BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif Kajian Perspektif Pemahaman atas komunikasi manusia, merupakan masalah perspektif yang dipakai untuk memahamninya (Fisher,1990:86). Perspektif adalah sudut pandang dan cara pandang kita terhadap sesuatu (Ardianto dan Q-Anees, 2007:75). Cara kita memandang atau pendekatan yang kita gunakan dalam mengamati kenyataan akan menentukan pengetahuan yang kita peroleh. Suatu perspektif (cara pandang) tidak berlaku secara semena - semena. Perspektif yang kita gunakan dalam menghampiri suatu peristiwa komunikasi akan menghasilkan perbedaan yang besar dalam jawaban dan makna yang kita deduksi. Kita bisa saja mengamati suatu peristiwa dengan pikiran yang terbuka dan netral, namun begitu kita harus mengobservasi suatu hal, kita akan melakukannya dengan cara tertentu. Persperktif adalah cara memandang atau cara kita menentukan sudut pandang ketika mengamati sesuatu. Seluruh memberikan skema atau petunjuk mengenai sudut pandang mana yang akan kita gunakan untuk meneliti kebenaran peristiwa komunikasi. Nilai perspektif tidak terletak dalam nilai kebenarannya atau seberapa baik ia mencerminkan realitas yang ada. Semua perspektif yang dapat diperoleh adalah benar dan mencerminkan realitas, walaupun setiap perspektif pada tahap tertentu kurang lengkap serta didistorsi. Jadi yang menjadi inti adalah upaya mencari perspektif yang dapat memberikan kepada kita konseptualisasi realitas yang paling bermanfaat bagi pencapaian tujuan kita. Menggunakan perspektif berarti menyadari bahwa suatu pemahaman selalu dibangun oleh kaitan antara apa yang diamati dan apa yang menjadi konsep pengamatan. Penggunaan perspektif mewajibkan kita untuk toleran pada perbedaan cara pandang, juga telaten dalam menggunakan berbagai metode. Memilih suatu perspektif sama artinya dengan memilih mengerjakan hal - hal menurut suatu cara 8

2 pandang tertentu, tidak menurut satu cara yang lain, yang serta merta berlaku secara universal (Ardianto dan Q-Anees, 2007:78). Pada perspektif yang kita pilih terkandung semua keuntungan dan keterbatasan, akan tetapi kita tidak memiliki hak untuk mengingkari nilai dan untuk mempermasalahkan validitas perspektif yang lain. Konsekuensi dari penggunaan perspektif adalah kearifan untuk menyatakan bahwa apa yang kita ketahui sekarang bukanlah kebenaran mutlak, melainkan hanya pemahaman yang diciptakan manusia. Karena pemahaman kita adalah produk kemanusiaan, maka ia tunduk pada perubahan konseptual sebagaimana secara historis kita telah mengubah konsep dan perspektif untuk menciptakan pemahaman kita. Konsekuensi lainnya adalah kita bukan menemukan realitas tetapi menciptakan realitas. Alasannya karena ketika kita melakukan penelitian kita tidak mungkin tidak mengorganisasikan pengamatan dan persepsi kita dan hal ini tidak dapat kita hindarkan saat melakukan penelitian. Pengunaan perspektif yang paling nyata haruslah secara sadar tanggap pada perspektif yang dipakai, apa implikasinya, dan kemana ia mengarahkan kita. Kita harus tanggap pada pertanyaan apa yang dapat ditanyakan dan karenanya, dapat dijawab dalam rangka perspektif itu. Kita perlu mengetahui pertanyaan pertanyaan apa yang tidak dapat dipertanyakan, dan karenanya dapat dijawab dalam rangka perspektif itu. Kita perlu mengetahui pertanyaan pertanyaan apa yang tidak dipertanyakan, dan karenanya, juga tidak dapat dijawab. Kita perlu mengetahui apa yang seharusnya kita ketahui dan bagaimana menggunakan perspektif yang paling tepat untuk membawa kita pada pengetahuan/pemahaman itu (Fisher,1990:89). Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif konstruktivisme Perspektif Konstruktivisme Ilmu komunikasi dalam perspektif konstruktivisme tidak hanya mulai mempertimbangkan konstruksi namun juga menyediakan cara cara penelitian yang lebih khas. Menurut Von Glasersfelt konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Ardianto dan Q-Anees, 2007:154).

3 Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah kontruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Konstruksi membuat cakrawala baru dengan mengakui adanya hubungan antara pikiran yang membentuk ilmu pengetahuan dengan objek atau eksistensi manusia. Dengan demikian paradigma konstruktivis mencoba menjembatani dualism objektivitisme subjektivitisme dangan mengafarmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan (Ardianto dan Q-Anees, 2007:152). Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyamapai pesan. Konstruktivisme justru mengaggangap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami diatur dan dihidupkan oleh pernyataanpernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Pada perspektif konstruktivis, kebenaran bukan pada kecocokan dengan realitas ontologis melainkan pada viabilitas, yaitu kemampuan suatu konsep atau pengetahuan dalam beroperasi. Pengetahuan yang kita kostruksikan itu dapat digunakan dalam menghadapi macam-macam fenomena dan persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut. Oleh karena itu, analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi. Von Glasersfeld dan Kitchener membuat gagasan konstruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek. 2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

4 3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Konstruktivisme memang merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi, melainkan proses panjang sejumlah pengalaman. Banyak situasi yang memaksa atau membantu seseorang untuk mengadakan peubahan akan pengetahuannya. Perubahan inilah yang akan mengembangkan pengetahuan seseorang. Atau bila kita berhadapan dengan suatu persoalan atau kejadian yang baru atau berbeda, kita tertantang untuk mencari arti dan makna hal itu dengan menggunakan gagasan, ide ide, maupun konsep konsep yang telah kita punyai. (Ardianto dan Q-Anees, 2007:153) 2.2 Kajian Pustaka Teori Dramaturgi (Impression Management) Seorang individu seringkali peduli terhadap self image yang ditampilkannya terhadap orang lain. Kepedulian tersebut akan menuntun individu tersebut untuk senantiasa berusaha mengontrol tentang apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya tersebut. Self image yang dicoba ditampilkan ini dapat berbeda-beda dari satu situasi ke situasi lainnya, tergantung dari tujuannya. Self image yang dicoba untuk ditampilkan tersebut dapat dianalogikan seperti seorang aktor yang sedang bermain peran. Layaknya seorang aktor dalam pementasan teater, setiap individu akan berusaha untuk dapat menampilkan image tertentu dengan menggunakan suatu setting tingkah laku verbal maupun nonverbal secara hati-hati untuk dapat mencerminkan image tersebut. Usaha tersebut dapat dikategorikan sebagai sebuah impression management atau pengelolaan kesan. Menurut Robbins and Judge, impression management adalah proses saat seorang individu berusaha mengontrol persepsi orang lain terhadapnya (Rakhmat, 2008 : 96). Berbicara mengenai impression management tentu tidak terlepas dari kajian dramaturgi. Pada perkembanganya, Dramaturgi begitu banyak dikenal dan dijadikan sebagai bentuk komunikasi lainnya dalam kehidupan sehari-hari manusia. Teori dramaturgi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap

5 identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah - ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgi masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku - perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Lebih jauh lagi, dengan mengelola informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan pemaknaan orang lain terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu kepada orang lain mengenai siapa kita. (Mulyana, 2003 : 112) Istilah dramaturgi kental dengan pengaruh drama atau teater atau pertunjukan fiksi diatas panggung dimana seorang aktor memainkan karakter manusia - manusia yang lain sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut dan mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Dramaturgi juga diibaratkan sebagai permainan peran oleh manusia. Tentu permainan peran yang dimainkan oleh manusia tersebut disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai sebelumnya. Entah itu hanya sekedar untuk menciptakan kesan tertentu tentang diri kita dihadapan penonton ataupun suatu bentuk penghargaan lainya yang kita peroleh dari permainan peran tersebut. Dalam buku yang berjudul The Presentation of Self in Everyday Life karangan Erving Goffman yang diterbitkan pada tahun 1959, Goffman mendalami konsep dramaturgi yang bersifat penampilan drama atau teater atau teateris di atas panggung, dimana seorang aktor memainkan karakter manusia-manusia yang lain, sehingga penonton dapat memperoleh gambaran kehidupan dari tokoh tersebut serta mampu mengikuti alur cerita dari drama yang disajikan. Menurut Goffman dalam Dramaturgi terdiri dari : - Front stage (panggung depan) - Back Stage (panggung belakang)

6 Front Stage yaitu bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Front stage dibagi menjadi 2 bagian, Setting yaitu pemandangan fisik yang harus ada jika sang aktor memainkan perannya. Ada juga Front Personal yaitu berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasa perasaan dari sang aktor. Front personal masih terbagi menjadi dua bagian, yaitu Penampilan yang terdiri dari berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor dan gaya yang berarti mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage (panggung belakang) yaitu ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh tim yaitu masyarakat rahasia yang mengatur pementasan masing-masing actor (Rakhmat, 2008 : 97). Kajian dramaturgi membagi dua wilayah yang biasa digunakan seorang individu dalam memainkan peran. Wilayah tersebut ialah : 1. Front stage (panggung depan) merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan atas penampilan (appearance) dan gaya (manner). Pada lingkungan yang menjadi front stage inilah dimunculkan identitas palsu oleh individu tersebut guna memaksimalkan peran yang dimainkannya dalam area front stage tersebut dimana ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya. Penampilan disini meliputi petunjuk artifaktual seperti pakaian, make up, dan sebagainya. Sedangkan gaya meliputi cara berbicara, berjalan dan sebagainya. 2. Back stage (panggung belakang) merupakan bagian dari individu di mana individu tersebut memperlihatkan gambaran sesungguhnya dari dirinya. Back Stage ini juga merupakan panggung persiapan aktor yang disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi dilapangan, untuk selanjutnya menutupi identitas aslinya. Panggung ini disebut juga panggung pribadi yang tidak

7 boleh diketahui oleh orang lain (Rakhmat, 2008 : 97). Beberapa hal penting yang menjadi bagian back stage ini antara lain : a. Make Up (Tata rias) b. Pakaian c. Sikap dan Perilaku d. Bahasa Tubuh e. Mimik Wajah f. Isi Pesan g. Cara Bertutur atau Gaya Bahasa Dalam teori Dramatugi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut. Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui pertunjukan dramanya sendiri (Sudikin, 2002 : 49). Goffman mengakui bahwa panggung depan mengandung anasir struktural dalam arti bahwa panggung depan cenderung terlembagakan alias mewakili kepentingan kelompok atau organisasi. Sering ketika aktor melaksanakan perannya, peran tersebut telah ditetapkan lembaga tempat dia bernaung. Meskipun berbau struktural, daya tarik pendekatan Goffman terletak pada interaksi. Ia berpendapat bahwa umumnya orang-orang berusaha menyajikan diri mereka yang diidealisasikan dalam pertunjukan mereka di pangung depan, meresa merasa bahwa mereka harus menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukannya. Hal itu disebabkan oleh (Mulyana, 2003:116): 1. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesenangan - kesenangan tersembunyi (misalnya meminum minuman keras sebelum pertunjukan).

8 2. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang dibuat saat persiapan pertunujkan, langkah-langkah yang diambil untuk memperbaiki kesalahan tersebut (misalnya sopir taksi menyembunyikan fakta bahwa ia mulai salah arah). 3. Aktor mungkin merasa perlu menunjukan hanya produk akhir dan menyembunyikan proses memproduksinya (misal dosen menghabisakan waktu beberapa jam untuk memberi kuliah, namun mereka bertindak seolah - olah telah lama memahami materi kuliah). 4. Aktor mungkin perlu menyembunyikan kerja kotor yang dilakukan untuk membuat produk akhir dari khalayak (kerja kotor itu mungkin meliputi tugas-tugas yang secara fisik kotor, semi-legal, dan menghinakan. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang aktor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan (Dadang,2007:78) Teori Disonansi Kognitif Teori yang berpendapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan. Sebagaimana Roger Brown katakan, dasar dari teori ini mengikuti sebuah prinsip yang cukup sederhana keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang

9 memotivasi usaha usaha untuk mencapai konsonansi. Disonansi adalah sebutan untuk ketidakseimbangan dan konsonansi adalah sebutan untuk keseimbangan. Selanjutnya, Brows mengatakan bahwa teori ini memungkinkan dua elemen untuk memilikitiga hubungan yang berbeda satu sama lain. Mungkin saja konsonan (consonant),( dissonant), (irrelevant) (West&Turner,2008:137). 1. Hubungan konsonan (consonant) Ada antara dua elemen ketika dua elemen tersebut ada pada posisi seimbang satu sama lain. 2. Hubungan Disonan( dissonant), Berarti bahwa elemen elemen tidak seimbang satu dengan lainnya. 3. Hubungan tidak relevan (irrelevant) satu sama lain : Ada ketika elemen elemen tidak mengimplikasikan apa pun mengenai Sikap,pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten Beraikibat pada Mulainya disonansi Beraikibat pada Rangsangan yang tidak menyenangkan Perubahan yang menghilangkan inkonsistensi Gambar 2.1 Proses Disonansi Teori ini menyatakan bahwa, agar dapat menjadi persuasif, strategi - strategi harus berfokus pada inkonsistensi sembari menawarkan perilaku baru yang memperlihatkan konsistensi atau keseimbangan. Selanjutnya disonansi kognitif dapat memotivasi perilaku komunikasi saat melakukan persuasi kepada orang lainnya dan saat orang berjuang untuk mengurangi disonansi kognitifnya. Sebagaimana telah dikemukakan Teori Disonansi Kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap, Teori ini berfokus

10 pada efek inkonsistensi yang ada diantara kognisi kognisi. Untuk itu terdapat sejumlah asumsi dasar yang mendukung teori tersebut. Teori disonansi kognitif memiliki sejumlah anggapan atau asumsi dasar diantaranya adalah: 1. Manusia memiliki hasrat akan konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya. Disini menekankan sifat dasar manusia yang mementingkan stabilitas dan konsistensi. 2. Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis. Teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi - kognisi harus tidak konsisten secara psikologis. 3. Disonansi adalah perasaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur. 4. Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan usaha untuk mengurangi disonansi. (West&Turner,2008:139) Orang yang mengalami disonansi akan berupaya mencari dalih untuk mengurangi disonansinya itu. Pada umumnya orang berperilaku ajeg atau konsisten dengan apa yang diketahuinya. Tetapi kenyataannya menunjukkan bahwa sering pula seseorang berperilaku tidak konsisten seperti itu. Jika seseorang mempunyai informasi atau opini yang tidak menuju ke arah menjadi perilaku, maka informasi atau opini itu akan menimbulkan disonansi perilaku. Apabila disonansi tersebut terjadi, maka orang akan berupaya mengurangi dengan jalan mengubah perilakunya, kepercayaannya atau opininya. (West&Turner,2008:141) Teori disonansi kognitif berkaitan dengan proses pemilihan terpaan selektif (selective exposure), pemilihan perhatian (selective attention),pemilihan interpretasi (selective interpretation), dan pemilihan retensi (selectie retention) karena teori ini memprediksikan bahwa orang akan menghindar informasi yang meningkatkan disonansi. Proses perseptual ini merupakan dasar dari penghindaran. 1. Terpaan selektif (selective exposure) Mencari informasi yang konsisten yang belum ada, membantu untuk mengurangi disonansi. CDT memprediksikan bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi dan mencari informasi yang konsisten dengan sikap dan perilaku mereka.

11 2. Pemilihan perhatian (selective attention) Merujuk pada melihat informasi secara konsisten begitu konsistensi itu ada. Orang memerhatikan inforasi dalam lingkungannya yang sesuai dengan sikap dan keyakinanya sementara tidak menghiraukan informasi yang tidak konsisten. 3. Pemilihan interpretasi (selective interpretation) Melibatkan penginterpretasian informasi yang ambigu sehingga menjadi konsisten. Dengan menggunakan intepretasi selektif, kebanyakan otang menginterpretasikan sikap teman dekatnya lebih sesuai dengan sikap mereka sendiri daripada yang sebenarnya terjadi. 4. Pemilihan retensi(selectie retention) Merujuk pada mengingat dan mempelajari informasi yang konsisten dengan kemampuan yang lebih besar dibandingkan yang kita lakukan terhadap informasi yang konsisten. Sikap tampaknya dapat mengelola memori dalam proses pemilihan retensi(west&turner,2008:142) Konsep Diri Salah satu faktor penentu atau gagalnya seseorang dalam menjalani kehidupan adalah konsep diri. Konsep diri yang ada pada seorang individu adalah sebagai bentuk keyakinan dirinya bahwa dia mampu dan bisa untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya dalam suatu lingkungan. Manusia sebagai organism yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan. Konsep diri pada dasarnya merupakan pandangan kita mengenai siapa kita dan itu hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada kita (Rakhmat,2005: 99). Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, sosial dan fisis. Sedangkan Menurut George Herbet Mead dalam buku Introducing Communication Theory Analysis an Aplication Third Edition konsep diri pada seseorang muncul bukan dari pikiran seseorang tersebut lebih dahulu, melainkan

12 dari pemikiran atau pandangan dari orang lain terhadap diri kita dan baru diikuti pemikiran yang muncul pada diri kita dari pemikiran orang lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah cara pandang secara menyeluruh tentang diri, yang meliputi kemampuan yang dimiliki, perasaan yang dialami, kondisi fisik dirinya maupun lingkungan terdekatnya. Konsep diri mempunyai peranan penting dalam menentukan tingkah laku seseorang. Bagaimana seseorang memandang dirinya akan tercermin dari keseluruhan perilakunya. Artinya, perilaku individu akan selaras dengan cara individu memandang dirinya sendiri. Apabila individu memandang dirinya sebagai orang yang tidak mempunyai cukup kemampuan untuk melakukan suatu tugas, maka seluruh perilakunya akan menujukkan ketidakmampuannya tersebut. Menurut Felker dalam Pudjijogyanti (1998:5), terdapat tiga peranan penting konsep diri dalam menentukan perilaku seseorang, yaitu : 1. Konsep diri memainkan peranan dalam mempertahankan keselarasan batin seseorang. Individu senantiasa berusaha untuk mempertahankan keselarasan batinnya. Bila individu memiliki ide, perasaan, persepsi atau pikiran yang tidak seimbang atau saling bertentangan, maka akan terjadi situasi psikologis yang tidak menyenangkan. Untuk menghilangkan ketidakselarasan tersebut, individu akan mengubah perilaku atau memililih suatu system untuk mempertahankan kesesuaian antara individu dengan lingkungannya. Cara menjaga kesesuaian tersebut dapat dilakukan dengan menolak gambaran yang diberikan oleh lingkungannya mengenai dirinya atau individu berusaha mengubah dirinya seperti apa yang diungkapkan lingkungan sebagai cara untuk menjelaskan kesesuaian dirinya dengan lingkungannya. 2. Konsep diri menentukan bagaimana individu memberikan penafsiran atas pengalamannya. Seluruh sikap dan pandangan individu terhadap dirinya sangat memengaruhi individu tersebut dalam menafsirkan pengalamannya. Sebuah kejadian akan ditafsirkan secara berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lainnya, karena masing masing individu mempunyai sikap dan pandangan yang

13 berbeda terhadap diri mereka. Tafsiran negatif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap negatif terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, tafsiran peostif terhadap pengalaman hidup disebabkan oleh pandangan dan sikap positif terhadap dirinya. 3. Konsep diri juga berperan sebagai penentu pengharapan individu. Pengharapan ini merupakan inti dari konsep diri. Bahkan McCandless sebagaimana dikutip Felker (1974) menyebutkan bahwa konsep diri seperangkat harapan harapan tersebu. Siswa yang cemas dalam menghadapi ujian akhir dengan mengatakan Saya sebenarnya anak bodoh, pasti saya tidak akan mendapat nilai yang baik, sesungguhnya sudah mencerminkan harapan apa yang akan terjadi dengan hasil ujiannya. Ungkapan tersebut menunjukkan keyakinannya bahwa ia tidak mempunyai kemampuan untuk memperoleh nilai yang baik. Keyakinannya tersebut mencerminkan sikap dan pandangan yang negatif terhadap dirinya sendiri. Pandangan negatif terhadap dirinya menyebabkan individu mengharapkan tingkah keberhasilan yang akan dicapai hanya pada taraf yang rendah. Patokan yang rendah tersebut menyebabkan individu bersangkutan tidak mempunyai motivasi untuk mencapai prestasi yang gemilang (Pudjijogyanti,1988:5). Sedangkan menurut Pudjijogyanti (1988:3) koponen komponen konsep diri ada dua yaitu : 1. Komponen kognitif Komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya, misalnya saya anak bodoh atau saya anak nakal. Jadi komponen kognitif merupakan penjelasan dari siapa saya yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Gambaran diri (self picture) tersebut akan membentuk citra diri (self image).

14 2. Komponen afektif Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri (Self acceptance), serta harga diri (self esteem) individu. Konsep diri yang baik ditandai dengan sikapnya yang optimis dan terbuka terhadap lingkungan. Selain itu, dia juga memiliki keyakinan untuk mengatasi masalah yang dia hadapi dan juga mampu memperbaiki dirinya dengan cara menampilkan kepribadian dan juga perilaku yang disenangi oleh orang lain. Sedangkan konsep diri yang tidak baik ditandai dengan sikap yang pesimis, tertutup, tidak percaya diri dan mudah tersinggung. Selain itu, dia selalu minder karena dia merasa jika dia tidak disenangi oleh orang orang yang berada disekitarnya. Dia selalu merasa jika orang lain adalah musuhnya yang tidak senang dengan dirinya. Dari pernyataan diatas, S.Frank Miyamoto dan Sanford M. Dornbusch (1956) mencoba mengkorelasikan penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala empat angka dari yang paling jelek sampai uang paling baik, yaitu : 1. Kecerdasan 2. Kepercayaan diri 3. Daya tarik fisik 4. Kesukaan orang lain kepada dirinya Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian tentang diri. Jadi konsep diri meliputi tentang apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri. Interaksi simbolik berfokus pada pentingnya konsep diri atau set relatif stabil dari persepsi bahwa seseorang memegang sendiri dan membentuk dirinya sendiri. Ketika seseorang atau aktor sosial mengajukan pertanyaan siapa saya? Jawabannya selalu berhubungan dengan konsep diri orang tersebut. Karakteristik dalam dirinya mengakui tentang fitur fisiknya, peran, bakat, keadaan emosional, nilai keterampilan sosial dan batas, intelek dan hal itu membentuk make up konsep diri seseorang (Rakhmat,2005:101). Gagasan penting untuk interaksi simbolik, lebih lanjut adalah tertarik pada cara-cara orang mengembangkan konsep diri.

15 Gambar 2.2 BentukKonsep Diri Menurut Stuart dan Sundeen memberi penjelasan bahwa konsep diri terdiri dari 5 aspek : 1. Gambaran Diri (Body Image) Gambaran diri adalah sikap mahasiswi perokok terhadap tubuhnya secara sadar maupun tidak sadar. Sikap ini menyangkut persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk penampilan, fungsi, dan potensi tubuh masa sekarang dan masa lalu. 2. Ideal Diri Ideal Diri adalah persepsi mahasisiwi perokok bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita cita atau nilai yang ingin dicapainya. Ideal diri akan mewujudkan cita cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga,lingkungan) kepada siapa ia ingin melakukannya. 3. Harga diri Harga diri adalah penilaian pribadi mahasiswi perokok terhadap hasil yang ingin dicapai dengan menganalisis seberapa jauh perilaku memenuhi identitas diri sendiri.frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Semakin sering seseorang gagal kecenderungannya adalah harga diri akan rendah demikian sebaliknya. 4. Peran Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh mahasiswi dari statusnya di masyarakat. Beberapa mahasiswi disibukkan dengan peran yang hendak dimainkannya. Misalkan saja selain sebagai pelajar, anak, sahabat, pemimpin, pekerjaan dan sederetan posisi yang dijalankannya. Posisi dibutuhkan oleh setiap orang untuk mengaktualisasikan dirinya. Menunjukkan seberapa besar ia cukup berguna di setiap aspek kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil peran yang memenuhi dengan kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

16 5. Identitas Diri Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan utuh). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat maka akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya. Individu yang memiliki identitas diri yang kuat akan memandang dirinya sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpisah dari orang lain dan individu tersebut akan mempertahankan identitasnya walau dalam kondisi sesulit apapun. (Stuard & Sundeen, 1998:378). 2.3 Model Teoritik Dalam penelitian ini peneliti membuat model teoritik dengan memahami keterkaitan antara beberapa teori. Keterkaitan antar teori menjadi rangkaian yang berkesinambungan, berikut model teoritik yang peneliti gambarkan untuk menjelaskan keterkaitan antar teori yang menjadi rangkaian berkesinambungan : Teori Disonansi Kognitif Teori Dramaturgis Konsep Diri Mahasiswi Perokok Latar Belakang Mahasiswi \ Merokok Karakteristik Mahasiswi Perokok Impression Management Mahasiswi Perokok Gambar 2.3 Model Teoritik

BAB I PENDAHULUAN. diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan

BAB I PENDAHULUAN. diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, manusia sering kali mengelola kesan sehingga orang yang diajak bicara mempunyai kesan tertentu tentang si pembicara. Pengelolaan kesan seringkali

Lebih terperinci

BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN. yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang

BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN. yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang BAB II DRAMATURGI: ERVING GOFFMAN A. Kerangka Teoritik Dalam ilmu sosiologi mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan yang namanya teori dramaturgi, Dramaturgi adalah teori yang mengemukakan bahwa teater

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Presentasi Diri Ayam Kampus Di Yogyakarta 1. Pengertian Presentasi Diri Pada dasarnya, setiap orang memiliki langkah-langkah khusus dalam mempresentasikan dirinya kepada orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manusia, namun kita sering melupakan betapa besar peranannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. manusia, namun kita sering melupakan betapa besar peranannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Komunikasi adalah salah satu kebutuhan manusia yang sangat mendasar. Manusia membutuhkan komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya Instagram sudah mencuri perhatian para penggunanya, menurut

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya Instagram sudah mencuri perhatian para penggunanya, menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Instagram merupakan media sosial yang sangat berkembang pesat di dunia Internet, banyak sekali yang menggunakan media sosial dari berbagai kalangan untuk keperluanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi,

BAB I PENDAHULUAN. konsumen, yaitu pada bagian sales product. Bagian ini terdiri dari beberapa divisi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Pemasaran suatu produk memerlukan beberapa aktivitas yang melibatkan berbagai sumber daya. Sebagai fenomena yang berkembang saat ini, dalam pemasaran terdapat suatu

Lebih terperinci

IMPRESSION MANAGEMENT MAHASISWI PEROKOK (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok Di Universitas Sumatera Utara)

IMPRESSION MANAGEMENT MAHASISWI PEROKOK (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok Di Universitas Sumatera Utara) IMPRESSION MANAGEMENT MAHASISWI PEROKOK (Studi Deskriptif Kualitatif Impression Management Mahasiswi Perokok Di Universitas Sumatera Utara) JOHN HAGAI SIHOMBING 100904048 ABSTRAK Penelitian ini berjudul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi pengguna media sosial, memeriksa dan meng-update aktifitas terbaru ke dalam media sosial adalah sebuah aktifitas yang lazim dilakukan. Seseorang yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun Istilah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun Istilah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Dramaturgi Erving Goffman Pernyataan paling terkenal Goffman tentang teori dramaturgis dalam bukunya berjudul Presentation of Self in Everyday Life, yang diterbitkan tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Intrapersonal Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang terjadi di dalam diri komunikator sendiri. Komunikasi intrapersonal merupakan keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN Konteks Penelitian. Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Konteks Penelitian Dalam kehidupan sehari- hari kita tidak dapat terlepas untuk berinteraksi dengan individu lainnya. Hal ini dikarenakan mausia sebagai mahluk sosial yang berusaha

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma yang akan digunakan oleh peneliti dalam pelaksanaan penelitian adalah paradigma konstruktivisme. Konstruktivisme menolak pandangan positivisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave,

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, berhasil mempengaruhi sebagian besar masyarakat dunia dengan cara memperkenalkan atau menjual produk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengelolaan kesan sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. pengelolaan kesan sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Impression Management atau yang lebih dikenal dengan istilah pengelolaan kesan sering kali dilakukan oleh orang-orang yang memiliki profesi dan dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE)

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Psikologi Umum 2 Bab 1: Sikap (Attitude) 1 BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Bagaimana kita suka / tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku kita. Sikap: - suka mendekat, mencari tahu, bergabung

Lebih terperinci

Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si

Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik. Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si Pendekatan Teoritik Dalam Komunikasi Politik Oleh: Adiyana Slamet, S.IP., M.Si Pendekatan Fungsional Pendekatan fungsional dalam kajian komunikasi politik lebih berorientasi pada peran atau fungsi komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Paradigma Penelitian Menurut Bogdan dan Taylor, Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008

BAB 3 METODOLOGI. Universitas Indonesia Representasi jilbab..., Sulistami Prihandini, FISIP UI, 2008 31 BAB 3 METODOLOGI 3.1. Paradigma Penelitian Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton (1990), paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

SOSIOLOGI KOMUNIKASI. KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi KOMUNIKASI SEBAGAI PROSES INTERAKSI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN INTERAKSI SOSIAL Interaksi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Gambar spoiler media sosial ask.fm Sumber :

Gambar 1.1 Gambar spoiler media sosial ask.fm Sumber : BAB I PENDAHULUAN Media sosial adalah sebuah teknologi komunikasi yang saat ini marak digunakan oleh manusia (khususnya remaja) dalam beriteraksi sehari-hari. Dilansir dari website smartbisnis.com, Pengguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Menjamurnya pengemis di kota-kota besar nampaknya sudah menjadi pemandangan sehari-hari yang tidak dapat terelakkan. Pengemis adalah orangorang yang mendapatkan penghasilan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

POLA PENCARIAN INFORMASI MASYARAKAT PESISIR PANTAI KABUPATEN KULON PROGO

POLA PENCARIAN INFORMASI MASYARAKAT PESISIR PANTAI KABUPATEN KULON PROGO POLA PENCARIAN INFORMASI MASYARAKAT PESISIR PANTAI KABUPATEN KULON PROGO dalam MENGAMBIL KEPUTUSAN TERKAIT dengan PROYEK TAMBANG PASIR BESI di KABUPATEN KULON PROGO Oleh Christina Tyas Utami Ari Murti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gaya hidup baru. Terlebih lagi dengan pencintraan terhadap kebaya semikin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gaya hidup baru. Terlebih lagi dengan pencintraan terhadap kebaya semikin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka Seiring dengan perkembangaan teknologi dan media masa membuat kebaya memiliki sebuah arti baru dalam masyarakat yang mengakibatkan sebuah gaya hidup baru. Terlebih

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil-hasil penelitian dan pembahasan mengenai hubungan konformitas teman sebaya dengan konsep diri terhadap kenakalan remaja di Jakarta Selatan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya

BAB I PENDAHULUAN. bergaul, bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Tidak ada salahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gay dan lesbi nampaknya sudah tidak asing lagi di masyarakat luas. Hal yang pada awalnya tabu untuk dibicarakan, kini menjadi seolah-olah bagian dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seorang psikolog Universitas Stanford yaitu Sandra Bem (1977) yang dikutip dalam situs online Psikoterapis.com, dijelaskan bahwa dirinya mengeluarkan sebuah inventory

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian Burhan Bungin (2003:63) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif mengacu pada prosedur penelitian yang menghasilkan data secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi atau pesan dalam ruang lingkup individu, antar individu, maupun kelompok. Pada dasarnya komunikasi adalah sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sandang atau pakaian merupakan salah satu kebutuhan primer yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Dari tahun ke tahun pakaian telah berkembang sesuai dengan

Lebih terperinci

Kuliah ke-8 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D.

Kuliah ke-8 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. Kuliah ke-8 Teori Sosiologi Kontemporer Amika Wardana, Ph.D. a.wardana@uny.ac.id Materi: Konsep Diri: Mengingat kembali Looking-glass self Cooley Tensi antara I dan Me Mead Interaksi Pelaku dan Audien

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07

Tes Inventori. Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh 07 MODUL PERKULIAHAN Tes Inventori Pengertian, Kegunaan dan Metode Tes Kepribadian Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 07 A61616BB Riblita Damayanti S.Psi., M.Psi Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih

BAB I PENDAHULUAN. timur dunia. Kebudayaan barat memang sudah tidak asing lagi dan sudah lebih 1 BAB I PENDAHULUAN 1 Latar belakang Banyak kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia dan dijadikan trend bagi masyarakat Indonesia. Kebudayaan yang masuk pun datang dari barat dan timur dunia. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis

Lebih terperinci

Psikologi Sosial 2. Teori-teori Psikologi Sosial. Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Psikologi Sosial 2. Teori-teori Psikologi Sosial. Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: Psikologi Sosial 2 Teori-teori Psikologi Sosial Fakultas PSIKOLOGI Setiawati Intan Savitri, S.P. M.Si Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Teori-teori Psikologi Sosial Sikap Ketertarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengetahui Front Stage dan Back Stage yang dibangun oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengetahui Front Stage dan Back Stage yang dibangun oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Review Penelitian Sejenis Penelitian terdahulu adalah referensi yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan, antara lain sebagai berikut:

Lebih terperinci

Proses dan efek Media

Proses dan efek Media Proses dan efek Media McQuail Buku.2 bab.17 Kita di pengaruhi oleh media, tetapi mekanismenya seperti apa masih belum jelas. Penduduk empat musim berpakaian berdasarkan ramalan cuaca, membeli sesuatu berdasarkan

Lebih terperinci

ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI

ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI ABSTRAKSI JUDUL SKRIPSI : FENOMENA PENGGUNAAN SITUS JEJARING SOSIAL FACEBOOK SEBAGAI AJANG PENAMPILAN DIRI NAMA : ASTRI RIYANTI NIM : D2C 308 001 JURUSAN : ILMU KOMUNIKASI Di era globalisasi saat ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membawakan peran atau akting dapat diartikan menampilkan atau mempertunjukan tingkah laku terutama diatas pentas. Berbuat seolaholah, berpura pura menjadi seseorang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya dunia jejaring sosial terutama facebook yang muncul pertama kali tahun 2004 oleh Mark Zuckerberg dan mulai resmi dapat di akses secara umum pada tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan, manusia di dunia ini tidak dapat dilepaskan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan, manusia di dunia ini tidak dapat dilepaskan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, manusia di dunia ini tidak dapat dilepaskan dari aktifitas berkomunikasi karena komunikasi merupakan bagian integral dari sistem dalam tatanan

Lebih terperinci

Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology

Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology Strategic Management and The Philosophy of Science : The case for a constructivist methodology DOSEN PEMBIMBING BAPAK MUHAMMAD ADIB, M.Si Nama kelompok : VII B 1. Andik Setiawan (071311333020) 2. Firman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel Yudiaryani PENDAHULUAN Unsur yang paling mendasar dari naskah adalah pikiran termasuk di dalamnya gagasan-gagasan

Lebih terperinci

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

SOSIOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI-TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI Fakultas Ilmu Komunikasi Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id TEORI TEORI SOSIOLOGI KOMUNIKASI TEORI STRUKTURAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak.

peristiwa lebih mudah menyentuh dan diingat oleh khalayak. BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian ini menggunakan analisis framing, analisis framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Review Hasil Penelitian Sejenis Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan yang bertujuan agar dapat menjustifikasi (pembenaran) bahwa hasil karya ilmiah yang penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam

BAB I PENDAHULUAN. dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Liberalisasi politik yang hadir bersamaan dengan liberalisasi ekonomi dalam satu dasawarsa terakhir ini, telah melahirkan karakteristik tertentu dalam pemilihan umum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Perilaku 1. Definisi Perilaku Menurut Skinner dalam Notoatmojo (2003), perilaku merupakan respon berdasarkan stimulus yang diterima dari luar maupun dari dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang berkembang dan mencapai taraf perkembangan pribadi secara optimal

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

2015 PERSEPSI SISWI TERHADAP PENCITRAAN IDEAL REMAJA PUTRI

2015 PERSEPSI SISWI TERHADAP PENCITRAAN IDEAL REMAJA PUTRI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting, yang memungkinkannya untuk mengetahui dan memahami dunia sekelilingnya. Istilah persepsi berasal

Lebih terperinci

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu. sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak komunikasi adalah bagian dari kehidupan manusia. Dalam keluarga komunikasi orang tua dan anak itu sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan 1 BAB I DEFINISI OPERASIONAL A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spiritual manusia, karya seni merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab V ini akan dibahas mengenai kesimpulan, implikasi dan saran dari penelitian. 5.1 Kesimpulan Persyaratan analisis data telah terpenuhi, dengan demikian kesimpulan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Tangkuban Perahu saja. Banyak yang bisa wisatawan temui di sini.

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Tangkuban Perahu saja. Banyak yang bisa wisatawan temui di sini. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bandung, surga para pencari kesenangan. Ibukota Jawa Barat ini tak hanya menawarkan FO, Ciwalk, Cihampelas, Cimol, Café Strawberry atau tempat wisata Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama adalah salah satu bentuk sastra yang diajarkan dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Materi pembelajaran drama yang diajarkan di tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau

BAB I PENDAHULUAN. pada satu atau beberapa karakter utama yang sukses menikmati perannya atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Drama merupakan karya sastra yang dalam penulisan teksnya berisikan dialog-dialog dan isinya membentangkan sebuah alur. Seperti fiksi, drama berpusat pada satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berkaitan erat dengan proses belajar mangajar. Seperti di sekolah tempat pelaksanaan pendidikan, peserta didik dan pendidik saling melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan. manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penting di dalam suatu kehidupan manusia. Teori Erikson memberikan pandangan perkembangan mengenai kehidupan manusia dalam beberapa

Lebih terperinci

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT

Dr.Ir. Edi Purwanto, MT i MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA Dr.Ir. Edi Purwanto, MT Diterbitkan Oleh: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang 2014 ii MEMAHAMI CITRA KOTA TEORI, METODE, DAN PENERAPANNYA

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto, II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 20 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perspektif/ Paradigma Kajian Orang yang pertama kali memperkenalkan istilah paradigma adalah Thomas Khun. Istilah paradigma sinonim dengan disciplinary matrix yang berarti

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme seperti yang diungkapkan oleh Suparno : pertama, konstruktivisme radikal; kedua, realisme hipotesis; ketiga, konstruktivisme

Lebih terperinci

Alfred Adler. Individual Psychology

Alfred Adler. Individual Psychology Alfred Adler Individual Psychology Manusia lahir dengan tubuh yang lemah dan inferior, suatu kondisi yang mengarah pada perasaan inferior sehingga mengakibatkan ketergantungan kepada orang lain. Manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse Deli dan rekan-rekan sejawatnya. Teori konstruktivisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain. Seperti yang dikatakan oleh Stuart dan Sudeen (1998) dalam tulisan Muchlisin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lain. Seperti yang dikatakan oleh Stuart dan Sudeen (1998) dalam tulisan Muchlisin BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsepsi Diri Konsep diri merupakan pandangan terhadap sikap dan perilaku terhadap diri sendiri. Pengetahuan tentang diri sendiri ini juga termasuk pengetahuan tentang semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. guna mendapatkan tujuan atas konstruksi tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. guna mendapatkan tujuan atas konstruksi tersebut. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Dalam kehidupan, manusia cenderung melakukan berbagai peran dalam memaksimalkan fungsinya sebagai makhluk sosial. Peran atau penampilan diri yang dilakukan

Lebih terperinci

Interpretasi Diri Seorang Disc Jockey Perempuan. Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung

Interpretasi Diri Seorang Disc Jockey Perempuan. Universitas Islam Bandung, Jl. Tamansari No. 1 Bandung Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba 2015 ISSN 2460-6510 Interpretasi Diri Seorang Disc Jockey Perempuan 1 Rangga Lesmana, 2 Ani Yuningsih 1,2 Bidang Kajian Public Relations, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tedjo Narsoyo (2010:3), Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan. Pengembangan kurikulum melibatkan pemikiran-pemikiran secara filsafati,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SOSIAL. Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA

PSIKOLOGI SOSIAL. Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA PSIKOLOGI SOSIAL Dosen : Meistra Budiasa, S.Ikom, MA Pengantar Manusia adalah makhluk sosial. Kita tidak berkembang dengan sendiri. Kita tidak memiliki tempurung pelingdung, dan bulu apa yang kita miliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya dapat hidup berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya dapat hidup berkembang dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Ia hanya dapat hidup berkembang dan berperan sebagai manusia dengan berhubungan dan bekerja sama dengan manusia lain. Dimanapun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari seseorang melakukan komunikasi, baik antarindividu maupun dengan kelompok. Selama proses komunikasi, komunikator memiliki peranan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mega Sri Purwanida, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan individu, masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang disebut juga masa transisi. Siswa SMA

Lebih terperinci

TEORI DRAMATURGI. A. Latar Belakang Teori Dramaturgi

TEORI DRAMATURGI. A. Latar Belakang Teori Dramaturgi A. Latar Belakang Teori Dramaturgi TEORI DRAMATURGI Teori dramaturgi bila disimpulkan secara singkat, memandang bahwa kehidupan manusia itu sebagai sebuah panggung sandiwara, dimana manusia memainkan peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk. berkomunikasi, baik itu verbal ataupun nonverbal. Hal yang sama ini juga

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada dasarnya merupakan makhluk. berkomunikasi, baik itu verbal ataupun nonverbal. Hal yang sama ini juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk sosial yang selalu berkomunikasi, baik itu verbal ataupun nonverbal. Hal yang sama ini juga diungkapkan oleh Deddy

Lebih terperinci

COFFEE SHOP AS A MEDIA FOR SELF-ACTUALIZATION TODAY S YOUTH. Salendra (Alumni Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Semarang)

COFFEE SHOP AS A MEDIA FOR SELF-ACTUALIZATION TODAY S YOUTH. Salendra (Alumni Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Semarang) COFFEE SHOP AS A MEDIA FOR SELF-ACTUALIZATION TODAY S YOUTH Abstract Salendra (Mr.richendru@gmail.com) (Alumni Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Semarang) Trends go to a coffee shop that is currently

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia hidup di bumi dengan berbagai macam budaya dan kepercayaan serta kebiasaan dan lingkungan yang berbeda-beda, itulah yang sebagian besar mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena kekerasan semakin marak dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagian individu dapat mengatasi pengalaman akan kekerasannya, namun sebagian besar mencari solusi kepada

Lebih terperinci