BAB II. KARAKTERISTIK DAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II. KARAKTERISTIK DAS"

Transkripsi

1 BAB II. KARAKTERISTIK DAS DAS dalam bahasa inggris sexing disebut sebagai "Drainage Basin", "Drainage Area" atau "Cathn:ent Area" khususnya dalam kaitannya dengan kerekayasaan pengendalian sungai, dan juga disebut "Watershed" dalam kaitannya dengan kerekayasaan penyediaan air (Gregory dan Walling, 1973). Secara umum DAS diartikan sebagai suatu kawasan yang menangkap air hujan yang jatuh di dalamnya kemudian mengalirkannya ke dalam satu aliran utama (sungai utama) atau cabang-cabangnya dan keluar sebagai debit air pada satu titik luaran Karakteristik aliran Ukuran DAS mempengaruhi volume air yang dihasilkan; sedangkan panjang dan bentuk serta reliefnya mempengaruhi laju air dan sedimen. Demikian pula bentuk dan sistem saluran mempengaruhi laju air dan sedimen. Menentukan luas yang tepat dari sebuah DAS yang berfungsi sebagai daerah penangkapan hujan dan mengalirkannya ke satu titik pengeluaran (outlet) sangatlah sukar, kalau kita mempertimbangkan pula suplesi air ke saluran yang berasal dari air tanah. Hal ini disebabkan karena batas topografi permukaan tanah tidak bersesuaian dengan topografi permukaan air tanah. Luas sebuah DAS biasanya diukur berdasarkan hasil pemetaan kontur pada sebuah peta (map) atau hasil foto udara. Skala 1 : umumnya dipergunakan untuk peta sebuah DAS. Perhitungan luas DAS dapat dilakukan dari peta itu dengan melakukan pengukuran luas peta, baik dengan planimeter atau teknik scanning. Metode menentukan order aliran Horton, dikutip oleh Gregory dan Walling, (1973) menyatakan masing-masing jari dari cabang aliran sebagai orde aliran pertama, dua buah orde ke dua membentuk orde ke 3 demikian seterusnya. (Gambar 5).

2 Gambar 5. Orde aliran menurut R.F. Horton Strahler 1953 (dikutif oleh Gregory dan Walling, 1973) mengajukan jaringan aliran yang lain di mana seluruh jari jari cabang aliran mempunyai orde yang sama yaitu orde pertama, dua orde I membentuk order ke II, dua orde ke dua membentuk orde ke III (Gambar 6). Gambar 6. Menurut A.N. Strahler

3 Gambar 7. Menurut R.L. Shreve (A) dan A.F,. Scheidegger (B) Kelemahan sistem Strahler adalah orde aliran utama (trunk) (orde n) tidak berubah dengan penambahan cabang-cabang aliran pada orde yang lebih rendah (n- 1, n2, dst.). Shreve (1957) dikutip oleh Gregory dan Walling, (1973). mengatasi kelemahan ini dengan metode orde menurut segmen di mana semua segmen pertama disebut orde I, lanjutan dari segmen ini merupakan jumlahan orde sebelumnya (Gambar 7.a). Sedangkan Scheidegger (Gambar 7.b) mengemukakan 4 postulasi dari kombinasi segmen aliran yang bersifat komulatif dan juga asosiatif. Postulasi-postulasi itu adalah : 1. Apabila segmen-segmen serupa dikombinasikan, segmen yang dihasilkan mempunyai orde yang meningkat integer G 1 x G 1 = G (2.1) 2. Kombinasi dua segmen dari order lebih rendah (G 1-1) dengan order tertentu harus meningkatkan orde yang dibelakangnya dengan 1 integer. 3. lirusan segmen yang terkait adalah immaterial

4 4. Titik jadi masalah apakah segmen C 1 join. dengan G 11 ate t sebaliknya. Dari ke empat posttulasi itu hukum yang umum untuk besarnya orde aliran dinyatakan sebagai berikut : Kerapatan aliran sungai (drainage densitv ) Kerapatan jaringan aliran (sungai) menggambarkan keadaan topograpi, litologi, penologi dan vegetasi yang terkait dengan pola kehidupan manusia. Horton 1932, (dikutip oleh Gregory dan Waling, 1973) menyatakan kerapatan jaringan aliran sebagai panjang aliran-aliran per unit luas DAS, dan sebagai faktor penting untuk menentukan waktu perjalanan (time travel) air. Frequensi aliran (Fs) diusulkan oleh Horton (1945) sebagai ukuran dari jumlah segmen-segmen aliran per unit luas DAS, sehingga hal ini tergantung pada orde saluran dimana densiti saluran tidak tergantung pada orde. Nilai kerapatan jaringan aliran bervariasi antara 1,5 mil/mil' (0,93 km/km") sampai 2,0 (1,24) untuk kawasan terjal kedap air (steep impervious areas) di daerah yang hujannya tinggi dan nilai itu akan mendekati nol dalam DAS porus (permeable) dengan laju infiltrasi tinggi (Horton). Langbein (Gregory dan Walling, 1973) menyatakan drainage density bervariasi antara 0,89 mil/mil" (0,55 km/km`) sampai 3,37 (2,09) di kawasan humid dengan rata-rata 1,65 (1,03). Untuk mengetahui density/kecepatan DAS diperlukan peta yang menggambarkan luas araeal dan total panjang saluran. Panjang salu ran dan pan jang DAS Panjang saluran utama menghasilkan 2 pertimbangan : 1. Panjang saluran utama tergantung pada bentuk DAS 2. Tidak selalu ada kesesuaian antara panjang lembah dan panjang saluran. Panjang total saluran diukur dalam sebuah peta dengan menggunakan alat ukur panjang, dan lain-lain.

5 Beatuk DAS dan saluran Bentuk DAS dan saluran dipengaruhi oleh tipe-tipe batuan. Beberapa metode menentukan bentuk DAS divarikan pada Tabel 2 berikut: Tabel 2. Metode untuk menentukan bentuk DAS Metode Uraian Sumber Faktor Bentuk (F) Sirkularitas DAS (C) (Nilai C dilihat pada halaman berikut) (E). = A = Luas DAS L = Panjang DAS = = 4 P = Perimeter DAS = Horton (1932) Miler (1953) Schumm (1956) = 2 Faktor bentuk (P) = Bm = Lebar Max DAS B = Lebar rerata DAS Rostotnov (1967) Sumber : Gregory dan Walling, 1973 Tabel besarnya nilai sirkularitas DAS C > 1,0 = mendekati bentuk lingkaran < C < 1.0 = mendekati bentuk bujur sangkar < C < = mendekati bentuk segitiga sama sisi C < = mendekati bentuk memanjang

6 Beberapa bentuk pola sistem aliran dalam DAS digannbarkan pada Gambar 8 berikut. Gambar 8. Pola Sistem Aliran dalam DAS

7 Bifurcation ratio (ratio bifurkasi = Rb) Rb merupalcap satuan karakteristik pas yang menyatakan perpanctjrlgan ant9.la jumlah salur lt (t}pgai) orde n terhadap jumlah salµran orde terbesar bet iklltpya (n+1). Jadi. Rb tergantuplf pada metode orde saluran (metoc4e Horton, Stra,ler, atau lainnya). Di dalam satu DAS mungkin ada beberapa ratio bifurkasi tergantung pada orde dari DAS secara keseluruhan jadi dalam orde ke lima, empat, ni.lai Rb dapat dihitung. Karakteristik penutup lahan Penutup lahan di DAS dapat diklasifikasikan menjadi : hutan, belukar, rumput, pertanian dan areal pemukiman. Ringkasan tentang karakteristik DAS 1. Karakteristik topografis Areal dan orde saluran Kerapatan jaringan (sal uran) Panjang saluran Bentuk DAS 2. Karakteristik batuan dan sed.imen 3. Karakteristik penutup lahan Karakteristik batuan Karakteristik batuan ini penting diketahiui karena karakteristik batuan yang ada di bawah permukaan tanah menentukan keadaan air tanah (nature and extend of groundwater) 2.2. Perubahan DAS terhadap waktu Perubahan terhadap waktu menentukan perubahan. karakteristik DAS, Perubahan DAS ditimbulkan sebagai akibat dari modifikasi input sebuah DAS. Perubahan input ini misalnya adalah perubahan iklim, namun perubahan input yang paling nyata pada DAS

8 adalah karena perubahan vegetasi. Perubahan yang ekstrim adalah karena pengaruh gempa bumi, land slide (tanah longsor), dan letusan gunung berapi. Lane (1955). membuat suatu hubungan yaitu : Qs Qw S Dimana : Qs = material dasar di sungai (bed load) D = diameter partikel sedimen Qw = debit aliran S = Slope aliran Kategri perubahan Kelas 1 : Meningkatnya variabel tunggal Qs atau D atau menurunnya variabel tunggal Qw, slope akan meningkat Kelas 2 : Menurunnya variabel tunggal Qs atau D atau meningkatnya. Qw, slope akan menurun Kelas 3 : Meningkatnya slope secara tiba-tiba pada titik tertentu, Qs meningkat Kelas 4 : Menurunnya level dasar saluran, slope awalnya lebih besar. Kelas 5 : Perubahan level dasar tanpa perubahan elevasi. Level dasar beraerak secara efektif ke bawah atau ke atas. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perubahan DAS Perubahan yang besar timbul karena ulah manusia. Meningkatnya populasi penduduk memerlukan peningkatan kebutuhan konsumsi makan dan papan (tempat tinggal), maka meningkatnya areal pemukiman dan areal pertanian Penebangan hutan yang tidak sesuai dengan aturan, menyebabkan erosi dan banjir yang dapat mengubah tata saluran di DAS dan juga berpengaruh pada hidrolika saluran. Hidrolika saluran berkaitan dengan disposisi sedimen di saluran dan hal ini berkaitan dengan erosi saluran dan tepi saluran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DAS

BAB IV. ANALISIS DAS BAB IV. ANALISIS DAS 4.1. Hidromorfometri DAS Para pakar akhir-akhir ini banyak menggunakan pendekatan hidromorfometri DAS untuk menerangkan proses-proses hidrologi. Kepekaan DAS untuk mengubah hujan menjadi

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI

DAERAH ALIRAN SUNGAI DAERAH ALIRAN SUNGAI PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI Limpasan (Runoff) Dalam siklus hidrologi, bahwa air hujan yang jatuh dari atmosfer sebelum air dapat mengalir di atas permukaan

Lebih terperinci

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daur hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut, air tersebut akan tertahan (sementara)

Lebih terperinci

KAJIAN KARAKTERISTIK DAS UNTUK DAERAH TANGKAPAN HUJAN WADUK SERMO KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KAJIAN KARAKTERISTIK DAS UNTUK DAERAH TANGKAPAN HUJAN WADUK SERMO KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KAJIAN KARAKTERISTIK DAS UNTUK DAERAH TANGKAPAN HUJAN WADUK SERMO KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Study of Characteristic Watershed for the Catchment of Sermo Reservoir in Kulon Progo

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGENALAN ASPEK-ASPEK MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)

PENUNTUN PRAKTIKUM PENGENALAN ASPEK-ASPEK MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PENUNTUN PRAKTIKUM Manajemen Sumberdaya Perairan (GMPB602) DOSEN : Abdur Rahman, S.Pi, M.Sc PENGENALAN ASPEK-ASPEK MORFOMETRI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) FAKULTAS PERIKANAN & ILMU KELAUTAN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Sistem terbuka dalam sebuah DAS

BAB I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Sistem terbuka dalam sebuah DAS BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Daerah Aliran Sungai Daerah aliran sungai (DAS) yang dalam Bahasa inggris sering disebut "Watershed", "Catchment Area", atau "Drainage Basin" merupakan satu contoh dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Geomorfologi Daerah Aliran Sungai Balai Pengelolaan DAS Citarum-Ciliwung memiliki Stasiun Pengamatan Aliran Sungai (SPAS) yang merupakan satu-satunya alat pendeteksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Studi 1. Letak dan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Jepara dan Daerah Tangkapan Hujan Waduk Way Jepara secara geografis terletak pada 105 o 35 50 BT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Daerah Penelitian Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949) merupakan sebagian dari Zona Bogor bagian Timur (Gambar 2.1). Zona Bogor merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya gravitasi. Tanah longsor sangat rawan terjadi di kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan adalah jatuhnya air hujan dari atmosfer ke permukaan bumi dalam wujud cair maupun es. Hujan merupakan faktor utama dalam pengendalian daur hidrologi di suatu

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) berfungsi sebagai penampung air hujan, daerah resapan, daerah penyimpanan air, penangkap air hujan dan pengaliran air. Wilayahnya meliputi

Lebih terperinci

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor

BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Identifikasi dan Delineasi Daerah Rawan Longsor BAB III PENGENDALIAN LONGSOR Daerah rawan longsor harus dijadikan areal konservasi, sehingga bebas dari kegiatan pertanian, pembangunan perumahan dan infrastruktur. Apabila lahan digunakan untuk perumahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan atau presipitasi merupakan jatuhnya air dari atmosfer ke permukaan bumi baik dalam bentuk cairan maupun es. Hujan merupakan faktor utama pengendali daur hidrologis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK DAS 4.1.1. Parameter DAS Parameter fisik DAS Binuang adalah sebagai berikut: 1. Luas DAS (A) Perhitungan luas DAS didapatkan dari software Watershed Modelling

Lebih terperinci

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI BIOFISIK DAS LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI SUNGAI Air yang mengalir di sungai berasal dari : ALIRAN PERMUKAAN ( (surface runoff) ) ALIRAN BAWAH PERMUKAAN ( (interflow = subsurface flow) ALIRAN AIR TANAH

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut;

BAB IV ANALISA Kriteria Perencanaan Hidrolika Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut; BAB IV ANALISA Analisa dilakukan berdasarkan data-data yang diperoleh. Data tersebut berupa data hasil pengamatan dilapangan dan data lain baik termasuk gambar guna memberikan gambaran kondisi wilayah.

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran Sungai yang mengalir meliputi dua Kabupaten yaitu Kabupaten Bandung dan Sumedang yang mempunyai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura Hak cipta dilindungi Undang-Undang Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura ISBN: 978-602-97552-1-2 Deskripsi halaman sampul : Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah satu bagian dari

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hubungan Curah Hujan dengan Koefisien Regim Sungai (KRS) DAS Ciliwung Hulu Penggunaan indikator koefisien regim sungai pada penelitian ini hanya digunakan untuk DAS Ciliwung

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang 1 Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Erosi adalah proses terkikis dan terangkutnya tanah atau bagian bagian tanah oleh media alami yang berupa air. Tanah dan bagian bagian tanah yang terangkut dari suatu

Lebih terperinci

PENGERTIAN HIDROLOGI

PENGERTIAN HIDROLOGI PENGERTIAN HIDROLOGI Handout Hidrologi - Dr. Ir. Dede Rohmat, M.T., 2009 1 Pengertian Hidrologi (Wikipedia Indonesia) Hidrologi (berasal dari Bahasa Yunani: Yδρoλoγια, Yδωρ+Λoγos, Hydrologia, "ilmu air")

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA

ARTIKEL ILMIAH JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA ARTIKEL ILMIAH JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA Nama NIM Program Studi Judul Pembimbing : Paula Rosita : C51110216 : Agroteknologi : Studi Karakteristik Sub Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Sungai Sragi terletak pada perbatasan antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Pemalang. Di bagian hulu sungai, terdapat percabangan membentuk dua alur sungai yaitu

Lebih terperinci

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...)

Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Oleh : PUSPITAHATI,STP,MP Dosen Fakultas Pertanian UNSRI (2002 s/d sekarang) Mahasiswa S3 PascaSarjana UNSRI (2013 s/d...) Disampaikan pada PELATIHAN PENGELOLAAN DAS (25 November 2013) KERJASAMA : FORUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

Seminar Nasional Informatika 2012 (semnasif 2012) ISSN: UPN Veteran Yogyakarta, 30 Juni 2012

Seminar Nasional Informatika 2012 (semnasif 2012) ISSN: UPN Veteran Yogyakarta, 30 Juni 2012 Seminar Nasional Informatika 0 (semnasif 0) ISSN: 979-8 UPN Veteran Yogyakarta, 0 Juni 0 ANALISIS MORFOMETRI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENENTUAN SUB DAS PRIORITAS (STUDI KASUS MITIGASI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Analisa sistem drainase dan penangulangan banjir Kota Semarang sebenarnya telah menjadi perhatian sejak zaman kolonial Belanda, dengan dibangunnya dua banjir

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... INTISARI... ABSTRACT... i ii iii iv v ix

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Bendung Kaligending terletak melintang di Sungai Luk Ulo, dimana sungai ini merupakan salah satu sungai yang cukup besar potensinya dan perlu dikembangkan untuk dimanfaatkan

Lebih terperinci

Seminar Nasional Informatika 2012 (semnasif 2012) ISSN: 1979-2328 UPN Veteran Yogyakarta, 30 Juni 2012 ANALISIS MORFOMETRI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENENTUAN SUB DAS PRIORITAS (Studi

Lebih terperinci

Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh Untuk Mengkaji Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak Di Sub DAS Garang ( Kreo Basin ) Semarang

Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh Untuk Mengkaji Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak Di Sub DAS Garang ( Kreo Basin ) Semarang Aplikasi Teknik Penginderaan Jauh Untuk Mengkaji Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Debit Puncak Di Sub DAS Garang ( Kreo Basin ) Semarang Puguh Dwi Raharjo puguh.draharjo@yahoo.co.id The misuse

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Flow Chart Rencana Kerja Tugas Akhir BAB IV METODOLOGI 4.1 Tinjauan Umum Penulisan laporan Tugas Akhir ini memerlukan adanya suatu metode atau cara yaitu tahapan tahapan dalam memulai penulisan sampai selesai, sehingga penulisan Tugas Akhir

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK DAS WAISAI DUA KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT

ANALISIS KARAKTERISTIK DAS WAISAI DUA KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT ANALISIS KARAKTERISTIK DAS WAISAI DUA KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT (Characteristics Analysis Of Watershed Waisai Dua District of Raja Ampat, Province of West Papua) Oleh : Joseph Latuihamallo

Lebih terperinci

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng

125 permukaan dan perhitungan erosi berasal dari data pengukuran hujan sebanyak 9 kejadian hujan. Perbandingan pada data hasil tersebut dilakukan deng 124 Bab VI Kesimpulan Lokasi penelitian, berupa lahan pertanian dengan kondisi baru diolah, tanah memiliki struktur tanah yang remah lepas dan jenis tanah lempung berlanau dengan persentase partikel tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada akhir tahun 2013 hingga awal tahun 2014 Indonesia dilanda berbagai bencana alam meliputi banjir, tanah longsor, amblesan tanah, erupsi gunung api, dan gempa bumi

Lebih terperinci

Surface Runoff Flow Kuliah -3

Surface Runoff Flow Kuliah -3 Surface Runoff Flow Kuliah -3 Limpasan (runoff) gabungan antara aliran permukaan, aliran yang tertunda ada cekungan-cekungan dan aliran bawah permukaan (subsurface flow) Air hujan yang turun dari atmosfir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai tempat terutama daerah tropis khususnya di daerah pegunungan yang nantinya akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

Penggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu

Penggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu Penggunaan SIG Untuk Pendeteksian Konsentrasi Aliran Permukaan Di DAS Citarum Hulu Puguh Dwi Raharjo puguh.draharjo@yahoo.co.id The analysis of water flow consentration in the river system is the important

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan

BAB III METODOLOGI Rancangan Penulisan BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi penelitian adalah semacam latar belakang argumentatif yang dijadikan alasan mengapa suatu metode penelitian dipakai dalam suatu kegiatan penelitian. Metodologi

Lebih terperinci

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI

4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 83 4.17 PERENCANAAN DAN PEMETAAN GARIS SEMPADAN KALI SEMEMI 4.17.1. UMUM Perencanaan garis sempadan Kali Sememi untuk melindungi dan menjaga kelestarian sungai dengan menciptakan Kali Sememi yang bersih

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. viii

DAFTAR ISI. Halaman. viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... iv ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah...

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 93 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... v ABSTRAK... vi KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1

Lebih terperinci

ANALISIS MORFOMETRI DAS DI DAERAH RENTAN GERAKAN TANAH Studi Kasus: Das Mikro Cibintinu dan Cibodas Kabupaten Bandung

ANALISIS MORFOMETRI DAS DI DAERAH RENTAN GERAKAN TANAH Studi Kasus: Das Mikro Cibintinu dan Cibodas Kabupaten Bandung Analisis Morfometri Das Di Daerah Rentan Gerakan Tanah... (Sukristiyanti dkk) ANALISIS MORFOMETRI DAS DI DAERAH RENTAN GERAKAN TANAH Studi Kasus: Das Mikro Cibintinu dan Cibodas Kabupaten Bandung (Watershed

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui :

Bab 3 Metodologi. Setelah mengetahui permasalahan yang ada, dilakukan survey langsung ke lapangan yang bertujuan untuk mengetahui : Bab 3 Metodologi 3.1 Metode Analisis dan Pengolahan Data Dalam penyusunan Tugas Akhir ini ada beberapa langkah-langkah penulis dalam menganalisis dan mengolah data dari awal perencanaan sampai selesai.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai komunitas tumbuhan juga memiliki fungsi hidrologis dalam mengatur tata air, mengurangi erosi dan banjir. Hutan mempunyai peran yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Siklus Hidrologi. 2.2 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Siklus Hidrologi. 2.2 Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Siklus hidrologi yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti, air tersebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : a. Lahan yang tidak mampu secara efektif sebagai unsur produksi pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat kerawanan bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer

BAB III METODOLOGI. 3.2 Pengumpulan Data Pengumpulan data meliputi data primer maupun data sekunder Pengumpulan Data Primer BAB III METODOLOGI 3.1 Studi Pustaka dan Survey Lapangan Studi pustaka diperlukan sebelum atau bersamaan dengan survey lapangan dengan maksud ketika pengamat menemui kesulitan dilapangan, dapat mengacu

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan Gambar 2.1. Gambar Bagan Alir Perencanaan 2.2 Penentuan Lokasi Embung Langkah awal yang harus dilaksanakan dalam merencanakan embung adalah menentukan lokasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada bulan Maret tahun 2013, di Desa Tuksono Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo mulai dilakukan pembangunan kawasan pabrik CV Karya Hidup Sentosa. Pabrik

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pencapaian penelitian secara optimal sangat ditentukan pada kadar pemahaman

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pencapaian penelitian secara optimal sangat ditentukan pada kadar pemahaman BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Pencapaian penelitian secara optimal sangat ditentukan pada kadar pemahaman dalam pelaksanaan kajian, sehingga dengan demikian bahwa pola pendekatan dalam

Lebih terperinci

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS) Stadia Sungai Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir ke laut. Dalam Bahasa Indonesia, kita hanya mengenal satu kata sungai. Sedangkan dalam Bahasa Inggris dikenal kata stream dan river.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini, objek yang diteliti dan dikaji adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE

PERANCANGAN SISTEM DRAINASE PERANCANGAN SISTEM DRAINASE Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya pelak-sanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi dan sedimentasi

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM I. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian mitigasi. 2. Memahami adaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi 4 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Hidrologi Siklus hidrologi merupakan perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang terjadi secara terus menerus, air

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Uraian Umum Embung merupakan bangunan air yang selama pelaksanaan perencanaan diperlukan berbagai bidang ilmu guna saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung yang meliputi area tangkapan (catchment area) seluas 142,11 Km2 atau 14.211 Ha (Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di

I. PENDAHULUAAN. A. Latar Belakang. Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di I. PENDAHULUAAN A. Latar Belakang Kabupaten Kulon Progo merupakan bagian dari wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah di Barat dan Utara, Samudra

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK

IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS ABSTRAK VOLUME 9 NO.2, OKTOBER 2013 IDENTIFIKASI KERUSAKAN AKIBAT BANJIR BANDANG DI BAGIAN HULU SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) LIMAU MANIS Farah Sahara 1, Bambang Istijono 2, dan Sunaryo 3 ABSTRAK Banjir bandang

Lebih terperinci

3.1 Metode Pengumpulan Data

3.1 Metode Pengumpulan Data BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data pada perencanaan drainase sistim Kali Tenggang dilakukan sebagai berikut : Untuk data-data yang berkaitan dengan perencanaan non teknis

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah tangkapan air (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan hidup makhluk hidup. Apabila lahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hidrologi Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang terjadinya, pergerakan dan distribusi air di bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi, tentang sifat fisik,

Lebih terperinci

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan

Lebih terperinci

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Novitasari,ST.,MT. TIU & TIK TIU Memberikan pengetahuan mengenai berbagai metode dalam penanganan drainase, dan mampu menerapkannya dalam perencanaan drainase kota:

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

KAJIAN HUBUNGAN GEOMORFOLOGI DAS DAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI SKRIPSI

KAJIAN HUBUNGAN GEOMORFOLOGI DAS DAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI SKRIPSI KAJIAN HUBUNGAN GEOMORFOLOGI DAS DAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI SKRIPSI Oleh : NUR DIA TRIONO F14051131 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 KAJIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumber daya alam yang semakin meningkat tanpa memperhitungkan kemampuan lingkungan telah menimbulkan berbagai masalah. Salah satu masalah lingkungan di

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada

BAB V PEMBAHASAN. menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kajian Geoteknik Analisis kemantapan lereng keseluruhan bertujuan untuk menentukan tingkat kemantapan suatu lereng dengan membuat model pada sudut dan tinggi tertentu. Hasil dari analisis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii v ix x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3

Lebih terperinci

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan... Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2 Pokok Permasalahan... 2 1.3 Lingkup Pembahasan... 3 1.4 Maksud Dan Tujuan... 3 1.5 Lokasi... 4 1.6 Sistematika Penulisan... 4 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan

Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan Bab IV Metodologi dan Konsep Pemodelan IV.1 Bagan Alir Metodologi Penelitian Bagan alir metodologi penelitian seperti yang terlihat pada Gambar IV.1. Bagan Alir Metodologi Penelitian menjelaskan tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan torehan di permukaan bumi yang merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang dibawanya dari bagian Hulu ke bagian Hilir suatu daerah

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1 1. Hasil penginderaan jauh yang berupa citra memiliki karakteristik yang

Lebih terperinci

Bab V Analisa dan Diskusi

Bab V Analisa dan Diskusi Bab V Analisa dan Diskusi V.1 Pemilihan data Pemilihan lokasi studi di Sungai Citarum, Jawa Barat, didasarkan pada kelengkapan data debit pengkuran sungai dan data hujan harian. Kalibrasi pemodelan debit

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul... i Halaman Pengesahan Skripsi... ii Halaman Pernyataan... iii Halaman Persembahan... iv Kata Pengantar... vi Daftar Isi... vii Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... x Daftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan sumber air yang dapat dipakai untuk keperluan makhluk hidup. Dalam siklus tersebut, secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci