PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK LAPORAN HASIL PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK LAPORAN HASIL PENELITIAN"

Transkripsi

1 PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK LAPORAN HASIL PENELITIAN Disusun oleh: EDI HIDAYAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SILIWANGI TASIKMALAYA 2014

2 KATA PENGANTAR Tiada kata yang paling indah dan pantas penulis ucapkan selain ucapan puji dan syukur ke khadirat Alloh SWT., karena atas kehendak-nya laporan hasil penelitian yang berjudul PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK akhirnya dapat diselesaikan. Penelitian ini bertujuan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran matematika realistik, sedangkan akibat yang dilihat adalah peningkatan kemandirian belajar siswa yang berada pada sekolah menengah pertama di kota Tasikmalaya. Dalam penyusunan laporan ini, banyak hambatan dan kesulitan yang dihadapi penulis, tetapi berkat uluran tangan, bimbingan, nasehat, dorongan, dan sumbangan pemikirian dari berbagai pihak, kesulitan dan hambatan secara bertahap dapat diatasi. Semoga segala bantuan, bimbingan dan kebaikan dari semua pihak mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Alloh SWT., serta senantiasa Alloh yang maha pengasih dan penyayang melimpahkan rakhmat dan kasih sayang-nya bagi kita sekalian. Amiin. Akhirnya, dengan segala kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini, penulis berharap sekecil apapun temuan dari penelitian ini dapat memperkaya penelitian-penelitian terdahulu sekaligus memberikan inspirasi untuk peneliti selanjutnya. Tasikmalaya, Desember 2014 Penulis,

3 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI... ii I PENDAHULUAN 1 II TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN 4 A. Pembelajaran Matematika Realistik 4 B. Kemandirian Belajar Siswa 6 C. Metode Penelitian III HASIL DAN PEMBAHASAN 10 A. Hasil Tes Kemandirian Belajar Siswa a. Hasil Tes Awal Kemandirian Belajar Siswa b. Hasil Tes Akhir Kemandirian Belajar Siswa c. Perbandingan Kemandirian Belajar Siswa setelah 11 Mengikuti Pembelajaran Langsung dan Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik... d. Pengujian Hipotesis IV SIMPULAN 14 DAFTAR PUSTAKA 14

4 PENINGKATAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK EDI HIDAYAT Program Studi Pendidikan Matematika FKIP-UNSIL Tasikmalaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran matematika realistik, sedangkan akibat yang dilihat adalah peningkatan kemandirian belajar siswa yang berada pada sekolah menengah pertama. Desain penelitian eksperimen yang digunakan adalah desain dua kelompok kontrol pretes-postes. Kelompok eksperimen memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran langsung. Untuk mendapatkan data penelitian digunakan instrumen berupa skala kemandirian belajar siswa. Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 4 Tasikmalaya dengan mengambil sampel dua kelas sebagai kelompok eksperimen dan kontrol yang dilakukan dengan cara acak kelas. Analisis data dilakukan secara kuantitatif untuk mengungkap kemandirian belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung. Pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik memperlihatkan keaktifan dan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Kata Kunci: Pendekatan pembelajaran matematika realistik, Kemandirian belajar siswa. I. PENDAHULUAN Keluhan masyarakat tentang hasil pendidikan yang belum memuaskan sudah berlangsung sejak lama dan sudah dilalui oleh beberapa kali pergantian pembuat kebijakan di bidang pendidikan, namun situasi masih tetap sama. Usaha perbaikan sudah banyak dilakukan antara lain dengan mengadakan perubahan pada kurikulum, peningkatan kemampuan tenaga pendidik, dan melengkapi sarana dan prasarana. Masyarakat kelihatannya belum merasa puas dengan perubahan-perubahan yang dilakukan pemerintah. Hal ini terbukti dengan banyaknya dan berkelanjutannya keluhan-keluhan dari masyarakat, ditambah lagi dengan adanya penilaian tentang daya saing bangsa yang kurang menggembirakan. Menurut Hamalik (2006) sistem pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan teknologi, sehingga dunia pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga terampil, kreatif, aktif, dan kritis yang sesuai dengan tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi.

5 Dalam kurikulum 2006, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya. Cooney (Sumarmo, 2005) menyarankan reformasi pembelajaran matematika dari pembelajaran belajar meniru (menghapal) ke belajar pemahaman yang berlandaskan pada pendapat knowing mathematics is doing mathematics yaitu pembelajaran yang menekankan pada doing atau proses dibandingkan dengan knowing that. Perubahan pandangan pembelajaran di atas dimaksudkan agar pembelajaran lebih memfokuskan pada proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa untuk menemukan kembali (reinvent) konsepkonsep, melakukan refleksi, abstraksi, formalisasi dan aplikasi. Proses mengaktifkan siswa ini dapat dikembangkan dengan membiasakan anak menggunakan berpikir logis atau kemampuan penalarannya untuk memecahkan masalah dalam setiap kegiatan belajarnya. Kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang akan membentuk karakter anak dalam bagaimana berpikir, bagaimana berbuat dan bagaimana bertindak sebagai perwujudan aplikasi pemahaman untuk menjawab segala bentuk kebutuhan dan persoalan yang dihadapinya. Selain itu, proses pembelajaran matematika juga perlu memperhatikan kenyamanan dan perasaan menyenangkan bagi siswa, hal ini dapat dilakukan dengan cara memperlihatkan sikap ramah dalam menanggapi berbagai kesalahan siswa, hindari sikap guru yang menyeramkan (tidak bersahabat), mengusahakan agar siswa dikondisikan untuk bersikap terbuka, usahakan materi matematika disajikan dalam bentuk yang lebih kongkrit, dan gunakan metode serta pembelajaran yang bervariasi. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan minat siswa terhadap matematika yang merupakan modal utama untuk menumbuhkan keinginan dan kesenangan belajar matematika, tanpa minat yang baik dalam diri siswa akan sulit tercipta suasana belajar seperti yang diharapkan. Tumbuhnya minat siswa untuk belajar matematika diharapkan muncul kecenderungan sikap positif terhadap matematika. Pendekatan matematika realistik adalah salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan perubahan tersebut. Hal ini sesuai dengan pandangan Freudenthal (Soedjadi, 2004) yang menyatakan bahwa matematika merupakan kegiatan manusia yang lebih menekankan aktivitas siswa untuk mencari, menemukan, dan membangun sendiri pengetahuan yang diperlukan sehingga pembelajaran menjadi terpusat pada siswa.

6 Pembelajaran matematika realistik merupakan aktivitas sosial sehingga komunikasi terjalin secara optimal, siswa melakukan tidak hanya mendengarkan dan melihat, titik tolak pembelajaran dari kondisi realitas kehidupan siswa, pendekatan yang digunakan dari informal ke formal, konsep yang satu jelas keterkaitannya dengan konsep yang lain, dan siswa beraktivitas dengan bantuan guru. Dalam pembelajaran matematika realistik, kemampuan siswa untuk melakukan aktivitas perlu dilatih dan dibiasakan melalui bimbingan, sehingga siswa mampu menemukan suatu pola atau konsep dengan cara membangun sendiri konsep tersebut. Di samping matematika vertikal yang dipelajari siswa, yaitu keterkaitan antar konsep matematika, kemampuan pemecahan masalah dan pelatihan kemampuan berpikir abstrak, siswa juga dibiasakan belajar matematika horizontal yaitu belajar menggunakan kemampuan matematika dalam bidang studi dan kehidupan sehari-hari, seperti berpikir rasional-rinci-sistematis dan penalaran. Pada dasarnya pendekatan pembelajaran matematika realistik membimbing siswa untuk menemukan kembali konsep-konsep yang pernah ditemukan oleh para ahli matematika. Materi matematika yang disajikan guru dikaitkan dengan peristiwa nyata dalam kehidupan sehari-hari, siswa diberi kesempatan untuk menafsirkan dan mengemukakan gagasan yang mereka temukan. Siswa diberikan kebebasan dalam menyampaikan ide-ide dalam diskusi kelompok, sehingga diharapkan siswa dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Guru hanya memfasilitasi pembelajaran, siswa yang harus berperan aktif menyumbangkan pikirannya dalam memecahkan permasalahan yang beraneka ragam. Dengan demikian, diharapkan akan meningkatkan kemandirian belajar dalam matematika. Sumarmo (2004) menyatakan bahwa individu yang belajar matematika dituntut memiliki disposisi matematis yang tinggi, kemudian akan menghasilkan kemampuan berpikir matematis yang diharapkan. Disposisi matematis yang dimaksud terlukis pada karakteristik kemandirian belajar matematika. Kemandirian belajar siswa merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran dan turut menentukan pencapaian hasil belajar siswa, hal ini cukup beralasan karena pembelajaran yang menciptakan situasi pemecahan masalah sangat diperlukan kemandirian siswa dalam belajar. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi dalam matematika diasumsikan memiliki kemandirian belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan sedang dan rendah. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi lebih mampu mengatur waktu dan mengontrol diri dalam berpikir, merencanakan strategi, kemudian melaksanakannya, serta mengevaluasi atau mengadakan refleksi. Hal ini didukung oleh hasil studi Darr dan Fisher (2004) yang

7 menghasilkan bahwa kemampuan belajar mandiri berkorelasi tinggi dengan keberhasilan belajar siswa. Hasil penelitian lain disampaikan oleh Hisyam (2006) dan Hastutiningsih (2007) bahwa terdapat hubungan positif antara kemandirian belajar dengan hasil belajar siswa. Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk melakukan penelitian yang memfokuskan pada penerapan pendekatan pembelajaran matematika realistik terhadap kemandirian belajar siswa sekolah menengah pertama. Permasalahan yang diungkap adalah apakah peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung? II. TINJAUAN PUSTAKA DAN METODE PENELITIAN A. Pembelajaran Matematika Realistik Pembelajaran matematika realistik pertama kali dikembangkan oleh Institut Freudenthal di Negeri Belanda, berdasarkan pandangan Freudenthal. Ide utamanya adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali (reinvent) ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan dunia nyata atau real world. Menurut Gravemeijer (1994) terdapat tiga prinsip utama dalam pembelajaran matematika realistik yaitu: (1) Guided Reinvention and Progressive Mathematization (penemuan terbimbing dan bermatematika secara progressif, (2) Didactical Phenomenology (penomena pembelajaran), dan (3) Self-developed Models (pengembangan model mandiri). Prinsip penemuan terbimbing, siswa diarahkan untuk menemukan sendiri konsep matematika dengan bantuan menyelesaikan berbagai masalah kontekstual. Sedangkan prinsip bermatematika secara progressif adalah bermatematika secara horizontal dan vertikal. Aktivitas matematisasi secara horizontal, siswa diharapkan mampu mengidentifikasi masalah kontekstual sehingga dapat ditransfer ke dalam masalah bentuk matematika berupa model, diagram, tabel (model informal) untuk lebih dipahami. Sedangkan aktivitas matematisasi vertikal, siswa menyelesaikan bentuk matematika formal atau non formal dari masalah kontekstual dengan menggunakan konsep, operasi dan prosedur matematika yang berlaku. Prinsip penomena pembelajaran, menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Topik-topik matematika dikenalkan

8 dengan mempertimbangkan kecocokan aplikasi konteks dalam pembelajaran dan kecocokan dampak dalam proses penemuan kembali konsep matematika dari masalah kontekstual. Prinsip pengembangan model mandiri, berfungsi untuk menjembatani antara pengetahuan matematika non formal dengan matematika formal. Model matematika dikembangkan secara mandiri berdasarkan model-model matematika yang telah diketahui siswa. Siswa dihadapkan pada masalah kontekstual dari situasi, kemudian ditemukan model dari (model of) situasi tersebut (bentuk informal) dan selanjutnya diikuti dengan penemuan model untuk (model for) dari bentuk tersebut (bentuk formal), sehingga siswa mendapatkan penyelesaian masalah dalam bentuk pengetahuan matematika yang standar. Sesuai dengan ketiga prinsip di atas, dalam proses pembelajaran matematika realistik perlu memperhatikan lima karakteristik pembelajaran (Gravemeijer, 1994) yaitu: (1) menggunakan masalah kontekstual; (2) menggunakan model; (3) menggunakan kontribusi dan produksi siswa; (4) interaktif; (5) keterkaitan (intertwinment). 1. Menggunakan Masalah Kontekstual Masalah kontekstual dalam pembelajaran matematika realistik yang diberikan kepada siswa harus memperhatikan pengalaman awal siswa, mudah dibayangkan oleh siswa, sesuai dengan kesiapan siswa, dekat dengan kehidupan sehari-hari, dapat menjadi penghubung antara topik matematika yang dipelajari dengan lingkungan dan pengalaman siswa. Melalui masalah kontekstual diharapkan dapat membantu siswa untuk memahami makna dan kegunaan matematika, serta memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pemahaman terhadap matematika berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. 2. Menggunakan Model Siswa akan mengubah permasalahan kontekstual yang diberikan menjadi permasalahan matematik, representasi inilah yang disebut sebagai pemodelan. Penggunaan pemodelan diharapkan siswa dapat menemukan hubungan antara bagian-bagian masalah kontekstual dan mentransfernya ke dalam model matematika melalui penskemaan, perumusan, serta pemvisualan. Pemodelan yang dimaksud bisa berupa lambang-lambang matematik, skema, grafik, diagram, manipulasi aljabar, serta yang lain. Dengan demikian, pemodelan berperan sebagai penghubung antara masalah kontekstual, matematika informal (matematisasi horizontal) dan matematika formal (matematisasi vertical). Sesuai dengan pendapat Gravemeijer (1994) yang menyatakan bahwa pemodelan merupakan jembatan untuk mengubah masalah kontekstual menjadi bentuk formal. Salah satu karakteristik

9 pembelajaran matematika realistik inilah yang memungkinkan siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik. 3. Menggunakan Kontribusi dan Produksi Siswa Sumbangan pemikiran dari siswa dapat menjadikan pembelajaran lebih konstruktif dan produktif, dimana siswa dituntut untuk dapat memproduksi dan mengkonstruksi sendiri model secara bebas melalui bimbingan guru. Guru membimbing siswa sampai mampu merefleksi bagian-bagian penting dalam belajar, sehingga mampu mengkonstruksi model dari informal sampai ke bentuk formal. Strategi informal yang berupa penggunaan skema, grafik, diagram, manipulasi aljabar, algoritma, dan prosedur pemecahan masalah kontekstual sebagai sumber inspirasi dalam mengkonstruk pengetahuan matematika formal diharapkan dapat berkembang ke arah yang positif. Tumbuhnya sikap positif yang dimiliki siswa terhadap matematika, maka karakteristik kontribusi dan produksi siswa dapat dikembangkan. 4. Interaktif Interaksi yang terjadi antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru, dan guru dengan siswa merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika realistik. Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran matematika realistik antara lain, dapat berupa negosiasi secara eksplisit, intervensi kooperatif, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi dan evaluasi sesama siswa dan guru. Interaksi digunakan siswa untuk memperbaiki atau memperbaharui model-model yang dikonstruksi, sehingga diperoleh model yang tepat. Guru menggunakan interaksi untuk membimbing siswa, sehingga siswa memahami konsep matematika formal. Interaksi sebagai salah satu karakteristik pembelajaran matematika realistik sangat memungkinkan siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematik. Kegiatan interaksi dalam pembelajaran akan tergambar melalui observasi pembelajaran, yang dipandang sebagai alat untuk memotret kejadian pembelajaran di kelas. 5. Keterkaitan (Intertwinment) Karakteristik berikutnya dalam pembelajaran matematika realistik adalah keterkaitan. Konsep yang dipelajari siswa melalui pembelajaran matematika realistik harus berupa hubungan dengan konsep atau materi lain dalam matematika atau dengan pelajaran yang lain. Matematika bukanlah suatu pengetahuan yang bercerai berai melainkan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang utuh dan terpadu.

10 B. Kemandirian Belajar Siswa Para ahli psikologi memberikan pengertian kemandirian belajar yang beragam, diantaranya pendapat Zimmerman (1989) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai derajat metakognisi, motivasional, dan perilaku individu di dalam proses yang dijalani untuk mencapai tujuan belajar. Winne (1997) menyatakan bahwa kemandirian belajar mencakup kemampuan strategi kognitif, belajar untuk belajar dan belajar sepanjang masa. Sedangkan Knain dan Turmo (2000) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah suatu proses yang dinamik dimana siswa membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada saat mempelajari konteks yang spesifik. Untuk itu siswa perlu memiliki berbagai strategi belajar, pengalaman menerapkannya dalam berbagai situasi, dan mampu merefleksi secara efektif. Kemudian, Wolters, Pintrich, dan Karabenick (2003) menegaskan bahwa kemandirian belajar adalah suatu proses konstruktif dan aktif dimana siswa menentukan tujuan dalam belajar, dan mencoba untuk memonitor, mengatur, dan mengendalikan kognisi, motivasi, dan perilaku dengan dibimbing dan dibatasi oleh tujuan dan karakteristik kontekstual dalam lingkungan. Menurut Montalvo dan Torres (2004) kemandirian belajar yaitu gabungan antara keterampilan dan kemauan. Demikian pula menurut Sumarmo (2004: 1) kemandirian belajar merupakan proses perancangan dan pemantauan diri yang seksama terhadap proses kognitif dan afektif dalam menyelesaikan suatu tugas akademik. Hargis (Sumarmo, 2004: 1) menekankan bahwa kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu, tetapi merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental ke dalam keterampilan akademik tertentu. Menurut Zimmerman (Pape et al., 2003) terdapat tiga tahap kemandirian dalam belajar yaitu: 1. Berpikir jauh ke depan. Siswa merencanakan kemandirian perilaku dengan cara menganalisis tugas dan menentukan tujuan-tujuan. 2. Performansi dan kontrol. Siswa memonitor dan mengontrol perilakunya sendiri, kesadaran, motivasi, dan emosi. 3. Refleksi diri. Siswa menyatakan pendapat tentang kemajuan sendiri dan merubahnya sesuai dengan perilaku mereka. Selanjutnya Paris dan Winograd (2004) menegaskan, tiga karakteristik utama dari kemandirian belajar yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi, dan motivasi yang terhambat. Masing-masing karakteristik tersebut dipaparkan berikut:

11 1. Kesadaran Berpikir Pengertian metakognisi menurut Paris dan Winograd (2004) yaitu berpikir tentang berpikir. Aspek-aspek dari metakognisi ketika mengembangkan kompetensi seseorang pada self-appraisal (menilai-diri) dan self-management (mengatur-diri), dan mendiskusikan bagaimana aspek-aspek dari pengetahuan ini dapat membantu mengarahkan upaya siswa ketika mereka belajar. Kemudian Bandura (Paris dan Winograd, 2004) menekankan bahwa kemandirian belajar melibatkan tiga proses yang saling berkaitan: observasi-diri, evaluasi-diri, dan reaksi-diri. 2. Penggunaan Strategi Penggunaan strategi dalam kemandirian belajar adalah melibatkan urutan yang berkembang dari seseorang, untuk belajar, mengendalikan emosi, mengejar tujuan, dan sebagainya. Paris, Lipson, dan Wixson (1983) (Paris dan Winograd, 2004) menyatakan bahwa ada tiga komponen aspek penting metakognitif dari strategi, sering merujuk pada pengetahuan deklaratif (apa yang disebut dengan strategi), pengetahuan prosedural (bagaimana strategi bekerja), dan pengetahuan kondisional (kapan dan mengapa suatu strategi diterapkan). Mengetahui ketiga karakter strategi dapat membantu siswa untuk membedakan taktik yang produktif dari counter-productive, dan kemudian menerapkan strategi yang sesuai. Ketika siswa menjadi strategis, mereka akan memperhatikan opsiopsi sebelum memilih strategi untuk menyelesaikan masalah. Pilihan ini merupakan kemandirian belajar, karena merupakan hasil dari analisis kognitif dari opsi-opsi alternatif untuk melakukan problem solving. 3. Motivasi yang Terhambat Motivasi yang terhambat merupakan aspek ketiga dari kemandirian belajar, karena belajar memerlukan upaya dan pilihan. Kemandirian belajar melibatkan keputusan motivasional tentang tujuan suatu aktivitas, perasaan ketidakmampuan dan menilai tugas, persepsi diri tentang kemampuan untuk menyelesaikan tugas, dan keuntungan potensial dari keberhasilan atau pertanggungjawaban atas kegagalan. Kesadaran dan refleksi dapat mengarah pada berbagai tindakan, bergantung pada motivasi siswa. Selanjutnya, Paris dan Winograd (2004) mengelompokkan dua belas prinsip kemandirian belajar ke dalam empat kategori: 1. Menilai diri mengarah pada pemahaman belajar yang lebih dalam. Menilai diri secara periodik akan bermanfaat bagi guru dan siswa, karena merupakan refleksi pada pembelajaran yang dinamik.

12 a. Menganalisis gaya dan strategi belajar, membandingkannya dengan yang lain, meningkatkan kesadaran akan cara-cara belajar yang berbeda. b. Mengevaluasi apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui, melihat kedalaman pemahaman tentang pokok-pokok materi, mempromosikan upaya yang efisien. c. Penilaian diri dari proses belajar dan out-come secara periodik, adalah suatu kebiasaan yang bermanfaat untuk dikembangkan, karena akan meningkatkan pengendalian kemajuan, menstimulasi strategi yang diperbaiki, dan meningkatkan perasaan selfefficacy. 2. Mengatur diri dalam berpikir, berupaya, dan meningkatkan pendekatan yang fleksibel pada pemecahan masalah yang adaptif (menyesuaikan diri), tekun, pengendalian diri, strategis, dan berorientasi tujuan. a. Mentargetkan tujuan yang sesuai dan dapat dicapai tetapi menantang, paling efektif dipilih siswa. b. Mengatur waktu dan sumber-sumber melalui perencanaan yang efektif dan pengontrolan, merupakan faktor penting dalam mengatur prioritas, mengatasi frustasi, dan dengan tekun menyelesaikan tugas. c. Mereviu belajar sendiri, merevisi pendekatan, atau bahkan memulai sesuatu dari yang baru, memonitor diri dan komitmen pribadi untuk mencapai kinerja standar tinggi. 3. Self-regulation dapat diajarkan dengan berbagai cara. Dikarenakan kemandirian belajar fleksibel dan adaptif, berbagai strategi yang berbeda dan motivasi dapat ditekankan pada siswa yang berbeda. Self-regulation dapat diajarkan dengan pengajaran secara eksplisit, refleksi langsung, dan diskusi metakognisi; dapat ditingkatkan secara tidak langsung, dengan pemodelan dan aktivitas yang memerlukan analisis reflektif dari belajar, mengevaluasi, membuat peta, dan mendiskusikan buktibukti dari pertumbuhan seseorang; terpilih dalam pengalaman naratif dan identitas dari setiap individual. 4. Belajar adalah bagian dari kehidupan seseorang, dan sebagai akibat dari karakter seseorang. Dengan pandangan ini, kemandirian belajar dibangun oleh karakter dari kelompok yang diikutinya. a. Bagaimana individu memilih untuk menilai dan memonitor perilaku mereka, umumnya konsisten dengan identitas yang mereka pilih dan inginkan. b. Memperoleh perspektif sendiri pada pendidikan dan belajar, menyediakan suatu kerangka kerja naratif, yang akan memperdalam kesadaran pribadi dari selfregulation.

13 c. Partisipasi dalam suatu komunitas yang reflektif akan meningkatkan banyak dan kedalaman pengujian kebiasaan self-regulation seseorang. Menurut Frank dan Robert (1988) kemandirian belajar merupakan kemampuan diri untuk memonitor pemahamannya, untuk memutuskan kapan ia siap diuji, untuk memilih strategi pemrosesan informasi yang kuat dan sejenisnya. Kemandirian mencakup tiga tahap kegiatan yakni sebelum, selama, dan sesudah melaksanakan tugas belajar. C. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat eksperimen, adapun desain eksperimen yang digunakan adalah desain dua kelompok kontrol pretes-postes. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa sekolah menengah pertama (SMP) Negeri di Kota Tasikmalaya. Populasi dalam penelitian ini didasarkan pada pertimbangan bahwa tingkat perkembangan kognitif siswa SMP masih pada tahap peralihan dari operasi kongkrit ke operasi formal, sehingga cocok untuk diterapkan pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Negeri 4 Tasikmalaya, sedangkan yang menjadi sampel penelitian yaitu kelas VII F sebagai kelompok eksperimen dan kelas VII D sebagai kelompok kontrol. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Tes Kemandirian Belajar Siswa Untuk mengetahui sejauhmana peningkatan kemandirian belajar siswa dalam matematik, maka dilakukan dua kali tes yaitu tes awal dan tes akhir. a. Hasil Tes Awal Kemandirian Belajar Siswa Tes awal kemandirian belajar siswa untuk mengetahui sejauhmana kemandirian belajar siswa yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran dilakukan. Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes awal kemandirian belajar siswa, diperoleh: (1) untuk kelompok eksperimen, skor terrendah ( x ) sebesar 2,7, skor tertinggi ( x maks ) sebesar 3,9, rata-rata ( min x ) sebesar 3,30 dan deviasi standar (s) sebesar 0,25 ; dan (2) untuk kelompok kontrol, skor terrendah ( x min ) sebesar 2,7, skor tertinggi ( x maks ) sebesar 4,0, rata-rata ( x ) sebesar 3,24 dan deviasi standar (s) sebesar 0,28. Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan rata-rata tes awal kemandirian belajar siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol berbeda. Namun untuk mengetahui signifikansi ada atau tidak adanya perbedaan rata-rata tes awal kemandirian belajar siswa

14 dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan rerata dua sampel. Karena data kemandirian belajar siswa berupa data ordinal, maka pengujian hipotesis menggunakan uji Mann-Whitney. Selanjutnya pengujian perbedaan rerata yang dilakukan terhadap skor tes awal kemandirian belajar siswa kedua kelompok menghasilkan harga Z hitung = -1,687 dan p = 0,092 lebih besar dari 0,05, jadi Z hitung berada pada daerah penerimaan H 0. Ini berarti tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemandirian belajar siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa dalam matematika pada kedua kelompok sebelum diberikan perlakuan. b. Hasil Tes Akhir Kemandirian Belajar Siswa Tes akhir digunakan untuk mengetahui sejauhmana kemandirian belajar yang dimiliki siswa setelah pembelajaran berlangsung. Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes akhir kemandirian belajar siswa, diperoleh: (1) untuk kelompok eksperimen, skor terrendah ( x min ) sebesar 3,5, skor tertinggi ( x maks ) sebesar 4,5, rata-rata ( x ) sebesar 3,97 dan deviasi standar (s) sebesar 0,275 ; dan (2) untuk kelompok kontrol, skor terrendah ( x min ) sebesar 2,9, skor tertinggi ( x ) sebesar 4,2, rata-rata ( x ) sebesar 3,47 dan deviasi standar (s) sebesar 0,298. maks Berdasarkan hasil pengolahan data menunjukkan rata-rata tes akhir kemandirian belajar siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol berbeda. Namun untuk mengetahui signifikansi ada atau tidak adanya perbedaan rata-rata tes akhir kemandirian belajar siswa dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan rerata dua sampel. Karena data kemandirian belajar siswa berupa data ordinal, maka pengujian hipotesis menggunakan uji Mann-Whitney. Selanjutnya pengujian perbedaan rerata yang dilakukan terhadap skor tes akhir kemandirian belajar siswa kedua kelompok menghasilkan harga Z hitung = -6,073 dan p = 0,000 lebih kecil dari 0,05, jadi Z hitung berada pada daerah penolakan H 0. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan kemandirian belajar siswa antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian, terdapat perbedaan kemandirian belajar siswa dalam matematika pada kedua kelompok setelah diberikan perlakuan. c. Perbandingan Kemandirian Belajar Siswa setelah Mengikuti Pembelajaran Langsung dan Pembelajaran dengan Pendekatan Matematika Realistik Hasil analisis perbandingan gain ternormalisasi kemandirian belajar siswa terhadap 40 siswa kelompok eksperimen dan 40 siswa kelompok kontrol disajikan dalam Tabel 1.

15 Tabel 1 Rekapitulasi Gain Ternormalisasi Kemandirian Belajar Siswa Tingkat N-Gain Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Frekuensi % Frekuensi % Tinggi 0 0% 0 0% Sedang 31 77,5% 0 0% Rendah 9 22,5% % Jumlah % % Tabel 1 menunjukkan bahwa gain ternormalisasi kemandirian belajar siswa, pada kelompok eksperimen terdapat 31 orang (77,5%) kategori sedang, 9 orang (22,5%) kategori rendah, dan tidak ada seorangpun yang mecapai kategori tinggi. Sedangkan pada kelompok kontrol seluruh responden (100%) hanya mencapai kategori rendah. Berdasarkan analisis data persentase tingkat N-Gain di atas dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemandirian belajar siswa kelompok eksperimen lebih baik dari kelompok kontrol. Kemandirian belajar siswa kelompok eksperimen mempunyai rata-rata gain 0,38 kategori sedang dan rata-rata kelompok kontrol 0,11 kategori rendah. Rata-rata gain ternormalisasi kemandirian belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berbeda. Namun untuk mengetahui signifikansi ada tidaknya perbedaan rata-rata gain ternormalisasi kemandirian belajar siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan rerata dua sampel, dalam hal ini menggunakan uji Mann-Whitney. d. Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil pengujian perbedaan rerata yang dilakukan terhadap gain ternormalisasi kemandirian belajar siswa kedua kelompok menghasilkan harga Z hitung = - 7,611 dan p = 0,000 lebih kecil dari 0,05, jadi Z hitung berada pada daerah penolakan H 0. Ini berarti peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung. Dengan demikian, peningkatan kemandirian belajar siswa kedua kelompok berbeda secara signifikan setelah diberikan perlakuan. Kemandirian belajar siswa yang dianalisis adalah inisiatif belajar; mendiagnosis kebutuhan belajar; menetapkan tujuan belajar; mengatur dan mengontrol kinerja atau belajar; mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi, perilaku (diri); memandang kesulitan sebagai tantangan; mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan; memilih dan menerapkan strategi belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; serta self-eficacy (konsep

16 diri). Untuk mengetahui ada atau tidak adanya perbedaan rata-rata N-Gain masing-masing aspek kemandirian belajar siswa dilakukan analisis statistik pengujian perbedaan rerata dua sampel, yaitu menggunakan uji Mann-Whitney. Tabel 2. Berdasarkan hasil perhitungan pengujian perbedaan rerata dua sampel disajikan pada Tabel 2 Pengujian Rerata N-Gain Tiap Aspek Kemandirian Belajar Siswa Aspek Kelompok x Z hitung p Kesimpulan Inisiatif Belajar Eksperimen 0,2423 Terdapat -2,284 0,022 Kontrol 0,0790 Kebutuhan Belajar Eksperimen 0,1408 Tidak Ada -1,335 0,182 Kontrol 0,0898 Tujuan Belajar Eksperimen 0,0698 Tidak Ada -0,419 0,675 Kontrol 0,0453 Mengatur Belajar Eksperimen 0,4665 Terdapat -7,562 0,000 Kontrol 0,0315 Mengontrol Kognisi Eksperimen 0,5062-6,675 0,000 Terdapat Kesulitan Belajar sebagai Tantangan Sumber Belajar Strategi Belajar Evaluasi Konsep Diri Kontrol 0,0703 Eksperimen 0,4058 Kontrol 0,1525 Eksperimen 0,4642 Kontrol 0,2493 Eksperimen 0,3593 Kontrol 0,1275 Eksperimen 0,4415 Kontrol 0,1705 Eksperimen 0,3570 Kontrol 0,2068-4,599 0,000-3,419 0,001-4,791 0,000-4,827 0,000-2,689 0,007 Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Terdapat Berdasarkan hasil pengujian hipotesis tersebut di atas menunjukkan bahwa peningkatan kemandirian belajar siswa pada aspek kebutuhan belajar dan tujuan belajar tidak signifikan. Dengan demikian, peningkatan kemandirian belajar siswa dilihat dari aspek kebutuhan belajar dan tujuan belajar tidak berbeda secara signifikan setelah diberikan perlakuan. Sedangkan peningkatan kemandirian belajar siswa pada aspek inisiatif belajar, mengatur belajar, mengatur kognisi, memandang kesulitan belajar sebagai tantangan, mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan; memilih dan menerapkan strategi belajar; mengevaluasi proses dan hasil belajar; serta self-eficacy (konsep diri) signifikan. Dengan demikian, peningkatan kemandirian belajar siswa pada aspek inisiatif belajar, mengatur belajar, mengatur kognisi, memandang kesulitan belajar sebagai tantangan, mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang relevan, memilih dan menerapkan strategi belajar, mengevaluasi proses dan hasil belajar, serta self-eficacy (konsep diri) berbeda secara signifikan setelah diberi perlakuan.

17 IV. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bagian terdahulu mengenai kemandirian belajar siswa melalui pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik dan siswa yang belajar dengan pembelajaran langsung, diperoleh simpulan sebagai berikut: Peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemandirian belajar siswa yang memperoleh pembelajaran langsung. Dengan demikian, pendekatan matematika realistik dapat meningkatkan kemandirian belajar siswa. DAFTAR PUSTAKA Darr, C dan Fisher, J. (2004). Self-Regulated Learning in Mathematics Class. [Online]. Tersedia: [15 Juli 2008] Fahinu. (2007). Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kemandirian Belajar Matematika pada Mahasiswa melalui Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan. Kusnendi. (2008). Model-model Persamaan Struktural Satu dan Multigroup Sampel dengan Lisrel. Bandung: Alfabeta. Meltzer, D.E. (2002). The Relationshif between Mathematics Preparation and Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible Hidden Variabel in Diagnostic Pretest Score. Am. J. Phys. 70(12). American Association of Physics Teacher. Pape, S. J. et al. (2003). Developing Mathematical Thinking and Self-Regulated Learning: Teaching Experiment in Seventh-Grade Mathematics Classroom. Journal Educational Studies in Mathematics. 53, Paris, S. G. dan Winograd, P. (2004). The Role of Self-Regulated Learning in Contextual Teaching: Principles and Practices for Teacher Preparation 1[1]. [Online] Tersedia: parwin.htm Pintrich, P. R. (1999). The Role of Motivation in Promoting and Sustaining Self-Regulated Learning. [Online].Tersedia: Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi Doktor pada SPS UPI: Tidak Diterbitkan. Sumarmo, U. (2004). Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. Makalah Disajikan pada Seminar Pendidikan Matematika di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Yogyakarta Tanggal 8 Juli 2004: tidak diterbitkan.

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.2, September 2013

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.2, September 2013 PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN SETTING KOOPERATIF JIGSAW TERHADAP KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMA Oleh: Asep Ikin Sugandi Pendidikan Matematika STKIP Siliwangi Bandung asepikinsugandi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluhan masyarakat tentang hasil pendidikan yang belum memuaskan sudah berlangsung sejak lama dan sudah dilalui beberapa pembuat kebijakan di bidang pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak. 11 BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pemahaman Konsep Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat, sedangkan konsep berarti suatu rancangan. Dalam matematika,

Lebih terperinci

Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa Melalui Penggunaan Pendekatan Modifikasi APOS

Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa Melalui Penggunaan Pendekatan Modifikasi APOS Peningkatan Kemandirian Belajar Mahasiswa Melalui Penggunaan Pendekatan Modifikasi APOS Yerizon Jurusan Matematika FMIPA UNP Padang E-mail: yerizon@yahoo.com Abstrak. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

Penerapan Scaffolding Untuk Pencapaian Kemandirian Belajar Siswa

Penerapan Scaffolding Untuk Pencapaian Kemandirian Belajar Siswa Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 1 No. 4, Maret 2017 Penerapan Scaffolding Untuk Pencapaian Kemandirian Belajar Siswa Elis Nurhayati Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas

Lebih terperinci

P 14 PENDEKATAN KONTEKTUAL SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIK YANG HUMANIS DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR

P 14 PENDEKATAN KONTEKTUAL SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIK YANG HUMANIS DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR P 14 PENDEKATAN KONTEKTUAL SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIK YANG HUMANIS DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR Asep Ikin Sugandi STKIP Siliwangi Bandung asepikinsugandi@yahoo.co.id Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berasal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi paham

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI A.

BAB II KAJIAN TEORI A. BAB II KAJIAN TEORI A. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Berbasis Kontekstual Model pembelajaran merupakan salah satu bagian yang dapat mendukung tercapainya tujuan pembelajaran dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD. Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Karakteristik Pembelajaran Matematika SD Pembelajaran matematika pada tingkat SD berbeda dengan pembelajaran pada tingkat SMP maupun SMA. Karena disesuaikan dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang 199 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung

Siti Chotimah Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP DI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATIONS PADA SISWA SMP DI KOTA BANDUNG Siti Chotimah chotie_pis@yahoo.com Pendidikan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP Finola Marta Putri *) *) Dosen Fakutas Ilmu Tarbiah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kampus UIN Syarif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat siswa untuk mendapatkan ilmu mencetak sumber daya manusia yang handal, memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis,

Lebih terperinci

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis Abstrak. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang bertujuan untuk meningkatan hasil belajar matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 2 Sungguminasa melalui pembelajaran matematika melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi tantangan era globalisasi saat ini diperlukan sumber daya manusia yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif, dan kemauan kerjasama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia dalam jangka panjang. Pendidikan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini tak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal dan konsep-konsep

Lebih terperinci

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis ABSTRAK

Lala Nailah Zamnah. Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Galuh Ciamis   ABSTRAK Jurnal Teori dan Riset Matematika (TEOREMA) Vol. 1 No. 2, Hal, 31, Maret 2017 ISSN 2541-0660 2017 HUBUNGAN ANTARA SELF-REGULATED LEARNING DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PADA MATA PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS Jurnal Euclid, vol.3, No.2, p.561 PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMES- TOURNAMENTS Sri Asnawati Program Studi Pendidikan Matematika FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Belajar Matematika Para ahli _naeaclefinisikan tentang matematika antara lain; Matematika adalah bagian pengetahuan manusia tentang bilangan dan kalkulasi (Sujono, 1988);

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Realistic Mathematics Education Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan

Lebih terperinci

Implementasi Pembelajaran Investigasi Berbantuan Software Cabri 3D terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Mahasiswa

Implementasi Pembelajaran Investigasi Berbantuan Software Cabri 3D terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian Belajar Mahasiswa Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 3 No. 1, Maret 2017 Implementasi Pembelajaran Investigasi Berbantuan Software Cabri 3D terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis dan Kemandirian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hella Jusra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah merupakan suatu gambaran keadaan dengan hubungan dua atau lebih informasi yang diketahui dan informasi lainnya yang dibutuhkan yang dapat menimbulkan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME 1. Teori Belajar dari Bruner Menurut Bruner (dalam Ruseffendi, 1988), terdapat empat dalil yang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIK SISWA SMP ANTARA YANG PEMBELAJARANNYA MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL DENGAN SETTING MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN TIPE JIGSAW Cucu Komaryani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumber daya manusia yang mempunyai pemikiran kritis, kreatif, logis, dan sistematis serta mempunyai kemampuan bekerjasama secara efektif sangat diperlukan di

Lebih terperinci

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR Rini Setianingsih Jurusan Matematika, FMIPA, Unesa ABSTRAK. Salah satu pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan dan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendekatan Matematika Realistik Pendekatan Matematika Realistik merupakan suatu pendekatan pembelajaran dalam pendidikan matematika yang pertama kali diperkenalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012 PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMPETENSI STRATEGIS MATEMATIS SISWA SMP DENGAN PENDEKATAN METAPHORICAL THINKING Oleh: M. Afrilianto Program Studi Pendidikan Matematika, STKIP Siliwangi Bandung afriliantomuhammad@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan sehari-hari, setiap saat kita dihadapkan dengan berbagai masalah yang seringkali perlu segera diselesaikan. Memang tidak semua masalah yang kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika merupakan salah satu bidang studi yang sangat penting, baik bagi siswa maupun bagi pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan matematika dalam dunia

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP,

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS. FMIPA UNP, PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MELALUI PENDEKATAN PMR DALAM POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS Vivi Utari 1), Ahmad Fauzan 2),Media Rosha 3) 1) FMIPA UNP, email: vee_oethary@yahoo.com 2,3) Staf Pengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses pembentukan kepribadian dan pola pikir siswa. Salah satu pembelajaran yang mampu membentuk kepribadian dan pola pikir siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan demi meningkatnya kualitas pendidikan. Objek yang menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu negara. Begitu pentingnya, hingga inovasi dalam pendidikan terus menerus dikembangkan

Lebih terperinci

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Diselenggarakan oleh FMIPA UNY Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Soft Skill

Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Soft Skill Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Berbasis Soft Skill Feri Haryati Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Email : ririmida@yahoo.com ABSTRAK. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki

BAB I PENDAHULUAN. berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diiringi dengan berlimpahnya berbagai informasi menuntut seseorang untuk dapat memiliki kemampuan memperoleh, memilih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang sangat berperan dalam perkembangan dunia. Matematika sangat penting untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan

Lebih terperinci

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016 ANALISIS PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PMRI PADA SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG 1) Nelly Fitriani, 2) Anik Yuliani 1) Nhe.fitriani@gmail.com, 2) Anik.yuliani070886@yahoo.com 1, 2) Program Studi

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI

PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMK DI KOTA CIMAHI Eka Senjayawati STKIP SILIWANGI BANDUNG senja_eka@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK MANGARATUA M. SIMANJORANG Abstrak Konstruktivis memandang bahwa siswa harusnya diberi kebebasan dalam membangun sendiri pengetahuannya. Salah satu pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MAHASISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE SCRIPT Isman M. Nur Program Studi Pendidikan Matematika STKP-Kie Raha Ternate E-mail: isman.isdy@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Globalisasi dapat mengakibatkan restrukturisasi dunia. Proses ini disertai banjirnya informasi yang melanda dunia dan berdampak terhadap kehidupan nyata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sangat penting dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan lanjutan serta suatu alat untuk mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Berbagai bentuk simbol digunakan manusia sebagai alat bantu dalam perhitungan, penilaian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA DALAM MATA KULIAH PROGRAM LINIER

EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK MAHASISWA DALAM MATA KULIAH PROGRAM LINIER Prosiding Seminar Nasional a dan Pendidikan a (SESIOMADIKA) 2017 ISBN: 978-602-60550-1-9 Pembelajaran, hal. 106-115 EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN METAKOGNITIF DALAM PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan II. KAJIAN TEORI A. Pendekatan Matematika Realistik Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dimulai sekitar tahun 1970-an. Yayasan yang diprakarsai

Lebih terperinci

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pengajaran Matematika Vol. 2 No. 1, hal. 35-40, Maret 2016 Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Peranan matematika dalam dunia pendidikan sangatlah penting, karena matematika sebagai sumber dari ilmu yang lain. Menurut Kline (Ruseffendi, 1992, hlm. 28)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR Martianty Nalole Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo Abstract : Study of reduction through approach

Lebih terperinci

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI RELASI DAN FUNGSI DENGAN PENDEKATAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) UNTUK SISWA KELAS VIII SEMESTER I Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Masalah Model pembelajaran berbasis masalah (Problem-based Learning), adalah model pembelajaran yang menjadikan masalah sebagai dasar atau basis bagi siswa

Lebih terperinci

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013 InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol, No., Februari 0 PENDEKATAN ICEBERG DALAM PEMBELAJARAN PEMBAGIAN PECAHAN DI SEKOLAH DASAR Oleh: Saleh Haji Program Pascasarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang ingin maju. Dengan keyakinan bahwa pendidikan yang berkualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era perkembangan zaman dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan, peningkatan mutu pendidikan dirasakan sebagai suatu kebutuhan bangsa yang ingin

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari. Hal ini ditegaskan oleh Suherman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan koneksi dan pemecahan masalah matematik merupakan suatu kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut disiapkannya penerus bangsa yang siap menghadapi berbagai tantangan. Individu yang siap adalah individu yang sukses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang handal yang memiliki pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peran yang sangat besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lain. Dengan tidak mengesampingkan pentingnya

Lebih terperinci

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata oleh : Wahyudi (Dosen S1 PGSD Universitas Kristen Satya Wacana) A. PENDAHULUAN Salah satu karakteristik matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang 136 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hubungan antara Kemampuan Penalaran Matematis dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Hayatun Nufus Pendidikan Matematika Universitas Islam Riau, Pekanbaru ya2tunnufus@yahoo.com Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Hongki Julie, St. Suwarsono, dan Dwi Juniati Staf pengajar di Universitas Sanata Dharma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi merupakan salah satu alasan tentang perlu dikuasainya matematika oleh siswa. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN DISPOSISI MATEMATIS ARTIKEL PENELITIAN.

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN DISPOSISI MATEMATIS ARTIKEL PENELITIAN. IMPLEMENTASI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR DAN DISPOSISI MATEMATIS ARTIKEL PENELITIAN Oleh RAHAYU PRATIWI NIM F04211022 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II.

BAB III ANALISIS. Komunitas belajar dalam Tugas Akhir ini dapat didefinisikan melalui beberapa referensi yang telah dibahas pada Bab II. BAB III ANALISIS Sesuai dengan permasalahan yang diangkat pada Tugas Akhir ini, maka dilakukan analisis pada beberapa hal sebagai berikut: 1. Analisis komunitas belajar. 2. Analisis penerapan prinsip psikologis

Lebih terperinci

P - 64 KEMAMPUAN SPASIAL SISWA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DENGAN MEDIA GEOGEBRA

P - 64 KEMAMPUAN SPASIAL SISWA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DENGAN MEDIA GEOGEBRA P - 64 KEMAMPUAN SPASIAL SISWA MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DENGAN MEDIA GEOGEBRA Ristontowi Prodi Pendidikan Matematika FKIP UMB email: tontowi55@yahoo.co.id Abstrak Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 304 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil temuan yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga

I. PENDAHULUAN. dirinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Pendidikan juga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peranan penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat menggali dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya sehingga dapat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING Riska Novia Sari, Dosen Tetap Prodi Pendidikan Matematika Universitas Riau Kepulauan ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Permendiknas No. 22 (Departemen Pendidikan Nasional RI,

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Permendiknas No. 22 (Departemen Pendidikan Nasional RI, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam Permendiknas No. 22 (Departemen Pendidikan Nasional RI, 2006) secara eksplisit dicantumkan beberapa kemampuan dan sikap siswa yang harus dikembangkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG Hariyati 1, Indaryanti 2, Zulkardi 3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENEMUAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

PEMBELAJARAN PENEMUAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP Nabla Dewantara: Jurnal Pendidikan Matematika (ISSN 2528-3901) 25 PEMBELAJARAN PENEMUAN UNTUK MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP Hadriani Dosen Pend. Matematika Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupannya, tiap individu senantiasa menghadapi masalah, dalam skala sempit maupun luas, sederhana maupun kompleks. Kesuksesan individu sangat ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) A. Pendahuluan Oleh: Atmini Dhoruri, MS Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci