BAB I PENDAHULUAN. untuk membeli kebutuhan sehari-hari maupun untuk berwisata. Di Kota

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. untuk membeli kebutuhan sehari-hari maupun untuk berwisata. Di Kota"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar tradisional merupakan tempat yang sering dijadikan seseorang untuk membeli kebutuhan sehari-hari maupun untuk berwisata. Di Kota Yogyakarta dengan wilayah tidak terlalu luas yaitu 32 km 2, beberapa pasar tradisional sengaja dipertahankan karena cukup potensial untuk dijadikan sebagai salah satu tempat wisata belanja seperti di Pasar Beringharjo yang letaknya cukup strategis di selatan Jalan Malioboro. Dalam konteks persaingan global, mempertahankan pasar tradisional dianggap tindakan yang tepat karena roda perekonomian rakyat tetap bisa berjalan dan memberi peluang kepada pedagang kecil untuk tetap melanjutkan usahanya. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi pada tahun 1998, banyak toko dan perusahaan bangkrut namun para pedagang di pasar tradisional masih bisa bertahan dan tetap bisa menggerakkan roda perekonomian rakyat karena melibatkan banyak orang mulai dari buruh gendong, pedagang eceran, distributor dan lain sebagainya yang berarti dapat mengurangi tingkat pengangguran. Keberadaan pasar tradisional dan toko kelontong saat ini mendapat ancaman yang sangat besar dengan menjamurnya bisnis waralaba minimarket, bahkan sudah mulai memasuki wilayah perkampungan penduduk. Maraknya minimarket berjejaring di Kota Yogyakarta mengancam kelangsungan hidup pasar tradisional (Tabloid Badan Legislasi, 2013: 8). 1

2 Tuntutan kebutuhan yang meningkat menyebabkan preferensi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya semakin bergeser. Hal inilah yang menyebabkan semakin tingginya perkembangan minimarket. Alasan pergeseran preferensi jumlah konsumen tersebut disebabkan karena beberapa alasan, antara lain: lebih nyaman berbelanja di minimarket; harga produk yang tetap (fixed price); suasana aman dan nyaman saat berbelanja; mudah dalam memilih barang-barang yang diperlukan; kualitas barang lebih terjamin; dan harga barang sudah pasti (Harmaizar, 2006: ). Umumnya masyarakat saat ini banyak yang menginginkan untuk mendapatkan barang pemenuhan kebutuhan sehari-hari dengan mudah, murah, cepat dan nyaman. Sebagian besar konsumen lebih memilih tempat belanja ke minimarket dengan alasan harga barang tetap dan tertera di rak produk, berdekatan jaraknya dengan lokasi tempat tinggal, buka 24 jam sehingga pembeli bisa setiap saat datang untuk membeli kebutuhan mereka sehari-hari, kebersihan terjamin, barang yang dijual cenderung baru dan terdapat bonus dan diskon yang ditawarkan, dikemas dalam wujud bangunan kaca transparan sehingga menarik pembeli, plastik belanja khusus, menyediakan pembayaran kartu kredit dan kartu anggota (member card). Hal-hal tersebut berkebalikan dengan pasar tradisional dimana jam buka terbatas (pagi sampai siang hari), kondisi tempat kumuh, berdesak-desakan dan jika hujan sering becek, terkadang pedagang dengan sesuka hati memainkan harga, barang yang dijual ada yang rusak, basi dan berdebu. 2

3 Keberadaan waralaba minimarket tidak hanya mengancam pasar tradisional saja namun juga mengancam keberadaan toko-toko kelontong dan toko modern milik perseorangan. Terbukti bahwa sejumlah toko modern milik perorangan akhirnya beralih fungsi menjadi usaha lainnya, seperti kios fotocopy, kantor partai politik dan sebagainya karena tidak mampu bersaing dengan toko berjejaring (Tribun Jogja, 10 April 2013: 12). Seiring pertumbuhan ekonomi yang pesat seperti sekarang ini, dunia wirausaha menjadi pilihan banyak orang untuk mendapatkan penghasilan. Salah satu jenis usaha tersebut adalah waralaba. Bahkan, jenis usaha waralaba diyakini mempunyai keuntungan menarik, baik bagi pemilik usaha yang diwaralabakan (franchisor) atau sebagai franchisee (pihak yang menerima hak eksklusif dari franchisor). Sebagai franchisor, jenis usaha waralaba sangat membantu dalam memasarkan produk yang akan ditawarkan atau dijual. Semakin banyak gerai yang tersebar di berbagai wilayah, maka semakin mudah produk yang ditawarkan untuk dikenal masyarakat luas. Sedangkan bagi franchisee, bisnis waralaba dapat membantu untuk membuka usaha tanpa harus memulainya dari nol. Hal tersebut dikarenakan, penerima waralaba hanya melakukan kegiatan menjalankan sistem yang sudah distandarisasi dari pemilik usaha. Kegiatan dalam bentuk waralaba (franchise) atau sering disebut toko berjejaring di Indonesia mengalami kemajuan di berbagai bidang usaha seperti bidang makanan terutama makanan siap saji (fast food), jasa cuci baju (laundry), pendidikan (bimbingan belajar), telematika (warung internet), 3

4 minimarket dan lain sebaginya. Salah satu waralaba yang berkembang saat ini adalah dalam bentuk minimarket. Di setiap sudut kota, pinggir kota bahkan pedesaan terdapat minimarket. Meskipun demikian, masih sedikit masyarakat yang merasakan dampak ancaman kehadiran minimarket jejaring, seperti pedagang pasar tradisional, pemilik toko kelontong dan pedagang kaki lima. Mereka merasakan bahwa minimarket waralaba akan mengancam sumber ekonomi mereka cepat atau lambat. Waralaba merupakan perikatan antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba, dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual, penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Agar waralaba dapat berkembang pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum bagi pemberi waralaba maupun penerima waralaba. Menurut Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen, waralaba merupakan gabungan dua kata yaitu wara yang berarti lebih dan laba yang berarti untung. Jadi, waralaba merupakan usaha yang memberikan keuntungan lebih atau istimewa yang sistemnya berbeda dengan sistem bisnis konvensional yang sudah ada (Hakim, 2008: 16). Minimarket merupakan sebuah jenis usaha yang menggambarkan antara konsep swalayan kecil dengan target pasar yang sama dengan target pada pasar tradisional, sehingga banyak ditemukan kondisi dimana antara minimarket 4

5 yang satu dengan minimarket lainnya memiliki jarak yang dekat dengan pasar tradisional serta jumlah minimarket yang lebih dari dua gerai dalam satu kelurahan dimana hal ini menjadi persoalan utama yang kemudian menyebabkan hilangnya kesempatan bagi pedagang pasar tradisional dan toko kelontong untuk bersaing. Pertumbuhan minimarket yang sedemikian pesat sampai pelosok desa merupakan cikal bakal terjadinya perubahan dalam pola budaya terutama kebiasaan masyarakat dalam berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari. Maka yang paling bersinggungan dengan berdirinya minimarket di setiap lokasi adalah para pedagang kecil berbentuk warung/ toko tradisional. Persinggungan itu karena masyarakat konsumen yang awalnya berbelanja pada warung/toko tradisional beralih kepada minimarket. Walaupun peralihan itu sangat manusiawi dan wajar karena beberapa faktor keunggulan membuat kecenderungan yang besar, pola belanja masyarakat/konsumen berubah dari warung/toko tradisional kepada minimarket. Hal ini yang akan mengakibatkan timbulnya konflik antara toko modern dengan pedagang eceran tradisional, karena merasa tidak berdaya dalam menghadapi persaingan yang tidak seimbang. Penataan dan pembinaan yang dilakukan dalam regulasi harus dilihat dari sudut pandang yang saling bersinergi bagi pihak yang berkepentingan. Sudut pandang itu adalah kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan, dan lingkungan, sehingga tidak hanya menjadi wacana yang bergerak pada tataran opini publik tetapi harus dapat diwujudkan dalam praktek di lapangan. 5

6 Tonggak kepastian hukum tentang format waralaba dimulai dengan adanya UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Kemudian pada tanggal 18 Juni 1997 yaitu dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah RI No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba, yang kemudian Peraturan Pemerintah tersebut dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba dengan maksud untuk lebih memberikan kepastian berusaha dan memberi kepastian hukum bagi pemberi waralaba dan penerima waralaba dalam memasarkan produknya. Kemudian dikeluarkan peraturan tentang penyelenggaraan waralaba, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31/M- DAG/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba. Marina L Pandin mengatakan bahwa pertumbuhan bisnis yang sangat fantastis terjadi pada minimarket selama lima tahun, , rata-rata pertahun mencapai 38, 1% atau melampaui pertumbuhan hypermarket sebesar 21,5 %, dan supermarket 6,2% ( Data tersebut menunjukkan bahwa pasar tradisional justru terancam dengan maraknya pasar modern berupa minimarket waralaba. Untuk melindungi pasar tradisional maka dikeluarkan peraturan Mentri Perdagangan No. 53/M-DAG-PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Dalam upaya memberdayakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mencegah terjadinya penguasaan oleh orang atau perseorangan atau kelompok terkait usaha berjaringan, serta agar tidak terus merugikan usaha kecil, dan untuk menata usaha waralaba minimarket agar tidak 6

7 mematikan pasar tradisional maupun toko kelontong, maka Walikota Yogyakarta mengeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 79 tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta. Kebijakan pembatasan usaha waralaba tersebut disambut gembira oleh para pelaku usaha kecil, seperti pemilik kios atau toko kelontong. Meskipun diakui terlambat dan telah mengurangi pendapatan, namun kebijakan ini setidaknya telah memberikan harapan kepada toko dan pasar tradisional dalam hal persaingan harga dan pelayanan. Berdasarkan peraturan walikota tersebut jumlah kuota minimarket waralaba di Kota Yogyakarta dibatasi sebanyak 52 minimarket yang terletak di 14 kecamatan (kecuali kecamatan Keraton) dan di 41 ruas penggal jalan. Dari tahun 2009, kuota tersebut sudah terpenuhi sehingga izin usaha toko waralaba minimarket sudah tidak diberikan lagi. Sedangkan yang bisa diproses adalah pendirian toko kebutuhan sehari-hari meskipun tampilannya menyerupai minimarket waralaba, namun jika dikelola secara perseorangan dan bukan berjejaring masih diperbolehkan untuk didirikan (Kedaulatan Rakyat, 20 Januari 2012: 9). Berdasarkan data dari Dinas Perizinan Kota Yogyakarta menyebutkan terdapat 52 minimarket waralaba di seluruh Kota Yogyakarta, minimarket non waralaba sebanyak 72, supermarket 17 sedangkan toko kelontong jumlahnya mencapai ribuan. Meskipun Pemerintah Kota Yogyakarta telah memetakan jumlah dan jenis minimarket yang ada di Kota Yogyakarta, namun belum mampu melakukan pemetaan lokasi penempatan minimarket agar sejalan 7

8 dengan potensi ekonomi di suatu kawasan (Tribun Jogja, 23 September 2013: 9). Meskipun telah dikeluarkan Peraturan Walikota Yogyakarta No. 79 Tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket, namun masih terdapat sejumlah pelanggaran, salah satunya adalah minimarket waralaba Indomaret yang berada di dalam kompleks Stasiun Tugu Yogyakarta. Toko tersebut menyalahi aturan karena tidak memiliki izin gangguan. Toko tersebut pernah disegel dan ditutup paksa oleh petugas Satpol PP dari Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta pada tanggal 13 Juni Namun Pemerintah Kota Yogyakarta seolah tidak berdaya dalam menegakkan peraturan walikota ketika minimarket Indomaret di pintu selatan Stasiun Tugu tersebut beroperasi lagi pada bulan Mei 2013 dengan meninggalkan brand Indomaret, baik di bagian depan maupun dalam toko (Tribun Jogja, 9 Sepetember 2013: 9). Meskipun masih dalam proses penyidikan dan menunggu proses sidang namun secara langsung minimarket di Stasiun Tugu tersebut melanggar Peraturan Walikota Yogyakarta No. 79 tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket karena telah melebihi jumlah kuota yang diberikan, dimana terletak di Kecamatan Gedongtengen yang hanya mendapat kuota 3 minimarket waralaba, dan saat ini sudah penuh yaitu dengan berdirinya minimarket Indomaret dan Circle K di Jalan Malioboro dan Indomaret di Jalan Mangkubumi 17, selain itu minimarket tersebut tidak memiliki izin usaha yang secara otomatis juga tidak memiliki izin gangguan, dan tanda daftar 8

9 perusahaan. Minimarket tersebut juga terletak di Jalan Pasar Kembang dimana jalan tersebut tidak termasuk dalam daftar jalan yang diperbolehkan. Indomaret di Stasiun Tugu tersebut menyewa lahan PT. KAI dan bekerjasama dalam melayani penjualan tiket online, berdasarakan pernyataan Kepala Humas PT. KAI Daop VI, Yogyakarta, Eko Budiyanto, mengenai tidak adannya HO (Izin Gangguan), hal tersebut seharusnya menjadi tanggung jawab pengelola minimarket. Sebelum beroperasi lagi pada 28 Mei 2012, PT. Dinar Perkasa Gemilang (DPG) selaku pemilik usaha minimarket di stasiun tugu menyurati Wakil Walikota, Imam Priyono, isinya memberitahukan akan kembali membuka usahanya di Stasiun Tugu sambil menunggu proses lanjut antara PT. KAI dengan Pemkot Yogyakarta. (Kedaulatan Rakyat, 20 januari 2012: 9) Pemberitahuan tersebut dilakukan karena berdasarkan surat dari PT. KAI yang menyatakan bahwa PT. DPG menjalankan usaha tidak sesuai perjanjian sewa dengan PT. KAI. Disisi lain berdasarkan pernyataan Kepala Bidang Pengendalian dan Operasi Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, membenarkan bahwa minimarket tersebut telah ditutup paksa karena melanggar Peraturan Walikota Yogyakarta No. 79 tahun 2010, pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan pihak PT. KAI, dan menyebutkan bahwa terdapat Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur giat usaha lain di semua stasiun di Jawa, oleh karena itu mereka membuka kembali minimarket tersebut, selain itu pertimbangan lain diperbolehkannya minimarket tersebut dibuka kembali 9

10 karena memiliki pasar tersendiri yaitu penumpang di Stasiun Tugu (Tribun Jogja, 9 September 2013: 12) Belum selesai permasalahan tersebut, muncul lagi dua minimarket waralaba yang menempel di Kantor Pos atau dikenal dengan post shop. Minimarket tersebut adalah Indomaret yang ada di Kantor Pos Jl. Suryotomo dan Circle K yang ada di Kantor Pos Besar (Jl. Senopati). Kepala Bidang Pengawasan Dinas Perizinan Kota Yogyakarta, Sutarto mengakui jika minimarket tersebut belum berizin. Pihaknya mengetahui pada pertengahan Agustus Saat dilakukan pengecekan melalui sistem informasi perizinan, tidak satupun dari izin HO, izin toko modern maupun tanda daftar perusahaan yang masuk (Tribun Jogja, 6 September 2013: 12). Namun setelah disidangkan pada Agustus 2013 dan dengan tindakan yang cukup koperatif dari Kepala Kantor Pos Besar Yogyakarta, Chaerul Hadi maka post shop tersebut sudah dihentikan operasinya (Tribun Jogja, 25 Oktober 2013: 14). Meskipun telah dikeluarkan kebijakan dalam pembatasan waralaba minimarket namun permasalahan pelanggaran masih banyak terjadi dan sampai pertengahan bulan September 2013, tercatat masih ada beberapa minimarket waralaba yang masih bermasalah yaitu 1 minimarket di Stasiun Tugu, 1 minimarket di jalan Parangtritis yang berjarak hanya 50 metet dari Pasar Tradisional Prawirotaman (Tribun Jogja, 10 September 2013: 9). Kebijakan yang telah dijalankan perlu dinilai dan dievaluasi pelaksanaannya untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik biasanya dibuat untuk meraih dampak yang 10

11 diinginkan. Oleh karena itu perlu ditentukan ukuran atau kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan. Menindaklanjuti masih banyaknya pelanggaran terhadap pembatasan usaha waralaba minimarket, maka DPRD Kota Yogyakarta mempunyai inisiatif untuk menyusun rancangan peraturan daerah (raperda) Perpasaran. Tujuan disusunnya raperda sistem perpasaran adalah untuk memberikan perlindungan kepada pasar tradisional dari semakin menjamurnya keberadaan toko modern di kota Yogyakarta serta untuk menata keberadaan waralaba minimarket terutama dalam mengatur pembatasan jumlah toko waralaba minimarket termasuk pemetaan lokasinya. Raperda Perpasaran pertama kali dirumuskan bertujuan untuk menjaga pasar tradisional dari perkembangan pasar modern, tapi dalam proses kajiannya ternyata dampak dari pasar modern berupa minimarket berjejaring justru berdampak pada keberadaan toko kelontong. Akibatnya draf rumusan raperda tersebut dilakukan perombakan. Antara pasar tradisional dengan toko modern memiliki pangsa konsumen yang berbeda, sehingga raperda tersebut tidak akan membahas tentang pasar tradisional mengingat sudah ada Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 2 tahun 2009 tentang Pasar. Raperda Perpasaran tersebut hanya akan lebih banyak membahas batasan jumlah pasar modern yang beroperasi di Kota Yogyakarta. Raperda sistem perpasaran yang menjadi inisiatif DPRD Kota Yogyakarta tersebut seharusnya sudah dibahas pada 11

12 triwulan ketiga tahun 2012, dan ditargetkan dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 1,5 bulan namun hingga kini prosesnya belum dapat diselesaikan. Atas hal-hal tersebut di atas maka peneliti memandang sangat penting untuk melakukan penelitian tentang Arah Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta Dalam Penataan Waralaba Minimarket. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diidentifikasikan permasalahanpermasalahan sebagai berikut: 1. Gaya hidup masyarakat yang konsumtif dan menyukai hal-hal yang instan, mendorong masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari di minimarket waralaba, hal inilah yang menyebabkan penurunan omset penjualan pedagang kecil. 2. Pesatnya pertumbuhan minimarket waralaba menyebabkan menurunnya omset penjualan di pasar tradisional, toko kelontong dan usaha kecil lainnya. 3. Persepsi pengusaha yang ingin mendapatkan laba dengan cepat dan menjanjikan sehingga hal inilah yang mendorong banyaknya pertumbuhan minimarket. 4. Banyaknya pengusaha yang belum memahami dan tidak menghiraukan peraturan-peraturan daerah Kota Yogyakarta dalam pembatasan usaha waralaba minimarket. 12

13 5. Sikap Pemerintah Kota Yogyakarta yang kurang tegas terhadap penegakan Peraturan Daerah terkait penataan waralaba minimarket yang telah dikeluarkan. 6. Banyaknya pelanggaran terhadap peraturan daerah terkait penataan usaha waralaba minimarket khususnya Peraturan Walikota No. 79 tahun 2010 tentang Pembatasan Usaha Waralaba Minimarket di Kota Yogyakarta. 7. Kurangnnya koordinasi pengawasan antara perangkat Pemerintah Kota Yogyakarta yang berwenang dalam pengambilan kebijakan penataan usaha waralaba minimarket. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian yang terdapat pada identifikasi masalah di atas, peneliti merasa perlu untuk melakukan pembatasan masalah agar lebih efektif dan efisien. Peneliti memfokuskan pada arah kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penataan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana arah kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penataan waralaba minimarket di Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana pengembangan kebijakan peraturan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka penataan waralaba minimarket di Kota Yogyakarta? 13

14 E. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Arah kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka penataan usaha waralaba minimarket di Kota Yogyakarta. 2. Pengembangan kebijakan peraturan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka penataan waralaba minimarket di Kota Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan menambah pengetahuan khususnya tentang kebijakan publik di bidang usaha waralaba yang merupakan salah satu ranah dari kajian PKn serta dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. b. Untuk mengetahui kesesuaian antara aturan yang ada dengan realitas pelaksanaannya di lapangan kehidupan. 2. Manfaat praktis a. Bagi Mahasiswa Sebagai sarana menerapkan teori yang sudah didapat di bangku kuliah serta sebagai acuan analisis terhadap kondisi sebenarnya di lapangan. b. Bagi Pemerintah Kota Yogyakarta 14

15 Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengatasi masalah dan dapat menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan selanjutnya. G. Batasan Pengertian Untuk menghindari kesalahpahaman dan mencegah kesimpangsiuran terhadap masalah yang diteliti, maka peneliti akan memberikan gambaran tentang maksud dan judul penelitian. Untuk itu perlu diberikan definisi istilah dalam hal-hal sebagai berikut: 1. Arah Kebijakan Tujuan dari pelaksanakan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. 2. Pemerintah Kota Yogyakarta Pemerintah Kota Yogyakarta dalam penelitian ini adalah perangkat yang memiliki kewenangan dalam membuat kebijakan dalam penataan usaha waralaba minimarket yang berada di wilayah Kota Yogyakarta. Pemerintah Kota Yogyakarta yang dimaksud adalah beberapa instansi yaitu Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian, Dinas Perizinan, serta Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta. 4. Penataan Usaha Waralaba Minimarket Proses yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka mengatur orang perseorangan atau badan usaha yang sudah mempunyai jaringan secara nasional terhadap sistem bisnis toko modern dengan batasan 15

16 lantai penjualan kurang dari 400m 2 dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian dari judul Arah Kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam Penataan Usaha Waralaba Minimarket adalah tujuan dari kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dalam rangka mengatur usaha toko modern bejejaring berbentuk minimarket. 16

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008

BAB I PENDAHULUAN. penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan tempat berlangsungnya transaksi antara pembeli dan penjual. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya meningkatkan pembangunan ekonomi untuk mewujudkan masyarakat demokratis yang berkeadilan dan sejahtera.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan pasar modern di Indonesia saat ini menunjukkan angka yang cukup fantastis. Berbagai jenis pasar modern seperti supermarket, hypermarket maupun mall-mall

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis ritel dewasa ini semakin meningkat. Peningkatan persaingan bisnis ritel dipicu oleh semakin menjamurnya bisnis ritel modern yang sekarang banyak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG. baik minimarket, supermarket, departmen store, hypermarket, dan mall. Hasil

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG. baik minimarket, supermarket, departmen store, hypermarket, dan mall. Hasil PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ekspansi pasar modern yang semakin giat dilakukan di Kota Yogyakarta direfleksikan oleh kehadiran pasar modern dalam berbagai bentuk baik minimarket, supermarket, departmen store,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kebijakan penataan waralaba minimarket tersebut cenderung lebih. tersebut. Kebijakan penataan waralaba selanjutnya yang dilakukan

BAB V PENUTUP. 1. Kebijakan penataan waralaba minimarket tersebut cenderung lebih. tersebut. Kebijakan penataan waralaba selanjutnya yang dilakukan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kebijakan penataan waralaba minimarket tersebut cenderung lebih kepada eksekusi dari penindakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, dimana dunia bisnis di Indonesia sudah mulai maju. Hal ini dapat dilihat semakin banyak bisnis-bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan saat ini nyaris tidak dapat dilepaskan dari pasar. Pasar menyediakan berbagai barang kebutuhan yang diperlukan masyarakat. Pengelolaan pasar mulanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari perkembangan ekonomi internasional, bahkan bukan saja dibidang ekonomi namun di bidang lain seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring kemajuan perekonomian Indonesia. Kemajuan perekonomian Indonesia ikut mendorong perkembangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBINAAN PASAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat. Pasar memainkan peranan yang amat

BAB I PENDAHULUAN. pembeli, antara dunia usaha dan masyarakat. Pasar memainkan peranan yang amat BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pasar menjadi inti dari usaha atau industri dan merupakan mata rantai yang menghubungkan antara produsen dan konsumen, ajang pertemuan antara penjual dan pembeli, antara

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri ritel merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Karakteristik industri ritel yang tidak begitu rumit membuat sebagian besar

Lebih terperinci

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR

Lebih terperinci

BAB 1V NILAI KEADILAN USAHA WARALABA INDOMARET DAN ALFAMART. A. Prinsip-prinsip Keadilan Bisnis Waralaba di Kecamatan Pesantren Kota

BAB 1V NILAI KEADILAN USAHA WARALABA INDOMARET DAN ALFAMART. A. Prinsip-prinsip Keadilan Bisnis Waralaba di Kecamatan Pesantren Kota BAB 1V NILAI KEADILAN USAHA WARALABA INDOMARET DAN ALFAMART A. Prinsip-prinsip Keadilan Bisnis Waralaba di Kecamatan Pesantren Kota Kediri. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perorangan

Lebih terperinci

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF PELANGGARAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko,

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dibidang ekonomi selama ini telah banyak membawa perkembangan yang pesat dalam bidang usaha. Dengan banyaknya perkembangan di bidang usaha banyak bermunculan

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN Hasil PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI SLEMAN, Menimbang

Lebih terperinci

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones

2016, No. -2- Negara Republik Indonesia Nomor 4866); 5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indones No.502, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Distribusi Barang. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/M-DAG/PER/3/2016 TENTANG KETENTUAN UMUM DISTRIBUSI BARANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 13 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bentuk kebijakan pembatasan usaha waralaba terutama minimarket. melindungi/proteksi terhadap UMKM-UMKM dalam bentuk warung

BAB V PENUTUP. Bentuk kebijakan pembatasan usaha waralaba terutama minimarket. melindungi/proteksi terhadap UMKM-UMKM dalam bentuk warung BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Bentuk kebijakan pembatasan usaha waralaba terutama minimarket berjejaring ini adalah suatu bentuk kebijakan yang bersifat melindungi/proteksi terhadap UMKM-UMKM dalam bentuk

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DI KABUPATEN MADIUN BUPATI MADIUN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYEDIAAN RUANG BAGI PEDAGANG KAKI LIMA DI PUSAT PERBELANJAAN DAN PUSAT PERKANTORAN DI KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1149, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Usaha Toko Modern. Waralaba. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68/M-DAG/PER/10/2012 TENTANG WARALABA UNTUK JENIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak sumber daya dengan meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya

I. PENDAHULUAN. banyak sumber daya dengan meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah usaha untuk meningkatkan manfaat yang dapat kita peroleh dari sumber daya. Kenaikan manfaat itu dapat dicapai dengan menggunakan lebih banyak sumber

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 17-A TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PUSAT PERBELANJAAN DAN

Lebih terperinci

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DI KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa seiring dengan pertumbuhan

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN DAN PENGATURAN MINI MARKET PENGELOLA JARINGAN USAHA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 41 2012 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA BEKASI NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 36 TAHUN 2016

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 36 TAHUN 2016 BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIDOARJO, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 21 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGELOLAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eceran di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin penting. Peranan industri

BAB I PENDAHULUAN. eceran di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin penting. Peranan industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan sektor industri di Indonesia, keberadaan bisnis eceran di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin penting. Peranan industri ritel menjadi bagian

Lebih terperinci

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN TOKO MODERN DI KABUPATEN TEMANGGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG, Menimbang : a. bahwa dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan penduduk maka semakin besar pula tuntutan kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar merupakan salah satu kegiatan perdagangan yang tidak bisa terlepas dari kegiatan sehari-hari manusia. Semakin pesatnya perkembangan penduduk maka semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat dalam sebuah pemukiman tidak dapat dilepaskan dari kebutuhan akan berbagai fasilitas pendukung yang dibutuhkan warga setempat. Fasilitas umum yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran) LAMPIRAN (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko Modern yang Melakukan Pelanggaran) i (Data Jumlah Toko Modern di Kabupaten Sleman April 2017) ii (Data Jumlah Toko Modern

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar tradisional di Kota Yogyakarta telah hadir sejak Zaman

BAB I PENDAHULUAN. Pasar tradisional di Kota Yogyakarta telah hadir sejak Zaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasar tradisional di Kota Yogyakarta telah hadir sejak Zaman Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta. Hal tersebut ditandai dengan lahirnya Pasar Beringharjo pada tahun 1758

Lebih terperinci

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN

Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba. Bab I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pedoman Pasal 50b Tentang Pengecualian Waralaba Bab I: PENDAHULUAN Perkembangan usaha waralaba di Indonesia telah mengalami kemajuan yang pesat di berbagai bidang, antara lain seperti

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALI TANGERANG SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN TOKO SWALAYAN Diundangkan dalam Berita Daerah Kota Bogor Nomor 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah

BAB I PENDAHULUAN. ini berisikan mengenai latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan, masalah 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, akan dijelaskan secara singkat tentang jenis penelitian yang akan diteliti, mengapa, dan untuk apa penelitian ini dilakukan. Secara terinci bab ini berisikan mengenai

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN, PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Sedangkan ritel modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Sedangkan ritel modern adalah sebaliknya, menawarkan tempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ritel adalah salah satu jenis usaha jasa yang berkembang di Indonesia. Ritel berfokus pada penjualan barang sehari-hari. Hal ini sesuai dengan kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya setiap orang memerlukan barang untuk kebutuhan pribadi dan kebutuhan rumah tangga yang mereka beli di tempat berbelanja yang dikenal dengan nama pasar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari jenjang pendidikan terdiri atas Diploma-1, Diploma-2, Diploma-3,

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari jenjang pendidikan terdiri atas Diploma-1, Diploma-2, Diploma-3, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta selain dikenal dengan keindahan kota wisatanya juga tidak dapat dipisahkan dengan sebutannya sebagai kota pelajar. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pembangunan Nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu cara untuk mencapai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 126 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 126 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 126 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIMAHI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. minimarket Indomaret, Alfamart, dan toko-toko tidak berjejaring lainnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang semakin berkembang dan pertumbuhan ekonomi serta industri telah banyak mengalami kemajuan yang sangat pesat. Seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dalam industri ritel ini sangat banyak mulai dari persaingan antara sesama ritel tradisional, antara sesama ritel modern, dan juga antara ritel modern dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 831 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN WARALABA, PUSAT PERBELANJAAN, TOKO MODERN, DAN PASAR TRADISIONAL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR RAKYAT, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO SWALAYAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada Perkembangan bisnis di era Abad ke-21 telah berkembang sangat pesat dan mengalami metamorfosis yang berkesinambungan. Dimana salah satu contoh perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat beberapa bentuk badan usaha. Badan usaha sendiri dapat didefinisikan kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel, juga disebabkan oleh semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel, juga disebabkan oleh semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman, keberadaan bisnis ritel atau eceran di tengah-tengah masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini dikarenakan adanya perubahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BELITUNG TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BELITUNG TIMUR, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan pasar tradisional menjadi topik yang menyulut perdebatan hangat di kalangan masyarakat. Liberalisasi

Lebih terperinci

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM :

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM : Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM : 1215151034 ABSTRAK Akibat dari munculnya minimarket yang kian lama

Lebih terperinci

TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN USAHA TOKO SWALAYAN KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUALAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan dibidang perekonomian selama ini telah banyak

BAB I PENDAHUALAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan dibidang perekonomian selama ini telah banyak 1 BAB I PENDAHUALAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan dibidang perekonomian selama ini telah banyak membawa akibat perkembangan yang pesat dalam bidang usaha. Sejalan dengan itu banyak bermunculan perusahaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Arus globalisasi ekonomi dunia dan kerjasama di bidang perdagangan dan jasa berkembang sangat pesat dewasa ini, salah satu bentuknya adalah dengan adanya perjanjian franchise.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Warung Tradisional Jenis usaha yang dilakukan oleh pedagang kecil di kota Salatiga beraneka ragam. Dari hasil observasi ditemukan bermacam usaha

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 08 Tahun 2015 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PASAR SEGAMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PEMBATASAN USAHA WARALABA MINIMARKET DI KOTA TEGAL

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PEMBATASAN USAHA WARALABA MINIMARKET DI KOTA TEGAL SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG PEMBATASAN USAHA WARALABA MINIMARKET DI KOTA TEGAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

SUKSES BISNIS RITEL MODERN

SUKSES BISNIS RITEL MODERN RINGKASAN BUKU: SUKSES BISNIS RITEL MODERN Oleh: IR. R. SERFIANTO D. PURNOMO CITA YUSTISIA SERFIYANI, SH ISWI HARIYANI, SH, MH Penerbit: PT. ELEX MEDIA KOMPUTINDO (GRAMEDIA GROUP) Tahun Terbit : Februari

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 39 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENERBITAN IZIN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL, DAN PENATAAN PASAR MODERN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan dengan tujuan untuk merencanakan dan menentukan harga sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum bidang usaha ritel atau pengecer modern di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum bidang usaha ritel atau pengecer modern di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum bidang usaha ritel atau pengecer modern di Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari jumlah dan variasi ritel modern yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Franchise Franchise berasal dari bahasa Prancis yang artinya kejujuran atau kebebasan. Pengertian di Indonesia, yang dimaksud dengan Franchise adalah perikatan dimana

Lebih terperinci

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM 1 2 3 UU NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN PERMENDAG NO.07 TH 2017 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEGALITAS TOKO MODERN DAN MINUMAN BERALKOHOL 2.1. Pengertian Toko Modern Pembangunan nasional di bidang ekonomi disusun dan dilaksanakan untuk memajukan kesejahteraan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. pasar tradisional menjadi salah satu wadah atau sarana untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasar Tradisional sebagai lokasi perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian. Melalui berbagai fungsi dan peran strategis yang dimiliki, pasar tradisional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Retail atau biasa disebut pengecer merupakan pelaku usaha yang menjual kebutuhan pokok sehari hari kepada para konsumen. Retail adalah salah satu cara pemasaran produk

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tingkat ekonomi yang tinggi adalah salah satu hal yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan niat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha perdagangan dapat dilakukan dengan perseorangan maupun persekutuan. Usaha perdagangan yang dilakukan baik dalam skala besar maupun kecil, serta melalui sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terjadi. Pada umumnya, semua pasar tradisional yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terjadi. Pada umumnya, semua pasar tradisional yang ada di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pasar tradisional di Indonesia masih merupakan wadah utama masyarakat dalam membeli suatu kebutuhan, karena dalam pasar inilah sesungguhnya perputaran ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Perkembangan Pasar Pasar tradisional mempunyai peran signifikan dalam perkotaan. Pasar tumbuh dan berkembang sebagai simpul dari pertukaran barang dan jasa,

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN PASAR RAKYAT DAN PENATAAN SERTA PENGENDALIAN

Lebih terperinci

Peraturan...

Peraturan... - 1 - BUPATI BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOGOR,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah Republik Indonesia dewasa ini sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional dan dasawarsa terakhir telah menjadikan pembangunan di bidang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 JANUARI 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TENTANG : RETRIBUSI PELAYANAN PASAR Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN DI BIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Circle K BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Pengambilan objek studi dalam penelitian ini adalah minimarket yang memiliki konsep convenience store di Kota Bandung. Menurut data dari Dinas KUKM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan mensejahterahkan masyarakat dan mengurangi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 19 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 DESEMBER 2012 NOMOR : 19 TAHUN 2012 TENTANG : PERIZINAN DAN PENDAFTARAN BIDANG PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis ritel pada saat ini berkembang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan masuk dan semakin berkembangnya ritel global seperti munculnya Hypermarket,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN DI BIDANG PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 11 TAHUN : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah satunya disebabkan oleh kebutuhan masyarakat yang jumlahnya terus meningkat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Dalam sebuah klaimnya, asosiasi perusahaan ritel Indonesia

Lebih terperinci