 22

23 lingkungan tanah, air dan udara, dengan emisi metana yang potensial. Karakteristik dari limbah cair industri pengolahan kelapa sawit dipaparkan pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Limbah Cair Industri Pengolahan Kelapa Sawit Parameter Satuan Rentang Rata-rata ph 4,0 4,6 4,3 Suhu o C Total solid mg/l Volatile solid mg/l Suspended solid mg/l Minyak BOD mg/l COD mg/l Nitrogen mg/l Fosfat mg/l Kalsium mg/l Magnesium mg/l Kalium mg/l Besi mg/l Sumber : Manurung (2004) Pabrik kelapa sawit (PKS) adalah industri pengolahan TBS dari tanaman kelapa sawit menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil). Proses pengolahan TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan palm kernel (PK) menurut Pahan (2008) terdiri dari proses penerimaan buah, perebusan (sterilizer), pemipilan (stripper), pencacahan (digester) dan pengempaan (presser), pemurnian (clarifier), dan terakhir adalah pemisahan biji dan inti (kernel). Aktivitas produksi PKS menghasilkan limbah dalam volume yang sangat besar. Hal ini dapat terlihat pada proses pengolahan TBS menjadi CPO yang disajikan pada Gambar 2. 23

24 TBS Perebusan Penguapan Tandan rebus perontokan Tandan kosong penghancuran Buah Air penyaringan Pengepresan minyak Vacuum dryer CPO Tangki timbun CPO Sludge Minyak Limbah cair klarifikasi Air Pemisahan dengan Decanter Pemisahan dengan Purifier Air hidro siklon Limbah padat Air Pemisahan dengan Depericaper 1 Pemisahan dengan Depericarper 2 Pemecahan Pemisahan dengan angin Air Serabut Cangkang Minyak Limbah cair Air kondensat pengeringan Pemisahan dengan air Pengumpulan limbah cair di kolam/ tangki Penyimpanan kernel POME Gambar 2. Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) Menjadi Minyak Kelapa Sawit (CPO) (Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006) 24

25 Kotoran Sapi Kotoran hewan yang berasal dari usaha peternakan diantaranya kotoran ayam, sapi, kerbau, kambing, kuda, dan sebagainya. Komposisi hara pada masingmasing kotoran hewan berbeda tergantung pada jumlah dan jenis makanannya. Secara umum, kandungan hara dalam kotoran hewan jauh lebih rendah daripada pupuk kimia (Tabel 3) sehingga takaran penggunaannya juga akan lebih tinggi. Tabel 3. Kandungan Hara Beberapa Jenis Kotoran Hewan Sumber N P K Ca Mg S Fe % Sapi Perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004 Sapi Daging 0,65 0,15 0,30 0,12 0,10 0,09 0,004 Kuda 0,70 0,10 0,58 0,79 0,14 0,07 0,010 Unggas 1,50 0,77 0,89 0,30 0,88 0,00 0,100 Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,020 Sumber: Tan (1993) Limbah peternakan adalah hasil buangan dari proses pengolahan usaha peternakan atau buangan proses metabolisme yang bersifat tidak ramah lingkungan. Peternakan kecil maupun peternakan besar selalu menghasilkan limbah yang berupa limbah padat, cair, dan juga limbah gas (CH 4 dan NH 3 ). Selanjutnya Sahidu (1983) mengemukakan hasil pengamatan beberapa peneliti bahwa rata-rata satu ekor sapi menghasilkan kotoran sebanyak 27 kg/ekor/hari. Kotoran sapi banyak mengandung karbohidrat terutama jenis selulosa dan serat-seratan, disamping protein dan lemak. Kotoran sapi adalah limbah peternakan yang merupakan buangan dari usaha peternakan sapi yang bersifat padat dan dalam proses pembuangannya sering bercampur dengan urin dan gas seperti metan dan amoniak. Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi bervariasi tergantung pada keadaan tingkat produksinya, jumlah makanan yang dimakannya, serta individu ternak sendiri (Abdulgani, 1988). Kandungan unsur hara dalam kotoran sapi, antara lain N (0,29%), P 2 O 5 (0,17%) dan K 2 O (0,35%) (Hardjowigeno, 2003). 25

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Sub Laboratorium Pengelolaan Limbah Ternak dan Hasil Ikutan Ternak Fakultas Peternakan, Laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari Maret 2011 hingga April Materi Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan baku berupa palm oil mill effluent (POME) dari pabrik Kelapa Sawit Kertajaya PTPN VIII Banten, Jawa Barat. Bahan tambahan berupa lumpur aktif yang terbuat dari 80%kotoran segar sapi potong dan 20% slurry digester aktif, dan CaCO 3. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat tangki digester dua tahap dengan volume 20 liter, bak penampungan limbah cair, gelas ukur, termometer, ph indikator, timbangan, sarung tangan, dan alat-alat yang digunakan untuk analisis N total, P, K, C- organik, Mn, Fe, dan C/N. Prosedur Persiapan bahan baku Bahan baku berupa limbah cair kelapa sawit dengan penambahan lumpur aktif, dan CaCO 3 dimasukkan ke dalam wadah (ember berukuran besar), kemudian diaduk hingga merata. Untuk perlakuan pertama digunakan 70% limbah cair kelapa sawit dan 30% aktivator (P 70 S 30 ), perlakuan kedua adalah 80% limbah cair kelapa sawit dan 20% aktivator (P 80 S 20 ), dan perlakuan ketiga yaitu 90% limbah cair kelapa sawit dan 10% aktivator (P 90 S 10 ). Campuran tersebut kemudian diaduk hingga homogen, lalu dimasukkan ke dalam tangki digester yang setiap harinya dilakukan penambahan larutan sebanyak 0,5 liter dan difermentasi selama 40 hari hingga terbentuk gas secara anaerob di dalam biodigester dan dihasilkan hasil samping yaitu sludge. Penggunaan CaCO 3 diberikan pada awal penelitian dengan tujuan untuk meningkatkan ph menjadi netral. 26

27 Penelitian Utama Keluaran (sludge) yang dihasilkan dari digester biogas selanjutnya dianalisis kandungan N total, C organik, fosfor (P), kalium (K), zat Besi (Fe), dan Mangan (Mn). Secara skematis dapat digambarkan pada Gambar 3. Kotoran sapi + aktivator Bak pencampuran sementara Limbah cair kelapa sawit Biogas Digester sludge Analisis N total, P, K, C- organik, Fe, dan Mn Gambar 3. Proses Pembuatan Pupuk Organik Campuran Limbah Cair Kelapa Sawit (POME) dan Kotoran Sapi Potong Peubah yang Diamati 1. Nitrogen Total Sebanyak 5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung Kjehdal, lalu ditambahkan 1 gram serbuk selenium mixer, 5 ml H 2 SO 4 pekat, dan 5 tetes paraffin cair. Kemudian didestruksi atau dipanaskan pada suhu o C setelah berubah warna kuning kehijauan, dimatikan dan dinginkan, lalu ditambahkan air destilata ±50 ml, kemudian dipindahkan ke tabung didih destilasi, ditambahkan air destilata ±100 ml dan ditambahkan NaOH 50%. Lalu dididihkan di atas suhu ±50 o C dan hasil destilata ditampung dengan erlenmeyer 250 ml yang telah diisi H 3 BO 3 1% dan ditambah indikator Conway setelah hasil tampungan atau destilasi ±100 ml, kemudian alat dimatikan dan hasil tampungan dititrasi dengan 27

28 HCl 0,05 ml atau yang sudah diketahui normalitasnya. Hasil titrasi dicatat dan jumlah ml HCl yang digunakan. Perhitungan : Phosphor (P) Pupuk cair disaring dengan kertas saring, kemudian diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet dan hasil saringan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan dihimpitkan sampai tanda tera. Ekstrak yang sudah mengalami pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan masukkan ke dalam tabung reaksi. Sebanyak 4 ml aquades ditambahkan lalu dikocok dan dibiarkan selama 5 menit. Dibuat satu seri larutan standar baku P yang mempunyai konsentrasi 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm P diukur dengan alat ukur spectrophotometer pada panjang gelombang 600 nm. Perhitungan : Kalium (K) Pupuk cair disaring dengan kertas saring, kemudian hasil saringan diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu diencerkan dengan aquades dan dihimpitkan sampai tanda tera. Hasil saringan yang sudah mengalami pengenceran tadi (dalam labu ukur 50 ml) diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 9 ml aquades dan dikocok sebentar. Dibuat satu seri larutan standar baku K yang mempunyai konsentrasi 0, 5, 10, 15, 20, dan 25 ppm K. kemudian diukur dengan alat ukur flame photometer pada filter K. Perhitungan : 2. C-organik Kadar C-organik dalam pupuk cair dianalisis berdasarkan kadar abu. Penentuan kadar abu dihitung dengan menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran 28

29 bahan organik pada temperature sekitar 550 o C. Kemudian dikeringkan cawan porselin dengan mengguakan oven pada temperature 105 o C selama satu jam, lalu didinginkan di dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang hingga di dapatkan berat tetap (A). Selanjutnya 2 gram sampel ditimbang (B) dan dimasukkan dalam cawan porselin, lalu dipijarkan di atas pembakar Bunsen hingga tidak berasap. Setelah dipanaskan, sampel dimasukkan ke dalam tanur listrik (furnace) dengan temperatur 650 o C selama sekitar 12 jam. Selanjutnya cawan didinginkan dengan desikator selama 30 menit, kemudian ditimbang hingga diperoleh berat tetap (C). Perhitungan : Fe, Mn, dan C/N Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Sebagai perlakuannya adalah campuran limbah cair kelapa sawit dan aktivator dengan perbandingan 70%:30%, 80%:20%, dan 90%:10%. Model matematis rancangan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah: Yij = μ + α i + εij Keterangan : Yij = Hasil pengamatan akibat faktor penambahan POME pada taraf ke-i (i=70%, 80%, dan 90%) dan ulangan ke-j (ulangan j= 1,2,dan 3) µ = Rataan umum pengamatan α i = Pengaruh perlakuan ke-i (i= 1,2,3) εij = Pengaruh galat percobaan pada perlakuan ke-i pada ulangan ke-j (j= 1,2,3) Analisis Data Data yang diperoleh diolah dan dianalisis dengan statistik menggunakan ANOVA, dan jika hasil yang diperoleh nyata maka dilanjutkan dengan uji Tukey s. 29

30 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Limbah cair kelapa sawit berpotensi sebagai pencemar lingkungan, apabila tidak ada upaya untuk mencegah atau mengelola secara lebih efektif, akan menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan, seperti menimbulkan bau, pencemaran air dan perairan umum di sekitar pabrik dan gas rumah kaca yang akan berdampak terhadap pemanasan global (Achmad et al., 2003). Hasil analisis karakteristik kimia limbah cair pabrik kelapa sawit yang diperoleh dari PTPN VIII Kertajaya, Malingping, Banten dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Analisis Karakteristik Kimia Limbah Cair Kelapa Sawit Parameter Kandungan Baku Mutu Limbah* BOD (mg/l) 11776, COD (mg/l) 47105,26 - Total Volatil Solid (mg/l) N total (mg/l) C organik (mg/l) C/N 42,63 - ph 5, Asam Asetat (mg/l) 55,78 - Asam Laktat (mg/l) 39,43 - Keterangan : * MenKLH (1995) Tabel 4 menunjukkan bahwa limbah cair yang digunakan sebagai bahan baku memiliki nilai yang berada di atas ambang baku mutu nilai limbah yang telah ditetapkan oleh MenKLH (1995), sehingga limbah cair pabrik kelapa sawit yang mempunyai kandungan bahan organik tinggi berpotensi dijadikan sebagai substrat dalam proses fermentasi anaerobik. Hal ini sesuai dengan Zhang et al., (2008) yang menyebutkan bahwa pengolahan fermentasi anaerobik lebih potensial dilakukan untuk penanganan limbah cair pabrik minyak kelapa sawit karena memiliki karakteristik bahan organik yang tinggi. Nilai C/N pada bahan baku limbah cair pabrik kelapa sawit yang digunakan sebesar 42,63, nilai ini lebih tinggi dari nilai optimum yang dinyatakan oleh Simamora et al., (2006), bahwa nilai C/N yang 30

31 optimum bagi mikroorganisme perombak adalah Upaya penurunan nilai C/N dilakukan dengan menambahkan kotoran sapi potong segar yang mempunyai nilai C/N sebesar 18. Limbah cair yang dijadikan sebagai bahan baku memiliki karakteristik kental dan berwarna coklat. Berikut adalah gambar limbah cair pabrik kelapa sawit serta tempat pengambilan bahan baku yaitu di PTPN VIII Kertajaya, Malingping, Banten (Gambar 4 dan 5). 4. Limbah Cair PKS Gambar 5. PTPN VIII, Banten Gambar Karakteristik Akhir Pupuk Organik Proses pengomposan yang melibatkan mikroorganisme perombak bahan organik dapat ditandai dengan perubahan fisik dan kimia hasil pengomposan. Perubahan warna dan bau yang terjadi saat pengomposan merupakan indikator yang dapat menjadi parameter adanya aktivitas mikroorganisme tersebut. Perubahan warna dapat menentukan kualitas pupuk organik hasil pengomposan. Adanya perubahan warna dapat menandakan tingkat kematangan pupuk yang dihasilkan. Pupuk organik hasil samping produksi biogas (sludge) yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki warna coklat tua hingga kehitaman seperti terlihat pada Gambar 6. Gambar 6. Produk Akhir Sludge 31

32 Bau juga merupakan salah satu indikator kematangan media pengomposan. Pupuk organik yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki bau yang masih menyengat. Bau menyengat dapat disebabkan oleh metode pengomposan yang digunakan yaitu pengomposan secara anaerob yang menghasilkan gas-gas berbau menyengat. Kualitas Pupuk Organik Derajat Keasaman (ph) Derajat keasaman (ph) adalah ukuran keasaman atau kebasaan dari suatu bahan dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroorganisme pada saat proses pengomposan. Romli (2010) menyatakan bahwa kebanyakan mikroorganisme tumbuh dengan baik pada ph netral, karena nilai-nilai ph selainnya akan berpengaruh sebaliknya pada metabolisme dengan cara mengubah ekuilibrium kimia reakri-reaksi enzimatik, atau bahkan menyebabkan rusaknya enzim. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ph pupuk organik hasil samping produksi biogas (sludge) berkisar antara 7,3 9 (Tabel 5). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa rasio limbah cair pabrik kelapa sawit dan aktivator tidak berpengaruh nyata pada ph sludge. Nilai ph yang tidak berbeda menunjukkan mikroba dapat merombak bahan dengan efektifitas yang sama. Hasil pengamatan ph pada sludge dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Nilai ph Perlakuan ph Awal ph P 70 S ,0±1,0 P 80 S ,0±0,0 P 90 S ,3±0,6 DJBSP * Sumber : * Soekirman (2005) Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh rataan ph awal campuran yang dijadikan sebagai masukan (influent) lebih rendah dibandingkan dengan ph dari pupuk organik hasil samping biogas (sludge), ph yang terlalu rendah akan menurunkan aktivitas mikroorganisme perombak. Rendahnya ph pada influent 32

33 dipengaruhi oleh ph limbah cair pabrik kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan utama memiliki ph yang rendah (asam) yaitu 5,12, (Tabel 4). Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan CaCO 3 untuk meningkatkan ph. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bitton (1999) bahwa untuk mempertahankan ph berkisar antara 6,8-8,5 perlu ditambahkan kapasitas penyangga (buffer capacity) seperti ammonium hidroksida, larutan kapur, natrium karbonat, dan lain-lain. Nilai ph yang rendah pada awal penelitian dapat dilihat pada grafik rataan ph pada digester tahap I (Gambar 7). ph Hari Ke- P90S10 P80S20 P70S30 Gambar 7. Nilai ph Harian pada Digester Tahap I Derajat keasaman (ph) pada pupuk organik yang dihasilkan mengalami peningkatan menjadi basa (alkali). Berdasarkan hasil yang diperoleh, perlakuan P 70 S 30 dan P 90 S 10 telah memenuhi standar kualitas pupuk organik menurut Direktorat Jendral Bina Sarana Pertanian yaitu berkisar antara 4 sampai 8, sedangkan untuk perlakuan P 80 S 20 memiliki ph yang lebih basa yaitu 9. Perlakuan P 80 S 20 yang memiliki ph basa masih dapat digunakan pada tanah dengan kondisi asam seperti di Indonesia. Hardjowigeno (2003) menyatakan bahwa pada umumnya tanah di Indonesia berada dalam kondisi asam dengan ph 4,0-5,5. Gaur (1982) menyatakan, peningkatan ph pada pengomposan merupakan akibat dari meningkatnya jumlah kation-kation basa seperti K 2+, Ca 2+, dan Mg 2+ serta akibat dari penghancuran atau degradasi protein dan pembebasan amoniak. Peningkatan ph juga disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme yang terdapat di dalam digester biogas. Hal ini erat hubungannya dengan kondisi ph dalam digester tahap II (Gambar 8). 33

34 10 9 ph Hari Ke- P90S10 P80S20 P70S30 Gambar 8. Nilai ph Harian pada Digester Tahap II Gambar 8 menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka ph akan semakin basa atau alkali hingga pada akhirnya ph menjadi netral. Menurut Murbandono (2002), pengontrolan ph agar tetap pada kondisi yang optimal perlu dilakukan karena ph yang terlalu tinggi (ph basa) menyebabkan kenaikan konsumsi oksigen yang menyebabkan hasil yang buruk terhadap lingkungan. Center for Policy dan Implementation Study (CPIS) (1992) juga menambahkan bahwa ph yang terlalu tinggi juga menyebabkan unsur N pada bahan yang dikomposkan berubah menjadi amoniak, sebaliknya pada kondisi asam (ph rendah) dapat menyebabkan matinya sebagian besar mikroorganisme. Kandungan Karbon (C) Organik Unsur karbon organik (C organik) merupakan unsur yang sangat penting bagi tanaman. Unsur C merupakan pembangun bahan organik yaitu pembentuk protein, karbohidrat, dan lemak. Hasil analisis menunjukkan penurunan rataan kandungan C organik pada pupuk organik hasil penelitian tercantum pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Nilai Kandungan C Organik Perlakuan C Organik Awal C Organik % P 70 S 30 1,96 0,32±0,06 P 80 S 20 2,04 0,37±0,05 P 90 S 10 1,44 0,30±0,01 DJBSP * 4,5 Sumber : * Soekirman (2005). 34

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk organik merupakan pupuk dengan bahan dasar yang diambil dari alam dengan jumlah dan jenis unsur hara yang terkandung secara alami (Ismawati, 2003). Menurut Murbandono

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk Organik Cair TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik Pupuk organik adalah bahan organik yang umumnya berasal dari tumbuhan atau hewan, ditambahkan ke dalam tanah secara spesifik sebagai sumber hara, pada umumnya mengandung

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Materi Prosedur Pembuatan MOL Tapai dan Tempe Pencampuran, Homogenisasi, dan Pemberian Aktivator MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai pembuatan pupuk cair dan karakteristik pupuk cair ini dilaksanakan dari bulan November sampai Desember 200 yang dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Persiapan Bahan Baku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012. Penelitian ini dilakukan di Fakultas Peternakan, proses produksi biogas di Laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Timbulnya kelangkaan bahan bakar minyak yang disebabkan oleh ketidakstabilan harga minyak dunia, maka pemerintah mengajak masyarakat untuk mengatasi masalah energi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Analisis bahan baku biogas dan analisis bahan campuran yang digunakan pada biogas meliputi P 90 A 10 (90% POME : 10% Aktivator), P 80 A 20

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425% HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Awal Bahan Baku Pembuatan Biogas Sebelum dilakukan pencampuran lebih lanjut dengan aktivator dari feses sapi potong, Palm Oil Mill Effluent (POME) terlebih dahulu dianalisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air limbah dari proses pengolahan kelapa sawit dapat mencemari perairan karena kandungan zat organiknya tinggi, tingkat keasaman yang rendah, dan mengandung unsur hara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biogas Biogas menjadi salah satu alternatif dalam pengolahan limbah, khususnya pada bidang peternakan yang setiap hari menyumbangkan limbah. Limbah peternakan tidak akan

Lebih terperinci

KUALITAS PUPUK CAIR KELUARAN BIOGAS DARI POME MENGGUNAKAN SLUDGE BIOGAS CAMPURAN KOTORAN SAPI POTONG DAN POME SEBAGAI AKTIVATOR

KUALITAS PUPUK CAIR KELUARAN BIOGAS DARI POME MENGGUNAKAN SLUDGE BIOGAS CAMPURAN KOTORAN SAPI POTONG DAN POME SEBAGAI AKTIVATOR KUALITAS PUPUK CAIR KELUARAN BIOGAS DARI POME MENGGUNAKAN SLUDGE BIOGAS CAMPURAN KOTORAN SAPI POTONG DAN POME SEBAGAI AKTIVATOR SKRIPSI KAMEISAH PUTRI WULANDARI DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium pengolahan limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan

TINJAUAN PUSTAKA. produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tanaman (Bibit ) Faktor bibit memegang peranan penting dalam upaya peningkatan produksi dan mutu kelapa sawit mengingat tanaman kelapa sawit baru akan menghasilkan pada 3 4 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkebunan kelapa sawit telah menjadi salah satu kegiatan pertanian yang dominan di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an. Indonsia memproduksi hampir 25 juta matrik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia tahun 2014 memproduksi 29,34 juta ton minyak sawit kasar [1], tiap ton minyak sawit menghasilkan 2,5 ton limbah cair [2]. Limbah cair pabrik kelapa sawit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu: 15 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di lapang pada bulan Februari hingga Desember 2006 di Desa Senyawan, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat (Gambar 3). Analisis

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Prinsip Pembuatan Biogas Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos

Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos LAMPIRA 30 Lampiran 1. Prosedur analisis karakteristik kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC 1984) Cawan alumunium kosong dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada temperatur 100 o C. Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 BAHAN DAN ALAT 3.3 TAHAPAN PENELITIAN Pengambilan Bahan Baku Analisis Bahan Baku

3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT 3.2 BAHAN DAN ALAT 3.3 TAHAPAN PENELITIAN Pengambilan Bahan Baku Analisis Bahan Baku 3 METODOLOGI 3.1 WAKTU DAN TEMPAT Penelitian mengenai produksi gas dari limbah cair pabrik minyak kelapa sawit dengan menggunakan digester dua tahap dilakukan pada bulan Februari sampai dengan April 2011.

Lebih terperinci

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman

4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian

MATERI DAN METODE. Prosedur Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang bertempat di Laboratorium Pengolahan Limbah Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Bedding kuda didapat dan dibawa langsung dari peternakan kuda Nusantara Polo Club Cibinong lalu dilakukan pembuatan kompos di Labolatorium Pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di

METODE PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli-Desember 2012 bertempat di empat lokasi digester biogas skala rumah tangga yang aktif beroperasi di Provinsi

Lebih terperinci

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g)

A = berat cawan dan sampel awal (g) B = berat cawan dan sampel yang telah dikeringkan (g) C = berat sampel (g) LAMPIRAN 42 Lampiran 1. Prosedur Analisis mutu kompos A. Kadar Air Bahan (AOAC, 1984) Cawan porselen kosong dan tutupnya dimasukkan ke dalam oven selama 15 menit pada suhu 100 o C.Cawan porselen kemudian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau merupakan salah satu tanaman pangan yang banyak dibudidayakan oleh para petani di Indonesia. Kacang hijau dapat dikonsumsi dalam berbagai macam

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis

Lampiran 1. Prosedur Analisis L A M P I R A N 69 Lampiran 1. Prosedur Analisis A. Pengukuran Nilai COD (APHA,2005). 1. Bahan yang digunakan : a. Pembuatan pereaksi Kalium dikromat (K 2 Cr 2 O 7 ) adalah dengan melarutkan 4.193 g K

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN II. TUJUAN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2. Untuk mengetahui jumlah kebutuhan oksigen kimia 3. Untuk mengoksidasi

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri kelapa sawit telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir dan menyumbang persentase terbesar produksi minyak dan lemak di dunia pada tahun 2011 [1].

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura berjenis umbi lapis yang memiliki banyak manfaat dan bernilai ekonomis tinggi serta

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Kandungan Limbah Lumpur (Sludge) Tahap awal penelitian adalah melakukan analisi kandungan lumpur. Berdasarkan hasil analisa oleh Laboratorium Pengujian, Departemen

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Metode Pembuatan Petak Percobaan Penimbangan Dolomit Penanaman MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012. Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit pertama dunia. Namun demikian, industri pengolahan kelapa sawit menyebabkan permasalahan lingkungan yang perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 2006, Indonesia telah menggeser Malaysia sebagai negara terbesar penghasil kelapa sawit dunia [1]. Menurut Gabungan Asosiasi Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri sawit merupakan salah satu agroindustri sangat potensial di Indonesia dengan jumlah produksi pada tahun 2013 yaitu sebesar 27.746.125 ton dengan luas lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus bermunculannya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang

I. PENDAHULUAN. terus bermunculannya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Perkembangan pada sektor industri pertanian dan perkebunan ditandai dengan terus bermunculannya berbagai jenis industri yang mengolah bahan baku yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II.

TINJAUAN PUSTAKA II. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Lumpur Water Treatment Plant Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang dari aktifitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomis.

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN Disusun Oleh: Ir. Nurzainah Ginting, MSc NIP : 010228333 Departemen Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara 2007 Nurzainah Ginting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Proses pengomposan dilaksanakan di Talang Padang Kabupaten Tanggamus Januari - Februari 2013 sedangkan analisis dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki hampir 100 perusahaan atau pabrik kelapa sawit baik milik negara maupun swasta. Masing-masing pabrik akan memiliki andil cukup besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi yang cukup besar untuk pengembangan industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh cukup pesat. Pada tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari

TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biogas Biogas merupakan gas yang mudah terbakar (flammable), dihasilkan dari perombakan bahan organik oleh mikroba dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob). Bahan organik dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu produk samping berupa buangan dari pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat

BAB III METODE PENELITIAN. ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab ini bersifat BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Percobaan Penelitian tentang peran pemberian metionin dan linoleat pada tepung kaki ayam broiler terhadap kadar protein, lemak dan bobot telur ayam arab

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian masih menjadi pilar penting kehidupan dan perekonomian penduduknya, bukan hanya untuk menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagian terbesar dari kebutuhan energi di dunia selama ini telah ditutupi oleh bahan bakar fosil. Konsumsi sumber energi fosil seperti minyak dan batu bara dapat menimbulkan

Lebih terperinci

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PEMBUATAN PUPUK ORGANIK BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013

BIOGAS. Sejarah Biogas. Apa itu Biogas? Bagaimana Biogas Dihasilkan? 5/22/2013 Sejarah Biogas BIOGAS (1770) Ilmuwan di eropa menemukan gas di rawa-rawa. (1875) Avogadro biogas merupakan produk proses anaerobik atau proses fermentasi. (1884) Pasteur penelitian biogas menggunakan kotoran

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lima pasar tradisonal yang terdapat di Bandar Lampung yaitu Pasar Pasir Gintung, Pasar Tamin, Pasar Kangkung, Pasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pupuk Bokasi adalah pupuk kompos yang diberi aktivator. Aktivator yang digunakan adalah Effective Microorganism 4. EM 4 yang dikembangkan Indonesia pada umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biogas merupakan salah satu energi berupa gas yang dihasilkan dari bahan-bahan organik. Biogas merupakan salah satu energi terbarukan. Bahanbahan yang dapat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang memiliki prospek pengembangan cukup cerah, Indonesia memiliki luas areal

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T.

Oleh: Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M. Eng. Ir. Nuniek Hendrianie, M. T. SIDANG SKRIPSI Peran Mikroorganisme Azotobacter chroococcum, Pseudomonas putida, dan Aspergillus niger pada Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Cair Industri Pengolahan Susu Oleh: Fitrilia Hajar Pambudi Khalimatus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkebunan. Karena Mucuna bracteata memiliki kelebihan dibandingkan dengan

TINJAUAN PUSTAKA. perkebunan. Karena Mucuna bracteata memiliki kelebihan dibandingkan dengan TINJAUAN PUSTAKA Mucuna Bracteata Legum yang berasal dari india ini termasuk tanaman jenis baru yang masuk ke Indonesia untuk digunakan sebagai tanaman penutup tanah di areal perkebunan. Karena Mucuna

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair Pupuk Organik Unsur hara merupakan salah satu faktor yang menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penggunaan pupuk sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan

Lebih terperinci

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 11 3 METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Agustus 2012 bertempat di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Laboratorium Bagian Industri Hasil Perairan, Laboratorium

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI ) 41 Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI 06-6989.22-2004) 1. Pipet 100 ml contoh uji masukkan ke dalam Erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 3 butir batu didih. 2. Tambahkan KMnO

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Limbah Agroindustri Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Proses pengomposan dilaksanakan di PTPN VII Unit Usaha Way Berulu sedangkan analisis dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian THP serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Organik Tanah Bahan organik tanah merupakan bagian dari fraksi organik yang telah mengalami degradasi dan dekomposisi, baik sebagian atau keseluruhan menjadi satu dengan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN

LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN LAMPIRAN A METODOLOGI PENELITIAN A.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, (USU), Medan. A.2 BAHAN DAN PERALATAN A.2.1 Bahan-Bahan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN

MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN MODEL PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT BAB I PENDAHULUAN Komoditi kelapa sawit merupakan salah satu andalan komoditi pertanian Indonesia yang pertumbuhannya sangat cepat dan mempunyai peran strategis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 39 A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Perlakuan dalam penelitian ini tersusun atas lima taraf perlakuan. Dalam setiap perlakuan terdapat lima kali ulangan. Kelima perlakuan tersebut

Lebih terperinci

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990).

Tabel klasifikasi United State Department of Agriculture (USDA) fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). LAMPIRAN 74 Lampiran 1. Klasifikasi fraksi tanah menurut standar Internasional dan USDA. Tabel kalsifikasi internasional fraksi tanah (Notohadiprawiro, 1990). Fraksi Tanah Diameter (mm) Pasir 2.00-0.02

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia

I. PENDAHULUAN. berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu agroindustri yang sangat potensial dan berkembang pesat pada dua dekade terakhir. Produksi minyak sawit Indonesia telah menyumbang

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi 31 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Penelitian yang telah dilakukan terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik Cair Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan sebagian unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. Peran pupuk sangat dibutuhkan oleh tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambahkan ketanah atau tajuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Bahan pupuk yang paling awal

Lebih terperinci