UCAPAN TERIMA KASIH. Makassar, November Alimuddin Andi Kusumawati Muhammad Ashari Muhammad Irdam Ferdiansah
|
|
- Budi Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 UCAPAN TERIMA KASIH Dibalik terlesesaikannya penelitian ini, banyak pihak yang bersinergi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada pihak lain, ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya dipersembahkan: Rektor Universitas Hasanuddin yang telah menerbitkan surat keputusan tentang Tim Peneliti Program Studi dimana tim kami sebagai salah satu tim peneliti. Disamping itu penelitian ini bisa terlaksana dengan baik karena dukungan dari Universitas Hasanuddin yang memberikan bantuan biaya penelitian. Pimpinan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin (LP2M_Unhas) yang telah memberikan arahan dan persetujuan untuk diajukan kepada Rektor Unhas sebagai salah satu tim yang memenuhi syarat melaksanakan penelitian yang dibiayai oleh Universitas Hasanuddin. Dekan Fakultas Ekonomi Unhas dan Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unhas yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan. Para pengelola keuangan daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang sangat bernilai, khususnya yang terkait dengan penelitian ini sehingga penelitian bisa berhasil dilaksanakan dengan baik dan tepat waktu. Semoga Allah swt membalas segala bantuan dan dukungannya kepada peneliti berupa amal jariyah dari Allah swt, Amin. Makassar, November 2013 Alimuddin Andi Kusumawati Muhammad Ashari Muhammad Irdam Ferdiansah
2 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji dan syukur kepada sumber segala kebenaran, sumber dari suara-suara hati yang bersifat mulia, sumber ilmu pengetahuan, Penabur Cahaya Ilham, Pilar nalar kebenaran dan kebaikan yang terindah, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan cinta-nya, Penebar kasih-sayang, Allah Subhanahu Wa Ta ala, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyajikan tulisan penelitian yang berjudul: Kajian tentang Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk Melakukan Pinjaman. Shalawat dan salam teruntuk Nabi Muhammad saw yang telah menyampaikan kepada kita ajaran kebenaran dan keselamatan, Islam, yang telah terbukti kebenarannya dan semakin terbukti kebenarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan pemerintah daerah didalam melakukan pinjaman serta untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran atas pengembangan ilmu akuntansi keuangan khususnya akuntansi sektor publik. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teoritis didalam pengembangan materi matakuliah sektor publik, khususnya yang terkait dengan pembiayaan di sektor publik serta kontribusi ke Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan pinjaman daerah. Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, namun masih dirasakan perlunya penyempurnaan. Oleh karena itu peneliti mengharakan tindak lanjut dari penelitian ini untuk pengembangan ilmu dan pengembangan pengelolaan keuangan daerah khusunya dalam pemerintah daerah Sulawesi Selatan. Makassar, November 2013 Peneliti, Alimuddin Andi Kusumawati Muhammad Ashari Muhammad Irdan Ferdiansah
3 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN UCAPAN TERIMA KASIH KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ABSTRAK ABSTRACK I Ii Iii Iv V Vi BAB 1 PENDAHULUAN 3 A. Latar Belakang 3 B. Perumusan Masalah Penelitian 6 C. Tujuan Penelitian 6 D. Manfaat Penelitian 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 8 A. Ketentuan tentang pinjaman daerah 8 B. Jumlah kumulatif pinjaman daerah 14 C. Studi Pendahuluan 14 D. Roadmap penelitian dari tim peneliti 15 BAB 3 METODE PENELITIAN 16 BAB 4 PEMBAHASAN 18 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitia 18 B. Gambaran Umum APBD Provinsi Sulawesi Sealatan 18 TA.2012 C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman 23 D. Analisis Surplus (Defisit) Daerah Prov.Sulawesi Selatan 25 E. Analisis Kemampuan Keuangan untuk Melakukan Pinjaman 27 BAB V PENUTUP 29 A. Simpulan 29
4 B. Kontribusi Penelitian 29 C. Keterbatasan Penelitian 29 D. Penelitian Lanjutan 30 DAFTAR PUSTAKA 31
5 DAFTAR TABEL Tabel Uraian Hal 1.1 Daerah dengan % Pinjaman di atas Ketentuan PMK No. 127/PMK.07/ Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran Pendapatan dan Realisasi APBD 20 Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Total Pendapatan, Anggaran dan Realisasi 21 Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun % PAD terhadap Pendapatan Daerah, Anggaran dan 22 Realisasi, Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun % Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Daerah, 23 Anggaran dan Realisasi, Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran dan Realisasi Pinjaman Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah, 25 Anggaran dan Realisasi Pinjaman, Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun % Surplus (Defisit) terhadap Pendapatan Daerah, 26 Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
6 1 KAJIAN TENTANG KEMAMPUAN KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI SULAWESI SELATAN UNTUK MELAKUKAN PINJAMAN STUDY ON FISCAL CAPACITY DISTRICTS/CITIES IN SOUTH SULAWESI PROVINCE TO LOAN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam melakukan pinjaman serta untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Metode penelitian yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif yaitu mengenai kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman. Populasi penelitian adalah laporan keuangan daerah kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara dan dokumentasi. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menghitung indicator keuangan dan ekonomi yang ditetapkan berdasarkan asumsi dan analisis sensitivitas dengan menggunakan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/ PMK.07/2011 tentang batas maksimal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan batas kumulatif pinjaman daerah Tahun Anggaran Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teoritis di dalam pengembangan materi kuliah akuntansi sektor publik, khususnya yang terkait dengan pembiayaan di sektor publik serta kontribusi ke Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan pinjaman daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada 3 dari 25 daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk TA.2012 nilai DSCR kurang 2,5% sebagai batas untuk melakukan pinjaman. Ketiga daerah tersebut adalah daerah Jeneponto, Maros dan Sidrap. Penelitian ini direncanakan dalam kurun waktu dua tahun anggaran. Tahun pertama penelitian difokuskan pada kajian kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam melakukan pinjaman dan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam Provensi Sulawesi Selatan. Untuk tahun kedua, penelitian dikembangkan untuk kajian kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam memanfaatkan dan mengembalikan dana pinjaman.
7 2 Abstract This study aims to determine the financial capacity of local governments in borrowing as well as to determine the proper amount of loan that can be done by the Local Government. The research method used is descriptive qualitative analysis which is supported by the quantitative data on the fiscal capacity to make loans. The study population are the financial statement the districts/cities in the province of South Sulawesi. Data are collected through interviews and documentation techniques. The data collected are analyzed by counting the financial and economic indicators that are defined based on assumptions and sensitivity analysis using a Debt Service Coverage Ratio (DSCR) based on Government Regulation No. 30 Year 2011 on Regional Loan and Minister of Finance Regulation No. 127 / PMK.07/201 1 about the maximum limit budget deficits regional and cumulative borrowing limits for Fiscal Year The results of this study are expected to contribute to the development of theoretical lectures in public sector accounting, particularly with regard to the financing of the public sector as well as contributing to regional governments in their policy, particularly in relation to the lending area. The results of this study showed that only 3 of the 25 regions in South Sulawesi for Fiscal Year 2012 who do not have the ability to make loans. The three regions are Jeneponto region, Maros and Sidrap. The study is planned in the next two budget years. The first year of research focused on the study of the ability of local government finance in determining the amount of borrowing and lending that are feasible to do by the Government of Regency/City in South Sulawesi Province. For the second year, the study is developed to study the ability of local government finance in harnessing and returning the loan funds Keywords: DSCR, Loan, Financial Capacity
8 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah yang bergulir dan berlaku efektif mulai tahun 2001 telah memberi ruang kepada pemerintah daerah untuk menerapkan model penganggaran yang tidak hanya berpijak pada model anggaran berimbang saja. Pemerintah daerah bisa menggunakan model penganggaran lain yaitu anggaran surplus dan anggaran defisit dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahnya. Berbeda dengan anggaran berimbang, model anggaran surplus/defisit memungkinkan anggaran pendapatan suatu pemerintah daerah lebih besar atau lebih kecil dari anggaran belanjanya. Jika anggaran defisit, maka kekurangan pendapatan atas belanjanya akan ditutup dengan pembiayaan yang berasal dari pinjaman atau sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya, sedangkan bila anggaran surplus maka akan dialokasikan untuk pengeluaran pembiayaan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur bahwa penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada Daerah. Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan Pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional dan Dana Perimbangan lainnya, serta hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan, termasuk pinjaman. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur mengenai pendanaan atas pelaksanaan otonomi Daerah berupa desentralisasi fiskal dengan konsep uang mengikuti fungsi (money follows function). Undang-undang tersebut mengatur konsep desentralisasi fiskal secara komprehensif, termasuk Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Hibah, Pinjaman, dan sumber-sumber penerimaan Daerah lainnya. Dengan demikian, untuk keperluan pembiayaan pembangunan sarana
9 4 prasarana ekonomi yang dapat menghasilkan penerimaan, pemerintah daerah diperkenankan mendapatkan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah tidak semata-mata bertumpu kepada Dana Perimbangan, namun juga termasuk Pinjaman Daerah dan Hibah Daerah. Dengan demikian, Pinjaman Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Motivasi daerah dalam melakukan pinjaman antara lain sebagai alternatif sumber pembiayaan APBD untuk mendanai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana pinjaman dapat ditujukan untuk mendanai kegiatan investasi berupa pengadaan prasarana dan/atau sarana daerah yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Kegiatan investasi tersebut memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya dan/atau penerimaan daerah pada khususnya. Selain itu, dana pinjaman juga dapat ditujukan untuk mengatasi masalah jangka pendek yang berkaitan dengan arus kas daerah. Pinjaman daerah harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabiltas ekonomi dan moneter secara nasional. Pinjaman daerah memiliki berbagai resiko, seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, dan risiko pembiayaan kembali. Karena itu diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam pengelolaan Pinjaman Daerah. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang bertujuan untuk mengatur lebih lanjut hal yang menyangkut Pinjaman Daerah dan pemberian pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, dengan mengantisipasi kebutuhan masa depan serta dengan mempertimbangkan perlunya mempertahankan kondisi kesehatan keuangan daerah dan kesinambungan perekonomian nasional. Kesehatan keuangan daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2012 menunjukkan bahwa ada kecenderungan daerah untuk menggunakan anggaran defisit dalam APBDnya. Hal ini terlihat dari 491 kabupaten/kota dan 33 provinsi di Indonesia pada TA 2012 sebanyak 447 daerah menganggarkan defisit dalam APBD-nya. Angka ini lebih banyak dibanding TA 2011 (438 daerah), sedangkan yang menganggarkan surplus di tahun 2012 sebanyak 68 daerah dan sisanya sebanyak 9 daerah mempunyai anggaran
10 5 pendapatan dan belanja yang bernilai sama atau berimbang. Rata-rata rasio defisit secara nasional (agregat kabupaten/kota dengan provinsi) adalah 7,3% dengan kontribusi SiLPA untuk menutup defisit tersebut sekitar 91,3% sedangkan kontribusi penerimaan pinjaman dan obligasi daerah 5,9%. Fenomena ini menarik untuk dicermati karena sebenarnya secara umum daerah tidak sedang dalam kondisi defisit secara riil. Hal ini terbukti dalam realisasinya, pada umumnya daerah mengalami surplus. Begitu juga defisit yang daerah anggarkan pada umumnya dapat ditutup dengan sumber dana internal seperti SiLPA. Jika dilihat dari rasio pinjaman, maka APBD Tahun Anggaran 2012 secara nasional menunjukkan bahwa rasio pinjaman terhadap pendapatan APBD secara rata-rata adalah sebesar 0,6%. Nilai tersebut masih jauh lebih kecil dibanding batas pinjaman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.07/Tahun 2011, yaitu 6% total pendapatan. Hal ini disebabkan karena pemerintah telah menaikkan batas ketentuan yaitu dari 3,5% pada tahun 2011 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK07/2010) menjadi 6% pada tahun 2012 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/ PMK.07/2011). Dalam APBD 2012 terdapat beberapa pemerintah daerah yang seharusnya meminta persetujuan pelampauan defisit. Daerah yang seharusnya meminta persetujuan pelampauan defisit adalah sebagai berikut : Tabel 1.1 Daerah dengan % Pinjaman di atas Ketentuan PMK No. 127/PMK.07/2011 Tabel di atas di atas memperlihatkan bahwa 10 daerah belum semuanya mengajukan ijin pelampauan defisit yang dibiayai oleh pinjaman ke Menteri Keuangan
11 6 c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan. Secara nasional, defisit APBD 2012 adalah 0,47% perkiraan PDB 2012 dan besar pinjaman daerah adalah Rp3,3 triliun (0,61% Pendapatan Daerah), sehingga secara nasional keduanya belum melampaui batas ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 127/PMK.07/2011. Dalam tabel.1 di atas, dapat juga dilihat bahwa ada dua daerah yang termasuk dalam Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Maros dan Kabupaten Jeneponto yang pinjaman daerahnya melampaui batas yang telah ditentukan dalam PMK No 127/PMK Provinsi Sulawesi Selatan sendiri terdiri dari 24 daerah kabupaten/kota ditambah satu daerah Provinsi. Fenomena inilah salah satu yang mendasari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pinjaman daerah dan besar pinjaman yang layak yang dapat dilakukan bagi Pemerintah Daerah yang membutuhkan dana investasi khususnya daerah yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan. B. Perumusan Masalah Penelitian Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai: 1) Bagaimana kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pinjaman; 2) Berapa besar pinjaman yang layak yang dapat dilakukan bagi kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan yang membutuhkan dana investasi. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengkaji kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pinjaman; 2) Untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1) Sebagai bahan dalam pengambilan keputusan di Pemerintah Daerah dalam memperkaya kajian tentang keuangan daerah khususnya mengenai kemampuan
12 7 keuangan dalam melakukan pinjaman daerah sebagai salah satu sumber investasi untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. 2) Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah Daerah dalam memberi arah atau alternatif kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pinjaman daerah. 3) Sebagai pengembangan ilmu dalam Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Keuangan khususnya dalam analisis laporan keuangan pemerintah daerah dibidang pembiayaan daerah.
13 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Ketentuan tentang Pinjaman Daerah Konsep dasar pinjaman daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 pada prinsipnya diturunkan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Mengingat sifat pinjaman yang mempunyai potensi untuk menambah beban publik dalam membayar bunga, maka pinjaman yang dianggarkan dalam APBD dibatasi oleh Peraturan Menteri Keuangan tiap tahunnya. PMK Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah mengatur beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah. 2. Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah. 3. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.
14 9 4. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. 5. Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain. 6. Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman. 7. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah. 8. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah. 9. Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam rangka Pinjaman Daerah dicantumkan dalam APBD. Pinjaman sebagai alternatif sumber pendanaan mempunyai risiko antara lain: 1. Risiko Kesinambungan Fiskal, pinjaman yang terlalu excessive dapat mempengaruhi kesinambungan fiskal (APBN/APBD). 2. Risiko Nilai Tukar, berupa risiko terhadap perubahan kurs valuta asing. 3. Risiko Perubahan Tingkat Bunga (interest rate risk), merupakan risiko yang timbul akibat adanya fluktuasi tingkat suku bunga pinjaman, terutama untuk pinjaman dengan tingkat suku bunga mengambang (floating interest rate). 4. Risiko Pembiayaan Kembali (refinancing risk), merupakan risiko yang terkait dengan struktur jatuh tempo pinjaman. 5. Risiko Operasional (operational risk), mencakup berbagai bentuk risiko yang berbeda termasuk di dalamnya adanya kesalahan transaksi pada berbagai tahapan pelaksanaan pinjaman, kelemahan dalam pengawasan/sistem internal, adanya bencana alam, dan sebagainya. Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman menurut PMK Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah adalah sebagai berikut: 1) Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana
15 10 pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. 2) Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung dengan rumus sebagai berikut: DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) BW 2,5 Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain 3) Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah. 4) Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD. Sumber pinjaman daerah berasal dari Pemerintah Pusat yaitu berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri; Pemerintah Daerah lain; Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri. Pinjaman daerah terdiri dari pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang. Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran dan Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Pendek yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi
16 11 sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman jangka panjang merupakan kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Panjang yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang (i) menghasilkan penerimaan langsung, (ii) menghasilkan penerimaan tidak langsung, (iii) memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Khusus Pinjaman Jangka Panjang dalam bentuk Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. Untuk dapat menjamin efesiensi dan efektifitas pinjaman, maka disusunlah prosedur pinjaman daerah berdasarkan sumbernya, yaitu: 1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri. 2. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pusat Investasi Pemerintah.
17 3. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Perbankan 12
18 13 4. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Masyarakat (Obligasi Daerah) Daerah dilarang melakukan penjaminan dalam hal: 1. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain; 2. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan; 3. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah. Pembayaran Kembali Pinjaman dapat dilakukan: 1. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan; 2. Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah tersebut. Dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pinjaman daerah, maka: 1. Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan; 2. Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan.
19 14 B. Jumlah Kumulatif Pinjaman Daerah Pinjaman daerah merupakan transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Kewenangan untuk melakukan pinjaman disertai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Salah Satu persyaratan penerimaan pinjaman adalah adanya batas maksimal kumulatif pinjaman Daerah. Untuk Tahun Anggaran 2012, batas maksimal kumulatif pinjaman daerah menurut PMK No 127/PMK.07/2011 ditetapkan sebesar 0,35% dari Proyeksi Produk Domestik Bruto (PDB). Proyeksi PDB yang digunakan adalah proyeksi PDB dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran Dalam hal defisit APBD akan dibiayai dari Pinjaman Daerah yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank dengan jumlah Pinjaman Daerah melampaui 6% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2012, defisit APBD tersebut harus mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan. Menteri Keuangan dalam memberikan persetujuan terlebih dahulu meminta pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri. Persetujuan Menteri Keuangan diberikan sepanjang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD sebesar 6% tidak terlampaui. Prosedur pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD yang dibiayai Pinjaman daerah dilakukan dengan ketentuan bahwa Gubernur, bupati atau walikota mengajukan surat permohonan persetujuan pelampauan kepada Menteri Keuangan c.q DJPK dan Menteri Dalam Negeri c.q DJKD dan ditembuskan kepada gubernur. C. Studi Pendahuluan Studi mengenai kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Santoso (2003). Santoso (2003) meneliti Pemerintah Daerah Istemewa Jogyakarta pada tahun 1995 sampai dengan tahun Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitiannya adalah Kemampuan daerah dalam mengelola pinjaman jangka pendek maupun panjang cenderung mengalami peningkatan secara bertahap. Meskipun terdapat 2 syarat pinjaman jangka panjang, namun berhaktidaknya daerah dalam melakukan pinjaman jangka panjang hanya ditentukan oleh syarat DSCR lebih dari 2,5 saja. Lindawati (2010) yang melakukan penelitian di Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan menggunakan DSCR dan BMP sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. Kesimpulan yang diperoleh Lindawati (2010) bahwa Pemerintah Daerah DKI Jakarta mempunyai angka DSCR yang melebihi angka
20 15 yang telah ditetapkan yaitu sebesar 17,17 per tahun, sehingga pada tahun anggaran 1986/1987 s.d 2000 Pemerintah Daerah DKI Jakarta mempunyai kemampuan untuk membayar angsuran pinjaman yang telah dilakukannya. Dengan analisis batas maksimum pinjaman Pemerintah Daerah DKI Jakarta mampu untuk meminjam lebih besar lagi jika dibanding dengan pinjaman yang telah dilakukan. Besarnya batas maksimum pinjaman Pemerintah Daerah DKI Jakarta pada tahun adalah sebesar Rp2,724 Trilyun sampai dengan Rp5,238 Trilyun. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, peneliti selain melihat kemampuan keuangan daerah sesuai Peraturan Pemerintah yang berlaku saat ini, juga akan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, sehingga pembiayaan daerah dari pinjaman dapat lebih optimal. D. Roadmap Penelitian dari Tim Peneliti Tim peneliti terdiri dari satu orang ketua dan tiga orang anggota, dan rencana dalam penelitian nanti akan menggunakan dua mahasiswa atau lebih dalam pengumpulan data dan tabulasi data. Dari biodata tim peneliti maka dapat dilihat bahwa semua tim peneliti adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Hasanuddin. Ketua tim peneliti dan anggota tim peneliti dalam lima tahun terakhir aktif sebagai instruktur, narasumber dan pendamping kegiatan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Pendampingan kedaerah selain dalam pelatihan juga terkait dengan penyusunan laporan keuangan dan pendampingan dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah. Karena itu, penelitian yang direncanakan selama dua tahun anggaran ini selain dapat terlibat langsung dalam pengelolaan keuangan daerah juga akan sangat membantu dalam pendampingan ke daerah-daerah dan yang lebih utama dapat menambah pengetahuan tim peneliti dalam pengelolaan keuangan daerah yang dapat diteruskan ke peserta didik yang ada. Topik penelitian yang dilakukan terkait dengan akuntansi sektor publik. Pengkajian terkait informasi laporan keuangan pemerintah daerah sebagai bahan dalam melakukan pinjaman daerah.
21 16 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif. Populasi penelitian adalah laporan keuangan daerah dan APBD kabupaten/kota Se Sulawesi Selatan yang terdiri dari 24 Kabupaten/Kota untuk Tahun Anggaran Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Pemerintah Daerah. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara dan dokumentasi. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menghitung indicator keuangan dan ekonomi yang ditetapkan berdasarkan asumsi dan analisis sensitivitas berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/ PMK.07/2011 tentang batas maksimal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan batas kumulatif pinjaman daerah Tahun Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan deskriptif. Skala pengukuran yang digunakan adalah: 1) Untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman maka akan dihitung Debt Service Coverage Ratio (DSCR) setiap daerah dengan rumus sebagai berikut: DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) BW Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain X Keterangan: DSCR = Debt Service Coverage Ratio (Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman Daerah yang bersangkutan) PAD = Pendapatan Asli Daerah DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = Dana Bagi Hasil Reboisasi DAU = Dana Alokasi Umum BW = Belanja Wajib Pokok Pinjaman = Angsuran Pokok Pinjaman Bunga = Beban Bunga Pinjaman
22 17 DSCR Pemerintah Daerah X X = Rasio DSCR yang ditetapkan oleh Pemerintah (Tahun Anggaran 2012 sebesar 2,5%) 2) Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. 3) Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah yang masih menjadi kewajiban Daerah sampai Tahun Anggaran 2012 ditetapkan sebesar 0,35% dari proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran Untuk tahun pertama, penelitian difokuskan pada kajian kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam melakukan pinjaman dan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan. Untuk tahun kedua, penelitian dikembangkan untuk kajian kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam memanfaatkan dan mengembalikan dana pinjaman. Di tahun ke dua ini, data yang digunakan adalah hasil penelitian di tahun pertama ditambah data tahun 2013.
23 18 BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sulawesi Selatan menjadi provinsi Administratif Sulawesi berdasarkan Undang- Undang Nomor 21 Tahun Selanjutnya pada tahun 1960, Sulawesi Selatan menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1964 pemisahan dilakukan dari daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan, kemudian terus disempurnakan dengan ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Secara geografis wilayah darat Provinsi Sulawesi Selatan dilalui oleh garis khatulistiwa yang terletak antara ~ 80 Lintang Selatan dan ~ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur, serta berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah timur. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya wilayah daratan mempunyai luas kurang lebih ,53 km2. Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang kemiringannya agak curam, lebih dari 45 persen tanahnya curam dan bergunung. B. Gambaran Umum APBD Provinsi Sulawesi Selatan TA.2012 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. APBD yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya menunjukkan sumber-sumber Pendapatan Daerah, berapa besar alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan, serta pembiayaan yang muncul bila terjadi surplus atau defisit. Komposisi pada APBD Provinsi Sulawesi Selatan TA 2012 beserta semua kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian utama yaitu pendapatan, belanja dan transfer serta pembiayaan.
24 19 Tabel 4.1 menunjukkan besaran jumlah pendapatan, jumlah belanja dan transfer, pembiayaan serta persentase capaian dari masing-masing. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa realisasi pendapatan terhadap anggaran untuk tahun 2012 memperlihatkan capaian lebih 100%. Capaian tertinggi adalah pemerintah Kota Makassar sebesar 122% dan terendah adalah Kota Parepare sebesar 85%. Untuk capaian belanja dan transfer rata-rata 96%. Dengan demikian, anggaran dan realisasi pendapatan serta belanja dan transfer TA.2012 pemerintah daerah se Provinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan capaian yang tinggi. Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No. Daerah Pendapatan Belanja dan Transfer Pembiayaan (Netto) Anggaran Realisasi % Capaian Anggaran Realisasi % Capaian Anggaran Realisasi % Capaian 1. Prov.Sulsel Bantaeng Barru (11.727) (299) 4. Bone Bulukumba Enrekang (1.844) (26.412) Gowa Jeneponto (55.962) (59) 9. Luwu Luwu Utara Maros (15.255) (40.238) Pangkep Pinrang (266) (1.265) 14. Kep. Selayar (15.000) (44) 15. Sidrap (90.906) (661) 16. Sinjai (1.728) (747) 17. Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare (75.917) (57.020) Makassar Palopo (6.918) (182) 24. Luwu Timur Toraja Utara Rata-rata capaian Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah) Selain itu, dalam tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa anggaran dan realisasi pembiayaan netto untuk tahun anggaran 2012 memperlihatkan capaian yang cukup tinggi. Kabupaten Bulukumba merupakan kabupaten yang paling tinggi dalam capaian anggaran dan realisasi pembiayaan, hal ini dikarenakan anggaran pembayaran pokok utang direncanakan dibayar sebesar Rp (dalam jutaan rupiah) ternyata realisasi hanya sebesar Rp7.577 (dalam jutaan rupiah). Jika dilihat dari anggaran dan realisasi SiLPA (SiKPA) daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan dalam tahun anggaran 2012 pada saat menganggarkan rata-rata Surplus (Defisit) ditutup sama dengan pembiayaan netto, kecuali Kabupaten Soppeng
25 20 yang menganggarkan SiLPA sebesar Rp462 (dalam jutaan rupiah). Dalam perhitungan realisasi APBD, semua daerah memperlihatkan realisasi SiLPA. Daerah yang realisasi SiLPA paling tinggi adalah daerah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp (dalam jutaan rupiah). Anggaran dan realisasi APBD daerah kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan dalam Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat dalam tabel 4.2. Tabel 4.2 Anggaran dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No. Daerah Anggaran Realisasi Pendapatan Belanja Surplus Pembia SiLPA Pendapatan Belanja Surplus (Defisit) yaan (SiKPA (Defisit) ) Netto Pembia yaan Netto SiLPA (SiKPA) 1. Prov.Sulsel ( ) Bantaeng (14.848) Barru (11.727) Bone (79.111) Bulukumba (167) Enrekang (1.844) (0) (26.412) Gowa (8.930) Jeneponto (94.219) (55.962) Luwu (2.654) (0) Luwu Utara (29.277) Maros (15.255) (0) (40.238) Pangkep (28.405) Pinrang (266) Kep.Selayar (15.000) Sidrap (13.747) (90.906) Sinjai (1.728) (0) Soppeng (34.521) Takalar (43.291) (20.737) Tana Toraja (27.147) (1.480) Wajo (58.170) (0) Parepare (75.917) (57.020) Makassar (89.639) Palopo (6.918) (249) Luwu Timur (28.159) Toraja Utara (30.506) (0) (25.628) Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah) Sumber pendapatan daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan atau dana transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Dalam tahun anggaran 2012, Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan menganggarakan PAD rata-rata 16,86% dari total pendapatan daerah, dana perimbangan 68,49% dari total pendapatan daerah dan lain-lain pendapatan yang sah 14,65% dari total pendapatan daerah. Dari realisasi, dalam tahun anggaran 2012 Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan realisasi PAD rata-rata 16,40% dari total pendapatan daerah, dana perimbangan 81,63% dari total pendapatan daerah dan lain-lain pendapatan yang sah 1,97% dari total pendapatan
26 21 daerah. Secara lengkap anggaran dan realisasi pendapatan daerah dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini: Tabel 4.3 Total Pendapatan Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No. Daerah Pendapatan PAD Dana Perimbangan Lain-lain Pendapn Yg Sah Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi 1. Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep. Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara Rata-rata Rasio terhadap pendapatan 16,86% 16,40% 68,49% 81,63% 14,65% 1,97% Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah) Kemandirian daerah dapat dilihat dari rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan total Pendapatan Daerah. Pada Tahun Anggaran 2012 untuk daerah Provinsi Sulawesi Selatan rata-rata rasio PAD terhadap total pendapatan daerah adalah untuk anggaran 8,01% dan untuk realisasi 8,21%. Daerah yang tertinggi menganggarkan pendapatan daerah dibandingkan pendapatan daerah selain daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah Kota Makassar, yaitu 22,21% dan yang terendah adalah daerah Toraja Utara sebesar 2,83%. Dari realisasi anggaran, maka rasio kemandirian daerah selain daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang tertinggi adalah adalah Kota Makassar, yaitu 23,91% dan yang terendah adalah daerah Jeneponto sebesar 2,37%. Hasil perhitungan rasio kemandirian daerah untuk daerah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut ini:
27 22 Tabel 4.4 % PAD terhadap Pendapatan Daerah Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No. Daerah Pendapatan PAD % PAD terhadap Pendapatan Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi 1. Prov.Sulsel ,04 49,59 2. Bantaeng ,08 4,59 3. Barru ,56 5,59 4. Bone ,51 4,37 5. Bulukumba ,61 3,34 6. Enrekang ,02 3,22 7. Gowa ,60 8,54 8. Jeneponto ,54 2,37 9. Luwu ,05 4, Luwu Utara ,68 5, Maros ,27 8, Pangkep ,79 9, Pinrang ,28 4, Kep. Selayar ,65 3, Sidrap ,94 5, Sinjai ,93 3, Soppeng ,39 4, Takalar ,82 5, Tana Toraja ,01 5, Wajo ,05 6, Parepare ,67 9, Makassar ,21 23, Palopo ,94 6, Luwu Timur ,79 14, Toraja Utara ,83 3,28 Rata-rata 8,01 8,21 Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah) Kemandirian daerah dalam sumber pendanaan masih tergantung dari dana perimbangan. Dalam tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa sumber pendanaan dari pendapatan daerah dalam provinsi Sulawesi Selatan masih perlu ditingkatkan, khususnya daerah-daerah yang potensi wilayahnya sangat potensial untuk dikembangkan. Dari sisi belanja, daerah dalam provinsi Sulawesi Selatan dalam menganggarkan belanja masih dominan dalam belanja pegawai. Dalam tahun anggaran 2012, belanja pegawai dianggarkan 57,95% dari total pendapatan daerah. Ini berarti pendapatan daerah digunakan untuk membayar belanja pegawai sebesar 57,95%. Daerah kabupaten/kota yang paling tinggi menganggarkan adalah kabupaten Soppeng, yaitu sebesar 70,05%, sedangkan daerah yang paling rendah adalah provinsi Sulawesi Selatan sebesar 19,56%. Dari realisasi belanja pegawai terhadap pendapatan daerah, rata-rata terealisasi adalah sebesar 55,37%. Daerah yang paling tinggi adalah kabupaten Soppeng sebesar 65,34% dan daerah yang paling rendah adalah provinsi Sulawesi Selatan sebesar
28 23 19,64%. Prosentase belanja pegawai terhadap pendapatan daerah dalam tahun anggaran 2012 daerah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat secara lengkap dalam tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5 % Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Daerah Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No. Daerah Pendapatan Belanja Pegawai (BP) % BP terhadap Pendapatan Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi Anggaran Realisasi 1. Prov.Sulsel ,56 19,64 2. Bantaeng ,08 56,40 3. Barru ,21 59,07 4. Bone ,25 60,69 5. Bulukumba ,87 66,08 6. Enrekang ,76 55,95 7. Gowa ,57 60,55 8. Jeneponto ,61 60,70 9. Luwu ,55 56, Luwu Utara ,76 50, Maros ,71 58, Pangkep ,74 62, Pinrang ,73 57, Kep Selayar ,94 52, Sidrap ,81 57, Sinjai ,86 60, Soppeng ,05 65, Takalar ,71 60, Tana Toraja ,14 57, Wajo ,72 53, Parepare ,58 50, Makassar ,89 52, Palopo ,44 58, Luwu Timur ,69 41, Toraja Utara ,57 51,45 Rata-rata 57,95 55,37 Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah) C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Penerimaan pinjaman daerah merupakan suatu bagian yang digunakan untuk menganggarkan semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang dari pihak lain (termasuk obligasi) sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Penganggaran dan penerimaan pinjaman pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota yang ada dalam Provinsi Sulawesi Selatan dalam Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat dalam tabel 4.6. Dalam tabel 4.6 tersebut, dapat dilihat bahwa daerah yang menganggarkan penerimaan pembiayaan dari pinjaman pada tahun anggaran 2012 sebanyak 6
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH
I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO
PETIKAN q. PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR : 31 TAHUN 2008 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI BURU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman Daerah merupakan Alternatif sumber Pembiayaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012
LEMBARAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR 8 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA BAUBAU NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAUBAU, Menimbang : a. bahwa Pinjaman
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 171
Lebih terperinciBUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH
BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciFORMAT SURAT LAPORAN RENCANA DEFISIT APBD KOP SURAT PEMERINTAH PROV/KAB/KOTA
2012, No.852 10 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.07/ 2012 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DAN BATAS MAKSIMAL KUMULATIF PINJAMAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO
LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PERATURAN DAERAH KOTA SAW AHLUNTO NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN PINJAM AN PEMERINT AH KOT A SAW AHLUNTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAWAHLUNTO, Menimbang
Lebih terperinci*37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN PP 107/2000, PINJAMAN DAERAH *37998 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 107 TAHUN 2000 (107/2000) TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
Lebih terperinciQANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
QANUN ACEH NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAN HIBAH KEPADA PEMERINTAH ACEH DAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT
Lebih terperinciPINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH. Ilustrasi: https://www.cermati.com
PINJAMAN OLEH PEMERINTAH DAERAH Ilustrasi: https://www.cermati.com I. Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mempunyai peran penting bagi Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan tugas
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciQANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI
QANUN PROPINSI NAGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG BANTUAN LUAR NEGERI DAN PINJAMAN PROVINSI BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH
Lebih terperinciKAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK
KAJIAN PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KOTA DEPOK LATAR BELAKANG Keterbatasan sumber pembiayaan Peningkatkan pembangunan dan perekonomian daerah Pelayanan masyarakat MAKSUD DAN TUJUAN Untuk mengetahui kemampuan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN. Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 1 Kebijakan Pinjaman Daerah dan Obligasi Daerah Rp LATAR BELAKANG PINJAMAN DAERAH Kebutuhan pendanaan infrastruktur sangat
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.852, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. APBD. Batas Maksimal. Defisit. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 137/PMK.07/ 2012 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN
BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa dalam
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, SERTA JUMLAH
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENGADAAN DAN PENERUSAN PINJAMAN DALAM NEGERI OLEH PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciANALISIS PENERBITAN OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PADA PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
ANALISIS PENERBITAN OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PADA PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Habib Mahrufi, Titin Ruliana, Imam Nazarudin latif Fakultas Ekonomi Universitas 17
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. LKPJ Gubernur Sulawesi Selatan Tahun
BAB I PENDAHULUAN LKPJ Tahun 2011 ini merupakan LKPJ tahun keempat dari pelaksanaan RPJMD Sulawesi Selatan tahun 2008-2013. Berangkat dari keinginan Pemerintah agar Sulawesi Selatan sebagai Provinsi sepuluh
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/PMK.07/2011 TENTANG BATAS MAKSIMAL DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DAN BATAS MAKSIMAL KUMULATIF PINJAMAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2012
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 147/PMK.07/2006 TENTANG TATACARA PENERBITAN, PERTANGGUNGJAWABAN, DAN PUBLIKASI INFORMASI OBLIGASI DAERAH MENTERI KEUANGAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan
Lebih terperinci1 of 6 21/12/ :39
1 of 6 21/12/2015 14:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciTENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH
1 of 11 1/22/2013 2:37 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH
Lebih terperinciPengantar Obligasi Daerah
Pengantar Obligasi Daerah Dr. Ir. Perdana Wahyu Santosa, MM Email:perdana.ws@gmail.com PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI-TAHAP 3/LANJUTAN BAGI KARYAWAN BPKD PEMPROV DKI JAKARTA KERJASAMA LP3A FE UNPAD DAN PEMPROV
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH I. UMUM Berdasarkan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinci- 1 - PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PINJAMAN DAERAH
- 1 - SALINAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciPERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH
PERENCANAAN, PELAKSANAAN/PENATAUSAHAAN, DAN PEMANTAUAN PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI PEMERINTAH KEPADA DAERAH A. PENGANTAR Pinjaman luar negeri merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang digunakan
Lebih terperinciKEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN 2014 A PB D L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI APBD TAHUN ANGGARAN 2013 1 L A P O R A N A N A L I S I S REALISASI
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciWALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO,
WALIKOTA GORONTALO PERATURAN DAERAH KOTA GORONTALO NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA GORONTALO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi
Lebih terperinciI. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI DAERAH KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA
I. FORMAT SURAT USULAN RENCANA PENERBITAN OBLIGASI KOP SURAT GUBERNUR/BUPATI/WALIKOTA Nomor : [NOMOR SURAT] [KOTA], [TGL, BLN, ] Sifat : [SIFAT SURAT] Lampiran : 5 (lima) Berkas Hal : Usulan Rencana Penerbitan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU No.23 Tahun 2014 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Desentralisasi
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 153/PMK.05/2008 TENTANG PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA YANG BERSUMBER DARI PENERUSAN PINJAMAN LUAR NEGERI, REKENING DANA INVESTASI,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 174/PMK.08/2016 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SARANA MULTI INFRASTRUKTUR DALAM RANGKA PENUGASAN PENYEDIAAN
Lebih terperinciANALISIS RASIO TREND KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH OTONOM PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN
ANALISIS RASIO TREND KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH OTONOM PROPINSI SULAWESI SELATAN TAHUN 2005 2007 Amirullah *) Abstract : The research method used in this study is a quantitative method of trend analysis.
Lebih terperinciMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 72/PMK.02/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 72/PMK.02/2006 TENTANG BATAS MAKSIMAL JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD), BATAS MAKSIMAL
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan suatu keadaan yang terjadi saat ini melalui data-data bilangan yang
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di 34 provinsi di Indonesia, dengan pertimbangan bahwa hingga penelitian ini dilakukan belum ada daerah yang menerbitkan obligasi
Lebih terperinciBUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) Kode Pos 92311
1 BUPATI JENEPONTO Jalan Lanto Dg. Pasewang No. 34 Jeneponto Telp. (0419) 21022 Kode Pos 92311 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 4 TAHUN 2003 T E N T A N G POKOK POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab
Lebih terperinci2015, No Mengingat : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 5
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1437, 2015 KEMENKEU. Obligasi Daerah. Penerbitan dan Pertanggungjawaban. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 180/PMK.07/2015 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciGAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu
BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan
Lebih terperinciTulisan Hukum/Nonih Rimadewi/Umum 1
OBLIGASI DAERAH SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN DAERAH Sumber gambar erixonsihite.blogspot.com I. PENDAHULUAN Dalam pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciObligasi Pemerintah Daerah : Alternatif Pendapatan Daerah
Obligasi Pemerintah Daerah : Alternatif Pendapatan Daerah http://ekbis.sindonews.com I. Pendahuluan II. Obligasi adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan
Lebih terperinciRencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan
BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS Pengertian Defisit Anggaran Pemerintah Daerah. Menurut Darise, (2009: 129), Defisit merupakan selisih antara
10 BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Defisit Anggaran Pemerintah Daerah 2.1.1 Pengertian Defisit Anggaran Pemerintah Daerah Menurut Darise, (2009: 129), Defisit merupakan selisih antara penerimaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang Nomor 22 dan Nomor 25 tahun 1999 yang sekaligus menandai perubahan paradigma pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2005 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa unl.uk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO
PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PINJAMAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,
Lebih terperinci2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
No.1173, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. Batas Maksimal Kumulatif Defisit. APBD dan Pinjaman PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/PMK.07/2017 /PMK.07/2016 TENTANG BATAS
Lebih terperinciJAKARTA, 10 NOVEMBER 2017
JAKARTA, 10 NOVEMBER 2017 Badan Hukum Bank Kalbar Nama Perusahaan PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN BARAT Nama Panggilan BANK KALBAR Bidang Usaha Perbankan Pendirian Perusahaan 15 April 1964 Dasar
Lebih terperinci2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang
No.1000, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. PDN. PLN. Penerusan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 /PMK.05/2016 TENTANG TATA CARA PENERUSAN PINJAMAN
Lebih terperinciDANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH
DANA PERIMBANGAN DAN PINJAMAN DAERAH Oleh: DR. MOCH ARDIAN N. Direktur Fasilitasi Dana Perimbangan dan Pinjaman Daerah KEMENTERIAN DALAM NEGERI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH 2018 1 2 KEBIJAKAN
Lebih terperinci- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG
- 1 - PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO
PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang bahwa
Lebih terperinciMENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN
MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/PMK.07/2017 TENTANG BATAS MAKSIMAL KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, BATAS MAKSIMAL
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2014 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 183/PMK.07/2014 TENTANG BATAS MAKSIMAL KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, BATAS MAKSIMAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan
Lebih terperinci5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU
BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan
Lebih terperinciPINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1
PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 95 /PMK.07/2007 TENTANG
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 95 /PMK.07/2007 TENTANG BATAS MAKSIMAL JUMLAH KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DAN ANGGARAN PENDAPATAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciForum Bintek DPRD Kabupaten Deli Serdang Hotel Ibis Malioboro, Jogja 14 Mar Wahyudi Kumorotomo, PhD
Forum Bintek DPRD Kabupaten Deli Serdang Hotel Ibis Malioboro, Jogja 14 Mar 2013 Wahyudi Kumorotomo, PhD www.kumoro.staff.ugm.ac.id kumoro@ugm.ac.id 1. Ekonomi tumbuh (prediksi th 2013: 6,4%) tetapi bukan
Lebih terperinciLampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK
Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK Lampiran 2 (dalam rupiah) Pemerintah Kabupaten Gresik Laporan Realisasi Anggaran (APBD) Tahun Anggaran 2011 Uraian Anggaran 2011 Realisasi 2011 Pendapatan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN INVESTASI, KERJASAMA DAN PINJAMAN/UTANG BADAN LAYANAN UMUM DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pertanggungjawaban tersebut dituangkan dalam laporan keuangan yang di
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Terkait dengan penyelenggaraan anggaran di daerah Pemerintah Indonesia Telah Melakukan reformasi Manajemen keuangan Negara baik pada pemerintah pusat maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
B A B III 1 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Daerah Tahun 2010-2015 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Data realisasi keuangan daerah Kabupaten Rembang
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NO : 13 2001 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BEKASI NOMOR : 29 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BEKASI Menimbang
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO
BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 40 TAHUN : 2015 PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN PINJAMAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinci);86raa KEUANGAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.02/2006 TENTANG
);86raa KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 45/PMK.02/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DAN MEKANISME PEMANTAUAN DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DAN PINJAMAN DAERAH
Lebih terperinciMENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN
MENTERIKEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 132/PMK.07/2016 TENT ANG BATAS MAKSIMAL KUMULATIF DEFISIT ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH, BATAS MAKSIMAL
Lebih terperinciAnalisis Rasio Kinerja Keuangan Daerah Kota Batu
Analisis Rasio Kinerja Keuangan Daerah Kota Batu A.Latar Belakang BAB I Sesuai dengan UU nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, pemerintah kota diberi kewenangan yang luas dalam menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK
63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran
Lebih terperinciMENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016
MENTER!KEUANGAN REPUBUK INDONESIA SALIN AN PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK I N DONESIA NOMOR 174 /PMK.08/2016 TENTANG PEMBERIAN JAMINAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT SAR.ANA MULTI INFRASTRUKTUR
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang
Lebih terperinci