Awal dari Segalanya. 1 OST The World God Only Know Love Call

Transkripsi

1 Awal dari Segalanya S ebuah mobil Jaguar merah terparkir di pinggir sebuah jalan yang sepi. Entah karena sudah malam atau memang jalanan itu kurang terkenal. Namun yang pasti, mobil itu bukan tidak berpemilik. Seorang perempuan muda tengah duduk di belakang kemudi sambil bersenandung. Nanimo mienai kurayami no naka de. Mitsuketanda chiisana hikari wo. Watashi wa 1 drrrt drrrt drrrt! Ify mengambil ponsel yang bergetar mengusik nyanyiannya. Dia menghela napas saat membaca nama yang tertera, Gabriel. Isssh, ngapain sih? Dengan malas, Ify menggeser tombol hijau di layar ponselnya. Ya? Ify melembutkan nada suaranya, meski Gabriel bukan orang yang dia harap menelepon di saat seperti ini. 1 OST The World God Only Know Love Call 1

2 Dimana? tanya Gabriel dingin, membuat raut wajah Ify berubah. Dia terdiam sesaat, mencoba untuk tidak emosi karena sapaan dingin dari orang yang meneleponnya. Bukan urusan lo! jawab Ify tidak kalah dinginnya. Misi? tanya Gabriel. Ify terdiam menatap rumah di depannya. Hhmm, jawabnya berdehem. Dimana? Somewhere. See you at home! Ify mengakhiri panggilan teleponnya sebelum Gabriel menceramahinya. Dia meletakkan ponselnya dan melirik arloji di pergelangan tangan kanannya, pukul malam. Pistol, pisau, bom, misi pengintaian dan darah menjadi hal yang biasa bagi Ify. Jabatannya sebagai elit dari sebuah jaringan mafia, membuatnya memiliki kehidupan ganda sebagai gadis biasa dan pembunuh bayaran. Andai bisa memilih, ia tidak ingin menjadi seorang pembunuh. Tapi sejak ia lahir, 2

3 gelar itu sudah ia sandang. Ayahnyalah yang mendirikan jaringan ini. Ify menghela napas panjang meratapi takdirnya. Dia beralih duduk di kursi belakang dan membongkar isi tasnya. Rio tengah duduk menikmati obrolan Alvin dan Sivia saat dia mendengar ponselnya berdering. Ia berdiri dan melangkah menghampiri ponselnya. Ada nama Shilla di sana. Ya? sapanya. Hari ini Ify ada kerjaan, kata Shilla. Sejenak Rio terdiam. Dimana? tanyanya singkat. Gold Everest No. 32. Tanpa basa-basi, Rio menutup panggilan teleponnya dan segera berlari keluar. Dia berlari secepat mungkin. Mungkin itu rekor terbarunya. Tidak sampai dua menit, dia sudah berdiri di depan rumah Ify. Terlihat Ray sedang duduk di teras dengan laptopnya. Rio berjalan mendekat. Dimana Ify? tanya Rio. 3

4 Ray menoleh ke arah Rio. Oh Kak Rio. Cari Kak Ify? Rio mengangguk. Kak Ify belum pulang. Mau nunggu? Rio menggeleng dan berjalan ke luar. Satu menit kemudian, dia sudah duduk di batang pohon di depan rumah dengan alamat yang Shilla berikan. Ada Ify yang tengah bersiap di dalam Jaguar miliknya, terparkir tidak jauh dari rumah itu. Sebuah pistol, selongsong kunci cadangan, kamera mini, dan senter sudah terpasang di badan Ify. Ia kembali ke kursi kemudi dan mengamati keadaan sekitar. Aman. Dipakainya jaket merah kesayangannya, rambut panjangnya diikat asal menjuntai bak ekor kuda. Ia keluar dari mobil dan berjalan santai di trotoar. Rio yang melihat Ify keluar dari mobil, mengamati rumah yang menjadi tujuan Ify. Aneh. Satu kata yang terlintas di benaknya. Ify duduk di halte bus tidak jauh dari mobilnya. Dia mengambil sebuah mainan kecil dengan kamera pengintai dari saku jaket dan melemparkannya ke sisi 4

5 dalam pagar dinding di belakangnya. Ia memantau keadaan di balik dinding dengan ponselnya. Clear! Ify berdiri dan kembali berjalan santai. Berhenti di depan gerbang tinggi rumah itu. Dia mengedarkan pandangannya ke dalam. Aneh. Satu kata yang juga terpikir olehnya. Rio yang merasakan hawa aneh tentang rumah di depannya, mengambil ponselnya dan menelepon Shilla. Lo yakin ini bukan jebakan? Maksud lo? tanya Shilla. Rio terdiam sambil terus mengamati. Lupakan! Mungkin cuma perasaan gue. Diakhirinya panggilan itu dan mulai mendial nomor Ify. Drrrt drrrt drrrt! Ponsel Ify bergetar di tengah kesunyian. Dia mundur beberapa langkah dan membalikkan badannya. Dilihatnya layar ponselnya, nama Rio tertera di sana. Halo, sapa Ify. Lo dimana, Fy? tanya Rio. 5

6 Gue gue di rumah. Ada apa? Ify menjawab dengan gugup dan celingukan. Di rumah? Gue barusan dari rumah lo, kata Rio. Ify terdiam mendengar pernyataan Rio. Merutuki kebohongan dirinya yang dirasa kurang kreatif dalam mencari alasan. Jadi lo dimana? tanya Rio lagi. Na-nanti gue telepon lagi. Daa! kata Ify mengakhiri panggilan teleponnya dan memasukkan ponselnya kembali ke kantong jaket. Rio ngapain sih ke rumah segala? Bikin ribet urusan, gerutu Ify. Drrrt drrrt drrrt! Kembali ponsel Ify dengan berisik bergetar di kantong jaketnya. Siapa lagi sih?! umpat Ify. Tapi ketika dia melihat nama yang tertera di layar ponselnya, Ify terdiam. Boss. Sang ketua mafia meneleponnya. Rio yang mendengar panggilan lain masuk ke ponsel Ify, kembali mengamatinya. Raut ketakutan yang ia tangkap dari wajah Ify, memaksanya untuk 6

7 melompat turun dan berlari menjauh. Ketakutan Ify membuat darahnya meningkat, ia harus berburu. Halo, sapa Ify dengan ragu. Udah siap? Suaranya terdengar cemas namun menakutkan. Y-ya, jawab Ify gugup. Lakukan dengan benar! Ba-baik. Ify membisu dan memasukkan ponselnya kembali. Rio berhenti berlari ketika menemukan seorang perempuan tengah duduk gelisah sambil menggigit jarinya di bangku taman. Ia berjalan ke arah perempuan itu. Berhenti tepat di depannya. Perempuan itu menengadahkan kepalanya dan menatap Rio. Mau apa? Rio memegang tangan perempuan itu dan menariknya agar berdiri. Ia lalu tersenyum manis dan dua taring runcing terlihat di antara deretan giginya. 7

8 Sedetik kemudian, taring tersebut sudah menembus kulit leher perempuan itu. Suara desahan yang dikeluarkan perempuan itu tidak menghentikan kegiatan asyik Rio. Tangannya menopang punggung dan kepala mangsanya yang semakin melemah. Dengan kepasrahan mangsanya, Rio memenuhi hasratnya dengan mentransfusikan darahnya. Sebagai seorang Royal Vampire, Rio menjadi klan yang istimewa dan berbeda. Ia tidak menghisap atau meminum darah, ia mentransfusikannya. Dia tidak memiliki rasa haus, tapi hasrat. Hasrat Rio adalah ketakutan. Dia akan terus memproduksi darah dalam waktu tertentu dan hasratnya akan terpenuhi jika dia mentranfusikan darahnya ke orang yang tengah ketakutan. Selepas telepon dari bosnya, Ify berdiri terpaku selama beberapa menit. Setelah memastikan tidak akan ada yang menelepon lagi, Ify kembali berjalan 8

9 menuju rumah di belakangnya. Ify memakai sarung tangan hitamnya dan mulai memanjat gerbang di depannya. Dengan beberapa pijakan, akhirnya ia sampai di sebelah dalam gerbang. Pukul malam, melenceng beberapa menit dari jadwal seharusnya. Hal aneh yang sedari tadi mengganggu pikirannya adalah rumah itu terlalu sepi untuk disebut sebagai rumah calon presiden. Tidak ada penjaga yang berjaga di halaman, bahkan satu anjing penjaga tidak menampakkan taringnya. Ify berdiri mengamati situasi, rumah itu berpenghuni tapi tidak berpenjaga. Bisa ia dengar sayup-sayup suara percakapan dari dalam rumah. Dia berjalan menuju ke pintu utama, sampai tiba-tiba suara gaduh terdengar dari dalam rumah. Keadaan menjadi gelap karena lampu dipadamkan. Terdengar beberapa langkah kaki mendekatinya. Tanpa sadar, Ify melangkah ke belakang dan menggenggam erat pistol di tangan kirinya. 9

10 Suara keras peluru ditembakkan terdengar. Tanpa sempat menghindar, sebuah peluru berhasil bersarang di bahu kiri Ify. Pistol di tangannya terjatuh. Sial! umpat Ify. Mereka tahu cara melemahkannya yang bertangan kidal. Jebakan. Satu situasi yang bisa ia pikirkan. Ia bisa saja membalikkan keadaan ini, tapi perlengkapan yang dibawanya hanya satu pistol dengan beberapa peluru tanpa peluru cadangan. Lari atau mati. Ify berdiri setelah mengambil pistolnya. Ia berjalan ke belakang dengan pelan dan tetap waspada. Tapi tanpa disadarinya, beberapa pria sudah berdiri di belakangnya. Satu tinju keras melayang ke perut Ify. Ia terpental beberapa meter ke belakang. Ify memegang perutnya dan merasakan sakit yang lebih sakit daripada tertembak peluru. Saat Ify mencoba berdiri, tanpa disangka, sebuah tendangan berhasil menghantamnya lagi. Dalam keadaan terkapar di tanah, samar-samar Ify melihat laki-laki di depannya mengeluarkan pistol 10

11 dan mengarahkan pistol itu ke arahnya. Rasa nyeri di badannya membuat ia tidak bisa bergerak. Beberapa detik kemudian, dia kehilangan kesadaran. 11