TINJAUAN PUSTAKA. suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa. mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa. mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Pengertian partisipasi merupakan kesediaan untuk membantu berhasilnya suatu program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti mengorbankan kepentingan diri sendiri. Dengan demikian dapat dikatakan partisipasi tersebut sama dengan peran serta. Peran serta merupakan proses komunikasi dua arah yang dilakukan terus menerus guna meningkatkan pengertian masyarakat atas suatu proses dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang bertanggung jawab (Sormin, 2006). Partisipasi menurut Sormin (2006) terbagi atas partisipasi vertikal dan partisipasi horizontal. Partisipasi vertikal bisa terjadi dalam kondisi tertentu, dimana masyarakat terlibat atau mengambil bagian dalam suatu program pihak lain, dalam hubungan dimana masyarakat berada sebagai posisi bawahan. Partisipasi horizontal dimana pada suatu saat tidak mustahil masyarakat mempunyai prakarsa dimana setiap anggota/kelompok masyarakat berpartisipasi horizontal satu dengan yang lainnya, baik dalam melakukan usaha bersama maupun dalam rangka melakukan kegiatan dengan pihak lain. Partisipasi seperti ini merupakan suatu tanda permulaan tumbuhnya masyarakat yang mampu berkembang secara mandiri. Secara harfiah, Participatory Rural Appraisal (PRA) merupakan penilaian/pengkajian/penelitian keadaan desa secara partisipatif. Dengan demikian metode PRA artinya adalah cara yang digunakan dalam melakukan kajian untuk memahami keadaan atau kondisi desa dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Selain itu, PRA juga merupakan sekelompok pendekatan dan metode yang

2 memungkinkan masyarakat desa untuk saling berbagi, meningkatkan, dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan desa, membuat rencana dan bertindak. Usaha-usaha pengembangan masyarakat dilakukan mengikuti daur program. Daur program adalah tahapan-tahapan dalam pengembangan program mulai dari identifikasi masalah dan kebutuhan, pencarian alternatif kegiatan, pemilihan alternatif kegiatan, pengorganisasian dan pelaksanaan kegiatan, serta pemantauan dan evaluasi (Driyamedia, 1996). Metode PRA dikembangkan dengan dua tujuan utama, yaitu : - Tujuan praktis (tujuan jangka pendek) adalah menyelenggarakan kegiatan bersama masyarakat untuk mengupayakan pemenuhan kebutuahan praktis dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus sebagai sarana proses belajar tersebut. - Tujuan strategis (tujuan jangka pendek) adalah mencapai pemberdayaan masyarakat dan perubahan sosial melalui pengembangan masyarakat dengan menggunakan pendekatan pembelajaran (Driyamedia, 1996). Ekowisata Kawasan taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Kawasan taman wisata alam dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan suatu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman wisata alam sekurang-kurangnya memuat

3 tujuan pengelolaan, kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan (Dirjen PHKA Departemen Kehutanan, 2010). Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan taman wisata alam: 1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam serta formasi geologi yang menarik; 2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; 3. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam Pariwisata merupakan suatu aktivitas yang melakukan perjalanan dari rumah utama guna bersantai menuju daerah yang lain. Kepariwisataan juga merupakan lingkup usaha yang terdiri atas ratusan komponen usaha seperti: layanan angkutan udara, kapal pesiar, kereta api, agen perjalanan, pengusaha tur, penginapan, restoran, dan pusat-pusat perbelanjaan (Lundberg dkk, 1997). Ekowisata dari segi pasar merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan. Sedangkan pendekatan pengembangan, ekowisata merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya pariwisata secara ramah lingkungan dan bertanggungjawab terdapap kelestarian alam serta kesejahteraan masyarakat lokal (Damanik dan Weber, 2006) Menurut Fandeli dan Mukhlison (2000) bahwa ekowisata lebih banyak digunakan dan lebih populer jika dibandingkan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism yaitu ekoturisme. Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata alam yang saat ini berkembang dan ekowisata juga erat kaitannya dengan

4 prinsip konservasi. Dalam upaya pengembangannya juga menggunankan strategi konservasi, sehingga ekowisata berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan juga keaslian ekosistem di areal yang masih alami. Dalam pendugaan permintaan terhadap manfaat intangible seperti rekreasi bisa dilakukan dengan pendekatan metode biaya perjalanan. Jumlah biaya perjalanan ini termaksud biaya pulang pergi ditambah dengan nilai uang dari waktu yang telah dihabiskan dalam perjalanan dan selama rekreasi (Davis dan Jhonson, 1987). Pariwisata yang merupakan suatu fenomena multidimensional, menumbuhkan citra petualangan, romantik dan tempat-tempat eksotik, dan juga meliputi realita keduniaan seperti bisnis, kesehatan dan lain-lain. Kata pariwisata sering menonjolkan bidang perjalanan dan juga pertumbuhan meningkat dari orang-orang yang melakukan perjalanan, biasanya disebut turis/wisatawan (Hadinoto, 1996). Seseorang melakukan perjalanan baik secara individu maupun rombongan, bergantung pada motivasinya. Namun motivasi itu selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, teknologi yang telah dicapai manusia di abad modern ini (Yoeti, 1985). Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata. Pada umumnya seseorang akan terdorong untuk melakukan perjalanan wisata jika tersedianya waktu luang, tersedianya biaya dan ada keinginan untuk melakukan perjalanan (Desky, 1999).

5 Kondisi Umum TWA Lau Debuk Debuk Lau Debuk-Debuk (Hot Spring) atau sering disebut pemandian air panas merupakan salah satu potensi wisata yang sangat menarik disekitar kaki Gunung Sibayak. Pemandian air panas merupakan hasil aktifitas alam Gunung Sibayak di masa lampu. Mata airnya bersumber dari perut bumi mengandung unsur belerang dapat mengobati penyakit gatal-gatal dan dapat dijadikan sebagai pengganti mandi sauna. Objek wisata ini terletak di Desa Semangat Gunung yakni hanya beberapa meter dari jalan setapak menuju pintu rimba. Gunung Sibayak dijuluki sebagai "Gunung Raja" arti kata Sibayak ialah "Raja" Konon Tanah karo diperintah oleh 4 Raja (Sibayak). Keempat dari kerajaan itu ialah Sibayak Lingga, Sarinembah, Barusjahe dan Kutabuluh. Gunung Sibayak, yang meletus terakhir kali pada tahun 1600, merupakan gunung vulkanik yang masih aktif mengeluarkan gumpalan asap dengan ketinggian hingga 2 km. Gumpalan asapnya berasal dari panas bumi dan berguna sebagai sumber energi listrik. Di Kabupaten Karo telah terdapat sebuah kawasan pembangkit tenaga uap di dekat Gunung Sibayak. Ketinggian gunung itu sekitar m dari permukaan laut. Dari Desa Sibayak, terlihat jelas kondisi kawahnya yang agak landai, yang kelihatannya seperti membelah gunung. Sekitar pukul 15:00 WIB, kabut mulai kelihatan di sekitar puncak gunung hingga ke bagian bawahnya, dan tidak lama kemudian, kabut mulai menyebar hingga ke Desa Semangat Gunung (Langkisau, 2009). Secara administratif pemerintahan Taman Wisata Alam Lau Debuk-Debuk terletak di Desa Doulu Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Secara geografisnya kawasan TWA Lau Debuk-Debuk terletak pada BT dan LU dengan ketinggian mdpl. Berdasarkan Keputusan Raja Deli

6 tanggal 30 Desember 1924, sebelumnya kawasan ini merupakan daerah Cagar Alam. Namun, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 320/Kpts/Um/5/1980, pada tanggal 9 Mei tahun 1980 bahwa areal ini dialihkan menjadi TWA yang luasnya 7 ha. Areal TWA Lau Debuk Debuk ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Karo dan masyarakat. Gunung Sibayak yang berketinggian m.dpl secara administratif masuk dalam kabupaten Karo di Sumatera Utara. Hutan gunung ini masuk dalam hutan lindung berupa hutan alam pengunungan, yang tergabung dalam Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan. Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Hutan gunung yang masih alami tersebut tergabung dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang merupakan Daerah Tangkapan Air (DTA) bagi masyarakat disekitar gunung dan hutan (Mabring, 2010). Mata air panas muncul melalui retakan dari aliran lava di daerah Selatan lereng Gunung Api Sibayak. Mata air panas ini kemudian ditampung didalam kolam. Pemandian air panas ini dikelolah oleh Pemerintah Kabupaten Karo dengan masyarakat setempat. Sebagian pendaki memanfaatkan kolam air panas ini untuk berendam membersihkan diri dan menyegarkan tubuh sekembali dari puncak. Jarak dari Kota Berastagi ke objek wisata kira-kira berjarak 10 km dapat ditempuh dengan bus umum atau pribadi (Langkisau, 2009). Di kaki Gunung Sibayak terdapat sumber air panas yang sering didatangi para pengunjung. Uap airnya mengandung belerang, sehingga tercium agak menyengat. Kondisi alamnya masih natural, dipenuhi pepohonan bambu dan rotan. Jalan menuju arah puncak, para pendaki dapat melewati jalan setapak

7 sebagai jalur resmi pendakian. Kawasan sekitar TWA Lau Debuk Debuk terkenal dengan udara yang sejuk karena berada di kaki Gunung Sibayak. Daerah kunjungan wisata ini dianugerahi air panas belerang. Ali mengalir sepanjang masa dengan balutan panorama eksotis yang menyajikan suasana indah, tenang dan damai. Jarak yang ditempuh menuju Lau Debuk Debuk sekitar 10 Km dari Berastagi sementara dari Medan bisa menempuh 60 Km. Desa Semangat Gunung adalah desa terakhir ditemukan ketika mendaki gunung melalui jalur ini. Perjalanan menuju objek wisata ini tidak terlalu sulit karena transportasi umum gampang ditemui dengan ongkos pasti terjangkau. Sedangkan dengan mobil atau sepeda motor pribadi juga bisa ditempuh tanpa banyak rintangan karena jalannya sudah beraspal. Setelah sampai di kawasan ini tinggal menentukan lokasi pemandian yang akan dipergunakan. Ada sekitar tujuh pusat pemandian air panas (hot spring) yang telah kelola secara modern dan dilengkapi fasilitas semi permanen. Sedangkan satu lokasi pemandian dikelola secara tradisional oleh pihak Pemda setempat. Sebenarnya objek wisata ini merupakan pemandian air panas yang mata airnya bersumber dari perut bumi dan mengandung unsur belerang. Selain terasa hangat, air panas tersebut juga dapat mengobati penyakit gatal-gatal bagi pengunjung yang datang. Sehingga tidak salah kalau berendam dengan air hangat belerang bisa dijadikan sebagai pengganti mandi sauna. Objek wisata air panas Lau Debuk Debuk memiliki kekhasan tersendiri dengan yang lainnya. Bukan hanya dari Medan, Langkat atau Deli Serdang, pengunjung yang datang berasal dari luar daerah bahkan dari Jawa dan Kalimantan.

8 Sekitar pemandian air panas Lau Debuk Debuk, banyak ditemukan tempat untuk meletakkan sesajen atau pemujaan. Tidak jauh dari sumber air panas utama akan ditemukan sumur yang dijadikan sebagai tempat pemujaan dan meletakkan sesajen. Selain itu pengunjung yang datang juga sering melepaskan ayam putih sebagai bentuk kepercayaan dan niat karena satu permintaan atau permintaan yang telah dikabulkan. Sedangkan air berada di sumur tersebut sering dibawa pulang dengan jerigen sebagai oleh-oleh sekaligus dipercayai untuk obat. Sedangkan pada waktu-waktu tertentu akan dilaksanakan kegiatan ritual seperti Erpangir Ku Lau (mandi ritual). Kegiatan ritual dilaksanakan biasanya bertujuan membersihkan diri dari roh-roh jahat dan niat-niat yang tidak baik. Kegiatan seperti ini akan menjadi daya tarik tersendiri bagi turis dan pengunjung dari luar daerah. Sehingga kegiatan ritual seperti ini biasanya akan dimeriahkan oleh pendatang dari luar kota ke objek wisata ini. Selain lokasi pemandian air panas yang sengaja dikelola secara tradisional, saat ini juga bermunculan lokasi pemandian air panas semi permanen. Dari catatan, ada sekitar 5 lokasi tempat pemandian yang dikelola secara profesional, di antaranya pemandian air panas Karona Family, Alam Sibayak, Panorama, Rindu Alam dan lainnya. Lokasi pemandian ini dipermak dan dipoles seindah mungkin, tetapi sumber air panas tetap berasal dari aliran Gunung Sibayak. Sedangkan temperatur air panas yang berada di pusat-pusat pemandian air panas di Desa Semangat Gunung antara C.

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting, dimana dalam perekonomian suatu Negara, apabila dikembangkan secara terencana dan terpadu, peran pariwisata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun TINJAUAN PUSTAKA Konsep Wisata Alam Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Potensi Fisik Objek Wisata Lauk Debuk-Debuk di Desa Semangat Gunung

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Potensi Fisik Objek Wisata Lauk Debuk-Debuk di Desa Semangat Gunung BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Potensi Fisik Objek Wisata Lauk Debuk-Debuk di Desa Semangat Gunung a. Letak Kawasan Lau Debuk-Debuk di Desa Semangat Gunung secara astronomis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan berbagai macam suku dengan adat istiadat yang berbeda,yang mempunyai banyak pemandangan alam yang indah berupa pantai,danau,laut,gunung,sungai,air

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang mendukung dan sangat berarti terhadap pembangunan, karena melalui pariwisata dapat diperoleh dana dan jasa bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kandungan gejala alam dari suatu kawasan. Menurut Undang-undang (UU)

TINJAUAN PUSTAKA. kandungan gejala alam dari suatu kawasan. Menurut Undang-undang (UU) TINJAUAN PUSTAKA Identifikasi Potensi Potensi alam dalam kamus Kehutanan RI tahun 1989 adalah mengenai kandungan gejala alam dari suatu kawasan. Menurut Undang-undang (UU) Nomor 9 tahun 1990, wisata adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menarik wisatawan datang ke kota ini. Selain itu Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menarik wisatawan datang ke kota ini. Selain itu Kota Bogor 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Bogor memiliki potensi yang baik untuk menjadi kawasan wisata yang dapat menarik wisatawan datang ke kota ini. Selain itu Kota Bogor merupakan pintu gerbang Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar?

Ekologi Hidupan Liar HUTAN. Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? PENGERTIAN 3/25/2014. Hidupan liar? Mengapa Mempelajari Hidupan Liar? Ekologi Hidupan Liar http://staff.unila.ac.id/janter/ 1 2 Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar PENGERTIAN perlindungan populasi satwa untuk

Lebih terperinci

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan.

alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata yang akan dikembangkan. 23 1. Potensi Wisata Gunung Sulah Potensi wisata merupakan segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata baik alami maupun buatan. Perancangan wisata alam memerlukan ketelitian dalam memilih objek wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa negara selain dari sektor migas yang sangat potensial dan mempunyai andil besar dalam membangun perekonomian yang saat

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dihutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan

TINJAUAN PUSTAKA. dihutan belantara, tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Pada saat ini, ekowisata telah berkembang. Wisata ini tidak hanya sekedar untuk melakukan pengamatan burung, menunggang kuda, penelusuran jejak dihutan belantara, tetapi telah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata sedang digalakkan oleh pemerintah dan merupakan andalan bagi Indonesia dalam meningkatkan devisa negara. Potensi sumber daya alam Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata itu sendiri dapat memberikan keuntungan seperti meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata itu sendiri dapat memberikan keuntungan seperti meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu industri yang berkembang beberapa tahun terakhir ini. Industri pariwisata banyak dikembangkan dibelahan dunia karena pariwisata itu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau tersebut memiliki pulau-pulau berukuran kecil, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau tersebut memiliki pulau-pulau berukuran kecil, memiliki BAB I PENDAHULUAN I. I. Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari beribu-ribu pulau, tersebar dari Sabang sampai Merauke. Sejumlah besar dari pulau-pulau tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEM ERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI Oleh Pengampu : Ja Posman Napitu : Prof. Dr.Djoko Marsono,M.Sc Program Studi : Konservasi Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Jogjakarta,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 November Pembangunan Taman Hutan. Raya Bukit Barisan ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan

PENDAHULUAN. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 November Pembangunan Taman Hutan. Raya Bukit Barisan ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 November

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 24 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Punti Kayu merupakan kawasan yang berubah peruntukannya dari kebun percobaan tanaman kayu menjadi taman wisata di Kota Palembang.

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI GUNUNG MERAPI

POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI GUNUNG MERAPI POTENSI SUMBER DAYA ALAM DI GUNUNG MERAPI Disusun oleh : Lucky Indra Pradipta (07312244072) Agus Satmoko (07312244081) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSUTAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan

TINJAUAN PUSTAKA. Danau. merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan 5 TINJAUAN PUSTAKA Danau Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem perairan air tawar, dan berfungsi sebagai penampung dan menyimpan air yang berasal dari air sungai, mata air maupun air hujan. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada tumbuhan lain yang lebih besar dan tinggi untuk mendapatkan cahaya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Liana Liana merupakan tumbuhan yang berakar pada tanah, tetapi batangnya membutuhkan penopang dari tumbuhan lain agar dapat menjulang dan daunnya memperoleh cahaya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

Deskripsi Mengenai Hutan Wisata Bahorok Sebelum Bencana Banjir Tahun 2003

Deskripsi Mengenai Hutan Wisata Bahorok Sebelum Bencana Banjir Tahun 2003 Deskripsi Mengenai Hutan Wisata Bahorok Sebelum Bencana Banjir Tahun 2003 Rahmawaty Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Hutan merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya

TINJAUAN PUSTAKA. bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ekowisata adalah perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami ataupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar produsen untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen serta. pelayanan kepada konsumen dengan sebaik-baiknya.

BAB I PENDAHULUAN. persaingan antar produsen untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumen serta. pelayanan kepada konsumen dengan sebaik-baiknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi, produk atau jasa yang bersaing dalam satu pasar semakin banyak dan beragam akibat keterbukaan pasar. Sehingga terjadilah persaingan antar produsen

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS JASA LINGKUNGAN EKOWISATA AIR TERJUN LAHUNDAPE DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA

ANALISIS JASA LINGKUNGAN EKOWISATA AIR TERJUN LAHUNDAPE DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA Ecogreen Vol. 3 1, April 2017 Halaman 27 31 ISSN 2407-9049 ANALISIS JASA LINGKUNGAN EKOWISATA AIR TERJUN LAHUNDAPE DI KAWASAN TAHURA NIPA-NIPA Arniawati *, Safril Kasim, Rahmawati Anshar Jurusan Kehutanan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan 1. Pengertian Hutan Dalam Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang kehutanan, Pengertian hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMB) merupakan salah satu dari taman nasional baru di Indonesia, dengan dasar penunjukkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 135/MENHUT-II/2004

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KEPUTUSAN BUPATI NOMOR 16 TAHUN 2002 T E N T A N G PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI Menimbang

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata telah berkembang pesat seiring perubahan pola pikir, bentuk, dan sifat kegiatan warga masyarakat. Perkembangan ini menuntut industri pariwisata agar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara.

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Berkembangnya pariwisata pada suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara. Dengan adanya pariwisata, suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah, mendapat pemasukan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

BAB II URAIAN TEORITIS. yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling. BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pariwisata Kata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu : pari dan wisata. Pari artinya banyak, berkali-kali atau berkeliling.

Lebih terperinci

Ekologi Hidupan Liar http://blog.unila.ac.id/janter PENGERTIAN Hidupan liar? Mencakup satwa dan tumbuhan Pengelolaan hidupan liar perlindungan populasi satwa untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM

NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG

Penjelasan PP No. 34 Tahun 2002 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 TENTANG Page 1 of 19 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2002 UMUM TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, PEMANFAATAN HUTAN DAN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa kawasan konservasi di Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu

Lebih terperinci

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS

VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS VII. PROSES KEPUTUSAN KONSUMEN BERKUNJUNG KE OBJEK WISATA AGRO GUNUNG MAS Keputusan pengunjung untuk melakukan pembelian jasa dilakukan dengan mempertimbangkan terlebih dahulu kemudian memutuskan untuk

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah

BAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat

BAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.330, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Pelestarian. Suaka. Kawasan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5798) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bumi merupakan salah satu bagian dari tata surya kita yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bumi merupakan salah satu bagian dari tata surya kita yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi merupakan salah satu bagian dari tata surya kita yang hanya dapat dihidupi dan ditempati oleh mahluk hidup. Bumi juga merupakan tempat di mana semua mahluk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada TINJAUAN PUSTAKA Konsep Penilaian Ekonomi Menurut (Hussen dalam Adrianto, 2010) Willingness to pay(wtp) pada dasarnya untuk mengukur nilai benefits dari sesuatudidasarkan atas perspektif manusia (individu),

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA SARANA PARIWISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V PRINSIP PENGEMBANGAN

BAB V PRINSIP PENGEMBANGAN BAB V PRINSIP PENGEMBANGAN 5.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENGEMBANGAN Maksud dan Tujuan pengembangan dikawasan Ekowisata Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman ialah menggali potensi-potensi wisata unik yang ada dikawasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan memiliki prospek baik, potensi hutan alam yang menarik. memiliki potensi yang baik apabila digarap dan sungguh-sungguh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Industri pariwisata merupakan sektor andalan dan merupakan pilihan bagi pembangunan ekonomi di negara berkembang. Sumber kekayaan alam Indonesia untuk jasa lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002,

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 6186/Kpts-II/2002, tanggal 10 Juni 2002. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sumber penghasilan suatu daerah. Dengan pengelolaan yang baik, suatu obyek wisata dapat menjadi sumber pendapatan yang besar.menurut

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat maupun di laut. Hal ini didukung dengan fakta menurut Portal Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena masyarakat lah yang berinteraksi secara langsung dengan wisatawan.

BAB I PENDAHULUAN. karena masyarakat lah yang berinteraksi secara langsung dengan wisatawan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesiapan sangat penting dalam memulai suatu pekerjaan, karena dengan memiliki kesiapan, apapun akan dapat teratasi dan dikerjakan dengan lancar dan hasil yang

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Pertumbuhan pariwisata secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun

BAB I PENDAHULUAN. kekayaaan sumber daya dan keanekaragaman hayati berupa jenis-jenis satwa maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Wisata Alam (TWA) Bukit Kaba dengan luas areal 13.490 hektar merupakan salah satu kawasan konservasi darat di Bengkulu yang memiliki kekayaaan sumber daya dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rekreasi merupakan bagian dari kebutuhan pokok dari banyak orang pada saat ini. Banyaknya aktifitas, kurangnya istirahat, penatnya suasana kota yang terjadi berulang-ulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang

I. PENDAHULUAN. individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pergeseran tren kepariwisataan di dunia saat ini lebih mengarah pada individual tourism/small group tourism, dari tren sebelumnya tahun 1980-an yang didominasi oleh mass

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGUNJUNG WISATA ALAM BANTIMURUNG. Wahyudi Isnan

KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGUNJUNG WISATA ALAM BANTIMURUNG. Wahyudi Isnan Karakteristik dan Preferensi Pengunjung Wisata Alam Bantimurung KARAKTERISTIK DAN PREFERENSI PENGUNJUNG WISATA ALAM BANTIMURUNG Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA

RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI MASUK OBYEK WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT Menimbang : a. bahwa, obyek wisata yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biodiversitas atau lebih sering dikenal sebagai keanekaragaman hayati merujuk kepada Convention on Biological Diversity (CBD) di Rio de Janeiro, Brazil (1993), merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.49/Menhut-II/2014 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN EVALUASI KESESUAIAN FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci

DANAU SEGARA ANAK. Gambar 1. Lokasi Danau Segara Anak di Pulau Lombok. Gambar 2. Panorama Danau Segara Anak Rinjani dengan kerucut Gunung Barujari.

DANAU SEGARA ANAK. Gambar 1. Lokasi Danau Segara Anak di Pulau Lombok. Gambar 2. Panorama Danau Segara Anak Rinjani dengan kerucut Gunung Barujari. DANAU SEGARA ANAK Danau Segara Anak adalah danau kawah (crater lake) Gunung Rinjani yang berada di Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun, Kabupaten Lombok Timur, Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara

Lebih terperinci